Q & A PA ANAK

Anak-anak dapat mengirimkan pertanyaan tentang Alkitab/iman Kristen berupa video singkat ke WA 0851-0507-1880, dengan menyertakan nama, umur, kelas, dan asal kota.

Roh Kudus bagi Pemerintah

Kita lanjutkan pembahasan dari Surat Roma, kita bahas kembali mengenai Kekristenan dan ketaatan kepada pemerintah, ini bagian yang kedua. Mari kita membaca Roma 13: 4-7, “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu, tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan Dia. Karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri bukan saja oleh karena kemurkaan Allah tapi juga oleh karena suara hati nurani kita. Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar, pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai, rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut, dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”. Saudara, bagian kedua ini saya ingin membahas tentang pekerjaan Tuhan lewat pemerintah dan mengapa ini merupakan sesuatu yang penting untuk kita pahami. Di dalam Kitab Suci kita mendapatkan pengertian bahwa Roh Allah adalah Roh yang bekerja dari awal, ini pengertian yang kita dapat dari Kejadian pasal pertama dikatakan bahwa “Seluruh ciptaan itu kacau balau dan kosong. Seluruh bumi penuh dengan air”. Di dalam gambaran masyarakat kuno bumi adalah sesuatu yang merupakan dua bagian, ada darat dan ada laut yang ada di bawahnya. Jadi dalam konsep dunia kuno, daratan mengapung diatas laut, dan laut itu sebenarnya seringkali identik dengan kuasa jahat. Tetapi di dalam Kitab Suci, laut yang tadinya penuh ke semua tempat, sekali lagi ini bukan pengertian yang kita bisa baca dari zaman modern, tapi ini adalah pembacaan dari kacamata dunia kuno. Kalau Saudara tanya mengapa Alkitab begitu kuno? Jawabannya adalah karena Alkitab ditulis di dalam dunia kuno. “Kalau begitu itu sudah ketinggalan zaman”, kata ketinggalan zaman adalah kata sombong dari orang modern yang merasa zaman kita adalah standar ukuran terbaik dan kalau ketinggalan berarti kurang baik, itu pengertian yang salah. Kita bersyukur di dalam zaman kita sekarang pengertian zaman kuno atau zaman dulu itu jadi satu konsep yang balik lagi muncul menjadi sebuah tren untuk mengingatkan bahwa ada cara yang berbeda untuk menjalankan hidup. Sekarang orang tidak lagi mengatakan zaman dulu dengan cara negative. Orang sekarang akan mengatakan zaman dulu dengan hormat. Sekarang orang mengagumi istilah vintage, orang mengagumi istilah zaman yang lampau sebagai sesuatu yang penting untuk dikaji lebih baik. Jadi kalau dikatakan mengapa sudut pandang Alkitab melihat dunia pakai kacamata zaman kuno? Jawabannya karena Alkitab ditulis di zaman kuno. “Kalau begitu Alkitab ketinggalan zaman?”, bukan, zaman kita yang ketinggalan Alkitab. Jadi waktu Saudara mengatakan Alkitab ditulis di zaman kuno, karena zaman kuno adalah zaman yang Tuhan pilih untuk mewahyukan DiriNya. Kalau begitu apakah pengertian di dalam Kitab Suci menjadi tidak tepat? Sangat tepat. Bukankah secara scientific salah? Sains bukan satu-satunya cara membaca, dan perhatikan kalimat berikutnya, dan sains bukan hanya terdiri dari ilmu yang mempelajari benda-benda yang kelihatan secara materi saja. Seorang bernama seorang bernama Christoph Schwöbel seorang teolog Jerman yang melayani di Skotland, yang sekarang sudah meninggal baru-baru ini, tahun ini dia meninggal. Dia mengingatkan bahwa kata sains tidak boleh diidentikan dengan Fisika, sains tidak sama dengan Fisika. Maka mengatakan Alkitab benturan dengan sains, kalau sains maksudmu bentur dengan Fisika, maka kita perlu mengingatkan diri bahwa Fisika bukan satu-satunya ilmu yang diperlukan untuk memahami hidup, meskipun dia salah satu. Kalau dia bukan satu-satunya ilmu, berarti dia bukan satu-satunya acuan. Ada banyak kemungkinan kita berbicara tentang kebenaran, tanpa menyentuh aspek Fisika sama sekali. Tidak mungkin tidak menyentuh aspek fisik, menyentuh aspek fisik tapi bukan pakai teori Fisika, itu bisa. Itu sebabnya kalau ditanya “bagaimana memahami Kitab Kejadian?”, harus pakai pandangan dunia kuno di mana laut ada di bawah, darat ada di atas, sebagian. Lalu di dalam pandangan Alkitab, Alkitab memberitahu tadinya laut menutup semua, darat tidak ada. Lalu Tuhan yang mengatur sampai lautnya menyingkir kemudian darat yang muncul. Maka di dalam pandangan Kitab Suci seluruh darat tadinya ditutupi laut, tapi Roh Tuhan menaunginya dan Roh Tuhan beserta dengan firman menjadikan ada terang, menjadikan ada laut yang disingkirkan. Saudara bisa lihat gambaran di dalam Kitab Keluaran laut disingkirkan lewat angin besar yang ditiupkan dan Roh. Kata yang dipakai untuk Roh dan kata yang dipakai untuk angin di Keluaran meskipun beda tetapi tetap mengacu kepada fenomena yang sama, tiupan. Berarti ketika Roh menutupi seluruh air, di dalam Kejadian 1, Roh sedang berkuasa untuk menyingkirkan air, memunculkan darat. Dengan kata lain Roh Kudus bekerja menciptakan tempat hidup bagi manusia yang senantiasa dikerjakan oleh Roh Kudus menciptakan tempat hidup bagi manusia. Ini yang senantiasa dikerjakan Roh Kudus, menciptakan tempat hidup bagi kebaikan manusia. Tetapi sejak adanya manusia, Roh Kudus menciptakan tempat hidup bagi kebaikan manusia lewat manusia. Kalau sebelumnya Roh bertindak tanpa manusia, karena manusia belum ada, menciptakan darat maka Roh bertindak melalui manusia, menciptakan kota, menciptakan bangunan, menciptakan tempat tinggal yang aman bagi manusia lewat manusia. Kalau Saudara punya pengertian tentang ilmu tata kota, tentang bagaimana bangun-bangunan, tentang bagaimana membangun kota, itu adalah buah dari pekerjaan Roh Kudus untuk tempat hidup manusia. Ini penting untuk kita pahami, John Calvin mengingatkan jika kamu tidak melihat pekerjaan Roh Kudus di luar orang Kristen, engkau sedang menghina Dia. Jangan menghina Roh Kudus, Calvin tidak memakai kata menghujat, tapi dia mengatakan jangan menghina. Maksudnya adalah engkau terus mendeteksi ada pekerjaan Roh Kudus lewat orang percaya. Jadi kita tidak mengatakan teknologi itu dari setan, perkembangan zaman itu dari setan melawan gereja. Gereja tidak perlu melawan perkembangan dunia, perkembangan dunia dari Tuhan, kemampuan manusia mengembangkan teknologi dari Roh Kudus, kemampuan manusia membuat orang mampu berkomunikasi jarak jauh dari Roh Kudus. Kemampuan untuk membuat kemampuan komunikasi jarak jauh menjadikan manusia berjarak, tidak lagi komunikatif dan menjadi sangat tereksklusi satu sama lain, itu baru pekerjaan setan. Jadi kita mesti lihat Roh Kudus bekerja menyiapkan tempat untuk manusia bisa berdiam dan mendapatkan damai sejahtera, dan Dia memakai manusia.

Taat Kepada Pemerintah?

Kita masuk ke dalam pasal yang ke-13. Roma 13: 1-7, saya bacakan bagi kita semua ayat-ayat ini, “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya. Sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah. Sebab itu barang siapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah. Dan siapa yang melakukannya akan mendatangkan hukuman atas dirinya. Sebab jika seseorang berbuat baik ia tidak usah takut kepada pemerintah, hanya jika ia berbuat jahat. Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah? Perbuatlah apa yang baik dan kamu akan beroleh pujian dari padanya. Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu, tetapi jika engkau berbuat jahat takutlah akan dia karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat. Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah tetapi juga oleh karena suara hati kita. Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak, karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar, pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai, rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut, dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat”. Saudara, bagian ini bagian yang sangat melimpah dibahas di dalam tradisi Neo-Calvinis, di dalam tradisi Kuyperian yang terutama, itu sebabnya kita akan bahas dalam dua kali, tapi yang kali ini kita akan bahas secara garis besar terutama di dalam sudut pandang dari Perjanjian Lama mengenai Roma 13, bagian ini. Mengapa sudut pandang Perjanjian Lama sangat penting dan terutama sudut pandang di dalam pengertian kerajaan? Terutama di dalam pengertian doktrin tentang Anak Allah atau tentang sang Mesias. Karena kalau tidak baca demikian, kita akan lihat ini sebagai bagian dari propaganda pemerintah untuk membuat orang Kristen tunduk kepada pemerintah, itu cara baca yang salah. Bayangkan kalau Saudara adalah orang yang memimpin, lalu ingin bawahanmu taat kepadamu, engkau tidak ingin ada orang memberontak, engkau tidak ingin ada orang mencurigai tindakanmu, dan engkau akan mengatakan “Roma 13 mengatakan taatlah kepada pemerintah”. Dan ini bukan hal yang baru atau hal yang belum pernah terjadi. Di dalam zaman abad pertengahan, seringkali para pemimpin, para pangeran, para tuan memakai ayat ini untuk membuat orang-orang di bawahnya tidak berani berbicara apapun menentang dia. Mungkin dia mengenakan pajak yang sangat besar dan dia memerintahkan orang taat karena Tuhan, “Tuhan mengatakan bayar pajak, jangan memberontak”, itu cara yang salah membaca Roma 13. Roma 13 bukanlah ayat-ayat untuk menolong pemerintah, untuk menjilat pemimpin dan untuk memastikan keadaan baik demi kepentingan pemimpin. Itu sebabnya jika kita tidak membacanya dari sudut pandang Perjanjian Lama terutama sudut pandang dari berita Mesias kita akan sulit memahami ini. Jadi kita mesti lihat di dalam Roma pasal yang pertama sampai Roma yang ke-11, Paulus bercerita tentang bagaimana Tuhan memberikan janji kepada umat yang terdiri dari orang Romawi, orang Yunani dan juga orang Yahudi, tidak peduli kamu bangsa, kamu adalah bagian dari umat perjanjian. Ini tentu akan membuat orang bertanya “Jika kami adalah bagian dari umat perjanjian, siapa pemimpin kami?”, Mesias. Tapi apakah Mesias ini Raja bagi orang Yahudi saja atau Raja bagi segala bangsa? Tentu Dia adalah Raja bagi segala bangsa. “Kalau Mesias adalah Raja dari segala bangsa, maka kami tidak diharuskan untuk tunduk pada pemerintah mana pun, karena Raja kami cuma satu yaitu Kristus”. Dan Saudara juga tahu natur yang kontroversial dari Kristologi di abad pertama. Kristus disebut sebagai Tuhan atau Kyrios, ini merupakan gelar yang nantinya hanya dikhususkan untuk kaisar. Di zaman Domitsian, siapa pun orang yang menyebut Kyrios kepada orang lain selain kaisar, dia akan dianggap bersalah dan bisa dijatuhi hukuman mati. Orang-orang yang mengatakan Kyrios kepada Kristus akan sangat mungkin dianggap memberontak melawan pemerintahan Romawi. Demikian juga ketika Kristus disebut sebagai Juruselamat, atau kata yang dipakai itu adalah Soter, ini merupakan ucapan yang juga diberikan kepada kaisar. Kaisar adalah pelindung, dia juga adalah penyelamat orang Roma. Dia juga yang membuat bangsa-bangsa takluk demi besarnya Roma. Siapa yang mendapat kedudukan sebagai warga Roma, warga Roma itu ada 4 lapisan tapi budak tidak dihitung, jadinya ada 3. Ada warga utama, warga nomor dua, warga yang menjadi warga karena dia bagian dari suku yang menjadi tentara bayaran Roma, dan terakhir ada budak. Warga nomor satu dan nomor dua dipastikan akan damai, karena Roma bertindak untuk melakukan ekspansi. Dia menaklukan kerajaan lain supaya orang-orang Roma mendapatkan tempat tinggal dengan tenang, dengan damai. Dengan kata lain kalau bukan karena pemerintahan Roma, maka orang-orang yang ada di dalam kewarga-negaraan Roma, semua akan punya kedudukan yang bahaya, keadaan yang tidak aman. Maka kaisar adalah penyelamat Roma, Soter, jadi Soter, Juruselamat itu untuk kaisar. Kata Kyrios, Tuhan, itu juga adalah untuk kaisar. Jadi ketika kita membaca, kita akan menyadari bahwa surat Roma adalah tentang kontroversi ini salah satunya, kalau Tuhanmu adalah Kristus dan Rajamu adalah Dia, juru selamatmu adalah Kristus dan tidak ada yang lain selain Dia, apa gunanya kita melakukan hidup yang tunduk kepada kaisar? Apa gunanya kita taat kepada pemerintah lokal? Kita cuma punya Tuhan yang bernama Kristus. Lalu bagaimana menjawab ini? Di pasal 12 kita baru membahas bahwa Paulus mengatakan jika itu tergantung padamu, cari damai, jangan ribut dengan orang lain, cari damai jika itu memungkinkan. Maka di dalam pandangan yang diberikan di dalam Roma 12, Tuhan menekankan bahwa apa yang Dia lakukan untuk keadilan yaitu membalaskan orang jahat, itu hak Dia yang akan melakukannya. Maka dari Roma 12 ada sambungan yang sangat mulus ke Roma 13 Tuhan mengatakan “Hai kamu yang ditindas orang, jangan cari balas dendam”, “lalu kalau saya tidak cari balas dendam bagaimana?”, “Berikan tempat bagi murka Tuhan”. “Oke, bagaimana cara berikan tempat bagi murka Tuhan?”, Roma 13 jawabannya hargai pemerintah, pakai jalur hukum, tekankan pemerintahan yang Tuhan pakai menjadi pembalas dari kondisi tidak adil yang terjadi. Ini sebenarnya latar belakang penting untuk kita memahami apa yang Paulus ajarkan tentang pemerintah di sini. Maka yang pertama ini bukan propaganda untuk memastikan pemerintah mendapatkan dukungan dari orang Kristen. Paulus mungkin didekati oleh pemimpin politik. Paulus adalah orang yang sangat terdidik dan dia dengan mudah berteman dengan para pemimpin. Kita melihat di dalam perjalanan misinya yang pertama pun dia langsung akrab dengan gubernur namanya Sergius secara natural dan juga tentu karena dia adalah seorang yang punya kemampuan otoritas mengerjakan mujizat. Dia secara natural punya kemampuan bergaul dengan pemimpin-pemimpin. Kita melihat ketika orang Yahudi mau bunuh dia, yang paling concern, paling khawatir tentang hidup Paulus bukan cuma orang-orang Kristen, tapi juga petinggi-petinggi. Jadi pemimpin-pemimpin dekat dengan Paulus sehingga orang bisa salah tafsir dan mengatakan, mungkin dari antara mereka mengatakan “Paulus, kamu kan pemimpin Kristen, kami perlu daerah damai, kami perlu mendapatkan persetujuan dari kaisar supaya kami naik pangkat, supaya kami di pindah ke tempat yang lebih baik. Kami perlu kondisi bagus, bolehkah kamu pastikan orang Kristen tidak berontak? Bolehkah kamu pastikan mereka jadi orang yang hidup baik-baik dan damai?”, itu bukan tujuan Roma 13. Roma 13 mesti ditafsirkan dari sudut pandang Mesiasnik karena di bagian sebelumnya Paulus mengajarkan bagaimana seluruh bangsa punya satu Tuhan yaitu Kristus.

