Mari kita sama-sama membaca Roma 12: 9-13. “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura, jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa. Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan”. Setelah Paulus memberitakan tentang anugerah pelayanan atau karunia pelayanan yang dikaruniakan oleh Roh Kudus, maka di ayat-ayat yang kita baca hari ini sampai ayat yang ke-13, itu ada gabungan nasehat-nasehat pendek. Nasehatnya adalah nasehat yang sebenarnya sangat akrab dengan dunia Yunani pada abad pertama karena orang-orang Yunani sangat senang untuk mencari tahu bagaimana orang seharusnya hidup. Kalau kita lihat di dalam ayat yang ke 9-12 itu ada kata-kata yang saling memperlengkapi, ini ciri khas nasehat dari orang Yunani. Jadi ada satu istilah yang sudah dimengerti tapi tambah istilah lain untuk membuat kita mengerti bagaimana istilah yang pertama itu bisa dijalankan atau dimengerti. Saya ambil contoh di dalam ayat yang ke-9 dikatakan “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura, jauhilah yang jahat dan lakukan yang baik”, ada dua nasehat di sini. Yang pertama adalah dalam kasih ada ketidak pura-puraan, ini yang diperintahkan, kasih dan tidak pura-pura. Ada agape dan ada anypokritos, ada dua kata yang saling melengkapi. Kasih itu tidak pura-pura. Jadi Saudara bisa melihat ada istilah yang umum di dalam dunia etika ditambahkan dengan aplikatif. Dan nasehatnya juga sangat irit, karena cuma pakai 1 kata juga, jadi 1 kata dilanjutkan dengan 1 kata. Ini menarik sekali kalau kita mengerti cara menasehati dengan cara seperti ini, karena istilah-istilah penting ini digabungkan sehingga kita mempunyai gambaran yang indah sekali tentang bagaimana etika itu seharusnya dijalankan. Kita tahu di dalam sejarah pemikiran manusia aspek etika adalah aspek penting, dari awal orang-orang yang memberikan sumbangsih terhadap pemikiran dunia misalnya Socrates, kemudian Plato dan Aristoteles misalnya, mereka sangat concern, sangat ingin mengajarkan tentang bagaimana manusia seharusnya hidup. Ada pertanyaan yang sangat penting tentang etika, misalnya yang ditanyakan oleh Socrates di dalam tulisan Plato, apakah etika itu perintah dari dewa atau sebenarnya etika pun memerintah dewa untuk taat? Jadi kebaikan itu kebaikan karena dewa perintahkan atau ada prinsip baik yang dewa pun harus tunduk? Ini menjadi pertanyaan yang membuat Plato berpikir, di dalam tokoh tulisan Plato adalah Socrates. Apakah para dewa itu mutlak? Harusnya tidak menurut dia. Harusnya ada prinsip yang lebih tinggi yang juga mengikat para dewa. Ini pikiran Socrates atau Plato, kita campurkan Socrates dan Plato, Socrates versi Plato karena Socrates tidak menulis apapun. Apakah para dewa itu dikuasai oleh prinsip yang lebih tinggi dari mereka? Harusnya iya, karena kalau tidak kita akan menyembah dewa dan berharap dewa-dewa itu menjadi sumber prinsip padahal itu tidak mungkin menurut Socrates. Mengapa tidak mungkin? Karena banyak hal yang para dewa ini tidak memiliki secara utuh. Misalnya dewa cinta mungkin tidak mempunyai bijaksana berperang, dewa hikmat mungkin tidak memiliki kemungkinan memberikan kesuburan dan lain-lain. Mereka tidak mungkin menjadi prinsip yang secara otoritatif mengatur semua. Mereka tidak mungkin menjadi prinsip paling tinggi. Kalau begitu prinsip paling tinggi inilah yang harus kita cari, bukan cuma sekadar menyembah dewa-dewa. Saudara bisa pahami mengapa Socrates dituduh sebagai ateis, karena dia menekankan pentingnya mencari yang lebih utama ketimbang para dewa. Ada hal yang lebih prinsipil yang mengatur segala sesuatu sehingga dewa pun ikut tunduk kepadanya. Plato dan Socrates ini sangat berpengaruh sehingga di dalam abad pertengahan, para teolog Kristen berusaha pikir baik-baik apakah kalau pertanyaan Socrates diterapkan pada Allah kita, pertanyaan itu masih valid atau tidak? Apakah kebaikan itu menjadi baik karena Allah perintahkan atau Allah pun sebenarnya dipayungi oleh prinsip universal yang Allah tidak bisa lepas darinya? Mana yang benar? Di dalam pikiran abad pertengahan akhirnya ditemukan istilah yang disebut dengan simplicity of God, Allah itu tidak terdiri dari bagian. Allah adalah Allah yang di dalam diriNya segala sesuatu ada. Jadi kalau ditanya apakah kebaikan itu ada di luar Allah? Prinsip tertinggi itu mengatur Allah? Jawabannya tidak, kebaikan itu ada di dalam diri Allah. Allah itu adalah baik, Allah itu adalah kasih, Allah itu adalah adil. Sehingga Allah dan prinsip itu menyatu. Di dalam Kekristenan diajarkan bahwa prinsip utama ada di dalam Allah, Allah-lah yang menjadi prinsip utama itu. Ini solusi dari abad pertengahan untuk pertanyaan dari Socrates yaitu simplicity of God, Allah tidak terdiri atas bagian sehingga Allah itu sendirilah yang menjadi prinsip utama yang mengatur segala sesuatu.

