Sirnanya Kematian – 1

Kita akan membahas tema Paskah pada hari ini. Mari kita membaca dari Injil Yohanes 20: 11-14, “Tetapi Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu, dan tampaklah olehnya dua orang malaikat berpakaian putih, yang seorang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki di tempat mayat Yesus terbaring. Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis?” Jawab Maria kepada mereka: “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.” Di dalam Yohanes ada kalimat yang unik yang dicatat dalam Injil ini, yaitu ketika Yesus akan mati di dalam pasal yang ke-19: 30 dikatakan “sesudah Yesus meminum anggur asam itu berkatalah Ia sudah selesai lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya”, ini merupakan bagian yang sangat indah karena ketika Saudara menyadari arti sudah selesai, Saudara akan makin kagum terutama dengan Injil ini. Karena Injil ini menggambarkan banyak sekali hal yang berfokus kepada satu tema dan tema yang difokuskan adalah penciptaan kembali, the new creation. Injil Yohanes banyak berbicara tentang ciptaan yang diperbarui, penciptaan ulang. Maka pola-pola penciptaan ini muncul di dalam Injil ini dan kita dapat melihat kelimpahannya. Jadi gambaran dari kisah penciptaan dan penciptaan ulang ini dinyatakan di sini. Itu sebabnya ketika kita melihat di dalam pasal yang ke-19 ada kata “sudah selesai”, hal yang harus kita mengerti adalah Yesus sudah selesai menyatakan penciptaan baru itu. Ini merupakan satu tema yang sangat penting. Jadi ciptaan baru sudah selesai dengan Yesus mati di atas kayu salib. Tentu untuk mengerti ini kita mesti balik ke Kejadian pasal yang pertama, di mana Tuhan melakukan penciptaan di dalam 6 hari dan kita tahu di dalam hari yang keenam Tuhan menyelesaikan pekerjaanNya lalu hari ketujuh Dia ber-Sabat. Demikian di dalam hari Jumat, Yesus mati, ada teori yang mengatakan “Yesus mati tiga hari tiga malam, harusnya matinya hari Rabu atau paling tidak Kamis”, tapi itu akan menyalahi struktur dari Injil Yohanes, karena Injil Yohanes justru menekankan kematian Yesus disusul dengan Sabat, ini poin yang sangat penting. Yesus mati setelah itu Sabat. Mirip dengan kisah Kejadian, Allah selesai mencipta setelah itu Sabat. Inilah yang benar-benar menjadi pola penting untuk kita pahami. Jadi ada penciptaan kemudian ada Sabat. Ada kisah penciptaan lalu Allah beristirahat. Saudara bisa membayangkan betapa agungnya kisah dari Injil Yohanes karena kematian Yesus itu dianggap sebagai SabatNya Dia. Apakah Dia tidak mati? Tentu Dia mati, tetapi justru di sini Injil Yohanes mulai menekankan tema yang sangat penting. Kalau kita lihat setelah Allah mencipta di dalam 6 hari, maka hari yang ketujuh itu adalah Sabat. Kalau hari yang ke-7 adalah Sabat berarti Tuhan sudah selesai mencipta, masuk ke hari yang ketujuh, dan ini pola yang sama yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Dia mati di kayu salib lalu Dia mengatakan “sudah selesai”. Setelah Dia mengatakan “sudah selesai”, masuk ke dalam Sabat. Ini merupakan pola yang sangat indah, ciptaan baru sudah selesai. Apa beda ciptaan baru dengan ciptaan lama? Apakah ciptaan yang lama itu jelek? Apakah ciptaan lama tidak mempunyai kebaikan sama sekali? Tentu ciptaan yang lama itu baik, Tuhan sangat menyukainya, bahkan Tuhan memberikan komentar “sungguh amat baik”. Di dalam komentar “sungguh amat baik”, kita tahu Tuhan bukan cuma mencipta dengan sempurna, tapi juga Tuhan mencipta dengan cara yang memuaskan diriNya. Standar Tuhan terpenuhi oleh keindahan ciptaan, the beauty of creation