Kasihilah Musuhmu

Mari kita baca Surat Roma pasal yang ke-12: 14-21, “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama, janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai. Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukanlah apa yang baik bagi semua orang. Sedapat-dapatnya kalau hal itu tergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang. Saudara-saudaraku yang kekasih janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah. Sebab ada tertulis pembalasan itu adalah hakKu, Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi jika seterumu lapar berilah dia makan, jika ia haus berilah dia minum, dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan”. Pada bagian berikut ada 2 hal yang ditekankan, di ayat yang ke-14 sampai ayat yang ke-21 yaitu bagaimana bersikap kepada musuh dan bagaimana bersikap kepada sesama di dalam persekutuan. Di ayat 14 dikatakan “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk”. Di dalam bahasa asli kata berkat itu berarti mengucapkan hal-hal baik demi kesejahteraan orang lain. Berarti Saudara dan saya diminta Tuhan untuk mengucapkan hal-hal baik demi kesejahteraan orang yang mengatakan hal-hal buruk demi kecelakaan kita. Ini bukan hal yang mudah, bagaimana orang bisa mengatakan hal baik kepada orang yang menginginkan kecelakaan kita? Kita tentu mengharapkan ada keadilan. Bukankah keadilan adalah bagian dari cinta kasih, bukankah keadilan dicintai dan disukai oleh Tuhan. Berarti kalau ada orang jahat kepada kita, wajar kalau kita balas jahat kepada dia. Tapi di dalam Kitab Suci ada satu prinsip yang sangat ditekankan yaitu lemah lembut. Meekness ini adalah 1 kata yang sangat penting dan yang dikatakan baik oleh Kitab Perjanjian Lama, di dalam Kitab Keluaran maupun di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Perjanjian Lama dikatakan Musa adalah orang yang paling lemah lembut. Di dalam Perjanjian Baru Yesus memperkenalkan diriNya sebagai orang yang lemah lembut. Apa itu lemah lembut? Lemah lembut menjadi karakter yang Paulus ajarkan ada di dalam penguasaan Roh. Kalau Roh Kudus ada pada kita, maka lemah lembut akan Tuhan bentuk di dalam kita, dan mengalir keluar. Di dalam tradisi Romawi dan Yunani, lemah lembut adalah kemampuan menggunakan pedang tetapi kemampuan untuk memilih menyarungkannya. Mungkin kalimat ini sangat unik yang kita bisa tafsirkan di dalam keadaan orang yang punya kekuatan. Orang punya pedang mampu untuk pakai, dia sanggup bertarung, dia mampu bunuh orang, dia punya kekuatan hancurkan orang, tapi dia pilih untuk sarungkan. Maka di dalam tradisi Greco-Roman inilah yang disebut dengan penguasaan diri dalam hal kelemahlembutan. Orang lemah lembut bukan orang yang tidak berdaya, orang lemah lembut adalah orang yang pilih seolah tidak berdaya. Tapi apa gunanya itu, mengapa ada pilihan sikap seperti orang tidak berdaya? Ini harus dikaitkan dengan pengertian Paulus tentang komunitas Kristen. Orang Kristen itu siapa? Maka saya akan bahas dulu tentang apa yang harusnya ada pada umat Tuhan kalau kita telusuri dari janji Tuhan dan juga nubuat dari nabi-nabi di Perjanjian Lama. Di dalam nubuat dari nabi-nabi di Perjanjian Lama ada janji Tuhan bahwa Tuhan akan pulihkan Israel. Tadinya dibuang, ditindas oleh kerajaan lain, ditindas oleh Babel, lalu menjadi jajahan Persia tapi Tuhan janjikan “Aku akan bebaskan kamu”. Lalu orang Israel mulai mendapat janji-janji lain yang besar sekali, kamu bukan cuma dibebaskan dari penindasan musuh, kamu juga akan menjadi umat yang menikmati damai sejahtera. Apa itu shalom, apa itu damai sejahtera? Mengapa setelah Kristus bangkit lalu Dia muncul di tengah-tengah murid yang sedang bersekutu berdoa? Dia mengatakan “Damai sejahtera bagimu”. Yesus di dalam Injil Yohanes juga mengatakan “damai sejahteraKu Kutinggalkan bagi kamu”, Dia akan naik ke surga tapi damai sejahteranya tinggal. “Dan damai sejahtera yang Kuberikan kepadamu lain dengan apa yang dunia ini tawarkan.” Damai sejahtera Tuhan bukan damai palsu. Dunia ini cuma bisa tawarkan 3 model hiburan tadi, yang pertama damai palsu, yang kedua kepura-puraan, yang ketiga adalah hiburan yang bersifat sensasi, sensasi yang menyenangkan sense, memuaskan hawa nafsu tapi membuat jiwa kosong. Berapa banyak orang yang merasa senang terhibur di sebuah night club, begitu pulang ke rumah kembali rasa kosong. Berapa banyak orang yang lupa kesulitan waktu dia sedang mabuk, tapi ketika dia kembali sadar, dia sadar hidupnya kosong dan tidak berarti. Saudara obat-obatan ataupun zat-zat kimia tertentu bisa membuat otak kita berpikir bahwa kita sedang damai, tapi itu bukan damai yang sejati. Karena lingkunganmu tidak damai, tidak ada pengharapan dan tidak ada realita. Kalau tidak ada pengharapan dan tidak ada realita, mustahil orang mengalami shalom, mengalami damai sejahtera. Mengapa orang diajar untuk selidiki ilmu sampai sedalam mungkin? Tujuannya cuma satu supaya dia berfungsi sebagai manusia yang menaklukan ciptaan demi damai sejahtera. Inilah yang Tuhan mau di dalam Kejadian pasal yang pertama. Tuhan menciptakan manusia, memerintahkannya beranak cucu penuhi bumi dan taklukan itu. Yang ditaklukan bukan bumi dihantam sampai kalah, yang ditaklukan adalah keadaan kacau. Kacau ditaklukan dengan damai sejahtera. Chaos ditaklukan dengan shalom. Maka inilah panggilan manusia, manusia tidak suka keadaan kacau, manusia yang masih baik tentunya akan punya kecenderungan memperbaiki kekacauan. Orang bodoh adalah orang yang membiarkan malas menang. Di dalam pengertian dari Plato ini namanya kita membiarkan epithumia menang. Epithumia itu hawa nafsu yang akan menguasai hal yang kita tahu baik. Plato pakai contoh ada kuda hitam, ada kuda putih. Kuda putih baik, mau yang baik-baik, mau yang teratur. Kuda hitam merusak semuanya demi kesenangan sementara. Lalu apa tugas rasio? Plato mengatakan rasio bertugas untuk mengendalikan diri supaya menunggangi kuda putih, jangan sampai diri naik kuda hitam. Mengapa jangan? Karena ini membuat kacau. Maka kita semua punya kecenderungan mau bereskan hal yang tidak beres. Tapi kemalasan bilang “Saya setuju keadaan mesti beres, keadaan mesti baik, tapi nanti saja bereskannya. Hari ini bersenang-senanglah”, hari ini bersenang-senang, besok kita pikir kesulitan. Bersenang-senang dahulu, bersulit-sulit kemudian, ini pepatah yang kurang beres. Jadi ini yang ditawarkan oleh epithumia, oleh kuda hitam itu. “Sudah senang-senang dulu, mengapa repot? Nanti kamu sudah repot bersih-bersih, kemudian mati, kan rugi belum sempat senang-senang”. Jiwa kita perlu dibiasakan untuk menginginkan yang baik, mengejar yang baik, mengejar yang teratur, mengejar yang mendatangkan harmoni. Itu sebabnya Saudara dan saya punya kecenderungan membangun budaya, budaya sebenarnya adalah buah dari usaha penaklukan alam dari manusia. Alam kalau di tidak ditaklukan sulit memberikan keadaan aman bagi manusia. Setelah dunia jatuh dalam dosa kita tahu bahwa alam seperti bekerja menghancurkan manusia. Kekacauan sepertinya lebih identik dengan alam yang mentah dari pada damai sejahtera. Jadi kita punya insting untuk cari shalom, cari damai sejahtera. Itu sebabnya Wolterstorff mengingatkan mengapa ada pendidikan tinggi? Supaya orang siap jadi berkat, mau kerjakan sesuatu untuk membuat hidup orang lain lebih baik. Mengapa studi teknik, mengapa studi kedokteran, mengapa studi politik, mengapa studi ekonomi, for shalom, supaya damai sejahtera Tuhan turun lewat manusia. Kalau begitu manusia harusnya punya sikap menjadi gambar Allah yang mendatangkan baik, hal baik yang diinginkan. Sehingga seperti di dalam Kitab Kejadian, Tuhan melihat ciptaanNya dan Tuhan berkomentar “Baik, apa yang terjadi sungguh amat baik”, ini yang Tuhan mau. Lalu kalau Saudara lihat dunia sudah jatuh dalam dosa dan Tuhan panggil Israel, Israel pun gagal menjadi umat lalu dibuang. Maka pengharapan dari nabi-nabi ini menjadi penghiburan yang besar bagi kita. Nabi nabi mengatakan “Tuhan berjanji akan pulih kan kamu”, pulihkan untuk jadi apa? Supaya kamu benar-benar jadi umat yang mendatangkan damai sejahtera. Tapi Kitab nabi-nabi, saya ambil contoh Nabi Yesaya, memberikan nubuat yang lebih besar daripada cuma sekedar janji. Yesaya memberikan deskripsi, ini yang unik. Meskipun penjelasan atau deskripsinya berbentuk simbolik, tapi Yesaya memberikan deskripsi itu. Misalnya dia memberikan deskripsi tidak ada orang bodoh di tengah-tengah kamu, semua adalah orang bijak. Tidak ada orang yang usianya muda sudah mati, semua akan lanjut usia. Tidak ada orang yang mati waktu masih bayi, tidak ada orang yang akan sakit dan mati di usia muda, semua akan sejahtera sampai tua. Ini tentunya merupakan ucapan simbolik, karena di dalam langit dan bumi yang baru tidak ada orang yang akan mati, semua orang tua tidak akan mati. Tapi yang Yesaya mau katakan adalah ada peningkatan dari kualitas umat yang sekarang. Pemulihan Israel bukan pemulihan kembali ke periode sebelum pembuangan. Tapi pemulihan yang bersifat progresif. Yeremia pun menyatakan hal yang sama “Kamu bukan cuma akan bebas dari tekanan, bebas dari belenggu, bebas dari serangan bangsa lain, kamu akan menjadi umat yang lebih baik”, bahkan jauh lebih baik karena di dalam Yeremia dikatakan kamu akan diberikan hati yang baru dan Tuhan akan tulis tauratnya kenalah Tuhan, cintailah sesama itu akan dituliskan di dalam loh hatimu. Tuhan akan berikan Firman yang tidak tertulis di Batu ini perjanjian yang sudah dilanggar oleh nenek moyang, Tuhan memberikan kepadamu hati yang baru, Tuhan tulis Tauratnya di hatimu dan tidak perlu ada orang mengatakan ‘Hei, kenallah Tuhan karena setiap orang besar atau kecil sudah kenal Tuhan. Inilah yang Yesus sebut ada Perjanjian Baru”, Mengapa ada Perjanjian Baru? Karena yang lama sudah gagal. Yang lama gagal karena perjanjiannya salah? Bukan, yang lama gagal karena umatNya salah, umatNya gagal, umatNya eror, umatNya tidak mampu penuhi perjanjian maka Tuhan murka. Tetapi umat yang baru ini akan jauh lebih baik karena anugerah Tuhan. Mereka akan mampu tunduk kepada Firman. Maka dari nubuat Yesaya akan ada damai sejahtera seperti laut penuhi pasir di dalam laut, sama seperti Tuhan berjanji akan penuhi bumi dengan kemuliaan-Nya, demikian umat Tuhan akan dipulihkan dan keadaannya akan menjadi jauh lebih baik dari umat yang sekarang, dari umat yang dibuang. Progres ini yang dijanjikan. Di dalam Yesaya, di dalam Yeremia, juga di dalam Yoel. Di dalam Kitab Yoel dikatakan yang penuh roh itu bukan cuma imam pemimpin atau orang-orang tokoh rohani, bukan cuma nabi-nabi, bukan cuma raja, tapi semua orang, tua atau muda, besar atau kecil, laki-laki atau perempuan, semua akan penuh dengan roh. Tuhan akan curahkan roh kepada mereka semua. Ini umat yang jauh lebih baik. Musa, waktu dia berdoa kepada Tuhan, “Tuhan saya tidak sanggup jadi pemimpin, Israel terlalu nakal, terlalu keras hatinya, tegar tengkuk, saya tidak bisa atur mereka. Tolong Tuhan angkat teman-teman untuk tolong, masa Israel cuma ada satu pemimpin tapi tidak ada bantuan? Tidak ada menteri, tolong angkat menteri-menteri, tolong angkat teman-teman untuk bantu saya memimpin”. Maka Tuhan mengatakan “baik, Aku akan angkat”. Lalu Tuhan ambil sebagian dari roh yang ada di Musa, lalu Tuhan berikan ke yang lain. Roh Kudus yang memimpin Musa, yang juga akan memimpin yang lain. Lalu beberapa mulai bernubuat, Saudara jangan salah mengerti nubuat, di dalam Efesus 5, penuh dengan roh itu diidentikan dengan kata-kata yang memuji Tuhan. Dan kata-kata yang menyegarkan sesama, itu namanya bahasa, sebenarnya itu namanya bahasa lidah. Bahasa lidah adalah ucapan yang memuliakan Tuhan dan memberkati sesama, Kalau Saudara punya bahasa yang lain yang orang tidak mengerti, mesti ada yang terjemahkan, kata Paulus. Mengapa mesti pakai penerjemahan? Karena tidak ada gunanya kamu bagi yang lain yang tidak mengerti bahasa itu. Jadi berhenti pakai bahasa seperti itu. Mengapa Paulus menganggap ini problem besar di Korintus? Karena Korintus kota besar yang banyak orang dari berbagai negara kumpul di situ, sehingga gerejanya adalah gereja yang multi nation, dari mana-mana ada dan bahasanya beragam. Kalau ada orang satu gereja bahasa beragam, itu repot. Bayangkan kalau Korintus terdiri dari beberapa bahasa lalu orang yang berpendidikan, yang berbahasa Yunani menganggap kemampuan Bahasa Yunani adalan tanda intelek tinggi. Yang mampu Bahasa Aramaik, bahasa Israel waktu itu menganggap Injil dan Kekristenan datang dari Israel, maka bahasa asli adalah Bahasa Aramaik. Maka yang rohani menganggap bahasa Aramaik lebih penting, yang intelektual menganggap Bahasa Yunani lebih penting. Dan Bahasa Yunani pun ada banyak sekali dialek. Kalau Saudara pelajari sejarah, dialek Yunani itu banyak, kemudian dibedakan dengan zaman, zaman di dalam zaman klasik bahasanya lain dengan zaman di dalam zaman Yunani hellenis, ini membuat bahasa jadi rumit sekali. Lalu orang yang punya kemampuan Bahasa Arkaik, bahasa Yunani yang lebih klasik itu memamerkan kemampuan berbahasanya, lalu orang Yunani lain di dalam dialek sehari-hari kurang mengerti, “Saya kurang mengerti, bahasamu terlalu tinggi”, lalu orang yang bahasa tinggi mengatakan“Itu masalahmu. Mengapa kamu tidak terdidik?” Tapi Paulus mengatakan kalau ada orang berbahasa sesuatu yang orang lain tidak mengerti, dia tidak lebih dekat dengan Tuhan karena bahasa itu sebab dia tidak jadi berkat, jadi kamu mesti mampu mengatakan kata-kata yang memberkati orang lain. Maka ketika Paulus kaitkan penuh dengan Roh, dia langsung kaitkan itu juga dengan kemampuan memuji Tuhan dan mengatakan hal-hal yang menjadi berkat karena dipahami juga oleh orang lain lain. Ini yang dilakukan Roh ketika hadir dan memenuhi seseorang. Maka ketika Musa mengatakan “Tuhan angkat yang lain juga”, lalu yang lain itu diberikan Roh oleh Tuhan, mereka langsung bernubuat. Mereka mampu berkotbah, memimpin orang dengan semangat yang baik dan dengan kata-kata yang membakar semangat orang lain. Sehingga Yosua menjadi sedikit panik, “Tuan Musa, kalau ada pemimpin yang berkarisma muncul, nanti kamu tidak jadi pemimpin tunggal. Nanti Israel pecah, nanti ada yang lebih suka orang lain dibandingkan engkau”. Tapi jawaban Musa begitu mengharukan, Musa mengatakan “Saya tidak peduli, andai lebih banyak lagi, bahkan andai semua orang penuh Roh, sehingga saya tidak diperlukan lagi”, ini mentalitas pemimpin yang baik. “Saya jadi pemimpin selama diperlukan, andai kamu sudah dewasa, sudah baik, tidak perlu saya, saya lebih bahagia”, Musa ini bukan orang gila kuasa. Maka dia mengatakan “andai Roh Kudus penuhi setiap orang, maka saya akan senang, karena berarti saya tidak diperlukan lagi”, orang sudah pintar semua. Jadi Musa menginginkan semua orang penuh Roh. Ini baru dilanjutkan oleh nubuat Yoel. Yoel mengatakan akan ada saat Tuhan mencurahkan RohNya sehingga semua orang besar-kecil, tua-muda, budak ataupun orang merdeka, semua akan bernubuat. Dan di dalam Kisah Rasul pasal yang kedua, Petrus mengatakan semua yang diinginkan Musa dan semua yang dinubuatkan Yoel terjadi pada hari Pentakosta. Roh Kudus turun dan semua orang percaya mampu berkata-kata di dalam bahasa lidah, ini yang dimaksudkan. Jadi ketika orang penuh dengan Roh, dia mampu membahasakan kalimat-kalimat dari Tuhan yang menyemangati orang, yang membuat orang merasa dapat berkat, yang penuh dengan kelimpahan. Itulah yang Musa inginkan dan itulah yang dia harapkan terjadi. Berarti yang diinginkan Musa dan yang dinubuatkan Yoel akan terjadi pada umat nanti, umat yang jauh lebih baik dari Israel. Dimana umat itu? Kisah Rasul mengatakan umat itu adalah gereja. Jadi dalam pandangan Paulus, gereja adalah versi lebih baik dari Israel. Yang membuat kita jadi jauh lebih baik itu Kristus dan Roh Kudus, bukan kita. Jadi kita tidak bisa mengatakan kita lebih hebat dari orang Israel. Yang dimaksudkan lebih baik adalah karena Roh Allah yang menyatukan dengan Kristus ada pada kita, sehingga kita mesti belajar menjadi versi yang lebih baik dari Israel. Maka di dalam khotbah di bukit, Yesus mengatakan “Kamu sudah mendengar perkataan dari zaman dulu”, itu yang dimaksud dengan firman, perkataan dulu bahwa kalau kamu hidup bersama, cintai sesamamu, bencilah musuhmu”. Mengapa mesti benci musuh? Karena Tuhan memerintahkan kita untuk mencintai sesama, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, ini berarti kamu cari orang yang mirip kamu lalu cintai dia, itu arti perintahnya, kalau Saudara baca susunan kata dari Matius 22, Saudara akan melihat bahasa asli lebih ke arah “Cintailah sesamamu yang sama dengan kamu”. Jadi tidak mengatakan “cintailah orang lain seperti kamu mencintai diri”, bukan. Yang dikatakan adalah “Cintai orang lain yang mirip kamu”. Cintai orang lain yang mirip saya, berarti yang beda dengan saya tidak perlu dicintai? Ini yang dipahami oleh orang Israel. Berarti cari orang yang mirip saya dan cintai dia, lalu yang beda dari saya musuhi dia, karena kita tidak nyambung. “Kamu dan saya tidak nyambung, kita tidak bisa cocok satu sama lain”, ini yang di maksudkan di dalam urutan atau di dalam tata dari bahasa Yunani dan juga di dalam bahasa Ibrani. “Kalau begitu Tuhan ingin kita untuk cintai yang mirip kita? Kalau begitu wajar kalau kita benci musuh?” Tapi di dalam Imamat 19: 18 dikatakan “Janganlah kamu menaruh dendam kepada sesamamu, tapi kasihilah sesamamu manusia yang kamu anggap sama dengan dirimu”. Tapi ada penutup “Akulah Tuhan”, ini penting untuk dipahami.

