Ke Mana Saja

Lagu “Ke Mana Saja” ini adalah lagu ciptaan Pdt. Stephen Tong yang lahir dari pengalamannya dipimpin oleh Tuhan untuk mengabarkan Injil di tempat-tempat yang terpencil di Serawak. Lagu rohani memiliki nilai yang begitu tinggi, bukan hanya karena kualitas musikalnya yang tinggi, tetapi yang lebih esensial adalah karena ada realitas relasi yang nyata antara penggubah lagu dengan Tuhan.

Sekalipun dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, Pdt. Stephen Tong bergumul secara intelektual dengan pemikiran-pemikiran modern, khususnya dialektika-materialisme dari Marx dan evolusionisme. Setelah ia bertobat dan menyerahkan diri menjadi pekabar Injil, ia banyak menggeluti dunia filsafat demi meyakinkan banyak orang akan superioritas Kristus dan kebenaran Injil-Nya. Keluasan dan kedalam pikiran Pdt. Stephen Tong sulit ada orang yang dapat menyaingi.

Namun Pdt. Stephen Tong berkata dalam lagu ini bahwa ia siap untuk dipakai Tuhan untuk mengabarkan Injil bahkan sampai ke dalam rimba. Tidaklah mudah untuk menjelaskan konsep-konsep yang penting kepada orang-orang yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan yang cukup. Pdt. Amin Tjung pernah mengatakan, “Great minds simplify, small minds amplify,” maksudnya bahwa orang yang pandai dapat menyederhanakan yang hal-hal yang rumit, sedangkan orang yang bodoh merumitkan hal-hal yang sebenarnya sederhana.

Selain masalah penyederhanaan, hal yang jauh lebih sulit adalah pergumulan hati untuk mengikut jejak Tuhan Yesus Kristus yang rela turun, melayani, menderita, bahkan mati di atas kayu salib. Dipandang secara duniawi, apa signifikansinya pelayanan di tempat-tempat yang terpencil? Namun seringkali apa yang dipandang rendah oleh dunia, dipandang berharga oleh TUHAN Allah. Pdt. Stephen Tong rela untuk dipimpin dan dibentuk oleh visi kerajaan Allah, bukan visi dunia. Seperti Kristus, ia rela melayani yang kecil, yang miskin, yang terbuang oleh masyarakat. Menurutnya, filsafat hidupnya adalah “squeeze-ism”, bagaimana dia memeras seluruh hidupnya, bekerja sekeras-kerasnya, untuk menggenapi rencana Tuhan bagi zamannya.

Dari pergumulan hatinya tersebut, terciptalah lagu “Ke Mana Saja”. Melalui pergumulan yang nyata antara Pdt. Stephen Tong dengan Allah, terciptalah lagu yang mendorong banyak orang untuk mengikut jejak Kristus yang merendahkan diri, melayani, dan mengabarkan Injil. Apakah kita memiliki relasi yang nyata dengan Allah di dalam keseharian hidup kita? Apakah visi hidup kita dipimpin oleh visi kerajaan Allah? Relakah kita mengikuti jejak Kristus, yang merendahkan diri, melayani, menderita, dan bahkan mati untuk menjadi berkat bagi banyak orang? Relakah kita memeras hidup kita untuk bekerja keras bagi penggenapan rencana Allah? Kiranya Roh Kudus boleh menyapa hati kita melalui lagu ini dan memam-pukan kita untuk berespon dengan tepat kepada Pencipta dan Penebus kita.

Tema Lagu Februari 2014 – Revival

Tema umum dari lagu-lagu yang kita pujikan di kebaktian umum bulan Februari adalah revival. Revival berakar dari bahasa Latin yang terdiri dari imbuhan depan re- yang artinya kembali, dan vivere yang artinya hidup. Maka, arti harfiah dari kata revival adalah hidup kembali. Cotton Mather, seorang tokoh pendeta Puritan di New England (Amerika Serikat), tercatat pertama kalinya menggunakan kata revival dengan arti “kebangunan rohani secara umum di dalam satu komunitas,” pada tahun 1702. i

TUHAN Allah selalu bekerja untuk manusia secara komunitas. Ketika TUHAN Allah menciptakan Adam, Ia berkata, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kejadian 2:18). Manusia diciptakan untuk hidup dalam komunitas. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa, manusia juga jatuh secara komunitas: “… oleh ketidaktaatan satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa…” (Roma 5:19). Demikian pula TUHAN Allah mengaplikasikan karya keselamatan Kristus melalui Roh Kudus yang bekerja di dalam komunitas umat Allah yang disebut Gereja.

Gereja, sebagai komunitas, memerlukan struktur institusional agar dapat berjalan dengan teratur. Paulus sendiri berkata bahwa Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi keteraturan (1 Korintus 14:33). Sayangnya, struktur institusi di dalam satu komunitas seringkali disalahmengerti sebagai Gereja. Struktur institusi Gereja, tanpa jemaat yang mendapatkan hidup yang baru dari Allah, haruslah jelas dibedakan Gereja itu sendiri. Banyak ‘gereja’ sekarang hanyalah institusi yang mati, karena Roh Allah tidak tinggal di dalamnya. Di dalam ‘gereja-gereja’ tersebut, tidak ada relasi yang nyata dan hidup antara Allah dengan umat-Nya. Ketika kaki dian itu dicabut akibat ketidaksetiaan umat Allah, yang tersisa hanyalah tulang-belulang: tidak ada hidup.

Namun Allah seringkali bekerja secara mendadak, mengherankan, dan tiba-tiba, menghembuskan kembali kehidupan rohani ke dalam suatu komunitas yang sudah mati secara rohani. Inilah yang disebut revival. Di da-lam komunitas tersebut, Allah menganugerahkan adanya Firman Tuhan yang murni yang kembali diberitakan, adanya perasaan gentar kepada Allah yang muncul di dalam hati banyak pribadi, adanya kesadaran yang sungguh-sungguh akan dosa, dan adanya keyakinan keselamatan di dalam Kristus Yesus. Revival bukanlah hasil rencana dan kerja keras manusia, tetapi sepenuhnya karya anugerah Allah. Namun ini bukan berarti manusia tidak berbagian.

Ketika TUHAN Allah memberikan revival, ada orang-orang yang terpanggil untuk berdoa dengan sungguh-sungguh dan memberitakan Injil. Melalui orang-orang tersebut, kebangunan rohani mulai muncul di dalam komunitas tersebut.

Revival terjadi secara mengherankan di berbagai periode sejarah Gereja. Di saat-saat suatu komunitas hidup dalam kegelapan dan dosa, tiba-tiba muncul orang-orang yang dipakai oleh Allah untuk menjadi alat-Nya dalam menghidupkan kembali komunitas tersebut. Namun apa yang kita lihat terjadi secara tiba-tiba di dalam sejarah, TUHAN Allah sebenarnya telah terlebih dahulu mempersiapkan orang-orang tersebut sejak lama dengan tersembunyi. Siapakah Martin Luther? Pada waktu ia muda, ia hanyalah imam di satu gereja kecil di Wittenberg. Siapakah Yohanes Calvin? Ia bukanlah seorang yang signifikan di dalam Gereja Roma Katolik. Begitu juga halnya dengan George Whitefield, John Wesley, Jonathan Edwards, dan lain-lain. Mereka dipersiapkan TUHAN Allah secara sembunyi-sembunyi untuk mengerjakan pekerjaan-Nya yang besar. Seringkali TUHAN Allah tidak memakai mereka yang dianggap penting dan berpengaruh oleh manusia. Tetapi mereka yang dianggap lemah, bodoh, dan tidak penting oleh manusia, mereka seringkali dipakai oleh TUHAN Allah untuk meninggikan Nama-Nya. Maka, tidak ada manusia yang bisa bermegah; hanya TUHAN sajalah yang ditinggikan di da-lam pekerjaan-Nya.

Revival sedang terjadi di Indonesia melalui gerakan Reformed Injili. Gerakan ini merupakan gerakan yang sangat unik di dalam sejarah Gereja. Melalui Pdt. Stephen Tong, kita mewarisi semangat pendobrakan dari Luther, teologi yang komprehensif dari Calvin, keluasan cakupan mandat budaya dari Kuyper, dan api pekabaran Injil dari para tokoh kebangunan rohani China abad ke-20. Marilah kita melihat betapa ajaib TUHAN bekerja bagi umat Allah di Indonesia melalui gerakan ini. Terlalu banyak hal ajaib yang sudah terjadi, dan bahkan sedang terjadi! Tetapi api revival di dalam umat ini akan padam jika kita tidak setia mengerjakan apa yang menjadi bagian kita. Ketika kaki dian itu diangkat oleh TUHAN, ketika Roh Kehidupan itu didukakan dan meninggalkan di dalam suatu komunitas, maka yang tersisa hanyalah tinggal tulang-belulang. Apakah saudara setia mengerjakan panggilan TUHAN bagi saudara?

Bulan ini kita bersyukur bahwa Kebaktian Pembaruan Iman Nasional (KPIN) boleh diadakan di kota Bandung. Kita mengharapkan TUHAN mem-berikan revival melalui KPIN. Setiap minggunya, kita juga memasukkan lagu-lagu ciptaan Pdt. Dr. Stephen Tong yang berkaitan dengan revival dan pekabaran Injil. Kiranya lagu-lagu yang kita nyanyikan di dalam kebaktian umum bulan ini membuat hati kita gentar karena kesadaran akan tanggung jawab yang TUHAN berikan kepada kita dan menggugah kita untuk setia menjalankan panggilan-Nya, sampai seluruh rencana keselamatan-Nya bagi umat-Nya genap.

i http://www.etymonline.com/

Layakkah-ku Pergi Tangan Hampa ~ Must I go, and empty-handed ~

Charles Caroll Luther (1847-1924) adalah seorang pendeta gereja Baptis pada tahun 1886, sebelum menjadi pendeta ia adalah seorang wartawan dan penginjil awam. Di sela-sela melayani Tuhan, Charles Luther gemar mengkomposisikan himne, dan selama hidupnya ia menciptakan lebih dari 25 himne yang dipublikasikan dalam buku “Temple Chimes” pada tahun 1877.

Pada suatu hari di tahun 1877, ia mendengar seorang pendeta bernama A.G Upham bercerita tentang kesaksian jemaat-jemaatnya, dan salah satu ceritanya menceritakan seorang anak muda yang hampir sampai di ajalnya, sayangnya anak muda ini baru menjadi Kristen selama satu bulan. Walaupun ia bersyukur atas keselamatan yang diberikan Tuhan di ujung hidupnya, ia menyesali tidak memiliki kesempatan untuk melayani TUhan dan belum sempat menginjili orang lain. Lalu di ranjangnya di akhir hidupnya anak muda ini dengan menyesal ia berkata, “Saya tidak takut mati. Tuhan Yesus telah menyelamatkanku. Tapi haruskah saya pulang dengan tangan hampa?”. Mendengar ini Charles Luther mengutip cerita A.G Upham dan menuliskan himne ini.

Kita bersyukur kepada Tuhan bahwa Tuhan memanggil kita untuk melayani di ladangnya di pagi hari, sehingga kita memiliki seluruh hidup kita untuk melayaniNya, Sayangnya banyak dari kita tidak menyadari hal ini dan seringkali mencintai mamon lebih daripada mencintai Tuhan, sehingga Tuhan mendapatkan prioritas waktu yang paling akhir.

Menyanyikan lagu ini harusnya membuat kita bertanya, jika kita hari ini kita dipanggil Tuhan saat ini, apakah yang kita bawa di hadapan Tuhan yang telah menyelamatkan kita? Mari kita tidak membuang waktu yang sudah Tuhan berikan kepada kita dengan menebus waktu kita, menginjili orang lain, dan hidup yang berbuah. 

KAU YANG LAMA DINANTIKAN ~ Come, Thou Long-Expected Jesus ~

Tidakkah kita getir melihat dunia merayakan Natal di zaman ini? Sejak akhir November dunia menunggu dan mempersiapkan diri untuk Natal. Di tengah-tengah alunan lagu Sinterklas dan Rudolph, sang rusa kutub, semarak di telinga kita, lalu mal besar meluncurkan acara dengan tema-tema klise tentang Natal sembari berbelanja dengan diskon besar yang menggoda kita untuk hidup di dalam kubang hedonisme? Inikah yang dunia nantikan tentang Natal?

Terpecah, terberai, hancur lebur, dan hampir punah, sebuah bangsa yang begitu dicintai Allah sedang mengalami  masa pembuangan. Di manakah bangsa Israel itu? Kota Yerusalem dengan bentengnya yang megah itu telah menjadi puing dan bersisakan batu-batu saja. Bait suci yang mempertemukan Allah dengan jemaat-Nya telah hancur dan ternoda. Penghuninya tua renta, sakit penyakit memusnahkan mereka satu  demi satu. Teruna-teruna terbaiknya membangun tahta penjajahnya, sisanya diperbudak kerja paksa hingga tetes darah terakhir. Gadis-gadisnya dijadikan objek penghibur para penjajah, dan bayi yang dikandungnya harus terlahir tanpa mengenal Allah, sisanya diperkosa dan dibiarkan menderita. Dengan asimilasi dan akulturasi, bangsa Israel sedang berjalan menuju kepunahan.

Lalu terdengarlah suara-suara yang datang dari Allah lewat perantaraan nabi-nabi-Nya, memberikan pengharapan, kelepasan, kemerdekaan, dan kemenangan, Allah berkata, “Bangsa yang berjalan dalam kegelapan telah melihat terang yang besar”, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; …”, ”… namanya disebutkan orang Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”,dan namanya Immanuel, artinya Allah beserta kita.

