On Christian Freedom

Di bagian ketiga dari pasal yang ke-15 ini, Paulus menekankan pengharapan untuk datang ke Roma. Tetapi hal yang penting untuk disoroti dari ayat-ayat ini adalah perjalanan Paulus ke Yerusalem. Dalam Kitab Kisah Para Rasul kita bisa juga akan menemukan catatan tentang ini. Sebelum perjalanan Paulus berakhir di Roma, dia ada di Yerusalem. Paulus datang ke sana bersama dengan rombongannya untuk membawa bantuan keuangan dari orang-orang Kristen di daerah Makedonia dan juga di daerah Yunani seperti Korintus. Jemaat di Korintus dan di Makedonia sama-sama tergerak untuk memberikan bantuan, karena mereka tahu sesama manusia memerlukan bantuan. Tapi Paulus menegaskan mereka bukan saja tergerak lalu memberikan persembahan, mereka sebenarnya diwajibkan untuk memberikan persembahan. Saudara, kalimat ini sering dimanipulasi atau sering diabaikan. Gereja Tuhan saat ini terlalu menekankan kewajiban memberikan persembahan demi kekayaan dari individu atau kelompok, itu dosa besar. Tapi gereja yang tidak menekankan pentingnya keharusan memberikan persembahan juga berdosa, karena gereja itu melalaikan kewajiban orang Kristen untuk memberikan persembahan. Orang Kristen wajib memberi persembahan, termasuk pendeta. Orang Kristen wajib memberikan perpuluhan, ini bukan pilihan. Kita ditekan untuk membayar pajak oleh negara, Paulus mengatakan itu di Roma 13. Dan sekarang di dalam pasal 15 Paulus mengatakan “kamu diwajibkan memberikan persembahan, itu sudah sewajarnya dan seharusnya.

Saya pikir kesalahan pertama gereja adalah memanipulasi persembahan demi kepentingan pendeta atau demi kepentingan kelompok tertentu saja. Gereja seharusnya punya organisasi yang teratur, tertib dan profesional mengenai keuangan. Kalau gerejamu tidak seperti itu, kritik lembaganya, kritik pengurusnya, kritik orang orang yang menjadi pemimpin, karena keuangan hal serius. Sebab jemaat tidak mungkin tenang memberikan persembahan jika persembahan disalurkan kemana pun mereka tidak tahu. Penyelewengan keuangan untuk membuat kekayaan bagi gereja atau bagi hamba Tuhan, itu dosa besar yang membuat Tuhan akan menyingkirkan gereja. Gereja seperti besar, seperti berkembang, seperti sangat megah, tetapi tidak ada penyertaan Tuhan yang asli. Saudara bisa lihat kejatuhan dari gereja selalu dimulai dari berkembangnya gereja yang tidak sungguh-sungguh di hadapan Tuhan. Kalau Gereja yang tidak sungguh-sungguh berkembang itu bahaya, berarti Kekristenan sedang hancur.

Kesalahan kedua adalah gereja yang tidak menekankan kewajiban persembahan. Kedewasaan rohani seseorang bisa dilihat dari persembahannya, apakah serius dan sungguh-sungguh atau sembarangan. Dalam gereja, Hamba Tuhan harus menjadi contoh yang baik juga dalam hal ini. Hamba Tuhan harus memberikan perpuluhan, janji iman dan persembahan. Meskipun mungkin bukan contoh dalam jumlah, tetapi bisa menjadi contoh dalam persentase persembahan yang diberikan untuk gereja. Itu adalah keharusan dan kewajiban di hadapan Tuhan. Paulus mengatakan “ternyata jemaat di Akhaya dan jemaat di Filipi sudah mempersiapkan keuangan dan mereka tergerak karena melihat orang-orang di Yerusalem sangat kasihan. Tapi aku mengatakan itu kewajiban mereka, mereka sudah mendapat berkat dari Tuhan, biar mereka memberkati orang lain demi Tuhan”, ini yang ditekankan di dalam pasal yang ke-15 bagian ketiga. Paulus menekankan kewajiban persembahan yang dijalankan dengan rela.

Injil dan Panggilan Allah

Pada bagian pertama kita sudah bahas Paulus menjadi seorang yang membangun pengertian tentang Tuhan atau membangun teologi bagi bangsa-bangsa yang belum kenal Tuhan. Di dalam bagian kedua ini, kita lihat Paulus menekankan kembali tentang tugas Injil yang didapatnya. Ini sangat menarik karena Paulus mengaitkan dirinya di dalam nubuat Yesaya, sebagai orang yang menggenapi nubuat panggilan bagi bangsa-bangsa lain. Dia mengutip Yesaya 52:15, “Tuhan memperkenalkan diri sebagai Gembala yang menuntun bangsa-bangsa kembali kepadaNya.” Ini kalimat-kalimat yang sangat indah. Dan Paulus mengatakan “Adalah kehormatan bagi saya untuk menjadi yang pertama yang melakukannya.” ‘Yang pertama’ itu pasti tidak mulia secara kemegahan, tetapi mulia secara dobrakkan. Karena Paulus tidak akan menikmati buah pelayanannya, seperti jemaat yang stabil, yang berkembang, dan yang besar. Tetapi dia menikmati kesulitan tantangan mendirikan. Dia memperkenalkan panggilannya sebagai orang yang Tuhan percayakan memulai dasar, membangun di atas dasar yang dibuat sendiri, dan bukan di atas dasar orang lain. Tentu dia tidak sedang menghina orang yang membangun di atas dasar orang lain. Tetapi dia sedang mengatakan meskipun kelihatan pelayanan dia begitu remeh, sulit, dan penuh tantangan, inilah kemuliaan yang Tuhan percayakan kepadanya. Paulus bermegah tentang pelayanan sulit yang penuh salib ini. Saudara, kita tidak bisa sembarangan mengatakan kalau menderita itu adalah kemuliaan, tapi kita bisa mengatakan bahwa setiap kali kesulitan datang karena saya mau ikut Tuhan, itu adalah kemuliaan.

Lalu bagian berikutnya di ayat 18, Paulus mulai membandingkan antara Injil yang dia beritakan dengan kepercayaan bangsa-bangsa lain. Paulus mengatakan “saya memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain dengan (1) kuasa tanda-tanda, (2) dengan perkataan, (3) dengan perbuatan, (4) dengan mujizat, (5) dengan kuasa Roh”. Lima hal ini tidak bisa dimengerti dalam pengertian modern, yaitu berarti ada khotbah, ada kekuatan bertindak dan juga ada tanda-tanda mujizat untuk dipamerkan. Tapi yang Paulus katakan adalah berita tentang Kristus, perkataan yang Dia bagikan, tindakan yang Dia lakukan, tanda-tanda yang Dia kerjakan. Semua itu membuktikan Kristus adalah Juruselamat. Apapun yang dibuat untuk meninggikan Kristus, itulah yang Paulus kerjakan. Dia tidak kerjakan apapun untuk kemuliaan dirinya.

Paulus mengutip 5 hal ini dari kitab Yesaya, yaitu “Tuhan memanggil bangsa-bangsa (1) dengan kalimat yang penuh kuasa; (2) dengan perbuatanNya menopang bangsa-bangsa itu; (3) dengan tanda-tanda bahwa Dia adalah Allah; (4) dengan pernyataan-pernyataan agung yang tadinya dimiliki oleh Israel, sekarang boleh dimiliki oleh bangsa-bangsa lain; (5) melalui pekerjaan Roh yang memberi hidup.” Paulus tidak sedang menyamakan dirinya dengan Allah tentunya, tapi Paulus sedang menyamakan Roh yang bekerja dalam dirinya dengan Allah. Itu sebabnya kita tidak dapat memahami kata-kata yang Paulus katakan, kecuali kita menyorotinya dari sudut pandang Kitab Yesaya. Roy Clouser, dalam bukunya The Myth of Religious Neutrality menekankan satu fakta penting, yaitu orang-orang kuno tidak mengerti doktrin penciptaan dan karenanya mereka tidak peduli tentang asal mula segala sesuatu. Dalam kepercayaan Yunani misalnya, dewa-dewa sebenarnya berasal dari keberadaan yang lain, yang tidak jelas apa dan tidak diperhatikan. “Keberadaan” ini dalam tradisi filsafat Yunani disebut dengan arke, artinya yang menjadi permulaan atau zat dasar dari segala sesuatu. Beberapa pemikir Yunani di dalam tradisi kuno, sebenarnya mulai mencari tahu tentang arke. Misalnya Thales. Dia mengatakan bahwa asal mula segala sesuatu adalah air. Ini diselidiki oleh para filsuf tapi tidak disadari oleh orang-orang beragama. Orang beragama tidak mementingkan asal-usul, tapi mereka mementingkan para dewa, ini aneh. Orang Kristen, orang Islam dan orang Yahudi sangat menekankan asal-usul. Tuhanlah yang menciptakan segala sesuatu, dan segala sesuatu berasal dari Tuhan. Ini bagi kita argumen yang kuat. Tapi bagi penyembah berhala tidak penting. Roy Clouser mengatakan alasan itu tidak diperhatikan adalah karena penyebab dasar dari semua, tidak sepenting para dewa di dalam interaksi dengan kehidupan manusia. Berarti penyembahan identik dengan kepentingan hidup manusia. Saudara tidak bisa menyembah teori, yang hanya diajarkan tanpa diperhatikan kaitannya dengan hidup. Manusia mencari 3 hal ultiman, yaitu hidup senang, bebas takut, dan penuh damai. Seolah manusia mengatakan “saya tidak peduli dari mana asal dewa-dewa, selama mereka bisa menjamin hidup senang, damai dan bebas takut bagi saya.”

