Mari kita membaca Matius 21: 18-22, kita akan berbicara tentang doa di dalam iman di dalam konteks Matius 21: 18-22 ini tentunya. Saya akan bacakan bagi kita Matius 21: 18-22, “pada pagi-pagi hari dalam perjalanannya kembali ke kota Yesus merasa lapar. Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ tetapi Ia tidak mendapat apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja. KataNya kepada pohon itu engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya. Dan seketika itu juga keringlah pohon ara itu. Melihat kejadian itu tercenganglah murid-muridNya lalu berkata bagaimana mungkin pohon ara itu sekonyong-konyong menjadi kering? Yesus menjawab mereka, Aku berkata kepadamu sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu. Tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut, hal itu akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”. Saudara, di dalam bagian pasal 21 kalau kita lihat adalah bagian yang harusnya memiliki aspek perayaan, tetapi yang justru segera berubah menjadi aspek penghakiman. Karena di dalam pengharapan semua orang, kalau Mesias akan masuk Yerusalem, tentu Kerajaan Allah akan segera tiba. Kerajaan Allah akan datang dan pemulihan bagi seluruh Israel dimulai dari Yerusalem. Jadi ketika Sang Mesias duduk di tahta, ketika itu harapan orang Israel tergenapi. Tetapi di dalam Matius 21 kita melihat awal yang begitu baik, Yesus masuk ke Yerusalem dan semua orang menyerukan “Hosana bagi Anak Daud”. Semua mengagumi Mesias ini, meskipun ada kontroversi apakah Dia Mesias atau bukan, tetapi pengikut-pengikutNya merayakan masuknya Yesus ke Yerusalem. Ini adalah triumphant entry, masuknya Yesus ke Yerusalem disertai dengan sorak-sorak dari rakyat. Tapi segera setelah itu Yesus Kristus mulai menyatakan kalimat penghakiman. Kalau kita lihat di dalam pasal 21, yang Kristus lakukan ketika Dia masuk Yerusalem, Dia ada di Bait Suci, Dia justru membuat kontroversi dengan mengusir pedagang-pedagang yang menempati tempat untuk orang asing beribadah. Jadi Kristus menyucikan Bait Suci dan setelah itu kontroversi berlanjut. Yesus tidak berdiam di Yerusalem, Dia pergi keluar, di dalam ayat yang ke-17 dikatakan mereka pergi ke Betania dan bermalam di situ, untuk kemudian setiap siang masuk kembali ke Yerusalem dan melayani di situ. Jadi Yesus bahkan tidak berdiam di Yerusalem, Dia menolak untuk tinggal di Yerusalem. Ada penghakiman besar yang diberikan untuk Yerusalem. Di dalam pandangan orang-orang Yahudi pada abad pertama, Yerusalem dan Yudea itu tempat yang lebih rohani dari pada tempat-tempat yang sudah banyak disekulerkan oleh Yunani, sekuler kita pakai bahasa modern. Dijadikan seperti kebudayaan Yunani, itu di utara. Tempat-tempat di Utara dianggap tempat-tempat yang kurang mempertahankan tradisi menyembah Tuhan. Tetapi di Selatan dianggap sebagai tempat yang masih pertahankan itu, terutama kota Yerusalem. Sehingga ketika Yesus menyatakan penghakiman dan penghakiman itu justru dimulai dari Yerusalem, ini jadi sesuatu yang kontroversial. Kalau Saudara membaca Matius dengan tepat, Saudara akan menemukan banyak sekali pengajaran-pengajaran kontroversial dari Injil ini. Ini adalah Injil yang kalau kita baca membuat kita tidak nyaman, siapapun kita. Apakah status kita adalah orang-orang