Pentingnya Pemandangan Kemuliaan Allah

Pasal 12 memberikan satu dorongan di ayat pertama ini, supaya kita memberikan tubuh sebagai persembahan yang hidup. Saudara persembahan ini tentu kaitannya erat dengan konsep ibadah di Bait Suci. Karena orang Israel kalau mau beribadah di Bait Suci pasti akan melibatkan korban untuk membuat mereka layak. Mereka tidak bisa datang ke Tuhan kecuali mereka membawa korban. Tapi  dorongan untuk membawa korban adalah kesadaran bahwa Allah itu mulia. Di dalam Kitab Imamat ketika Tuhan memberikan hukuman kepada anak-anak Harun dinyatakan “barangsiapa Kukasihi kepada dia, Aku akan menyatakan kemuliaanKu”, kekudusan dan kemuliaan Tuhan, Tuhan nyatakan. Dan respons orang adalah beribadah dengan takut, gentar dan penuh kasih. Ini sifat yang sulit bisa ada dalam hati manusia kalau kita hanya melihat dunia ciptaan ini. Dunia ciptaan yang kita pahami tanpa Tuhan tidak menggerakkan kita untuk mempunyai hati yang beribadah. Ibadah adalah aspek yang sangat penting, maka kalau kita mengenal Tuhan memahami kemuliaan Dia, kita akan berespons dengan ibadah. Kalau kita mengenal kemuliaan Tuhan, respons apa yang kita miliki, apa yang kita ekspresikan? Alkitab mengajarkan bahwa orang Israel beribadah sebagai respons dari mengenal Tuhan. Itu sebabnya tanpa kenal Tuhan, manusia tidak mungkin beribadah kepada Tuhan. Dan tanpa beribadah, sayangnya, manusia tidak mungkin kenal dirinya. Inilah yang terjadi di zaman kita karena ibadah disingkirkan, maka manusia mengalami krisis. Kita krisis untuk kenal siapa diri kita dan orang yang berada dalam keadaan krisis, tidak kenal siapa dirinya, tidak mungkin secara aktif menyerahkan diri sebagai korban untuk Tuhan, tidak mungkin. Menyerahkan diri untuk Tuhan karena digerakkan oleh pengenalan akan Tuhan, itu yang benar. Itu sebabnya dari awal para pemikir di dalam Kekristenan sudah mengerti konsep ini. Agustinus misalnya mengatakan orang yang mengenal Tuhan akan mempunyai diri yang punya pengharapan melampaui apa yang kelihatan. Orang yang kenal Tuhan punya pengharapan melampaui apa yang kelihatan. Di dalam kuliah yang diberikan yang namanya Gifford Lectures, ini kuliah prestis sekali, ada tokoh-tokoh yang diminta untuk memberikan Gifford Lectures dan biasanya nama mereka adalah nama yang sangat terkenal di dalam dunia teologi. Pemberi Gifford Lectures yang baru di 2 tahun lalu itu adalah Michael Welker, seorang teolog Jerman. Sebelumnya ada Reinhold Niebuhr, Niebuhr memberikan lecture yaitu tentang sifat alami, sifat natural dan nasib kemanusiaan. Ini salah satu karya teologi yang sangat penting, seperti yang saya tahu, tidak ada orang bisa masuk sekolah teologi tanpa diberikan tugas baca buku ini. Dan pasti akan ada kesempatan untuk berinteraksi dengan buku ini waktu Saudara studi teologi. Buku ini sangat penting, di dalamnya Niebuhr mengkritik modernisme, kritiknya sangat tajam. Dia mengatakan ketika manusia tidak kenal Tuhan, manusia akan menurunkan dirinya karena sebenarnya jiwa manusia ingin sesuatu yang melampaui dirinya. Manusia ingin lebih, manusia tahu bahwa apa yang dia alami sekarang belum final. Dia ingin mencapai yang lebih lagi, lebih di dalam hal kemuliaan, lebih di dalam hal kekudusan, lebih di dalam hal etika, lebih didalam hal yang bahkan dia tidak bisa deskripsikan. Dia perlu sesuatu yang dia sendiri tidak tahu apa. Ketika manusia menekan itu, mereduksi dengan mengatakan “tidak ada kebutuhan apa-apa, pokoknya kebutuhan kita sudah cukup”. Kita sudah cukup untuk mengenal diri lewat science, lewat pengetahuan, lewat zaman, kita tidak perlu apa-apa lagi yang melampaui itu. Maka manusia sedang buang aspek yang sangat penting bagi kemanusiaannya. Manusia sedang melakukan bunuh diri secara identitas. Sangat tidak kenal siapa manusia karena pengertian tentang manusia sudah direduksi, dikurangi sampai di dalam level yang cuma natural, cuma alamiah, manusia melampaui alam. Maka kalau manusia ditafsirkan sebagai bagian dari alam dan berhenti di situ, maka kemanusiaan mengalami krisis. Ini yang di ajarkan oleh Niebuhr. Niebuhr mengingatkan perlunya untuk manusia kembali kepada desain mula-mula Tuhan bahwa kita memerlukan sesuatu yang melampaui diri kita sendiri. Kita memerlukan Allah yang melampaui kita, ini yang sebenarnya diperlukan sehingga kita beribadah. Di pertemuan yang lalu saya sudah mengutip dari Herman Bavinck, dia mengingatkan bahwa seluruh ciptaan ini punya origin, punya asal dari Tuhan. Dari pikiran Tuhan, seluruh ciptaan berasal dari Tuhan, maka tidak mungkin ciptaan dipahami dengan membuang Tuhan. Saudara tidak akan mungkin memahami alam tanpa Allah. Ini sebenarnya yang Paulus bagikan di Surat Roma. Di pasal pertama Paulus mengatakan Allah sudah menyatakan diri, tapi manusia menolak untuk menyembah Tuhan. Apa yang tidak kelihatan dari kuasa Tuhan dinyatakan dengan jelas di dalam alam ciptaan. Tapi bangsa-bangsa menolak Tuhan dan menciptakan berhalanya masing-masing. Bayangkan indahnya surat ini, diawali dengan bangsa-bangsa tersesat, diakhiri di pasal 9 dan 10, panggilan bagi bangsa-bangsa lain. Waktu orang menyadari “Tuhan sudah panggil bangsa-bangsa lain, berarti Israel dibuang”. Paulus mengatakan Israel pun akan diberikan anugerah yang sama dengan bangsa-bangsa lain, yaitu dari keadaan memberontak, Tuhan berikan panggilan kepada mereka. “Kamu berontak, tapi Aku panggil kamu, kamu dapat kembali kepadaKu”, ini berkat Tuhan, inilah Injil. Injil diberikan kepada orang yang hatinya sedang memberontak. Bangsa-bangsa sedang memberontak, lalu Tuhan panggil. Israel memberontak dan Tuhan panggil. Jadi kalau kita telusuri kisah dari Surat Roma itu indah sekali, konsisten. Paulus membahas tentang Allah menyatakan diri di dalam alam. Tapi manusia tidak mau sembah Allah. Tapi Tuhan berbelas-kasihan, panggil bangsa-bangsa kembali kepada Dia, sehingga bangsa-bangsa dapat kembali mengenal Allah. Setelah merangkum di dalam pasal 11, betapa mulianya Tuhan, Paulus melanjutkan dengan mengatakan, “karena itu saudara-saudara, mari persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang sejati”. Dengan kata lain, Paulus sedang memberikan fondasi bagi ibadah. Ibadah bisa terjadi karena engkau tahu betapa mulianya Tuhan seperti yang Dia nyatakan di dalam alam dan di dalam sejarah. Jadi tanpa kenal Tuhan, manusia tidak akan mempunyai pengertian akan makna hidupnya sendiri. Kita akan ganti itu dengan berhala, dengan agama palsu. Mengapa manusia mesti beragama? Karena kalau tidak, kita kehilangan jati diri. “Bisa saja menjadi Agnostik, bisa jadi Atheis, bukankah itu juga opsi? Manusia tetap merasa damai meskipun tidak bertuhan? Iya, dia mungkin merasa damai, tapi damai palsu, damai di dalam kecukupan yang palsu. Di dalam pengertian Niebuhr, kita sedang melakukan pengosongan identitas, kita harusnya lebih dari itu, tapi kita cuma ada di dalam level yang sangat rendah. Ketika kita memahami konsep ini, bahwa manusia perlu Tuhan untuk mengagumi hidup, mengagumi alam dan mengagumi segala sesuatu di dalam makna yang benar. Maka kita mengerti mengapa Tuhan panggil kita kembali. Herman Bavinck mengatakan, segala hal yang kita bisa lihat, tidak mungkin kita pahami, kecuali kita tahu bahwa ini adalah sesuatu di dalam rancangan Tuhan. Tuhan yang punya ide, Tuhan yang desain seluruh sejarah. Lalu Tuhan sekarang nyatakan di dalam penciptaan. Itu sebabnya di dalam pikiran manusia ada kapasitas untuk menangkap apa yang Tuhan nyatakan di dalam alam. Alam sendiri ada kapasitas untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Seluruh alam memamerkan kemuliaan Tuhan dan seluruh manusia diundang untuk menikmati kemuliaan Tuhan. Siapa sudah menyadari Allah mulia, dia akan menyembah Tuhan. Siapa belum sadar, dipaksa menyembah pun dia tetap hanya akan melakukan penyembahan secara kewajiban. Roma 12: 1 sebenarnya adalah konklusi dari pameran kemuliaan Tuhan. Karena Tuhan itu mulia, maka kamu akan menyembah. Jadi Paulus tidak sedang berikan perintah “karena itu saudara-saudara demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu”. Ini satu dorongan, Paulus memberikan eksortasi, Paulus memberikan dorongan “karena kamu sudah dengar apa yang saya bagikan. Maka karena kemurahan Allah mari menyembah Dia”. Penyembahan adalah ekspresi yang tak tertahankan yang ingin kita berikan. Saudara kalau lihat di dalam Mazmur, banyak sekali, contoh Mazmur di dalam pembuangan banyak sekali catatan tentang kerinduan orang Israel mau kembali ke Tuhan, Mazmur 42 mengekspresikan ini. Juga Mazmur-mazmur lain yang ditulis sebagai ratapan di pembuangan, selalu berisi keinginan untuk kembali beribadah ke Tuhan. Keinginannya bukan untuk kembali jadi kaya atau kembali sukses atau kembali di diakui sebagai bangsa. Tapi kerinduan mereka adalah “Tuhan, jangan buang kami. Bolehkah kami kembali ke baitMu? Bolehkah kami kembali menikmati kehadiranMu”. Tuhan senantiasa hadir dalam sejarah Israel, mengapa sekarang tidak lagi? Jadi mereka menangisi tidak hadirnya Tuhan. Dan mereka ingin dipulihkan dengan cara mereka dapat kembali beribadah kepada Tuhan. Kalau kita tidak punya kerinduan beribadah, sebenarnya ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. Something wrong with us ada yang salah dengan kemanusiaan kita. Mirip dengan kalau Saudara tidak punya hati nurani waktu lihat penderitaan orang lain. Saya yakin di antara kita kalau sedang mengemudi lalu lihat ada kecelakaan, selalu ada perasaan yang mengerikan sekali, atau ada orang perlu bantuan Saudara pasti tergerak untuk tolong. Ketika Saudara lihat ada binatang ketabrak misalnya Saudara tidak terlalu peduli. Tapi kalau Saudara melihat ada manusia terluka, Saudara punya belas kasihan, hati Saudara tergerak untuk ingin tolong. Lalu kalau ada orang menjadikan penyakit orang lain sebagai hiburan, Saudara akan bilang “kamu gila, kamu error, hatimu seperti apa, nuranimu dimana?”, Saudara akan mengatakan begitu. Tapi sekarang saya ingin katakan hal yang sama tentang ibadah. Jika saya tidak punya keinginan untuk ibadah “something wrong with me, ada yang salah dengan saya”, mengapa salah? Karena engkau tidak bereaksi terhadap pameran kemuliaan Tuhan. Saudara kalau disoroti dengan terang yang yang terang sekali, Saudara akan bereaksi dengan menutup mata, matamu tidak sanggup lihat terang yang terlalu besar. Maka waktu terang disorot, Saudara akan bereaksi. Kalau Saudara tidak bereaksi, terang begitu terang dipancarkan dan Saudara tetap melotot lihat, orang akan pikir Saudara buta. Mtamu tidak mampu melihat makanya terang itu tidak direaksikan dengan cara engkau melindungi mata. Demikian juga Saudara dan saya sebagai manusia memahami kemuliaan Tuhan dipancarkan, lalu kita tidak menyembah, kita mengabaikan fakta Allah ada dan menyatakan kemuliaanNya. Mengapa begitu? Apa yang salah dengan manusia? Mengapa manusia tidak ingin beribadah? Kalau di dalam pengertian Paulus dari Roma pasal 1-11 manusia tidak beribadah karena tidak tahu betapa mulianya Tuhan. Mengapa bisa tidak tahu? Karena sudah diselewengkan oleh dosa. Dosa menyelewengkan kita dengan cara membuat kita menyembah yang lain, meskipun pancaran kemuliaan Tuhan itu bersumber dari Tuhan sendiri. Tuhan menyatakan kemuliaanNya di dalam alam dan di dalam sejarah. Namun kita bereaksi dengan menyembah yang lain. Ini problem dari manusia. Itu sebabnya saya tertarik untuk membagikan beberapa penyelidikan dari para pemikir tentang tema ibadah. Ada hal-hal menarik yang saya pikir kita semua mesti tahu.

Mengapa Soli Deo Gloria ?

