Pasal 12 memberikan satu dorongan di ayat pertama ini, supaya kita memberikan tubuh sebagai persembahan yang hidup. Saudara persembahan ini tentu kaitannya erat dengan konsep ibadah di Bait Suci. Karena orang Israel kalau mau beribadah di Bait Suci pasti akan melibatkan korban untuk membuat mereka layak. Mereka tidak bisa datang ke Tuhan kecuali mereka membawa korban. Tapi  dorongan untuk membawa korban adalah kesadaran bahwa Allah itu mulia. Di dalam Kitab Imamat ketika Tuhan memberikan hukuman kepada anak-anak Harun dinyatakan “barangsiapa Kukasihi kepada dia, Aku akan menyatakan kemuliaanKu”, kekudusan dan kemuliaan Tuhan, Tuhan nyatakan. Dan respons orang adalah beribadah dengan takut, gentar dan penuh kasih. Ini sifat yang sulit bisa ada dalam hati manusia kalau kita hanya melihat dunia ciptaan ini. Dunia ciptaan yang kita pahami tanpa Tuhan tidak menggerakkan kita untuk mempunyai hati yang beribadah. Ibadah adalah aspek yang sangat penting, maka kalau kita mengenal Tuhan memahami kemuliaan Dia, kita akan berespons dengan ibadah. Kalau kita mengenal kemuliaan Tuhan, respons apa yang kita miliki, apa yang kita ekspresikan? Alkitab mengajarkan bahwa orang Israel beribadah sebagai respons dari mengenal Tuhan. Itu sebabnya tanpa kenal Tuhan, manusia tidak mungkin beribadah kepada Tuhan. Dan tanpa beribadah, sayangnya, manusia tidak mungkin kenal dirinya. Inilah yang terjadi di zaman kita karena ibadah disingkirkan, maka manusia mengalami krisis. Kita krisis untuk kenal siapa diri kita dan orang yang berada dalam keadaan krisis, tidak kenal siapa dirinya, tidak mungkin secara aktif menyerahkan diri sebagai korban untuk Tuhan, tidak mungkin. Menyerahkan diri untuk Tuhan karena digerakkan oleh pengenalan akan Tuhan, itu yang benar. Itu sebabnya dari awal para pemikir di dalam Kekristenan sudah mengerti konsep ini. Agustinus misalnya mengatakan orang yang mengenal Tuhan akan mempunyai diri yang punya pengharapan melampaui apa yang kelihatan. Orang yang kenal Tuhan punya pengharapan melampaui apa yang kelihatan. Di dalam kuliah yang diberikan yang namanya Gifford Lectures, ini kuliah prestis sekali, ada tokoh-tokoh yang diminta untuk memberikan Gifford Lectures dan biasanya nama mereka adalah nama yang sangat terkenal di dalam dunia teologi. Pemberi Gifford Lectures yang baru di 2 tahun lalu itu adalah Michael Welker, seorang teolog Jerman. Sebelumnya ada Reinhold Niebuhr, Niebuhr memberikan lecture yaitu tentang sifat alami, sifat natural dan nasib kemanusiaan. Ini salah satu karya teologi yang sangat penting, seperti yang saya tahu, tidak ada orang bisa masuk sekolah teologi tanpa diberikan tugas baca buku ini. Dan pasti akan ada kesempatan untuk berinteraksi dengan buku ini waktu Saudara studi teologi. Buku ini sangat penting, di dalamnya Niebuhr mengkritik modernisme, kritiknya sangat tajam. Dia mengatakan ketika manusia tidak kenal Tuhan, manusia akan menurunkan dirinya karena sebenarnya jiwa manusia ingin sesuatu yang melampaui dirinya. Manusia ingin lebih, manusia tahu bahwa apa yang dia alami sekarang belum final. Dia ingin mencapai yang lebih lagi, lebih di dalam hal kemuliaan, lebih di dalam hal kekudusan, lebih di dalam hal etika, lebih didalam hal yang bahkan dia tidak bisa deskripsikan. Dia perlu sesuatu yang dia sendiri tidak tahu apa. Ketika manusia menekan itu, mereduksi dengan mengatakan “tidak ada kebutuhan apa-apa, pokoknya kebutuhan kita sudah cukup”. Kita sudah cukup untuk mengenal diri lewat science, lewat pengetahuan, lewat zaman, kita tidak perlu apa-apa lagi yang melampaui itu. Maka manusia sedang buang aspek yang sangat penting bagi kemanusiaannya. Manusia sedang melakukan bunuh diri secara identitas. Sangat tidak kenal siapa manusia karena pengertian tentang manusia sudah direduksi, dikurangi sampai