Di ayat ke-8 dikatakan sesuatu yang menakutkan karena baik mata yang tidak melihat maupun telinga yang tidak mendengar adalah sesuatu yang membuat orang tidak datang kepada Tuhan. Di ayat sebelumnya kita sudah mempelajari Tuhan membiarkan banyak orang ada di dalam keadaan buta dan telinganya tuli. Tapi Tuhan memberkati sekelompok orang remnant, kaum sisa, telinganya terbuka untuk mendengar firman dan matanya melihat. Baik ayat 8 maupun 10 adalah ayat yang memberikan fokus pada pandangan mata, ini merupakan tema yang sangat penting. Kalau kita melihat ayat ke-8 adalah ayat yang mengutip dari Ulangan 29:4. Di Ulangan 29 ada pernyataan dari Tuhan setiap orang yang sudah ada di dalam Tuhan, mereka diberkati Tuhan dengan sangat limpah. Tetapi kalau mereka tidak menaati Tuhan, mata mereka akan buta. Mata yang buta adalah tekanan yang sangat mengerikan di dalam Kitab Suci. Buta membuat kita tidak melihat Tuhan. Dan kalau kita tidak melihat Tuhan, kita tidak mungkin tahu betapa indahnya Tuhan. Sesuatu yang sulit dari menjadi orang Kristen yang cuma mengikuti tradisi keluarga, “papa mama Kristen maka saya pun Kristen”. Yang sangat kasihan dari orang-orang ini adalah mereka tidak menjadi Kristen setelah melihat. Mereka menjadi Kristen karena orang tua, karena tradisi, karena apa yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Tapi mereka sendiri tidak melihat. Dan tidak melihat adalah satu ciri orang yang menyembah berhala dan tidak datang kepada Tuhan. Mereka perlu melihat Tuhan, tapi mereka tidak lihat. Mereka perlu mengalami Tuhan, tapi mereka tidak alami. Kalau mereka tidak melihat dan tidak mengalami, apakah kesalahan itu berasal dari Tuhan? Di Surat Roma di bagian tengah dari pasal pertama, Paulus mengatakan semua yang perlu untuk kenal Tuhan, sudah Tuhan berikan. Tidak mungkin orang gagal melihat. Kalau ada kegagalan melihat, itu bukan karena mereka gagal melihat, tapi karena mereka menginterpretasi apa yang mereka lihat dengan cara yang lari dari Tuhan. Di dalam pengertian dari Agustinus, hati kita cenderung untuk mencintai sesuatu dan apa yang kita lihat dari apa pun akan kita lihat berdasarkan keinginan kita untuk dekat dengan yang kita cintai. Apa yang menjadi keinginan utama kita? Apa yang paling kita suka, yang paling kita sayang, yang paling kita cinta? Seluruh dunia kita akan diatur, disusun, di-arrange untuk membuat kita mampu menikmati apa yang paling kita cinta. Apa pun yang paling kita cinta akan mengatur program kita, akan mengatur prioritas kita, akan mengatur siapa yang mendapat keutamaan di dalam hati kita. Ini menjadi tema yang mengerikan karena di dalam Kitab Suci, orang yang melihat tapi menafsirkan salah, memberikan hati kepada yang lain, apa pun yang dari Tuhan mereka ambil lalu mereka tafsirkan untuk agama yang menyembah berhala. Itu sebabnya di dalam Kitab Suci, penyembahan berhala adalah lambang dari hati yang menyimpang, yang tidak ke Tuhan tapi ke yang lain. Hati yang melihat Tuhan, itu hati yang jarang sekali ada pada manusia, bahkan mungkin tidak ada jika Tuhan tidak beranugerah. Jika Tuhan tidak memberikan anugerah, kita tidak akan punya hati untuk Tuhan, tidak mungkin. Kita akan memberikan hati kita untuk yang lain. Tapi begitu Tuhan memanggil kita, menarik kita menjadi milikNya, pada waktu itu kita sadar satu-satunya yang memungkinkan kita untuk melihat Tuhan, mencintai Tuhan adalah Tuhan sendiri. Dia menarik kita dan memberikan hati yang mencintai Tuhan. Itu sebabnya arah hati dan pandangan mata selalu berkait. Ini kebiasaan dari orang Yahudi atau dari daerah Timur Dekat Kuno untuk mengekspresikan keadaan hati, kondisi hati akan dinyatakan oleh mata. Yesus Kristus pernah mengatakan mata itu adalah lentera atau pelita dari hatimu. Jika hatimu gelap, matamu pasti gelap. Jika matamu penuh kejahatan, hatimu pasti jahat.