Kita bersyukur hari ini, hari dimana kita mengingat kembali Reformasi. Hari ini tanggal ketika Martin Luther memberikan 3 tulisan. Tulisan pertama itu tulisan mengenai kritik dia terhadap kardinal Albrecht. Tulisan kedua adalah surat terbuka atau surat yang dia tujukan kepada kardinal. Dan yang ketiga adalah tesis mengenai mengapa indulgensia itu tidak bisa diterima. Itu yang kita kenal sekarang sebagai 95 tesis. Ini merupakan satu cara Luther untuk menekankan protesnya atau menekankan keberatannya terhadap praktek indulgensi. Praktek di mana gereja memberikan surat untuk masa purgatori diperpendek. Jadi ketika orang sudah meninggal, dia tidak langsung ke surga. Dia akan membayar kesalahannya dengan masuk purgatori. Dan masa waktu di purgatori akan tergantung besar kecilnya kesalahan kita di sini. Dan ternyata masa panjang itu bisa dinegosiasi oleh gereja. Gereja mempunyai kemungkinan untuk menjadi pengantara bagi orang-orang yang ada di purgatori. Jadi bagi Martin Luther ini bukan cuma sekedar mengenai selamat harus harus bayar, tapi ini juga mengenai otoritas gereja. Apakah gereja mempunyai otoritas? Gereja maksudnya organisasinya di dunia ini. Mempunyai otoritas atas hidup manusia sampai ketika mereka ada di purgatori. Itu yang dia coba susun untuk dia berikan tekanan posisi kritik dia, bahwa gereja tidak mempunyai kemungkinan untuk mengatur orang-orang di purgatoiy. Lalu salah satu yang dia tekankan juga adalah kesalahan menafsirkan Alkitab, karena di dalam tafsiran atau terjemahan dalam bahasa latin, kalimat Yesus di dalam Injil Matius yang mengatakan “bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat” itu kata bertobatlah diterjemahkan di dalam bahasa latin sebagai “lakukanlah pennant, do pennants, penantisiam ajite, artinya lakukanlah pennants atau lakukanlah penebusan dosa. Sedangkan di dalam bahasa aslinya yang ditekankan itu pertobatan. Maka di bagian awal dari 95 tesis itu, Martin Luther langsung menekankan bahwa yang Tuhan kita yaitu Yesus Kristus, Raja kita dan Tuhan kita inginkan bagi kita adalah kehidupan yang bertobat. Kehidupan yang berbalik kembali kepada Tuhan. Ini yang dia lihat, ternyata gereja jadi kacau karena kesalahan eksegesis, kesalahan menafsirkan. Dan gereja juga menjadi kacau karena tidak mempunyai fondasi yang kuat tentang pengertian otoritas gereja. Apakah Martin Luther langsung otomatis memengerti pembenaran oleh iman secara matang? Belum juga, dia juga bergumul untuk memengerti. Dan teologi dia adalah teologi yang berkembang, tidak langsung fix di awal. Sehingga apa yang dia tekankan di awal sebenarnya bukan teologi yang sudah matang, tapi yang dia tekankan di awal adalah kesalahan untuk memengerti Kitab Suci ternyata fatal. Kesalahan untuk memengerti dari bahasa asli kemudian ditafsirkan berdasarkan tafsiran yang salah, diterjemahkan berdasarkan konsep yang tidak tepat, ternyata berefek sangat bahaya.Maka dia mengingatkan bahwa kesalahan dari gereja adalah kesalahan yang sifatnya eksegesis atau penafsiran Alkitab. Lalu yang kedua, yang dia tekankan juga adalah kesalahan gereja adalah kesalahan etis. Mengapa kesalahan etis? Karena dia memberi argumen seperti ini, kalau Tuhan ingin kita disucikan maka the manner in which, cara di mana kita menjadi suci itu baik. Kalau purgatori adalah cara untuk menjadi suci, mengapa mau cepat-cepat pergi dari situ? Itu yang dia mau coba tanya. Belakangan baru Martin Luther lihat tidak ada dukungan Alkitab bagi purgatori, tapi di 95 tesis dia masih menerima konsep purgatori. Jadi dia tidak menentang purgatori di 95 tesis. Jadi harap kita tahu  95 tesis bukan teologi matangnya Luther. Di 95 tesis dia mengatakan kalau penebusan dosa dilakukan dengan purgatori, mengapa tidak kita tiru orang-orang seperti Pascasius misalnya, itu orang yang minta waktunya diperpanjang di purgatori, “jangan langsung ke surga. Saya masih belum layak ketemu Tuhan. Saya terlalu kotor, saya terlalu cemar. Bolehkah waktu saya dimurnikan diperpanjang lagi?”. Martin Luther bilang mengapa gereja tidak mengajar seperti ini, mengapa mengajar bahwa kamu harusnya bisa keluar dari pembentukan Tuhan dan itu seperti lebih baik dan cara keluar dari pembentukannya adalah dengan sogok, bayar. Kalau bayar bisa cepat keluar kalau tidak bayar pakai waktu lama. Jadi 2 yang paling dia tekankan, ada banyak hal lain, tapi 2 ini yang jadi penekanan paling besar yaitu bagaimana mengeksigesis Alkitab, bagaimana tafsir. Lalu yang kedua, apakah kamu tidak punya sense etika? Apakah tidak memengerti kalau kekudusan itu penting. Apakah tidak memengerti kalau dibentuk Tuhan itu penting? Apakah mau cepat-cepat keluar, mau cari jalan gampang? Ini yang dia coba tekankan. Dan ternyata tulisan itu menyebar ke mana-mana, ada banyak pengertian atau banyak teori dari sejarah tentang apa yang Luther lakukan, ada yang mengatakan dia post di pintu atau di tempat diskusi di gereja Wittenberg. Ada yang mengatakan oh, tidak “dia tidak sempat post karena langsung diambil, kemudian dibawa ke percetakan, langsung dicetak ke mana-mana”, yang mana, kita sepertinya tidak pernah tahu. Karena data sejarahnya ada 3 versi, nanti kalau sudah ketemu Luther baru tanya langsung apa yang terjadi waktu itu. Tapi intinya adalah 95 tesis ini menyebar cepat sekali ke mana-mana? Luther tulis dalam bahasa latin berarti dia menginginkan adanya pembahasan yang yang serius dengan orang-orang yang terpelajar.Jadi diskusinya bukan dengan orang-orang biasa, tapi dengan orang-orang terpelajar. Dia tidak ingin provokasi jemaat. Dia ingin diskusi dengan scholars. Karena itu dia tulis dalam bahasa latin, bukan dalam bahasa vernacular, bahasa sehari-hari di Jerman pada waktu itu. Inginnya dia memberikan pendapat untuk di-reply oleh orang-orang yang memengerti, tapi ternyata langsung disebar ke mana-mana, dan langsung terjadi ledakan besar. Orang sangat kagum dengan apa yang dikatakan Luther. Dan mereka melihat kemungkinan untuk gereja beralih ke ajaran yang lebih sehat melalui apa yang di propose oleh Luther ini. Itu jadi awal dari Reformasi yang terus berkembang dan menjadi sangat besar, pertama-tama di daerah Jerman dan daerah-daerah yang kurang akrab dengan pemerintahan kepausan di Roma. Jadi ada unsur politiknya, ada daerah-daerah yang kurang cocok, langsung embrace, langsung terima Reformasi dengan cepat. Ini bukan cuma masalah gereja, tapi masalah politik juga ada di situ. Kemudian generasi kedua Reformasi, ini orang-orang seperti John Calvin seringkali disebut sebagai generasi kedua, bukan yang pertama, mereka adalah orang-orang yang ingin menekankan perlunya stabilnya gereja. Gereja mesti stabil terutama di dalam ibadah. Makanya seringkali orang bagi generasi pertama menekankan Injil, “kamu perlu kembali kepada ajaran yang benar, kamu perlu bertobat. Kamu perlu beriman kepada Tuhan”. Dan generasi kedua menekankan “kamu perlu beribadah. Kamu jangan ambil ibadah seperti orang kafir dan masukan ke dalam gereja. Mengapa kamu doa sama banyak sekali orang? Mengapa kamu memberikan komitmen ibadahmu kepada santo dan santa? Mengapa libatkan patung? Mengapa libatkan orang? Tidak ada yang bisa dilibatkan selain Allah Tritunggal di dalam penyembahan kita”. Saudara menyembah Allah, bukan yang lain. Tekanan ini yang diusahakan oleh Reformasi generasi kedua. Dan dampaknya begitu besar. Kemarin di seminar sudah dibahas beberapa hal yang berkait dengan dampak dari Reformasi, tetapi sangat penting untuk melihat dampak Reformasi di dalam dunia pendidikan. Bagaimana teologi menjadi bagian dari orang biasa dari jemaat? Bagaimana pemahaman Alkitab bukan cuma miliknya orang-orang yang belajar secara resmi, tapi juga menjadi milik orang-orang yang tidak dapat pendidikan resmi di sekolah teologi atau di universitas untuk mempelajari Kitab Suci. Jadi ada demokratisasi teologi, kalau mau dibilang, dimana teologi bukan lagi kenikmatan bagi orang-orang yang full time saja, tapi menjadi kenikmatan bagi setiap orang. Itu sebabnya Reformasi sebenarnya sangat berkait juga dengan kemajuan, bukan cuma kemajuan dalam hal doktrin, tapi juga kemajuan di dalam kehidupan masyarakat. Kadang-kadang orang mengatakan ini sepertinya terlalu dikait-kaitkan, terlalu dicari cari.”Karena kamu orang Protestan maka kamu mengatakan Protestan bersumbangsih besar. Tapi sebenarnya ada argumen yang bagus untuk membela hal ini yaitu bahwa Reformasi membuka kemungkinan untuk mempelajari segala sesuatu dengan lebih teliti, mempelajari pengertian doktrinal dan juga mempelajari kaitan antara Allah dengan apa yang ada di dalam alam ini dengan lebih teliti dan tepat. Sehingga segala bentuk mitos dan segala bentuk kepercayaan yang tidak terbukti itu bisa diabaikan dan diganti dengan penyelidikan yang teliti dan ketat. Jadi ada kaitan yang penting sebenarnya antara Reformasi dengan perkembangan kemajuan di Eropa, terutama di dalam dunia pendidikan. Pendidikan sudah digerakkan dari biara, kemudian di universitas-universitas awal, tetapi tidak menyentuh aspek teologi. Terutama eksegesis Alkitab. Maka di dalam generasi kedua dari Reformasi yang paling banyak ditekankan adalah studi menyelidiki Kitab Suci. Kalau Luther lebih kepada seorang yang mempunyai sistem pemikiran yang komprehensif, Calvin adalah seorang yang lebih exegetical. Dia lebih kepada seorang yang meneliti Kitab Suci dan membahasakan bagian ini bicara apa? Makanya agak susah menemukan inti teologi Calvin itu apa ini jadi pergumulan dari para teolog dari zaman dulu sampai sekarang, orang orang yang menyelidiki Chalvin, maksudnya. Para ahli Calvin bergumul untuk cari tahu. Sebenarnya inti teologi Calvin itu apa? Karena sulit sebab Calvin lebih ke-exegetical, dia lihat Kitab Kejadian kemudian bagian pertama, bagian kedua dan lain-lain dari pasal-pasal yang ada. Lalu dia bahas apa artinya, salah satu keunggulan Calvin adalah bahasa yang clear, yang sangat jernih dan juga argumen yang langsung menekankan poin dia. Sehingga kalau Saudara membaca Calvin, Saudara akan dibantu juga di dalam cara berpikir, karena Saudara akan melihat ada orang yang cara berpikirnya clear dan menyampaikan poin dia, menyampaikan posisinya dengan clear juga. Itu sebabnya ketika kita baca, misalnya, salah satu karya dia yang paling penting adalah tafsiran Surat Roma, di situ dia mengatakan metode tafsir Alkitab dia bagaimana menafsirkan Alkitab. Banyak hal-hal seperti ini kurang digali dari Calvin karena biasanya kita akan lihat Calvin berkait dengan Institute of  Christian Religion, tapi banyak orang yang sekarang melihat karya paling penting Calvin ada 2. Yang pertama tafsiran Surat Roma yang kedua adalah tafsiran kitab Mazmur. Sekarang ada lagi yang mengatakan tafsiran Taurat dia juga sebenarnya sangat penting untuk dipelajari. Ini mengenai Reformasi dan sekarang kita menikmati apa yang sudah makin stabil dikerjakan di dalam gereja Tuhan, kita bersyukur untuk itu dan sekarang kita akan melanjutkan pembahasan kita dari Surat Roma.

Halangan Datang Ke Salib

Roma 11: 28, demikian firman Tuhan “mengenai Injil mereka adalah seteru Allah karena kamu, tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang”. Pada kesempatan hari ini saya ingin mengangkat tema Reformasi yaitu mengenai pengertian akan Injil di dalam tafsiran yang lebih ketat. Di dalam ayat ini dikatakan “mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu”, bagaimana mungkin Injil bisa membuat orang menjadi seteru Allah? Mengapa Allah menjadi musuh dari orang-orang Israel oleh karena Injil?Jawabannya adalah karena kalau kita lihat di dalam jawaban Roma ada 2 aspek. Jawaban pertama adalah karena Tuhan memang mengizinkan mereka keras hati, sebab dari kerasnya hati orang Israel, Tuhan akhirnya buka jalan bagi bangsa lain. Seolah Tuhan mengatakan “Aku ingin berikan Injil kepada bangsa lain dan kekerasan hatimulah alasan mengapa Aku mau berbagi ini”. Ini pengertian yang sulit kita pahami, mengapa Tuhan harus pakai pemberontakan untuk memberkati yang lain? Ini yang Tuhan mau jawab di dalam Roma 11 bahwa Tuhan adalah Allah yang bisa memakai pemberontakan paling hebat untuk memberikan berkat paling besar. Tuhan bisa pakai dosa paling besar, lalu mengubahnya menjadi berkat paling besar. Ini tidak berarti Saudara bisa berdosa supaya nanti ada yang baik yang timbul. Di dalam Roma 6, Paulus sudah mengatakan orang yang berpikir “kalau Tuhan bisa kerjakan hal baik dari dosa, ya sudah saya berdosa, nanti Tuhan kerjakan hal yang baik” tidak bisa. Karena siapa sedang berdosa dan tidak bertobat, dia sedang menjadi seteru Tuhan. Orang memusuhi Tuhan, Tuhan bilang “silakan musuhi Aku, tapi tahu tidak, Aku akan kerjakan hal bagus sekali dari permusuhanmu terhadap Aku”. Ini akan mengurung semua orang yang membenci Tuhan di dalam perkataan yang sangat terbatas. Mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi. “Ternyata waktu saya melawan Tuhan, saya tidak membuat Tuhan sakit. Saya tidak membuat Dia hancur, saya tidak membuat rencanaNya batal. Justru Dia melaksanakan rencana paling hebat, setelah saya berontak lawan Dia”. Ini yang kita bahas kemarin, siapa berpikir bisa menolak Tuhan melawan Dia? Tuhan akan katakan “oke, Aku tunjukkan kepadamu, Aku bisa pakai perlawananmu untuk memberkati yang lain”. Berarti perlawanan kita tidak mencederai Tuhan, perlawanan kita tidak mencederai pekerjaan Tuhan. Ketika orang mengatakan “lihat apa yang akan terjadi di gereja kalau saya lawan gereja” tidak, perlawananmu tidak akan membatalkan rencana Tuhan.

Maka siapa berani lawan Tuhan, Tuhan pakai perlawanannya untuk kemuliaan Dia. Saudara bisa bayangkan periode penting di dalam Roma 11, penafsiran Paulus terhadap sejarah, kapan Tuhan buka jalan kepada bangsa-bangsa lain. Ini Tuhan sudah janjikan dari zaman Abraham. Tuhan sudah janjikan “Aku akan berkati bangsa-bangsa lain”. Jadi Tuhan memberkati bangsa-bangsa lain? Tuhan mau memberkati bangsa-bangsa lain. Kalau Tuhan mau memberkati bangsa-bangsa lain, berarti bangsa-bangsa lain pasti akan Tuhan jangkau. Tapi kapan waktunya, ini yang di dalam hikmat Tuhan, Paulus pahami ternyata Tuhan pakai waktunya ketika Israel memuncak pemberontakannya. Kapan mereka memuncak pemberontakannya? Ketika Israel menolak Mesias. Waktu mereka menyalibkan Yesus? Bukan, ini pengertian dari Paulus, Israel menolak Mesias bukan pada waktu mereka menolak Kristus yang tersalib, tapi pada waktu mereka menolak Injil tentang Kristus yang tersalib. Ketika Paulus dan rasul-rasul memberitakan Yesus dari Nazaret adalah Mesias, orang Yahudi bilang “Dia itu kan yang tersalib, yang dipaku, Dia mati di kayu salib. Masa kami mesti ikut Mesias yang mati di kayu salib? itu hina sekali”, maka mereka tolak dan Paulus bilang “penolakanmu jadi berkat bagi bangsa-bangsa lain”. Karena Tuhan mengatakan, “kamu menolak Aku, kamu pikir dengan menolak Injil, kamu bisa membatasi pekerjaan Tuhan?”. Mereka benar-benar membatasi pekerjaan para rasul, ketika Petrus dan Yohanes berkotbah di Bait Suci, mereka ditangkap. Sudah ditangkap, pemerintah dan para pemimpin agama memperingatkan mereka, “jangan sebarkan Injil, jangan beritakan tentang Yesus lagi, kami ancam kamu”, lalu mereka dicambuk. Kemudian mereka diperingatkan dengan keras, “jangan beritakan berita ini lagi”, lalu mereka mengatakan “tidak bisa, kami mesti lebih taat kepada Tuhan daripada kepada manusia”. Maka mereka dengan berani terus kabarkan Injil di Yerusalem. Akhirnya di pasal 8 dari Kisah Rasul dicatat ada penganiayaan besar bagi jemaat dan juga para penginjil di Yerusalem. Maka banyak orang terpaksa lari dari Yerusalem. Hanya beberapa rasul utama tetap tinggal di Yerusalem dengan satu komitmen hati, “kalau kami tetap harus ditangkap dan dimatikan, silahkan, kami sudah siap mati untuk Tuhan”. Maka penyebaran Kekristenan dimulai dari penolakan Injil dari orang Yerusalem, karena Yerusalem keras menolak, maka Injil sekarang disebarkan. Tuhan mengatakan “kamu lawan Injil, sekarang bangsa-bangsa lain yang dominan”. Sekarang Saudara lihat bangsa-bangsa lain, persentase Kristennya jauh lebih besar dari Yahudi karena mereka sudah menolak. Mengapa mereka bisa menolak dan melawan Tuhan? Karena mereka memilih untuk menikmati anugerah Tuhan tetapi mengabaikan Tuhan, Pemberi anugerah itu. Mereka tidak mau Injil, mereka cuma mau anugerah umum. Anugerah umum Tuhan berikan tetapi mereka tolak pada tahap ketika Injil itu adalah penggenapan dari anugerah umum. Anugerah umum itu ada banyak, pemeliharaan Tuhan, hikmat, kekayaan, kesehatan, sejahtera dan lain-lain. Tuhan berkati Israel dengan sangat limpah. Tuhan berkati mereka dengan hati yang penuh ucapan syukur karena Tuhan adalah Allah mereka. Israel dari awal adalah umat milik Tuhan. Tuhan cinta mereka, Tuhan berikan kepada mereka begitu banyak hal yang khusus, yang hanya Tuhan mau berikan kepada umat. Mereka yang mendapat perjanjian. Ini hal pertama, yang Tuhan tidak berikan kepada siapapun, selain Israel.Yang kedua mereka dapat penyertaan Tuhan. Tuhan menyertai mereka dengan simbol ada Kemah Suci dan Bait Suci di tengah-tengah mereka. Lalu yang ketiga, Tuhan memberikan kepada mereka, orang-orang yang mewakili Tuhan. Imam, lalu nabi-nabi. Tuhan mengirim nabi-nabi di tengah-tengah Israel. Di dalam dunia Perjanjian Lama, nabi itu fungsinya banyak, bukan cuma mengkhotbahkan kehendak Tuhan tapi juga mengajarkan hikmat di dalam aspek politik. Nabi-nabi biasanya akan menjadi penasihat para raja, pemimpin-pemimpin politik perlu masukan dari para nabi. Dan Tuhan bangkitkan nabi paling banyak di Israel. Ada 1-2 nabi bukan Israel, Tuhan memberikan Israel nabi begitu banyak. Saudara bisa lihat ada namanya Bileam, dia nabi Tuhan, tetapi dia tidak setia kepada Tuhan.Di Israel ada begitu banyak nabi yang Tuhan pakai. Maka Israel kaya bukan hanya kaya karena sumber alamnya baik, tapi mereka kaya karena Tuhan berikan wakil Tuhan. Ada imam, ada nabi dan juga raja. Jadi apa yang kurang dari mereka. Mereka menikmati begitu banyak hal, tapi anugerah itu adalah panggilan Tuhan. Panggilan untuk apa? Panggilan untuk orang-orang Israel mencari kepenuhan di dalam diri Tuhan. Jadi apa yang Tuhan berikan itu seperti seruan “hei, mari datang kepadaKu, mari kembali kepadaKu”.Dan ketika orang Israel mengatakan “Tuhan, berkatMu begitu limpah, aku ingin dipakai oleh Tuhan untuk menjadi umat. Saya mau mendapatkan berkat yang lebih lagi”. Maka ketika orang mencicipi berkat, mereka langsung cari yang lebih penuh,“Tuhan kami sudah menerima pengertian dari para nabi, tambahkanlah lagi pengertian kami. Tuhan kami sudah mempunyai pengertian terhadap Taurat, tambahkanlah rohMu”. Musa minta kepada Tuhan “jikalau boleh Tuhan, kiranya angkat pemimpin-pemimpin lain untuk membantu saya”, lalu Tuhan bilang “oke, Aku akan angkat roh yang ada pada kamu. Aku bagikan kepada mereka juga”.Jadi Tuhan memberikan roh yang ada pada Musa untuk ada pada pemimpin-pemimpin lain. Lalu ketika pemimpin-pemimpin lain penuh dengan roh, mereka bisa dengan kuasa memberikan ajaran yang sangat powerfull, yang sangat berotoritas. Kemudian Yosua, ini wakil Musa, hamba Tuhan yang sangat setia kepada Musa. Ketika dia lihat pemimpin-pemimpin lain juga punya dinamika di dalam memerintahkan orang, punya bijaksana, punya kemampuan untuk berbahasa dengan sangat baik. Mereka bisa bernubuat, mereka kepenuhan dengan roh, kepenuhan roh bukan jadi bertindak aneh, kepenuhan roh itu membuat orang jadi mengagumkan. Saudara pernah lihat ada orang gelepar-gelepar lalu dikatakan“mengagumkan”,tidak mungkin, itu bukan mengagumkan. Lalu orang bicara dengan bahasa yang kita tidak mengerti, dan dikatakan “wow amazing, mengagumkan sekali”, “tidak ada yang mengagumkan dari bahasa yang kita tidak mengerti, tidak mengagumkan sama sekali”. Ketika orang penuh dengan roh, Yosua sadar ada bahaya buat Musa. Karena kalau orang-orang ini juga punya otoritas, punya dinamika, punya kehebatan sebagai pemimpin, nanti bisa pecah, nanti orang tidak lagi setia sama Musa. Maka Yosua langsung bilang kepada Musa, “tolong cegah mereka, jangan sampai mereka seperti engkau”. Tetapi jawab Musa, “saya bukan cuma mau mereka seperti saya. Saya mau seluruh Israel seperti ini. Jadi bukan cuma mereka, saya ingin Tuhan tambahkan lagi orang yang makin mampu untuk menjadi pemimpin, penuhi mereka dengan Roh Tuhan”, itu pengertian penuh dengan roh. Siapa orang penuh dengan roh, hidupnya jadi mengagumkan. Bukan mengagumkan karena ada begitu banyak atribut di luar dirinya yang menempel. Yang mengagumkan dari manusia itu bukan berapa banyak uang yang dia punya. Tapi karakter dia sebagai manusia yang mengagumkan orang membuat orang lain mengatakan, “wah kalau aku jadi manusia, harusnya seperti dia”. Banyak orang seperti ini karena dipenuhi oleh Roh Tuhan. Tuhan penuhi orang dengan RohNya, lalu mereka menjadi orang yang punya hikmat, punya otoritas, punya wibawa, dan punya cinta kasih. Mereka tidak menjadi sembarangan, mereka tidak menindas, tapi mereka juga tidak lemah di dalam menentukan harus kemana. Jadi pemimpin-pemimpin yang penuh dengan roh, Tuhan munculkan pada zaman Musa. Lalu Musa mengatakan “andaikan semua orang Israel dipenuhi roh secara demikian”. Ketika orang mengatakan, “saya penuh dengan roh, Tuhan itu masih kurang, saya ingin yang lain juga penuh dengan roh”. Waktu Tuhan mengatakan “baik, Aku akan menyertai Israel”, Musa mengatakan “kurang, jangan cuma menyertai, izinkan aku memandang kemuliaanMu”. Musa meminta melihat kemuliaan Tuhan. Apa tidak cukup? Musa sudah jadi pemimpin hebat, bisa naik ke Gunung Sinai ketika orang lain tidak boleh naik, mendengar sendiri suara Tuhan, masa belum cukup? Musa bilang “belum cukup, saya mau lihat kemuliaan Tuhan”. Berkat umum Tuhan menarik kita untuk ingin lebih lagi. Saudara pernah rasa haus ingin lebih dan lebih lagi? Kalau Saudara cuma ingin lebih dan lebih lagi di dalam pangkat, di dalam kedudukan, di dalam hal yang sifatnya dikagumi oleh dunia, Saudara belum tahu keindahan Tuhan. Tapi ketika Saudara mengenal Tuhan, Saudara mengatakan “tidak bisa cuma segini, saya mau kenal Tuhan lebih lagi, lebih lagi dan lebih lagi”. Waktu Dia berikan berkat umum seperti alam yang baik, seperti kesehatan, seperti kekuatan, seperti harta atau apapun, ini adalah tanda bahwa Saudara diperkenalkan kepada Allah yang baik. Lalu di dalam keadaan baik ini Saudara mengatakan “saya tidak mau cuma keadaan baik. Saya mau supaya apa yang di balik keadaan baik ini juga saya kenal. Siapa yang memberikan kebaikan ini, saya mau kejar”. Kesalahan dari banyak orang di dunia yang sudah terima kebaikan Tuhan tetapi memutuskan untuk berpuas di dalam kebaikan yang diterima dan tidak mencari Dia yang adalah sumber anugerah. Kalau Calvin punya kalimat yang bagus dari institut buku yang pertama, ini saya kutip dari Calvin, dia mengatakan “sebenarnya Tuhan itu bisa ditemui di mana pun, bahkan di dalam tubuh dan jiwa. “Man finding God in his body and soul a hundred times of this very pretend of excellence denies that there is a God”. Calvin mengatakan begitu banyak hal dalam manusia itu hebat sekali, unggul. Dia mengatakan tubuh manusia lebih unggul dari tubuh binatang. Kalau Saudara kaget “apakah benar tubuh manusia lebih unggul dari tubuh binatang?”. Tapi Calvin mengatakan tubuh manusia itu bisa dilatih untuk melakukan satu hal, satu orang dan ada orang lain lagi yang tubuhnya bisa dilatih untuk kerjakan hal yang lain. Tubuh manusia itu variasinya jauh lebih besar dari binatang manapun. Coba kalau Saudara lihat seekor singa, singa punya keahlian yang hebat, dia bisa lari lebih cepat dari kita. Dia bisa terkam binatang lebih besar dari kita. Rahangnya kuat untuk gigit dan bertahan menggigit leher atau pembuluh utama di leher dari binatang atau mematahkan tulang leher dari mangsanya, dia punya kekuatan begitu. Tapi semua singa modelnya begitu, tidak ada singa yang modelnya lain, semua singa modelnya begitu. Tapi kalau Saudara lihat manusia beda-beda, ada manusia yang kalau berenang sudah mirip ikan, seperti tidak perlu oksigen. Saya lihat ada orang yang sedang latihan untuk menyelam, terus saya pikir “ini menyelam sudah seperti manusia duyung”, bagus sekali. Apakah semua orang modelnya begitu? Tidak, ada yang keahliannya bukan berenang tapi memanjat pohon. Apakah orang semuanya pandai memanjat pohon? Tidak. Variasi yang bisa dimungkinkan dari latihan untuk tubuh manusia ragamnya besar sekali. Ada orang melatih diri untuk gymnastik, badannya lentur sekali. Tapi apakah semua orang modelnya begini? Tidak, ada orang yang kuatnya bukan main bisa tarik truk, tidak perlu bantuan yang lain. Apakah semua modelnya begini? Tidak. Jadi variasi yang bisa dibentuk dari tubuh manusia begitu banyak. Lalu Calvin mengatakan, jiwa manusia itu adalah sumber yang juga penting sekali untuk mengenal Tuhan. Karena begitu Saudara memahami jiwa manusia dan kemampuan kita berpikir, Saudara akan sadar satu hal bahwa kemampuan kita berpikir luar biasa besar. Calvin di buku institute buku pertama dia mengatakan “mana lebih besar alam semesta dan bintang-bintang atau pikiran manusia?”. Bintang-bintang tidak bisa berpikir tentang manusia, tapi manusia merenung tentang bintang-bintang. Manusia bisa cakup seluruh alam semesta di dalam pikirannya. Pikiran manusia begitu besar. Maka Calvin mengatakan, “sebenarnya kalau engkau mau serius menyelidiki tubuh dan jiwamu, engkau akan ketemu ratusan alasan untuk menyembah Tuhan”. Ada ratusan kali kemungkinan engkau makin kagum kepada Tuhan dengan hanya melihat tubuh dan jiwa, belum alam, belum langit, belum ciptaan yang lain, begitu banyak hal akan menggerakkan kita untuk mau menyembah Tuhan.