 Oh, alangkah indahnya janji yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel di tengah penderitaan mereka! Mereka merindukan hari kelahiran Messias yang dijanjikan dan berharap kedatangan-Nya segera! Mereka merindukan hari keda-tangan Messias yaitu hari NATAL.

Ya, Kristus telah datang ke dunia, dan lagu ciptaan Charles Wesley berjudul “Come, Thou Long-Expected Jesus” mengingatkan kita mengenai satu kerinduan kepada Juruslamat yang bukan menyelamatkan orang Israel saja dari perbudakan fisik, namun menyelamatkan dunia ini dari perbudakan dosa.

Dunia memang mengharapkan Natal, tetapi mereka tidak mengharapkan berita Natal yang sejati, mereka lebih suka hidup dalam kenikmatan dosa, sehingga dunia sedang berjalan menuju pemusnahan yang kekal. Bagaimanakah dengan kita? Maukah kita memberitakan kabar pengharapan ini kepada dunia? Pakailah kesempatan Natal untuk mengabarkan Injil supaya mereka bertobat dan menerima Natal, yaitu kedatangan Kristus, di dalam kehidupan mereka.

 

Tahta Mulia di tempat Baka ~ Thou Didst Leave Thy Throne ~

Lagu ini diciptakan oleh Emily Elliot pada pertengahan abad ke-19 di Inggris. Sebagai anak gembala sidang gereja St. Mark di Brighton, Emily ikut melayani Tuhan bersama gerejanya di panti-panti asuhan dan pelayanan anak-anak. Pada tahun 1864, ia mempublikasikan buku Christmas Carols untuk sekolah minggu dan di dalamnya terdapat lagu “Thou Didst Leave Thy Throne“. Dalam melodi lagu ini, kita dapat melihat sebuah kontras yang sangat besar dari badan lagunya dengan refrain lagu ini, baik secara melodi dan secara lirik. 

Di bagian pertama dari lagu ini, digunakanlah beberapa kali nada fi [4#] (yaitu fa dengan kres/naik setengah dari tangga nada aslinya), dan ketika menyanyikan lagu ini di bagian-bagian tersebut, terasa janggal dan miring, terutama di bagian “tiadalah tempat yang lega“. Hal ini untuk menekankan “kejanggalan” yang ada di dunia, ketika hari kelahiran Tuhan, seluruh manusia menolak dia. Namun ketika kita masuk ke dalam refrainnya, musik dimainkan dengan melodi yang indah dan mengajak kita untuk membuka hati kepada Tuhan.

Lirik dari badan lagu ini dari ayat 1 sampai 4 melambangkan perjalanan Kristus secara komplit, dari ayat 1 dan 2 yang menceritakan kelahiran-Nya, menyatakan tiada tempat baginya di dunia, manusia menolak dia (Lukas 2:7), tetapi malaikat menyatakan kemuliaan-Nya (Lukas 2:10-14). Di ayat 3 kita melihat ketika perjalanan pelayanan Tuhan Yesus selama 3,5 tahun di dunia dimana ia tidak memiliki tempat untuk meletakan KepalaNya (Matius 8:20). Namun kita lanjutkan di ayat 4 menyatakan penolakanNya yang berakhir di Kalvari. Dan di tengah semua itu, tertera respons kita yang membuka hati kita menjadi tempat bagi Tuhan Yesus sang manusia yang penuh kesengsaraan itu (Yesaya 53:3).

Tetapi di ayat ke 5, menceritakan Kristus yang datang kedua kali, dan kali ini bukan kita yang mempersiapkan tempat bagi Tuhan namun Tuhan yang mempersiapkan tempat bagi kita di Zion yang baru itu. Oh alangkah besar kasih Tuhan kepada kita, Ia telah berinkarnasi, mati dan dibangkitkan, serta menyambut kita masuk ke sorga.

Yesus Sobat yang Sejati (What a Friend We Have in Jesus)

Tuhan begitu memberkati gerejanya dengan repertoir musik yang bernilai dan berkualitas, sekaligus dapat dinyanyikan bersama namun layak untuk memuliakan Tuhan. Begitu banyak harta karun yang ada di dalam buku nyanyian dan pujian yang ada di tangan kita, sayangnya banyak orang Kristen yang melupakannya, namun di luar gereja begitu dihormati dan dijunjung tinggi.

Lagu “What a Friend We Have in Jesus” diciptakan pada tahun 1855 oleh seorang pendeta baptis bernama Joseph Scriven. Begitu aneh untuk seorang yang secara pribadinya mengalami pergumulan hidup yang begitu besar dapat menciptakan himne yang indah dan intim kepada Tuhan. Waktu muda, sebuah peristiwa yang begitu menyedihkan hatinya terjadi pada dirinya secara berulang, yaitu calon istrinya tenggelam sehari sebelum mereka menikah. Tak putus asa, ia pun mencoba untuk menikah lagi, namun beberapa hari sebelum menikah tiba-tiba tunangannya jatuh sakit dan meninggal.

Mengalami kejadian tersebut, Joseph membulatkan diri untuk sepenuhnya bekerja di ladang Tuhan di Amerika dan Canada. Bekerja jauh dari kampung halamannya di Irlandia, ia mendapat kabar bahwa ibu joseph mengalami sakit di rumahnya. Mementingkan pekerjaan Tuhan di seberang lautan Joseph menuliskan sebuah syair “What a Friend We Have in Jesus” untuk menghibur hati ibunya, yang merupakan buah penghiburan yang diberikan Tuhan di dalam kehidupannya.

Lagu dan syair yang begitu indah dan berkualitas ini lalu terkubur di dalam kerendahhatian penciptanya selama lebih dari 20 tahun. Sampai seorang pengkotbah besar bernama D. L. Moody dan Ira D. Sankey mempopulerkannya dalam KKR mereka. Setelah itu musik ini tersebar ke seluruh dunia dan menjadi himne yang bukan menghibur seorang ibu yang sedang sakit, tetapi penghiburan seluruh dunia.

Seorang komposer indonesia, bernama Ismail Marzuki mendengar lagu ini dan menggubahnya menjadi lagu kebangsaan bernama “Ibu Pertiwi“, ia melihat esensi lagu ini yaitu penghiburan dan pengharapan di dalam penderitaan. Marzuki adalah seorang muslim, yang menciptakan lagu bangsa yang mayoritas penduduknya muslim, namun ia mengambil sebuah lagu himne untuk digubah menjadi lagu nasional.

Dunia melihat gereja dan kekristenan memiliki harta karun seni yang luar biasa besar dan berharga, hal ini tidak akan tercipta tanpa kesadaran akan pengorbanan Kristus dan kasih-Nya kepada kita. Bagaimanakah dengan kita? Diperhadapkan dengan seni dan musik warisan pergumulan orang yang takut akan Tuhan, yang begitu berharga. Akankah kita menyanyikannya kepada Tuhan? Atau kita mencampakannya? 

 

Adakah Ia Melindungiku? Does Jesus Care?

Musik memiliki kekuatan yang begitu besar dalam mempengaruhi emosi dan jiwa manusia. Dan kita dapat melihat bahwa semua bangsa di dunia menjadikan musik sebagai pusat dalam tradisi, kebudayaan, dan sejarah mereka masing-masing. Mengapa? Karena kita percaya Tuhan memberikan musik dalam common grace (anugrah umum) kepada umat manusia sebagai media untuk mengekpresikan kreatifitas dan emosi untuk mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan.

Di dalam kekristenan, musik merupakan satu-satunya seni yang dapat berintegrasi sepenuhnya dalam ibadah dan penyembahan kepada Tuhan. Dan ibadah kita sekarang yang penuh dengan pujian di gereja merupakan “gladi resik” kita menjelang konsumasi, karena dalam surga kita tidak henti-hentinya memuji Tuhan. Representasi musik puji-pujian abadi itu dalam gereja kita adalah himne. Himne yang baik merupakan titik temu kebenaran dan ekspresi emosi serta jiwa yang menyembah kepada Tuhan.

Namun sayangnya gereja zaman ini banyak yang menciptakan musik yang hanya mempengaruhi jiwa dan emosi saja, tanpa mengindahkan kebenaran. Tendensinya adalah lagu tersebut mudah didengar dan enak, digabung dengan lirik-lirik yang dangkal dan mencaplok Firman Tuhan asal-asalan akan menyesatkan arah ibadah yang harusnya memuji Tuhan menjadi menyenangkan diri. Hal tersebut adalah esensi dari musik pop.

Namun bersyukur kepada Tuhan bahwa himne yang kita nyanyikan memiliki afeksi, yaitu sentuhan emosi di dalam kebenaran. Karena emosi yang diperhadapkan dengan kebenaran akan menghasilkan respon emosi yang paradoks, sama seperti salib. Seperti pertanyaan, “Bolehkah kita bersukacita ketika Tuhan disalibkan?”

Lagu “Does Jesus Care?” merupakan contoh afeksi yang sangat baik dalam himne. Lagu ini diciptakan oleh Frank E. Graef pada tahun 1910, ia adalah seorang pendeta dari gereja methodis yang takut akan Tuhan, namun kehidupannya berisi pergumulan yang begitu banyak, dan puncaknya ketika anak gadisnya yang belia dan cantik itu terbakar hidup-hidup karena kecelakaan di rumahnya sendiri. Sebagai responnya ia membaca dari Alkitab dari 1 Petrus 5:7 dan menciptakan himne ini, ia berkata dalam refrein lagu ini:

Oh yes, He cares, I know He cares, His heart is touched with my grief;

When the days are weary, the long nights dreary,I know my Savior cares

Konteks lagu ini bercermin dalam kebenaran bahwa Tuhan peduli dan tersentuh oleh ratapan kita, yang bernyanyi akan sadar kepedulian Tuhan tetapi tidak mengemis supaya Tuhan bantu (seperti banyak lagu zaman ini). Karena lagu ini sendiri menjadi konfirmasi iman bahwa Tuhan yang memelihara dan pengharapan sorgawi di tengah kesulitan dalam dunia.

Kita bersyukur kepada Tuhan untuk musik yang baik, tetapi kita pun harus bertanggung jawab dalam meresponi lagu tersebut. Karena jika kita mengerti lagu secara kebenaran tapi tidak tergerak secara emosi pun salah. Kalau kita kurang suka dengan musik himne sehingga kurang dapat diselami, mari kita belajar musik dari sejarah dan proses penciptaannya, dan minta kepada Tuhan untuk kita dapat memuji Tuhan dengan terafeksi oleh himne tersebut. 

Hormati Ayah dan Ibumu – 2

(Keluaran 20: 12)

Beberapa minggu lalu kita sudah membahas hal ini, yaitu orang tua diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk menyatakan siapa Tuhan kepada anak. Sehingga pengertian tentang perjanjian dan siapa Allah, ini boleh dibagikan dari orang tua kepada anak. Ini adalah hal yang penting. Saudara membagikan kebenaran tidak bisa hanya membagikan pengertian, itu sebabnya anak mendapatkan pelajaran dari orang tua tentang siapa Tuhan, baik dalam pengertian, dalam pengenalan siapa Tuhan, juga sekaligus dalam contoh. Karena kehidupan orang tua adalah kehidupan dari 2 pribadi yang disatukan dalam pernikahan sehingga menjadi 1. 2 Yang menjadi 1, ini adalah gambaran dari Allah Tritunggal, karena Allah Tritunggal adalah Allah yang 3, yang banyak, tetapi juga 1, yang plural tapi juga 1. Yang lebih dari 1 Pribadi yaitu 3, Bapa, Anak dan Roh Kudus, tetapi 1 Allah. Banyak orang bingung bagaimana menjelaskan doktrin Tritunggal, apakah doktrin Tritunggal itu masuk akal, apakah saya bisa terima dan percaya apa yang dikatakan Alkitab tentang Tritunggal. Manusia berkali-kali berusaha untuk menemukan apa pentingnya mengenal Allah Tritunggal, bagaimana menjelaskan Allah Tritunggal. Tapi ada satu yang mereka lupa gumulkan yaitu kalau saya tidak mengenal Tritunggal begitu banyak hal dalam dunia yang menjadi misteri tidak terpecahkan. Allah Tritunggal adalah kalau kita mengenal Dia, kita akan mengenal dunia dengan lebih baik. Saya bukan menjadi ahli yang mengerti Allah yang 3 Pribadi tapi 1 Allah, tapi saya tahu bahwa kalau saya menerima dengan iman bahwa Allah adalah Tritunggal, baru saya mengerti natur yang terjadi di tengah-tengah dunia ini”.