Etika Mengasihi

Mari kita sama-sama membaca Roma 12: 9-13. “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura, jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa. Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan”. Setelah Paulus memberitakan tentang anugerah pelayanan atau karunia pelayanan yang dikaruniakan oleh Roh Kudus, maka di ayat-ayat yang kita baca hari ini sampai ayat yang ke-13, itu ada gabungan nasehat-nasehat pendek. Nasehatnya adalah nasehat yang sebenarnya sangat akrab dengan dunia Yunani pada abad pertama karena orang-orang Yunani sangat senang untuk mencari tahu bagaimana orang seharusnya hidup. Kalau kita lihat di dalam ayat yang ke 9-12 itu ada kata-kata yang saling memperlengkapi, ini ciri khas nasehat dari orang Yunani. Jadi ada satu istilah yang sudah dimengerti tapi tambah istilah lain untuk membuat kita mengerti bagaimana istilah yang pertama itu bisa dijalankan atau dimengerti. Saya ambil contoh di dalam ayat yang ke-9 dikatakan “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura, jauhilah yang jahat dan lakukan yang baik”, ada dua nasehat di sini. Yang pertama adalah dalam kasih ada ketidak pura-puraan, ini yang diperintahkan, kasih dan tidak pura-pura. Ada agape dan ada anypokritos, ada dua kata yang saling melengkapi. Kasih itu tidak pura-pura. Jadi Saudara bisa melihat ada istilah yang umum di dalam dunia etika ditambahkan dengan aplikatif. Dan nasehatnya juga sangat irit, karena cuma pakai 1 kata juga, jadi 1 kata dilanjutkan dengan 1 kata. Ini menarik sekali kalau kita mengerti cara menasehati dengan cara seperti ini, karena istilah-istilah penting ini digabungkan sehingga kita mempunyai gambaran yang indah sekali tentang bagaimana etika itu seharusnya dijalankan. Kita tahu di dalam sejarah pemikiran manusia aspek etika adalah aspek penting, dari awal orang-orang yang memberikan sumbangsih terhadap pemikiran dunia misalnya Socrates, kemudian Plato dan Aristoteles misalnya, mereka sangat concern, sangat ingin mengajarkan tentang bagaimana manusia seharusnya hidup. Ada pertanyaan yang sangat penting tentang etika, misalnya yang ditanyakan oleh Socrates di dalam tulisan Plato, apakah etika itu perintah dari dewa atau sebenarnya etika pun memerintah dewa untuk taat? Jadi kebaikan itu kebaikan karena dewa perintahkan atau ada prinsip baik yang dewa pun harus tunduk? Ini menjadi pertanyaan yang membuat Plato berpikir, di dalam tokoh tulisan Plato adalah Socrates. Apakah para dewa itu mutlak? Harusnya tidak menurut dia. Harusnya ada prinsip yang lebih tinggi yang juga mengikat para dewa. Ini pikiran Socrates atau Plato, kita campurkan Socrates dan Plato, Socrates versi Plato karena Socrates tidak menulis apapun. Apakah para dewa itu dikuasai oleh prinsip yang lebih tinggi dari mereka? Harusnya iya, karena kalau tidak kita akan menyembah dewa dan berharap dewa-dewa itu menjadi sumber prinsip padahal itu tidak mungkin menurut Socrates. Mengapa tidak mungkin? Karena banyak hal yang para dewa ini tidak memiliki secara utuh. Misalnya dewa cinta mungkin tidak mempunyai bijaksana berperang, dewa hikmat mungkin tidak memiliki kemungkinan memberikan kesuburan dan lain-lain. Mereka tidak mungkin menjadi prinsip yang secara otoritatif mengatur semua. Mereka tidak mungkin menjadi prinsip paling tinggi. Kalau begitu prinsip paling tinggi inilah yang harus kita cari, bukan cuma sekadar menyembah dewa-dewa. Saudara bisa pahami mengapa Socrates dituduh sebagai ateis, karena dia menekankan pentingnya mencari yang lebih utama ketimbang para dewa. Ada hal yang lebih prinsipil yang mengatur segala sesuatu sehingga dewa pun ikut tunduk kepadanya. Plato dan Socrates ini sangat berpengaruh sehingga di dalam abad pertengahan, para teolog Kristen berusaha pikir baik-baik apakah kalau pertanyaan Socrates diterapkan pada Allah kita, pertanyaan itu masih valid atau tidak? Apakah kebaikan itu menjadi baik karena Allah perintahkan atau Allah pun sebenarnya dipayungi oleh prinsip universal yang Allah tidak bisa lepas darinya? Mana yang benar? Di dalam pikiran abad pertengahan akhirnya ditemukan istilah yang disebut dengan simplicity of God, Allah itu tidak terdiri dari bagian. Allah adalah Allah yang di dalam diriNya segala sesuatu ada. Jadi kalau ditanya apakah kebaikan itu ada di luar Allah? Prinsip tertinggi itu mengatur Allah? Jawabannya tidak, kebaikan itu ada di dalam diri Allah. Allah itu adalah baik, Allah itu adalah kasih, Allah itu adalah adil. Sehingga Allah dan prinsip itu menyatu. Di dalam Kekristenan diajarkan bahwa prinsip utama ada di dalam Allah, Allah-lah yang menjadi prinsip utama itu. Ini solusi dari abad pertengahan untuk pertanyaan dari Socrates yaitu simplicity of God, Allah tidak terdiri atas bagian sehingga Allah itu sendirilah yang menjadi prinsip utama yang mengatur segala sesuatu.