Roy Clouser bukan orang pertama yang menyelidiki tentang fenomena agama, salah satu yang sangat teliti dalam menyelidiki agama-agama adalah John Calvin. Di dalam karyanya, Institute of Christian Religion, Calvin menyelidiki menemukan bahwa “Setiap agama yang dikembangkan manusia untuk menyembah adalah agama yang diinspirasikan, yang digerakkan oleh pernyataan keindahan Tuhan.” Tuhan begitu baik, indah, dan agung. Dia memancarkan kebaikanNya, keindahanNya dan keagunganNya untuk menarik orang datang kepadaNya. Maka di dalam tarikan Tuhan, manusia datang. Tetapi kuasa jahat menyelewengkan manusia. Manusia mau mencari damai, sukacita dan bebas takut, tapi tidak bisa, karena mereka diselewengkan. Agama adalah cara manusia mencapai Tuhan, tetapi sayangnya di tengah jalan mereka tersesat.

Kalau Saudara selidiki agama-agama kuno, selalu ada pecahan dari narasi Alkitab. Biasanya orang mengatakan Alkitab mirip dengan mitos-mitos kuno. Tetapi sebenarnya mitos-mitos kuno itu adalah pecahan cerita dari Alkitab. Kita harus bisa membedakan mana yang asli dan mana yang tiruan. Yang asli itu utuh dan tidak terpecah-pecah. Tidak ada kitab yang bicara tentang asal-usul, sejarah, pengharapan, dan tentang final yang indah di dalam satu kesatuan cerita, selain Kitab Suci kita. Ini berarti Alkitab adalah yang asli dan banyak mempengaruhi dan menginspirasi cerita-cerita lain. Ini membuat kita meyakini fakta bahwa dunia mencari Tuhan dan menemukan sedikit dari Dia. Tapi setelah menemukan, mereka menolak menyembah Tuhan, dan malah membentuk berhala. Manusia mau mencari damai, sukacita, dan bebas takut, maka mereka beragama. Tetapi mereka gagal menemukannya secara utuh, karena sudah diselewengkan.

Selain orang yang beragama, ada juga orang-orang yang menganggap agama itu suatu kebodohan. Seorang dari tradisi Yunani kuno, bahkan sebelum Plato, Aristoteles dan Socrates, pernah mengatakan “kalau saya lihat ke atas dan mau menyembah ke atas, saya menemukan dewa-dewa rupa manusia. Kalau sapi lihat ke atas, kalau dia punya pikiran mau menyembah, dia akan lihat dewa-dewa berbentuk sapi. Jadi sapi akan membentuk dewa mirip sapi, sedangkan manusia membentuk dewa mirip manusia. Jadi dewa itu dibentuk berdasarkan gambar manusia.” Di dalam zaman modern pemikir-pemikir anti agama juga bermunculan, salah satu yang paling berpengaruh adalah Feuerbach. Dia mengatakan “setiap manusia menemukan tahap-tahap kemandirian dari kanak-kanak sampai dewasa. Waktu kanak-kanak dia ingin pegang yang lebih kuat. Waktu dia sudah dewasa, dia tetap perlu pegang yang lebih kuat dari dia, tetapi dia tidak menemukannya. Maka manusia menciptakan Tuhan dari hasil proyeksinya. Manusia sadar dirinya tidak sempurna, dan memproyeksikan gambaran dirinya yang sempurna. Itu disebut sebagai Tuhan. Itulah sebabnya, muncul agama. Feuerbach bukan sedang mengritik agama, tetapi dia sedang berusaha menafsirkan agama. Tetapi sayangnya, dia memasukkannya ke dalam skema yang tidak tepat. Menurutnya, agama adalah perjalanan menuju dewasa. Kita sadar kita perlu Tuhan, lalu kita membentuk agama. Kita percaya pada Tuhan, tetapi akan ada saat di mana Tuhan ini pun akan mengecewakan kita. Karena Tuhan sudah mengecewakan, maka saya jadi atheis. Setelah saya jadi atheis, baru saya tahu ternyata pelajaran saya bergantung kepada Tuhan itu, perlu untuk saya jadi atheis yang baik.

Theologi bagi Bangsa-bangsa

Kita akan membaca bersama-sama Roma 15:14-21, “Saudara-saudaraku, aku sendiri memang yakin tentang kamu, bahwa kamu juga telah penuh dengan kebaikan dan dengan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati. Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu, yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus. Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah. Sebab aku tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku, yaitu untuk memimpin bangsa-bangsa lain kepada ketaatan, oleh perkataan dan perbuatan, oleh kuasa tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh kuasa Roh. Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus. Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: “Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya”.

Saudara, di dalam pasal 15 ini ada pesan yang unik di ayat 14-21, Paulus memberikan penjelasan mengapa dia menulis kepada Jemaat Roma. Diaa mengatakan di dalam bagian akhir dari ayat-ayat yang kita baca bahwa dia memang adalah rasul bagi tempat-tempat atau pemberita Injil bagi tempat-tempat yang belum kenal Tuhan. Roma sudah kenal Tuhan, mereka adalah orang-orang dari bangsa lain dan juga sebagian ada orang Yahudi, tetapi mereka sudah jadi gereja. Jadi Paulus bukan pendiri jemaat di Roma. Karena itu dia menjelaskan “saya menulis kepada kamu bukan karena kamu adalah jemaat yang saya dirikan, meskipun tugas utama saya adalah mendirikan jemaat baru di tempat dimana Kekristenan belum ada”. Kalau dia ditugaskan untuk membuka gereja, mendirikan gereja di tempat dimana gereja belum ada, apa pentingnya dia tulis surat ke Roma? Ini yang dia mau jelaskan di ayat 14 ini dan seterusnya. Dia mengatakan bahwa “saya tahu kamu Jemaat Roma sudah penuh dengan pengetahuan dan sanggup saling menasehati”, namun Paulus merasa bahwa dia bukan cuma penginjil yang mendirikan gereja di tempat yang belum ada gereja. Paulus merasa dia diberikan anugerah lain yaitu dia menjadi pelayan Kristus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi supaya mereka dapat menjadi korban yang diterima oleh Allah, yang disucikan oleh Roh. Ini yang saya mau jelaskan bagi kita, bagian yang sangat penting ini sebenarnya, yaitu Paulus bukan cuma pendiri gereja, pemberita Injil, misionaris yang pergi ke tempat-tempat yang belum ada Kekristenan, dia juga dipercayakan oleh Tuhan kerangka pikir Kristen, ini yang Paulus mau tekankan. Kamu sudah ada jemaat di Roma, yang menginjili siapa kita tidak tahu. Banyak spekulasi ada yang mengatakan “mungkin Apolos yang menginijli, mungkin tokoh ini, mungkin tokoh itu, mungkin Priskila dan Akwila”, kita tidak tahu. Ada satu tulisan dari Margaret Mitchell, dia seorang teolog dari Kekristenan mula-mula, dia ahli sejarah gereja dan dia pelajari Kekristenan mula-mula. Dia tulis kalimat yang sangat bagus, dia mengatakan Kitab Suci dan sejarah gereja penuh dengan kesaksian bahwa pekerjaan Tuhan itu dikembangkan oleh orang-orang tak bernama, bukan orang-orang hebat. Orang-orang biasa, orang-orang biasa yang rajin menginjili, orang-orang biasa yang hidupnya jadi teladan, orang-orang biasa yang mempraktekkan kasih dan keadilan, orang-orang biasa yang mempraktekkan kehidupan yang baik sehingga orang pelan-pelan tertarik datang ke Tuhan. Maka kalau ditanya siapa yang mendirikan Jemaat Roma? Tidak ada data. Dan kita bisa simpulkan bahwa yang mendirikan Jemaat Roma adalah orang biasa yang namanya bahkan tidak tercatat dan tidak dikenal. Jemaat Roma sudah berdiri dan Paulus tetap tulis surat kepada mereka. Mengapa mesti tulis surat? Karena Paulus juga adalah orang yang Tuhan percayakan untuk membangun pikiran Injil, membangun kerangka pikir Kristen. Seorang teolog Perjanjian Baru bernama N.T. Wright bahkan mengatakan Paulus adalah seorang yang pertama bisa disebut teolog Kristen, karena Pauluslah yang pertama-tama berusaha membangun sistem teologi yang Kristen. Ini bukan berarti sebelum Paulus tidak ada teologi Kristen, bukan berarti sebelum Paulus, Yesus Kristus tidak mengajar, bukan. Tapi Pauluslah yang berusaha membuat cara berpikir yang tunduk kepada Kristus, tetapi yang merangkum kebudayaan dari bangsa-bangsa lain. Inilah yang menjadi tugas Paulus, itu sebabnya dia mengatakan “ini alasan saya menulis kepada kamu”. Wajar kalau misalnya orang Roma mengatakan “Paulus, kami ini didirikan oleh orang lain, bukan oleh engkau. Dan sudah cukup banyak orang penting di sini”, banyak pengajar yang ada di Roma. Paulus bahkan memberikan salam kepada beberapa orang di pasal yang ke-16 dan orang-orang ini sangat mungkin adalah para pengajar. jJadi ada banyak pengajar di Roma dan Paulus tidak merasa dia lebih penting dari mereka. Namun Paulus dengan rendah hati mengatakan “Tuhanlah yang percayakan kepadaku pikiran tentang Injil dan teologi untuk saya bagikan kepada kamu”. Maka saya ingin kita sama-sama tahu dulu apa pentingnya teologi, mengapa belajar teologi itu penting, bukankah itu adalah pendidikan dan pengetahuan bagi para pendeta? Mereka yang berkotbah mesti mengerti teologi, tetapi jemaat yang tidak berkhotbah apakah perlu belajar tema yang sulit di dalam teologi atau jemaat tinggal dengar apa yang para teolog ajarkan, itu kan lebih baik. Tapi kita mesti mengerti dulu pengertian teologi menurut apa yang Alkitab bagikan.