Itu sebabnya mengapa anak harus dididik oleh orang tua, karena orang tua adalah yang disatukan menjadi satu. Pernikahan membuat 2 pripadi menjadi 1. Alkitab mengatakan “mereka bukan lagi 2, tetapi menjadi 1”. Itu sebabnya ketika anak diajar oleh orang tua, mereka bukan hanya mendapatkan pengertian tentang siapa Tuhan, orang tua bukan hanya mengajarkan Allah itu siapa, apa yang dikerjakan Allah sepanjang sejarah, tapi orang tua dengan keberadaannya sendiri membuat anak melihat “oh, orang tuaku ada papa dan mama, mereka 2, tapi sehati, mereka kompak, mereka saling mengasihi, mereka mempunyai kebijaksanaan yang sama, mereka menjadi 1”. Banyak bayang-bayang tentang Tritunggal tersebar di seluruh Alkitab tetapi manusia tidak bisa mengerti sampai Kristus datang. Lalu dalam Injil Yohanes mengatakan “Aku adalah satu dengan Bapa”, waktu Filipus tanya “tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, kami ingin tahu Bapa itu siapa”, lalu Yesus mengatakan “kamu sudah lama bersama dengan Aku, masih jugakah kamu belum mengerti bahwa kalau engkau melihat Aku, engkau sudah melihat Allah. Kalau engkau melihat Aku, engkau melihat Allah, sebab Aku berada di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku”. Tuhan Yesus dengan berani mengatakan Aku dan Bapa adalah satu. Kita tidak bisa mengatakan aku dan Bapa adalah satu, kalau kita tidak di dalam Kristus. Kristuslah yang satu dengan Bapa, berarti ada pengertian tentang Tritunggal. Konsep Tritunggal ini sangat membingungkan banyak orang sepanjang sejarah, tetapi ada satu orang bernama Gregory dari Nissa. Gregory dari Nissa mengatakan sebenarnya kalau kita mau mengerti secara proposisi secara kalimat, tidak mungkin ada pengertian lain selain Tritunggal. Dia mengatakan kalau Yesus adalah Allah maka Dia adalah Allah yang sejati, Allah yang memenuhi segala sesuatu. Kalau Roh Kudus adalah Allah maka Roh Kudus adalah Allah yang sejati, yang memenuhi segala sesuatu. Kalau Bapa adalah Allah maka Dia adalah Allah yang sejati, yang memenuhi segala sesuatu. Kalau saya dan manusia lain, kita tidak mungkin menjadi satu dengan utuh seperti Allah Tritunggal.

Gregory dari Nissa mengatakan karena kita dihalangi oleh fisik, saya ada di sini, Saudara ada di tempat itu, tapi Allah tidak dibatasi dengan tempat, Allah tidak dibatasi oleh keterbatasan ruang, Allah Maha hadir. Kalau Bapa ada, Anak ada, Roh Kudus ada maka keberadaan mereka kalau dalam pikiran kita yang terbatas, akan memenuhi segala sesuatu. Kalau keberadaan mereka memenuhi segala sesuatu, apakah mungkin ada 3 Allah? tidak mungkin, berarti Allah 1. Tapi kalau Allah adalah 1, Yesus juga Allah, Roh Kudus juga Allah, berarti Allah adalah Tritunggal. Mengapa doktrin yang sepertinya begitu aneh, dirumuskan dari Alkitab, dipercayai gereja sejak abad ke-4 setelah itu bertahan terus sampai saat ini meskipun di tengah banyak serangan. Ini merupakan ujian waktu, Saudara mempercayai sesuatu yang palsu, mempercayai sesuatu yang bohong, maka ketidak-konsistenan dalam Saudara makin lama makin terlihat. Tetapi ketika kita mempercayai Tritunggal, makin lama makin jelas relevansinya dalam kehidupan manusia. Dalam Tritunggal kita melihat bahwa manusia harus belajar bersosialisasi, belajar berelasi, belajar mengerti bahwa ada banyak manusia tetapi tetap harus menjadi 1.

Perlu berapa abad untuk orang mengerti benar harus ada Tritunggal, maka saya percaya ratusan tahun yang akan datang orang akan belajar dari Kristen apa itu Tritunggal supaya mereka bisa hidup lebih bijak. Maka orang Kristen mendahului ratusan tahun karena Firman Tuhan. Banyak hal Allah sudah nyatakan, manusia baru sadar belakangan. Sekarang manusia baru sadar tentang konsep keluarga dan konsep kedudukan orang yang menjadi pemimpin dan yang di bawah, suami istri itu harus dilambangkan apa? Kita percaya iman, Allah, ciptaan harus sinkron. Maka kalau saya belajar tentang Allah, pelajaran saya tentang Allah akan menjelaskan tentang ciptaan. Waktu saya belajar tentang Allah, saya menjadi jelas tentang siapa saya. Yohanes Calvin mengatakan “makin engkau mengenal Allah, engkau akan makin mengenal diri. Waktu makin kenal diri, makin menyadari perlu kenal Allah lebih baik lagi dengan cara yang lebih tepat”. Maka semua pengenalan kita harus menjadi satu kalau tidak kita terpecah. Ketika orang tanya “suami dan istri mana lebih unggul? laki-laki atau perempuan?”, zaman dulu mengatakan “laki-laki lebih unggul maka perempuan itu adalah kaum yang lebih rendah”. Bahkan ada budaya yang mengatakan kalau laki-laki dan perempuan jalan, perempuan harus jalan beberapa meter di belakang laki-laki, lalu kalau jalan perempuan harus tunduk tidak boleh lihat ke atas. Saya pernah baca sejarah budaya bahwa ada perempuan yang dipenjara karena jalan terlalu dekat dan berani lihat ke atas. Tapi kemudian perempuan mulai melawan, akhirnya muncul golongan feminis yang mengatakan “sekarang kita balik, laki-laki kalau jalan 10 meter dibelakang tunduk, perempuan jalan di depan dengan perkasa”. Zaman sekarang kebalikan, sekarang kita lihat perempuan perkasa-perkasa, laki-laki lembut-lembut, bukan hanya lembut tapi juga lemah. Dunia ini tidak pernah seimbang, kalau dulu perempuan ditindas, sekarang balik perempuan yang menindas. Jadi zaman sekarang adalah zaman perempuan mengatakan “laki-laki memang kepala tapi kami leher yang menundukkan kepala”. Zaman sekarang mengapa perempuan yang lebih sigap, perempuan yang lebih cepat, perempuan yang lebih berani ambil keputusan, perempuan yang tahu mau melakukan apa, lalu laki-lakinya ke mana? Laki-lakinya sudah terbuai, ini namanya zaman beralih, pendulumnya beralih.

Alkitab satu-satunya yang stabil, Saudara tidak kembali ke Alkitab, Saudara akan ekstrim terus, ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Maka Alkitab mengatakan laki-laki dan perempuan, laki-laki menjadi kepala sekaligus rela berkorban. Itu sebabnya di Inggris ketika dipengaruhi Puritan, itu sangat-sangat baik untuk diteladani. Zaman itu adalah kalau perempuan keluar sendirian malam-malam, orang akan bertanya “untuk apa kamu keluar sendirian malam-malam?”, kalau perempuan jalan dengan laki-laki yang bukan pasangannya, orang akan berkata “mengapa kamu lakukan itu? itu tidak pantas”. Waktu orang jalan dengan pasangan orang lain, langsung orang mengatakan “tidak boleh seperti itu, itu tidak baik”. Zaman ini adalah zaman ketat, lalu zaman ini juga adalah zaman yang membiasakan tingkah dari seorang gentleman yang sejati. Inilah yang menjadi keunikan dalam zaman Inggris kuno ketika masih dipengaruhi oleh kaum puritan. Tapi kalau sudah dipengaruhi oleh ajaran yang salah, yang tidak berkait dengan ajaran Firman Tuhan, maka yang terjadi adalah kerusakan. Tetapi ketika dipengaruhi Puritan, orang-orang Inggris itu sangat luar biasa, mereka mempertahankan kehidupan yang baik, mereka mempertahankan harmonis antara laki-laki dan perempuan di dalam pernikahan. Laki-laki tetap menjadi pemimpin, laki-laki tetap dihormati. Saudara yang perempuan, perempuan tidak pernah Alkitab katakan harus menjadi orang lemah yang tidak punya pendirian apa pun, ini bukan perempuan yang baik. Di dalam Amsal bagian yang terakhir dikatakan perempuan yang baik itu punya pendirian tapi rela tunduk, ini bedanya. Bukan orang yang tidak tahu mau melakukan apa, suaminya bilang “kita ke kiri” lalu ke kiri, “kita ke kanan” kanan, ini bukan perempuan yang dianggap. Saudara kalau tidak punya pendirian apa pun pasti tunduk, tidak punya pilihan yang lain. Tapi perempuan “ini yang benar, ini yang harus di kerjakan”, tapi dia rela tunduk itu adalah panggilan yang sejati sebagai seorang perempuan. Perempuan yang benar adalah yang tegas tapi rela tunduk, maka perempuan-perempuan harus belajar, Saudara hargai suami Saudara, karena Alkitab memerintahkan demikian, Saudara tunduk bukan karena Saudara tidak punya kemampuan, begitu punya kemampuan Saudara langsung injak suami, tidak boleh seperti itu. Saya pernah bertemu dengan satu orang yang sharing “pak, saya susah hormat kepada suami saya, kalau suami saya bisa lakukan 10 poin itu” jadi perempuan ini sudah membuat daftar, taruh di ruang makan lalu suruh suaminya baca 1-10. Kalau suaminya melakukan semuanya itu, dia akan tunduk kepada suaminya. Lalu dia sharing kepada dia kalau suaminya tidak bisa menaati beberapa poin, jadi dia susah untuk tunduk kepada suaminya. Lalu saya mengatakan “jadi ibu sadar suami ibu adalah pemimpin?”, “iya pemimpin, tapi harus melakukan 10 poin ini”. “Jadi ibu sadar suami ibu adalah presidennya dan ibu adalah MPRnya, ibu kan yang membuat undang-undangnya” ini bukan tunduk.

Saudara tidak bisa tunduk dengan persyaratan yang Saudara sendiri tetapkan, ini palsu, ini bukan tunduk yang asli. Maka Alkitab mengatakan tunduklah karena Tuhan kepada pemerintah, tunduklah karena Tuhan kepada suami. Dan suami kasihi istri, rela berkorban bagi dia, bukan menjadi orang yang terus menunjukkan kuasa. Seperti Tuhan Yesus, bahkan Tuhan Yesus rela mencuci kaki murid-muridNya, tapi murid-muridNya tahu “ini pemimpinku, ini yang saya harus hormati”. Maka Alkitab memberikan harmonis yang luar biasa antara siapa kepala dan siapa yang di bawah. Lalu kalau kita tanya “Tuhan kok hanya beri bicara, Firman, tapi Tuhan sendiri jadi teladan atau tidak?”, kita mengatakan “iya, Dia menjadi teladan karena Dia Tritunggal. Kalau Dia tidak Tritunggal, Dia tidak mungkin menjadi teladan”. Saudara percaya Allah yang Esa, yang satu, tapi tidak Tritunggal, dia tidak mungkin menjadi teladan di dalam penundukan diri, Allah mau tunduk kepada siapa? Tapi ketika kita percaya Allah Tritunggal, Allah Anak tunduk kepada Allah Bapa, maka kita bisa belajar dari Allah Anak yang tunduk kepada Allah Bapa. Allah Bapa mengasihi Allah Anak, maka kita bisa belajar kasih dari kasih Allah Bapa yang diberikan kepada Allah Anak. Maka Allah Tritunggal menjadi dasar manusia bisa berelasi dengan benar. Tanpa mengenal Allah Tritunggal, tidak ada relasi yang benar, semua menjadi kacau, demikian juga pengertian tentang keluarga. Maka Alkitab menggambarkan manusia itu sama, sama seperti masing-masing Pribadi, Bapa, Anak dan Roh Kudus semua adalah Allah yang sejati. Tetapi Allah yang rela tunduk, Allah Anak tunduk kepada Allah Bapa, Allah Roh Kudus tunduk kepada Allah Anak, inilah keindahan doktrin Tritunggal yang menjadi kunci bagi kita untuk memahami relasi satu dengan lain. Begitu juga ketika kita menerapkan. Apakah semua manusia sama? Sama. Apakah manusia setara? Setara. Semua diciptakan sesuai gambar Allah, ini sudah dimulai dari Kejadian 1.

Tidak ada buku kuno yang menggambarkan kesetaraan manusia selain Kitab Kejadian. Mengapa suami otoritasnya lebih tinggi dari istri, bukan karena suami lebih hebat, jangan sampai minta tes IQ. Banyak pemimpin yang mungkin IQnya lebih rendah dari pada yang di pimpin, tapi karena Tuhan yang tuntut dia jadi pemimpin, kita rela tunduk. Maka semua prinsip Alkitab tetap sama, tapi tetap ada otoritas yang Tuhan bangkitkan. Maka ordo itu penting ketika kita menyadari semua sama. Manusia ada yang menjadi raja, ada yang menjadi rakyat. Rakyat harus tunduk kepada raja, tapi raja tidak lebih tinggi dari rakyat. Hamba Tuhan harus menjadi pemimpin, jemaat tunduk, meskipun hamba Tuhan dan jemaat sama-sama umat tebusan dari orang berdosa ditebus, orang yang lebih tua harus dihormati oleh orang lebih muda, bukan karena orang lebih tua itu lebih pintar atau lebih banyak harta. Tetapi karena ini yang Tuhan mau, orang tua harus dihormati oleh anak, karena orang tua dituntut oleh Tuhan menjadi pemimpin yang memberitakan Allah kepada mereka. Lalu anak dituntut untuk tunduk. Ini yang indah bagi Tuhan. Maka meskipun sama tetap ada fungsi di mana ada yang jadi pemimpin dan ada yang dikepalai. Mari kita terima pengertian Firman Tuhan dan terapkan.