Kalau begitu ketika berbicara tentang prinsip hidup atau etika, apakah orang Kristen akan beda dari dunia ini, apakah etika setelah kenal Tuhan akan beda 180°, apakah akan beda total dari orang yang tidak kenal Tuhan, apa bedanya? Bisakah orang yang tidak kenal Tuhan seperti orang Kristen kenal Tuhan, punya etika yang sama juga? Apakah pencarian etika di dalam dunia lain yang bukan Kristen atau yang bukan Yahudi yang bukan menyembah Tuhan, apakah itu dibuang sama sekali? Saudara, tulisan-tulisan Paulus membuktikan bahwa Paulus tidak membuang ajaran etika dari dunianya. Da tidak membuang misalnya dari ajaran stoisisme, meskipun tentu dia bukan pengajar stoic, dia mengkritik ilah-ilah Yunani ketika dia berkotbah di Athena, sesuai catatan di Kisah Rasul 17. Tetapi dia tidak membuang semua prinsip etika yang ditemukan di dalam dunia Yunani. Namun Kekristenan mengarahkan etika yang sudah dipahami di dalam dunia lain, dunia sekuler, dunia di luar Kekristenan di-treat atau diperlakukan sebagai bagian dari prinsip mengenal Tuhan. Jadi ini bagian dari mengenal Tuhan, bukan sebuah pemikiran yang bentur dengan Kekristenan atau juga bukan sebuah pemikiran dan Kekristenan harus tunduk kepadanya. Ini cara Paulus untuk membicarakan tentang etika. Misalnya di dalam Filipi, dia membagikan prinsip-prinsip etika yang sangat dikenal oleh orang-orang Yunani, tetapi menambahkan dengan mengatakan “Lihatlah apa yang ada padaku dan teladanilah itu seperti aku juga sudah meneladani Kristus”. Tambahan kecil di belakang, ini mengubah segala sesuatu. Di dalam etika Yunani, orang tidak mengatakan “Lihat saya dan contoh saya, karena saya melihat orang lain dan mencontoh dia”. Paulus melihat Kristus dan mencontoh Kristus. Maka orang-orang di Filipi melihat Paulus dan mencontoh Paulus. Ini tidak ada di dalam dunia Yunani, karena di dalam dunia Yunani tidak ada orang khusus yang menjadi patokan beretika, yang kepadanya kita mesti pelajari dan teladani. Maka kekurangan figur inilah menjadi problem di dalam dunia Yunani, orang bisa berbicara tentang segala macam hal yang baik tetapi dia sendiri tidak identik dengan yang baik itu. Socrates pengajar yang sangat baik, tetapi di dalam akhir hidupnya pun dia mengakui dia akan pergi kepada dunia ideal dan dia sendiri tidak menjadi perwakilan dari dunia ideal itu. Dia bukan contoh, dia hanyalah sekadar orang yang bertanya, kalau dalam pendapat dia “Saya cuma orang bodoh yang bertanya, saya cuma minta orang lain menjawab dan kalau jawabannya kurang memuaskan, saya tanya balik, itu tugas saya”. Jadi Socrates tidak mengklaim dirinya sebagai contoh. Plato mengatakan Socrates adalah orang paling baik yang pernah dia kenal atau bahkan yang mungkin akan dikenal oleh siapapun, tetapi tetap Socrates bukan tokoh ideal karena di dalam pikiran Plato pun ketika Plato mendirikan Akademia, dia membuat Socrates menjadi tokoh yang waktu berdebat tidak bisa jawab, ini ada di dalam karya Simposium. Di dalam karya Simposium, Socrates kehilangan cara untuk menjawab tentang tema dikai atau keadilan, ini tema yang sulit dipahami keadilan dan cinta kasih. Jadi Socrates yang tadinya jadi tokoh yang sangat sentral di dalam pikiran Plato, ternyata juga adalah orang yang kebingungan waktu diminta menjawab hal-hal yang sangat besar. Plato adalah seorang yang sangat punya konsep berpikir kuat sekali, banyak tradisi dari dunia etika di Barat berhutang banyak sekali kepada dia. Dia pikir segala sesuatu dengan detail, dengan teliti sekali tentang adil. Apa itu adil? Apakah ketika engkau memperlakukan orang lain dengan sama itu adil? Ini sesuatu yang membingungkan untuk dijawab. Jadi dia membagikan kepada dunia, problem-problem di dalam dunia etika yang perlu dijawab. Dan banyak orang menemukan pikiran dia sepertinya mengunci pembahasan. Sepertinya orang mau membahas apapun, Plato sudah pernah pertanyakan sebelumnya. Makanya ada perkataan yang terkenal dari seorang filsuf abad 20 bahwa sejarah etika dan filsafat barat itu cuma footnote kepada Plato. Di dalam lukisan dari seorang bernama Jacques-Louis David, dia lukis tentang Plato yang sedang duduk, kemudian di belakangnya itu ada lukisan kematian Socrates. Ini kita tidak sadar Plato itu yang duduk, kita lihat ada lukisan Socrates sedang menunjuk sambil memegang cawan, siap untuk mati, karena dia dijatuhi hukuman mati, minum racun dan mati. Lalu murid-muridnya menangis di samping dia, murid-muridnya sedih sekali. Di situ ditunjukkan berdasarkan dialog di dalam karya terakhir dari Plato yaitu tentang kematian, ini dimasukkan di dalam satu dialog pendek yang mengisahkan tentang kematian Socrates, The Death of Socrates. Di situ murid-murid semua kumpul, ada yang tutup mata sambil menangis tidak tega melihat guru yang tercinta harus mati dengan cara ini. Lalu ada orang-orang yang sangat sedih duduk di kaki, dekat kaki Socrates. Kemudian orang lihat dialog dari bukunya Plato, lalu lihat lukisan itu, mereka heran karena di dalam dialog dipaparkan nama-nama orang yang hadir dan di dalam lukisan ini ada orang-orang yang mirip dengan yang di dalam dialog tapi kurang satu. Waktu mereka selidiki, kurang orang namanya Plato. Lalu di mana Plato? Socrates mau mati apakah Plato tidak ada? Ternyata lukisan itu menggambarkan Plato sudah tua, duduk dekat Socrates. Jadi kita lihat dalam lukisan itu ada Socrates yang siap minum racun sambil menunjuk ke atas, lalu di kaki tempat tidurnya ada orang tua seumur dengan Socrates, sedang duduk merenung. Semua bingung ini siapa, tidak ada dalam dialog dari Plato. Baru mereka sadar orang tua yang duduk dekat kaki Socrates itu Plato, dilukiskan dalam lukisan itu. Mengapa Plato menjadi seumur dengan Socrates? Baru kita sadar ini lukisan adalah imajinasinya Plato. Ini lukisan tentang Plato yang sedang duduk, sudah tua lalu dia ingat “Dulu guruku mati”, inilah yang dilukiskan. Ini cara lukisan untuk menggambarkan sebuah peristiwa. Jadi seluruh peristiwa kematian Socrates ada di dalam pikirannya Plato. Ini mau menggambarkan kegalauan kematian Socrates, dia bertanya banyak hal. Gurunya yaitu Socrates, mengatakan kematian tidak harus ditakuti, tapi mengapa dampak dari kematian Socrates seperti menghabiskan pengharapan untuk manusia bisa hidup? Apakah benar ada pengharapan yang indah di luar sana setelah kematian? Ini pertanyaan-pertanyaan yang terus dipertanyakan baik oleh Plato maupun oleh seluruh manusia. Kematian Socrates menjadi pergumulan besar dalam diri Plato, sehingga dia memikirkan ulang tentang apa yang dimaksud dengan baik, apa yang dimaksud dengan hidup, apa gunanya berjuang di tengah dunia yang katanya cuma ilusi yang tidak bagus dari dunia ideal yang lebih bagus. Ini pertanyaan-pertanyaan yang dia bagikan dan akhirnya konteks yang dibagikan oleh Plato tentang bagaimana beretika demi mengenal yang ideal, dimentahkan atau diganti oleh filsafat Kristen atau oleh pemikiran dari teologi Kristen. Karena Kekristenan mengingatkan semua tindakan etis adalah tindakan menyembah Tuhan, mentaati hukum Tuhan dan meneladani Kristus, ini 3 hal yang tidak mungkin ada di dalam pikiran dunia ini. Di dalam dunia Yunani tidak ada alasan beretika untuk menyembah, “Menyembah siapa?” Dunia Yunani kekurangan figur untuk disembah, sehingga etika dan penyembahan tidak bisa dengan harmonis bersatu. Lalu di dalam Kekristenan, etika berarti mentaati hukum Tuhan, hal kedua. Di dalam dunia Yunani tidak ada hukum yang diturunkan dari Tuhan, semua adalah pikiran manusia berusaha mencari kebenaran dan kebaikan. Tetapi di dalam Kekristenan tidak begitu, tindakan etika yang benar adalah ketaatan kepada Taurat atau kepada firman Tuhan. Lalu yang ketiga tindakan etika yang benar adalah usaha menyerupai Kristus, karena aku milik Kristus maka aku berusaha mirip Dia. Karena aku ditebus oleh Kristus maka aku berusaha menjadi seperti Dia di dalam tindakan. Tiga hal ini menjadi prinsip etika yang sangat penting bagi dunia, yang perlu dipelajari oleh dunia. Saudara kalau mau memberitakan Injil, Saudara bisa masuk dengan banyak sekali cara, karena terlalu banyak hal di dalam pikiran dari Kitab Suci yang melampaui apapun yang dunia bisa pikirkan. Misalnya ketika kita berdialog dengan dengan orang lain, kita mengatakan etika yang baik adalah bentuk ekspresi worship, “Aku menyembah Tuhan dan aku menunjukkannya di dalam perlakuanku kepada sesama”. Yang kedua “Aku berlaku baik adalah karena Tuhan perintahkan. Aku ingin damai, aku ingin menikmati hidup di dalam komunitas yang baik, karena itu aku menjalankan hukum Tuhan. Yang ketiga, “Aku bertindak baik karena Dia Kristus, figur yang menjadi Juruselamatku yang kepadaNnya aku ingin menjadi satu. Saya ingin mirip Kristus maka saya disebut Kristen. Saya berusaha mirip Dia, maka saya teladani Dia”. Ini tiga hal yang tidak ada di dalam dunia Yunani, di dalam dunia Timur, dunia Barat di manapun. Maka ketika Paulus memberikan ajaran etis, dia tidak hindari bahasa-bahasa etika dari sekelilingnya, meskipun itu bukan Kristen. Karena dia tahu sebelum penjelasan etika ini diberikan, dia sudah lebih dulu memberikan penjelasan tentang 3 hal tadi, tentang ibadah kepada Tuhan, tentang hukum Tuhan dan tentang siapa Kristus. Kalau tiga ini sudah dimengerti, Saudara justru mempunyai bijaksana untuk melihat keindahan dari pikiran dunia, tidak perlu takut. Kadang-kadang orang Kristen menjadi begitu antithetical, berlawanan dengan prinsip dunia. “Kalau dunia punya prinsip pasti salah, hanya Kristen yang benar”, akhirnya sifat antitesis ini sifat bentur seperti membuat orang Kristen menjadi begitu paranoid, begitu ketakutan dengan berita apapun dari dunia ini. Saya tidak bilang bahwa dunia ini semuanya baik adanya, tentu tidak. Banyak hal yang kacau, banyak hal yang rusak, banyak hal yang tidak benar dari dunia ini, tetapi Saudara bisa menyadari kekacauan dan ketidakbenarannya justru karena Saudara sudah kenal tiga hal tadi menyembah Tuhan, perintah Tuhan dan Kristus. Saudara perlu punya kepekaan melihat mana yang menghancurkan diri dan mana yang bisa diadopsi menjadi bagian dari pikiran Kristen. Karena memang pikiran itu dari Tuhan adanya, segala yang baik adalah dari Tuhan..

Doa dalam Iman

Mari kita membaca Matius 21: 18-22, kita akan berbicara tentang doa di dalam iman di dalam konteks Matius 21: 18-22 ini tentunya. Saya akan bacakan bagi kita Matius 21: 18-22, “pada pagi-pagi hari dalam perjalanannya kembali ke kota Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. KataNya kepada pohon itu engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya. Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. Melihat kejadian itu tercenganglah murid-muridNya lalu berkata bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering? Yesus menjawab mereka, Aku berkata kepadamu sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu. Tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut, hal itu akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”. Saudara, di dalam bagian pasal 21 kalau kita lihat adalah bagian yang harusnya memiliki aspek perayaan, tetapi yang justru segera berubah menjadi aspek penghakiman. Karena di dalam pengharapan semua orang, kalau Mesias akan masuk Yerusalem, tentu Kerajaan Allah akan segera tiba. Kerajaan Allah akan datang dan pemulihan bagi seluruh Israel dimulai dari Yerusalem. Jadi ketika Sang Mesias duduk di tahta, ketika itu harapan orang Israel tergenapi. Tetapi di dalam Matius 21 kita melihat awal yang begitu baik, Yesus masuk ke Yerusalem dan semua orang menyerukan “Hosana bagi Anak Daud”. Semua mengagumi Mesias ini, meskipun ada kontroversi apakah Dia Mesias atau bukan, tetapi pengikut-pengikutNya merayakan masuknya Yesus ke Yerusalem. Ini adalah triumphant entry, masuknya Yesus ke Yerusalem disertai dengan sorak-sorak dari rakyat. Tapi segera setelah itu Yesus Kristus mulai menyatakan kalimat penghakiman. Kalau kita lihat di dalam pasal 21, yang Kristus lakukan ketika Dia masuk Yerusalem, Dia ada di Bait Suci, Dia justru membuat kontroversi dengan mengusir pedagang-pedagang yang menempati tempat untuk orang asing beribadah. Jadi Kristus menyucikan Bait Suci dan setelah itu kontroversi berlanjut. Yesus tidak berdiam di Yerusalem, Dia pergi keluar, di dalam ayat yang ke-17 dikatakan mereka pergi ke Betania dan bermalam di situ, untuk kemudian setiap siang masuk kembali ke Yerusalem dan melayani di situ. Jadi Yesus bahkan tidak berdiam di Yerusalem, Dia menolak untuk tinggal di Yerusalem. Ada penghakiman besar yang diberikan untuk Yerusalem. Di dalam pandangan orang-orang Yahudi pada abad pertama, Yerusalem dan Yudea itu tempat yang lebih rohani dari pada tempat-tempat yang sudah banyak disekulerkan oleh Yunani, sekuler kita pakai bahasa modern. Dijadikan seperti kebudayaan Yunani, itu di utara. Tempat-tempat di Utara dianggap tempat-tempat yang kurang mempertahankan tradisi menyembah Tuhan. Tetapi di Selatan dianggap sebagai tempat yang masih pertahankan itu, terutama kota Yerusalem. Sehingga ketika Yesus menyatakan penghakiman dan penghakiman itu justru dimulai dari Yerusalem, ini jadi sesuatu yang kontroversial. Kalau Saudara membaca Matius dengan tepat, Saudara akan menemukan banyak sekali pengajaran-pengajaran kontroversial dari Injil ini. Ini adalah Injil yang kalau kita baca membuat kita tidak nyaman, siapapun kita. Apakah status kita adalah orang-orang yang memberontak kepada Kerajaan Romawi atau status kita adalah orang yang lebih sekuler atau lebih dipengaruhi oleh budaya dunia dari pada terlalu rohani, semua akan kena tegur, semua akan merasa perkataan Yesus menegur dan juga menghantam dirinya. Orang yang merasa diri sudah saleh ditegur oleh kitab ini, orang yang merasa diri sudah nyaman di dalam keadaan tidak terlalu saleh juga akan ditegur. Demikian juga di dalam versi kedatangan Kristus ke Yerusalem oleh Matius, begitu banyak kontroversi yang disoroti dan juga begitu banyak hal-hal yang menjadi perdebatan antara Kristus dengan orang-orang Yahudi, terutama pemimpin-pemimpin agama. Yang menjadikan kitab ini seolah membahas tentang kedatangan Yesus, Raja orang Yahudi, yang seperti menghancurkan orang-orang yang mengharapkan Dia hadir. Jadi ada kontroversi yang besar yang terjadi. Dan itu juga yang kita bisa lihat di dalam ayat yang ke-18 sampai 22. Di dalam ayat 18 sampai 22 ada kalimat-kalimat yang sangat kontroversial jika kita pahami berdasarkan konteks dari zaman itu. Seringkali kita membaca ayat 18-22, lalu soroti ayat 22, kemudian mengatakan kalau kita doa dengan penuh kepercayaan, kita akan terima apapun yang kita doakan dengan yakin kita akan terima, pokoknya kita mesti yakin. Tapi kita tidak dapat pesannya karena kita mengabaikan seluruh argumen yang dibagikan oleh Matius. Kitab Suci kita indah kalau kita tidak cuma soroti satu ayat. Kalau Saudara mengatakan “ini ada ayat yang bagus”, itu seringkali akan merusak pesannya. Harusnya Saudara belajar mengatakan “ini ada konteks yang bagus” atau “ini ada perikop yang bagus” itu masih oke. Demikian juga di dalam pembacaan Matius 21, kita seringkali berfokus kepada ayat 22, pokoknya kalau kamu yakin minta, nanti akan diberikan. Lalu ayat 21 itu kita pahami sebagai kemampuan untuk mengerjakan hal yang supranatural. Coba kita baca ayat 21 “Aku berkata kepadamu sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang” percaya dan tidak bimbang, tidak boleh ragu, pokoknya yakin, yakinlah seyakin-yakinnya. “Kamu bukan saja dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara ini, tapi kamu juga bisa lemparkan gunung ke laut”. Saya mau tanya, apa gunanya melemparkan gunung ke laut? Kira-kira itu berguna? Apakah ada di antara Saudara ingin supaya gunung terlempar ke laut? Lalu Saudara mengatakan “saya ingin gunung-gunung terlempar ke laut, tapi saya kurang iman. Andaikan saya punya iman yang lebih, saya bisa lemparkan gunung ke laut”, kira-kira apa gunanya lempar gunung ke laut? Kita bahkan tidak tahu apa arti pengertian ini. Kalimat yang sangat mengganggu yaitu melempar gunung ke laut yang kita tidak pernah pikirkan dengan tuntas. Bagian ini tentu harus dikaitkan dengan konteks penghakiman, karena kalau Saudara baca di dalam bagian-bagian selanjutnya pasal 21, pasal 22 yang ditekankan adalah perdebatan dengan orang Yahudi dan pernyataan penghakiman. Nanti ini akan dipuncakkan dengan pasal 23 yang mengatakan “celakalah”, ini Yesus mengatakan “celakalah orang-orang Farisi dan orang-orang Ahli Taurat”. Jadi ini berita tentang penghakiman. Berarti gunung tercampakkan ke laut berkait dengan penghakiman. Dan kita bisa memahami ini di dalam konteks Perjanjian Lama, ada hal-hal yang berkait dengan penghakiman.