Menjadi Orang Kuat

Mari kita membuka Roma pasal yang ke-15: 1-13, “kita, yang kuat wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama, sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari kesenanganNya sendiri. Tetapi seperti ada tertulis kata-kata cercaan mereka yang mencerca Engkau telah mengenai aku. Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita supaya kita teguh berpegang kepada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan mengaruniakan kerukunan kepada kamu sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Sebab itu terimalah satu akan yang lain sama seperti Kristus juga telah menerima kita untuk kemuliaan Allah. Yang aku maksudkan ialah bahwa oleh karena kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikanNya kepada nenek moyang kita, dan untuk memungkinkan bangsa-bangsa, supaya mereka memuliakan Allah karena rahmatNya, seperti ada tertulis sebab itu aku akan memuliakan Engkau di antara bangsa-bangsa dan menyanyikan Mazmur bagi namaMu. Dan selanjutnya bersukacitalah hai bangsa-bangsa dengan umatNya. Dan lagi pujilah Tuhan, hai kamu semua bangsa-bangsa dan biarlah segala suku bangsa memuji Dia. Dan selanjutnya kata Yesaya, taruk dari pangkal Isai akan terbit dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa dan kepadaNyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan. Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan”.

Di dalam pasal 14 ditekankan bahwa kalau kita melihat orang lain lemah maka kita ditugaskan untuk menjadi orang yang membimbing orang itu dengan kehidupan yang baik. Sehingga Saudara tidak lagi menjalani kehidupan untuk diri sendiri melainkan Saudara melakukannya untuk mereka yang lemah juga. Yang lemah tidak harus orang miskin atau orang yang sakit, tapi yang lemah termasuk orang yang belum matang pengertian imannya. Sehingga ketika Saudara mengatakan “orang ini belum terlalu rohani. Dia belum mengerti bagaimana hidup Kristen itu seharusnya dijalankan”, maka adalah tugas kita untuk memamerkan hidup yang akan membimbing orang itu. Ini merupakan pengertian hikmat yang sangat penting, yang tidak mungkin dimiliki orang Yahudi kecuali mereka beriman kepada Kristus. Karena di dalam tradisi Yahudi, orang dapat melihat simbol-simbol pelayanan di dalam Kemah Suci, tetapi mereka tidak menemukan figur atau pribadi yang sejati, yang akan memberikan kepada mereka contoh mengenai bagaimana hidup. Simbol itu baik dan penting. Dan simbol yang menggambarkan inilah yang harus kamu lakukan untuk hidup itu tetap tidak bisa menggantikan meskipun penting. Tetap tidak bisa menggantikan kehadiran dari seorang pribadi. Itu sebabnya di dalam Perjanjian Lama segala contoh, segala simbol, segala lambang harus berpusat pada Pribadi Kristus. Di dalam Imamat pasal yang ke-16 ada hari raya Penebusan Dosa, hari raya the day of the atonement. Dan pada waktu itu imam besar akan masuk ke dalam ruang Mahasuci membawa darah binatang. Semua gambaran ini menurut surat Ibrani adalah sesuatu yang digenapi di dalam kehidupan Kristus. Mengapa simbol harus bermuara pada Kristus? Mengapa setiap simbol harus menuju kepada Kristus? Karena simbol bertugas sebagai penunjuk bukan sebagai realitas utama. Siapa realita utama yang ditunjuk oleh simbol? Realita utama itu adalah Kristus. Jadi orang Israel tidak mungkin mengerti hikmat menjadi korban kecuali mereka mendapatkannya di dalam kehidupan Kristus. Itu sebabnya Paulus memberitakan Injil, dia ingin menghidupkan kembali berita tentang Taurat, tetapi yang sekarang sudah dihidupi oleh pribadi bernama Kristus. Maka Hari Raya Penebusan Dosa yang tadi saya sebut di dalam Imamat 16 adalah hari raya yang sangat penting, karena imam besar jadi simbol yang menunjuk harus ada Kristus. Tahu dari mana imam besar menunjuk kepada Kristus? Karena imam besar di dalam hari raya the day of the atonement, hari raya penebusan itu, dia pakai pakaian yang menjadi simbol yang menunjukkan alam semesta, sama seperti Bait Suci mempunyai simbol yang menunjukkan alam semesta. Jadi Bait Suci menunjukkan simbol alam semesta, lalu imam besar pakai baju yang juga menunjukkan alam semesta. Ini berarti antara imam besar dan Bait Suci ada kemiripan simbol dengan kata lain pada Hari Raya Penebusan Dosa, imam besar menjadi satu dengan Bait Suci. Dengan Demikian seluruh ibadah di Bait Suci sekarang ditekankan ada pada pundak 1 orang yaitu imam besar. Seluruh upacara yang dilakukan tiap-tiap hari atau tiap-tiap bulan khusus atau tiap-tiap acara khusus adalah perayaan yang akan digenapi oleh 1 orang, bukan oleh seluruh ibadah. Itu sebabnya imam besar pakai baju yang simbolnya sama dengan simbol Bai Suci. Berarti seluruh upacara yang dijalankan di Bait Suci akan dipikul oleh 1 orang. Ini pengertian yang jelas kalau orang melihat paralel antara Kitab Imamat dengan Ibrani. Inilah yang kita lihat sebagai kaitan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Di dalam ekspositori Ibrani yang dikhotbahkan Pendeta Stephen Tong, Pendeta Stephen Tong mengatakan dia pilih Surat Ibrani karena di dalam surat ini ada kaitan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang erat sekali. Dan kita lihat bukan hanya kaitan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru saja, tapi tekanan pada Kitab Imamat dengan pekerjaan Kristus di dalam Perjanjian Baru itu dikaitkan erat sekali oleh Surat Ibrani. Itu sebabnya segala praktek di Bait Suci akan diwujudkan melalui kehidupan satu orang imam besar dan kehidupan itu adalah kehidupan yang hanya mungkin dijalankan oleh Kristus. Berarti Kristuslah yang akan penuhi seluruh ibadah Bait Suci untuk diwujudkan di dalam kehidupan nyata.

Makanan & Batu Sandungan

Roma 14: 13-23 “Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi! Tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini: Jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung! Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia. Apa yang baik, yang kamu miliki, janganlah kamu biarkan difitnah. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia. Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun. Janganlah engkau merusakkan pekerjaan Allah oleh karena makanan! Segala sesuatu adalah suci, tetapi celakalah orang, jika oleh makanannya orang lain tersandung! Baiklah engkau jangan makan daging atau minum anggur, atau sesuatu yang menjadi batu sandungan untuk saudaramu. Berpeganglah pada keyakinan yang engkau miliki itu, bagi dirimu sendiri di hadapan Allah. Berbahagialah dia, yang tidak menghukum dirinya sendiri dalam apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman. Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa”. Kita masuk kedalam bagian yang kedua dari pembahasan mengenai menghakimi dan menjadi batu sandungan. Tema yang sangat jelas di dalam tulisan Perjanjian Baru yang lebih belakangan yaitu tema mengenai orang percaya atau orang Kristen sebagai imam. Kita semua adalah imam karena Kristus. Tetapi tema ini tidak terlalu jelas di dalam tulisan Paulus, dia tidak menyatakan secara eksplisit seperti misalnya Petrus atau misalnya Surat Ibrani bahwa kita adalah kerajaan imam. Tapi pikiran tentang imam dan rakyat biasa kalau mau dimengatakan, yang sudah tidak ada batasan lagi itu jelas ada dalam pikiran Paulus. Namun Paulus membahasakannya dengan cara yang lebih umum, sangat mungkin karena dia menulis untuk orang-orang non-Yahudi juga sehingga orang-orang itu tidak perlu diberitahukan dulu tentang apa spesialnya imam, lalu kita semua sekarang sudah menjadi imam karena Kristus. Tetapi Paulus memakai bahasa yang lebih umum yang menekankan tentang fungsi manusia di dunia ini. Jadi manusia dipulihkan oleh Kristus dan mereka menjadi atau orang tebusan menjadi manusia sebagaimana yang Tuhan rancang. Dan menjadi manusia berarti menjadi manusia yang hidup untuk Tuhan dan hidup untuk sesamanya. Hidup bagi Allah dan sesama. Kita tidak bisa hanya hidup untuk Tuhan tapi tidak menikmati kehidupan dengan sesama. Dan sebaliknya kita tidak bisa mempunyai komunitas sosial yang baik, tapi kita tidak beribadah kepada Tuhan. Jadi baik ibadah kepada Allah maupun relasi dengan sesama, itu 2 hal yang harus ada dengan limpah pada manusia. Itu sebabnya karena manusia diciptakan Tuhan untuk menyembah Tuhan dan untuk saling melayani satu sama lain, maka manusia dipulihkan oleh Kristus menjadi penuh hidupnya karena dapat berelasi dengan Tuhan dan dapat berelasi dengan sesamanya dengan tepat. Ini sebenarnya sama dengan pengertian imam, seorang imam adalah dia yang datang ke Tuhan dan dia yang mewakili sesamanya untuk datang ke Tuhan.