Jangan sampai kebablasan, di satu sisi pemimpin otoritasnya segalanya. Raja dan rakyat sama, tetapi raja dan rakyat harus ada fungsi, ada yang menjadi pemimpin ada yang menjadi dikepalai. Ini sebabnya Tuhan mengatakan anak hormati orang tua mu. Mengapa anak hormati orang tua? Karena Tuhan mau begitu. Tetapi prinsip Alkitab tetap sama, kita hormat karena Tuhan. Saya hormat kepada raja karena Tuhan, demi Tuhan. Saya hormat kepada orang tua juga demi Tuhan. Kalau orang tua perintahkan sesuatu yang berlawanan dengan Tuhan, saya harus berani mengatakan “maaf saya tidak bisa kerjakan karena Tuhan lebih besar dari orang tua”. Ini pengertian yang harus kita tahu sama-sama. Maka waktu Tuhan menuntut hormati orang tua, kita ingat Tuhan memanggil orang tua untuk menjadi kepala dari anak, menjadi pemimpin bagi anak. Tuhan memanggil suami menjadi pemimpin dari istri. Tuhan memanggil suami istri, orang tua menjadi pemimpin atas anak. Maka Tuhan perintahkan anak hormati orang tua supaya berkat Tuhan dalam hidupmu menjadi limpah. Panjang umur yang dikatakan dalam ayat 12 “lanjut umur di tanah yang diberikan” ini adalah kata yang memaksudkan berkat Tuhan akan limpah, penyertaan Tuhan akan limpah kepada kamu, ini janji Tuhan. Saudara taat kepada Tuhan, berkat yang limpah pasti Dia berikan, penyertaanNya Dia berikan. Itu sebabnya ketika diperintahkan “taati orang tua” siapa yang menjalankan dengan baik, dia akan mendapatkan berkat di dalam hidupnya. Maka orang tua mempunya otoritas dan dengan demikian anak mesti belajar. Tapi bagaimana kalau orang tua punya pendapat yang beda dengan anak, dua-duanya merasa benar dan dua-duanya tidak melanggar Firman Tuhan? ini yang menjadi problem. Kalau orang tua mengatakan kepada anak “nak, jangan percaya Tuhan Yesus”, maka anak itu dalam hati mengatakan “Tuhan, saya tidak mau dengar yang satu ini”, anak itu tidak berdosa. Tapi kalau anak itu mengatakan “papa mama, saya mau belajar kuliah Bahasa Inggris”, lalu orang tuanya mengatakan “jangan nak, kamu kuliahlah Bahasa Sunda”, tapi anak itu bilang “tapi Bahasa Inggris adalah bahasa internasional”, papa mama bilang “Sunda tradisi kita, pertahankan budaya kita”, lalu mereka bertengkar, siapa yang benar? Saudara kalau melihat Alkitab, tidak ada yang mengatakan “janganlah engkau kuliah Sunda” atau “haruslah engkau belajar Inggris”, tidak ada. Jadi kedua-duanya tidak melanggar Firman, dua-duanya sama mempunyai pendapat dan dua-duanya beda, bagaimana menyelesaikan ini.

Di dalam Alkitab dikatakan waktu dua orang tulus bertengkar karena pendapat, dua-duanya pasti suatu saat akan bertumbuh. Jadi Saudara jangan percaya kehidupan tanpa pertengkaran adalah kehidupan yang baik. Hidup tanpa pertengkaran itu dipertanyakan pertumbuhannya, Saudara akan bertumbuh justru ketika ada konflik, asal konflik itu dilakukan 2 orang dengan motivasi tulus. Kalau satu orang motivasi licik, sudah pasti konflik ini akan merugikan. Tapi kalau dua-duanya tulus, dua-duanya memahami kehendak Tuhan dengan cara yang terbatas. “Saya tahunya kehendak Tuhan begini” yang satunya bilang “pendapat Tuhan begini”, kedua-duanya bertengkar, ini justru baik. Paulus bilang kepada jemaat Korintus “saya tahu ada pertengkaran di antara kamu dan itu baik karena kamu akan makin teruji” ini perlu. Banyak orang memilih tidak bertengkar karena memang tidak perduli. Maka kalau ada suami istri tidak pernah bertengkar, mungkin karena tidak peduli satu sama lain. Waktu istri bilang “saya mau masak ayam goreng, bagaimana pak?”, “boleh tidak apa-apa”, “pakai sayur?”, “tidak apa-apa”, “kenapa?”, “karena saya mau makan di luar, masak apa pun terserah” tidak peduli. Tapi waktu peduli sesuatu, waktu orang tahu ini benar, waktu orang tahu ini harus dilakukan, dia harus ngotot. Tapi waktu dia bilang “ini yang benar” orang lain juga berpikir ini yang benar, sama-sama merasa benar. Waktu sama-sama merasa benar dengan tulus mau jalankan lalu konflik, saya percaya konflik ini akan membangun keduanya. Itu sebabnya konflik harus ada. Misalnya Saudara baca “Bagaimana Hidup Tanpa Konflik”, buang saja buku itu. Tapi kalau ada yang mengatakan “Bagaimana Bertumbuh dalam Konflik” beli bukunya, tapi lihat dulu Stephen Tong, Billy Kristanto, atau Sutjipto Subeno, kalau iya silahkan beli. Waktu orang mempunyai punya pendapat, dia pertahankan, pasti terjadi konflik, ini yang terjadi. Waktu si anak mengatakan “ini hidup saya, saya mau melakukan ini”, lalu orang tua mengatakan “kamu mesti begini” dua-duanya konflik untuk kepentingan yang baik, dua-duanya harus saling belajar apa yang Alkitab katakan. Dan Alkitab katakan yang pertama harus belajar dengar, harus anak belajar dengar orang tua, jangan dibalik.

Zaman sekarang adalah zaman yang salah mengerti apa yang seharusnya dilakukan. Budaya dari Barat awalnya dipengaruhi oleh Kristen sangat menghormati orang tua. Saudara kalau lihat orang pilgrim pertama datang ke Amerika, orang tua tidak pernah dibantah anak, anak dilatih seperti itu. Kita kalau lihat keketatan dulu dengan sekarang beda jauh sekali. Orang tua waktu itu kalau beri tugas kepada anak, mereka jalankan. Saya pernah dengar satu kalimat dari pelatih sepak bola terkenal, namanya Fabio Capelo, dia punya prinsip “tidak ada demokrasi dalam pelatihan, saya perintahkan kamu untuk taat”. Dalam sisi tertentu Tuhan mau orang tua pun seperti itu, anak pun seperti itu kepada orang tua, dengar dulu, taat dulu, kalau ini sesuatu yang tidak melanggar Firman Tuhan. Otoritas itu sangat penting, Tuhan sangat hargai. Saudara kalau belajar menghargai siapa yang Tuhan tempatkan sebagai kepala, Saudara pasti diberkati. Tapi dulu waktu jadi bawahan taat, waktu jadi pemimpin berhak memimpin. Tapi kalau dulu tidak pernah taat, mana berhak suruh orang lain taat.

Maka siapa yang belajar otoritas, tunduk kepada otoritas yang Tuhan tetapkan, dia akan dibimbing menjadi orang yang lebih baik. Inilah pengertian dari Kitab Suci yang dinyatakan dalam Keluaran. Maka anak-anak hormati orang tuamu, kalau ada beda pendapat, berdoalah, minta Tuhan sinkronkan pendapat saya dan orang tua dengan Tuhan. Kalau orang mau mengatakan “saya mau punya karir ini, saya mau menikah dengan dia”, lalu orang tua tidak setuju, kedua-duanya harus belajar. Ketika keduanya tulus, kemudian saling konflik, sama-sama belajar mau cari kehendak Tuhan, nanti Tuhan akan bukakan. Tapi kalau salah satu keras karena ego masing-masing, maka dia tidak mungkin mendapat berkat dari Tuhan. Itu sebabnya kita belajar sebagai anak kita taat kepada orang tua, sebagai orang tua peka terhadap suara Tuhan, supaya memimpin tidak salah. Orang memimpin dengan melawan Tuhan, suatu saat dia akan menerima pemberontakan. Maka jadi orang tua pun sama, biar kita belajar dengar suara Tuhan untuk menjadi orang yang punya otoritas untuk menyatakan ini kehendak Tuhan. Lalu siapa yang menjadi anak belajar untuk tunduk kepada otoritas yang diberikan oleh Tuhan. Lalu ketika si anak itu menjadi dewasa, dia sudah punya keluarga sendiri, urutan dari ordo orang tua anak sekarang berubah. Tidak ada orang tua boleh intervensi lagi anaknya setelah anaknya menjadi orang tua, sekarang relasinya berbeda. Tapi meskipun relasinya berbeda, orang tua tidak lagi punya otoritas kepala kepada anak, tidak pernah dicabut perintah kepada anak untuk menghormati orang tua, ini tafsiran dari Calvin. Calvin mengatakan hormat bisa berarti taat, tapi hormat juga bisa berarti mengingat, memperhatikan dan bersyukur. Jadi ketika orang tua sudah tua, anak sudah dewasa, anak sudah punya anak lagi, orang tua itu tidak lagi bersikap “saya orang tuamu, ini perintah saya”, tapi anak harus tetap tunduk, anak harus tetap mempunyai perasaan “saya bersyukur untuk perawatan yang selama ini papa mama berikan, saya berterima kasih karena boleh menjadi anak yang dibesarkan oleh papa mama”.

Maka kata hormat juga mengandung pengertian bersyukur dan pengertian memelihara. Suatu saat orang tua akan menjadi makin tua makin lemah, lalu anak harus memperhatikan mereka. Anak yang tidak memperhatikan orang tua, Tuhan Yesus mengatakan lebih jahat dari pada orang kafir. Saudara mau taat kepada Tuhan, punya jabatan tinggi di gereja, dipakai Tuhan luar biasa, waktu Saudara mengabaikan orang tua, Saudara lebih parah dari orang kafir. Itu sebabnya kata hormat berarti ketika orang tua sudah makin tua, anak harus menjadi orang yang mendampingi yang bersyukur karena dulu dipelihara dan terus support orang tuanya. Anak akan ada waktu di mana dia menjadi kuat, dia harus support orang tuanya, ini lah pengertian hormat. Maka otoritas-otoritas orang tua kepada anak berhenti waktu anak itu punya otoritas kepada keluarganya sendiri. Tetapi kebertundukkan anak hormat kepada orang tua tidak pernah dicabut sampai orang tua dipanggil oleh Tuhan. Saya sedih sekali kalau banyak orang Kristen yang begitu kelihatan pelayanan bagus, tapi waktu ditanya “orang tuamu bagaimana?” mereka tidak peduli. Yohanes Calvin mengatakan sejelek-jeleknya orang tua, tetap Tuhan pakai dia untuk menghadirkan kamu di dunia ini. Dan itu merupakan suatu anugerah besar. Hidup itu anugerah, kalau Saudara merasakan hidup itu kutuk, bertobatlah. Tuhan pakai orang tua, Tuhan pakai relasi intim dari orang tua, kemudian Tuhan pakai seorang ibu untuk mengandung, sampai anak itu lahir, Tuhan pakai 2 orang tua ini untuk membesarkan. Saudara waktu bayi lemahnya luar biasa, ini bedanya kita dengan binatang, kuda melahirkan anak, tunggu beberapa menit anaknya sudah loncat-loncat, manusia melahirkan anak sampai 11 bulan belum ngapa-ngapain, ini bedanya. Dan ketika bayi tidak ada orang tua yang memelihara, apakah bisa bertahan? Maka waktu Saudara bayi, Tuhan pakai orang tua untuk mendidik, untuk memelihara. Setelah Saudara dipelihara, Tuhan memakai orang tua untuk mendidik. Setelah Saudara dididik oleh orang tua, maka sekarang Saudara boleh bertumbuh. Maka dikatakan oleh Calvin, sejelek apa pun orang tuamu, mereka dipakai Tuhan untuk menghadirkan kamu di dunia ini. Maka setelah engkau besar, biarlah engkau menghantar mereka dengan baik sampai waktunya mereka tinggalkan dunia, ini kalimat indah sekali waktu Calvin bahas. Tuhan pakai orang tuamu untuk menghadirkan kamu di dunia, nanti kamu hantar orang tuamu dengan sebaik mungkin waktu mereka akan dipanggil, kalimat ini mengharukan. Dan inilah yang menjelaskan sangat hormat, hormatilah orang tua, waktu kecil kita belajar taat, waktu sudah besar kita belajar memelihara. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk mengetahui posisi kita, mengetahui tuntutan Tuhan atas kita supaya menjalankan apa yang Tuhan perintahkan. Dan Tuhan janji barang siapa mentaati akan mendapatkan berkat penyertaan Tuhan di dalam kehidupan di tanah yang diberikan Tuhan.

Hormatilah ayahmu dan ibumu (bag.1)

(Keluaran 20: 12, Ulangan 6: 4-7)

Setelah membahas relasi manusia dengan Allah di dalam hukum pertama sampai ketiga, Hukum Taurat dalam 10 hukum membahas relasi dan pengharapannya di dalam Sabat. Masuk hukum yang ke-5, sekarang mulai mengatur relasi kita dengan sesama manusia. Tuhan mengatur manusia di dalam masyarakat sosial, manusia tidak pernah dimaksudkan untuk hidup sendiri, manusia tidak pernah dimaksudkan hanya untuk mementingkan diri, manusia tidak pernah dipanggil hanya untuk melihat kebutuhan diri. Tapi manusia dipanggil untuk melihat kebutuhan orang lain, saling menolong, saling mengutamakan yang lain dan saling memberikan dirinya untuk menjadi berkat bagi orang lain, ini yang Tuhan mau dari penciptaan manusia. Itu sebabnya Tuhan mengatakan “beranakcuculah, bertambahlah banyak dan penuhilah bumi”, ini adalah maksud Tuhan bahwa manusia tidak boleh hidup di dalam keadaan yang individualis. Jean Paul Sartre seorang pemikir dari Perancis, pernah menulis drama yang pendek tapi sangat bermakna. Judul drama ini adalah No Exit dan dalam drama ini ada 4 orang sedang duduk lalu mereka bingung “kami ada di mana? mengapa kami ada di sini?”. Lalu setelah mereka berkelahi, mereka sadar “memang ini neraka, karena kamu yang membuat ini neraka”. Jadi kesimpulan dari drama itu, neraka adalah orang lain, hell is other peoples. Mengapa ada neraka? Karena kamu membuat hidupku seperti neraka. Ini adalah pandangan dari Sarte yang mengamati manusia dengan manusia lain mau saling memanfaatkan.