Namun dalam khotbah kali ini saya ingin menambahkan satu aspek, aspek yang saya pikir sangat penting untuk kita menyongsong tahun yang baru yaitu aspek menghadapi kekacauan dengan iman. Ini yang sebenarnya mau ditunjukkan di dalam Matius 21, ada tema kekacauan. Sekarang kita lihat di dalam ayat yang ke-19, Yesus menemukan pohon ara, Dia tidak menemukan buah dan Dia mengatakan “engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya”, lalu pohon ara itu menjadi kering. Atau kalau di dalam versi Markus dikatakan Yesus tidak menemukan buah, lalu Dia mengatakan “kamu tidak akan pernah berbuah lagi”, lalu murid-murid pulang kemudian besoknya mereka datang dan ternyata pohon itu sudah kering. Jadi Matius mempersingkat waktu, keringnya itu adalah ketika mereka datang kedua kali ke tempat itu. Tapi di dalam ayat 19, Yesus membuat pohon ara menjadi kering, ini sesuatu yang sangat aneh. Nuansanya begini, kalau kita lihat di dalam tema-tema yang lama misalnya ketika Saudara melihat kisah Yusuf, Saudara tentu tahu bahwa Yusuf ini berurusan dengan memelihara kehidupan bangsa yang besar itu Israel, Mesir dan juga tentu Israel. Jadi dia dipercayakan oleh Tuhan sebuah tugas yang dia tidak tahu dari awal. Bahwa tugas dia menjadi manusia atau menjadi umat Tuhan, menjadi bagian dari umat Tuhan adalah untuk pelihara umat dengan bijaksana dia. Memelihara supaya tetap ada makanan, tidak lapar umat Tuhannya dan juga tidak mati sehingga punah, ini tugas yang dipercayakan kepada Yusuf. Yusuf tidak tahu tentang tugas ini, dia cuma tahu di depan dia ada apa dan dia berusaha untuk melakukan apa yang benar. Di depan dia ada saudara-saudaranya yang iri hati dan dia tetap bertindak untuk menjadi seorang pengawas yang memberitahukan apa yang terjadi pada pada papanya, tentang apa yang dilakukan oleh anak-anak dari papanya. Jadi dia melakukan apa yang dia tahu harus dilakukan. Kemudian di dalam peristiwa yang berikut dia dijadikan budak, kemudian dia melayani di sebuah rumah, dia lakukan lagi apa yang dia tahu harusnya dia lakukan. Lalu ada peristiwa dengan istri dari Potifar, kemudian dia dimasukkan ke dalam penjara, Saudara sudah tahu kisah ini. Lalu di dalam penjara dia jadi kesayangan juga karena dia bekerja dengan baik. Penjara zaman dulu adalah penjara yang ada 2 tipe, yang pertama adalah tempat dimana orang dipaksa bekerja, kedua adalah tempat dimana orang tidak ada harapan, akan dibuang selama-lamanya. Yusuf mengerjakan apa yang dia tahu tanpa tahu apa sebenarnya panggilan Tuhan bagi dia. Biasanya kita mau cari tahu “Tuhan apa panggilanMu bagi saya, baru saya melangkah”. Tapi kisah Yusuf menegur kita dengan dengan satu fakta bahwa Tuhan mau kita untuk bertindak dengan tepat di dalam apa pun yang Tuhan percayakan. Jadi kita tidak tanya “Tuhan, Engkau panggil saya jadi apa?”, Tuhan akan katakan “kadang Aku beri tahu, kadang tidak, pokoknya lakukan apa yang benar saat ini”. Jadi Yusuf melakukan apa yang dia pikir harus dia lakukan, dan Tuhan beranugerah besar sekali kepada dia. Dia diberikan kemampuan menafsir mimpi, ini merupakan pencapaian yang levelnya itu akademik tinggi di dalam konteks kuno. Ini bukan bukan sesuatu yang berbenturan dengan sains di dalam pengertian orang dulu. Orang bisa menafsir mimpi adalah orang pintar. Tuhan memberikan anugerah kepada Yusuf, dia mampu menafsirkan mimpi dari Firaun. Lalu bukan cuma dia mampu menafsir mimpi, dia mengatur. Dia atur supaya segala sesuatu di dalam negeri Mesir berjalan baik demi adanya sebuah kelangsungan hidup. Jadi mereka yang tinggal di Mesir bisa memperoleh makanan karena bijaksana dia. Jadi Tuhan pamerkan ada 7 tahun kelimpahan lalu Tuhan menyatakan ada 7 tahun kekeringan. Kekeringan yang sangat dahsyat, sehingga kalau kamu tidak jaga waktu limpah, kamu akan dihantam habis. Banyak orang tidak mengerti ini, waktu limpah pikir akan selalu limpah, keadaan tidak berubah, uang akan selalu bagus. Tidak bisa, kita mesti pikir bagaimana keuangan yang kita miliki menjadi sesuatu yang bernilai kekal. Ini sebenarnya prinsip yang penting di dalam dunia keuangan, bagaimana nilai saya tetap bertahan. Itu sebabnya kalau kita menyelidiki tentang keuangan, nilai, kekayaan, harta, ekonomi ini berkait dengan bijaksana surgawi, yaitu kita tukar apa yang kita miliki dengan apa yang bernilai kekal. Dan problemnya adalah kita seringkali mempunyai pikiran yang bodoh sehingga kita menafsir yang kekal sebagai sesuatu yang tidak penting. Lalu yang sementara kita tafsirkan sebagai sesuatu yang bernilai kekal. Banyak orang habiskan uangnya untuk sesuatu yang tidak ada gunanya. Setelah uangnya habis diganti dengan barang atau apapun yang bisa dinikmati, habis itu selesai. Tidak ada penambahan di dalam kualitas hidup ataupun juga di dalam memberkati orang, ataupun di dalam nilai kekayaan, ini kebodohan di dalam mengelola keuangan. Yusuf punya bijaksana dan Alkitab mengatakan bijaksana itu merupakan bijaksana yang diberikan oleh Roh. Makanya Firaun mengatakan “adakah orang seperti dia? Di seluruh negeri ini apakah ada yang seperti Yusuf, yang penuh dengan Roh yang berbijaksana, penuh dengan roh hikmat, penuh dengan roh para dewa. Roh seringkali diidentikkan dengan berlaku bijak. Ini sesuatu yang beda dari zaman sekarang, banyak orang di dalam zaman ini mengaitkan roh dengan ketiadaan pikiran, semakin aneh seseorang, dia penuh dengan roh. Makin ucapan tidak dimengerti “ini bahasa roh”. Semakin bicara hal yang tidak ada kaitan dengan rasio, tidak ada kaitan dengan pengetahuan, ini dianggap roh. Ini sesuatu yang sudah sangat menyeleweng, karena di dalam pengertian awal, di dalam pengertian dari dunia Perjanjian Lama, roh berkait dengan hikmat. Siapa yang penuh roh, dia pintar. Siapa yang penuh roh, dia tahu pengetahuan. Siapa yang penuh roh, dia punya keputusan hidup yang bijaksana sekali. Maka ketika Firaun mengatakan “orang ini penuh dengan roh para dewa”, konsep orang kuno baik orang Mesir maupun umat Tuhan sama, bahwa kalau ada roh dewa masuk orang ini jadi bijak. Apalagi kalau ini Roh Allah, Allah yang sejati, bukan dewa, tentu Yusuf jauh lebih bijaksana dari banyak orang. Maka Tuhan bukakan kepada dia sebuah strategi kumpulkan waktu limpah dan bagikan sedikit-sedikit waktu sulit. Ini menjadi pengertian ekonomi standar, sangat mendasar yang dipraktekkan di dalam keadaan krisis oleh Yusuf. Tapi sebelum keadaan krisis datang, keadaannya baik dulu. Maka karena Yusuf penuh dengan bijaksana dari roh, dia atur semua kelimpahan harus dijaga. Maka Saudara di dalam dunia Perjanjian Lama selalu dikenal ada dua kekuatan. Kekuatan yang bersifat kacau-balau, ini ada diperkenalkan di dalam Kejadian pasal 1. Tuhan menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong, kacau-balau dan kosong, ini kekacauan. Jadi orang kuno melihat alam sebagai panggung dari perebutan kacau-balau dan keteraturan. Kalau yang menang kacau-balau maka terjadilah kekeringan, terjadilah bencana, terjadi ombak, terjadilah gelombang, terjadilah halilintar, terjadilah bencana dari angin topan atau apapun, ini merupakan kuasa kekacauan. Tapi kuasa kekacauan dilawan oleh kuasa keteraturan, kuasa keteraturan bertarung dan kalau kuasa keteraturan menang, maka manusia bisa hidup. Tapi kalau kuasa kekacauan menang, maka manusia mati. Konsep ini sangat dipercaya oleh orang kuno, bahkan sampai sekarang, bahwa dunia ini panggung pertarungan kuasa jahat dan kuasa baik, kuasa kacau-balau dan teratur. Orang Mesir percaya bahwa tanah mereka adalah hasil persekutuan dari 2 ilah, yang pertama namanya Nut dan Geb. Mereka saling berpelukan, mereka menyatakan kuasa keteraturan, kuasa kelimpahan di tempat mereka saling peluk yaitu Mesir. Jadi Mesir ada di bawah 2 ilah. Nut dan Geb, 2 ilah penyebab kebaikan menurut mereka, yang bertarung di kuasa pinggir Mesir, Mesir dikelilingi oleh padang gurung, sebagian padang gurun, sebagian laut. Maka mereka percaya dewa yang saling bersekutu ini adalah dewa baik, merekalah penyebab Mesir bisa subur, Mesir bisa baik, Mesir bisa penuh makanan. Karena dengan kekuatan mereka menyingkirkan padang gurun. Dewa padang gurun mau masuk, mereka dengan kekuatan bersekutu singkirkan. Jadi orang Mesir percaya dewa-dewa mereka pun ada kompaknya, saling mengasihi, saling bersekutu. Tapi tentunya ini lain dengan konsep kasih dari Kristen. Mereka berjuang supaya Tanah Mesir dikecualikan dari kekacauan. Sekeliling mereka penuh padang gurun, tapi ketika kuasa kacau balau mau masuk ke dalam, 2 ilah ini bersekutu lalu menyingkirkan semua yang kacau sehingga orang Mesir bisa hidup dengan baik. Kalau Saudara lihat tulah yang Tuhan berikan kepada Mesir, beberapa tulah ini menyindir kekuatan dari Nut dan Geb, dari 2 ilah Mesir ini. Karena ketika Tuhan memberikan hujan es dan jua ada api menyambar, kekuatan ini dianggap kekuatan yang menembus kekuatan dari Nut dan Geb. Kemudian ketika belalang masuk, lalu belalang memakan seluruh hasil panen dari orang Mesir, sehingga waktu mereka lihat seluruh ladang jadi kering yang tadinya penuh dengan tanaman yang subur, sekarang ganti dataran kering mirip padang gurun di luar Mesir. Mereka langsung takut, “ini adalah kuasa jahat menembus Nut dan Geb, ini kuasa kekacauan yang menembus. Tapi Musa mengatakan “ini bukan kuasa kekacauan, ini tangan Allahku yang sedang menghancurkan Mesir”. Orang dulu percaya kalau ada kekuatan baik, manusia bisa aman. Kalau ada kekuatan jahat, manusia akan mati. Maka ketika Alkitab memakai bahasa kacau balau di dalam Kejadian, orang langsung pikir berarti sama Kitab Suci dan juga pengertian dari orang-orang kuno mirip, ada kuasa kacau-balau, ada kuasa keteraturan, dua-duanya bertarung.