yang memberontak kepada Kerajaan Romawi atau status kita adalah orang yang lebih sekuler atau lebih dipengaruhi oleh budaya dunia dari pada terlalu rohani, semua akan kena tegur, semua akan merasa perkataan Yesus menegur dan juga menghantam dirinya. Orang yang merasa diri sudah saleh ditegur oleh kitab ini, orang yang merasa diri sudah nyaman di dalam keadaan tidak terlalu saleh juga akan ditegur. Demikian juga di dalam versi kedatangan Kristus ke Yerusalem oleh Matius, begitu banyak kontroversi yang disoroti dan juga begitu banyak hal-hal yang menjadi perdebatan antara Kristus dengan orang-orang Yahudi, terutama pemimpin-pemimpin agama. Yang menjadikan kitab ini seolah membahas tentang kedatangan Yesus, Raja orang Yahudi, yang seperti menghancurkan orang-orang yang mengharapkan Dia hadir. Jadi ada kontroversi yang besar yang terjadi. Dan itu juga yang kita bisa lihat di dalam ayat yang ke-18 sampai 22. Di dalam ayat 18 sampai 22 ada kalimat-kalimat yang sangat kontroversial jika kita pahami berdasarkan konteks dari zaman itu. Seringkali kita membaca ayat 18-22, lalu soroti ayat 22, kemudian mengatakan kalau kita doa dengan penuh kepercayaan, kita akan terima apapun yang kita doakan dengan yakin kita akan terima, pokoknya kita mesti yakin. Tapi kita tidak dapat pesannya karena kita mengabaikan seluruh argumen yang dibagikan oleh Matius. Kitab Suci kita indah kalau kita tidak cuma soroti satu ayat. Kalau Saudara mengatakan “ini ada ayat yang bagus”, itu seringkali akan merusak pesannya. Harusnya Saudara belajar mengatakan “ini ada konteks yang bagus” atau “ini ada perikop yang bagus” itu masih oke. Demikian juga di dalam pembacaan Matius 21, kita seringkali berfokus kepada ayat 22, pokoknya kalau kamu yakin minta, nanti akan diberikan. Lalu ayat 21 itu kita pahami sebagai kemampuan untuk mengerjakan hal yang supranatural. Coba kita baca ayat 21 “Aku berkata kepadamu sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang” percaya dan tidak bimbang, tidak boleh ragu, pokoknya yakin, yakinlah seyakin-yakinnya. “Kamu bukan saja dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara ini, tapi kamu juga bisa lemparkan gunung ke laut”. Saya mau tanya, apa gunanya melemparkan gunung ke laut? Kira-kira itu berguna? Apakah ada di antara Saudara ingin supaya gunung terlempar ke laut? Lalu Saudara mengatakan “saya ingin gunung-gunung terlempar ke laut, tapi saya kurang iman. Andaikan saya punya iman yang lebih, saya bisa lemparkan gunung ke laut”, kira-kira apa gunanya lempar gunung ke laut? Kita bahkan tidak tahu apa arti pengertian ini. Kalimat yang sangat mengganggu yaitu melempar gunung ke laut yang kita tidak pernah pikirkan dengan tuntas. Bagian ini tentu harus dikaitkan dengan konteks penghakiman, karena kalau Saudara baca di dalam bagian-bagian selanjutnya pasal 21, pasal 22 yang ditekankan adalah perdebatan dengan orang Yahudi dan pernyataan penghakiman. Nanti ini akan dipuncakkan dengan pasal 23 yang mengatakan “celakalah”, ini Yesus mengatakan “celakalah orang-orang Farisi dan orang-orang Ahli Taurat”. Jadi ini berita tentang penghakiman. Berarti gunung tercampakkan ke laut berkait dengan penghakiman. Dan kita bisa memahami ini di dalam konteks Perjanjian Lama, ada hal-hal yang berkait dengan penghakiman.