Apa bedanya orang biasa dan imam? Orang biasa kalau mau beribadah atau mempersembahkan korban, mereka melakukannya untuk diri, “saya perlu dekat dengan Tuhan, saya perlu di ampuni dosanya, saya perlu ditahirkan kembali, saya perlu diterima kembali. Saya mau menyatakan saya sudah tahir”. Maka mereka datang beribadah ke Tuhan lalu imam mewakili mereka. Jadi orang-orang biasa di Israel kalau mereka mau datang ke Tuhan, mereka datang untuk diri, mereka bahwa korban untuk diri. Dan mereka menyatakan cara dan persembahan juga untuk diri, cara ibadah dan persembahan untuk diri. Tapi imam tidak, imam melayani untuk orang lain, mereka mempersembahkan korban untuk orang yang bawa korban itu. Mereka mewakili orang yang datang beribadah sebagai wakil dari orang itu. Sehingga imam tidak hanya beribadah untuk diri, imam beribadah untuk orang lain juga. Imam mempersembahkan korban, bukan hanya bagi dosa sendiri, tetapi juga bagi dosa orang lain. Itu sebabnya aspek inilah yang Paulus msu tekankan di dalam ayat-ayat yang kita baca. Kamu adalah orang-orang yang sekarang beribadah demi orang lain juga, bukan hanya demi diri sendiri. Inilah yang kemudian menjadi ajaran yang Paulus tekankan di dalam Roma pasal 14 ini, bahwa setiap orang percaya tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi hidup bagi orang lain juga. Kalau kita pikir hidup bagi orang lain itu pasti berat dan sulit, tapi kalau kita pikir lebih dalam, jangan dangkal, tetapi lebih dalam, kita akan tahu bahwa kita tidak dirancang untuk hanya hidup bagi diri. Desain kita memang adalah untuk orang lain juga. Saudara tidak didesain untuk cukup bagi diri sendiri. Contoh yang paling jelas, Saudara tidak mungkin berketurunan kecuali Saudara punya orang lain, Saudara punya pasangan, yang perempuan tidak mungkin punya keturunan kecuali dia punya suami, yang laki-laki tidak mungkin punya keturunan kecuali dia punya istri. Jadi manusia secara desain baik fisik maupun jiwa, didesain untuk adanya hidup yang dibagikan bagi orang lain juga, jadi ini desain kita. Maka kalau dikatakan “sulit untuk hidup bagi orang lain”, sebenarnya kalau kita pikir lebih serius, jauh lebih sulit untuk tidak hidup bagi orang lain. Begitu banyak gangguan dialami oleh manusia di dalam kondisi makin banyak alternatif untuk berkomunikasi. Di dalam zaman media sosial, begitu banyak kekacauan jiwa terjadi. Kekacauan jiwa bukan karena orang itu punya penyakit atau orang itu punya tekanan batin yang begitu besar karena kondisi, tapi yang membuat orang sangat rentan untuk gangguan adalah tidak adanya kebiasaan berelasi. Relasi dilakukan dengan perantara sosial media dan tidak ada relasi asli yang dialami hari demi hari. Makin tidak berelasi makin rentan jiwa manusia. Kita diciptakan untuk menjangkau keluar, kita diciptakan untuk hidup di dalam komunitas di mana kita menerima pemberian orang dan kita membagikan pemberian bagi orang lain. Saya mau memberikan alternatif tawaran yaitu Saudara lebih tidak bisa lagi kalau Saudara tidak hidup bagi orang lain. Jika kita tidak punya cara pandang yang tepat, akhirnya kita memahami kekudusan juga dengan cara yang salah. Kita berpikir Tuhan sedang minta kita melakukan sesuatu yang berat. Tapi sebenarnya Tuhan minta jauh lebih ringan dari alternatifnya yaitu melawan perintah Tuhan. Mana lebih mudah mentaati perintah Tuhan, misalnya di Taman Eden ketika Tuhan mengatakan “semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan buahnya, tetapi pohon pengetahuan baik dan jahat jangan kamu makan. Pada hari kamu makan, pasti kamu mati”, ini perintah yang sangat-sangat mudah karena ada kejelasan. Tuhan memberikan pernyataan jelas sekali, kalau makan mati, sedangkan pohon yang lain silakan nikmati buahnya. Tapi datang ular memberikan alternatif yang jauh lebih sulit, alternatif ular itu jauh lebih sulit. Mengapa lebih sulit? Karena yang pertama dia tidak menjanjikan apa yang boleh, Tuhan mengatakan “semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan buahnya dengan bebas”. Tuhan memberikan kebebasan dan di dalam kebebasan itu Tuhan memberikan aturan. Sedangkan iblis datang untuk memberikan alternatif yang sama sekali tidak imbang, dia tidak mengatakan janji apapun, dia tidak datang ke Hawa lalu mengatakan “Hawa semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan”, Dia tidak bicarakan itu. Dia membicarakan aspek yang sangat sulit, Dia mengatakan “pohon pengetahuan baik dan jahat ini kalau kamu makan buahnya, kamu tidak mati, kamu akan jadi seperti Allah tahu tentang yang baik dan yang jahat”, jadi seperti Allah itu apa? Jadi gambar Allah? Adam dan Hawa sudah gambar Allah. Jadi seperti Allah itu ambigu, maksudnya apa? Lalu kalau makan tidak akan mati tapi akan jadi seperti Allah, tahu bedakan mana baik mana jahat, bedakan baik dan jahat maksudnya apa? Jadi begitu banyak hal yang tidak jelas dari perintah ini dan jauh lebih sulit bagi manusia untuk hidup dalam perkataan iblis dari pada menghidupi perkataan Tuhan. Kita ini sering salah di dalam memahami Kitab Suci, kita berpikir gaya hidup taat Tuhan itu berat, gaya hidup dunia jauh lebih ringan. Akan tetapi, jauh lebih ringan untuk ikut Tuhan, jauh lebih berat untuk hidup dengan dosa seperti yang ditawarkan oleh dunia ini. Jauh lebih berat untuk hidup di dalam pernikahan yang penuh pertengkaran, jauh lebih mudah hidup dalam pernikahan yang saling mengasihi. Jauh lebih berat hidup dalam komunitas di mana orang-orang semua pikir diri, jauh lebih ringan hidup dalam komunitas di mana semua orang saling tolong. Aspek ini mesti jelas. Kita seringkali salah mengerti bahwa untuk jadi Kristen orang harus percaya Injil, dan Injil itu kabar baik. Injil bukan kabar buruk, Injil bukan kabar rumit, Injil bukan mengatakan “kalau kamu hidup gaya Injil, lebih berat tapi tidak apa-apa, nanti mati masuk surga”, tidak seperti itu. Yang Tuhan katakan adalah “kamu didesain untuk cara hidup yang Tuhan siapkan, kamu didesain untuk apa yang Aku perintahkan. Kamu tidak didesain untuk menghidupi cara dunia, engkau tidak didesain untuk ikut cara setan. Engkau didesain untuk ikut cara Tuhan”. Ini sebenarnya kabar baik dan Tuhan menyatakan “mari hidup dengan cara yang Aku suruh, yang Aku perintahkan”. Kalau Saudara mengatakan “saya mau belajar untuk ikut firman Tuhan”, bagus, itulah yang sebenarnya akan meringankan hidupmu, hidup yang ringan. Tapi mengapa dikatakan oleh Tuhan Yesus bahwa ikut Yesus itu harus sangkal diri dan pikul salib? Tuhan mengatakan sangkal diri dan pikul salib tapi alternatifnya itu jauh lebih berat. Tuhan sendiri mengatakan “Aku memberikan beban dan juga kuk yang enak dan ringan”, karena Tuhan pikul sama-sama. Saudara pikul salib mirip Yesus pikul salib, jauh lebih berat bagi Saudara untuk tolak salib karena Saudara akan dapat kesulitan yang jauh lebih besar di dalam kehidupan yang tidak ber-Tuhan. Ada satu perkataan yang dikatakan oleh seorang filsuf yang mengatakan bahwa kehidupan yang tidak pernah tahu apa artinya beban berat dan pergumulan, yang tidak menguji diri di dalam beban berat dan pergumulan, itu hidup yang tidak layak dihidupi. Socrates mengatakan kalau kamu punya hidup yang tidak dibentuk dengan ujian yang keras, itu hidup yang tidak layak dihidupi. Saya ingat ada satu pepatah di tengah pandemi yang pernah dikatakan oleh satu hamba Tuhan kita, dia mengutip tapi saya lupa dia kutip dari mana, dikatakan bahwa orang yang suka hidup dengan cari aman, dia tidak berhak dapat aman dan dia juga tidak sedang menikmati hidup. Jadi orang yang pikiran cuma mengamankan diri, dia tidak sedang mendapat aman karena hidup untuk taman itu bukan hidup, kalau Saudara tidak berani melangkah kemudian melakukan sesuatu yang memang jadi tugas Saudara. Hidup yang cuma pikirkan aman, itu bukan hidup. Bayangkan betapa kasihannya orang yang terlalu ketakutan atas apapun, kita sangat kasihan kepada orang itu. Terlalu ketakutan ketika ada pandemi saya tidak mengatakan pandemi bukan sesuatu yang yang berat atau sesuatu yang boleh kita pandang remeh, bukan. Cuma saya merasa hidup dalam ketakutan jauh lebih parah daripada hidup mengambil resiko untuk menjalankan apa yang memang harus kita jalankan. Hidup aman yang tidak hidup itu untuk apa? Itu sebabnya siapa tidak mengerti beban, tekanan dan juga keharusan berjuang di dalam hidup, dia tidak mengerti perintah Tuhan Yesus untuk pikul salib. Tetapi yang harus kita mengerti menolak pikul salib akan membuat kita pikul pikulan lain yang jauh lebih berat. Jadi siapa tidak mau pikul salib dia akan pikul kesulitan versi dunia ini. Orang yang tidak rela berkorban bagi orang lain hidup di dalam kungkungan yang menyedihkan di mana dia cuma pikir diri dan mati di dalam pikiran yang cuma berpusat ke diri. Maka Paulus mengingatkan “kamu hidup bukan untuk dirimu, tapi untuk sesamamu juga. Kamu hidup untuk Tuhan dan mati untuk Tuhan”. Dan hidup untuk Tuhan serta mati untuk Tuhan berarti engkau hidup bagi sesamamu. Kalau kita lihat di dalam ibadah Israel di Bait Suci hidup untuk sesama itu paling jelas dipraktekkan oleh imam. Merekalah yang bakar korban untuk orang lain, merekalah yang berdoa mewakili orang lain, merekalah yang bertindak di dalam Bait Suci demi orang lain. Ketika Imam Besar dalam hari penebusan, dia memercikan darah dari korban di dalam ruang Maha Suci, dia tidak lakukan untuk dirinya. Dia lakukan untuk seluruh umat diterima oleh Tuhan. Maka waktu dia masuk ruang Maha Suci, di dalam tutup dadanya, di dalam baju lapisan ketiga yang dia pakai, di situ ada 12 batu dengan bentuk kotak yang melambangkan setiap suku Israel. Dia masuk ruang Maha Suci bukan demi dirinya, dia masuk ruang Maha Suci bukan demi sukunya, dia masuk ke dalam ruang Maha Suci demi seluruh Israel. Demikian ketika orang sudah di dalam Kristus, dia menjadi imam, dia bertindak bukan hanya untuk diri tetapi juga untuk orang lain. Inilah sebenarnya dasar dari pemikiran yang harus kita paham ada di dalam di balik kalimat-kalimat yang Paulus katakan di sini, ini penting untuk kita pahami.