Tapi di Filipi dikatakan “hendaklah kamu dalam hidupmu bersama meneladani Kristus dengan mengutamakan yang lain”. Bagaimana kita bisa mengutamakan yang lain? Caranya adalah dengan meneladani Allah. Mengapa dengan meneladani Allah, kita bisa mengutamakan yang lain? Karena Pribadi Allah pun saling mengutamakan yang lain di dalam TritunggalNya Allah. Ini konsep yang dalam sekali dan penting untuk orang Kristen ketahui. Allah kita adalah Allah Tritunggal dan setiap Pribadi dari Tritunggal memuliakan Pribadi yang lain. Allah Bapa meninggikan Allah Anak, Allah Anak memuliakan Allah Bapa, Allah Roh Kudus meninggikan Allah Anak. Jadi tidak ada satu pun dari Pribadi Allah Tritunggal yang berfokus pada diri. Maka undangan Allah yang mengatakan “hai manusia sembahlah Allah”. Waktu manusia datang dan menyembah Allah, lalu bertanya “bukankah Engkau Allah Tritunggal, mana yang harus kami sembah?”, Allah Bapa mengatakan “sembahlah AnakKu”, Allah Roh Kudus mengatakan “sembahlah Anak Allah”. Anak Allah setelah disembah, membawa semua tunduk kepada Allah Bapa. Seorang bernama Gregory dari Nisa, ini adalah satu dari tiga orang tokoh yang sangat penting dalam sejarah gereja. Dia mengatakan masing-masing Pribadi Tritunggal saling memuliakan satu dengan lain, masing-masing Pribadi Tritunggal saling memberikan ruang untuk yang lain dimuliakan oleh manusia. Allah Bapa yang sudah mulia menyatakan kepada Israel “lihat AnakKu, muliakanlah Dia”. Roh Kudus yang memenuhi orang-orang Kristen pada waktu gereja mula-mula mengatakan “tinggikanlah Kristus”. Alangkah indahnya kalau relasi antar pribadi kita mencerminkan relasi antar Pribadi Tritunggal. Saudara hidup di dunia yang penuh dengan orang-orang licik, Saudara pasti pusing hidup seperti itu. Tapi kalau Saudara hidup di dunia yang penuh dengan orang yang mengutamakan orang lain, ini namanya dunia yang sudah menjadi sorga. Itu sebabnya di dalam tuntutan Tuhan engkau harus mengenal Allah dan engkau harus mengutamakan yang lain. Inilah prinsip yang Tuhan mau di dalam masyarakat sosial. Tuhan memanggil manusia untuk hidup bersama, dan ketika hidup bersama, Tuhan mau manusia mengerjakan 2 hal paling penting.

Hal pertama adalah manusia hidup bersama sambil menguasai dunia dan segala yang ada di dalamnya. Tuhan memanggil manusia menjadi penguasa. Kata dari Bahasa Ibrani yang dipakai dalam Kitab Kejadian waktu menggambarkan perintah Tuhan kepada manusia “kuasai bumi dan taklukanlah itu” itu adalah kuasa mutlak. Tuhan memberikan kepada manusia kuasa yang benar-benar mutlak atas alam ini. Manusia bisa melakukan apa pun yang perlu untuk dia perbaiki alam, untuk dia koreksi alam berdasarkan apa yang dia mau. Ketika Tuhan menciptakan manusia, meletakan dia di bumi, Tuhan memberikan kemampuan lalu manusia mulai menata bumi sesuai dengan apa yang dia mau. Tapi dalam Kitab Kejadian ada satu hal yang sering kali kita lupakan yaitu ketika Tuhan mengatakan bahwa ini dunia yang Aku jadikan, Tuhan sengaja memakai kata-kata yang identik dengan kuasa jahat untuk mencerminkan ciptaan itu. Dikatakan sebelum Tuhan menata bumi ini kosong, kacau balau, penuh dengan kekosongan, kehampaan dan kekacau-balauan. Berarti ini adalah bahasa yang sebenarnya identik dengan kuasa jahat. Lalu ketika Tuhan menciptakan lautan dan binatang-binatang yang tinggal di laut, Alkitab mengatakan Tuhan pun menciptakan monster-monster laut yang besar. Apakah Tuhan yang menciptakan roh jahat? Tidak. Tuhan bukan sumber kejahatan, tapi Tuhan mau mengatakan bahwa di dalam ciptaan ini seluruhnya ditaklukan kepada manusia, termasuk kuasa jahat, manusia harus bisa taklukan. Jadi tugas manusia yang pertama adalah manusia mesti menaklukan alam, manusia harus menaklukan segala sesuatu termasuk kejahatan dan dosa. Hal kedua, Tuhan memberikan pohon pengetahuan yang baik dan jahat untuk dilarang dimakan, ini maksudnya adalah meskipun manusia menguasai segala sesuatu, dia harus tetap ingat bahwa dia mesti belajar tunduk kepada otoritas yang lebih tinggi. Jadi manusia hidup menaklukan semua, tapi dia sendiri menaklukan diri kepada Tuhan. Mari belajar seni hidup seperti ini, taklukan diri kepada Tuhan, tetapi menaklukan segala sesuatu kepada kita. Inilah kehebatan dan keagungan manusia, kalau dia bisa tahu siapa yang harus dia sembah dan apa yang harus dia injak. Saudara harus menginjak bumi, Saudara harus menginjak harta, menginjak ciptaan, Saudara harus menyembah Tuhan. Jangan dibalik, Saudara menyembah harta dan menginjak Tuhan inilah yang terjadi di dalam dosa. Tetapi manusia yang dipanggil, dipanggil untuk tunduk kepada Tuhan dan menundukkan yang lain kepada manusia. Alkitab mengatakan segala sesuatu sudah ditundukkan oleh manusia, semuanya bisa ditundukkan. Jadi manusia mempunyai kekuatan yang besar, karena manusia memang dipercayakan oleh Tuhan untuk menundukkan semua ke dalam dirinya. Manusia menundukkan alam, manusia juga harus menundukkan kejahatan. Itu sebabnya Tuhan mengijinkan ular masuk ke Taman Eden, ular ini harusnya diinjak kepalanya. Kalau kita memberi nasihat kepada Adam, “Adam coba dulu waktu ular masuk, kamu langsung membunuhnya” selesai. Ini yang Tuhan mau, manusia menaklukan kejahatan, manusia menaklukan dosa. Kita berjuang untuk melawan dosa, bukan ditaklukan. Saudara jangan begitu gampang menyerah dengan dosa, begitu ada dosa Saudara dengan lemah mengatakan “Tuhan, saya sudah kalah”. Tuhan tidak mau Saudara kalah terus, Tuhan mau Saudara belajar berjuang. Orang-orang penting di dalam sejarah, para penakluk di dalam sejarah, punya semangat “apa halangan di depan, saya akan lewati” ini akan membuat orang itu maju. Saudara berjuang melawan dosa, jangan gampang menyerah. Surat Ibrani mengatakan “apakah kamu melawan dosa sampai sudah cucurkan darah?”. Saudara berjuang sampai sekuat apa? Kalau baru kalah sedikit, Saudara mengatakan “ya, inilah kekuatanku”, Saudara tidak pernah bisa menang. Alkitab mengatakan “tunduklah kepada Allah, lawanlah iblis maka dia akan lari dari padamu” ini kalimat yang kuat sekali. Mari pegang kalimat ini “tunduk kepada Allah, lawan iblis, iblis lari”. Ini kalimat benar-benar mempermalukan setan, kalau Saudara bertemu setan kutip bagian itu. Mengapa Saudara tidak mau lawan iblis dan iblis tidak lari dari Saudara? Karena Saudara tidak mau tunduk kepada Tuhan, belajar tunduk kepada Tuhan. Tuhan mengatakan kenali Tuhan, sembah Dia, tunduk, hanya ada satu Allah, jangan sebut namaNya dengan sembarangan, engkau harus sujud hanya kepada Dia, kuduskanlah Hari Sabat, dan setelah itu terapkan dalam relasi antar manusia. Maka dalam relasi antar manusia, Tuhan memulai dengan mengatakan “anak-anak, hormati orang tua”.

Mengapa orang tua mempunyai peran paling besar kepada anak? karena dalam Ulangan 6 dikatakan “ajarkan tentang Allah kepada anak-anakmu”. Dan mengajar tentang Allah tidak cukup hanya dengan kata-kata, mengajar tentang Allah harus dengan keberadaan diri yang mencerminkan siapa Tuhan. Allah kita adalah Allah Tritunggal, berarti lebih dari 1 Pribadi, Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tetapi hanya 1 Allah bukan 3 Allah, berarti ada 3 Pribadi menjadi 1. Lebih dari 1 tetapi adalah 1. Ini dicerminkan oleh pernikahan, orang tua ada ayah dan ibu, 2 pribadi sekarang menjadi 1. Orang tidak terhormat terus minta dihormati, Saudara akan bilang “hormat apanya?”. Inilah yang terjadi, maka orang tua pun harus lakukan hal yang sama, ini perintah untuk anak, tapi juga untuk orang tua. “Hai, orang tua jadilah orang terhormat, hai anak hormatilah orang tua”. Mengapa orang tua harus menjadi orang yang terhormat? karena mereka memiliki tugas yang sangat terhormat untuk menyatakan siapa Allah kepada anaknya. Bagaimana orang tua bisa menyatakan siapa Allah kepada anak? Dengan berkaca bagaimana Allah menyatakan Diri kepada yang dianggap anak. Siapa yang dianggap anak? Yang dianggap anak dalam Perjanjian Lama adalah Israel. Tuhan mengatakan dalam Kitab Keluaran “lepaskanlah anak sulungKu, kalau tidak Aku akan bunuh anak sulungmu. Anak sulungmu ganti anak sulungKu, yaitu Israel”. Berarti kita belajar bagaimana cara Tuhan memperlakukan Israel, menyatakan Diri kepada dia, ini menjadi contoh orang tua mendidik anak.

Apa yang Allah kerjakan? Yang pertama adalah Allah memberikan apa yang diperlukan oleh orang Israel. Dalam Kitab Keluaran dikatakan orang Israel diperbudak oleh Mesir lalu mereka mengeluh karena beratnya perbudakan. Tetapi mereka tidak pernah sedikit pun berseru kepada Tuhan, mereka merasa tidak perlu keluar dari Mesir. Mereka cuma tahu orang mesir jahat dan membuat mereka terbelenggu. Tetapi Tuhan mengatakan “Aku mendengar seruan mereka dan Aku merasakan belas kasihan kepada mereka”. Tuhan datang untuk memberikan apa yang diperlukan Israel, bukan apa yang diminta Israel, ini dua hal yang berbeda. Israel terkadang tidak tahu apa yang mereka minta, mereka belum tahu kebutuhan mereka, tapi Tuhan mengatakan “Aku berikan apa yang kamu perlu”. Ini pun harus dikerjakan oleh orang tua, orang tua harus tahu anak perlu apa lalu itu yang diberikan. Orang tua yang jelek itu adalah yang terus beri apa yang anak minta, dan anak yang jelek adalah anak yang senang kalau apa yang dia minta dituruti terus. Saudara merasa dikasihi, tapi sebenarnya Saudara tidak sedang dikasihi, Saudara sedang dijerumuskan. Doa kepada Tuhan, supaya Tuhan ampuni orang tuamu yang jelek. Semua yang diminta diberi, akhirnya Saudara mau jadi apa? Ini yang harus kita mengerti, Tuhan tidak beri Israel apa yang mereka minta. Tapi Tuhan mengatakan “suka tidak suka, kami ikut Aku”. Inilah hal yang penting, orang tua meneladani Tuhan, Tuhan adalah pemimpin, bukannya gampang diatur. Orang tua harus menunjukkan kepada anak “saya pemimpin kamu” suatu saat anak akan hargai. Tetapi Saudara menunjukkan kepemimpinan bukan pakai emosi. Saudara mencintai dan mempertahankan kebenaran, bukan mencintai dan mempertahankan emosi. Ada orang gampang sekali emosi tapi tidak mempertahankan kebenaran, waktu anaknya nakal langsung dipukul, tapi kalau masih teriak akhirnya diberikan apa yang anaknya minta, akhirnya Saudara tidak bisa menjadi orang yang berwibawa. Orang berwibawa itu tidak perlu terlalu banyak marah-marah, orang sudah dengar orang ini punya wibawa. Orang tua harus minta wibawa yang dari Tuhan.