Namun dalam khotbah kali ini saya ingin menambahkan satu aspek, aspek yang saya pikir sangat penting untuk kita menyongsong tahun yang baru yaitu aspek menghadapi kekacauan dengan iman. Ini yang sebenarnya mau ditunjukkan di dalam Matius 21, ada tema kekacauan. Sekarang kita lihat di dalam ayat yang ke-19, Yesus menemukan pohon ara, Dia tidak menemukan buah dan Dia mengatakan “engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya”, lalu pohon ara itu menjadi kering. Atau kalau di dalam versi Markus dikatakan Yesus tidak menemukan buah, lalu Dia mengatakan “kamu tidak akan pernah berbuah lagi”, lalu murid-murid pulang kemudian besoknya mereka datang dan ternyata pohon itu sudah kering. Jadi Matius mempersingkat waktu, keringnya itu adalah ketika mereka datang kedua kali ke tempat itu. Tapi di dalam ayat 19, Yesus membuat pohon ara menjadi kering, ini sesuatu yang sangat aneh. Nuansanya begini, kalau kita lihat di dalam tema-tema yang lama misalnya ketika Saudara melihat kisah Yusuf, Saudara tentu tahu bahwa Yusuf ini berurusan dengan memelihara kehidupan bangsa yang besar itu Israel, Mesir dan juga tentu Israel. Jadi dia dipercayakan oleh Tuhan sebuah tugas yang dia tidak tahu dari awal. Bahwa tugas dia menjadi manusia atau menjadi umat Tuhan, menjadi bagian dari umat Tuhan adalah untuk pelihara umat dengan bijaksana dia. Memelihara supaya tetap ada makanan, tidak lapar umat Tuhannya dan juga tidak mati sehingga punah, ini tugas yang dipercayakan kepada Yusuf. Yusuf tidak tahu tentang tugas ini, dia cuma tahu di depan dia ada apa dan dia berusaha untuk melakukan apa yang benar. Di depan dia ada saudara-saudaranya yang iri hati dan dia tetap bertindak untuk menjadi seorang pengawas yang memberitahukan apa yang terjadi pada pada papanya, tentang apa yang dilakukan oleh anak-anak dari papanya. Jadi dia melakukan apa yang dia tahu harus dilakukan. Kemudian di dalam peristiwa yang berikut dia dijadikan budak, kemudian dia melayani di sebuah rumah, dia lakukan lagi apa yang dia tahu harusnya dia lakukan. Lalu ada peristiwa dengan istri dari Potifar, kemudian dia dimasukkan ke dalam penjara, Saudara sudah tahu kisah ini. Lalu di dalam penjara dia jadi kesayangan juga karena dia bekerja dengan baik. Penjara zaman dulu adalah penjara yang ada 2 tipe, yang pertama adalah tempat dimana orang dipaksa bekerja, kedua adalah tempat dimana orang tidak ada harapan, akan dibuang selama-lamanya. Yusuf mengerjakan apa yang dia tahu tanpa tahu apa sebenarnya panggilan Tuhan bagi dia. Biasanya kita mau cari tahu “Tuhan apa panggilanMu bagi saya, baru saya melangkah”. Tapi kisah Yusuf menegur kita dengan dengan satu fakta bahwa Tuhan mau kita untuk bertindak dengan tepat di dalam apa pun yang Tuhan percayakan. Jadi kita tidak tanya “Tuhan, Engkau panggil saya jadi apa?”, Tuhan akan katakan “kadang Aku beri tahu, kadang tidak, pokoknya lakukan apa yang benar saat ini”. Jadi Yusuf melakukan apa yang dia pikir harus dia lakukan, dan Tuhan beranugerah besar sekali kepada dia. Dia diberikan kemampuan menafsir mimpi, ini merupakan pencapaian yang levelnya itu akademik tinggi di dalam konteks kuno. Ini bukan bukan sesuatu yang berbenturan dengan sains di dalam pengertian