Kalau begitu ketika berbicara tentang prinsip hidup atau etika, apakah orang Kristen akan beda dari dunia ini, apakah etika setelah kenal Tuhan akan beda 180°, apakah akan beda total dari orang yang tidak kenal Tuhan, apa bedanya? Bisakah orang yang tidak kenal Tuhan seperti orang Kristen kenal Tuhan, punya etika yang sama juga? Apakah pencarian etika di dalam dunia lain yang bukan Kristen atau yang bukan Yahudi yang bukan menyembah Tuhan, apakah itu dibuang sama sekali? Saudara, tulisan-tulisan Paulus membuktikan bahwa Paulus tidak membuang ajaran etika dari dunianya. Da tidak membuang misalnya dari ajaran stoisisme, meskipun tentu dia bukan pengajar stoic, dia mengkritik ilah-ilah Yunani ketika dia berkotbah di Athena, sesuai catatan di Kisah Rasul 17. Tetapi dia tidak membuang semua prinsip etika yang ditemukan di dalam dunia Yunani. Namun Kekristenan mengarahkan etika yang sudah dipahami di dalam dunia lain, dunia sekuler, dunia di luar Kekristenan di-treat atau diperlakukan sebagai bagian dari prinsip mengenal Tuhan. Jadi ini bagian dari mengenal Tuhan, bukan sebuah pemikiran yang bentur dengan Kekristenan atau juga bukan sebuah pemikiran dan Kekristenan harus tunduk kepadanya. Ini cara Paulus untuk membicarakan tentang etika. Misalnya di dalam Filipi, dia membagikan prinsip-prinsip etika yang sangat dikenal oleh orang-orang Yunani, tetapi menambahkan dengan mengatakan “Lihatlah apa yang ada padaku dan teladanilah itu seperti aku juga sudah meneladani Kristus”. Tambahan kecil di belakang, ini mengubah segala sesuatu. Di dalam etika Yunani, orang tidak mengatakan “Lihat saya dan contoh saya, karena saya melihat orang lain dan mencontoh dia”. Paulus melihat Kristus dan mencontoh Kristus. Maka orang-orang di Filipi melihat Paulus dan mencontoh Paulus. Ini tidak ada di dalam dunia Yunani, karena di dalam dunia Yunani tidak ada orang khusus yang menjadi patokan beretika, yang kepadanya kita mesti pelajari dan teladani. Maka kekurangan figur inilah menjadi problem di dalam dunia Yunani, orang bisa berbicara tentang segala macam hal yang baik tetapi dia sendiri tidak identik dengan yang baik itu. Socrates pengajar yang sangat baik, tetapi di dalam akhir hidupnya pun dia mengakui dia akan pergi kepada dunia ideal dan dia sendiri tidak menjadi perwakilan dari dunia ideal itu. Dia bukan contoh, dia hanyalah sekadar orang yang bertanya, kalau dalam pendapat dia “Saya cuma orang bodoh yang bertanya, saya cuma minta orang lain menjawab dan kalau jawabannya kurang memuaskan, saya tanya balik, itu tugas saya”. Jadi Socrates tidak mengklaim dirinya sebagai contoh. Plato mengatakan Socrates adalah orang paling baik yang pernah dia kenal atau bahkan yang mungkin akan dikenal oleh siapapun, tetapi tetap Socrates bukan tokoh ideal karena di dalam pikiran Plato pun ketika Plato mendirikan Akademia, dia membuat Socrates menjadi tokoh yang waktu berdebat tidak bisa jawab, ini ada di dalam karya Simposium. Di dalam karya Simposium, Socrates kehilangan cara untuk menjawab tentang tema dikai atau keadilan, ini tema yang sulit dipahami keadilan dan cinta kasih. Jadi Socrates yang tadinya jadi tokoh yang sangat sentral di dalam pikiran Plato, ternyata juga adalah orang yang kebingungan waktu diminta menjawab hal-hal yang sangat besar. Plato adalah seorang yang sangat punya konsep berpikir kuat sekali, banyak tradisi dari dunia