Apa maksudnya mata yang jahat dan hati yang jahat? Maksud mata yang jahat dan hati yang jahat adalah apa yang kita lihat akan kita tafsir dengan cara yang jahat. Orang jahat akan melihat apa pun lalu menyadari sisi jahat dari semua yang dia lihat. Orang yang takut Tuhan akan melihat segala sesuatu dan belajar untuk memahami Tuhan adalah Allah yang bertindak di dalam setiap hal yang Dia lihat. Dia lihat apa, dia tahu ada Tuhan di balik itu. Dia lihat apa pun, dia tahu ada Tuhan yang campur tangan di situ. Dan dia bersyukur karena Tuhan yang agung, mulia dan besar, Tuhan yang baik, Tuhan yang perkasa, Tuhan yang suci adalah Tuhan yang menyatakan diri di dalam segala yang mereka lihat. Maka mata akan menentukan hatimu ada di mana, hatimu jahat atau baik?”. Mata yang jahat menunjukkan hati yang tidak punya kepekaan untuk melihat Tuhan. Ini tema yang mau kita gali pada hari ini, mengapa perkataan dari Mazmur 69:23-24,  orang-orang yang jahat, orang-orang yang lari dari Tuhan adalah orang-orang yang buta, yang matanya gelap. Kalimat “biarlah mata mereka menjadi gelap”, ini diambil oleh Paulus. Lalu dikatakan orang yang matanya gelap, ini maksudnya orang fasik, adalah Israel yang menolak Kristus. Mengapa menolak Kristus dianggap bermata gelap? Karena orang yang tidak lihat keindahan Kristus, keagungan Dia, kemuliaan Tuhan mencintai dari Kristus adalah orang yang gelap. Injil diberitakan dimana-mana, tapi orang yang tidak percaya, mengeraskan hati dan mengatakan “saya tidak mau terima”. Apa yang ada pada Kristus adalah buruk semata di dalam pandangan mereka. Ini mengherankan, kita melihat pribadi yang sama yaitu Kristus, sebagian mengatakan “inilah cinta terbesar yang Tuhan nyatakan”, sebagian lagi mengatakan “saya tidak mau peduli apa yang Dia lakukan”. Sebagian mengatakan “Tuhan, apa yang Engkau sudah berikan dalam hidupku?”. Mengapa bisa beda? Kalau kita tanya, “orang Kristen berapa banyak?”, kita akan menjawab “orang Kristen sangat banyak di seluruh dunia”. Tapi kalau kita tanya lagi pertanyaan, “dari semua orang yang mentidaku Kristen, berapa banyak yang hidup bagi Kristus, berapa banyak yang menyatakan dedikasi yang penuh kepada Dia? Apakah kita bagian dari orang-orang ini?”. Saudara akan sadar orang yang benar-benar kenal Tuhan, benar-benar menikmati cinta Dia, benar-benar ingin mencintai Dia lebih dari apapun, hanyalah sekelompok kecil dari orang-orang yang mentidaku dirinya adalah orang Kristen. Kebanyakan orang sudah menyatakan diri Kristen masih buta, masih tidak lihat, masih sulit untuk mengagumi Tuhan dan segala keindahan yang Dia sudah nyatakan. Kita menyanyikan pujian meninggikan Tuhan, tapi hati kita kosong. Kita menyatakan Tuhan adalah segalanya, tapi hati kita tidak mendapat sukacita apa pun. Mengapa tidak ada sukacita? Karena salah melihat Injil. Salah melihat adalah sesuatu yang menjadi penyakit di dalam sepanjang sejarah. Ada orang salah lihat dan Tuhan buang. Ada orang salah lihat dan Tuhan perbaiki. Kalau Tuhan tidak beranugerah, semua kita salah lihat dan tidak ada harapan bagi kita. Tapi Tuhan penuh belas kasihan, Tuhan menyatakan “Aku akan memberikan kamu hati yang baru dan karena kamu punya hati yang baru, cara kamu melihat pun akan diubah. Kamu tidak lagi buta”, kalimat ini sangat indah. Banyak orang merasa kagum karena Yesus menyembuhkan orang, Dia memberikan mujizat yang sangat luar biasa, Dia mencelikkan mata orang buta, Dia sembuhkan orang lumpuh, dan Dia tahirkan orang yang kusta. Tanpa kita sadar pola menyembuhkan orang buta adalah pola yang dapat sorotan khusus di dalam Injil Yohanes. Di Injil Yohanes orang lumpuh dan orang buta adalah dua kelompok atau dua orang yang menjadi contoh untuk mujizat Tuhan. Di Injil Yohanes bagian awal, Yesus menyembuhkan orang lumpuh di pasal yang ke-5. Lalu di dalam pasal berikutnya yang ke-9, Yesus menyembuhkan orang buta. Orang lumpuh yang disembuhkan tidak tahu diri, dia tidak peduli Tuhan sudah sembuhkan, lalu dia pergi begitu saja. Tidak ada perkataan, “Tuhan, aku mau ikut Engkau. Bolehkah aku kenal Engkau, siapakah Engkau yang sudah sembuhkan saya? Mengapa mujizat Tuhan begitu besar dinyatakan lewat Engkau?”. Orang ini disembuhkan oleh Yesus, Yesus mengatakan “angkat tilammu dan berjalanlah”, dia angkat dan berjalan tanpa komentar apapun. Dia tidak tanya Yesus siapa, dia tidak ingin tahu, dia tidak ingin kenal. Yang dia tahu, apa yang dia ingin sudah dia dapat. Maka kalau yang dia inginkan sudah dia dapat, dia tidak ada interest lagi untuk Pribadi yang memberikan berkat. Ada orang-orang jahat seperti ini, kalau apa yang dia ingin sudah dia peroleh, dia tidak peduli lagi orang. Orang lain tidak ada penting, yang penting apa yang orang itu bisa berikan untuk yang saya mau. Ini orang-orang jahat yang cuma pikir diri, sudah selayaknya mendapatkan pembuangan dari Tuhan. Mereka tidak pernah peduli Tuhan dan sesama. Pembuangan adalah hasil yang harusnya mereka peroleh. Orang ini sudah disembuhkan, dia pergi. Waktu dia pergi, dia bawa tilam, orang Yahudi marah, “ini hari Sabat, mengapa kamu bawa tempat tidurmu? Ini dilarang di hari Sabat”. Orang ini mengatakan “saya orang lumpuh, lalu saya disembuhkan, yang menyembuhkan saya itu suruh saya angkat tilam”. Saudara bayangkan orang lumpuh disembuhkan lalu disuruh angkat tilam, orang Yahudi yang mendengar itu tidak memberikan tekanan pada sembuh, lumpuh disembuhkan, tapi dia berikan tekanan pada “angkat tilam”, ini korupnya agama. Agama pedulikan hal yang non-esensial, “kamu angkat tilam, kamu angkat tempat tidur di hari Sabat, ini melanggar aturan Sabat”. Waktu orang itu mengatakan “saya tadinya lumpuh, tapi orang itu menyembuhkan saya”, ini tidak dipedulikan oleh pemimpin Yahudi, mereka cuma mengatakan, “kamu melanggar sebagian dari Taurat, hukum kami. Hukum agama mengatakan begini, kamu tidak boleh jalankan itu, mengapa kamu jalankan?”