orang dulu. Orang bisa menafsir mimpi adalah orang pintar. Tuhan memberikan anugerah kepada Yusuf, dia mampu menafsirkan mimpi dari Firaun. Lalu bukan cuma dia mampu menafsir mimpi, dia mengatur. Dia atur supaya segala sesuatu di dalam negeri Mesir berjalan baik demi adanya sebuah kelangsungan hidup. Jadi mereka yang tinggal di Mesir bisa memperoleh makanan karena bijaksana dia. Jadi Tuhan pamerkan ada 7 tahun kelimpahan lalu Tuhan menyatakan ada 7 tahun kekeringan. Kekeringan yang sangat dahsyat, sehingga kalau kamu tidak jaga waktu limpah, kamu akan dihantam habis. Banyak orang tidak mengerti ini, waktu limpah pikir akan selalu limpah, keadaan tidak berubah, uang akan selalu bagus. Tidak bisa, kita mesti pikir bagaimana keuangan yang kita miliki menjadi sesuatu yang bernilai kekal. Ini sebenarnya prinsip yang penting di dalam dunia keuangan, bagaimana nilai saya tetap bertahan. Itu sebabnya kalau kita menyelidiki tentang keuangan, nilai, kekayaan, harta, ekonomi ini berkait dengan bijaksana surgawi, yaitu kita tukar apa yang kita miliki dengan apa yang bernilai kekal. Dan problemnya adalah kita seringkali mempunyai pikiran yang bodoh sehingga kita menafsir yang kekal sebagai sesuatu yang tidak penting. Lalu yang sementara kita tafsirkan sebagai sesuatu yang bernilai kekal. Banyak orang habiskan uangnya untuk sesuatu yang tidak ada gunanya. Setelah uangnya habis diganti dengan barang atau apapun yang bisa dinikmati, habis itu selesai. Tidak ada penambahan di dalam kualitas hidup ataupun juga di dalam memberkati orang, ataupun di dalam nilai kekayaan, ini kebodohan di dalam mengelola keuangan. Yusuf punya bijaksana dan Alkitab mengatakan bijaksana itu merupakan bijaksana yang diberikan oleh Roh. Makanya Firaun mengatakan “adakah orang seperti dia? Di seluruh negeri ini apakah ada yang seperti Yusuf, yang penuh dengan Roh yang berbijaksana, penuh dengan roh hikmat, penuh dengan roh para dewa. Roh seringkali diidentikkan dengan berlaku bijak. Ini sesuatu yang beda dari zaman sekarang, banyak orang di dalam zaman ini mengaitkan roh dengan ketiadaan pikiran, semakin aneh seseorang, dia penuh dengan roh. Makin ucapan tidak dimengerti “ini bahasa roh”. Semakin bicara hal yang tidak ada kaitan dengan rasio, tidak ada kaitan dengan pengetahuan, ini dianggap roh. Ini sesuatu yang sudah sangat menyeleweng, karena di dalam pengertian awal, di dalam pengertian dari dunia Perjanjian Lama, roh berkait dengan hikmat. Siapa yang penuh roh, dia pintar. Siapa yang penuh roh, dia tahu pengetahuan. Siapa yang penuh roh, dia punya keputusan hidup yang bijaksana sekali. Maka ketika Firaun mengatakan “orang ini penuh dengan roh para dewa”, konsep orang kuno baik orang Mesir maupun umat Tuhan sama, bahwa kalau ada roh dewa masuk orang ini jadi bijak. Apalagi kalau ini Roh Allah, Allah yang sejati, bukan dewa, tentu Yusuf jauh lebih bijaksana dari banyak orang. Maka Tuhan bukakan kepada dia sebuah strategi kumpulkan waktu limpah dan bagikan sedikit-sedikit waktu sulit. Ini menjadi pengertian ekonomi standar, sangat mendasar yang dipraktekkan di dalam keadaan krisis oleh Yusuf. Tapi sebelum keadaan krisis datang, keadaannya baik dulu. Maka karena Yusuf penuh dengan