ini memenuhi fulfills semua kesenangan dalam hati Tuhan. Maka kata yang dipakai pun sangat indah yaitu me’ot tov yang artinya adalah sungguh amat baik. Keadaan yang membuat hati Tuhan bisa masuk ke dalam rest, Tuhan menyukai, Tuhan menyenangi dan Tuhan menikmati seluruh hal yang Dia sudah jadikan. Itu sebabnya penciptaan yang sudah selesai ini merupakan penciptaan yang sempurna. Tapi kemudian dosa masuk dan merusak segalanya, inilah yang harus kita pahami, dosa itu tidak jadi bagian dari rencana penciptaan Tuhan. Dosa bukan bagian dari struktur penciptaan. Struktur penciptaan indah dan Tuhan senang, dosa tidak mungkin Tuhan senangi. Tuhan bukan pencipta dosa, Tuhan bukan penyebab dosa, Tuhan bukan pencipta kekacauan, Tuhan bukan penyebab kekacauan. Di dalam Kitab Suci dikatakan Tuhan berdaulat dalam segala sesuatu dan ini berarti Tuhan mampu merubah yang kacau jadi baik. Tapi Tuhan tidak boleh dianggap bertanggung jawab sebagai sumber dari kekacauan dan dosa karena Tuhan mencipta dan Dia senang. Dia melihat seluruh alam yang Dia ciptakan dan Dia mengatakan “sungguh amat baik”. Kalau seluruh alam dikatakan “sungguh amat baik”, maka tidak ada apapun yang Tuhan benci di dalamnya, manusia tidak Tuhan benci, alam tidak Tuhan benci, tubuh manusia tidak Tuhan benci, binatang tidak Tuhan benci, seluruh keberadaan tidak Tuhan benci, seluruh ciptaan di langit dan di bumi di laut dan juga bahkan di dalam seluruh alam semesta tidak ada yang Tuhan benci, tidak ada yang Tuhan tidak suka. Semuanya Tuhan suka, semuanya Tuhan senang, maka dosa tidak termasuk bagian dari penciptaan. Itu sebabnya Kejadian 3 menggambarkan sebuah peristiwa yang sangat menakutkan yaitu tentang kejatuhan manusia. Manusia jatuh dalam dosa, manusia dihancurkan oleh dosanya. 

Pola Hidup Sejati

Yesaya 50: 4-11, kita akan lihat tiga bagian, bagian pertama akan kita bahas saat ini, bagian kedua di kebaktian 2, dan kebaktian ketiga akan bahas bagian yang ketiga. Ini satu bagian yang sangat penting. Tadi kita sudah membaca sebagai bacaan bertanggapan bagian pertama sampai bagian kedua. Saya minta kita membaca kembali dan saya akan membacakan bagi Saudara Yesaya 50: 4-6, “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku membri punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi”.

Di dalam kehidupan manusia kita perlu pola, jadi kita perlu ada pattern yang kita ikuti. Dan pola yang diikuti biasanya pola yang tidak kompatibel, tidak nyambung dengan kita. Kalau Pendeta Eko sering mengatakan, contohnya bahwa ada program yang tidak cocok dengan hardware, ada software yang tidak nyambung dengan hardware, ini sesuatu yang Saudara bisa alami di dalam dunia teknologi. Saudara punya handphone yang ternyata tidak bisa memuat aplikasi baru karena kebutuhan hardware yang lebih tinggi. Sehingga apa yang Saudara install tidak berguna. Demikian apa yang Saudara install ke dalam iman Saudara, itu seringkali menjadi satu program yang tidak kompatibel, tidak nyambung dengan kehidupan kita sehari-hari. Dan ini yang kita lihat berkali-kali terjadi, ketika kita pakai pola sukses dari dunia misalnya, itu pola jadi software yang tidak nyambung dengan kehidupan Saudara, tidak bisa kita menghidupi pola sukses. Karena pengertian sukses seringkali terlalu ambigu dan juga muluk. Ambigu karena tidak pernah ada kejelasan apa itu sukses. Dunia ini tidak memberikan kepada kita pengertian yang menyeluruh, tidak seperti di dalam Kitab Suci, ketika Kitab Suci sedang berbicara tentang kebahagiaan, tentang kepenuhan menjadi manusia atau dengan tema etika yang