Mengharapkan Allah

Kita akan membaca pesan natal dari Injil Yohanes, mari kita membaca Yohanes 1: 8-15, demikian Firman Tuhan “dia bukan terang itu tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya tetapi dunia tidak mengenalNya. Ia datang kepada milik kepunyaanNya tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak menerimaNya. Tetapi semua orang yang menerimaNya diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah yaitu mereka yang percaya dalam namaNya. Orang-orang yang diperanakan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki melainkan dari Allah. Firman itu telah menjadi manusia dan diam diantara kita dan kita telah melihat kemuliaan-Nya yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran Yohanes memberi kesaksian tentang Dia dan berseru katanya: inilah Dia yang aku maksudkan ketika aku berkata kemudian daripada aku akan datang Dia yang telah mendahului aku. Sebab Dia telah ada sebelum aku”.  Di dalam Injil Yohanes ada pemaknaan yang melampaui peristiwa di bumi. Yohanes memberikan background kalau mau dikatakan, atau penjelasan lebih tepatnya, tentang apa yang sudah menjadi tradisi yang umum dari kitab Injil sinoptik. Beberapa orang penafsir Yohanes melihat Yohanes sebagai kitab yang memberikan penjelasan kepada apa yang mungkin tidak bisa ditampilkan dengan mudah dari kisah Injil. Ada beberapa hal yang kitab Injil sinoptik yaitu Matius dan Lukas terutama, tentu Markus juga, memberikan penjelasan tapi belum begitu detail tentang apa yang yang terjadi pada peristiwa itu. Ini bukan berarti Matius, Markus, Lukas kurang akurat atau kurang teliti, tapi mereka memberikan tekanan yang berbeda. Namun ketika Matius, Markus, Lukas memberikan tekanan kepada satu hal, ada hal lain yang belum terjelaskan. Dan ini di beberapa bagian dijelaskan oleh Yohanes. Hal yang paling jelas adalah ketika Yesus masuk Yerusalem, kemudian semua orang mengelu-elukan Dia, semua orang berteriak “Hosana bagi Anak Daud”, kita mungkin berpikir di dalam Injil sinoptik hanya dikatakan Yesus datang dan semua orang menyambut Dia. Tapi Injil Yohanes memberikan satu tambahan keterangan yaitu sebelum Yesus masuk Yerusalem, Dia membangkitkan Lazarus yang sudah mati 4 hari. Dan inilah yang memberikan kehebohan di seluruh Yerusalem. Demikian juga tentang peristiwa kelahiran, tentu Yohanes tidak bermaksud untuk mengoreksi tulisan yang sudah ada dari Matius dan Lukas tentang peristiwa kelahiran Yesus, tetapi dia memberikan tambahan penjelasan. Bukan berarti Matius dan Lukas kurang sempurna, Matius dan Lukas sempurna di dalam poin yang mereka mau tekankan, tetapi ada satu hal yang Yohanes mau berikan sebagai latar belakang. Karena sangat mungkin Saudara membaca kisah kelahiran dan beranggapan bahwa inilah permulaan dari kehidupan sang Firman. Tetapi Yohanes mengingatkan sebelum Dia datang ke dalam dunia, Dia sudah ada. Ini berarti di dalam gereja mula-mula ada kemungkinan doktrin menyimpang, bukan pengajar yang menyimpang. Rasul-rasul dan para penulis Kitab Suci memberikan penjelasan yang dari Tuhan, tetapi tangkapan orang, tafsiran orang sangat mungkin menyimpang. Dan sangat mungkin tafsiran itu membawa kepada pengertian bahwa Kristus adalah yang dilahirkan dan memiliki permulaan ketika Dia dikandung dan dilahirkan. Ini akan menjadikan pengertian tentang Kristus salah, karena kalau kita tidak tahu bahwa Dia adalah Sang Firman yang berinkarnasi, kalau Dia adalah Pribadi kedua dari Tritunggal yang datang ke dalam dunia, maka kita akan gagal mengenal poin Natal, kita gagal mengenal makna Natal.

Natal bukan cuma kelahiran Sang Juruselamat, Natal juga adalah kedatangan Sang Juruselamat. Datang berarti Dia bukan berasal dari tempat di mana Dia berada ketika Dia lahir, Dia berasal dari tempat yang lain yang kita tidak bisa akses. Inilah yang mau ditekankan oleh Injil Yohanes, Yohanes membahasakan dengan cara yang sangat unik, kalau orang tidak mempunyai iman mereka akan melihat seolah-olah Yohanes dan Matius dan Lukas seperti berbeda. Matius, Markus dan Lukas seperti mempresentasikan Kristus yang adalah Nabi, yang adalah Pengajar, yang adalah pembuat mujizat, yang adalah tokoh penting tetapi sepertinya, saya katakan sepertinya ini yang mereka tafsir bukan kita tafsir, sepertinya Dia adalah manusia yang lebih tinggi dari yang lain, bukan Allah yang merendahkan diri. Karena sepertinya tidak ada pernyataan eksplisit dari Matius ataupun Lukas bahwa Yesus Kristus adalah Allah. Orang-orang lain mungkin akan mempertanyakan hal itu, apakah benar Yesus adalah Allah? Siapa yang mengatakan Yesus adalah Allah? Di mana ada kalimat yang secara eksplisit menyatakan Yesus adalah Allah di dalam Injil Matius dan Lukas? Memang di Yohanes ada, tapi mungkin Yohanes kitab yang melawan Injil Matius dan Lukas sehingga sepertinya kita mesti pilih. Kamu kalau pilih sinoptik, Matius dan Lukas, kamu akan tolak Yohanes. Kalau kamu pilih Yohanes kamu akan tolak Matius dan Lukas, ini sepertinya yang terjadi. Tetapi Saudara dan saya mesti sadar akan beberapa hal bahwa mengatakan Yesus adalah Allah merupakan hal yang tidak ada gunanya. Karena kita perlu diberitahu Allah yang sejati itu apa, siapa lebih tepatnya. Di dalam konteks abad pertama, sebenarnya di konteks kita juga, orang masih salah mengerti tentang siapa Allah. Sehingga mengatakan Yesus adalah Allah tidak akan menolong, karena ilah yang mereka percayai itu yang akan dikaitkan dengan Yesus. Saudara percaya dewa-dewa model apa, maka Yesus akan menjadi salah satu dewa. Mengatakan Yesus adalah Allah di dalam bahasa Yunani pakai kata Theos, ini tidak punya makna yang terlalu besar karena banyak orang akan punya konsepsi yang salah tentang Allah. Mereka percaya Allah itu banyak, dewa-dewa yang mereka percaya itu salah satu yang dipilih, dan Yesus itu cuma salah satunya. Kita lihat tradisi dari agama manapun di dalam tradisi penyembahan dewa-dewa, kita melihat banyak sekali kisah dimana manusia didewakan atau menjadi ilah. Sehingga mengatakan Yesus adalah Allah itu tidak ada poinnya. Namun baik Matius maupun Lukas juga Markus memberikan begitu banyak kisah, narasi-narasi pendek di mana sebagian diantaranya adalah menyatakan keilahian Yesus. Kalau Saudara baca bagian-bagian seperti setan sujud lalu minta untuk tidak dihakimi, Kristus jalan di atas air, ketika Yesus mengklaim otoritas yang sama dengan otoritas Allah di dalam Kitab Taurat, ketika Yesus meminta, bahkan menuntut pengikutnya unutk mempunyai kesetiaan kepada Dia dengan sama besar dengan Tuhan di Perjanjian Lama menuntut pengikutNya setia kepada Dia. Ini membuktikan Yesus adalah Allah di dalam pikiran para penulis Injil sinoptik. Mereka tidak punya konsep yang rendah tentang keilahian Yesus. Maka kalau kita tidak mengerti tradisi Yahudi di Perjanjian Lama dan bagaimana mereka memahami Allah, kita akan luput membaca dari Matius dan Lukas bagian-bagian yang menekankan keilahian Yesus. Itu sebabnya kalau Saudara mau kalimat langsung “Yesus adalah Allah”, Saudara tidak akan temukan di Matius dan Lukas, karena itu tidak berguna bagi pembaca mula-mula. Banyak raja, kaisar mengklaim dirinya adalah Alalh atau Anak Allah. Sehingga mengatakan Yesus adalah Allah bukan sesuatu yang penting kecuali Yesus adalah Allah di dalam pengertian orang Yahudi. Karena Allah di dalam Perjanjian Lama beda dengan ilah manapun.

Allah di dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang sejati, satu-satunya Allah yang sejati. Ini yang diusahakan untuk dijelaskan oleh Matius dan Lukas, mereka menjelaskan di dalam contoh-contoh kisah yang memberikan gambaran bahwa Yesus adalah Allah. Bagian-bagian seperti Yesus berjalan di atas air ini bagian yang banyak muncul di dalam Mazmur. Pertama, Allah di dalam Kejadian menenangkan lautan, lalu di dalam Mazmur Allah menginjak lautan dan menginjak Leviathan. Itu jelas jadi gambaran tentang Tuhannya orang Israel. Maka ketika Kristus dikisahkan dengan cara demikian, penulisnya ingin memparalelkan, membuat sejajar Yesus yang mereka kenal dengan Allah di Perjanjian Lama. Tetapi pembaca mula-mula yang tadinya banyak orang Yahudi, sekarang memberitakan Injil ke banyak orang. Banyak orang yang tidak punya tradisi Yahudi mulai percaya Yesus. Lalu dari orang yang tidak punya tradisi Yahudi menyebarkan lagi Injil kepada orang lain yang makin jauh dari tradisi Yahudi, tentang siapa Yesus. Akhirnya mulai ada pengertian yang kurang lengkap, ketika mereka membaca dari Injil mereka tidak melihat pengertian Yesus adalah Allah di dalam pengertian cara orang Yahudi atau di dalam cara Perjanjian Lama. Sehingga terutama di dalam Asia Minor di Turki, pengertian tentang Kristus yang adalah Ilahi itu tidak menjadi tekanan yang besar kalau ditemukan di dalam Injil. Itu sebabnya Tuhan membangkitkan Yohanes karena waktu Injil dibaca oleh orang-orang Asia Minor yang bukan Yahudi, mereka tidak lihat hal-hal yang menjadi simbol Ilahi di dalam kitab itu. Tapi Yohanes adalah seorang yang melayani di Asia Minor di Turki dan Tuhan bangkitkan dia di dalam usia yang sudah tua, dia menulis Injil bukan untuk koreksi Injil sebelumnya, tapi untuk memberikan konteks kepada orang-orang Asia Minor supaya ada jembatan antara pikiran mereka dengan tradisi Yahudi. Tapi Yohanes bukan cuma menulis untuk orang Asia Minor non-Yahudi, dia juga adalah pemimpin yang sangat penting di dalam tradisi yang disebut Johannine tradition, tradisi yang banyak dipengaruhi oleh Yohanes Pembaptis, ini orang-orang Yahudi. Jadi Yohanes sekali menulis, dia mau jangka orang non-Yahudi dan orang Yahudi di Asia Minor. Bagaimana caranya? Caranya adalah Injil Yohanes ini. Di dalam Injil Yohanes Saudara akan melihat penjelasan yang sangat cocok dengan orang-orang yang berpola pikir Helenis, Yunani. Saudara membaca Yohanes, Saudara melihat gambaran yang sangat cocok juga untuk orang-orang Yahudi. Ini adalah kitab yang sangat paradoks, di satu sisi sangat bersifat Yunani, disisi lain sangat bersifat Yahudi. Mirip dengan Kristus yang diberitakan, di satu sisi adalah Ilahi, di sisi lain adalah manusia. Itu sebabnya waktu Saudara baca Injil ini Saudara akan menemukan ada hal yang sifatnya seperti pecah, di satu sisi sangat Yahudi, di sisi lain mengapa pakai bahasa seperti Logos. Ini sesuatu yang membuat orang ingat tradisi dari pikiran Yunani. Maka Yohanes ingin memberikan konteks kepada orang-orang non-Yahudi dan juga penjelasan kepada orang-orang Yahudi bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia. Allah yang datang menjadi manusia.

Apa Artinya Menurut Takaran Iman?