Hal kedua, Tuhan memberikan kepada Israel visi arah ke depan dengan paksaan dulu setelah itu baru dengan kerelaan hati. Di dalam Kitab Yesaya dikatakan “Aku akan memberikan perjanjian baru dengan engkau hai umatKu Israel. Pada waktu itu tidak perlu ada yang mengajarkan kepada kamu siapa Tuhan” bisa juga diterjemahkan “pada waktu itu tidak perlu ada yang mengajar kamu untuk mengenal Tuhan. Kamu pada waktu itu tidak perlu dipaksa Tuhan karena kamu dengan rela mau kenal Tuhan” tapi sebelum kerelaan itu muncul, Tuhan akan paksa dulu. Maka Tuhan paksa dulu mereka sampai mereka mengenal siapa Tuhan, lalu mereka rela ikut Tuhan, pada waktu itu Tuhan akan memberikan kebebasan. Tapi Tuhan memberikan keketatan dalam peraturan, setelah itu semakin dibebaskan. Ini perlu bijaksana yang besar. Kapan saya perlu memberikan ketat peraturan yang sangat mendetail, kapan saya boleh membebaskan, ini sangat perlu bijaksana. Tapi Allah mengerjakan dengan cara seperti itu dan Allah selalu memberikan visi “engkau akan masuk Tanah Kanaan, engkau akan menerima tempat yang limpah dengan susu dan madu”. Alangkah indahnya kalau anak-anak pun dilatih oleh orang tuanya untuk mengenal Tuhan dan takut akan Tuhan dengan cara seperti ini. Dengan cara yang membuat seluruh hidupnya nanti akan didedikasikan untuk Tuhan, ini yang harus dikerjakan oleh orang tua. Orang tua yang baik, yang dihormati adalah orang tua yang men-sharing-kan pentingnya takut Tuhan, bukan terus-menerus paksa untuk takut Tuhan. Orang kalau pakai paksaan terus, akhirnya apa yang dipaksakan akan dibenci. Friedrich Nietzsche yang tadinya sekolah teologi akhirnya membenci Tuhan karena paksaan yang tidak jelas, orang paksa harus begini begitu. Maka dalam pengertian Allah memanggil Israel, Allah men-sharing-kan visi, “ini yang akan Aku kerjakan kepadamu, ini yang akan Aku berikan kepadamu di masa yang akan datang” maka Israel mengikuti Tuhan dengan setia, bagi orang-orang yang mau tunduk kepada Tuhan. Demikian juga dengan para orang tua, orang tua memberikan visi, membagikan kepada anak, mengapa mereka harus takut akan Tuhan. Dan ini hanya bisa terjadi kalau orang tua itu sendiri takut akan Tuhan. Orang tua takut akan Tuhan dengan contoh hidupnya akan membuat anak melihat lalu dia sendiri akan takut akan Tuhan.

Ada satu orang yang sangat menggerakkan, namanya Robert Morisson, dia pergi ke daerah Tiongkok, selama bertahun-tahun pelayanan kadang harus tidur di pinggir jalan. Dia peluk terus Alkitabnya, dia terjemahkan ke dalam bahasa Mandarin supaya orang di sana bisa baca. Dia membuat traktat-traktat dengan bahasa lokal supaya orang dengan dialek mereka, mereka bisa mengerti. Dan dia terus khotbah kepada mereka. Dengan badan yang makin lama makin sakit, dia pulang kembali ke Inggris, dia sharing “di sana ada daerah, orangnya banyak sekali, masih sedikit yang pergi, maukah kamu pergi?” pada saat itu langsung Hudson Taylor tergerak hatinya “saya harus pergi” karena dengar orang seperti ini. Orang yang takut akan Tuhan hidupnya sendiri sudah menjadi khotbah yang menggerakkan orang “takutlah engkau akan Tuhan”. Rajin beribadah kepada Tuhan, menggerakkan orang lain untuk rajin ibadah juga. Saudara rajin berdoa kepada Tuhan, menggerakkan orang lain untuk mau berdoa juga. Tuhan Yesus setelah berdoa begitu panjang, murid-muridNya mendekati Dia lalu bertanya “Tuhan, ajari kami bagaimana harus berdoa”. Ini murid-murid yang sudah belajar, SKSnya banyak, tetap minta hal paling dasar bagaimana berdoa, karena melihat indahnya persekutuan Kristus dengan BapaNya di dalam doa. Saudara kalau sudah melihat ini akan tergerak untuk melakukannya juga. Maka biarlah kita menjadi orang tua yang takut akan Tuhan, supaya nanti apa yang Tuhan mau kerjakan untuk anak Saudara boleh bertumbuh, boleh menjadi nyata. Biarlah orang tua yang takut akan Tuhan membentuk anak-anak yang takut akan Tuhan. Ini sebabnya keluarga harus dijaga menjadi keluarga yang takut akan Tuhan. Ini juga sebabnya setan akan menjadikan keluarga sasaran serangannya. Keluarga rusak maka generasi baru rusak. Generasi baru rusak, kemuliaan Tuhan gagal untuk dinyatakan. Ini jadi strateginya setan. Maka keluarga menjadi sasaran setan. Setan sangat efektif dan efisien kalau kerja. Manusia kadang suka memboroskan waktu, memboroskan energi, setan tidak. Dia akan mempertimbangkan kalau dia serang seperti ini akan berhasil atau tidak, dan yang menjadi sasaran serangan adalah keluarga. Begitu keluarga tidak takut akan Tuhan, rancangan yang terjadi adalah anak-anaknya kemungkinan besar juga tidak takut akan Tuhan. Ini yang iblis sedang kerjakan. Itu sebabnya Tuhan mencegah orang menyatu dengan orang tidak percaya. Saudara terus mengkompromikan iman demi suatu yang rasanya tidak bisa Saudara hindari, tapi Tuhan tuntut harus menang melawan dosa, harus menang atas apa yang Tuhan kehendaki. Banyak orang tua tidak pertahankan relasi yang baik karena lupa bahwa mereka dipanggil untuk menjadi contoh Allah bagi anak-anak. Betapa kasihannya generasi ini kalau orang tua tetap egois, tetap memikirkan kebahagiaan diri sendiri tanpa memikirkan apa yang menjadi kehendak Tuhan.

Biarlah kalau Saudara berelasi, cari orang yang takut akan Tuhan. Saudara lihat ada orang yang takut akan Tuhan, wajahnya tidak terlalu bagus, tapi jiwanya bagus, itu lebih baik. Alkitab mengatakan orang cantik tetapi yang karakternya jelek, itu seperti anting-anting yang menempel di babi. Jadi prinsipnya mengatakan jangan menjadi pasangan yang tidak seimbang, karena pasangan yang seimbang sangat diperlukan untuk anak takut akan Tuhan. Inilah prinsip ideal yang Tuhan mau, maka Tuhan perintahkan anak hormati orang tua supaya umurmu panjang. Sebab dengan bijaksana yang orang tua miliki, engkau akan dibimbing mengenal Tuhan, takut akan Tuhan, dan hidup lebih banyak menikmati berkat yang Tuhan sudah janjikan. Inilah yang menjadi hal yang Tuhan tuntut. Ini adalah hal yang ideal, pada faktanya tidak ada keluarga yang sangat ideal, kalau pun ada sangat sedikit. Keluarga yang indah dan harmonis itu sangat sulit ditemui sekarang. Dulu pun sangat sulit. Salah satu keluarga hamba Tuhan yang sangat harmonis adalah Jonathan Edwards dan Sarah. Kalau orang lihat kehidupan mereka, langsung ingin menikah, ini kesaksian dari George Whitefield. George Whitefield menginap di rumah mereka, lalu lihat bagaimana mereka berelasi, George Whitefield langsung mengatakan “tadinya saya pikir saya tidak perlu menikah saja, langsung memberitakan Injil ke mana-mana, tidak perlu ada istri, istri mengganggu, setelah melihat ini ternyata istri menyenangkan. Jadi setelah melihat keluarga bapak, saya ingin menikah”. Tapi kalau orang Kristen buka rumah tangganya lalu tunjukkan “inilah kami” jangan-jangan membuat orang mengatakan “saya mau masuk biara saja, kalau ternyata pernikahan seperti itu, saya tidak mau menikah”. Kita tanpa sadar sudah mempermalukan nama Tuhan, karena institusi keluarga yang sangat penting sudah rusak namanya karena kita tidak mempertahankannya. Tapi pada faktanya memang sulit. Mungkin Saudara punya orang tua pun banyak kelemahan, Saudara punya orang tua banyak cacat, atau Saudara punya orang tua belum sungguh-sungguh di dalam Tuhan. Maka bagaimana menghormati mereka? Saya percaya bahwa setiap hal yang ideal yang Tuhan nyatakan supaya kita berusaha mengejar sampai di situ. Supaya pada momen kita mengerti, kita berhenti melanjutkan tradisi yang rusak yang kita miliki sebelumnya. Kalau orang tua kita rusak, biarlah ini menjadi suatu hal yang menjadi dorongan bahwa “saya tidak boleh rusak seperti dia”. Saudara punya orang tua yang tidak takut akan Tuhan, ini menjadi janji dalam diri Saudara “saya sudah tahu beratnya hidup di bawah orang tua yang tidak takut akan Tuhan, saya berjanji kepada Tuhan, saya tidak ingin membuat anak saya merasakan apa yang saya rasakan” ini yang benar. Di dalam Kitab Mazmur, Musa mengatakan “ajari kami menghitung hari-hari kami sedemikan, supaya kami memperoleh hati yang bijaksana”. Menghitung hari sedemikian maksudnya hari yang penuh dosa yang sudah saya kerjakan, biarlah kita terus merasa berhutang karena dulu pernah salah. Saudara pernah menjadi orang tua yang jelek, hari ini berhenti lalu besok mengingat “dulu saya jelek, sekarang mau perbaiki sebaik mungkin”. Ini namanya bayar hutang, mari kita belajar seperti itu. Dan kalau Saudara menjadi anak yang punya orang tua yang jelek, Saudara ingat “saya harus menjadi orang tua yang baik, karena saya sudah punya pengertian dan kiranya Tuhan berikan pengertian itu kepada saya”. Dengan demikian ada keindahan dalam relasi antara anak dan orang tua. Itu sebabnya Tuhan menuntut setiap anak menghormati orang tua. Bagaimaan kalau orang tua kita tidak layak dihormati? Tuhan mengatakan “demi Tuhan hormatilah orang tua”. Di bagian lain dikatakan “demi Tuhan hormatilah pemerintah di atas”. Jadi kerjakan bukan demi orang tua, tapi demi Tuhan. Hormati orang tuamu berarti waktu anak, waktu kita kecil kita tunduk kepada mereka dan teladani mereka kalau mereka pantas diteladani. Tapi kalau tidak, Saudara minta kepada Tuhan untuk memberikan jalur langsung kepada Saudara.

Ketika orang tua memasuki masa tua, perkataan hormati orang tua termasuk di dalam persiapan merawat mereka. Tuhan Yesus mengatakan di dalam Perjanjian Baru “celaka kamu orang Farisi, karena kamu mengatakan kalau orang persembahan kepada Tuhan dia bebas persembahan untuk orang tua, yang penting beri semua untuk Tuhan, orang tua tidak perlu dipelihara. Dengan demikian kamu melanggar hukum kelima”. Hukum kelima mengatakan hormati orang tua bukan ketika mereka kuat, Saudara tunduk, tapi ketika mereka lemah, Saudara sekarang ganti menjadi pelindung mereka. Inilah keindahan hidup yang Tuhan mau. Waktu kita sudah lemah, kekuatan sudah tidak ada, sudah mulai capek, sudah mulai putih rambutnya, sudah mulai tidak kuat berdiri, ada anak yangberbakti mengatakan “saya topang kamu, saya akan berada di samping kamu” ini yang Tuhan mau di dalam menghormati. Biarlah kita menaati Firman Tuhan dengan melepaskan semua kepahitan yang pernah ada dan mengingat keindahan berkat Tuhan untuk kita salurkan. Saudara kalau diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat orang tua, biarlah ini menjadi kekuatan. Orang tua yang belajar bermurah hati, suatu saat akan mendapatkan kemurahan, ini khotbah di bukit. Orang yang belajar kasihan kepada orang lain, suatu saat ketika Saudara perlu dikasihani, ada orang yang akan kasihan. Orang yang melihat orang tua yang sudah lemat tidak berdaya, mau tolong dia, suatu saat waktu Saudara ada pada keadaan seperti itu, Tuhan akan ingat dan Tuhan akan jaga, ini yang menjadi pengharapan kita. Maka hormati orang tua, jangan balas dendam sama mereka. Biarlah kita mengingat Firman Tuhan yang mengatakan hormati orang tua, hormati dari waktu muda ketika orang tua masih kuat, Saudara tunduk karena mereka dipakai Tuhan, lalu ketika mereka sudah tua, Saudara penuh belas kasihan menjaga mereka. Maka biarlah setiap anak ingat orang tuanya, kalau orang tuanya tidak layak didengar ketika Saudara muda, minta kepada Tuhan supaya Tuhan langsung menjadi guru Saudara. Saudara tidak boleh dengar orang tua yang tidak takut akan Tuhan, tetapi tidak boleh hilang hormat kepada mereka. Biar Tuhan yang langsung memberikan pengajaran baik melalui hamba Tuhan atau orang lain, tapi pada waktu orang itu sudah tua, sudah lemah, Saudara mengatakan “Tuhan minta saya menghormati kamu, saya menghormati engkau karena Tuhan, saya jalani ini karena Tuhan”. Kiranya Tuhan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjalankan perintah Tuhan, hormati ayah ibu.