Cara Menghakimi

Mari kita membaca dari Surat Roma 14: 1-12 “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima orang itu. Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri. Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga mengucap syukur kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak ada seorang pun yang mati untuk dirinya sendiri. Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. Tetapi engkau, mengapakah engkau menghakimi saudaramu? Atau mengapakah engkau menghina saudaramu? Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Allah. Karena ada tertulis: “Demi Aku hidup, demikianlah firman Tuhan, semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku dan semua orang akan memuliakan Allah.”Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah”. Saudara sekalian ayat 1 dan seterusnya dari pasal 14 ini berbicara tentang kehidupan orang Kristen di Roma tentunya, yang mengalami kesulitan karena ada dua kubu, dua kelompok Yudaisme atau kelompok Yahudi yang sudah menjadi Kristen dan kelompok dari orang-orang non Yahudi yang juga sudah menjadi Kristen. Saudara di sini ada satu pergumulan besar yaitu mengenai ibadah, mengenai persekutuan, mengenai makan bersama dan mengenai banyak tradisi yang sudah diberlakukan dan dijalankan oleh orang-orang Yahudi. Ini tradisi yang sangat besar, kita tahu bahwa Kekristenan adalah penggenapan dari janji Tuhan dari tradisi Yahudi dan karena itu apa yang orang praktekkan di dalam agama Yahudi mengikuti Taurat, mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama merupakan sesuatu yang akan disempurnakan di dalam kehadiran Kristus. Kristus menyempurnakan Taurat dan inilah yang kita musti pahami sehingga kesempurnaan itu tidak datang sendiri, kesempurnaan itu tiba setelah ada penantian panjang. Saudara tidak bisa menikmati kehadiran Kristus dan menikmatinya kecuali Saudara juga berbagian di dalam menanti. Jadi kita membaca Perjanjian Lama dengan cara mundur, retrospektif. Kita sudah menikmati penggenapannya tapi kita perlu mempelajari kembali pergumulan di dalam Perjanjian Lama. Ternyata menantikan Kristus bukan hal yang mudah, ternyata sudah ada tradisi besar dimana setiap kehidupan sudah diatur oleh liturgi, baik liturgi ibadah maupun liturgi kehidupan sehari-hari yang berfokus pada penantian Kristus. Kristus dengan serius dinantikan. Kristus bukan pribadi yang ditunggu dengan santai, ada begitu banyak simbol dan juga ada begitu banyak dedikasi diberikan untuk menantikan Dia. Dedikasi yang diberikan untuk menunggu Kristus begitu besar, maka seharusnya perayaan dan ucapan syukur yang menyusul setelah Kristus hadir menguasai kehidupan orang Kristen. Ini pola yang harus kita pahami, penantian yang serius dan ucapan syukur yang serius setelahnya. Penantian yang serius dan kesenangan yang sangat besar yang menyusul setelah Kristus hadir. Kalau pola ini kita pahami maka akan kita lihat bahwa mereka yang menantikan Kristus menantikan dengan sulit, dengan sungguh-sungguh, dengan sangat serius. Dan mereka yang menikmati kehadiran Kristus menikmati di dalam ucapan syukur yang sangat besar. Ucapan syukur yang besar ini dialami oleh orang Kristen, sedangkan penantian yang sulit dialami oleh orang Yahudi. Di dalam Surat Ibrani dikatakan bahwa pergumulan orang-orang yang dikeluarkan Tuhan dari Mesir yaitu pergumulan orang-orang Israel, waktu mereka ada di Kanaan adalah pergumulan hidup di padang gurun, mereka belum sampai di Tanah Kanaan. Tetapi ketika orang-orang itu sudah sampai dan menang menaklukkan Kanaan, harusnya mereka hidup di dalam keadaan bersyukur, di dalam keadaan merayakan. Maka Paulus mengatakan bahwa orang Kristen adalah orang-orang yang penuh ucapan syukur, yang penuh sukacita, yang penuh damai sejahtera karena sudah menikmati kehadiran dari Dia yang dinanti-nanti sangat lama oleh umatNya yaitu Israel. Demikian di dalam Injil Yohanes, Tuhan Yesus mengatakan kalimat bahwa Abraham bapamu di surga bersukacita untuk apa yang kamu terima, sebab dia menanti-nantikannya dan sekarang dia bersukacita. Abraham menantikan janji Tuhan digenapi di dalam Kristus dan orang Israel menantikan janji Tuhan digenapi di dalam Kristus. Maka seluruh upacara Israel dan tata hidup yang diatur oleh Taurat ada tujuan. Ini bukan cuma sekadar dijalankan untuk menjadi keteraturan sosial supaya Israel hidupnya baik, tapi ini merupakan aturan yang dijalankan untuk menantikan Kristus. Ada liturgi untuk menantikan Kristus yang dijalankan di Bait Suci dan juga di dalam kehidupan sehari-hari. Saudara lihat betapa ketatnya mereka diatur dengan liturgi seperti ini dan pengaturan itu menjadi bagian dari cara hidup yang sangat besar, sangat mendarat daging dan sangat dipegang dengan setia turun-temurun. Meskipun tidak sepanjang sejarah Israel mereka setia, karena sangat banyak saat di dalam sejarah Israel mereka memberontak, justru mereka sangat setia mempertahankan ibadah di dalam periode Bait Suci yang ke-2, setelah mereka kembali dari pembuangan. Maka kalau Saudara baca Roma 14, ini tidak berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya kecil atau sepele. Kita sering baca Alkitab dengan terlalu banyak mendikte Alkitab, apa yang kita pikir itu yang keluar dalam membaca Alkitab, bukan yang Alkitab mau nyatakan. Maka hal-hal seperti ini luput dari pikiran kita kadang-kadang, bahwa Roma pasal 14 tidak sedang bicara tentang hal-hal sepele. Roma 14 sedang bicara tentang aturan hidup yang dipegang, kalau bisa dipegang sampai mati kalau perlu. Ini bukan masalah sepele, ini masalah besar.