disebut human flourishing. Kelimpahan menjadi manusia itu dinyatakan di dalam Kitab Suci, maka Kitab Suci menyentuh banyak sekali aspek dari manusia, bukan cuma aspek fisik tapi juga aspek rohani. Bukan cuma aspek sekarang, tapi juga aspek identitas dan masa lalu, serta aspek pengharapan dan masa depan. Bukan hanya aspek yang bersifat horizontal tapi juga vertikal dengan surga, bukan cuma aspek ketika baik tapi juga ketika buruk. Maka kita melihat apa yang ditawarkan oleh Tuhan sebenarnya adalah pola yang paling cocok untuk hidup Saudara. Tetapi dunia membombardir kita dengan pengertian bahwa yang paling cocok adalah apa yang aku tawarkan. Tapi bukan itu pola yang kompatibel, bukan itu pola yang cocok dengan hidup kita. Kalau Tuhan yang merancang hardware-nya, Tuhan yang merancang fisikalitas kita, Tuhan yang merancang hidup kita sehari-hari, Tuhan juga yang akan mengisinya dengan program atau software yang tepat. Jadi jangan download software yang salah. Saudara download software yang salah yaitu pengertian pola hidup dari dunia ini, dunia ini tidak mengerti bagaimana manusia harusnya hidup. Maka dunia menawarkan cara hidup instan, cara hidup senang, cara hidup anti susah, cara hidup yang mempunyai nilai utility, memberikan nilai kepada kesenangan, yang memberikan nilai negatif kepada kesulitan, ini semua tidak cocok untuk manusia.  Lalu kita mesti lihat siapa, kita mesti download pola apa, kita mesti dapatkan pengertian dari mana? Kitab Suci mengatakan dari firman dan dari Kristus. Itu sebabnya pola tentang Mesias itu berulang kali dinyatakan di dalam Kitab Suci supaya kita mulai terbiasa dengan pola itu. Ini yang saya sebut dengan pola mesianik, pola mesianik bukan cuma ada di Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Pola mesianik ada dari Kitab Kejadian, pola mesianik sudah ada ketika Tuhan mengatakan “keturunan perempuan akan menghancurkan kepala ular dan waktu dia menghancurkan kepala ular, tumitnya hancur”. Jadi dia akan injak kepala ular dengan keras sampai tumitnya luka, ini pola mesianik, karena ada luka tapi luka itu efektif menghancurkan si jahat. Kalau kita cuma luka tapi si jahat makin kuat itu bukan mesianik, itu namanya kebodohan. Kalau Saudara lihat pola dari Mesias ini mulai berulang, pola ini akan memuncak, memuncak memuncak mendekati hari yang Tuhan janjikan itu. Hari apa? The day that The Lord has made, hari yang Tuhan sudah jadikan yaitu hari dimana Sang Mesias benar-benar datang. Jadi sebenarnya kedatangan Sang Mesias ini harus menjadi puncak dari pola-pola kecil yang Tuhan sudah mulai perkenalkan kepada kita. Di dalam dunia musik ini sangat dikenal, memperkenalkan pola. Beethoven salah satu orang yang sering melakukan ini, dia berikan pola-pola kecil untuk kemudian memberikan pola utuhnya di dalam puncak dari satu bagian musiknya. Maka kita mulai belajar dari Kitab Suci bahwa ada pola-pola Mesias yang dibentukan kepada kita dan kita mulai pikir “ini yang lebih cocok untuk hidup saya”. Saudara mungkin tidak pernah sadar bahwa misalnya kisah sukses dari Warren Buffet, ini kita pikir jadi pola yang cocok untuk kita. Tapi saya beri tahu kepada Saudara, pola Ayub itu lebih manusiawi dari pada pola Warren Buffet. Pola Ayub lebih manusiawi karena pola Ayub lebih realistis dari pada kisah yang dipoles dari kehidupan Warren Buffet. Saudara kalau membaca kisah sukses dari seorang kaya di dunia ini, Saudara tidak akan menemukan apa pun yang dapat membuat kita bertanya tentang kemanusiaan. Saudara akan menemukan di dalam cara untuk menjadi kaya seperti dia. Ini perbedaan