bijaksana dari roh, dia atur semua kelimpahan harus dijaga. Maka Saudara di dalam dunia Perjanjian Lama selalu dikenal ada dua kekuatan. Kekuatan yang bersifat kacau-balau, ini ada diperkenalkan di dalam Kejadian pasal 1. Tuhan menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong, kacau-balau dan kosong, ini kekacauan. Jadi orang kuno melihat alam sebagai panggung dari perebutan kacau-balau dan keteraturan. Kalau yang menang kacau-balau maka terjadilah kekeringan, terjadilah bencana, terjadi ombak, terjadilah gelombang, terjadilah halilintar, terjadilah bencana dari angin topan atau apapun, ini merupakan kuasa kekacauan. Tapi kuasa kekacauan dilawan oleh kuasa keteraturan, kuasa keteraturan bertarung dan kalau kuasa keteraturan menang, maka manusia bisa hidup. Tapi kalau kuasa kekacauan menang, maka manusia mati. Konsep ini sangat dipercaya oleh orang kuno, bahkan sampai sekarang, bahwa dunia ini panggung pertarungan kuasa jahat dan kuasa baik, kuasa kacau-balau dan teratur. Orang Mesir percaya bahwa tanah mereka adalah hasil persekutuan dari 2 ilah, yang pertama namanya Nut dan Geb. Mereka saling berpelukan, mereka menyatakan kuasa keteraturan, kuasa kelimpahan di tempat mereka saling peluk yaitu Mesir. Jadi Mesir ada di bawah 2 ilah. Nut dan Geb, 2 ilah penyebab kebaikan menurut mereka, yang bertarung di kuasa pinggir Mesir, Mesir dikelilingi oleh padang gurung, sebagian padang gurun, sebagian laut. Maka mereka percaya dewa yang saling bersekutu ini adalah dewa baik, merekalah penyebab Mesir bisa subur, Mesir bisa baik, Mesir bisa penuh makanan. Karena dengan kekuatan mereka menyingkirkan padang gurun. Dewa padang gurun mau masuk, mereka dengan kekuatan bersekutu singkirkan. Jadi orang Mesir percaya dewa-dewa mereka pun ada kompaknya, saling mengasihi, saling bersekutu. Tapi tentunya ini lain dengan konsep kasih dari Kristen. Mereka berjuang supaya Tanah Mesir dikecualikan dari kekacauan. Sekeliling mereka penuh padang gurun, tapi ketika kuasa kacau balau mau masuk ke dalam, 2 ilah ini bersekutu lalu menyingkirkan semua yang kacau sehingga orang Mesir bisa hidup dengan baik. Kalau Saudara lihat tulah yang Tuhan berikan kepada Mesir, beberapa tulah ini menyindir kekuatan dari Nut dan Geb, dari 2 ilah Mesir ini. Karena ketika Tuhan memberikan hujan es dan jua ada api menyambar, kekuatan ini dianggap kekuatan yang menembus kekuatan dari Nut dan Geb. Kemudian ketika belalang masuk, lalu belalang memakan seluruh hasil panen dari orang Mesir, sehingga waktu mereka lihat seluruh ladang jadi kering yang tadinya penuh dengan tanaman yang subur, sekarang ganti dataran kering mirip padang gurun di luar Mesir. Mereka langsung takut, “ini adalah kuasa jahat menembus Nut dan Geb, ini kuasa kekacauan yang menembus. Tapi Musa mengatakan “ini bukan kuasa kekacauan, ini tangan Allahku yang sedang menghancurkan Mesir”. Orang dulu percaya kalau ada kekuatan baik, manusia bisa aman. Kalau ada kekuatan jahat, manusia akan mati. Maka ketika Alkitab memakai bahasa kacau balau di dalam Kejadian, orang langsung pikir berarti sama Kitab Suci dan juga pengertian dari orang-orang kuno mirip, ada kuasa kacau-balau, ada kuasa keteraturan, dua-duanya bertarung.

1 of 4 »