etika di Barat berhutang banyak sekali kepada dia. Dia pikir segala sesuatu dengan detail, dengan teliti sekali tentang adil. Apa itu adil? Apakah ketika engkau memperlakukan orang lain dengan sama itu adil? Ini sesuatu yang membingungkan untuk dijawab. Jadi dia membagikan kepada dunia, problem-problem di dalam dunia etika yang perlu dijawab. Dan banyak orang menemukan pikiran dia sepertinya mengunci pembahasan. Sepertinya orang mau membahas apapun, Plato sudah pernah pertanyakan sebelumnya. Makanya ada perkataan yang terkenal dari seorang filsuf abad 20 bahwa sejarah etika dan filsafat barat itu cuma footnote kepada Plato. Di dalam lukisan dari seorang bernama Jacques-Louis David, dia lukis tentang Plato yang sedang duduk, kemudian di belakangnya itu ada lukisan kematian Socrates. Ini kita tidak sadar Plato itu yang duduk, kita lihat ada lukisan Socrates sedang menunjuk sambil memegang cawan, siap untuk mati, karena dia dijatuhi hukuman mati, minum racun dan mati. Lalu murid-muridnya menangis di samping dia, murid-muridnya sedih sekali. Di situ ditunjukkan berdasarkan dialog di dalam karya terakhir dari Plato yaitu tentang kematian, ini dimasukkan di dalam satu dialog pendek yang mengisahkan tentang kematian Socrates, The Death of Socrates. Di situ murid-murid semua kumpul, ada yang tutup mata sambil menangis tidak tega melihat guru yang tercinta harus mati dengan cara ini. Lalu ada orang-orang yang sangat sedih duduk di kaki, dekat kaki Socrates. Kemudian orang lihat dialog dari bukunya Plato, lalu lihat lukisan itu, mereka heran karena di dalam dialog dipaparkan nama-nama orang yang hadir dan di dalam lukisan ini ada orang-orang yang mirip dengan yang di dalam dialog tapi kurang satu. Waktu mereka selidiki, kurang orang namanya Plato. Lalu di mana Plato? Socrates mau mati apakah Plato tidak ada? Ternyata lukisan itu menggambarkan Plato sudah tua, duduk dekat Socrates. Jadi kita lihat dalam lukisan itu ada Socrates yang siap minum racun sambil menunjuk ke atas, lalu di kaki tempat tidurnya ada orang tua seumur dengan Socrates, sedang duduk merenung. Semua bingung ini siapa, tidak ada dalam dialog dari Plato. Baru mereka sadar orang tua yang duduk dekat kaki Socrates itu Plato, dilukiskan dalam lukisan itu. Mengapa Plato menjadi seumur dengan Socrates? Baru kita sadar ini lukisan adalah imajinasinya Plato. Ini lukisan tentang Plato yang sedang duduk, sudah tua lalu dia ingat “Dulu guruku mati”, inilah yang dilukiskan. Ini cara lukisan untuk menggambarkan sebuah peristiwa. Jadi seluruh peristiwa kematian Socrates ada di dalam pikirannya Plato. Ini mau menggambarkan kegalauan kematian Socrates, dia bertanya banyak hal. Gurunya yaitu Socrates, mengatakan kematian tidak harus ditakuti, tapi mengapa dampak dari kematian Socrates seperti menghabiskan pengharapan untuk manusia bisa hidup? Apakah benar ada pengharapan yang indah di luar sana setelah kematian? Ini pertanyaan-pertanyaan yang terus dipertanyakan baik oleh Plato maupun oleh seluruh manusia. Kematian Socrates menjadi pergumulan besar dalam diri Plato, sehingga dia memikirkan ulang tentang apa yang dimaksud dengan baik, apa yang dimaksud dengan hidup, apa gunanya berjuang di tengah dunia yang katanya cuma ilusi yang tidak bagus dari dunia ideal yang lebih bagus. Ini pertanyaan-pertanyaan yang dia bagikan dan akhirnya konteks yang dibagikan oleh Plato tentang