di dalam level yang cuma natural, cuma alamiah, manusia melampaui alam. Maka kalau manusia ditafsirkan sebagai bagian dari alam dan berhenti di situ, maka kemanusiaan mengalami krisis. Ini yang di ajarkan oleh Niebuhr. Niebuhr mengingatkan perlunya untuk manusia kembali kepada desain mula-mula Tuhan bahwa kita memerlukan sesuatu yang melampaui diri kita sendiri. Kita memerlukan Allah yang melampaui kita, ini yang sebenarnya diperlukan sehingga kita beribadah. Di pertemuan yang lalu saya sudah mengutip dari Herman Bavinck, dia mengingatkan bahwa seluruh ciptaan ini punya origin, punya asal dari Tuhan. Dari pikiran Tuhan, seluruh ciptaan berasal dari Tuhan, maka tidak mungkin ciptaan dipahami dengan membuang Tuhan. Saudara tidak akan mungkin memahami alam tanpa Allah. Ini sebenarnya yang Paulus bagikan di Surat Roma. Di pasal pertama Paulus mengatakan Allah sudah menyatakan diri, tapi manusia menolak untuk menyembah Tuhan. Apa yang tidak kelihatan dari kuasa Tuhan dinyatakan dengan jelas di dalam alam ciptaan. Tapi bangsa-bangsa menolak Tuhan dan menciptakan berhalanya masing-masing. Bayangkan indahnya surat ini, diawali dengan bangsa-bangsa tersesat, diakhiri di pasal 9 dan 10, panggilan bagi bangsa-bangsa lain. Waktu orang menyadari “Tuhan sudah panggil bangsa-bangsa lain, berarti Israel dibuang”. Paulus mengatakan Israel pun akan diberikan anugerah yang sama dengan bangsa-bangsa lain, yaitu dari keadaan memberontak, Tuhan berikan panggilan kepada mereka. “Kamu berontak, tapi Aku panggil kamu, kamu dapat kembali kepadaKu”, ini berkat Tuhan, inilah Injil. Injil diberikan kepada orang yang hatinya sedang memberontak. Bangsa-bangsa sedang memberontak, lalu Tuhan panggil. Israel memberontak dan Tuhan panggil. Jadi kalau kita telusuri kisah dari Surat Roma itu indah sekali, konsisten. Paulus membahas tentang Allah menyatakan diri di dalam alam. Tapi manusia tidak mau sembah Allah. Tapi Tuhan berbelas-kasihan, panggil bangsa-bangsa kembali kepada Dia, sehingga bangsa-bangsa dapat kembali mengenal Allah. Setelah merangkum di dalam pasal 11, betapa mulianya Tuhan, Paulus melanjutkan dengan mengatakan, “karena itu saudara-saudara, mari persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang sejati”. Dengan kata lain, Paulus sedang memberikan fondasi bagi ibadah. Ibadah bisa terjadi karena engkau tahu betapa mulianya Tuhan seperti yang Dia nyatakan di dalam alam dan di dalam sejarah. Jadi tanpa kenal Tuhan, manusia tidak akan mempunyai pengertian akan makna hidupnya sendiri. Kita akan ganti itu dengan berhala, dengan agama palsu. Mengapa manusia mesti beragama? Karena kalau tidak, kita kehilangan jati diri. “Bisa saja menjadi Agnostik, bisa jadi Atheis, bukankah itu juga opsi? Manusia tetap merasa damai meskipun tidak bertuhan? Iya, dia mungkin merasa damai, tapi damai palsu, damai di dalam kecukupan yang palsu. Di dalam pengertian Niebuhr, kita sedang melakukan pengosongan identitas, kita harusnya lebih dari itu, tapi kita cuma ada di dalam level yang sangat rendah. Ketika kita memahami konsep ini, bahwa manusia perlu Tuhan untuk mengagumi hidup, mengagumi alam dan mengagumi segala sesuatu di dalam makna yang benar. Maka kita mengerti mengapa Tuhan panggil kita kembali. Herman Bavinck mengatakan, segala hal yang kita bisa lihat, tidak mungkin kita pahami, kecuali kita tahu bahwa ini adalah sesuatu di dalam rancangan Tuhan. Tuhan yang punya ide, Tuhan yang desain seluruh sejarah. Lalu Tuhan sekarang nyatakan di dalam penciptaan. Itu sebabnya di dalam pikiran manusia ada kapasitas untuk menangkap apa yang Tuhan nyatakan di dalam alam. Alam sendiri ada kapasitas untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Seluruh alam memamerkan kemuliaan Tuhan dan seluruh manusia diundang untuk menikmati kemuliaan Tuhan. Siapa sudah