Tetapi Saudara lihat kontroversi dari Paulus, di dalam ayat yang kedua dia mengatakan “yang seorang yakin bahwa ia boleh makan segala jenis makanan”, tentu ini berkait dengan orang non Yahudi yang menjadi Kristen, “tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja”. Orang yang menjadi Kristen dari Yahudi, Paulus anggap orang yang lemah imannya, ini sesuatu yang mengagetkan. Satu-satunya alasan mengapa Paulus menganggap ini adalah lemah dalam iman karena orang yang menjalankannya menganggap tradisi yang mereka jalankan, memisahkan mereka dari yang tidak jalankan. Orang yang menganggap tradisi yang mereka lakukan membuat mereka lebih tinggi dari orang lain, itu adalah tanda kelemahan iman. Imanmu lemah jika engkau menganggap cara kamu menjalankan agama membuat engkau lebih tinggi dari orang lain. Di dalam Kitab Suci, kita yang merasa diri lebih tinggi akan menjalani hidup yang lebih rendah, menjadi pelayan bagi mereka yang lebih rendah. Jadi siapa anggap diri penting, dia menjadi hamba bagi orang yang tidak penting. Dia bukan menjadi hakim bagi orang yang tidak penting. Orang yang lemah imannya akan merasa bahwa praktek agamanya lebih baik dari orang lain dan karena itu dia menolak untuk berelasi dengan orang lain. Inilah yang dinyatakan sebagai kelemahan iman di dalam pengertian Paulus. Mari kita serius mempelajari Kitab Suci sehingga kita tidak jatuh di dalam pikiran yang terus-menerus salah. Seorang psikolog Rusia menekankan bahwa belajar adalah sesuatu yang hanya mungkin dilakukan kalau kita ada di dalam level yang pas, tetapi kita ada di level yang bawah. Kita tidak mungkin belajar kalau kita di luar level itu. Saudara tidak mungkin belajar kalau Saudara mempunyai pra-pengetahuan yang terlalu beda dengan apa yang sedang diajarkan. Maka di dalam mendengar khotbah juga sama, Saudara perlu ada di dalam level yang sama. Pengakuan iman yang sama, kepercayaan yang sama. Bagaimana bisa mempunyai itu? Dengan terus-menerus diperdengarkan firman. Cara kita berpikir adalah cara yang masih sangat perlu dikoreksi. Roma 14 tidak sedang bicara tentang hal-hal kecil, tapi Roma 14 sedang bicara tentang hidup yang diperjuangkan dengan serius untuk Tuhan. Roma pasal 14 yang Paulus tekankan bukan selera boleh dilegitimasi. Kalau kamu jalankan Kekristenanmu dengan cara yang mendarah-daging, kamu pegang dengan sangat, kamu perjuangkan itu, kamu rela menderita untuk jalankan, maka kamu jalankan dengan keyakinan yang benar. Dan untuk itu kamu tidak perlu dihakimi, tetapi engkau harus tahu kalau kamu yang sudah jalankan dengan benar, dengan berjuang, kamu jalankan itu dengan rela mati sekalipun, lalu kamu anggap dirimu lebih tinggi dari yang lain dan menolak menjadi pelayan yang lain, memisahkan diri dari mereka, maka engkau adalah orang yang lemah imannya. Paulus mengatakan orang yang lemah imannya jangan dijauhi, karena ini jadi kontradiksi. Di dalam kehidupan Yesus, Yesus bertemu dengan banyak orang yang lemah iman. Farisi lemah iman, orang-orang Ahli Taurat mereka lemah iman. Mengapa lama iman? Karena setelah mereka menjalankan praktik hidup yang mereka rela jalankan dengan mati sekalipun. Tetapi mereka anggap karena mereka sudah rela berkorban, karena mereka sudah penuh dengan kemampuan jalankan tradisi, mereka lebih tinggi dari yang lain, ini namanya lemah iman. Yesus menegur orang Farisi tapi Yesus tidak memisahkan diri dari mereka. Ketika Simon, seorang pemimpin dari orang Farisi mengundang Dia makan, Yesus datang ke rumah Simon dan makan. Ini tentu akan membuat banyak pengikutnya yang sangat-sangat benci orang Farisi menjadi heran dengan keputusan Yesus Kristus. “Mengapa Engkau makan di rumah Simon orang Farisi? Diakan orang Farisi, Engkau sudah mengatakan “celakalah Farisi”. Yesus mengatakan “celakalah Farisi”, supaya mereka bertobat. Tapi Yesus tidak menganggap kalau Dia lebih baik dari orang Farisi maka Dia harus memisahkan diri dan tidak menjadi bagian yang mau mengoreksi atau memberikan sebuah usaha untuk membuat perubahan di dalam orang Farisi. Yesus memang memisahkan murid-murid dari orang Farisi. Yesus memang mengatakan “waspadai ragi orang Farisi”, tetapi itu terjadi karena orang Farisi lebih dulu menyingkirkan mereka, bahkan ingin membunuh Yesus, dan menganggap murid-murid Kristus sebagai orang-orang yang menjadi pengkhianat, yang belok dari iman sejati. Maka Saudara mesti melihat ketika Yesus pergi ke rumah Simon yang adalah seorang Farisi, Dia melakukannya dengan satu jiwa yang beda dengan jiwa orang Farisi. Farisi lemah iman, Yesus Kristus menjadi teladan iman. Demikian ketika Zakheus datang mau melihat Dia, Zakheus naik atas pohon, Yesus tidak menganggap rendah Zakheus. Dia lebih tinggi dari Zakheus. Dia lebih punya hikmat, Dia lebih punya iman, Dia lebih punya kekudusan, Zakheus bukan orang yang berhasil menjalankan hidup yang kudus. Tetapi Yesus tidak memisahkan diri dari Zakheus, Yesus menjangkau dia, bahkan mengatakan “Aku akan makan di rumahmu”. Ini merupakan undangan makan dari Tuhan kepada umat. Ini bukan undangan makan dari Zakheus kepada Tuhan. Maka Saudara bisa melihat Kristus yang jauh lebih baik dari Zakheus, tidak menjadi lemah iman karena memisahkan diri dari Zakheus. Itu sebabnya di dalam Roma pasal 14 bagian awal, Paulus menyindir orang yang hanya makan sayur-sayuran sebagai orang yang lemah iman, tetapi jangan pikir ini sebagai aktivitas yang sepele. Ini adalah keputusan hidup yang sangat terhormat yang dijalankan dengan penuh wibawa dan penuh dedikasi. Tetapi sayang, setelah dijalankan, orang yang jalankan merasa diri eksklusif dan membentuk komunitas yang terpisah dari yang lain. Bagaimana orang yang lemah iman harus diperlakukan terima dia, tapi jangan terima pendapatnya? Ini satu hal yang sangat unik, yang dibagikan di ayat pertama, “terimalah orang yang lemah iman tanpa mempercakapkan pendapatnya”, atau dengan kata lain yang bisa juga diterjemahkan dari bahasa Yunaninya, “terimalah orang yang lemah iman tanpa menjadikannya partner dialog”. Jangan terlalu pikir pendapat dia, pendapat dia kurang penting, tapi cintai dia. Tapi penjelasan seperti ini, Saudara orang bijak, mengerti siapa yang bisa dijadikan partner dialog dan yang tidak. Tapi orang yang tidak dijadikan partner dialog tetap dicintai, tetap di jalankan segala kewajiban untuk menjadi teman yang baik bagi orang itu. Saudara menjadi teman bagi siapapun, tetapi Saudara tidak menjadikan siapapun partner dialog. Karena ada orang-orang yang meskipun banyak belajar, tapi sulit menerangkan pelajaran itu dengan hikmat Kristen yang sejati. Hikmat Kristen bukan cuma dipelajari, tetapi kadang-kadang Tuhan menganugerahkannya sebagai anugerah. Ada orang dianugerahkan lebih, langsung menangkap hal inti. Ada orang selamanya kanak-kanak, selamanya kurang mengerti, selamanya salah mengerti, selamanya cuma ada di dalam level yang rendah. Lalu bagaimana orang ini harus diperlakukan? Terima dia, cintai dia, dia temanmu, dia teman persekutuanmu, dia saudara seimanmu. Jangan anggap dirimu lepas dari kewajiban untuk bersekutu dengan dia. Tetapi jangan jadikan dia partner dialog, pikirannya masih rendah, pikirannya masih kanak-kanak, pikirannya masih menunjukkan kelemahan iman. Tuhan tidak mengajarkan kita memperlakukan semua orang sama, ada orang perlu diperlakukan dengan tegas dan keras tapi tetap dicintai dan tetap dirangkul. Ada orang perlu diperlakukan dengan sangat sabar, ada orang perlu didengar pendapatnya, ada orang harus dihargai kemungkinan dia bicara tapi tidak dengan serius dianggap teman yang bisa memberikan masukan secara partner dialog. Semua orang perlu teman untuk dialog, tidak ada orang bisa punya pikiran sendiri tanpa berdiskusi dengan orang lain. Yang bisa diajak berdiskusi di dalam gereja Tuhan adalah mereka yang siap menjadi pelayan, mereka yang selain mempunyai hikmat, mempunyai teologi yang tepat, mempunyai penafsiran akan Kitab Suci yang sesuai tradisi dan juga limpah di dalam pengertian eksegesis atau penafsiran yang benar, juga mempunyai jiwa melayani orang lain, ini teman dialog. Dia tidak akan pernah mempunyai pola pikir yang sifatnya sombong dan merendahkan orang lain. Dia akan menempatkan dirinya sebagai hamba yang akan dipakai Tuhan untuk menolong orang lain, ini teman dialog. Maka saya minta Saudara melakukan 2 hal, yang pertama kira-kira engkau ada dimana, engkau jadi teman dialog yang baik atau tidak, engkau jadi orang yang sudah punya hikmat atau belum. Jika belum, carilah itu, jika belum, tuntut. Di dalam Amsal dikatakan “kamu harus kejar berhikmat”, cari hikmat. Bagaimana mencari hikmat? Cari hikmat selalu ada dua jalur, jalur pertama adalah jalur mengerti tradisi yang sudah Tuhan izinkan engkau nikmat. Tradisi agama yang benar sangat penting, tradisi penafsiran yang benar sangat penting, tradisi memahami Allah dengan benar sangat penting. Tapi kemudian ada yang kedua, kelincahan untuk memahami zaman ini juga perlu dipelajari. Kelincahan memahami zaman, mengerti apa yang sedang terjadi sangat penting. Bagaimana pengertian kita akan tradisi dengan kelincahan kita memahami zaman bersatu itu menjadikan kita orang berhikmat. Orang berhikmat adalah orang yang mampu mendialogkan, menjadikan teman bicara antara tradisi dengan kebutuhan zaman. Tradisi dan kebutuhan zaman saling berdiskusi, saling berbicara, saling memberikan kesatuan. Ini sangat penting, Saudara menikmati tradisi yang diwarisi dan Saudara menikmati bagaimana tradisi itu berbicara untuk kebutuhan zaman sekarang, itu namanya berhikmat. Tapi berhikmat tidak bisa dijalankan di dalam kondisi hati yang tertentu, ada prakondisi namanya.

Cara Menanggalkan Kecemaran

Roma 13: 11-14 “Hal ini harus kamu lakukan karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita daripada waktu kita menjadi percaya. Hari sudah jauh malam telah hampir siang sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang. Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya. Saudara sekalian di dalam ayat yang ke-11 Paulus mengatakan “kamu sudah tahu sekarang waktunya apa”, dikatakan disini sekarang adalah waktunya kamu bangun dari tidur. Di dalam gambaran dari pemikiran Paulus bangun dari tidur adalah gambaran untuk kebangkitan. Bagian ini menekankan tentang kebangkitan, kebangkitan fisik, kebangkitan tubuh. Kamu tahu sekarang waktunya apa, yaitu waktunya kebangkitan tubuh sudah dekat. Gambaran ini merupakan gambaran penting untuk kita memahami tentang etika. Kalau Saudara baca di dalam surat-surat Paulus ada yang konsisten di situ yaitu bahwa saat kebangkitan adalah alasan paling kuat untuk kita menjalankan kehidupan yang baik. Hidupmu beretika, hidupmu baik, hidupmu saleh, mengapa? Karena engkau akan mengalami kebangkitan. Maka Saudara jangan salah berpikir, kita tidak bekerja baik, kita tidak saleh, kita tidak beretika, kita tidak berbuat baik demi diselamatkan. Ini kita sudah tahu dengan jelas, tetapi kadang-kadang kita terlalu menekankan keselamatan bukan karena pekerjaan baik sehingga kita lupa meletakkan pekerjaan baik itu di mana kalau begitu. Ada yang mengatakan pekerjaan baik itu sebagai tanda ucapan syukur, kamu sudah dicintai dan kamu bersyukur dengan pekerjaan baik. Tetapi Paulus tidak mendorong itu lebih utama, kamu sudah diselamatkan maka kamu memuji Tuhan. Kamu sudah diselamatkan maka kata-katamu harus penuh Mazmur, bersyukurlah kepada Tuhan. Kamu sudah diselamatkan maka bersukacitalah senantiasa, itu yang sering ditekankan. Jadi kaitan antara diselamatkan dan ucapan syukur adalah diselamatkan dan pujilah Tuhan. Tapi Paulus jarang mengaitkan karena kamu sudah diselamatkan bersyukurlah dengan berbuat baik.