bagaimana beretika demi mengenal yang ideal, dimentahkan atau diganti oleh filsafat Kristen atau oleh pemikiran dari teologi Kristen. Karena Kekristenan mengingatkan semua tindakan etis adalah tindakan menyembah Tuhan, mentaati hukum Tuhan dan meneladani Kristus, ini 3 hal yang tidak mungkin ada di dalam pikiran dunia ini. Di dalam dunia Yunani tidak ada alasan beretika untuk menyembah, “Menyembah siapa?” Dunia Yunani kekurangan figur untuk disembah, sehingga etika dan penyembahan tidak bisa dengan harmonis bersatu. Lalu di dalam Kekristenan, etika berarti mentaati hukum Tuhan, hal kedua. Di dalam dunia Yunani tidak ada hukum yang diturunkan dari Tuhan, semua adalah pikiran manusia berusaha mencari kebenaran dan kebaikan. Tetapi di dalam Kekristenan tidak begitu, tindakan etika yang benar adalah ketaatan kepada Taurat atau kepada firman Tuhan. Lalu yang ketiga tindakan etika yang benar adalah usaha menyerupai Kristus, karena aku milik Kristus maka aku berusaha mirip Dia. Karena aku ditebus oleh Kristus maka aku berusaha menjadi seperti Dia di dalam tindakan. Tiga hal ini menjadi prinsip etika yang sangat penting bagi dunia, yang perlu dipelajari oleh dunia. Saudara kalau mau memberitakan Injil, Saudara bisa masuk dengan banyak sekali cara, karena terlalu banyak hal di dalam pikiran dari Kitab Suci yang melampaui apapun yang dunia bisa pikirkan. Misalnya ketika kita berdialog dengan dengan orang lain, kita mengatakan etika yang baik adalah bentuk ekspresi worship, “Aku menyembah Tuhan dan aku menunjukkannya di dalam perlakuanku kepada sesama”. Yang kedua “Aku berlaku baik adalah karena Tuhan perintahkan. Aku ingin damai, aku ingin menikmati hidup di dalam komunitas yang baik, karena itu aku menjalankan hukum Tuhan. Yang ketiga, “Aku bertindak baik karena Dia Kristus, figur yang menjadi Juruselamatku yang kepadaNnya aku ingin menjadi satu. Saya ingin mirip Kristus maka saya disebut Kristen. Saya berusaha mirip Dia, maka saya teladani Dia”. Ini tiga hal yang tidak ada di dalam dunia Yunani, di dalam dunia Timur, dunia Barat di manapun. Maka ketika Paulus memberikan ajaran etis, dia tidak hindari bahasa-bahasa etika dari sekelilingnya, meskipun itu bukan Kristen. Karena dia tahu sebelum penjelasan etika ini diberikan, dia sudah lebih dulu memberikan penjelasan tentang 3 hal tadi, tentang ibadah kepada Tuhan, tentang hukum Tuhan dan tentang siapa Kristus. Kalau tiga ini sudah dimengerti, Saudara justru mempunyai bijaksana untuk melihat keindahan dari pikiran dunia, tidak perlu takut. Kadang-kadang orang Kristen menjadi begitu antithetical, berlawanan dengan prinsip dunia. “Kalau dunia punya prinsip pasti salah, hanya Kristen yang benar”, akhirnya sifat antitesis ini sifat bentur seperti membuat orang Kristen menjadi begitu paranoid, begitu ketakutan dengan berita apapun dari dunia ini. Saya tidak bilang bahwa dunia ini semuanya baik adanya, tentu tidak. Banyak hal yang kacau, banyak hal yang rusak, banyak hal yang tidak benar dari dunia ini, tetapi Saudara bisa menyadari kekacauan dan ketidakbenarannya justru karena Saudara sudah kenal tiga hal tadi menyembah Tuhan, perintah Tuhan dan Kristus. Saudara perlu punya kepekaan melihat mana yang menghancurkan diri dan mana yang bisa diadopsi menjadi bagian dari pikiran Kristen. Karena memang pikiran itu dari Tuhan adanya, segala yang baik adalah dari Tuhan..

1 of 4 »