Ingatlah dan kuduskanlah Hari Sabat ” – bag.2

(Keluaran 20: 8-11, Ulangan 5: 12-15, Yesaya 66: 22-24)

Saya akan membahas dalam 3 bagian mengenai Sabat. Sabat yang sejati tidak berkait hanya dengan hari yang kita temui dalam hidup kita, tapi sebagai suatu hari yang adalah milik Tuhan. Saudara kalau mengenal hariNya Tuhan, hariNya Tuhan itu bukan Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat. Memang benar semua hari adalah milik Tuhan, tapi kalau Alkitab menekankan hariNya Tuhan, ini pasti beda dengan hari yang lain. Kita adalah umat milik Tuhan, apakah manusia lain bukan milik Tuhan? Semua juga milik Tuhan. Tapi ketika dikatakan secara spesifik “engkau milikKu” ada sesuatu yang lebih. Jadi kalau dikatakan hari Tuhan itu hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, semua hari Tuhan, hari libur hari Tuhan, hari Idul Fitri pun hari Tuhan. Saudara kalau mengenal dengan cara seperti itu, berarti Saudara gagal mengerti kalau hari Tuhan yang spesial yang mana? Hari Tuhan yang spesial bukan hari di sini, tetapi hari dimana Dia pulihkan segala sesuatu yang ada di bumi. Maka Hari Sabat yang sejati bukan hari ketujuh di dalam minggu, tetapi hari dimana kita akan berhenti dan akan mengalami rest bersama Tuhan di dalam langit dan bumi baru. Inilah harapan kita, Saudara mengharapkan sesuatu di bumi, semua nanti akan diperbarui. Tapi kalau Saudara bukan termasuk golongan yang diperbarui, Saudara tidak akan menikmati yang diperbarui. Bumi diperbarui, tetapi akan diberikan kepada orang yang lembut hatinya, kepada orang yang setia kepada Tuhan, kepada orang yang lapar dan haus akan kebenaran, kepada orang yang imannya teruji di dalam Tuhan, inilah untuk siapa bumi baru itu diberikan. Jadi jangan mengharapkan bumi baru kalau tidak mengharapkan Sabat ini bersama dengan Tuhan. Itu sebabnya Tuhan menetapkan Sabat sebagai tujuan akhir. Kalau Saudara baca Alkitab dari Kejadian 1 pun sudah diceritakan Tuhan mencipta, memulai segala sesuatu. Pasal 2 langsung bahas tujuan akhirnya. Tuhan melihat itu baik, Tuhan memberkati hari ketujuh. Dan tidak ada kata-kata “jadilah petang, jadilah pagi”. Hari pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, dan keenam “jadilah petang, jadilah pagi”. Hari ketujuh tidak ada kata “jadilah petang, jadilah pagi”. Inilah hari tujuan seluruh sejarah. Jadi kalau Saudara berdiskusi dengan orang yang belajar sejarah, mereka biasanya terbagi 2 golongan. Pertama, golongan yang menyelidiki apa yang membentuk sejarah. Kedua adalah golongan yang percaya sejarah ini punya arah. Ahli sejarah yang baru atau yang populer sekarang sangat menolak kalau sejarah ini punya arah. Mereka lebih suka melihat apa yang mempengaruhi zaman dari pada zaman itu mau bergerak ke mana. Tetapi Alkitab mengatakan zaman sedang bergerak ke satu arah. Arah ini adalah arah yang akan di tuju bersama dengan Tuhan. Dan dalam Yesaya 66 tadi kita sudah baca, dikatakan yang punya iman kepada Tuhan menuju ke tempat yang sama dengan Tuhan. Yang tidak akan menuju tempat yang di mana apinya tidak akan pernah padam, ulat akan memakan daging-daging kita, ini pembahasan tentang neraka. Jadi tujuannya siapa yang bersama dengan Tuhan akan mengalami rest, beristirahat bersama Tuhan. Kita sudah membahas secara luas, sekarang kita lihat kalau begitu apakah aplikasinya di dalam hidup kita, apakah kita tetap datang ke gereja? dan apa tujuannya Tuhan menyuruh kita untuk beribadah kepada Dia. Ini yang akan kita bahas.

Yang pertama kita lihat Keluaran 20: 8-11, bagian ini mengingatkan bahwa Tuhan berhenti bekerja pada hari ketujuh. Itu sebabnya Tuhan memberkati Hari Sabat dan menguduskannya. Lalu ayat 8 mengatakan “ingat dan kuduskanlah Hari Sabat”, berarti hal pertama yang Tuhan tuntut untuk kita mempersiapkan serangkaian sejarah sampai masuk di dalam Sabat adalah menguduskan Hari Sabat. Apa menguduskan Hari Sabat? Bagaimana kita tahu kita sudah menguduskan Hari Sabat atau belum? Bagian ini mengatakan jangan melakukan pekerjaan apa pun, kamu, atau istri, atau anak, atau hamba, bahkan hewanmu. Lalu orang berfokus pada perintah ini, orang berfokus jangan melakukan pekerjaan, itu sebabnya orang Yahudi mulai berdebat pekerjaan mana yang boleh, pekerjaan mana yang tidak boleh. Cuci baju pekerjaan yang boleh atau tidak? Maka mereka mulai rumuskan. Ada yang mengatakan pindah rumah itu pekerjaan yang tidak boleh. Angkat tilam itu pekerjaan yang tidak boleh, karena mengangkat tilam itu berarti anti istirahat. Tuhan Yesus sudah tahu ada perintah yang ditafsirkan seperti ini, maka orang lumpuh itu waktu disembuhkan, Dia mengatakan dengan spesifik “angkat tilammu dan berjalanlah”, Tuhan Yesus tahu kalau Hari Sabat tidak boleh angkat tilam. Jadi banyak hal dalam tafsiran Sabat, akhirnya hanya bolak-balik mana boleh, mana tidak. Saya mau setelah membahas ini kita tidak terjebak hanya di dalam mana boleh mana tidak saja, tetapi biarlah kita melihat lebih dalam apa yang Tuhan tuntut dari Hukum Taurat ini.

Martin Luther dalam menyelidiki Perjanjian Lama, dia menemukan suatu hal yang membuat saya kaget waktu baca, Martin Luther mengatakan waktu engkau mambaca Perjanjian Lama dalam terang salib maka engkau akan melihat tuntutan Perjanjian Lama adalah tuntutan kepada hati”. Ini yang membuat saya tertarik, selama ini yang mengatakan agama Kristen adalah agama hati, itu yang mengatakan adalah Johanes Calvin. Calvin mengatakan “Kristen adalah agama hati”. Tapi Luther sudah mengatakan “kalau engkau melihat Perjanjian Lama dalam terang salib engkau akan tahu bahwa untuk menaati Perjanjian Lama harus dilakukan dari hati”. Tidak bisa dilakukan secara lahiriah, tetapi hati tidak ikut. Lalu Saudara pun tidak bisa mempunyai hati tanpa mempunyai niat untuk kerjakan sesuatu. Orang legalis melakukan sesuatu tanpa ada hati untuk kerjakan, terpaksa mengerjakan. Ini bedanya antara agama legalis dengan agama hati. Agama hati yang keluar dengan tindakan yang nyata. Itu sebabnya ketika melihat Sabat, jangan membuat list mana yang boleh dan mana yang tidak, lalu dengan kaku mengikuti list itu dan menghakimi orang lain. Tuhan tidak untung apa-apa kalau Saudara kerjakan atau tidak. Tuhan juga tidak rugi kalau Saudara lupa kerjakan ini. Tapi Tuhan menuntut “engkau kuduskan Hari Sabat untuk kepentinganmu sendiri”.

Apa maksudnya menguduskan Hari Sabat? Saya membaca dari Hidelberg Catechism, Katekismus yang ditulis pada abad 16 oleh orang-orang Reformed di Hidelberg, dan di situ dikatakan bahwa Sabat harus dikuduskan dengan beberapa cara. Hal pertama dikatakan dalam pengakuan itu bahwa kita harus mendengar Firman pada Hari Sabat, ini cara menguduskan Hari Sabat. Sabat sejati harus diisi dengan dengar Firman. Kita Sabat adalah Hari Minggu bukan Sabtu, kita sudah bahas lalu karena hari tidak penting. Waktu orang Kristen beribadah pada Hari Sabtu bersama dengan orang Yahudi, orang Yahudi marah sekali karena bagi mereka ini adalah tindakan penyelundup untuk menarik jemaat-jemaat Yahudi menjadi Kristen. Akhirnya orang Kristen pindah Hari Minggu, sampai sekarang Sabatnya Kristen adalah Hari Minggu. Hari Minggu dipakai untuk pelayanan, menyelidiki Firman dan mempelajari teologi yang baik, semua hari dipergunakan sesuai dengan tempatnya. Jadi Hari Minggu, Sabat harus diisi dengan pertama mengenal Tuhan melalui FirmanNya. Inilah yang disebut menguduskan Hari Sabat. Saudara boleh belajar hari lain, silahkan, tapi ada hari khusus yang Saudara dedikasikan benar-benar mengenal Tuhan. Dan puji Tuhan di Indonesia pun Hari Minggu libur. Jadi Saudara dari sini tidak perlu dipusingkan untuk apa-apa, Saudara bisa dedikasikan diri untuk belajar. Tapi kalau ada di antara Saudara, Hari Minggu pun masih dikenakan kerja rodi, Saudara berdoa kepada Tuhan supaya diberi kekuatan untuk tetap ada Sabat yang bisa Saudra nikmati. Jadi hal pertama adalah belajar mengenal Firman, belajar mengenal Tuhan, Saudara dedikasikan hari dengan mengisinya untuk mengenal Firman. Ini hal yang pertama, menguduskan berarti mengisi dengan mengenal Tuhan. Dan bahkan di dalam katekismus itu dikatakan mengenalNya bukan sekedar mengenal, tetapi mendedikasikan seluruh hati dan pikiran untuk mengerti. Berarti bacaan yang rumit pun harus Saudara lakukan untuk mengenal Tuhan di dalam Hari Sabat.

Hal kedua, di dalam Katekismus Hidelberg dikatakan menguduskan Hari Sabat berarti adanya kehadiran di gereja yang kelihatan. Dalam konsep Calvin ada gereja yang tidak kelihatan, itulah gereja yang kudus dan am. Ada gereja yang kelihatan yaitu organisasi gereja yang ada di sini. Dan Calvin mengatakan menghargai yang tidak kelihatan tanpa memberikan perhatian kepada yang kelihatan itu bukan Kristen. Menghargai yang kelihatan tanpa memberikan penghargaan kepada yang tidak kelihatan, itu pun bukan Kristen. Orang Kristen adalah orang yang mengetahui ada gereja yang kudus dan am, dan ada gereja lokal. Gereja yang kudus dan am harus satu dan tidak boleh terpisah, gereja lokal boleh beda, boleh pakai lambang yang beda, golongan yang dijangkau juga beda. Itu sebabnya GRII kalau ditanya “apa yang menyatukan?” jawabannya adalah teologi. Kalau Saudara merasa yang diajarkan benar, maka Saudara akan menikmati pertumbuhan. Jadi Tuhan mengijinkan banyak beda, tapi ada hal yang sama. Hal yang sama adalah Firman harus menjadi fondasi, pengakuan iman yang diturunkan dari para rasul itu harus diterima. Lalu yang berikutnya adalah keteraturan dalam ibadah, itu difirmankan dalam Alkitab. Tetapi Saudara harus berkomitmen dalam satu gereja, ini yang dimaksudkan dalam Katekismus Hidelberg. Saudara menyatakan komitmen kepada gereja yang tidak kelihatan di dalam gereja yang kelihatan. Karena gereja yang tidak kelihatan itu tidak ada di sini. Orang Kristen mendedikasikan diri di dalam gereja karena tahu bahwa bagian dari gereja ini ada bagian dari seluruh gereja yang kudus dan am. Itu sebabnya Calvin ngotot gereja harus menjalankan baptisan dan perjamuan, karena baptisan membuat gereja ini menyatakan diri bagian dari gereja yang tidak kelihatan. Demikian juga perjamuan, dalam Perjamuan Kudus kita bersama-sama dengan orang yang percaya Kristus dari semua bangsa dan semua zaman dengan Kristus sendiri hadir di dalam iman untuk memimpin perjamuan ini, ini yang kita percayai di dalam perjamuan. Maka gereja lokal harus mengadakan Perjamuan Kudus dan baptisan menyatakan ini gereja lokal yang adalah bagian kecil dari gereja yang kudus dan am. GRII ini kecilnya bukan main dan nothing di dalam sejarah Kerajaan Allah yang begitu panjang dan besar, maka kita ini hanya satu bagian kecil yang menyatakan ini bagian yang penting tetapi jauh lebih penting adalah gereja yang kudus dan am yang menaungi seluruh orang percaya dari sepanjang zaman. Kalau Saudara merasa tahu ada gereja yang sama komitmen dengan Saudara, terjunkan diri Saudara di situ di hari Sabat, karena dikatakan bahwa menguduskan Hari Sabat adalah Saudara berbagian di dalam satu gereja yang kelihatan sebagai ekspresi iman Saudara yang sudah bergabung di dalam gereja yang tidak kelihatan.