Roma 12: 3-8, “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku. Aku berkata kepada setiap orang di antara kamu, janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang yang patut kamu pikirkan atau lebih akurat. Janganlah kamu memikirkan dirimu tinggi lebih patut dari apa yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa. Sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama. Demikian juga kita, walaupun banyak adalah satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jikalau karunia untuk melayani baiklah kita melayani. Jika karunia untuk mengajar baiklah kita mengajar. Jika karunia untuk menasehati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas. Siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin. Siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”. Saudara kita berfokus kepada karunia dalam pelayanan di dalam gereja Tuhan. Dan awal dari tema ini, Paulus menekankan, jangan anggap dirimu tinggi, ini ada kaitan dengan tuntutan Paulus setelah itu bahwa orang Kristen adalah hamba satu dengan yang lain. Jadi kita memposisikan diri sebagai pelayan sebenarnya. Pelayan yang melayani, bukan sebagai orang penting yang diberikan kesempatan untuk mengatur atau memimpin. Maka ketika kita menjadi orang Kristen, kita diajak oleh Tuhan untuk menjadi hamba bagi yang lain. Menjadi pelayan bagi yang lain tentu ada tujuan bukan cuma sekadar aktivitas untuk melayani. Setiap kegiatan yang Tuhan perintahkan orang Kristen lakukan selalu punya tujuan yang besar, yang sesuai dengan kerajaan Tuhan, yang Tuhan mau menyatakan di bumi ini. Jadi sebenarnya jika kita melayani Tuhan, tapi kita tidak tahu arahnya mau kemana, kita seperti melakukan kesibukan dan aktivitas yang banyak, tetapi kita tidak menjadi berlimpah dengan kesadaran bahwa yang kita kerjakan sebenarnya bagian dari pekerjaan besar yang Tuhan mau lakukan. Maka di dalam Kitab Suci ditekankan apa yang Tuhan kerjakan melalui membangkitkan Israel dan apa yang Tuhan kerjakan melalui membangkitkan Kristus, ini yang kita sebagai orang Kristen sedang lakukan. Kita berbagian di dalam pekerjaanNya Tuhan, bukan pekerjaan kita. Dan yang Tuhan kerjakan, Tuhan nyatakan dengan jelas di dalam Kitab Suci, maka semua kegiatan kecil yang kita kerjakan, aktivitas kecil apapun itu harus kita kaitkan atau harus didorong oleh kesadaran bahwa Tuhan melakukan pekerjaan besar, membawa pekerjaanNya di bumi ini. Apa yang dikerjakan Kristus atau apa yang dikerjakan para rasul di dalam Kitab Kisah Rasul dan apa yang dikerjakan orang-orang Kristen setelahnya, harus sesuai atau harus masuk ke dalam pekerjaan Tuhan yang Tuhan nyatakan di dalam Kitab Suci. Itulah sebabnya Saudara dan saya perlu belajar untuk melihat apa yang Tuhan kerjakan, aspek-aspek apa yang penting untuk kita kerjakan di dalam konteks kita. Setiap pelayanan itu intinya apa. Waktu kita memberitakan injil, sebenarnya kita sedang melakukan apa, waktu kita melayani satu dengan lain sebenarnya kita sedang melakukan apa, waktu kita melayani di dalam kebaktian sebenarnya kita sedang lakukan apa. Semua ini harus ada kejelasan. Itu sebabnya di dalam Roma 12, Tuhan memimpin kita di dalam pengertian yang tepat melalui ajaran Paulus supaya kita belajar mempunyai beberapa hal sebelum masuk ke dalam pelayanan. Yang pertama yang sangat jelas adalah kamu mempunyai kesadaran sebagai hamba. Saya adalah hamba, saya adalah orang yang ingin melayani, ingin menjadi berkat bagi orang lain. Ini perspektif harus ada, karena kalau tidak, kita akan ada di dalam gereja dan di dalam masyarakat sebagai orang yang menuntut. “Saya ingin tahu apa yang bisa dilakukan untuk saya”. Orang menuntut ketika ada di dalam gereja misalnya, “saya ingin tahu apa yang harus dilakukan untuk saya, apakah gereja sudah lakukan untuk saya?”, itu tuntutan yang absurd, yang tidak tepat. Orang harus menuntut gereja, tidak boleh tidak. Gereja harus dituntut untuk berfungsi benar, tapi gereja itu adalah tubuh Kristus, dia adalah pengantin Kristus. Apakah yang gereja lakukan menyukakan Kristus atau tidak, itu isu yang lebih penting dari pada mengatakan, “apakah yang gereja lakukan memuaskan saya atau tidak. Apakah saya merasa sudah cukup dilayani”. Bukankah engkau dipanggil untuk melayani? Tuhan Yesus ada di dalam dunia dan Dia mengatakan di dalam Matius “Aku datang, Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani”, Dia memberikan pelayanan, bukan menuntut pelayanan kepada diriNya. Hal yang seringkali dilakukan orang Kristen adalah tidak puas terhadap pelayanan gereja terhadap dirinya, bukan kepada Kristus. Memang kita harus tuntut gereja, kita mengkritik diri kita dan juga gereja lain dengan menekankan apa yang Tuhan kehendaki dari gerejaNya. Engkau adalah pengantin Kristus, cintailah Kristus. Engkau adalah pelayan Kristus yang membawa firman Tuhan ke dalam dunia, maka nyatakanlah firman, jangan tipu orang dengan kalimat-kalimat yang sepertinya bagus tapi melawan firman. Jangan hancurkan bangunan iman yang dikerjakan di dalam sejarah oleh ajaran yang ngawur. Jadi kita menuntut gereja, tapi bukan menuntut di dalam cara yang tidak tepat, yaitu menjadikan diri kita tinggi, kemudian yang lain menjadi pelayan yang memberikan pelayanan kepada kita. Kita bukan subjek yang dilayani. Kita adalah hamba yang melayani. Kita bukan orang yang tuntut “apakah saya sudah terima pelayanan atau belum?”, tapi kita adalah orang yang tuntut diri “saya cuma hamba, mari Tuhan izinkan saya bekerja bagiMu. Izinkan saya melayani orang lain”. Ini harus ada, kalau tidak, sebenarnya kita belum Kristen. Karena di dalam ayat yang kita baca, Paulus menekankan “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku”,  Paulus tidak merasa diri sebagai orang penting yang harus dilayani, dia pelayan. Tapi dia tahu dia punya anugerah dari Tuhan untuk mengajar dengan otoritas rasuli. Maka dia mengatakan “jangan anggap dirimu tinggi. Jangan pikir dirimu sebagai orang yang menerima pelayanan, tapi pikir dirimu sebagai orang yang harus melayani”. Sudah melayani? Sudah jadi berkat bagi orang lain? Di dalam kehidupan bergereja, sudahkah engkau mempunyai jiwa melayani satu dengan lain? Kadang-kadang gereja menjadi tempat seperti les teologi, datang untuk dengar khotbah, dapat pengertian lalu menghilang. Apapun yang dikerjakan gereja, orang tidak tahu. Apa yang dikerjakan gereja hanya sebagian yang tahu dan terlibat. Yang lain tidak peduli “aku kan yang dilayani bukan yang melayani. Aku tidak mau repot, mengapa mesti repot, ini bukan urusanku. Sudah ada pendeta, sudah ada majelis, biar mereka yang urus”, ini sifat yang tidak benar. Sifat hamba adalah sifat yang sangat penting di dalam Kitab Suci, karena Kitab Suci memperkenalkan sifat hamba yang beda dari dunia. Dunia memperkenalkan hamba yang pasif, sedangkan Kekristenan memperkenalkan hamba yang aktif. Yesus Kristus memperhamba diriNya, Dia bukan hamba karena terpaksa. Dia tidak datang dan mengatakan “Aku tidak mampu jadi yang lain, mau jadi gubernur tidak bisa, mau jadi raja tidak bisa, mau jadi pemimpin tidak bisa. Aku jadi pembantu saja, terima order lalu jalankan”, bukan. Yesus Kristus sengaja menjadikan diriNya hamba bukan karena terpaksa. Maka Dia adalah hamba yang juga Raja. Gambar Allah di dalam Alkitab identik dengan Raja, tapi mulai dari Kitab Yesaya diperkenalkan tentang raja yang juga hambah. Ini ekstrim tinggi dan rendah, raja yang juga hamba. Dan Paulus memperkenalkan di dalam surat Roma “kamu adalah anak, anak Allah. Kamu juga adalah hamba”, ini juga ekstrim yang tinggi. Alkitab selalu mengajarkan kita untuk berpikir secara paradoks, bukan berpikir secara golden means.Kita tidak menekankan tengah, “kamu tinggi atau rendah?”, “tengah-tengah. Saya tidak tingg-tinggi amat, tidak rendah-rendah amat, saya tengah-tengah”, bukan. Alkitab mengatakan kamu ekstrim tinggi sekaligus ekstrim rendah. Kamu punya status sangat penting anak Allah, mengapa bisa dapat status ini? Karena Kristus. Jadi posisi kita sangat tinggi sekaligus sangat rendah. Cara berpikir seperti ini yang sulit orang tangkap, karena kita maunya ada middle ways, ada golden means, ada jalan tengah. Yesus itu Allah atau manusia? “Di tengah-tengah, tidak manusia-manusia amat. Tapi tidak juga Allah-allah amat”, itu bidat. Yesus itu Allah sepenuhnya, tapi juga manusia sepenuhnya, ekstrim. Dia adalah Allah dan Dia adalah manusia. Allah itu Tritunggal, 3 atau 1? Ekstrim 3, 3 pribadi. Ekstrim satu, satu substansi jadi bukan tengah-tengah perpaduan 3 dan satu. Dia benar benar 3 dan benar-benar 1. Tiga dalam apa? dalam persen, dalam pribadi. Satu dalam apa? dalam esensi, dalam substansi. Yesus punya dwi natur apa saja? Dia Allah sejati, ekstrim. Dia juga manusia sejati sama dengan kita. Ini yang membuat kita menyadari bahwa Alkitab mengajar kepada kita cara berpikir yang tidak akan pernah disamai oleh cara berpikir dunia. Dunia dan cara berpikir normal tidak mungkin bisa menyamai cara berpikir yang dilatih ada pada kita di dalam Kitab Suci. Ini bukan cara berpikir kontra, tahu dari mana cara berpikir kita bukan nyeleneh dan aneh? Yang kita bisa ketahui bahwa cara berpikir Kristen tidak aneh, tidak nyeleneh, tidak menjadi unik secara aneh, karena kita tahu bahwa setiap kali dunia memikirkan tema tertentu, tema Kristen bisa mengoreksinya. Tema Kristen bisa menjadi perspektif lain yang indah. Perspektif lain yang menantang orang berpikir dengan cara yang beda. Ini yang Kekristenan di dalam tradisi filsafat selalu tawarkan. Bagaimana dunia berpikir, sekarang bagaimana Kristen berpikir. Orang sering mengagumi kemampuan Plato dan Aristotle mempengaruhi dunia? Bahkan ada filsuf Amerika di abad 20 mengatakan seluruh sejarah filsafat barat hanyalah footnotes dari Plato. Plato mengatakan apa ini footnotes. Tapi banyak penyelidik, orang-orang seperti John Zizioulas misalnya, dan para teolog dan juga para pemikir Kristen, mulai melihat pentingnya pemikiran bapa-bapa gereja. Mereka bukan Platonis, cuma sekadar ikut Plato, mereka me-reinterpretasi Plato dengan cara yang tidak mungkin bisa dipahami oleh Platonis. Mereka punya cara berpikir Kristen yang interaksi dengan cara berpikir Plato dan menawarkan aspek yang beda. Misalnya di dalam merumuskan penjelasan tentang Tritunggal, ternyata membawa cara baru untuk memahami substansi. Tidak sama dengan Plato, beda. Mengoreksi apa yang Plato pikirkan. Kalau Saudara pelajari tema-tema ini, Saudara akan kagum Kekristenan tidak seperti yang banyak orang pikirkan. Banyak orang pikirkan orang Kristen itu cuma orang beriman yang tidak bisa mikir, karena pemikiran anti iman. “Pokoknya kalau kamu beriman, jangan mikir. Kalau kamu berpikir, kurang iman. Makin beriman, makin tidak mikir”, ini pun membuat kita mikir, benar apa tidak? Jadi ketika Saudara ditantang oleh orang Kristen yang salah, mengatakan “orang Kristen tidak perlu mikir beriman saja kepada Tuhan”. Tidak perlu tahu strategi, tidak perlu tahu perkembangan dunia, beriman kepada Tuhan, itu Kristen yang memburukkan nama tradisi Kristen. Itu Kekristenan yang salah. Maka di dalam Kekristenan yang asli, yang benar, selalu ada tantangan kepada budaya sekitar, budaya kontemporer. “Kamu berpikir cara begini ya? Saya tawarkan cara yang baru. Cara berpikir dunia Yunani tidak pernah bisa kaitkan antara pribadi dengan esensi. Esensi adalah yang sifatnya tidak bersifat pribadi, tapi Kekristenan menawarkan prinsip yang beda. Bahwa esensi pun tidak mungkin lepas dari konteks, dari komunitas dan dari pribadi. Hal ini membuat kita sadar bahwa Alkitab adalah firman Allah yang punya pemikiran yang akan koreksi pemikiran dunia. Itu sebabnya siapa mempelajari Kitab Suci dengan setia sambil pelajari pikiran dunia, dia akan mendapat berkat yang besar. Siapa yang pelajari pikiran Alkitab tanpa tahu apa yang orang pikirkan di dalam dunia, dia akan sangat-sangat gagal menghargai indahnya Kekristenan. Maka siapa yang mau belajar, belajar Kitab Suci baik-baik, tapi juga belajar pengetahuan yang kamu miliki dengan setia sambil kritik, dengan rendah hati dan kriti,k sambil serius sambil lihat bagaimana teologi Kristen menawarkan berkat, menawarkan masukan, menawarkan perspektif kepada pikiran dunia. Di dalam Universitas Heidelberg di Jerman, ada sekelompok orang ahli biblika, ahli Perjanjian Baru, lalu ada juga dari Princeton ahli Perjanjian Lama, kemudian ada ahli sistematika teologi, mereka berkumpul, lalu mereka juga undang John Polkinghorn, seorang ahli sistematik dari Inggris, dari Cambridge kalau saya tidak salah. Mereka berkumpul lalu mengatakan “mari membuat seminar, keliling ke mana-mana”. Seminarnya adalah menawarkan perspektif teologi Kristen bagi ilmu, ilmu apapun itu, filsafat, ekonomi dan lain lain. Maka mereka cari ahli di dalam tiap bidang yang juga mengerti teologi dengan dalam. Dan ternyata ketemu orang-orang yang punya cara pikir sama, ini semua tradisi Protestan, orang Reformed. Maka mereka keliling berikan seminar, sayangnya seminarnya diadakan kebanyakan dalam bahasa Jerman dan Inggris. Jadi waktu presentasi bahasa Jerman, saya tidak mengerti mereka ngomong apa. Lalu yang tafsirkan, yang berikan presentasi bahasa Inggris ini masih bisa diikuti, Tapi untungnya publikasi mereka itu ada versi Inggris. Saudara bisa cek apa yang dilakukan oleh orang-orang seperti Michael Welkerr dan John Polkinghorn, mereka edit buku. Buku ini biasanya adalah hasil dari bahan seminar mereka. Ada tema ekonomi, ada tema ekologi, ada tema natural science, dan ada tema filsafat, 4 ini sudah keluar. Maka kita lihat bahwa perspektif Kristen tidak aneh, perspektif Kristen memberikan masukan kepada cara berpikir umum. Demikian juga cara berpikir yang biasanya tengah. Jadi kalau ada 2 ekstrim, kita ambil jalan tengah. Tapi Kekristenan menawarkan bagaimana dengan pikiran paradoks? Dua-dua adalah sama-sama benar. Jadi kamu adalah tuan atau hamba? “Saya adalah anak Allah”, “anak Allah itu tinggi”, “iya, tapi saya juga hamba satu dengan lain”. “Berarti kamu rendah”, “rendah”, “kamu tinggi atau rendah?”, “dua-duanya”, “di tengah-tengah?, “tidak, saya tinggi dan rendah, saya mulia tapi juga rela memperhamba diri. Mengapa begitu, kamu tiru siapa? Saya meniru Kristus, Kristuslah contoh, Dialah Anak Allah, Dia bahkan adalah Allah sejati. Dia mencipta segala sesuatu, tapi Dia masuk ke dalam ciptaan, Dia merendahkan diri, Dia menjadi hamba. Kalau Dia rela menjadi hamba, berarti bukan natureNya memang hamba, tidak. Ada pilihan, lalu Dia jalankan kehidupan sebagai hamba dan berpuas di situ, tidak. Dia adalah Anak Allah dan Dia adalah hamba. Kita sulit mengalami hidup seperti ini karena biasanya kita akan berpikir “kalau tinggi ya tinggi, kalau rendah ya rendah. Yang tidak mau rendah, tunjukkan kamu tinggi. Yang tidak bisa tinggi, terima diri rendah”. Makanya ada jiwa memamerkan apapun yang kita miliki untuk menunjukkan level kita. Kalau gagal ya sudahlah, belajar terima diri bahwa saya cuma orang rendah. Ini sesuatu yang dikritik oleh Kekristenan. Kekristenan mengatakan, bagaimana kalau kita melihat dari Kitab Suci, apa yang diajarkan Kitab Suci, manusia itu mulia sekaligus manusia itu hina, manusia itu tinggi sekaligus rela memperhamba diri. IIni kerelaan yang tidak ada di dalam skema pikir dunia ini. Kamu jadi hamba karena terpaksa, kamu jadi tuan ya sudah nikmatilah ketuananmu. Kalau kamu bisa punya pegawai, kamu bisa punya orang yang kamu kuasai, berarti kamu orang tinggi.Tapi Saudara, kehidupan gereja mengajarkan yang lain, di dalam gereja ada saling melayani. Maka ketika Saudara melihat misalnya, apa yang dikerjakan orang untuk melayani di dalam kebaktian? Ada penyambut, penyambut yang menyambut orang. Apakah orang harus disambut? Iya perlu, untuk menyatakan keramahan. “Jadi yang menyambut itu hamba?”, “iya, dia pelayan, melayani yang lain”. Ada usher yang tunjukkan jalan supaya orang bisa duduk di tempat yang tepat. Tapi yang melayani, di Minggu  depan menjadi yang dilayani, karena ada jadwal yang berubah. Lalu yang melayani sekarang jadi yang dilayani, Minggu depan lagi dia jadi yang melayani lagi. Jadi kalau begitu standar ukuran hierarkinya bagaimana? Siapa orang penting, siapa yang tidak? Tidak ada yang penting. Tapi semua juga penting. Jadi penting atau tidak penting? Penting sekaligus tidak penting, tinggi sekaligus hamba. Bagaimana dengan pelayan mimbar? Pelayan mimbar tinggi kan? Mimbarnya memang lebih tinggi supaya saya bisa dilihat sama orang yang lebih belakang. Tapi pelayan mimbar, pelayan firman adalah pelayan. Dia memperbudak diri untuk bisa jadi berkat, dia harus hamba yang rela habiskan segala hal yang dia harus kerjakan untuk fokus ke dalam kepekaan memberitakan firman, dia tidak boleh menikmati apa yang bertentangan dengan tugas dia melayani memberitakan firman. Dan dia akan punya kerendahan hati di hadapan Tuhan dan di hadapan jemaat untuk menjadi berkat bagi yang lain. Sifat ini hanya ada pada Kekristenan di dalam diri Kristus. Kristus adalah Allah yang mulia dan Dia juga adalah hamba yang rendah. Surat Filipi menyatakan bahwa Dia adalah yang paling tinggi, tapi meskipun Dia adalah dalam rupa Allah, kata yang dipakai itu morphe oleh Paulus, dan ini pun kata yang mengoreksi atau mengkritik konsep morve di dalam filsafat Aristoteles. Saudara kalau suka baca filsafat Yunani, harap bisa temukan juga tulisan-tulisan yang menunjukkan keunggulan tema Alkitab dari pada filsafat Yunani. Kalau tidak kita terus berpikir Alkitab adalah versi awam dari Yunani. Ini salah satu pikiran yang dipopulerkan oleh seorang namanya Bertrand Russell, dia mengatakan bahwa Paulus adalah versi Plato bagi orang awam. Jadi kalau Plato asli terlalu sulit, Paulus itu versi rendahnya. Ini menghina sekali, dia tidak mengerti betapa dalamnya pikiran Paulus kalau dibandingkan dengan pikiran klasik dari Yunani sekalipun. Maka di dalam Filipi dikatakan Kristus itu punya morve Allah. Morphe itu berarti pernyataan kemuliaan, ini lain dengan konsep Aristotel, morphe itu berarti bagian yang ditunjukkan keluar dari bentuk asli di dalam. Paulus mengatakan Kristus itu sebenarnya mampu menunjukkan kemuliaan Ilahi. Tapi Dia pilih untuk menunjukkan kerendahan hamba. Morphe Allah tidak Dia tunjukkan, ini yang namanya “walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan”, itu bukan berarti Yesus berhenti jadi Allah. Dikatakan “yang walaupun dalam rupa Allah, morphe Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan”. Maksudnya tampilan Dia bukan tampilan Allah. Tampilan Dia itu tampilan hamba. Bahkan waktu Kristus mengerjakan mujizat yang tidak ada orang pernah kerjakan pun, Dia kerjakan di dalam cara yang tidak beda dengan para nabi. Mujizat Kristus tidak pernah terjadi sebelumnya, tetapi Dia kerjakan seperti nabi, sehingga orang meskipun lihat, tidak langsung menafsirkan dia Allah. Mereka akan mengatakan “kalau begitu Dia nabi”, hanya orang-orang tertentu yang peka yang Tuhan beri anugerah yang mulai berpikir “mengapa mujizat Dia lambangnya mirip dengan apa yang Allah kerjakan, yang Dia kerjakan seperti jadi lambang bagi apa yang Allah kerjakan”. Yang Allah kerjakan di Perjanjian Lama diulangi secara simbolik lewat mujizat Yesus. Ini yang membuat orang mulai bertanya siapa Dia. Tapi kebanyakan orang lain mengatakan “oke lah Dia mirip mirip Elia, Elisa atau mirip nabi palsu yang bisa mujizat, sudahlah tidak ada yang spesial”. Jadi Dia walaupun sanggup menyatakan kemuliaan Allah lebih pilih untuk nyatakan kehinaan hamba. Dia rela merendah. Ini jadi prinsip Kristen yang mesti kita miliki. Kalau tidak, Saudara tidak mengerti limpahnya hidup. Yang belum pernah mengalami jadi hamba, rugi, tapi yang belum pernah mengalami jadi hamba meskipun punya status tinggi, itu yang rugi. Kalau yang jadi hamba karena tidak ada pilihan, tidak rugi, memang dia hamba. Dia tidak bisa mengalami apa yang Kristen ajarkan. Tapi orang yang punya kesadaran siapa dia, lalu tetap mau merendah, ini yang unik, ini yang Kitab Suci ajarkan. Maka prinsip tinggi tapi rela merendah, ini prinsip yang penting.