antara apa yang ditawarkan dunia dengan apa yang ditawarkan Kitab Suci. Maka pola Mesianik mulai terbentuk dan kita mau tangkap bagaimana mengerti pola ini. Dan salah satu bagian yang paling jelas mengajarkan kita tentang menangkap pola Mesianik adalah Yesaya 50 ini. Ini adalah nubuat sekaligus pengalaman sang nabi. Yesaya mengatakan “sayalah hamba Tuhan itu”, sambil dia mengatakan “saya” sambil dia melukiskan Kristus yang akan datang. Ini seperti Daud, Daud sedang bergumul dalam kesulitannya. Di tengah-tengah pergumulannya, dia mengekspresikan teologinya. Dan tanpa dia sadari, teologinya sangat tepat untuk menggambarkan Mesias yang akan datang nanti. Jadi ini seperti foreshadowing, seperti memberikan gambaran awal tentang tokoh utama yang akan datang. Baik Ayub mempunyai pola ini, Ayub punya kalimat yang sangat bagus yang mengatakan “saya tahu Penebusku hidup dan bahwa di dalam daging, saya akan melihat Allah”, ini kalimat yang indah meskipun ada variasi terjemahan di mana variasi itu membuat makna yang kita dapatkan sepertinya beda. Tapi tetap makna ini bisa kita terima. Ketika Ayub mengatakan “saya tahu Penebusku hidup dan saya tahu di dalam tubuhku saya akan melihat Allah”, ini pola mesianik yang indah tapi baru diberikan di dalam penggalan, belum diberikan di dalam cerita utuhnya.

Kesehatian & Perpecahan Gereja

Mari kita membaca dari Surat Filipi 2:19-24, “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu. Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya. Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sesudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku; tetapi dalam Tuhan aku percaya, bahwa aku sendiri pun akan segera datang”.

Di bagian berikut kita melihat kasus atau situasi Jemaat Filipi dengan mulai lebih jelas. Ada hal yang mengkhawatirkan Paulus, dia ada di dalam penjara tapi yang dia pikirkan adalah mengenai kesehatian dari Jemaat Filipi. Kesehatian adalah tema yang sangat penting bagi sebuah gereja untuk hidup bagi Tuhan. Di dalam awal dari gereja serangan dari setan sudah langsung masuk. Iblis mengacaukan dengan ajaran yang salah dan iblis juga memasukkan ide dia yang sangat bersifat berpusat ke diri, sehingga gereja menjadi terpecah. Gereja menjadi kacau dan penuh dengan orang-orang yang berpikir untuk diri, ini dari awal sudah ada. Sehingga kalau Saudara baca Kitab Kisah Rasul misalnya, Saudara tidak bisa mengatakan “inilah gereja yang ideal, yang tidak ada cacat, tidak ada salah, kita mesti kembali ke periode gereja itu”, itu tidak terlalu akurat. Tentu gereja di dalam Kitab Kisah Rasul mendapatkan banyak sekali berkat dan mereka bisa menjadi contoh dan guru bagi sepanjang zaman di dalam hal-hal yang baik yang mereka lakukan. Tapi tetap mereka juga menjadi contoh bagi hal-hal buruk yang terjadi. Orang-orang yang mencuri uang kemudian dihukum oleh Tuhan, orang-orang yang tidak jujur karena tindakannya berpusat ke diri, orang-orang yang masih cinta uang tapi menjadi pemimpin gereja, ini adalah hal-hal yang dicerminkan atau yang diajarkan juga di dalam Surat Filipi. Jadi Surat Filipin menggambarkan fakta, realita tentang kondisi gereja yang ada buruknya. Itu sebenarnya ketika kita melihat di dalam Surat Filipi ini, kita juga melihat fakta dari di tengah-tengah mereka ada hal yang buruk dan Paulus khawatir. Dia ada di dalam penjara tapi pikirannya ada pada gereja Tuhan, ini sangat penting. Ini adalah jiwa yang juga dimiliki oleh Yohanes Pembaptis, ketika dia melihat murid-murid datang dan mengatakan “guru, orang yang kau katakan Dialah orang yang