Kalau begitu berbuat baik itu apa? Kalau kita lihat dalam pemikiran Paulus, perbuatan baik adalah cara menyambut kebangkitan. Ini sesuatu yang kita sulit mengerti kecuali kita lihat argumen yang nanti saya akan bagikan dari pemikiran Paulus. Paulus menekankan pekerjaan baik dengan pengharapan kebangkitan, “bangunlah dari tidur”, tidur maksudnya mati. Mengapa mati disebut tidur? Apakah waktu kita mati kita tidak sadar? Tentu tidak, kita tahu bahwa waktu kita mati roh kita bersama dengan Tuhan, tapi tubuh kita belum bangkit. Jadi roh kita bersama dengan Tuhan tapi tubuh belum bangkit. Tubuh yang belum bangkit ini yang disebut tidur. Mengapa disebut tidur? Karena tidur selalu akan dilanjutkan dengan bangun. Kalau pakai kata mati seperti tidak ada harapan. Tapi kalau dikatakan “orang ini tidur”, maka akan ada saat dimana dia bangun. Saya percaya teologi Paulus berkait dengan apa yang Yesus ajarkan menjadi tradisi Kristen mula-mula. Yesus berkata ketika ada seorang anak perempuan yang mati, Dia mengatakan “jangan ribut, anak ini tidak mati tetapi dia tidur”. Lalu ketika Yesus berbicara tentang kematian Lazarus, Yesus mengatakan “Lazarus saudara kita sudah tertidur”. Murid-murid tidak mengerti “sudah tertidur, berarti dia bisa sehat karena tidur membuat dia istirahat”. Tapi Tuhan mengatakan “Lazarus sudah mati”. Jadi mengapa mati diidentikan dengan tidur? Karena ketika Yesus hadir, orang mati akan dibangunkan, akan ada kebangkitan. Dari mati menjadi bangkit, inilah yang membuat orang Kristen mula-mula menggambarkan kematian sebagai tidur. Jadi yang dimaksudkan adalah kamu sudah tahu saat ini saat apa, saat kebangkitan tubuh sudah dekat. Tubuhmu sudah bangkit, maksudnya ketika Kristus datang. Kristus datang dan orang mati bangkit, ini pengajaran doktrin Akhir Zaman yang kita mesti jelas pengertiannya. Yang diharapkan adalah Kristus hadir kembali ke dua kali dan kita bangkit, kita dibangkitkan secara tubuh. Dan inilah sebabnya ada gambaran bangun dari kematian. Ini merupakan salah satu hymne tertua atau pengakuan iman, kita tidak tahu apakah ini hymne atau pengakuan iman, tetapi dikatakan “hai kamu yang tertidur, bangkitlah sebab Kristus bercahaya atas kamu”, jadi cahaya Kristus akan membuat orang mati bangkit. Jadi Paulus sedang mengatakan hari ini adalah hari mendekat hari kebangkitan tubuh, sekarang kamu harus tahu saatnya saat apa. Ini bukan sangat lama yaitu saat ketika kuasa jahat menguasai, ini adalah saat ketika Kristus sudah menang dan kamu sedang menantikan kebangkitan tubuh, ini gambaran yang sangat indah. Akhir zaman adalah indah, gambaran tentang kedatangan Kristus kedua kali adalah gambaran yang indah. Kamu ada di dalam keadaan buruk, keadaan jelek, keadaan tidak ada pengharapan, tetapi jangan khawatir keadaan itu sudah disirnakan, sudah lewat, sekarang Kristus sudah datang dan kedatangan Kristus membuat kamu masuk tahap yang baru dari sebuah zaman. Zaman apa? Zaman mendekat ke janji Tuhan yang sempurna itu, janji damai, janji istirahat, ada rest yang sempurna yang Tuhan janjikan dan ada kemenangan atas musuh. Di dalam pengertian Paulus musuh pertama yang ditaklukan adalah dosa. Musuh kedua yang ditaklukan adalah kecemaran. Musuh ketiga yang ditaklukan adalah kematian. Dosa sudah dihancurkan ketika kita percaya kepada Kristus atau lebih tepat ketika Kristus mati di atas kayu salib. Kecemaran dihancurkan melalui pekerjaan Roh Kudus di dalam pengudusan kita. Maut dihancurkan pada waktu Kristus datang kedua kali. Pada waktu itu kubur akan terbuka dan orang-orang mati akan bangkit. Siapa yang di dalam Kristus akan bangkit untuk bersama Dia mewarisi seluruh bumi dan menikmati surga turun. Siapa yang di luar Kristus akan bangkit dan mendapatkan penghakiman yang membuat mereka tidak berhak mewarisi apapun yang Tuhan sudah jadi kan. Jadi mereka akan terusir dari langit dan bumi yang baru, sedangkan orang percaya akan menjadi pewaris dari langit dan bumi yang baru. Ini gambaran pengharapan orang Israel. Jadi kami bukan lagi ada di dalam zaman yang menyusahkan, zaman yang kelam, zaman yang gelap, tetapi kami ada di dalam zaman yang penuh kesukaan karena sudah dekat kebangkitan.

Menikmati Keindahan Kristus

Roma 13 ayat 8-10, “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga. Tetapi hendaklah kamu saling mengasihi sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia ia sudah memenuhi hukum Taurat. Karena firman jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga sudah tersimpul dalam firman ini yaitu kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat”. Eksposisi Taurat yang Paulus lakukan mulai dari pasal 12 sampai seterusnya adalah eksposisi yang sangat indah karena Paulus membagikan sudut pandang dari orang yang sudah kenal Tuhan ketika dia ingin mempelajari tuntutan Taurat. Tuntutan Taurat adalah tuntutan yang Tuhan masih tuntut dari orang Kristen karena Taurat adalah bagian dari perjanjian yang Tuhan berikan kepada umatnya. Maka Israel adalah umat Tuhan dan Tuhan berikan Taurat kepada mereka. Orang percaya adalah umat Tuhan maka Tuhan juga berikan Taurat kepada mereka. Tetapi di dalam zaman Paulus terutama di dalam surat-surat Paulus, Saudara akan melihat ada kritik yang cukup besar, bahkan sangat besar dari Paulus kepada Taurat atau kepada hukum, kata nomos dipakai di sini. Dan orang Yahudi mengerti nomos itu sebenarnya adalah nama untuk Taurat. Jadi apakah Paulus sedang mengeritik Taurat dengan mengatakan Taurat tidak lagi berlaku karena tuntutannya adalah tuntutan untuk orang Israel bukan untuk kita. Paulus tidak kritik Taurat, tapi Paulus kritik penerapan Taurat oleh pemimpin Yahudi yaitu Taurat adalah cara untuk memamerkan identitas Israel. Kalau Taurat dilihat sebagai cara untuk memamerkan identitas Israel berarti bangsa lain tidak berhak mendapatkannya, kecuali bangsa lain menjadi Israel dulu. Sekarang Paulus punya satu teologi yang sangat unik yaitu membahasakan kembali Taurat tetapi untuk setiap bangsa. Jadi di dalam Roma ada seruan Paulus misalnya kalau ada bangsa-bangsa lain yang tidak mengenal hukum Taurat tetapi dorongan hatinya menjalankan Taurat maka dia dibenarkan oleh Tuhan. Tuhan anggap ia setia menjalankan Taurat biarpun dia tidak dapat informasi tentang perintah-perintah Taurat. Orang kafir yang menghormati orang tuanya sudah memenuhi hukum hormatilah orang tuamu. Sedangkan orang Yahudi yang dapat hukum hormatilah orang tua, tapi tidak jalankan, mereka pelanggar Taurat. Orang kafir yang menghormati hak orang, orang kafir yang menghargai orang miskin, yang menolong orang yang lemah adalah orang-orang yang sudah menggenapi Taurat. Sedangkan orang Israel yang sudah dapat Taurat gagal menjalankannya. Seringkali kita membaca Alkitab dengan kacamata selamat tidak selamat, tentu itu juga satu pengertian yang Alkitab bagikan, apakah orang di luar Kristus selamat? Tidak. Tetapi Paulus mau mengingatkan orang di luar Kristus bisa bertindak mentaati Taurat tanpa mereka sadari. Ini merupakan persiapan dari Paulus. Pada bagian awal Paulus mengatakan kalau ada bangsa lain tidak mengerti Taurat, tidak pernah tahu ada Musa, tidak pernah tahu ada Israel, tidak pernah tahu peristiwa di Gunung Sinai, tapi mereka menjalankan maka Tuhan anggap mereka jalankan Taurat. Ini yang Paulus mau siapkan supaya pembacanya melihat ketika orang-orang bangsa-bangsa lain menjadi Kristen karena percaya Kristus, mereka juga adalah pemilik Taurat. Jikalau mereka menjalankan hukum kasih, maka mereka sudah memenuhi hukum. Paulus memakai pengertian hukum, baik untuk Taurat dan kasih. Jadi kasih pun ada hukumnya. Paulus menyoroti, “Kalau kamu melihat Taurat sebagai aturan yang membanggakan identitas, saya hebat karena saya punya Taurat dan saya jalankan. Maka kamu gagal memahami hukum karena kamu tidak interaksikan Taurat dengan kasih. Jadi Paulus memberikan tawaran atau memberikan teologi yang sangat indah. Taurat mesti diparalelkan dengan kasih dan disatukan, tanpa kasih Taurat tidak jalan, tanpa Taurat kasih juga tidak jalan. Ini bagian yang kita sering luput, Taurat hilang sekarang, dan pakai kasih. Akhirnya kasih itu jadi konsep abstrak, kita mengerti tuntutan kasih tapi kita menafsirkannya berdasarkan pikiran dan kehendak kita. Kita merasa kita sudah cukup mengasihi karena strategi dan juga cara yang kita pikir sudah benar. Jadi kita kurang standar untuk kasih, karena kita pikir kasih harusnya bebas tidak pakai standar. Kalau kamu melakukan sesuatu karena ada aturan berarti kamu kurang mengasihi, tapi kalau kamu rela menjalankan dari hati, itu baru kasih. Tapi tidak demikian yang Paulus ajarkan, Paulus mengajarkan adanya aturan ketat untuk mendeskripsikan kasih. Saudara sudah mengasihi kalau Saudara sudah memenuhi tuntutan ini. Saudara belum mengasihi kalau Saudara belum memenuhi tuntutan ini. Maka kasih, kalau kita lihat tidak ada kaitan dengan ketenangan dan juga gairah hati. Saudara belum tentu tenang hatinya menjalankan kasih, Saudara belum tentu dipuaskan gairah hatinya menjalankan kasih, karena ketenangan dan gairah hati kita mungkin saja masih dikuasai oleh dosa. Jadi kalau hati kita masih dikuasai oleh dosa maka kasih tidak bisa dikaitkan dengannya. Saudara tidak bisa mengatakan “saya sudah mengasihi karena saya sudah melakukan apa yang saya suka”, tidak bisa. Mengapa tidak bisa? Karena engkau dituntut standar mengasihi yang Kitab Suci berikan.