Kasih Allah untuk Semua Bangsa

Roma 11: 11-15, kemudian kita melanjutkan ke ayat 25-29. Kita baca 2 bagian ini, saya akan bacakan kedua bagian ini, “maka aku bertanya, adakah mereka tersandung dan harus jatuh sekali kali tidak, tetapi oleh pelanggaran mereka, keselamatan telah sampai kepada bangsa-bangsa lain supaya membuat mereka cemburu. Sebab jika pelanggaran mereka berarti kekayaan bagi dunia dan kekurangan mereka, kekayaan bagi bangsa-bangsa lain, terlebih-lebih lagi kesempurnaan mereka. Aku berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi, justru karena aku adalah rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi. Aku menganggap hal itu kemuliaan pelayananku yaitu kalau kalau aku dapat membangkitkan cemburu di dalam hati kaum sebangsaku menurut daging dan dapat menyelamatkan beberapa orang dari mereka. Sebab jika penolakan mereka berarti pendamaian bagi dunia, dapatkah penerimaan mereka mempunyai arti lain dari pada hidup dari antara orang mati”. Lalu kita membaca ayat yang ke 25-29 “sebab saudaras-saudara supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai. Aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini. Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk. Dengan jalan demikian, seluruh Israel akan diselamatkan seperti ada tertulis dari Sion akan datang penebus dan ia akan menyingkirkan segala kefasikan dari pada Yakub. Dan inilah perjanjianku dengan mereka, apabila aku menghapuskan dosa mereka. Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu, tetapi mengenai pilihan, mereka adalah kekasih Allah oleh karena nenek moyang. Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilanNya. Di dalam ayat yang ke 11-15 Paulus memberikan pembahasan yang sangat mengagetkan. Kalau mau dibilang karena dia menekankan tentang bangsa lain, membangkitkan cemburu Israel. Ini bukan cemburu dalam pengertian cemburu iri hati atau ingin supaya apa yang jadi berkat bangsa lain dimiliki juga. Tapi cemburu ini konteksnya adalah di dalam Perjanjian Lama, yaitu ketika Tuhan bangkitkan Israel, lalu Israel mentaati Taurat, maka kehidupan mereka akan diinginkan oleh bangsa-bangsa lain. Siapa yang hidupnya tunduk kepada firman, dia akan menjalankan hidup yang diinginkan oleh orang lain. Kekristenan seharusnya juga seperti ini, kita tidak menjadi orang yang makin aneh dengan mentaati firman. Tetapi perbedaan itu adalah perbedaan yang membuat orang yang tidak percaya menjadi ingin percaya, bukan sebaliknya membuat orang yang sudah tidak percaya dari awal menjadi menghindar, mengambil jarak dan menjauh. Misalnya di dalam 1 Korintus, Paulus mengingatkan jika kamu bersekutu berkumpul di dalam pertemuan ibadahmu, lalu ada nubuat, nubuat maksudnya khotbah, khotbah yang menegur, yang membongkar hati manusia, yang menunjukkan siapa kamu sebenarnya. Maka kalau ada orang tidak percaya datang, mereka akan mengatakan “ini tempatnya, di sini ada Tuhan, di sini ada Allah”. Tapi kalau kamu berbahasa aneh, berbahasa asing yang tidak ada orang mengerti, mereka akan datang dan mengatakan “ini perkumpulan orang gila”. Jadi Paulus sendiri menekankan Kekristenan yang baik, yang sejati adalah Kekristenan yang akan menarik orang lain. Di sini Paulus membalikkan,  bukan Israel yang akan diinginkan oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa lain tidak datang mencari hikmat ke Israel seperti pada zaman Salomo, tetapi sebaliknya orang Israel akan cari hikmat ke bangsa-bangsa lain. Jadi mereka akan cari ke bangsa-bangsa lain yang percaya Kristus. Ini di satu sisi adalah kalimat yang aneh bagi orang Yahudi, “kami kan umat pilihan, kami punya Taurat. Kami menjalankan kehidupan yang Tuhan mau. Kalau kami benar menjalankan, maka harusnya pertobatkan kami dan nanti bangsa-bangsa lain akan ikut kami”. Kalau Israel benar-benar mampu jalankan Taurat, maka bangsa lain akan tertarik lagi. Jadi yang jadi harapan tetap pertobatan Israel dulu baru bangsa lain. Tapi Tuhan menyatakan hal sebaliknya melalui Paulus yaitu Tuhan tidak tunggu Israel bertobat dulu, sebagai bangsa maksudnya. Tuhan tidak tunggu mereka bertobat, tapi Tuhan panggil bangsa-bangsa lain mengenal Mesias lalu Tuhan akan perintahkan Israel, “kalau kamu benar-benar mau kenal Mesias, belajar dari mereka yang sudah lebih dulu kenal Mesias yaitu bangsa-bangsa lain”, jadi bangsa lain akan jadi terang bagi Israel. Ini tidak pernah ada di dalam Perjanjian Lama. Bangsa-bangsa lain jadi terang bagi Israel, itu sesuatu yang aneh. Bangsa-bangsa lain selalu tertarik kepada Israel waktu mereka setia tapi tidak pernah ada keadaan di mana Israel tertarik bangsa-bangsa lain, itu tidak Alkitabiah, tidak sesuai Perjanjian Lama. Maka Paulus menjelaskan yang menarik orang Israel belajar dari bangsa-bangsa lain bukan bangsa-bangsa lain itu. Yang menarik Israel untuk belajar dari bangsa-bangsa lain adalah sang Israel sejati yaitu Kristus yang sekarang menjadi terang bangsa-bangsa lain. Itu sebabnya Paulus mengatakan “saya mau membangkitkan cemburunya Israel, membuat mereka mau belajar dari bangsa lain”. Belajar dari bangsa lain itu tidak ada di dalam Perjanjian Lama, tidak ada di dalam Kitab Suci. Tapi Paulus menegaskan yang ditekankan dari belajar dari bangsa lain adalah karena bangsa lain itu disatukan dengan Sang Pokok, yaitu Kristus. Jadi mereka, Israel maksud saya, adalah orang-orang yang tetap ditarik untuk belajar kepada Kristus, belajar kepada Kristus yang sekarang dinyatakan lewat bangsa-bangsa lain. Jadi sebenarnya tidak ada yang aneh, Israel tetap mencari Sang Mesias. Namun sekarang Mesias itu sudah dimiliki oleh orang-orang Kristen, orang-orang yang percaya kepada Kristus, meskipun mereka bukan orang Israel. Itu yang jadi dasar awal.