Berpikir Hal-hal Tinggi

Saudara, mari kita membaca Roma 12: 2-8. Demikian firman Tuhan, “janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku. Aku berkata kepada setiap orang di antara kamu, janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada hal yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama. Demikian juga kita, walaupun banyak adalah satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita.vJikalau karunia untuk melayani baiklah kita melayani. Jika karunia untuk mengajar baiklah kita mengajar. Jika karunia untuk menasihati baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas. Siapa yang memberi pimpinan hendaklah ia melakukannya dengan rajin. Siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”. Saudara, ayat yang ketiga ini ayat yang sering kali disalah-mengerti, disini dikatakan “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku. Aku berkata kepada setiap orang di antara kamu, janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan” di dalam bahasa asli tidak ada hal-hal, jadi ini bukan mengenai berpikir, ini adalah thinking highly of oneself jadi sebenarnya diterjemahkan dengan lebih akurat dengan kalimat seperti ini. Aku berkata kepada setiap orang di Antara kamu, janganlah kamu memikirkan bahwa kamu tinggi. Jangan highly of oneself. Jadi sebenarnya diterjemahkan dengan lebih akurat, dengan kalimat seperti ini, “aku berkata kepada setiap orang di antara kamu, janganla kamu memikirkan bahwa kamu tinggi”, ini adalah lawan kata dari kalimat berikutnya yaitu “hendaklah kamu mampu menguasai diri di dalam level perendahan diri atau kerendahan hati”. Itu sebabnya pengertian di dalam ayat 3 ini akan berlanjut ke dalam ayat selanjutnya yang berbicara tentang hidup dalam komunitas. Tidak ada orang bisa hidup di dalam komunitas dengan baik jika dia berpikir tinggi tentang dirinya. Ini sebenarnya paralel dengan apa yang Paulus jelaskan di dalam surat Filipi 2. Di Filipi 2, Paulus memberikan nasihat yang mirip dengan kata-kata yang beda. Dikatakan bahwa di dalam Filipi 2 kita harus belajar untuk melihat kepada Kristus dan meneladani Dia. Dalam hal apa kita meneladani Kristus? Dalam hal ini, di dalam Filipi 2 “yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan dirinya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia”. Inilah yang dimaksudkan di dalam Roma 12 juga. Ini berarti keadaan menguasai diri, sehingga kita ada di dalam kondisi tidak mudah menonjolkan diri. Tidak mudah punya rage atau amarah, tidak mudah punya perasaan sedih yang membuat kita depresi dan tidak mudah mempunyai perasaan takut yang membuat kita mundur. Ini penguasaan diri yang kalau kita pelajari di dalam tradisi Yunani sangat di populerkan oleh tradisi stoik atau stoisisme. Orang-orang stoisisme sangat menekankan penekanan diri atau penahanan diri seperti ini. Jadi ada unsur yang sangat dipelihara di dalam ajaran stoik bahwa kita mesti punya pengendalian kepada diri sendiri. Hal-hal yang bersifat pelampiasan yang tak terkontrol itu pasti buruk. Orang tidak bisa kuasai amarah, buruk, orang tidak bisa kuasai rasa takut, buruk, orang tidak bisa kuasai rasa sombong, buruk, orang tidak bisa kuasai ingin terus menjadi utama, buruk. Inilah yang disebut dengan sophroneo atau di dalam istilah filsafat sophronesis. Ini sesuatu yang dipopulerkan untuk diajarkan oleh kaum stoik. Di dalam tradisi stoisisme yang sangat populer pada zaman Perjanjian Baru, istilah initidak asing, maka Paulus menggunakan istilah kebalikannya, “jangan kamu hyper, jangan kamu mempunyai perasaan melampaui atau perasaan angkuh yang membuat kita merasa lebih penting dari orang lain. Ini jadi satu bijaksana atau satu virtue atau kebajikan yang Paulus ajarkan di dalam pasal 12 ini dan merupakan sesuatu yang jadi penerapan dari ayat yang kedua. Perhatikan ayat yang ke-2, “janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah”, mengapa mesti berubah? Karena pikiranmu sudah diperbarui. “Pikiranku sudah diperbarui, apa yang baru dari pikiranku?”, yaitu bahwa engkau tidak lagi menganggap tinggi dirimu you did not think highly of yourself anymore. Kamu tidak anggap dirimu tinggi karena kamu tahu bagaimana harus hidup di dalam komunitas. Ini yang saya mau gali di dalam ayat-ayat yang kita baca, mungkin kita tidak tuntas membahas seluruh ayat yang kita baca, tetapi saya ingin fokuskan ke ayat yang ketiga ini. Bahwa kita sangat perlu untuk mempunyai perasaan mampu menganggap diri sebagai bagian dari sebuah komunitas. “Saya part dari komunitas, saya bagian dari kelompok dimana saya ada, saya tidak lebih tinggi dari yang lain”. Ini merupakan kebalikan dari apa yang diajarkan di dalam dunia. Dunia mengajarkan keinginan sukses. Seringkali kita berpikir “kalau begitu orang Kristen tidak punya keinginan sukses”, bukan, orang Kristen mengerti sudut pandang yang beda, bukan tidak mengejar hal-hal tadi, tapi punya sudut pandang yang beda. Kadang-kadang sulit untuk arahkan orang punya sudut pandang yang beda. Karena kita terus berpikir sudut pandang kita sudah oke, kita cuma perlu tambahan informasi, itu yang problem. Kadang-kadang orang sulit memahami Alkitab bukan karena dia kurang pintar, tapi karena dia menolak untuk mengubah cara pandang, perspektif. Itu sebabnya Alkitab sebenarnya memperbarui cara kita berpikir, ini yang dimaksudkan di dalam ayat yang kedua. Kamu tidak lagi punya mode berpikir dari dunia ini, sudah diubah. Bukan berarti Saudara tidak perlu berpikir, ini tentu satu ajaran yang kacau sekali. Kekristenan justru identik dengan bertanggung jawab di dalam mengetahui identitas Kristen. Di dalam buku yang ditulis oleh Carl Trueman, dia tulis TheReal Problem of Evangelical Mind, ini satu kritik terhadap buku dari Mark Noll. Mark Noll tulis buku The Problem atau The Scandal of Evangelical Mind, di dalam buku itu, kalimat utama menurut Noll adalah bahwa evangelicals don’t have a mind, ini menghina sekali. Orang Injili tidak punya pikiran, dia sendiri orang Injili. Mark Noll sedang kritik dirinya, di kelompoknya karena banyak orang yang tidak mau berpikir, menurut dia. Tapi kalau Trueman mengkritik, bukan tidak mau mikir, tapi tidak mau tahu tentang pengakuan iman. Tidak mau tahu kredo, tidak mau tahu apa yang kita percaya, tidak mau pikir doktrin, tidak mau pikir tentang pendirian teologi ada di mana? Ini problem. Kalau kita tidak mau berpikir tentang identitas kita sebagai orang Kristen, maka kita akan jadi orang yang cuma tempel label Kristen. Tetapi yang tidak pernah mengetahui apa  perubahan yang harusnya terjadi pada saya setelah saya jadi Kristen. Saya harap kita menangkap ini dari ayat yang kedua, jangan lagi jadi sama dengan dunia karena kamu sudah diperbarui pikirannya. Cara kita berpikir sudah lain. Apa beda cara kita berpikir dengan cara dunia berpikir? Dunia tidak mampu berpikir atau tidak mau berpikir bahwa seluruh apa yang ada ini milik Tuhan. Ini pikiran yang tidak mungkin ada pada dunia. Orang dunia tidak terima kalau seluruh keberadaan ini milik Tuhan. Jadi ada perasaan di dalam cara berpikir begitu bahwa dunia ini netral, kita bisa tafsirkan semau kita, kita bisa gunakan semau kita. Kita bisa pikirkan dengan cara yang kita mau, kita bisa susun kembali struktur tentang memahami alam sesuai yang kita mau. Di dalam zaman modern, cara berpikir yang bersifat scientific itu tentu sesuatu yang orang Kristen juga suka. Cara berpikir yang bersifat scientific seringkali dibenturkan dengan Tuhan. Ini cara berpikir yang salah. Tuhan tidak harus anti cara berpikir yang bersifat akademik atau scientific. Tapi ini yang berkembang secara populer, “kalau kamu sudah mengerti bagaimana memahami alam dengan penyelidikan akademis dan scientific, maka kamu tidak perlu Tuhan”. Ini kesalahan berpikir yang sampai sekarang dunia masih miliki, Saudara akan menemukan benturan antara beriman dan berilmu. Herannya sampai sekarang orang Kristen pun masih ada dalam pola pikir seperti itu. Kalau kamu beriman, jangan berilmu. Kalau kamu beriman, kamu tidak perlu pikir tentang dunia ekonomi, bahkan ada yang tanya misalnya “boleh tidak orang Kristen pakai asuransi?”, “mengapa tidak boleh?”, “karena itu kan duniawi”. Jadi teknik perhitungan untuk pengamanan dalam segi kesehatan dan lain-lain itu milik setan, ini tidak benar. Saya tidak mendorong Saudara untuk menjadi orang yang terlalu khawatir, tapi saya juga tidak mau kita menjadi orang yang tidak punya pertimbangan karena berpikir mempertimbangkan memikirkan dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab, itu bagian dari Kekristenan. Orang Kristen adalah orang yang mau pikir, kalau Saudara diajarkan untuk tidak usah pikir tentang iman, Saudara sedang diajarkan oleh utusan dari setan, bukan utusan dari Roh Kudus. Orang yang berpikir tentang imannya dengan serius, dia akan jauh lebih kuat dari pada orang yang tidak tahu bedanya menjadi Kristen dan tidak. Banyak orang terombang-ambing terus mengapa? Karena tidak mengerti apa yang inti dari Kekristenan, apa yang penting dari Kekristenan. Bahkan orang yang mau belajar sekalipun kadang-kadang dia belajar tahu banyak hal, tapi dia tidak tangkap esensi ini.