Sekarang yang kita perlu pikirkan standarnya itu apa? Karena kalau kita baca Taurat ada banyak sekali aturan di situ, bolehkah kita pilih? Kalau kita boleh pilih, pilih berdasarkan apa? Ini yang menjadi pergumulan dari para teolog Kristen dari awal teologi dikembangkan setelah Alkitab selesai ditulis. Karena orang-orang Kristen di abad yang kedua, abad ketiga banyak berinteraksi dengan orang Yahudi. Mereka mengatakan “Hei orang Yahudi, Yesus itu Juruselamat, Yesus itu Mesias”, lalu mereka membuktikan dari Kitab Suci, orang-orang Kristen ini membuktikan “Lihat di Yesaya dikatakan Dia seperti ini, lihat di dalam Mazmur dikatakan Dia seperti ini. Dia harus menderita, Dia sekarang sudah di surga ditinggikan, menggenapi Mazmur 2. Dia sudah dipulihkan dari mati, Dia sudah dibangkitkan seperti yang dinyatakan di dalam Yesaya 53”, ini yang mereka berikan sebagai argumen. Tapi orang Yahudi berikan argumen balik dari Taurat, “lihat yang selamat adalah orang Israel. Jadi Mesiasmu kalau bener Dia Mesias, hanya akan berguna bagi orang Israel. Lalu kalau kamu mengatakan kamu sudah menjadi umat Tuhan, mengapa tidak jalankan Taurat?”, ini jadi membingungkan. Orang akhirnya melihat Taurat sebagai batu sandungan untuk orang Kristen. Ini terbalik, orang Israel melihat salib sebagai batu sandungan bagi mereka, tapi orang Kristen melihat Taurat sebagai batu sandungan bagi mereka. “Mengapa ada Taurat di Alkitab kita? Bagaimana memahami ini?”, akhirnya dari awal teologi Kristen dibangun, salah satu pergumulan yang terus dijalankan, dipikirkan, didiskusikan adalah bagaimana orang Kristen seharusnya melihat perintah-perintah Taurat. Tentu di zaman sekarang kita lihat hal itu tidak lagi menjadi problem yang terlalu besar, karena metode hermeneutika yang ditemukan di dalam zaman kita atau zaman abad 20 akhir mungkin sampai zaman kita atau 20 pertengahan, adalah metode untuk melihat konteks. Intinya metode hermeneutika kita mengatakan kita baca Surat Roma sama metodenya dengan baca Surat Kitab Imamat, mengerti budaya lokal dan mengerti konteks lokal. Dengan pengertian akan budaya lokal dan konteks lokal kita dapat pesan untuk kita sekarang. Jadi sama tidak ada kesulitan bagi kita sekarang, baca Roma harus lihat konteks abad ke-1, baca Imamat harus melihat konteks abad ke-15 sebelum Masehi. Jadi tidak ada problem karena hermeneutika makin berkembang. Tetapi di dalam zaman ketika hermeneutika belum berkembang juga ada bantuan bagi kita untuk memahami Taurat. Bantuan yang paling besar adalah pembagian antara sebelum digenapi dan sesudah digenapi. Ini penting untuk jadi pegangan, waktu baca Taurat Saudara lihat ada yang belum digenapi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan Kristus, pengorbananNya, kemudian Bait, aktivitas di Bait Suci. Lalu setelah Kristus datang pengorbanan Kristus menggenapi korban, maka hal-hal yang berkaitan dengan korban membuat kita mengerti Kristus, tapi bukan lagi untuk dijalankan. Atau dengan kata lain semua tulisan di Taurat mengenai aturan korban bersifat Kristologis bagi orang Kristen, membuat kita mengerti natur dari pengorbanan Kristus. Jadi kita tidak lagi menjalankan Imamat sebagai liturgi, tapi kita membaca Imamat sebagai alat hermeunetis atau sebagai pengertian firman untuk membuat kita mengenal apa yang sudah Kritus lakukan bagi kita. Kita akan menjadi sangat jelas dalam memahami salib dan pengorbananNya Kristus. Jadi setiap pengertian dari Taurat masih berguna bagi kita, tapi bukan berguna untuk liturgi ibadah. Lain dengan Israel, Israel melihat itu sebagai liturgi ibadah, ada korban harian, ada korban waktu tertentu, ada kandil yang harus dinyalakan, ada imam yang di dalam waktu-waktu yang khusus, itu semua bagian dari liturgi yang harus dijalankan. Maka kalau orang Kristen ditanya, “Apa guna Taurat bagimu?” Saudara menjawab, “Menjelaskan tentang Kristus”. Kalau mereka tanya “Bagaimana caranya?” Saudara bisa menjelaskan dengan pengertian yang kita dapat dari apa yang Imamat bagikan lalu digenapi Kristus. Korban, Kristus menggenapi, ada penebusan lewat darah yang dibawa oleh imam masuk ke ruang maha suci, Kristus menggenapi mati di kayu salib dan masuk ruang maha suci di surga. Jadi ibadah di Bait Suci adalah miniatur dari realita yaitu pengorbanan Kristus. Ini yang kita pahami, jadi Imamat, Bilangan, Ulangan atau Keluaran yang memuat liturgi Taurat, Taurat sebagai liturgi, itu tidak kita jalankan sebagai bagian dari liturgi kita, tetapi kita membaca dengan sungguh-sungguh sebagai firman Tuhan yang menjelaskan tentang apa yang Kristus lakukan buat saya. Maka kalau kita tidak mempelajarinya, kita akan miskin pengertian tentang Kristus. Kita bisa mengatakan, “Saya beriman kepada Kristus”, “Apa yang Dia lakukan untukmu?”, “Dia mati”, “Mengapa Dia mesti mati?”, “Karena keadilan Tuhan dipuaskan”, bukan cuma keadilan Tuhan dipuaskan. Di dalam Imamat ada begitu banyak hal yang dibagikan, tentang pengudusan, kesatuan dengan kematian, kuasa kebangkitan, semua dibagikan dalam bentuk simbol liturgi. Maka tentu ada perbedaan, liturgi menanti dengan liturgi setelah datang. Saudara kalau pakai liturgi menanti di dalam zaman setelah Kristus datang, tidak akan nyambung. Liturgi sebelum Kristus datang pasti beda dengan liturgi setelah. Pengertian teologi sebelum Kristus datang penting untuk kita pahami apa yang dilakukan Kristus setelah Dia datang. Intinya adalah Paulus mencoba membagikan kalau Taurat tidak lagi dipahami sebagai liturgi maka ada dua fungsi dari Taurat. Fungsi pertama adalah fungsi Kristologis, fungsi memberikan kepada kita pengertian teologis tentang siapa Kristus. Ada banyak bagian dari kehidupan Kristus itu mencerminkan dua hal, yang Yesus lakukan dengan tindakan dan yang Yesus katakan dengan perkataan mencerminkan dia adalah pertama adalah nabi, yang kedua adalah dia sedang menjalankan Taurat sesuai dengan perintah di dalam Kitab Taurat. Itu sebabnya kita mengerti bahwa hal pertama yang dinyatakan Taurat adalah pengertian kristologis, teologi tentang siapa Kristus. Taurat berfungsi memberikan teologi tentang siapa Kristus.

PERSEKUTUAN DOA

Dipimpin oleh Vik. Feby Novitania pada hari Sabtu, 11 Mei 2024, pk. 07.00 di Jl. Moh. Toha No. 229. Hanya fisik. Info: 0851-0507-1880(WA)