Kemudian kita lihat ayat 25 dan seterusnya. Sekarang Paulus berbicara tentang konteks Israel lagi. Jadi di dalam ayat 11-15 Paulus mengatakan sekarang bangsa-bangsa lain yang punya Mesias dan kalau Israel mau punya Mesias, mereka belajar dari bangsa-bangsa lain. Ini sangat menegaskan bahwa siapapun yang kenal Sang Mesias, hidupnya akan berubah. Ini mirip dengan pernyataan di dalam Kitab Taurat, siapa pun yang menjalankan Taurat hidupnya berubah dan hidup yang berubah ini berubah menjadi baik. Bangsa lain akan tertarik dan mengatakan “kami ingin belajar hikmat”. Kalau kita bandingkan apa yang ditulis di dalam Taurat, lalu coba di paralelkan, disejajarkan dengan kebiasaan dan kitab atau aturan dari bangsa-bangsa lain yang sezaman Israel, Saudara akan melihat bahwa memang yang diajarkan di dalam Taurat itu sangat maju. Salah satunya adalah kesetaraan misalnya, Tuhan menegaskan bahwa Israel itu setara, mereka adalah bangsa imam, dan imam menjadi wakil bagi umat dengan sebuah upacara korban. Mereka baru boleh jadi imam kalau ada korban yang mengesahkan mereka sebagai imam. Ini berarti menekankan bahwa kekudusan mereka yang membuat mereka dekat Tuhan adalah kekudusan yang dibayar dengan korban, ada pembakaran. Mengapa perlu korban? Karena mereka sama tidak layaknya dengan umat yang lain. Jadi imam tidak lebih baik dari orang lain. Mereka boleh dekat ke Tuhan karena ada korban, menunjukkan bahwa aslinya kalau mereka nekat mendekat tanpa korban, mereka juga mati. Jadi orang Israel tidak bisa mendekat ke Tuhan, imam juga sama. Tapi mengapa dia bisa bawa darah dari korban dibawa ke mezbah, bahkan imam besar bisa masuk ruang Maha Suci. Bukankah ini menunjukkan mereka lebih tinggi dari umat yang lain. Tapi di dalam Kitab Taurat sendiri ditekankan mereka bisa masuk tempat yang suci itu karena mereka memberikan korban. Jadi korban adalah alasan mereka boleh mendekat. Kalau begitu mereka tidak lebih baik dari yang lain? Betul, mereka tidak lebih baik dari yang lain. Bukan hanya tidak ada yang lebih tinggi, Tuhan juga menekankan di dalam Taurat tidak ada yang lebih rendah. Tidak ada manusia yang kemanusiaannya lebih rendah dari orang lain. Misalnya orang-orang asing yang tinggal di tengah Israel, Saudara jangan pikir orang asing itu sama seperti zaman sekarang. Orang-orang asing yang bekerja di Indonesia sebagai tenaga ahli misalnya tidak. Orang asing itu adalah orang-orang yang kesulitan bertahan hidup di negara mereka, di kerajaan mereka, lalu mencoba peruntungannya, mencoba siapa tahu ada nasib baik di negara lain, di bangsa lain, dan mereka datang ke Israel misalnya. Dan mereka orang miskin, mereka adalah orang yang tidak punya tempat yang disepelekan, yang dianggap hina karena tidak sebangsa dengan yang lain. Tapi Tuhan mengatakan perhatikan mereka, berikan tumpangan kepada mereka. Ini yang Tuhan mau tekankan juga, budak-budak tidak boleh terus dijadikan budak, tapi orang bekerja sebagai budak mau tidak mau harus diizinkan karena sistem zaman itu. Tapi Tuhan mengatakan “6 tahun saja mereka jadi budak tahun ketujuh. Kamu harus berikan modal untuk mereka bisa hidup sendiri”, bukan cuma dibebaskan, tapi diberikan harta yang cukup, seperti seorang ayah melepas anak diberikan harta yang cukup supaya dia bisa kembangkan dan bertahan hidup. Demikian para budak, tahun ketujuh mereka dilepaskan, diberikan harta yang cukup supaya mereka tidak terpaksa balik lagi jadi budak. Dan kalau mereka bilang “saya tetap mau jadi budak” itu kerelaan. Jadi Tuhan tidak meniadakan budak karena Tuhan menekankan kerelaan orang memperhamba diri bagi orang lain. Itu sebenarnya bentuk dari ibadah. Ibadah adalah rela memperhamba diri untuk orang lain, membuat diri jadi punya kewajiban bagi orang lain, meskipun orang lain tidak berhak dapat, sebenarnya ini namanya bekerja. Maka ketika Tuhan memanggil Israel, Tuhan tidak mau ada yang lebih rendah, para budak kalau mau jadi budak melayani itu karena kasih bukan karena terpaksa. Maka di tahun ketujuh, pemilik budak mesti berikan harta yang cukup, membebaskan budaknya dan biarkan dia punya hidup sebagai orang bebas, setara dengan yang lain. Bagaimana dengan anak-anak? Tuhan menekankan anak-anak harus menghormati orang tua. Mengapa? Karena mereka adalah pewaris yang akan umur panjang di tanah yang dijanjikan Tuhan. Mereka adalah kelompok yang sebenarnya jadi sasaran mengapa orang tuanya setia kepada Tuhan. Jadi anak-anak tidak lebih rendah, mereka adalah targetnya. Mengapa ketaatan orang tua harus dijalankan? Karena anak-anak ini yang akan berumur panjang di dalam waktu yang lama. Waktu mereka ada di tanah perjanjian itu. Bagaimana dengan perempuan? Di dalam Kitab Suci sepertinya perempuan mendapatkan tempat lebih rendah. Di dalam kisah penciptaan sudah ditekankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dan tekanan akan kesetaraan itu juga diberikan di dalam relasi pernikahan antara suami dan istri. Ditekankan bahwa seorang perempuan tidak boleh diceraikan kecuali diberikan surat cerai. Kita mungkin berpikir di dalam zaman sekarang, jadi boleh cerai? Tadi kita sudah baca di dalam Markus harusnya tidak begitu, tapi mengapa Musa mengizinkan ada surat cerai? Karena kalau perempuan zaman dulu diusir laki-laki, ini konteks zaman dulu,  perempuan itu tidak bisa apa-apa. Dia tidak bisa menikah lagi karena tidak ada kejelasan “kamu benar diusir”. Mengapa laki-laki bisa mengusir istri itu apa? Tapi pada zaman itu terjadi. Perempuan sangat rendah sehingga levelnya hanya sedikit di atas budak kalau dia adalah dari keluarga orang baik, keluarga orang penting. Kalau perempuan itu dari keluarga biasa, dia seperti budak. Lalu laki-laki menikah dengan seorang perempuan, laki-laki bisa ambil beberapa perempuan menjadi istrinya. Kemudian dia mengatakan “saya ada masalah sama kamu”, apapun itu, karena masakannya kurang enak, atau badannya jadi kurang bagus atau bagaimana, “saya sekarang akan tidak lagi menjadikan kamu istri, silahkan pergi”. Terus perempuan ini bingung “kalau saya tidak punya suami, saya hidup di mana?”. Zaman itu tidak lazim perempuan bekerja. “Kalau begitu, nasib saya seperti pelacur, saya melacurkan diri supaya bisa hidup atau saya jadi pengemis. Saya tidak ada kemungkinan untuk hidup normal”. Itu yang Tuhan larang, maka diizinkan ada surat cerai sehingga perempuan itu bisa menikah lagi. Kemungkinan perempuan menikah lagi karena dia berhak, itu sesuatu yang tidak pernah dibayangkan ada di dunia kuno. Jadi Saudara bisa lihat Alkitab itu membuat zaman yang sudah sangat serong pelan-pelan lurus, bukan mendadak lurus, tapi pelan-pelan lurus. Mengapa pelan-pelan? Mengapa Tuhan membelokkan budaya dengan sabar? Sehingga waktunya panjang sekali sebelum akhirnya Tuhan menekankan apa yang menjadi rencanaNya semula, misalnya di dalam pernikahan. Mengapa Tuhan begitu sabar kepada kebudayaan yang sudah serong sehingga Tuhan arahkan pelan-pelan? Jawabannya adalah karena itulah cara Tuhan mempertobatkan kita juga. Kalau Tuhan itu ketat pada zaman pokoknya perempuan dan laki-laki kalau menikah harus begini, langsung begini, maka Saudara dan saya juga tidak akan punya kemungkinan selamat karena kita punya standar terlalu rendah. Dan kalau Tuhan tidak bersabar kepada kita, tidak ada dari kita yang akan selamat. Alasan satu-satunya kita bisa selamat adalah karena Tuhan sabar kepada kita. “Mengapa Tuhan sabar kepadaku?” itu sifat Dia dari dulu. Kebudayaan sudah sangat melenceng tapi Tuhan bersabar arahkan pelan-pelan. Ini yang ditekankan oleh John Calvin. John Calvin mengatakan Tuhan berikan Taurat sebagai tanda sabarnya Dia. Tuhan tidak berikan aturan yang sempurna, ideal yang tidak menyentuh pergumulan kebudayaan yang digeser pelan-pelan, tidak. Makanya kalau Saudara tanya “mengapa di Perjanjian Lama perbudakan diizinkan” berarti Saudara salah fokus bacanya. Mengapa salah fokus? Karena yang mau ditekankan di Perjanjian Lama bukan izin perbudakan, karena izin perbudakan ada di mana-mana, tidak perlu diizinkan lagi perbudakan itu umum. Tapi yang unik dari Perjanjian Lama adalah hak budak, ini tidak pernah ada sebelumnya. Budak punya hak, apakah budak berhak? Budak berhak untuk bebas, orang miskin berhak untuk makanan di tahun ke-7. Tahun ketujuh itu tahun Sabat. Dan tahun Sabat itu berarti orang tidak boleh ambil hasil ladang yang dia tidak kerjakan. Ladang dibiarkan, lalu apapun yang menjadi hasil dari ladang itu boleh dimakan oleh orang-orang miskin. Jadi hak bagi budak itu yang aneh di Taurat, Mengapa ada hak bagi budak tapi Tuhan mau mengajarkan pelan-pelan, “budayamu sudah sangat kacau, maka kita bereskan pelan-pelan”. Itu sebabnya perintah-perintah Taurat yang terdengar aneh di zaman sekarang adalah langkah awal Tuhan memperbaiki budaya. Sehingga sekarang bisa terjadi budaya yang kita perjuangkan ini. Kalau Saudara mengatakan sekarang perempuan sudah boleh berkarier, sekarang tidak ada lagi perbudakan, tidak seperti Perjanjian Lama. Itu namanya kita kurang mengerti proses bahwa yang membuat zaman sekarang seperti sekarang dalam kebaikan, yang membuat kebaikan zaman sekarang muncul adalah karena kesabaran Tuhan menata melalui umat melalui firman, melalui orang-orang yang memperjuangkan prinsip yang dia dapat dari Kitab Suci. Kalau lihat demokrasi itu tidak pernah cocok untuk zaman modern kalau demokrasi itu diambil dari Yunani. Di dalam tradisi Yunani ada banyak hal bagus, tapi begitu banyak fondasi begitu rapuh. Misalnya perbudakan adalah keharusan di dalam tradisi dari Yunani. Orang-orang di dalam kelompok sparta itu mempunyai keinginan untuk menyetarakan perempuan dan laki-laki, tidak aneh bagi mereka untuk perempuan ikut jadi tentara, atau berkarier, dan itu sangat maju. Tetapi mereka juga mengekalkan fakta bahwa orang-orang lemah boleh dibunuh. Jadi kalau kamu punya badan tidak terlalu kuat, ya sudah jangan anggap kamu punya posisi di masyarakat. Hukuman mati bagi orang lemah itu bisa, orang-orang bisa diadu dengan binatang liar dan kalau dia tidak mampu kalahkan binatang liar berarti tidak layak hidup ini sparta. Jadi kalau Saudara bilang “bagus kan sparta, kesetaraan laki-laki dan perempuan” iya, tapi tidak ada kesetaraan antara orang berfisik kuat dengan orang berfisik lemah. Orang berfisik lemah boleh tidak ada, boleh mati. Di Athena terbalik, perempuan dan budak itu sangat direndahkan tetapi demokrasinya seperti bagus. Kita pikirkan bagaimana rakyat bisa mempunyai suara lewat orang-orang yang bijak dan lain-lain. Jadi Saudara bisa lihat demokrasi yang ditawarkan Yunani tidak mempunyai keutuhan pemahaman tentang siapa manusia. Demokrasi yang sekarang berkembang bukan dari Yunani. Kalau kita mengatakan “kita berhutang pada Yunani”, think again, pikir lagi baik-baik konsep manusia dari tradisi Yunani tidak pernah cukup untuk membangun kebudayaan demokratis yang kita kenal sekarang. Kebudayaan demokratis yang paling muncul paling jelas pengaruhnya adalah dari tradisi Kristen. Tradisi Kristen yang menginginkan raja tunduk kepada Tuhan. Tradisi Kristen yang menginginkan raja dihargai sebagai manusia dan rakyat juga dihargai sebagai manusia. Kalau kita mengerti dengan tuntas sabarnya Tuhan membentuk budaya, maka kita tahu Taurat punya keunggulan yang luar biasa. Makanya kalau baca apa-apa jangan dipisahkan dari zaman.

Kemurahan Allah dan Hukuman-Nya

Bagian ini adalah bagian yang menekankan kembali pentingnya menyadari siapa kita sebagai umat Tuhan. Umat Tuhan adalah orang-orang yang ditebus oleh Tuhan untuk berbagian di dalam janji Tuhan. Kalau kalimat ini kita pahami, maka sebenarnya berbagian di dalam janji Tuhan ini menjadi kalimat yang menghibur sekali. Karena kita dipanggil Tuhan untuk berbagian di dalam apa yang Dia rancangkan, yang Dia rancangkan di dalam kesempurnaan dari kehendakNya. Di dalam pujian kita yang pertama, kita menyanyikan mengenai alam semesta yang meninggikan Tuhan dan alam semesta inilah yang akan Tuhan nyatakan menjadi sempurna. Ini satu janji yang Tuhan berikan kepada umat Tuhan. Umat Tuhan akan menikmati Tuhan yang berjanji, Tuhan yang akan menyatakan pekerjaanNya yang sempurna hanya bagi umatnya. Dengan demikian ayat-ayat di dalam Kitab Suci yang menekankan posisi penting dari umat Tuhan itu sebenarnya ayat-ayat penuh penghiburan. Di dalam Kitab Suci kita melihat panggilan Tuhan bagi umat Tuhan adalah panggilan yang penuh bahagia. Dan bahagia inilah yang menjadi alasan mengapa kita bisa tetap setia kepada Tuhan. Di dalam tulisan Agustinus, salah satu yang membuat dia sangat berpengaruh adalah tekanan dia anugerah dan cinta kasih Tuhan. Di dalam pembahasan para bapa gereja ada satu pergumulan yang dibahas secara teologis, yaitu kalau Tuhan itu adalah Tuhan, lalu Tuhan mencipta sesuatu di luar Dia, karena ciptaankan bukan bagian dari Tuhan. Tuhan menciptakan ciptaan, Tuhan dan ciptaan beda karena Tuhan adalah Tuhan dan ciptaan adalah ciptaan. Misalnya di dalam tulisan dari Ireanius, ditekankan Allah Bapa maupun Yesus Kristus maupun Roh Kudus adalah Pencipta. Dan selain Allah Tritunggal, tidak ada yang bisa dikategorikan Pencipta. Pada zaman Irenius istilah Tritunggal belum ada, sehingga Ireaneus tidak memakai istilah itu. Tetapi dia mengerti konsepnya hanya Allah Tritunggal yaitu Sang Bapa, lalu Sang Anak yaitu Yesus Kristus dan Sang Roh Kudus inilah yang merupakan Pencipta. Di luar Allah Tritunggal itu bukan Allah, hanya ada ciptaan. Lalu ada pergumulan kalau Allah di dalam diriNya itu Allah, lalu Allah menyatakan sesuatu di luar diriNya yaitu ciptaan, jembatannya apa? Apa yang kaitkan diri Allah didalam dengan apa yang dinyatakan di luar? Kalau kaitan ini tidak ada, maka ciptaan dan Tuhan seperti 2 keberadaan yang tidak saling berkaitan. Maka orang mengatakan atau para bapa-bapa gereja mengatakan yang kaitkan antara Tuhan dan ciptaan di luar dirinya adalah “the power to create”, kuasa penciptaan Allah. Tapi Agustinus punya pendapat yang beda. Dia mengatakan yang kaitkan antara Allah dan ciptaan itu bukan power, jembatannya itu bukan kuasa. Yang kaitkan antara Allah dan ciptaan jembatannya itu adalah kasih. Agustinus menafsirkan di dalam kasih Allah itu ada delight dan ada desire, ada kesenangan, dan juga ada gairah. Tuhan mencipta dengan kesenanganNya. Tuhan mencipta di dalam gairahNya. Baik, gairah dan kesenangan di dalam kasih Tuhan. Itulah yang membuat karya Tuhan ada. Sehingga kalau ditanya “apa motivasi Tuhan mencipta?”, motivasi Tuhan mencipta adalah kasihNya. Apa yang membuat ciptaan itu bisa jadi? Jawaban Agustinus bukan power tetapi kasih, bukan power tapi love. Ini merubah banyak pengertian, ini membuat cara pikir yang sangat-sangat indah. Di dalam tradisi Reformasi, konsep ini diteruskan oleh John Calvin. John Calvin mengingatkan apa yang kita temukan di dalam ciptaan dikoneksikan dengan Tuhan lewat pekerjaan Roh Kudus. Dan Roh Kudus adalah Roh yang mencurahkan kasih Allah ke dalam kita, Roma 5. Roh Allah adalah Roh kasih. Cinta kasih Tuhan adalah kaitan antara Tuhan dan ciptaanNya. Maka kalau kita mengerti hal ini, kita akan menikmati ciptaan sebagai buah kasihNya Tuhan. Mengapa kita tinggal di dalam ciptaanNya Tuhan? Karena Tuhan mau menunjukkan kasihNya. Mengapa Dia memberikan segala yang Dia berikan kepada kita? Karena Dia mau menunjukkan kasihNya. Kita menemukan ada ciptaan yang adalah tanda cinta kasih Tuhan. Ini juga dinyatakan di dalam Roma pasal yang pertama, di dalam pasal yang pertama bagian awal ini kita sudah bahas di awal-awal eksposisi Roma. Tuhan mengatakan melalui Paulus Tuhan murka kepada manusia, karena apa yang Tuhan berikan yaitu kemuliaanNya, kekuatanNya, keilahianNya itu ada di dalam ciptaanNya. Tetapi manusia menyembah berhala instead, manusia menyembah berhala bukannya menyembah Tuhan.

Mengapa menyembah berhala dan bukan menyembah Tuhan? Di dalam penjelasan Calvin di dalam Buku Institute of Christian Religion, dia menekankan manusia menyembah berhala karena menemukan kebaikan dan keindahan. Menemukan kebaikan dan keindahan tapi tidak ber-Tuhan membuat manusia ingin menyembah, tapi bukan Tuhan. “Aku ingin menyembah tapi bukan Tuhan”, mengapa ingin menyembah? Karena ada kebaikan. Saudara bisa melihat di dalam tradisi bangsa-bangsa kuno, tiap kali ada panen selalu berkait dengan penyembahan dewa kesuburan. Mengapa panen selalu dirayakan dengan perayaan-perayaan agama? Karena panen itu memberikan kebaikan kepada manusia. Manusia diberi kebaikan, tetapi pribadi pemberi kebaikannya tidak dikenal oleh manusia. Sehingga ketika mereka menyembah berhala, mereka sedang berterima kasih kepada pribadi yang tidak ada untuk menyatakan sembah mereka atas apa yang sudah mereka terima. Padahal yang mereka terima itu dari Tuhan. Kalau terimanya dari Tuhan, mengapa tidak sembah Tuhan? Karena tidak kenal Tuhan. Lalu kalau tidak kenal Tuhan, mengapa tetap mau menyembah? Karena mereka tetap menerima kebaikan Tuhan. Dari sini kita mengerti ketika Tuhan panggil umatNya, hal yang beda dari umat Tuhan dengan bangsa-bangsa lain adalah umat Tuhan diperkenalkan kepada Pribadi pemberi kebaikan itu. Pengertian ini baru dibukakan di dalam Kekristenan. “Jadi aku mengenal Allah yang sejati, satu-satunya Allah yang benar, kami tidak berikan hati kepada yang lain, hanya kepada Dia”. Arah hati kepada Tuhan adalah pelatihan yang Tuhan mau tuju adalah tujuan dari pelatihan Tuhan membuat Israel menyembah Dia. Dari sini kita mendapatkan pengertian perbedaan antara Israel dan bangsa-bangsa lain, Israel tinggi dan mulia bangsa-bangsa lain rendah, bukan karena Israel lebih baik dari bangsa-bangsa lain, tapi karena mereka menemukan siapa sang Pencipta. Mereka menyembah sang Pencipta itu. Itu sebabnya kesenangan sejati hanya mungkin didapat di dalam Tuhan. Maka dikatakan umat Tuhan itu diumpamakan sebagai cabang yang dicangkokkan ke pohon zaitun. Ini merupakan gambaran keindahan cabang-cabang itu menikmati getah dan berkat dari pohon zaitun yang mengalir dari pokok utamanya. Sebenaranya ini bahasa yang penuh kenikmatan, karena ketika orang Israel berbicara tentang anggur, tentang pohon ara, tentang zaitun yang mereka pikirkan adalah kenikmatan, kebahagiaan yang di timbulkan dari hasil zaitun maupun anggur maupun ara. Dengan demikian Tuhan sedang menyatakan melalui Surat Roma umat Tuhan itu adalah kelompok yang paling bahagia. Mengapa bahagia? Karena mereka mempunyai Allah. Maka ketika orang Israel berontak kepada Tuhan, waktu mereka mengabaikan Tuhan di dalam ayat 20. Dikatakan mereka mengalami ktidak-percayaan. Di dalam Alkitab itu dipakai bahasa apistia, tidak mempunyai iman. Ketika mereka berhenti beriman, maka mereka pun dipatahkan, dipatahkan lalu dibuang. Mengapa dipatahkan lalu dibuang? Karena mereka berhenti beriman. Beriman itu apa? Beriman itu berarti mereka berhenti menikmati Tuhan sebagai sumber sukacita mereka. Ini titik yang krusial sekali, karena Israel gagal di titik ini, dan Paulus memberikan peringatan, “kamu juga bisa gagal di titik yang sama”. Sekarang orang Kristen menikmati keadaan seperti orang Israel dulu di kasihi Tuhan, diberikan berkat oleh Tuhan, dijadikan milik Dia, diperlakukan dengan istimewa karena jadi umat, tetapi ketika mereka berhenti percaya kepada Tuhan, Tuhan pun akan buang. Ini titik yang sangat-sangat penting untuk kita perhatikan. Siapa yang berhenti percaya kepada Tuhan juga akan mengalami pembuangan.