. Fokus agama kadang-kadang bukan kepada hal yang esensial, tapi kepada hal yang artifisial, yang tidak penting menjadi penting, yang paling penting diabaikan. Banyak orang sibuk dengan semua aturan-aturan agama, “semoga bisa membersihkan hatiku, semoga membuat aku saleh”, tetapi hal paling penting tentang keadilan, tentang belas kasihan dibuang begitu saja. Kasihan orang seperti ini. Maka pemimpin-pemimpin Yahudi tidak bisa melihat mana yang penting, mana yang tidak. Lalu orang yang disembuhkan ini pun tidak punya rasa berterima kasih sama sekali. Dia adukan orang yang menyembuhkannya. Ini orang berjasa besar, kamu sudah lumpuh sekian lama, berpuluh-puluh tahun lumpuh, dalam waktu sekejap Tuhan sembuhkan, kamu tidak peduli siapa dia? Orang yang sudah memberikan kelimpahan dalam hidupmu, kamu tidak peduli? Saudara ini cerminan kita, kita tidak peduli Tuhan. Begitu banyak hal yang sudah kita nikmati dalam hidup kita abaikan. Tuhan sudah memberi begitu banyak, engkau tidak peduli, engkau tidak bother to ask, kamu tidak mau bertanya “siapakah Engkau? Mengapa Engkau begitu baik kepada saya? Mengapa Engkau memberikan hidup?”. Yang kita tahu adalah “karena saya sudah hidup, saya mesti dilayani”. Kita tidak tahu di dalam skema penciptaan, Tuhan menciptakan hidup untuk mengikuti Dia yang senantiasa melayani hidup. Tuhan memberi hidup supaya kita melayani, bukan supaya dilayani. Tuhan Yesus datang ke dalam dunia dan menunjukkan “Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani”. Maka kalau orang tidak mengerti prinsip ini terus merasa “saya layak dapat, mengapa Tuhan belum memberi berkat?”. Begitu banyak berkat sudah diterima, kita abaikan dan kita tidak peduli siapa Dia. Mirip dengan orang lumpuh yang disembuhkan ini. “Siapa yang sembuhkan engkau?”, “saya tidak tahu, yang penting saya sudah sembuh. Tapi orang itu menjerumuskan saya karena menyuruh saya mengangkat tilam”. Maka waktu Yesus bertemu dia, Yesus mengatakan, “kamu sudah sembuh” ini pertemuan kedua, “kamu sudah sembuh. Jangan melakukan dosa lagi, supaya padamu tidak termenjadi hal yang lebih buruk”. Kali kedua bertemu Yesus, orang ini tetap tidak peduli siapa Dia. Yesus berbicara “kamu sudah sembuh, jangan berbuat dosa lagi”, dan dia tidak tanya “betul Tuhan, terima kasih sudah sembuhkan saya”, ucapan terima kasih pun tidak ada, hidup yang bersyukur pun tidak ada. Saudara, hidup yang tidak bersyukur itu hidup yang kering, kasihan, kosong. Lalu kita bertanya “mengapa hidupku kosong?”, “karena kamu kurang bersyukur”. Jika kita tidak ada ucapan syukur, hidup tidak mungkin berlimpah. Orang ini tidak mengerti apa itu bersyukur, dia dengar kalimat dari Yesus, dia tidak tanggapi, dia diam, dia tidak berespon. Dia tidak mau tanya, dia tidak bicara, dia tidak peduli, dia tidak mau tahu. Waktu dia tidak peduli, ini menunjukkan orang ini cerminan dari banyak orang Kristen, tidak peduli siapa Tuhan. Lalu setelah dia tinggalkan Tuhan Yesus, bertemu dengan para pemimpin Yahudi, dia langsung adukan, “sekarang saya sudah tahu siapa yang menyembuhkan saya”, “siapa?”, “orang itu”, lalu mereka mengatakan “itu Yesus dari Nazaret, Dia pasti Mesias palsu, karena mereka menunggu kamu mengangkat tilam di hari Sabat”. Sekali lagi hal-hal remeh, orang bisa menyembuhkan orang lumpuh, tapi tidak disorot. Orang suruh orang angkat tilam, itu yang disorot, aneh bukan main. Kesembuhan pertama adalah kesembuhan yang menunjukkan orang yang disembuhkan tidak tentu beriman.

1 of 5 »