menyadari Allah mulia, dia akan menyembah Tuhan. Siapa belum sadar, dipaksa menyembah pun dia tetap hanya akan melakukan penyembahan secara kewajiban. Roma 12: 1 sebenarnya adalah konklusi dari pameran kemuliaan Tuhan. Karena Tuhan itu mulia, maka kamu akan menyembah. Jadi Paulus tidak sedang berikan perintah “karena itu saudara-saudara demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu”. Ini satu dorongan, Paulus memberikan eksortasi, Paulus memberikan dorongan “karena kamu sudah dengar apa yang saya bagikan. Maka karena kemurahan Allah mari menyembah Dia”. Penyembahan adalah ekspresi yang tak tertahankan yang ingin kita berikan. Saudara kalau lihat di dalam Mazmur, banyak sekali, contoh Mazmur di dalam pembuangan banyak sekali catatan tentang kerinduan orang Israel mau kembali ke Tuhan, Mazmur 42 mengekspresikan ini. Juga Mazmur-mazmur lain yang ditulis sebagai ratapan di pembuangan, selalu berisi keinginan untuk kembali beribadah ke Tuhan. Keinginannya bukan untuk kembali jadi kaya atau kembali sukses atau kembali di diakui sebagai bangsa. Tapi kerinduan mereka adalah “Tuhan, jangan buang kami. Bolehkah kami kembali ke baitMu? Bolehkah kami kembali menikmati kehadiranMu”. Tuhan senantiasa hadir dalam sejarah Israel, mengapa sekarang tidak lagi? Jadi mereka menangisi tidak hadirnya Tuhan. Dan mereka ingin dipulihkan dengan cara mereka dapat kembali beribadah kepada Tuhan. Kalau kita tidak punya kerinduan beribadah, sebenarnya ada sesuatu yang salah di dalam diri kita. Something wrong with us ada yang salah dengan kemanusiaan kita. Mirip dengan kalau Saudara tidak punya hati nurani waktu lihat penderitaan orang lain. Saya yakin di antara kita kalau sedang mengemudi lalu lihat ada kecelakaan, selalu ada perasaan yang mengerikan sekali, atau ada orang perlu bantuan Saudara pasti tergerak untuk tolong. Ketika Saudara lihat ada binatang ketabrak misalnya Saudara tidak terlalu peduli. Tapi kalau Saudara melihat ada manusia terluka, Saudara punya belas kasihan, hati Saudara tergerak untuk ingin tolong. Lalu kalau ada orang menjadikan penyakit orang lain sebagai hiburan, Saudara akan bilang “kamu gila, kamu error, hatimu seperti apa, nuranimu dimana?”, Saudara akan mengatakan begitu. Tapi sekarang saya ingin katakan hal yang sama tentang ibadah. Jika saya tidak punya keinginan untuk ibadah “something wrong with me, ada yang salah dengan saya”, mengapa salah? Karena engkau tidak bereaksi terhadap pameran kemuliaan Tuhan. Saudara kalau disoroti dengan terang yang yang terang sekali, Saudara akan bereaksi dengan menutup mata, matamu tidak sanggup lihat terang yang terlalu besar. Maka waktu terang disorot, Saudara akan bereaksi. Kalau Saudara tidak bereaksi, terang begitu terang dipancarkan dan Saudara tetap melotot lihat, orang akan pikir Saudara buta. Mtamu tidak mampu melihat makanya terang itu tidak direaksikan dengan cara engkau melindungi mata. Demikian juga Saudara dan saya sebagai manusia memahami kemuliaan Tuhan dipancarkan, lalu kita tidak menyembah, kita mengabaikan fakta Allah ada dan menyatakan kemuliaanNya. Mengapa begitu? Apa yang salah dengan manusia? Mengapa manusia tidak ingin beribadah? Kalau di dalam pengertian Paulus dari Roma pasal 1-11 manusia tidak beribadah karena tidak tahu betapa mulianya Tuhan. Mengapa bisa tidak tahu? Karena sudah diselewengkan oleh dosa. Dosa menyelewengkan kita dengan cara membuat kita menyembah yang lain, meskipun pancaran kemuliaan Tuhan itu bersumber dari Tuhan sendiri. Tuhan menyatakan kemuliaanNya di dalam alam dan di dalam sejarah. Namun kita bereaksi dengan menyembah yang lain. Ini problem dari manusia. Itu sebabnya saya tertarik untuk membagikan beberapa penyelidikan dari para pemikir tentang tema ibadah. Ada hal-hal menarik yang saya pikir kita semua mesti tahu.

1 of 4 »