Umat sebagai Pohon Zaitun

Saudara dari ayat-ayat ini kita melihatada gambaran tentang Israel yang sangat indah di dalam Roma 11, Paulus menggambarkansetiap orang yang percaya, mereka itu berbagian di dalam pohon zaitun dan di dalam roti sulung. Tentu ini berkait kepada janji Tuhan kepada Abraham, karena ini yang kita lihat konsisten dibahas oleh Paulus. Dari bagian awal, Paulus memberikan penekananberkat yang diterima oleh orang percaya, baik itu orang Israel maupun dari bangsa-bangsa lain, itu sama dengan berkat yang Tuhan berikan kepada Abraham. Jadi pengertianAbraham adalah bapa orang beriman ini sesuatu yang berulang, berulang di dalam Surat Roma. Menekankan pentingnya memahami bagaimana Tuhan berjanji dengan Abraham. Saudara kalau membaca kisah Abraham, Saudara akan melihat kisah orang yang bertumbuh kesetiaannya, bukan orang yang secara sempurna sudah setia. Dia adalah orang yang setia, memang dia mempunyai kesetiaan dan iman kepada Tuhan dari awal. Tetapi ekspresi kesetiaan itu bertumbuh, dia awalnya mempunyai kekhawatiranjanji Tuhan tidak akan terlaksana. Dia khawatir sekali ketika dia datang ke Tanah Kanaan dan dia melihat bagian yang kering dari tanah itu, sehingga dia pergi ke Mesir. Lalu dia juga melihat janji Tuhan adalah sesuatu yang mustahil dilakukan tanpa bantuan atau tanpa tradisi manusia. “Kalau saya tidak bisa punya anak, kalau istriku juga sudah tidak bisa punya anak. Mungkin kalau aku mempunyai relasi dengan perempuan lain. Aku bisa mempunyai anak dari dia”. Maka Abraham pun tidur dengan hamba perempuan dari Sara. Ini sesuatu yang secara budaya sangat biasa, karena seorang istri mempunyai hamba dan siapa menikahi istri itu, dia menikahi seluruh hamba yang dimiliki oleh istri. Saudara akan mengatakan “aneh, seperti itu kan tidak suci, itu tidak diinginkan oleh Tuhan”, betul, tetapi budaya pada waktu itu menyatakan hal ini sebagai hal yang biasa. Ini bukan sesuatu yang Tuhan mau, tetapi Tuhan membentuk budaya melalui firmanNya dengan tahapan yang sangat sabar. Kadang-kadang kita bingung mengapa orang tidak langsung berubah, kita tuntut itu ke orang lain, kita tidak sadar kita juga tidak langsung berubah. Orang tua mengatakan, “mengapa anakku ini sudah dengar kotbah tapi belum berubah juga?”, kalau si anak boleh ngomong, dia akan balik mengatakan, “memangnya orang tua sudah?”. Kita juga akan mengatakan “ada aspek dimana saya sudah dengar khotbah, tapi belum berubah juga”. Sama, ketika kita melihat cara Tuhan membentuk manusia secara kebudayaan menyeluruh, Tuhan juga membentuk dengan kesabaran yang besar. Ini bukan ada satu instruksi, lalu kemudian terjadilah. Kita seringkali memperlakukan pernyataan firman atau pengabaran firman itu sebagai pengabaran hukum. Tapi kita lupadi dalam Perjanjian Lama yang ditafsirkan hukum dalam bahasa Yunani itu artinya adalah pengajaran, teaching. Taurat itu bukan hukum tapi pengajaran dan pengajaran itu kalau kita lihat di dalam Kitab Ulangan diajar berulang-ulang, ada pengulangan. Dibentuk dengan pengulangan, dibiasakan dengan pengulangan. Pendidikan itu bukan pembentukan yang kita bisa paksakan, tetapi sesuatu yang kita bisa berbagian, tetapi Tuhan yang memberikan pertumbuhan. Ini gambaran tentu juga ada di dalam Alkitab, karena Paulus di dalam Surat Korintus mengatakanada yang menanam ada yang menyiram. Tapi yang lebih penting dari semua adalah Tuhan yang memberi pertumbuhan. Kalau ini kita pahami di dalam perlakuan Tuhan, membentuk pribadi-pribadi yang percaya, maka kita juga lihat ini cara Tuhan membentuk kebudayaan manusia. Ada tahap, ada sejarah yang panjang untuk Tuhan membentuk kebudayaan sehingga kita mengerti ternyata pernikahan itu adalah satu laki-laki dengan satu perempuan. Dan ketika Abraham tidur dengan Hagar, lalu ada anak dari Hagar, ini anaknya Sara dalam kebudayaan waktu itu. Tetapi Tuhan mengatakan kepada Abraham “bukan ini yang akan jadi ahli waris”. Waktu Abraham bertanya “mengapa bukan? Bolehkah Ismael menjadi penerus dari seluruh janjiMu kepada saya? Mengapa tidak boleh? Kebudayaan mengizinkan ini bahkan mengaturkan seperti ini. Ini anak saya, ini anaknya Sara juga meskipun lewat hamba”, tapi Tuhan mengatakan kalimat yang tidak biasa pada waktu itu. Tuhan mengatakan “anak dari Saralah yang akan jadi penerus, yang akan jadi ahli waris”. Jadi bukan anak dari hamba perempuan, tapi anak dari Sara. Bukankah anak dari hamba perempuan adalah anak sang tuan atau sang perempuan yang memiliki hamba itu? Ini wajar dalam kebudayaan itu. Tapi Tuhan mengatakan “bagi budaya wajar. Bagi Aku tidak, anak dari Saralah yang akan menjadi penerusmu”. Kita belajar kelincahan, waktu membaca karya-karya kuno seperti Alkitab, ini karya kuno yang masih berdampak terus sampai sekarang dan selamanya.

Waktu kita membaca karya kuno pikiran kita itu dilatih untuk lincah. Dilatih untuk switch budaya, menyadarikebudayaan kita ini bukan kebudayaan yang berlaku selamanya, dulu tidak begini. Jadi kita punya kelincahan menafsirkan sehingga kita tidak menjadi self center. Kadang-kadang membaca karya-karya yang beda zaman membuat kita belajar tidak berpusat ke diri karena kebudayaanku ternyata bukan kebudayaan yang sudah berlangsung lama, bukan yang dominan sepanjang sejarah. Jadi kita belajar melihat dulu ternyata seorang perempuan yang baik, yang kedudukannya menengah, dia punya hamba dan hamba ini adalah milik dia, barangnya bukan orang lain gitu ini adalah posesi dari perempuan itu. Maka kalau ada laki-laki menikah dengan perempuan itu, dia menikah juga dengan para budak yang ada di dalam penguasaan dari perempuan itu. Kalau ini kita mengerti membuat kita tahu Tuhan dengan sabar merubah cara orang berbudaya, dengan hati-hati menjalankan ini sehingga ada pembentukan yang membuat kita melihat mulusnya pekerjaan Tuhan di dalam sejarah dengan sabar Tuhan nyatakan. Sehingga waktu Tuhan menyatakan perubahan, Tuhan menyatakan dengan jelas kepada Abraham, “kamu tidak akan mewariskan semua yang kamu miliki kepada anak dari hamba ini. Kamu akan mewariskannya kepada anak dari Sara. Inilah anak perjanjian itu”. Kalau dia anak perjanjian, lalu bagaimana dengan Ismael? Ismael bukan orang pilihan. Kalau dia bukan orang pilihan, apa yang akan terjadi pada dia? Kalimat berikutnya menunjukkan anugerah umum Tuhan. “Dia pun akan Aku berkati dengan sangat besar. Aku akan membuat dia jadi bangsa yang besar. 12 Raja akan keluar dari dia dan Aku akan memberkati dia dengan limpah”. Jadi Tuhan memberi berkat kepada mereka yang bukan pilihan, meskipun tentu bukan berkat perjanjian seperti yang Dia berikan kepada Abraham. Jadi Tuhan memberi berkat kepada Abraham, lalu Abraham belajar untuk mengerti “inilah cara Tuhan melatih saya membentuk dan mendewasakan saya. Tuhan membimbing saya dan Tuhan sabar kepada saya”, sehingga dia belajar mengerti ternyata waktu Tuhan tiba di dalam saat yang dia tidak sangka sama sekali. Dia tidak tahu kapan Tuhan akan sempurnakan pekerjaannya. Dan dia baru sadar saat waktu dia sudah tua, saat dimana tidak mungkin lagi ada anak, saat itulah Tuhan memberikan anak dan ini membuat Abraham menjadi belajar beriman. Sehingga ketika Tuhan mengatakan “bawa anakmu yang sulung itu, yang tunggal itu, yang engkau kasihi, persembahkan dia sebagai korban”, Abraham bawa. Ini yang menunjukkan iman Abraham, sesuatu yang sangat berani, sangat sulit untuk kita pahami, tapi Abraham melangkah untuk lakukan. Apakah dia sudah punya iman sebesar ini dari awal? Tidak, tetapi dia bertumbuh di dalam iman nya. Jadi waktu kita lihat relasi Tuhan dengan Abraham, kita melihat keindahan dari anugerah Tuhan yang memanggil orang menjadi milikNya karena keputusan kehendak Dia. Dia yang putuskan mau pilih Abraham, bukan karena Dia melihat Abraham akan menjadi orang yang baik. Kita ingat apa yang dikatakan Agustinuscinta Tuhanlah yang membuat ada yang baik di dalam diri seseorang. Waktu Tuhan pilih seseorang, orang itu jadi baik karena Tuhan bukan karena dia baik, maka Tuhan pilih. Sebab dan akibatnya tidak boleh salah. “Mengapa saya baik?”, karena Tuhan pilih, bukan “karena saya baik, maka Tuhan pilih. Jadi siapa yang Tuhan pilih, dia akan Tuhan bentuk jadi baik. Dan Abraham adalah contohnya.

Roh Kudus dalam Perjamuan Kudus

Di dalam pengertian tentang Perjamuan Kudus, ada satu tema yang sangat penting, ini menjadi bagian yang diperdebatkan juga di dalam reformasi terutama di dalam periode awal yaitu mengenai kehadiran Tuhan. Tuhan adalah Allah yang senantiasa hadir dan Perjamuan Kudus memberikan kepada kita pengalaman makan bersama, menikmati kehadiran Tuhan. Inilah kehadiran yang sangat diperlukan untuk dipahami ada dalam Perjamuan Kudus. Di dalam tradisi Reformed, salah satu pendapat yang ditentang baik oleh Katolik maupun oleh Lutheran dan Calvin sendiri adalah melihat Perjamuan Kudus hanya sekedar mengingat peristiwa lama. Itu merupakan sesuatu yang memang Tuhan katakan, “perbuatlah ini untuk mengingat Aku”. Tetapi yang kita perlu pahami juga adalah waktu Tuhan mengatakan “perbuatlah ini untuk mengingat Aku”, Tuhan juga menyerahkan roti dan mengatakan “inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu”. Berarti ketika kita menikmati Perjamuan Kudus, pada saat itu kita sedang menikmati kehadiran Tuhan. Kehadiran yang dinyatakan lewat cara yang lain dengan khotbah. Khotbah menyatakan Tuhan hadir lewat bicara, lewat kata-kata, tapi perjamuan menyatakan Tuhan hadir lewat media yang bisa disentuh yang kita bisa makan dan kita bisa minum yaitu roti dan anggur. Itulah sebabnya salah satu tradisi yang sangat penting, tetapi yang mungkin terlupakan adalah tradisi perdebatan mengenai Perjamuan Kudus. Biasanya orang akan mengatakan “jangan suka berdebat. Mari kita hidup di dalam harmoni. Kalau kita mau akrab, kita tidak saling beda pendapat itu baru bagus.” Tapi kadang-kadang kita lupa bahwa untuk kesatuan tanpa ada perdebatan, kita sedang menunjukkan kemunafikan. Kemunafikan karena kita tidak menunjukkan posisi kita demi perdamaian. Kita tidak merasa perlu untuk mempertahankan posisi kita demi damai. Itu berarti apa yang kita rasa tidak perlu diungkapkan, tidak perlu dipertahankan, itu tidak penting. Kalau Saudara tidak berdebat tentang satu hal, itu berarti hal itu Saudara anggap tidak penting, dan ada banyak hal yang tidak perlu diperdebatkan. Memang ada banyak hal yang tidak perlu dipertengkarkan. Tapi kalau kita tidak punya bijaksana untuk tahu mana penting mana tidak, kita akan berdamai untuk hal yang penting dan kita akan ngotot untuk hal yang tidak penting, ini kebodohan. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi karena kita pertahankan hal yang tidak penting, itu bodoh. Tetapi hal penting yang harus dipertahankan tidak boleh dibiarkan tanpa diperdebatkan. Ini pendapat yang dimiliki oleh para Reformator. Itu sebabnya mereka mengkritik pemikiran dari tradisi Katolik yang terlalu menekankan kekuasaan dari para pemimpin gereja. Kekuasaan di dalam menyampaikan kebenaran, kekuasaan di dalam menyatakan mana yang perlu untuk keselamatan dan kekuasaan yang akhirnya merebut otoritas yang harusnya dimiliki oleh Kitab Suci. Ketika orang-orang Reformasi protes dengan menyatakan seharusnya firman Tuhan yang disebarkan bukan ajaran gereja yang tidak punya kekuatan di dalam tafsiran firman Tuhan dan di dalam tradisi yang benar. Ketika ini ditekankan akhirnya ada pembelaan mengatakan “kalau kita tidak pegang apa yang dikatakan oleh Paus dan gereja, maka kamu akan tafsirkan Alkitab dengan sembarangan”. Tetapi Calvin melawan ini dengan mengatakan Kristen yang sejati tidak hanya ngotot terhadap tafsiran sendiri. Alkitab ditafsirkan secara bersama-sama, Alkitab ditafsirkan secara komunal. Ini adalah buku untuk sebuah komunitas dan komunitas itu bertanggung jawab untuk menafsirkannya bersama-sama, bertanggung jawab untuk saling cek apakah tafsiran yang diajarkan itu benar atau tidak. Inilah yang ditekankan di dalam Reformasi. Jadi bukan karena kita mengatakan sola scriptura hanya Alkitab saja, maka tafsiran kita yang menjadi benar, itu bukan sola scriptura, itu namanya sola saya, sola tafsiranku. Itu sebabnya kita perlu untuk menafsirkan Kitab Suci di dalam sebuah komunitas yang saling menyeimbangkan. Dan karena itu untuk saling menyeimbangkan perlu ada perdebatan kalau ada beda pendapat. Kalau yang satu mengatakan Perjamuan Kudus itu cuma sekedar mengingat, maka yang lain akan mengatakan jangan mengatakan sekedar mengingat. Karena meskipun Tuhan mengatakan mengingat, kehadiran Tuhan itu penting dan kalau kita tidak menikmati perjamuan karena ingin menikmati kehadiran Tuhan, kita akan kehilangan makna Perjamuan Kudus. Kadang-kadang kita tidak mengerti mengapa harus ikut Perjamuan Kudus atau kadang-kadang orang memberi arti yang lain dari Perjamuan Kudus. Maka kita mesti kembali ke Kitab Suci mengenai apa yang harus dipahami melalui sebuah Perjamuan Kudus.

