Bagian ini adalah bagian yang menekankan kembali pentingnya menyadari siapa kita sebagai umat Tuhan. Umat Tuhan adalah orang-orang yang ditebus oleh Tuhan untuk berbagian di dalam janji Tuhan. Kalau kalimat ini kita pahami, maka sebenarnya berbagian di dalam janji Tuhan ini menjadi kalimat yang menghibur sekali. Karena kita dipanggil Tuhan untuk berbagian di dalam apa yang Dia rancangkan, yang Dia rancangkan di dalam kesempurnaan dari kehendakNya. Di dalam pujian kita yang pertama, kita menyanyikan mengenai alam semesta yang meninggikan Tuhan dan alam semesta inilah yang akan Tuhan nyatakan menjadi sempurna. Ini satu janji yang Tuhan berikan kepada umat Tuhan. Umat Tuhan akan menikmati Tuhan yang berjanji, Tuhan yang akan menyatakan pekerjaanNya yang sempurna hanya bagi umatnya. Dengan demikian ayat-ayat di dalam Kitab Suci yang menekankan posisi penting dari umat Tuhan itu sebenarnya ayat-ayat penuh penghiburan. Di dalam Kitab Suci kita melihat panggilan Tuhan bagi umat Tuhan adalah panggilan yang penuh bahagia. Dan bahagia inilah yang menjadi alasan mengapa kita bisa tetap setia kepada Tuhan. Di dalam tulisan Agustinus, salah satu yang membuat dia sangat berpengaruh adalah tekanan dia anugerah dan cinta kasih Tuhan. Di dalam pembahasan para bapa gereja ada satu pergumulan yang dibahas secara teologis, yaitu kalau Tuhan itu adalah Tuhan, lalu Tuhan mencipta sesuatu di luar Dia, karena ciptaankan bukan bagian dari Tuhan. Tuhan menciptakan ciptaan, Tuhan dan ciptaan beda karena Tuhan adalah Tuhan dan ciptaan adalah ciptaan. Misalnya di dalam tulisan dari Ireanius, ditekankan Allah Bapa maupun Yesus Kristus maupun Roh Kudus adalah Pencipta. Dan selain Allah Tritunggal, tidak ada yang bisa dikategorikan Pencipta. Pada zaman Irenius istilah Tritunggal belum ada, sehingga Ireaneus tidak memakai istilah itu. Tetapi dia mengerti konsepnya hanya Allah Tritunggal yaitu Sang Bapa, lalu Sang Anak yaitu Yesus Kristus dan Sang Roh Kudus inilah yang merupakan Pencipta. Di luar Allah Tritunggal itu bukan Allah, hanya ada ciptaan. Lalu ada pergumulan kalau Allah di dalam diriNya itu Allah, lalu Allah menyatakan sesuatu di luar diriNya yaitu ciptaan, jembatannya apa? Apa yang kaitkan diri Allah didalam dengan apa yang dinyatakan di luar? Kalau kaitan ini tidak ada, maka ciptaan dan Tuhan seperti 2 keberadaan yang tidak saling berkaitan. Maka orang mengatakan atau para bapa-bapa gereja mengatakan yang kaitkan antara Tuhan dan ciptaan di luar dirinya adalah “the power to create”, kuasa penciptaan Allah. Tapi Agustinus punya pendapat yang beda. Dia mengatakan yang kaitkan antara Allah dan ciptaan itu bukan power, jembatannya itu bukan kuasa. Yang kaitkan antara Allah dan ciptaan jembatannya itu adalah kasih. Agustinus menafsirkan di dalam kasih Allah itu ada delight dan ada desire, ada kesenangan, dan juga ada gairah. Tuhan mencipta dengan kesenanganNya. Tuhan mencipta di dalam gairahNya. Baik, gairah dan kesenangan di dalam kasih Tuhan. Itulah yang membuat karya Tuhan ada. Sehingga kalau ditanya “apa motivasi Tuhan mencipta?”, motivasi Tuhan mencipta adalah kasihNya. Apa yang membuat ciptaan itu bisa jadi? Jawaban Agustinus bukan power tetapi kasih, bukan power tapi love. Ini merubah banyak pengertian, ini membuat cara pikir yang sangat-sangat indah. Di dalam tradisi Reformasi, konsep ini diteruskan oleh John Calvin. John Calvin mengingatkan apa yang kita temukan di dalam ciptaan dikoneksikan dengan Tuhan lewat pekerjaan Roh Kudus. Dan Roh Kudus adalah Roh yang mencurahkan kasih Allah ke dalam kita, Roma 5. Roh Allah adalah Roh kasih. Cinta kasih Tuhan adalah kaitan antara Tuhan dan ciptaanNya. Maka kalau kita mengerti hal ini, kita akan menikmati ciptaan sebagai buah kasihNya Tuhan. Mengapa kita tinggal di dalam ciptaanNya Tuhan? Karena Tuhan mau menunjukkan kasihNya. Mengapa Dia memberikan segala yang Dia berikan kepada kita? Karena Dia mau menunjukkan kasihNya. Kita menemukan ada ciptaan yang adalah tanda cinta kasih Tuhan. Ini juga dinyatakan di dalam Roma pasal yang pertama, di dalam pasal yang pertama bagian awal ini kita sudah bahas di awal-awal eksposisi Roma. Tuhan mengatakan melalui Paulus Tuhan murka kepada manusia, karena apa yang Tuhan berikan yaitu kemuliaanNya, kekuatanNya, keilahianNya itu ada di dalam ciptaanNya. Tetapi manusia menyembah berhala instead, manusia menyembah berhala bukannya menyembah Tuhan.