Lalu Katekismus Hidelberg mengatakan hal yang ketiga, menguduskan Hari Sabat berarti berseru kepada Tuhan, berdoa kepada Tuhan, menyanyi kepada Tuhan, mendengar teguran Tuhan di dalam komunitas Kristen yang besar yang akan membesar dan akan memenuhi seluruh bumi. Saudara datang beribadah bukan sendirian, Saudara tidak bisa menjadi alone ranger, maka Saudara tidak bisa menjadi orang yang sendirian “aku dan Tuhanku” komunitas Saudara ada dimana? Komunitas gereja adalah komunitas yang melatih orang di dalamnya untuk belajar membuka diri terima orang baru. Jangan sedih kalau Tuhan tambahkan banyak orang baru. Ada yang merasa terganggu kalau ada orang baru, nanti kelompoknya yang sudah nyaman merasa terganggu. Gereja harus siap menampung semua karena pertumbuhan iman kita yang sejati ada kalau kita menguduskan Hari Sabat dan menguduskan Hari Sabat berarti berseru kepada nama Tuhan dalam komunitas orang percaya. Jadi Saudara tidak bisa mengatakan “saya sudah ke gereja dengan duduk di rumah, nonton VCD Pdt. Stephen Tong. Tapi ada satu persekutuan yang terus Tuhan akan tambahkan. Dalam Kisah Para Rasul dikatakan Tuhan terus menambahkan jiwa-jiwa kepada gereja. Di dalam Israel dikatakan ketika raja itu baik, Tuhan menambahkan banyak orang masuk di dalamnya. Waktu jumlah bertambah, lihat di kertasnya senang. Tapi begitu orang bertambah, Saudara harus siap membuka diri, menemukan orang baru lagi, berinteraksi dengan orang baru, menjangkau orang baru, berelasi dengan orang baru, ini yang Tuhan mau. Jadi Saudara nyaman dalam satu komunitas yang membesar, inilah kerohanian sejati. Tapi kalau Saudara nyaman dalam komunitas yang kaku dan berhenti sampai di situ, Saudara sulit bertumbuh secara rohani. Terkadang kita lebih mudah berkumpul dengan orang-orang yang kita sudah cocok, dan saya tidak salahkan ini. Jadi entah Saudara kurang atau Saudara lebih, Saudara perlu komunitas yang terus dikembangkan dan ditambahkan oleh Tuhan. Jadi mengududkan Sabat berarti siap menerima tambahan orang di dalam kehidupan Saudara di dalam komunitas gereja, karena gereja adalah komunitas yang terus berkembang dan ditambahkan oleh Tuhan.

Lalu Hidelberg mengatakan berikutnya Hari Sabat dikuduskan dengan cara Saudara sendiri menghindari perbuatan jahat. Maksudnya adalah Saudara absen dari pekerjaan jahat di hari-hari lain karena Saudara sudah dikuatkan di Hari Minggu. Maka waktu Hari Minggu mendengarkan khotbah, biarlah in menjadi kekuatan bagi Saudara untuk menjalankan Hari Senin sampai Sabtu. Saudara mengetahui ini yang Tuhan tuntut, maka saya mau absen melanggar Firman Tuhan, saya mau absen dari perbuatan jahat, inilah menguduskan Hari Sabat. Itu sebabnya kalau Saudara dengar Firman, Saudara harus doa supaya Firman ini bisa menjadi kekuatan yang menolong Saudara hari demi hari hidup dalam kesucian seperti yang Tuhan inginkan. Saya kalau mempersiapkan khotbah ada hal yang paling saya takutkan, saya berdoa “Tuhan, saya tidak tahu apa yang jemaatmu butuhkan, tetapi Engkau tahu, biarlah Roh KudusMu bekerja, saya tidak tahu caranya, tetapi biar mereka bisa tangkap sesuatu yang bisa mereka pegang sepanjang hari sampai mereka kembali diperbarui, disegarkan kembali di Hari Sabat yang berikut. Jadi Hari Sabat adalah seperti hari dimana kita dicharge untuk kembali mengerjakan pekerjaan bagi Tuhan. Tanpa ada hari seperti ini, bayangkan berapa lelahnya kerohanian Saudara. Kalau punya HP yang tidak pernah dicharge, kira-kira dia jadi apa? ya mati. Tanpa adanya Sabat, tanpa menguduskan Hari Sabat, Saudara akan overload, terus kerja terus peras diri, terus jalan, terus hidup, tapi tidak ada kesegaran baru yang menopang Saudara, ini sangat sulit. Itu sebabanya kuduskan Hari Sabat, berarti Sabat menjadi kekuatan bagi Saudara untuk boleh memiliki kekuatan menjalani hidup di hari-hari biasa. Ini yang pertama dari Kitab Keluaran.

Sekarang kita lihat secara singkat bagian kedua dari Ulangan 5. Di dalam Ulangan 5 dikatakan ingat Hari Sabat sebab engkau pun dulu adalah budak. Apa kaitan Hari Sabat dengan fakta bahwa Israel adalah budak? Kaitannya adalah Hari Sabat bukan hanya diberikan untuk dikuduskan sehingga orang punya relasi yang baik dengan Tuhan dan orang Kristen, tapi Hari Sabat juga diberikan supaya orang boleh berbelaskasihan dan memberikan istirahat kepada dirinya dan orang lain. Pada bagian ini dikatakan di dalam Hari Sabat jangan suruh pegawaimu kerja, jangan suruh istrimu kerja, jangan suruh sapimu kerja. Tetapi kalau kita lihat di sini apakah Alkitab sedang peduli sapi atau manusia? Di dalam Surat Paulus, Paulus mengatakan sapikah yang Tuhan pedulikan? Bukan, yang Tuhan pedulikan adalah manusia. Alkitab adalah buku tentang manusia bukan tentang sapi.

Di sini ada 2 hal yang kita bisa pelajari, hal pertama adalah Tuhan tidak mau kita menjadi penindas yang melupakan hak orang untuk menikmati pekerjaannya. Kalau pikir Alkitab hanya bicara tentang relasi kita dengan Tuhan, itu salah. Alkitab adalah buku sosial yang sangat penting. Orang kalau membaca tema-tema sosial, lalu melihat orang Kristen hidup, terkadang orang Kristen dianggap sebagai orang yang hanya ingat “aku dan Tuhan” tidak pernah peduli tema-tema sosial. Dan dalam banyak hal mungkin tuduhan ini benar, ada seorang bernama Walter Rauschenbusch, dia adalah seorang pendeta yang kantornya tepat berhadapan dengan orang-orang di pelabuhan. Dia terus lihat kuli-kuli pelabuhan itu yang kerja begitu berat, lalu dapat gaji begitu kecil, waktu mereka demo tidak ada yang perhatikan. Dia mulai pikir mengapa gereja Tuhan tidak memikirkan hal-hal ini? Mengapa gereja cuma pikirkan berdebat, memilih majelis, memilih hamba Tuhan, kemudian ajaran doktrin mana yang benar dan salah, mengapa tidak melihat tema-tema sosial ini? Kekristenan harus juga melihat tema ini tanpa mengabaikan yang lain, yang lain harus, yang ini pun tidak boleh diabaikan. Karena Alkitab berbicara tentang itu. Alkitab mengatakan Sabat adalah kesempatan kita belajar menghargai hak orang. Tadi saya mengkhotbahkan ini di kebaktian pertama, lalu ada orang yang bertanya “apakah maksudnya pembantu juga harus istirahat di Hari Minggu?”, saya bilang “harus istirahat tidak tentu Minggu, kecuali kalau diajak juga ke gereja, puji Tuhan kalau dia mau. Tapi kalau dia tidak mau, engkau harus perhatikan dia perlu juga untuk beristirahat” kalau Saudara terus peras orang tanpa peduli dia mau jadi apa, maka kita menjadi orang kejam yang perlu kembali belajar dari Sabat. Sabat adalah hari di mana engkau keluar dari Mesir, engkau dibebaskan dari Mesir maka ingatlah Hari Sabat. Berarti jangan paksa orang lain bekerja terus-terusan tanpa ada keseimbangan. Hal kedua, apa maksudnya sapi pun harus beristirahat? Orang yang mengandalkan pekerjaan dari Hari Senin sampai Sabtu harus beriman bahwa pekerjaan itu cukup untuk menghidupi tanpa harus menghabiskan seluruh hari untuk kerja. Kita perlu istirahat, Saudara perlu tenang, Saudara perlu relasi dengan Tuhan, Saudara perlu menikmati Tuhan di dalam Sabat. Kalau semua diisi dengan kegiatan yang akhirnya melelahkan maka Saudara akan kehilangan kekuatan untuk terus melayani Tuhan. Jadi Tuhan menciptakan, merancangkan sedemikian, 6 hari bekerja, hari ketujuh istirahat. Tadi saya sudah bahas, di Amerika 5 hari kerja 2 hari istirahat. Dulu di Prancis, seperti yang pernah diseminarkan oleh Pdt. Benyamin Intan, dikatakan orang Prancis dulu pernah jatuh dalam kesalahan, 9 hari kerja, hari ke-10 istirahat. Mereka mengatakan “bangsa-bangsa lain 6 hari kerja, hari ke-7 istirahat, kami mau lain, kami mau lebih produktif. 9 Hari kerja, hari ke-10 istirahat”. Ternyata setelah dihitung-hitung tidak lebih produktif tapi lebih turun, orang lebih capek, lebih bosan melihat pekerjaannya, akhirnya tidak bisa lebih produktif lagi. Tuhan sudah rancangkan, kita perlu istirahat, kita perlu ada momen dimana kita melupakan sementara apa yang kita harus kerjakan dan mengingat sementara apa yang Tuhan sudah anugerahkan di hari-hari itu, inilah Sabat. Jadi Saudara dilatih untuk beriman dan dilatih untuk benar-benar menganggap bahwa kekuatanku adalah ketika mengikuti pola 6 dan 1 yang Tuhan sudah tetapkan. Ketika orang Prancis mengubah menjadi 9 dan 1, orang Amerika mengubah menjadi 5 dan 2. Waktu jadi 9 dan 1, yang terjadi adalah kelelahan dan sangat tidak produktif. Waktu diubah menjadi 5 dan 2, akhirnya negara itu menjadi negara hedonis yang sangat suka mencari kesenangan. Maka Tuhan sudah tetapkan tidak perlu cari banyak kesenangan sampai 2 hari, akibatnya menjadi orang hedonis yang hanya cari hiburan. Jadi mengapa Tuhan berikan Sabat? Supaya engkau mempunyai 6 hari melakukan semua, hari ke-7 boleh istirahat. Saya tidak percaya kalau orang terus hantam dirinya, akhirnya dia lebih produktif. Pdt. Stephen Tong dianggap sebagai orang yang kerjanya mati-matian dan memang ada saat dia kerja mati-matian, tapi dia tahu kapan saat tentang, bisa menikmati Tuhan dan bisa me-refresh dirinya. Jadi ada hal di mana kita bisa menikmati Tuhan dan inilah yang memberikan kekuatan kepada kita. Mari ingat ini, Sabat diberikan untuk Saudara. Saya tidak minta untuk Saudara menjadikan ini legal hukum yang membuat kita menghakimi satu dengan yang lain. Saya persilahkan Saudara bergumul sendiri di hadapan Tuhan, saya tidak mau menjadi polisimu, saya mau Saudara bergumul dan menyadari Tuhan minta ini demi kebaikan Saudara. Saudara akan bertumbuh sehat secara rohani, mempunyai ketenangang kalau Saudara mengikuti pola yang Tuhan minta ini.

Terakhir, dalam Yesaya 66 mengenai bagaimana menjalankan Sabat. Yesaya 66 mengingatkan bahwa Sabat dijalankan dengan pengertian bahwa suatu saat nanti perbedaan antara orang percaya dengan tidak percaya itu akan menjadi nyata di hari Sabat. Dikatakan “seperti langit dan bumi baru itu tetap ada, demikian umat Tuhan tetap ada dan mereka yang melakukan kejahatan, mereka akan pergi ke tempat yang ulatnya tidak akan mati dan apinya tidak akan padam”. Di sini diberikan pengertian kepada kita bahwa Sabat adalah hari dimana yang jahat dan yang benar itu perbedaannya kelihatan sangat menonjol. Di dalam zaman akhir nanti, Sabat terakhir nanti dikatakan orang benar menikmati langit dan bumi baru, orang fasik menikmati ulat dan api yang tidak pernah padam. Zaman sekarang belum terjadi, kita masih hidup di dalam dunia yang sama, kita masih mendapatkan anugerah umum yang sama, kita masih mendapatkan pemeliharaan umum yang sama dari Tuhan. Tapi ketika memasuki Sabat, ini menjadi beda, orang Kristen yang mau masuk Sabat tidak mungkin keluar sampai tengah malam, yang masih keluar sampai tengah malam sebelum Sabat, bertobatlah. Sebelum masuk dalam ibadah, siapkan hati. Jadi sebelum Minggu, mempersiapkan diri, berdoa, dan mempersiapkan untuk masuk dalam kebaktian. Dan pada Hari minggu terlihat perbedaannya. Orang yang takut Tuhan akan pergi ke gereja, yang tidak takut akan Tuhan keluyuran kemana-mana. Jadi ada gambaran perbedaan itu mendekati Sabat sama seperti di akhir nanti Sabat yang sejati perbedaan itu menjadi menonjol. Jangan merasa berdosa kalau terhibur melihat alam yang indah, main sepak bola, memancing, liburan, tapi ini tidak boleh mengalahkan relasi Saudara yang Saudara nikmati bersama Tuhan. Itu sebabnya lebih kasihan orang yang tidak punya Sabat, lebih kasihan orang yang malam Minggu keluyuran lalu Minggunya tidur seharian, lebih kasihan orang yang Minggu mau liburan tapi tidak datang menghadap Tuhan. Sedangkan kita adalah orang-orang yang terus dipelihara kerohaniannya oleh Tuhan. Sekarang mungkin kita harus menyangkal diri dulu untuk datang beribadah. Tetapi Alkitab sudah mengatakan ketekunan beribadah tidak mnungkin tidak berfaedah, baik untuk hidup di sini maupun hidup yang akan datang. Kiranya Tuhan menguatkan kita kembali mengenai tema Sabat, kita sudah membahas 3 poin ini. Poin pertama tentang Katekismus Heidelberg berkaitan dengan menguduskan Hari Sabat. Poin kedua berkaitan dengan istirahat kita dan perhatian kita kepada orang lain untuk mereka boleh istirahat. Poin ketiga adalah perbedaan antara orang Kristen dan yang bukan Kristen dalam menantikan Sabat. Kiranya ini boleh terus menguatkan kita untuk hidup di dalam anugerah Tuhan.