Di ayat ini, ada 2 hal yang mau ditekankan. Pertama, ada kerinduan untuk persekutuan. Persekutuan di dalam keadaan akrab di mana orang-orang yang saling mengasihi terlibat di dalamnya. Perjamuan Kudus adalah tentang kesatuan di dalam Kristus. Di dalam 1 Korintus 11, Paulus menekankan pentingnya kesatuan gereja melalui saling menerima. Jangan ada 2 kelompok orang yang mengadakan perjamuan. Kelompok pertama adalah orang yang perjamuan dengan makanan yang baik, makanan orang kaya. Yang satu lagi adalah perjamuan dengan makanan sederhana, roti yang murah. Paulus mengatakan “kalau ini yang kamu lakukan, Tuhan akan hukum kamu, Tuhan akan hukum kamu dengan penyakit bahkan dengan kematian”. Paulus mengatakan, “jika kamu makan perjamuan tanpa mengakui tubuh Tuhan”, maksudnya tanpa mengakui Saudara seiman “kamu akan dihukum oleh Tuhan”. Kita biasanya menafsirkan kalau mau ikut perjamuan harus suci dulu, jangan berdosa supaya nanti ketika pegang roti tidak dihukum. Tapi 1 Korintus 11 tidak sedang bicara itu, melainkan sikap kita terhadap saudara seiman yang lain. Kadang-kadang kita tidak sadar bahwa perlakuan kita terhadap sesama itu adalah nilai etika yang Tuhan berikan tekanan untuk dihakimi. Saya tidak mengatakan hal-hal yang lain juga tidak perlu untuk diseimbangkan atau dijaga. Tapi cara kita perlakukan sama itu adalah inti dari hukum Tuhan sebenarnya. Kasihilah sesamamu dan itu yang Paulus katakan menjadi inti dari segala aturan dan hukum Taurat. Jadi ketika makan ada keakraban, undangan dari Tuhan untuk orang-orang yang saling mengasihi bersekutu. Maka persekutuan itu penting. Dan kita seringkali membuat reduksi persekutuan itu hanya sekedar keramahan wajah ketika menyambut orang. Saya pikir ini adalah penilaian yang sangat terburu-buru dan terlalu dangkal. Kita meletakkan pengertian persekutuan di dalam ekspresi citra yang menunjukkan keramahan tapi tidak asli. Saya tidak mengatakan semuanya tidak asli. Tapi kita sangat senang menerima orang yang punya pencitraan yang bagus. Tapi kita tidak mengerti bahwa persekutuan itu perlu pengorbanan lebih daripada sekedar hanya tindakan yang sepele. Saya tidak meremehkan tindakan sepele, senyum yang simpel, kemudian menyapa orang itu tentu adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Tapi kita tidak bisa memberikan penilaian bahwa itu saja cukup. persekutuan yang sejati adalah persekutuan dimana kita rela ikut kerepotannya orang. Orang mengalami repot dan kita mau repot bersama mereka. Orang mengalami kesulitan dan kita mau sulit bersama dengan mereka, ini persekutuan. Jadi persekutuan yang sejati adalah persekutuan dimana orang tidak melihat bahwa diriku dan dirimu itu adalah 2 kelompok yang berbeda. Kita ini satu, apa yang terjadi padamu adalah sesuatu yang akan berefek pada saya. Dan ini persekutuan yang dinyatakan kehangatannya lewat perjamuan. Perjamuan tidak hanya mengekspresikan keakraban, maksudnya kita saling bicara satu sama lain ketika perjamuan dibagikan, Saudara bicara dengan orang yang melayani lalu tanya “bagaimana kabar?”, tidak ada pembicaraan seperti itu mungkin di dalam Perjamuan Kudus. Tapi di dalam perjamuan kita menyadari bahwa kesatuan dari jemaat Tuhan itu terjadi karena Tuhan merindukannya. Tuhan yang rindu supaya kita bersatu di dalam Dia. Ini dikatakan Lukas, ada longing. Kalau Saudara tanya apakah Tuhan memiliki kerinduan, memiliki keinginan yang belum tercapai yang Dia ingin capai. Yesus mengatakan iya, yaitu persekutuan. Persekutuan dengan orang-orang yang ditebus oleh Dia. Dan ini yang ditekankan di dalam bagian pertama. Jadi ada kesadaran akan pentingnya sebuah persekutuan. Kesadaran akan pentingnya persekutuan ini seringkali adalah kesadaran yang cuma separuh. Kita tidak sadar bahwa kesadaran yang utama di dalam persekutuan adalah kehadiran Tuhan. Tuhan Yesus adalah tokoh utamanya untuk sebuah persekutuan bisa berjalan perlu ada kehadiran Tuhan. Persekutuan bukan cuma sekedar usaha kita untuk menjadi satu dengan orang, usaha kita untuk menolong orang. Tapi persekutuan adalah sesuatu yang secara asli dimiliki karena Tuhan. Saudara akan mengalami kesehatian dengan orang lain karena sama-sama mencintai Tuhan. Atau lebih tepat lagi, Saudara akan menemukan kesehatian dengan orang lain karena sama-sama dicintai oleh Tuhan. Tuhan mencintai kita dan itu yang membentuk kesatuan di dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya kesadaran akan kehadiran Tuhan itu sangat penting. Di dalam penyelidikan filosofi di abad 20, disadari bahwa manusia itu sadar dirinya hidup, tapi kesadaran itu bukan kesadaran yang melihat ke dalam. Saudara tahu Saudara hidup bukan karena Saudara merenung ke dalam. Saudara tahu Saudara hidup karena Saudara berinteraksi dengan sesuatu di luar Saudara. Saudara sadar Saudara ada karena ada yang lain di luar keberadaan Saudara. Kita tidak bisa merasa diri hidup jika kita tidak berinteraksi dengan sesuatu di luar kita. Ini tema tentang keberadaan, kesadaran diri. Tapi Saudara tidak bisa menyadari segala sesuatu all at once, sekaligus. Kita mempunyai kesadaran dan konsentrasi berpikir kepada sesuatu, bukan kepada segala hal. Saat ini misalnya Saudara sedang berkonsentrasi kepada apa yang saya katakan. Saudara tidak mungkin mempunyai kemaha-konsentrasian. Kita perlu kesadaran akan Tuhan dan ini sesuatu yang tidak bisa diabaikan. Tapi kesadaran akan Tuhan ini tidak bisa dilakukan dengan hanya memahami kehidupan di dalam pemahaman kita sekarang. Kesadaran akan Tuhan akan membuat kita memahami keadaan kita di sekeliling kita dengan cara yang beda. Atau dengan kata lain, kesadaran bahwa Tuhan hadir akan merubah cara kita menyadari lingkungan kita. Saudara akan sadar lingkungan Saudara dengan cara yang beda, jika Saudara sadar ada Allah. Kesadaran akan kehadiran Allah merubah cara Saudara menyadari lingkungan sekitar Saudara. Atau dengan kata lain, cara Saudara menafsirkan lingkungan Saudara akan diubah lewat kehadiran Tuhan. Tuhan yang hadir akan membuat Saudara berubah. Saudara akan beda mempersepsi lingkungan Saudara. Inilah yang kita lihat diajarkan oleh Kitab Suci. Kitab Suci mengajarkan kita akan kesadaran realita kehadiran Allah, bukan kesadaran akan realita lalu selesai. Inilah yang diajarkan Tuhan melalui inkarnasi Kristus. Kristus yang berinkarnasi membuat kita bersentuhan dengan realita hidup dengan cara yang baru. Tapi, yang Yesus tawarkan kepada banyak orang tidak nyambung, terutama kepada orang Farisi, karena mereka mengharapkan sesuatu untuk menambahkan kehidupan mereka. Mereka mengharapkan cherry on top, mereka merasa bahwa makanan mereka sudah oke dan sekarang tinggal tambahin ceri sedikit. Tapi Tuhan Yesus datang dan mengatakan “menumu salah”. Menunya apa? menunya roti “akulah roti yang turun dari sorga”, ubah menumu. Ini membuat orang kaget “kalau begitu bagaimana kita harus hidup?”, ubah cara kamu memahami hidup. Yesus datang untuk membuat kita berubah. Kadang-kadang khotbah itu terlalu dangkal bukan karena kurang pintar yang kotbah, bukan karena kurang intelektual atau kurang pelajaran, tetapi karena tidak memahami radikalnya kehadiran Yesus. Yesus itu tokoh radikalis, Dia datang merubah segala sesuatu. Dia merubah cara berpikir, pengharapan, dan realita sama sekali.

Kecemburuan Israel

Saudara, kita membaca pasal 11: 13-18. Disini dia mengatakan dia mau membangkitkan cemburu di tengah-tengah Israel, yaitu dengan menjadi rasul bagi bangsa-bangsa lain. Ini tentu bandingannya jelas, bangsa Israel dan bangsa lain, ini bukan individu. Jadi meskipun individu itu penting, maksudnya keadaan kita secara perorangan itu penting, tetapi bagian ini sedang berbicara dalam konteks bangsa. Ada Israel sebagai bangsa dan Paulus mengatakan ada bangsa-bangsa lain juga. Tadinya Israellah yang Tuhan pilih menjadi umat nya. Lalu ada hal yang menarik karena di dalam ayat-ayat yang kita baca tadi dikatakan Paulus berharap dia bisa membangkitkan cemburu. Membangkitkan cemburu yaitu Paulus menjadi sumber kemarahan dari orang-orang sebangsanya karena dia pergi ke bangsa-bangsa lain. Seolah-olah Tuhan meninggalkan mereka dan sekarang Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain,. Tapi tentu yang akan merasakan ini adalah orang-orang Israel yang sudah Kristen, mengapa perlu panggil bangsa-bangsa lain. Tapi ternyata ada perspektif lain untuk menafsirkan bagian ini, yaitu membangkitkan cemburu dan ini diperoleh dari 2 orang pemikir. Yang pertama adalah seorang bernama Filo dari Alexandria dan satu lagi adalah seorang bernama Yosefus. Dua-duanya adalah pemikir Yahudi, meskipun Filo sangat dipengaruhi dengan alam pikir Yunani. Tetapi mereka berdua baik Yosefus maupun Filo memakai konteks penerjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani untuk kemudian memopulerkan pendapat  Tuhan akan membangkitkan cemburu dari bangsa-bangsa lain. Ini menjadi tema yang sangat populer di dalam pemikiran orang Yahudi, terutama di zaman Paulus. Ini teks yang saya dapatkan dari Filo dan dari Yosefus, jadi yang ditekankan adalah  Tuhan mau membangkitkan cemburu di antara bangsa-bangsa lain karena Israel begitu berhikmat. Mereka jadi ingin tahu “bagaimana kamu bisa hidup dengan sebaik itu?”. Ini tentu ada dasar dari Tauratnya, kita baca di dalam Ulangan 4: 6-7, “lakukanlah itu dengan setia”, itu yang dimaksud adalah Taurat Tuhan, Tuhan memberikan hukum kepada orang Israel, memberikan Taurat dan Musa mengatakan Ulangan itu adalah khotbahnya Musa. Ini kesimpulan dari seluruh pelayanan dan hidup dan pengajaran Tuhan lewat Musa. “Lakukanlah itu dengan setia. Sebab itulah yang akan menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa yang pada waktu mendengar segala ketetapan ini akan berkata, memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi”. Ayat ke 7 “sebab bangsa besar manakah yang mempunyai Allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan Allah kita setiap kali kita memanggil kepadaNya”. Kalau kita teruskan di ayat 8 “dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan? Demikian adil seperti seluruh hukum ini yang kubentangkan kepadamu pada hari ini”. Saudara lihat di dalam bagian ini, Musa mengatakan  Tuhan akan menjadikan Israel bangsa yang berhikmat dan karena mereka begitu berhikmat, bangsa-bangsa lain cemburu. Ini tafsiran dari Filo dan juga dari Yosefus  andai Israel menjalankan Taurat, andai mereka setia kepada firman Tuhan, bangsa-bangsa lain akan cemburu kepada mereka. Mereka bangsa-bangsa lain akan ingin tahu bagaimana bisa mempunyai kualitas hidup berbangsa sebaik kamu. Lalu Paulus dengan unik mengatakan  yang menggenapi Ulangan 4 adalah orang-orang Kristen. Merekalah orang-orang yang menjalankan Taurat, kemudian bangsa-bangsa lain termasuk Israel akan bertanya “bagaimana bisa mempunyai kehidupan berhikmat seperti engkau? Bagaimana caranya kami bisa menjadi seperti kamu?”, ini kecemburuan yang dimaksud. Jadi di dalam pemikiran Filo kalau Israel menjalankan Taurat, mereka akan lakukan itu. Lalu di dalam pemikiran itu ini menjadi fondasi bagi pengertian dari Roma 11 ini. Paulus mengatakan, “kamu juga sama dengan Israel, bangsa-bangsa lain akan cemburu kepada kamu”. Tapi ada syarat, bangsa-bangsa lain akan cemburu kepada Israel kalau”, ada kata kalau di sini, “kalau Israel menjalankan Taurat” Bukan secara otomatis bangsa-bangsa lain akan cemburu. Lalu seumpama Israel gagal menjalankan Taurat bagaimana? Pertanyaan yang dikeluarkan oleh Filo, mengatakan, “mungkinkah Allah gagal?”. Jadi kalau Allah mengatakan “kamu hai orang Israel akan menjadi bangsa yang membangkitkan cemburu dalam bangsa lain”, mereka akan bilang “bagaimana bisa punya peraturan sebaik kamu, bagaimana bisa punya pengajaran sebaik kamu, bagaimana bisa punya hidup sebaik kamu?”. Dan orang Israel mengatakan “karena kami punya Allah yang dekat dengan kami dan Allah ini adalah Allah yang menjawab kami setiap kami setiap kali kami berseru kepadanya. Ini menjadi satu cara penginjilan, satu cara orang Israel menyebarkan pengaruh-pengaruhnya kepada bangsa lain. Jadi di dalam pengertian Filo Israel akan menarik orang, bukan Israel yang harus kemana-mana. Israel akan menarik orang. Kita setuju  penginjilan itu harus dilakukan dengan mengutus orang. Ini sesuatu yang Tuhan perintahkan. Mengutus itu penting, orang pergi ke tempat orang lain itu penting. Tapi aspek lain yaitu orang tertarik kepada kita, itu juga penting, kedua-duanya ada di dalam Alkitab. Jadi jangan cuma pilih salah satu, jangan mengatakan “kalau begitu saya jalankan hidup sesuai firman Tuhan nanti otomatis tertarik”. Tidak bisa seperti itu, Saudara harus pergi memberitakan Injil. Tapi kalau kita mengatakan yang penting memberitakaan  janji, kehidupan kita sebagai orang Kristen tidak terlalu penting, itu juga salah. Karena keduanya mesti terjadi, kita pergi untuk ke bangsa lain dan bangsa lain tertarik untuk datang kepada kita dan belajar. Ini terjadi kalau Israel memberikan Taurat, tapi Filo mengatakan “Tuhan tidak akan gagal, Tuhan akan berhasil membuat Israel menjalankan Taurat. Kapan? Nanti kalau Mesias datang, Dia akan mengajar Taurat dan kita semua akan taat kepada dia. Jadi ini pengertian yang dilanjukan oleh Paulus, Paulus tidak membuang pengertian itu. Terkadang kita perlu teks-teks di luar Alkitab untuk memahami Alkitab meskipun kita tidak menganggap teks-teks itu berotoritas seperti Alkitab. Karena itu membaca Alkitab itu sangat indah kalau kita juga adalah murid sejarah. Maka di dalam sejarah harus ada yang belajar sejarah, tidak harus semua jemaat harus belajar sejarah, nanti Saudara tidak ada waktu untuk dalami bidang Saudara sendiri. Tetapi perlu ada orang yang melakukan itu, lalu dia berbagi kepada yang lain. Filo mengatakan nanti kalau Mesias datang Israel akan diajar menjalankan Taurat dan hanya kalau mereka berhasil menjalankan Taurat, maka Israel akan membangkitkan cemburu pada bangsa bangsa lain. Kalau tidak, kalau Israel tidak menjalankan Taurat, Israel akan menjadi tertawaan. “Umat Tuhan mengapa seperti ini? Kamu mengaku milik Tuhan, tetapi kami tidak mau mirip kamu karena kamu begitu parah hidupnya”, ini yang menjadi contoh sebelum Tuhan memberikan Taurat, Israel menyembah lembu emas. Lalu dikatakan tingkah mereka begitu memalukan sehingga bangsa- bangsa lain mentertawakan mereka. Tulisan itu ada di dalam Kitab Keluaran, bangsa-bangsa lain mentertawakan mereka. Jadi Saudara bisa lihat kontrasnya dalam dalam tafsiran Filo, sebelum Taurat diberikan, ini kan Taurat belum Tuhan berikan ke semua orang, Tuhan baru nyatakan ke Musa, Musa belum bawa ke Israel. Sebelum Taurat diberikan, Israel menyembah pun salah, “oh Tuhan kami mau disembah. Musa sedang pergi ke atas gunung mana yang akan memimpin kami sampai ke Tanah Kanaan? Berikan kami Tuhan”. Lalu Harun, dia imam, dia akan diangkat menjadi imam besar. Lalu Harun membentuk lembu emas, ini gayanya orang Mesir. Jadi bayangkan berapa salahnya mereka mempunyai konsep agama dan berapa salahnya mereka mempunyai konsep etika karenanya. Jadi mereka membangun lembu emas, mereka menyembah, lalu mereka berpesta dan cara mereka berpesta membuat bangsa lain menertawakan mereka. Tapi setelah Taurat diberikan akan lain, ini yang Filo mengerti. Setelah Taurat diberikan dan setelah Israel menjalankannya, tidak ada lagi bangsa akan menertawakan Israel. Semua bangsa akan mengoreksi konsep agama dan konsep etika mereka masing-masing. Waktu mereka lihat Israel, mereka akan koreksi agama mereka. Indah sekali kalau benar-benar ini terjadi. Waktu orang lihat umat Tuhan, mereka ingin koreksi agama mereka, “mengapa agama saya tidak seperti Kristen?”. Ini perlu ketekunan di dalam menjalankan hukum Tuhan. Kalau Israel taat, bangsa-bangsa lain akan kagum, akan menjadi cemburu. Ini pengertian dari Filo, dan saya sangat tertarik dengan pengertian ini. Ini sesuatu yang sebelum saya mempersiapkan bahan ini, saya belum dapat aksesnya, jadi baru saya tahu ternyata pengertian cemburu itu sesuatu yang populer di dalam zaman Perjanjian Baru, bersumber dari Filo, seorang pemikir yang sangat berapologetik, yang sangat kuat membela tradisi bahasa Yunani. Saudara tentu tahu orang Israel itu pakai bahasa orang-orang Kasdim, bahasa Aramaik. Jadi bahasa Ibrani itu sudah hilang, pada zaman Perjanjian Baru tidak ada lagi orang bisa bahasa Ibrani. Kalau orang mengatakan bahasa Ibrani yang dimaksudkan itu Aramaik. Misalnya di dalam kisah Rasul Paulus berbahasa Ibrani, itu bukan Ibrani tapi Aramaik.

Jadi ini sesuatu yang kalau kita lihat di dalam sejarah itu menjadi kebiasaan orang Israel, mereka sudah mengidentikkan Aramaik dengan Israel. Yesus sendiri berbahasa Aramaik, Aramaik bukan Arabik, rumpunnya mirip tapi beda. Jadi orang-orang Israel adalah orang berbahasa Aram. Lalu di dalam tradisi Alexandria, Alexandria di Mesir. Alexandria ada banyak tempat, tiap kali Alexander Agung membangun kota dinamai Alexandria. Ini Alexandria yang di Mesir, ini kota yang luar biasa penting pada waktu itu. Sejak abad kedua sebelum Masehi, Kota Alexandria itu menjadi pusat pembelajaran orang Ibrani, orang Israel. Jadi orang Israel pintar banyak yang ke situ, termasuk Filo. Sehingga mereka menjadi sumber dari intelektual dari agama Yahudi. Ini tentu membangkitkan ketidaksukaan di dalam diri orang-orang Yerusalem. Yerusalem harusnya menjadi kota utama. Lalu ketika para ahli ini memutuskan untuk menerjemahkan Alkitab Perjanjian Lama, Taurat dan Kitab Nabi-nabi dan juga tulisan-tulisan lain, mereka mau menerjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Ini ditentang, “kita bukan orang berbahasa Yunani”, apalagi di dalam sejarah Israel mereka ada kesulitan dengan imam yang pro kepada budaya Yunani. Jadi mereka sangat anti ketika ada program menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Yunani, mereka menentang ini. Filo menjadi pembelanya, tentu filo setelah tulisan itu dihasilkan, dia menjadi pembelanya, “orang Yahudi mesti terima budaya Yunani. Kalau kamu tidak punya mental mau tarik bangsa lain, maka kamu akan remehkan budaya Yunani. Jadi kalau kamu tidak peduli bangsa lain, kamu tidak akan peduli bahasa Yunani”. Mengapa kita harus peduli bangsa lain? Karena Kitab Ulangan, mengharuskan kita untuk membuat kagum bangsa-bangsa lain. Bagaimana bisa membuat bangsa lain kagum kalau bahasanya pun mereka tidak mengerti? Bagaimana kita bisa menjadi contoh bagi orang lain kalau kita terlalu eksklusif, terlalu kumpul sendiri yang tidak pernah nyambung dengan yang lain? Ini sebabnya Kekristenan mesti nyambung dengan budaya lain. Tapi zaman sekarang ini banyak orang salah mengerti nyambung dengan budaya lain, berarti membuat orang dari budaya lain punya jalan masuk untuk mengagumi budaya kita. Bukan menghilangkan budaya kita, lalu membuat kita menjadi terlebur kepada bangsa lain. Di dalam pengertian Filo, kamu mesti mengerti budaya Yunani dan mesti mengerti bahasa Yunani, dan karena itu Alkitab memang harus diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Maka Alkitab berbahasa Yunani menjadi populer karena salah satunya adalah karena argumen-argumen diberikan Filo. Bangsa lain cemburu karena hidupnya bagus, “mengapa hidupmu bisa bagus?”, “karena kami punya Taurat”, dan hidup yang bagus itu diekspresikan di dalam berbagai aspek dan di dalam berbagai konteks. Saudara punya keadaan baik, Saudara menjadi contoh bagaimana hidup dalam keadaan baik. Kalau Saudara diberikan berkat menjadi orang kaya, misalnya, berlimpah di dalam uang, Saudara menjadi contoh di dalam kehidupan yang tetap sederhana dan tetap punya ketekunan memberi. Lalu bagaimana jika kita sulit dan miskin? Saudara tetap menjadi contoh didalam hidup di tengah kesulitan. Ini membuat orang cemburu, membuat orang bertanya “mengapa di dalam kelimpahan kamu punya kehidupan yang sangat stabil? Mengapa di dalam penderitaan, kamu punya pengharapan dan sukacita?”, ini yang Petrus katakan di dalam suratnya. Dia mengatakan “kamu harus kuduskan Kristus sebagai Tuhan di dalam hidupmu dan kamu siap sedia memberi jawab kepada orang-orang yang bertanya kepadamu tentang pengharapan yang ada padamu”. Ini pengertian yang kita sering tarik terlalu jauh kepada apologetik “ini Paulus sedang bicarakan: kamu harus siap sedia apologetik”. Tapi Paulus mengatakan “kamu harus siap untuk orang lihat pengharapanmu”. Kita boleh meratap di dalam kesulitan, tetapi meratap pun akan membuat orang iri. Mengapa? Karena mereka lihat “mengapa kamu bisa punya Tuhan yang menerima ratapanmu?”. Jadi kita bukan bersungut-sungut seperti orang Israel di padang gurun. Bersungut-sungut tidak akan membawa orang lain ke Tuhan. Maka meratap pun adalah bagian yang membuat orang tertarik kepada Tuhan, tapi bersungut-sungut tidak. Ketika kita menjadi umat Tuhan, kalau kita lihat pemikiran Filo, kita seharusnya membangkitkan cemburu pada orang lain. Tapi bagaimana? Dengan menjalankan Taurat. Maka bagian pertama saya mau membagikan apa yang Filo katakan, tugas orang Israel adalah membangkitkan cemburu bangsa lain sehingga mereka mencari Tuhan.