Mengapa menyembah berhala dan bukan menyembah Tuhan? Di dalam penjelasan Calvin di dalam Buku Institute of Christian Religion, dia menekankan manusia menyembah berhala karena menemukan kebaikan dan keindahan. Menemukan kebaikan dan keindahan tapi tidak ber-Tuhan membuat manusia ingin menyembah, tapi bukan Tuhan. “Aku ingin menyembah tapi bukan Tuhan”, mengapa ingin menyembah? Karena ada kebaikan. Saudara bisa melihat di dalam tradisi bangsa-bangsa kuno, tiap kali ada panen selalu berkait dengan penyembahan dewa kesuburan. Mengapa panen selalu dirayakan dengan perayaan-perayaan agama? Karena panen itu memberikan kebaikan kepada manusia. Manusia diberi kebaikan, tetapi pribadi pemberi kebaikannya tidak dikenal oleh manusia. Sehingga ketika mereka menyembah berhala, mereka sedang berterima kasih kepada pribadi yang tidak ada untuk menyatakan sembah mereka atas apa yang sudah mereka terima. Padahal yang mereka terima itu dari Tuhan. Kalau terimanya dari Tuhan, mengapa tidak sembah Tuhan? Karena tidak kenal Tuhan. Lalu kalau tidak kenal Tuhan, mengapa tetap mau menyembah? Karena mereka tetap menerima kebaikan Tuhan. Dari sini kita mengerti ketika Tuhan panggil umatNya, hal yang beda dari umat Tuhan dengan bangsa-bangsa lain adalah umat Tuhan diperkenalkan kepada Pribadi pemberi kebaikan itu. Pengertian ini baru dibukakan di dalam Kekristenan. “Jadi aku mengenal Allah yang sejati, satu-satunya Allah yang benar, kami tidak berikan hati kepada yang lain, hanya kepada Dia”. Arah hati kepada Tuhan adalah pelatihan yang Tuhan mau tuju adalah tujuan dari pelatihan Tuhan membuat Israel menyembah Dia. Dari sini kita mendapatkan pengertian perbedaan antara Israel dan bangsa-bangsa lain, Israel tinggi dan mulia bangsa-bangsa lain rendah, bukan karena Israel lebih baik dari bangsa-bangsa lain, tapi karena mereka menemukan siapa sang Pencipta. Mereka menyembah sang Pencipta itu. Itu sebabnya kesenangan sejati hanya mungkin didapat di dalam Tuhan. Maka dikatakan umat Tuhan itu diumpamakan sebagai cabang yang dicangkokkan ke pohon zaitun. Ini merupakan gambaran keindahan cabang-cabang itu menikmati getah dan berkat dari pohon zaitun yang mengalir dari pokok utamanya. Sebenaranya ini bahasa yang penuh kenikmatan, karena ketika orang Israel berbicara tentang anggur, tentang pohon ara, tentang zaitun yang mereka pikirkan adalah kenikmatan, kebahagiaan yang di timbulkan dari hasil zaitun maupun anggur maupun ara. Dengan demikian Tuhan sedang menyatakan melalui Surat Roma umat Tuhan itu adalah kelompok yang paling bahagia. Mengapa bahagia? Karena mereka mempunyai Allah. Maka ketika orang Israel berontak kepada Tuhan, waktu mereka mengabaikan Tuhan di dalam ayat 20. Dikatakan mereka mengalami ktidak-percayaan. Di dalam Alkitab itu dipakai bahasa apistia, tidak mempunyai iman. Ketika mereka berhenti beriman, maka mereka pun dipatahkan, dipatahkan lalu dibuang. Mengapa dipatahkan lalu dibuang? Karena mereka berhenti beriman. Beriman itu apa? Beriman itu berarti mereka berhenti menikmati Tuhan sebagai sumber sukacita mereka. Ini titik yang krusial sekali, karena Israel gagal di titik ini, dan Paulus memberikan peringatan, “kamu juga bisa gagal di titik yang sama”. Sekarang orang Kristen menikmati keadaan seperti orang Israel dulu di kasihi Tuhan, diberikan berkat oleh Tuhan, dijadikan milik Dia, diperlakukan dengan istimewa karena jadi umat, tetapi ketika mereka berhenti percaya kepada Tuhan, Tuhan pun akan buang. Ini titik yang sangat-sangat penting untuk kita perhatikan. Siapa yang berhenti percaya kepada Tuhan juga akan mengalami pembuangan.

1 of 5 »