Jadi Israel tidak pernah eksklusif, mereka tidak seharusnya menjadi bangsa yang hanya ada di Kanaan dan menutup diri dari bangsa luar. Mereka seharusnya menarik bangsa lain datang kepada mereka. Salomo adalah contoh dari yang baik, menarik bangsa lain datang. Dan contoh yang buruk yaitu membawa Israel mirip bangsa lain. Ini ironisnya Salomo, Salomo adalah contoh bagi keadaan baik sekaligus contoh bagi keadaan buruk. Contoh baiknya apa? Contoh baiknya adalah ketika Ratu Syeba datang mencari dia karena Ratu Syeba mendengar “katanya Israel adalah bangsa penuh hikmat karena rajanya penuh hikmat. Saya mau tahu seperti apa kehidupan Israel. Dan saya ingin tahu hikmatmu seperti apa”. Menariknya ketika Saudara baca bagian itu di dalam Kitab Raja-raja, dikatakan Ratu Syeba melihat cara orang-orang Salomo makan. Ini membuat kita heran, apakah ini mengenai table manner? Saudara kalau lihat makan hanya table manner itu akan sangat sala, tapi kalau Saudara lihat makan konteksnya ke Kemah Suci dan ke Perjamuan Kudus, Saudara akan melihat konsep teologi di situ. Waktu orang-orang lihat kehidupan dari pegawai Salomo, cara mereka makan dan cara mereka bertutur kata, mereka langsung kagum dan Ratu Syeba mengatakan “yang saya dengar terlalu sedikit. Kenyataannya lebih besar dari itu”. Ratu Syeba memberikan kesaksian “saya kagum karena yang saya dengar cuma sedikit, tapi begitu saya lihat baru saya tahu yang saya dengar belum ada apa-apanya”. Saudara, saya harap kita mau orang melihat hidup kita dan mengatakan “yang saya dengar belum ada apa-apanya”. Jadi kita tidak diarahkan Tuhan untuk pencitraan, kita diarahkan Tuhan untuk menikmati hidup dengan cara yang benar, lalu membuat orang tertarik. Itu sebabnya Alkitab memberitakan Injil, kabar baik. Kabar baik itu anti kepahitan. Kalau hati Saudara penuh kepahitan, sulit membuat orang tertarik kepada hidupmu dan tertarik kepada Tuhanmu. Jadi orang Israel harus menaati Taurat seperti Salomo. Tapi ironisnya Salomo juga menjadi contoh di mana orang Israel membuka diri kepada bangsa lain dan menjadi sama dengan bangsa lain. Salomo begitu toleran, istri-istrinya mengatakan, “bangunkan kuil bagi kami”, Salomo itu adalah temple builder untuk Yahwe, untuk Tuhan. Tapi ironisnya dia menjadi temple builder untuk dewa-dewa lain, untuk Kamos dan lain-lain. Waktu Salomo membangun kuil bagi Kamos dan lain-lain, Tuhan murka. Dan waktu itu Israel memalukan sekali karena mereka menjadi bangsa yang cepat berubah. Mereka mulai menjadi bangsa yang kerdil. Apa tandanya bangsa kerdil? Bangsa kerdil itu selalu curiga dan takut kepada yang lain. Bangsa agung itu selalu punya kepercayaan  “Tuhanku memberkati aku dan bangsa lain akan belajar dari aku”. Tapi bangsa kerdil selalu khawatir bangsa lain menjadi musuh, harus dihancurkan, dan ini terjadi pada Salomo. Israel, waktu zaman megahnya mereka, waktu Salomo menjadi raja, tidak perlu khawatir bangsa lain. Tapi waktu Salomo jatuh dalam dosa, dia khawatir kepada seorang pemimpin, pemimpin pegawai, pemimpin buruh namanya Yerobeam. Dia sangat khawatir Yerobeam ini menjadi pengaruh kuat. Dia mau membunuh Yerobeam, maka Yerobeam harus lari ke Mesir. Sampai Salomo mati, baru Yerobeam kembali. Waktu itu Rehabeam sudah menjadi raja, kemudian terjadi konflik Yerobeam menjadi Raja Israel Utara, langsung pecah dua kerajaan itu. Dan ini bermula dari Salomo yang terlalu terbuka untuk mengambil budaya lain. Jadi kehidupan Salomo pun menantang kita untuk berpikir dengan hikmat, bagaimana cara membuka diri untuk budaya lain. Kalau tidak membuka diri sama sekali, belajarlah dari Salomo. Kalau membuka diri sampai terpengaruh, belajar juga dari Salomo. Salomo salah dalam hal itu dan Salomo benar di dalam hal membuka diri bagi bangsa lain.

Kejatuhan Israel dan Keselamatan Dunia

Kita akan membahas tema yang sangat sulit sebenarnya, karena ini sulit bukan cuma sulit di dalam pengertian teologi, tapi sulit di dalam rancangan yang Tuhan mau kerjakan untuk dipahami. Karena kalau kita lihat di dalam ayat yang ke 11 sampai 15, ada 2 kemungkinan tafsiran yang bisa terjadi. Yang pertama adalah berarti Tuhan membuat penolakan orang Israel menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain, itu yang kita bisa pahami. Menjadi karena Israel menolak Tuhan, maka Tuhan berpaling kepada bangsa-bangsa lain. Tapi kemudian muncul pertanyaan ayat 15, jika penolakan mereka adalah perdamaian bagi dunia, dapatkah penerimaan mereka mempunyai arti lain dari pada hidup dari antara orang mati? Apakah berarti Tuhan akan membukakan jalan kepada Israel lagi sehingga mereka boleh menjadi satu bangsa yang kembali kepada Tuhan dan menyembah Tuhan kembali, bertobat dari dosa-dosanya. Itu yang sedang kita lihat menjadi perdebatan di dalam bagian ini. Sebagian mengatakan “oh iya, Tuhan akan pulihkan Israel, makanya Tuhan pelihara mereka dan jaga mereka sebagai bangsa. Mereka adalah bangsa yang spesial di mata Tuhan”. Tapi sebagian mengatakan sepertinya yang dimaksud di sini bukan Israel sebagai bangsa, tapi yang dimaksud disini adalah perjanjian Tuhan kepada Israel sekarang diteruskan ke bangsa lain. Ini perdebatan atau ini 2 kemungkinan menafsirkan bagian ini. Ada sebagian mengatakan “mari tunggu saatnya Tuhan pertobatkan Israel secara besar-besaran, mereka akan kembali ke Tuhan dan percaya kepada Kristus”. Sebagian lagi mengatakan sepertinya itu terlalu terlalu positif atau terlalu penuh dengan pengharapan yang mungkin tidak akan terjadi, karena bagian ini tidak sedang menyatakan demikian. Mana yang benar, kita tidak bisa dengan tuntas membahasnya dan mengklaim tafsiran kita yang paling benar. Tapi Tuhan menyebarkan janjiNya dari penolakan Israel. Menjadi Israel menolak Tuhan menyebarkan kovenan Dia, perjanjian Dia dengan Israel kepada bangsa-bangsa lain. Tapi yang unik adalah Paulus di Surat Roma mengatakan yang membuat berita itu tersebar adalah orang Israel. Menjadi ini sisi yang kita lihat ternyata yang Paulus maksudkan adalah pertobatan mereka atau penerimaan mereka berarti adalah hidup dari antara orang mati. Paulus sedang berbicara tentang sekelompok sisa remnant, merekalah yang akhirnya dipakai Tuhan untuk menjadi the true Israel, the true covenantal people, umat perjanjian yang sejati, ini orangnya, inilah kelompoknya. Kaum sisa itulah Israel sejati dan penerimaan mereka berarti pendamaian bagi dunia. Ini bisa kita terima meskipun kita tidak tolak kemungkinan Tuhan akan memberikan InjilNya diterima oleh orang Israel secara besar-besaran, itu sesuatu yang mungkin terjadi. Tetapi yang pasti bagian ini sedang berbicara kaum sisa yaitu orang-orang yang menerima Tuhan Inilah Israel sejati. Tuhan sudah merancangkan Dia akan disembah oleh Israel yaitu kaum sisa ini. Menjadi meskipun jumlah Israel banyak seperti pasir di laut, seperti kata Yesaya, namun hanya sisanya yang akan diselamatkan. Dan ternyata sisanya ini adalah orang-orang Israel sejati. Di dalam abad yang pertama awal banyak orang-orang yang dari kelompok Israel itu mempunyai grup-grup sendiri, ada yang menjadi orang-orang pengikut Farisi, ada yang menjadi pengikut kelompok Saduki, ada yang menjadi pengikut kelompok Qumran dan lain lain. Dan mereka mengklaim “kelompok kami inilah yang adalah Israel sejati. Israel yang sejati adalah kami”, ini yang biasanya mereka lakukan. Dan Injil Yohanes menekankan Israel sejati bukan Israel yang secara lahiriah dipamerkan, tetapi yang secara dari dalam hati diubah oleh Roh Kudus. Dan perubahan itu berarti menerima Mesias tersalib. Ini tegas sekali di dalam Injil Yohanes Israel sejati, orang yang diselamatkan, orang yang menjadi milik Tuhan adalah yang mempercayai Kristus seperti yang dikatakan Kitab Suci. Dan yang dikatakan Kitab Suci adalah Kristus itu tersalib. Mesias yang tersalib adalah identitas bagi Israel sejati. Ini tentu berat karena penyaliban itu sangat kontroversial untuk dimenjadikan simbol agama. Tidak ada orang akan menjadikan simbol penolakan, pembuangan dan juga kutuk sebagai simbol agama. Kita sekarang tidak lagi bisa melihat tegangan itu, tensi itu karena kita ada di dalam saat dimana salib sudah menjadi simbol mulia. Kita bisa memakai kalung salib dan kita bisa melihat tema salib itu menjadi tema lukisan indah, menjadi tema dari sastra dan juga seni yang lain. Sehingga kita tidak lagi mengerti kesulitan menjadikan salib itu simbol. Tapi di dalam abad yang pertama salib menjadi simbol, itu sulit sekali, berat bukan main. Ini simbol penolakan, ini simbol setan kalau mau dibilang. Iblis menyatakan kuasa besarnya di atas kayu salib. Ini tentu pengertian yang agak aneh bagi kita sekarang, iblis menyatakan kuasa di kayu salib, apa tidak salah? Bagi orang dulu, iya, bagi orang Yahudi salib adalah tanda kekalahan tanda kutuk. Tuhan sudah buang dia yang tersalib dan iblis menari menang atas orang-orang yang sudah di atas kayu salib. Kalau begitu mengapa Yesus disalib? Ini menjadi pertentangan dari orang Yahudi kepada orang Kristen, menjadi perdebatan besar yang akhirnya berujung kepada kebencian. “Mengapa kamu menghina kami dengan mengatakan Mesias kami tersalib?”. Jadi simbol salib itu sangat berat untuk diterima, tetapi ini menjadi simbol yang diberitakan oleh Paulus. Paulus mengatakan dia tidak diutus untuk memberitakan yang lain selain Kristus yang tersalib. Maksud Paulus adalah dia bisa memberikan fokus kepada kebangkitan kalau dia mau, “hai orang-orang, Yesus sudah bangkit”. Tapi dia menekankan pesan Yesus bangkit tidak akan mungkin bisa diberikan kecuali ada pesan Dia mati di atas kayu salib. Dan fakta Tuhan membangkitkan orang yang pernah disalib itu sulit diterima. Jadi berita Injil sangat sulit diterima bagi orang Yahudi dan itu sebabnya orang Yahudi yang terima itu tidak mungkin bisa terima dari dalam dirinya secara natural, dia bisa terima karena Roh Kudus yang bekerja. Itu sebabnya di dalam Injil Yohanes ditekankan siapa yang lahir dari Roh dialah yang dapat menjadi orang yang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Dan di dalam bagian selanjutnya ditekankan Roh melahirkan kembali orang, sehingga orang itu mempercayai Kristus seperti yang dinyatakan Kitab Suci. Dan Kitab Suci menyatakan Dia adalah Mesias yang tersalib. Kalau begitu identitas orang Yahudi yang sejati harus dilekatkan pada Kristus. Dan Kristus yang hadir adalah puncak dari sejarah Israel. Kehadiran Dia adalah yang memuncakkan seluruh pengharapan Israel. Kalau begitu, Israel menjadi sempurna debagai umat karena Kristus hadir. Tapi gambaran yang Paulus mau bagikan adalah kesempurnaan itu sudah tiba. “Israel yang sempurna adalah kami ini, orang-orang yang percaya kepada Kristus”, kelompok kecil yang minor, kelompok yang bukan mendominasi orang Israel, kelompok yang terpinggirkan, kelompok yang terbuang, kelompok yang tidak punya tempat di Bait Suci, tidak punya tempat di sinagog, diusir di mana-mana oleh orang Yahudi, dibenci dan dihina, inilah Israel sejati. Jadi yang Paulus mau tekankan adalah puncak dari pekerjaan Tuhan bagi Israel adalah kaum sisa, remnant. Ini tema yang sangat indah kalau kita baca dari perspektif salib. Rowan Williams menekankan salib itu merupakan identitas yang sulit kalau kita pikir sampai tuntas. Kita dengan gampang mengatakan salib jika kita tidak berpikir tuntas tentang salib. Nanti kita akan pelajari apa yang dimaksud dengan kalimat ini. Tapi sebelum kita masuk ke dalam pengertian tentang salib yang sangat kontroversial, kita mau bahas dulu bagian pertama dari kotbah ini yaitu kaum sisa dari Israel adalah puncak dari pekerjaan Tuhan bagi Israel. Ini teologi Paulus di dalam Roma pasal 10 dan 11. Ini tentu tidak berarti kita menolak tafsiran yang lain, yang mengatakan Tuhan akan pertobatan Israel besar besaran. Karena dikatakan juga oleh Paulus, ada kemungkinan tafsiran itu benar, pada akhirnya Tuhan akan panggil mereka kembali. Tentu sangat indah untuk kita berharap itu terjadi orang Israel benar-benar akan menjadi sama-sama dengan kita, percaya kepada Kristus. Tapi fakta Tuhan memuncakkan pekerjaan Israel justru di dalam kaum sisa, ini yang menjadi sorotan di dalam bagian awal dari pasal 11. Di dalam pengertian kita puncak dari pekerjaan seseorang itu harusnya menjadi sesuatu yang megah. Kalau Tuhan memanggil Israel dengan cara megah, berarti puncak dari pekerjaan Tuhan itu harusnya megah. Tapi kita melihat di dalam Perjanjian Baru, tanpa iman, kalau tidak ada iman, kita akan melihat puncak itu sebagai sesuatu yang anti klimaks. Tuhan sudah kerja begitu luar biasa hanya untuk memuncakkan pekerjaanNya di salib. Lalu kalau kita lihat apa efek dari salib, Paulus bukakan efek dari salib adalah dipanggilnya sekelompok kecil orang Israel yang dianggap mengikuti sebuah sekte tertentu, yang merupakan bagian yang minor dan menyimpang dari agama Yahudi, menurut banyak pemimpin orang Yahudi, inilah puncaknya. Ini antiklimaks sekali, ini seperti ada ledakan besar, tapi kemudian ditunjukkan dengan sesuatu yang sangat kecil. Ada ledakan besar untuk menunjukkan ada penyalaan petasan akan dimulai. Mengapa pakai ledakan besar, tapi puncaknya itu petasan? Aneh sekali. Saudara bisa melihat seperti ada tirai yang dibuka ketika Tuhan membawa Israel keluar dari mesir. Tirainya itu laut yang terpinggirkan. Bayangkan laut terbelah untuk Israel keluar, mereka dapat jalan dari laut untuk berjalan di tanah yang kering. Lalu setelah itu Tuhan pelihara mereka untuk memenangkan Kanaan dengan cara yang menakjubkan. Kota terkuat di Kanaan ditaklukkan dengan anugerah Tuhan. Tembok Yerikho runtuh bukan karena mereka punya strategi perang, tapi karena Allah meruntuhkannya bagi mereka. Lalu mereka berperang dengan orang-orang Kanaan yang secara teknologi sangat besar kemampuan perangnya. Mereka banyak belajar dari daerah utara, dari budaya ugarit untuk berperang. Mereka tahu bagaimana membuat kereta besi untuk berperang. Israel berperang dengan modal pengetahuan sebagai budak. Jadi mereka sangat-sangat jauh tertinggal secara kebudayaan perang, secara jumlah dan juga figur dari para tentara. Alkitab menggambarkan orang-orang Kanaan itu besar-besar, mereka itu seperti nefilim, para raksasa yang kalau bertarung hanya perlu tangan kosong untuk membunuh ratusan manusia biasa. Di dalam puisi orang-orang kuno di daerah Ugarit dikatakan orang-orang yang badan besar ini adalah pahlawan-pahlawan yang bertarung dengan singa, level mereka itu bertarung tangan kosong dengan singa. Bertarung dengan orang lain itu tidak level, manusia lain yang bukan nefilim, yang bukan raksasa terlalu lemah bagi mereka. Sehingga mereka bertarung tangan kosong dengan singa dan menang. Mereka merobek-robek singa dengan tangan. Tapi ketika Israel masuk, Israel harus melawan pahlawan-pahlawan ini, pejuang-pejuang perkasa ini. Dan Tuhan membuat pejuang-pejuang perkasa ini sebagian menjadi gentar dan takut. Orang-orang perkasa berbadan besar ini langsung membuang baju perang mereka. Lalu mereka pakai baju budak, mereka pakai alas kaki yang sudah jelek, lalu pura-pura datang dari tempat jauh untuk ikat perjanjian dengan Yosua. Bayangkan berapa besar ketakutan mereka kepada Israel yang kecil-kecil, yang teknologi perangnya sangat ketinggalan, tapi Tuhan berkati. Seluruh Kanaan akhirnya ditaklukkan. Dan di dalam zaman Daud, Israel menduduki tanah itu sepenuh-penuhnya. Bahkan dikatakan Daud berhak menentukan mana suku bangsa lain yang bukan Israel, yang masih boleh menjadi budak, mana yang akan dibasmi sama sekali. Kekuatan Israel begitu besar karena Tuhan. Jadi pekerjaan yang sepertinya begitu besar dengan proses panjang yang sangat mulia, sekarang mengapa puncaknya di salib? Ini sesuatu yang sulit diterima. Tetapi Paulus mengatakan, inilah puncak dari pemberitaan itu Israel sisa adalah yang akan menyebarkan berita Injil ke seluruh dunia.

Apakah Engkau Keras Hati?

Di ayat ke-8 dikatakan sesuatu yang menakutkan karena baik mata yang tidak melihat maupun telinga yang tidak mendengar adalah sesuatu yang membuat orang tidak datang kepada Tuhan. Di ayat sebelumnya kita sudah mempelajari Tuhan membiarkan banyak orang ada di dalam keadaan buta dan telinganya tuli. Tapi Tuhan memberkati sekelompok orang remnant, kaum sisa, telinganya terbuka untuk mendengar firman dan matanya melihat. Baik ayat 8 maupun 10 adalah ayat yang memberikan fokus pada pandangan mata, ini merupakan tema yang sangat penting. Kalau kita melihat ayat ke-8 adalah ayat yang mengutip dari Ulangan 29:4. Di Ulangan 29 ada pernyataan dari Tuhan setiap orang yang sudah ada di dalam Tuhan, mereka diberkati Tuhan dengan sangat limpah. Tetapi kalau mereka tidak menaati Tuhan, mata mereka akan buta. Mata yang buta adalah tekanan yang sangat mengerikan di dalam Kitab Suci. Buta membuat kita tidak melihat Tuhan. Dan kalau kita tidak melihat Tuhan, kita tidak mungkin tahu betapa indahnya Tuhan. Sesuatu yang sulit dari menjadi orang Kristen yang cuma mengikuti tradisi keluarga, “papa mama Kristen maka saya pun Kristen”. Yang sangat kasihan dari orang-orang ini adalah mereka tidak menjadi Kristen setelah melihat. Mereka menjadi Kristen karena orang tua, karena tradisi, karena apa yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Tapi mereka sendiri tidak melihat. Dan tidak melihat adalah satu ciri orang yang menyembah berhala dan tidak datang kepada Tuhan. Mereka perlu melihat Tuhan, tapi mereka tidak lihat. Mereka perlu mengalami Tuhan, tapi mereka tidak alami. Kalau mereka tidak melihat dan tidak mengalami, apakah kesalahan itu berasal dari Tuhan? Di Surat Roma di bagian tengah dari pasal pertama, Paulus mengatakan semua yang perlu untuk kenal Tuhan, sudah Tuhan berikan. Tidak mungkin orang gagal melihat. Kalau ada kegagalan melihat, itu bukan karena mereka gagal melihat, tapi karena mereka menginterpretasi apa yang mereka lihat dengan cara yang lari dari Tuhan. Di dalam pengertian dari Agustinus, hati kita cenderung untuk mencintai sesuatu dan apa yang kita lihat dari apa pun akan kita lihat berdasarkan keinginan kita untuk dekat dengan yang kita cintai. Apa yang menjadi keinginan utama kita? Apa yang paling kita suka, yang paling kita sayang, yang paling kita cinta? Seluruh dunia kita akan diatur, disusun, di-arrange untuk membuat kita mampu menikmati apa yang paling kita cinta. Apa pun yang paling kita cinta akan mengatur program kita, akan mengatur prioritas kita, akan mengatur siapa yang mendapat keutamaan di dalam hati kita. Ini menjadi tema yang mengerikan karena di dalam Kitab Suci, orang yang melihat tapi menafsirkan salah, memberikan hati kepada yang lain, apa pun yang dari Tuhan mereka ambil lalu mereka tafsirkan untuk agama yang menyembah berhala. Itu sebabnya di dalam Kitab Suci, penyembahan berhala adalah lambang dari hati yang menyimpang, yang tidak ke Tuhan tapi ke yang lain. Hati yang melihat Tuhan, itu hati yang jarang sekali ada pada manusia, bahkan mungkin tidak ada jika Tuhan tidak beranugerah. Jika Tuhan tidak memberikan anugerah, kita tidak akan punya hati untuk Tuhan, tidak mungkin. Kita akan memberikan hati kita untuk yang lain. Tapi begitu Tuhan memanggil kita, menarik kita menjadi milikNya, pada waktu itu kita sadar satu-satunya yang memungkinkan kita untuk melihat Tuhan, mencintai Tuhan adalah Tuhan sendiri. Dia menarik kita dan memberikan hati yang mencintai Tuhan. Itu sebabnya arah hati dan pandangan mata selalu berkait. Ini kebiasaan dari orang Yahudi atau dari daerah Timur Dekat Kuno untuk mengekspresikan keadaan hati, kondisi hati akan dinyatakan oleh mata. Yesus Kristus pernah mengatakan mata itu adalah lentera atau pelita dari hatimu. Jika hatimu gelap, matamu pasti gelap. Jika matamu penuh kejahatan, hatimu pasti jahat.

Apa maksudnya mata yang jahat dan hati yang jahat? Maksud mata yang jahat dan hati yang jahat adalah apa yang kita lihat akan kita tafsir dengan cara yang jahat. Orang jahat akan melihat apa pun lalu menyadari sisi jahat dari semua yang dia lihat. Orang yang takut Tuhan akan melihat segala sesuatu dan belajar untuk memahami Tuhan adalah Allah yang bertindak di dalam setiap hal yang Dia lihat. Dia lihat apa, dia tahu ada Tuhan di balik itu. Dia lihat apa pun, dia tahu ada Tuhan yang campur tangan di situ. Dan dia bersyukur karena Tuhan yang agung, mulia dan besar, Tuhan yang baik, Tuhan yang perkasa, Tuhan yang suci adalah Tuhan yang menyatakan diri di dalam segala yang mereka lihat. Maka mata akan menentukan hatimu ada di mana, hatimu jahat atau baik?”. Mata yang jahat menunjukkan hati yang tidak punya kepekaan untuk melihat Tuhan. Ini tema yang mau kita gali pada hari ini, mengapa perkataan dari Mazmur 69:23-24,  orang-orang yang jahat, orang-orang yang lari dari Tuhan adalah orang-orang yang buta, yang matanya gelap. Kalimat “biarlah mata mereka menjadi gelap”, ini diambil oleh Paulus. Lalu dikatakan orang yang matanya gelap, ini maksudnya orang fasik, adalah Israel yang menolak Kristus. Mengapa menolak Kristus dianggap bermata gelap? Karena orang yang tidak lihat keindahan Kristus, keagungan Dia, kemuliaan Tuhan mencintai dari Kristus adalah orang yang gelap. Injil diberitakan dimana-mana, tapi orang yang tidak percaya, mengeraskan hati dan mengatakan “saya tidak mau terima”. Apa yang ada pada Kristus adalah buruk semata di dalam pandangan mereka. Ini mengherankan, kita melihat pribadi yang sama yaitu Kristus, sebagian mengatakan “inilah cinta terbesar yang Tuhan nyatakan”, sebagian lagi mengatakan “saya tidak mau peduli apa yang Dia lakukan”. Sebagian mengatakan “Tuhan, apa yang Engkau sudah berikan dalam hidupku?”. Mengapa bisa beda? Kalau kita tanya, “orang Kristen berapa banyak?”, kita akan menjawab “orang Kristen sangat banyak di seluruh dunia”. Tapi kalau kita tanya lagi pertanyaan, “dari semua orang yang mentidaku Kristen, berapa banyak yang hidup bagi Kristus, berapa banyak yang menyatakan dedikasi yang penuh kepada Dia? Apakah kita bagian dari orang-orang ini?”. Saudara akan sadar orang yang benar-benar kenal Tuhan, benar-benar menikmati cinta Dia, benar-benar ingin mencintai Dia lebih dari apapun, hanyalah sekelompok kecil dari orang-orang yang mentidaku dirinya adalah orang Kristen. Kebanyakan orang sudah menyatakan diri Kristen masih buta, masih tidak lihat, masih sulit untuk mengagumi Tuhan dan segala keindahan yang Dia sudah nyatakan. Kita menyanyikan pujian meninggikan Tuhan, tapi hati kita kosong. Kita menyatakan Tuhan adalah segalanya, tapi hati kita tidak mendapat sukacita apa pun. Mengapa tidak ada sukacita? Karena salah melihat Injil. Salah melihat adalah sesuatu yang menjadi penyakit di dalam sepanjang sejarah. Ada orang salah lihat dan Tuhan buang. Ada orang salah lihat dan Tuhan perbaiki. Kalau Tuhan tidak beranugerah, semua kita salah lihat dan tidak ada harapan bagi kita. Tapi Tuhan penuh belas kasihan, Tuhan menyatakan “Aku akan memberikan kamu hati yang baru dan karena kamu punya hati yang baru, cara kamu melihat pun akan diubah. Kamu tidak lagi buta”, kalimat ini sangat indah. Banyak orang merasa kagum karena Yesus menyembuhkan orang, Dia memberikan mujizat yang sangat luar biasa, Dia mencelikkan mata orang buta, Dia sembuhkan orang lumpuh, dan Dia tahirkan orang yang kusta. Tanpa kita sadar pola menyembuhkan orang buta adalah pola yang dapat sorotan khusus di dalam Injil Yohanes. Di Injil Yohanes orang lumpuh dan orang buta adalah dua kelompok atau dua orang yang menjadi contoh untuk mujizat Tuhan. Di Injil Yohanes bagian awal, Yesus menyembuhkan orang lumpuh di pasal yang ke-5. Lalu di dalam pasal berikutnya yang ke-9, Yesus menyembuhkan orang buta. Orang lumpuh yang disembuhkan tidak tahu diri, dia tidak peduli Tuhan sudah sembuhkan, lalu dia pergi begitu saja. Tidak ada perkataan, “Tuhan, aku mau ikut Engkau. Bolehkah aku kenal Engkau, siapakah Engkau yang sudah sembuhkan saya? Mengapa mujizat Tuhan begitu besar dinyatakan lewat Engkau?”. Orang ini disembuhkan oleh Yesus, Yesus mengatakan “angkat tilammu dan berjalanlah”, dia angkat dan berjalan tanpa komentar apapun. Dia tidak tanya Yesus siapa, dia tidak ingin tahu, dia tidak ingin kenal. Yang dia tahu, apa yang dia ingin sudah dia dapat. Maka kalau yang dia inginkan sudah dia dapat, dia tidak ada interest lagi untuk Pribadi yang memberikan berkat. Ada orang-orang jahat seperti ini, kalau apa yang dia ingin sudah dia peroleh, dia tidak peduli lagi orang. Orang lain tidak ada penting, yang penting apa yang orang itu bisa berikan untuk yang saya mau. Ini orang-orang jahat yang cuma pikir diri, sudah selayaknya mendapatkan pembuangan dari Tuhan. Mereka tidak pernah peduli Tuhan dan sesama. Pembuangan adalah hasil yang harusnya mereka peroleh. Orang ini sudah disembuhkan, dia pergi. Waktu dia pergi, dia bawa tilam, orang Yahudi marah, “ini hari Sabat, mengapa kamu bawa tempat tidurmu? Ini dilarang di hari Sabat”. Orang ini mengatakan “saya orang lumpuh, lalu saya disembuhkan, yang menyembuhkan saya itu suruh saya angkat tilam”. Saudara bayangkan orang lumpuh disembuhkan lalu disuruh angkat tilam, orang Yahudi yang mendengar itu tidak memberikan tekanan pada sembuh, lumpuh disembuhkan, tapi dia berikan tekanan pada “angkat tilam”, ini korupnya agama. Agama pedulikan hal yang non-esensial, “kamu angkat tilam, kamu angkat tempat tidur di hari Sabat, ini melanggar aturan Sabat”. Waktu orang itu mengatakan “saya tadinya lumpuh, tapi orang itu menyembuhkan saya”, ini tidak dipedulikan oleh pemimpin Yahudi, mereka cuma mengatakan, “kamu melanggar sebagian dari Taurat, hukum kami. Hukum agama mengatakan begini, kamu tidak boleh jalankan itu, mengapa kamu jalankan?”. Fokus agama kadang-kadang bukan kepada hal yang esensial, tapi kepada hal yang artifisial, yang tidak penting menjadi penting, yang paling penting diabaikan. Banyak orang sibuk dengan semua aturan-aturan agama, “semoga bisa membersihkan hatiku, semoga membuat aku saleh”, tetapi hal paling penting tentang keadilan, tentang belas kasihan dibuang begitu saja. Kasihan orang seperti ini. Maka pemimpin-pemimpin Yahudi tidak bisa melihat mana yang penting, mana yang tidak. Lalu orang yang disembuhkan ini pun tidak punya rasa berterima kasih sama sekali. Dia adukan orang yang menyembuhkannya. Ini orang berjasa besar, kamu sudah lumpuh sekian lama, berpuluh-puluh tahun lumpuh, dalam waktu sekejap Tuhan sembuhkan, kamu tidak peduli siapa dia? Orang yang sudah memberikan kelimpahan dalam hidupmu, kamu tidak peduli? Saudara ini cerminan kita, kita tidak peduli Tuhan. Begitu banyak hal yang sudah kita nikmati dalam hidup kita abaikan. Tuhan sudah memberi begitu banyak, engkau tidak peduli, engkau tidak bother to ask, kamu tidak mau bertanya “siapakah Engkau? Mengapa Engkau begitu baik kepada saya? Mengapa Engkau memberikan hidup?”. Yang kita tahu adalah “karena saya sudah hidup, saya mesti dilayani”. Kita tidak tahu di dalam skema penciptaan, Tuhan menciptakan hidup untuk mengikuti Dia yang senantiasa melayani hidup. Tuhan memberi hidup supaya kita melayani, bukan supaya dilayani. Tuhan Yesus datang ke dalam dunia dan menunjukkan “Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani”. Maka kalau orang tidak mengerti prinsip ini terus merasa “saya layak dapat, mengapa Tuhan belum memberi berkat?”. Begitu banyak berkat sudah diterima, kita abaikan dan kita tidak peduli siapa Dia. Mirip dengan orang lumpuh yang disembuhkan ini. “Siapa yang sembuhkan engkau?”, “saya tidak tahu, yang penting saya sudah sembuh. Tapi orang itu menjerumuskan saya karena menyuruh saya mengangkat tilam”. Maka waktu Yesus bertemu dia, Yesus mengatakan, “kamu sudah sembuh” ini pertemuan kedua, “kamu sudah sembuh. Jangan melakukan dosa lagi, supaya padamu tidak termenjadi hal yang lebih buruk”. Kali kedua bertemu Yesus, orang ini tetap tidak peduli siapa Dia. Yesus berbicara “kamu sudah sembuh, jangan berbuat dosa lagi”, dan dia tidak tanya “betul Tuhan, terima kasih sudah sembuhkan saya”, ucapan terima kasih pun tidak ada, hidup yang bersyukur pun tidak ada. Saudara, hidup yang tidak bersyukur itu hidup yang kering, kasihan, kosong. Lalu kita bertanya “mengapa hidupku kosong?”, “karena kamu kurang bersyukur”. Jika kita tidak ada ucapan syukur, hidup tidak mungkin berlimpah. Orang ini tidak mengerti apa itu bersyukur, dia dengar kalimat dari Yesus, dia tidak tanggapi, dia diam, dia tidak berespon. Dia tidak mau tanya, dia tidak bicara, dia tidak peduli, dia tidak mau tahu. Waktu dia tidak peduli, ini menunjukkan orang ini cerminan dari banyak orang Kristen, tidak peduli siapa Tuhan. Lalu setelah dia tinggalkan Tuhan Yesus, bertemu dengan para pemimpin Yahudi, dia langsung adukan, “sekarang saya sudah tahu siapa yang menyembuhkan saya”, “siapa?”, “orang itu”, lalu mereka mengatakan “itu Yesus dari Nazaret, Dia pasti Mesias palsu, karena mereka menunggu kamu mengangkat tilam di hari Sabat”. Sekali lagi hal-hal remeh, orang bisa menyembuhkan orang lumpuh, tapi tidak disorot. Orang suruh orang angkat tilam, itu yang disorot, aneh bukan main. Kesembuhan pertama adalah kesembuhan yang menunjukkan orang yang disembuhkan tidak tentu beriman.