akan datang itu, Dia membaptis orang lebih banyak dari engkau”, dan Yohanes mengatakan “memang benar ini harus terjadi, engkau sendiri pernah mendengar berkali-kali aku berkata bahwa aku bukan Mesias, tetapi aku harus menjadi seperti sahabat dari mempelai laki-laki. Dan tugas saya adalah bawa sang mempelai perempuan untuk dipertemukan dengan mempelai laki-laki”. Jadi Yohanes mengatakan “Kristus harus semakin bertambah, saya harus makin berkurang”. Konteks Kristus semakin bertambah dan saya semakin berkurang ini adalah konteks sorotan seperti dalam sebuah pernikahan. Dalam sebuah pernikahan, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan itulah yang utama. Dan di dalam pelayanan dari Yohanes Pembaptis, Kristus dan jemaatNya itulah yang utama. Jemaat Kristus dan Kristus itulah yang akan dijadikan fokus oleh Yohanes Pembaptis. Paulus pun merasakan hal yang sama, dia menganggap bahwa kehidupan dia adalah untuk Kristus. Dan kalau kehidupan itu didedikasikan untuk Kristus berarti Paulus akan diberikan oleh Kristus bagi gerejaNya. Untuk gereja Tuhan, Paulus melayani. Jadi ini kalimat-kalimat indah yang sangat penting. Gereja Tuhan adalah sasaran cinta kasih Tuhan Yesus. Dan Gereja Tuhan adalah sasaran cinta kasih dari setiap orang yang mencintai Tuhan Yesus. Tidak ada orang bisa mengaku dia mencintai Kristus, jika dia tidak mencintai gerejaNya. Tidak ada orang bisa mengatakan dia mencintai Kepala yang sekarang di surga yaitu Tuhan Yesus, jika dia tidak mencintai tubuh Kristus yaitu gereja. Sehingga tidak ada pemisahan antara kepala dan tubuh, tidak ada perlakuan yang berbeda yang kita berikan kepada kepala dan tubuh di dalam hal mengasihi. Gereja harus dicintai dan gereja harus menjadi fokus cinta kasih dari setiap orang Kristen. Orang Kristen tidak bisa mengatakan “saya juga bagian dari gereja, berarti saya harus dicintai”. Tapi Saudara mesti melihat diri Saudara sebagai satu orang pelayan atau hamba Tuhan atau seorang Kristen yang belajar mencintai apa yang Tuhan cintai. Berarti saya pun sebagai orang Kristen mesti belajar mencintai gereja, mesti belajar untuk memberikan fokus, perhatian, cinta kasih dan komitmen saya untuk gereja. Siapa cinta Tuhan tidak cinta gereja, dia mengatakan hal yang bohong waktu dia mengatakan dia cinta Tuhan. Siapa cinta Kristus tapi tidak mencintai gerejaNya, dia tidak pernah mengetahui apa itu mencintai Kristus. Itu sebabnya kehidupan bergereja sangat penting, tidak ada orang yang bisa mengklaim dia Kristen yang sehat, yang beriman, yang sejati jika dia tidak benar-benar bergereja. Banyak orang cuma tahu bergereja untuk dengar khotbah, banyak orang datang ke gereja cuma tahu dipuaskan dan memberikan fokus hanya kepada Tuhan secara abstrak. Dia tidak tahu bagaimana memberikan fokus kepada Tuhan secara real yaitu memberikan fokusnya bagi jemaat Tuhan. Di dalam Taurat banyak aturan-aturan yang bersifat menyembah Tuhan, tapi waktu orang-orang datang menyembah Tuhan, selalu penuh dengan simbol-simbol dari kehidupan sosial terutama dalam keadilan dan belas kasihan. Ketika hari raya panen, hari raya hasil sulung, orang-orang Israel pergi memberikan persembahan sulung kepada Tuhan. Setelah persembahan sulung dilakukan, mereka juga melakukan puasa dan mereka juga memberikan korban dipimpin oleh imam, imam mempersembahkan korban mewakili seluruh Israel. Lalu setelah itu mereka akan khususkan atau kuduskan ladang mereka, semua tanaman paling luar mereka kuduskan atau khususkan untuk orang miskin, inilah namanya menyembah Tuhan. Saudara rajin memberikan perpuluhan, itu bagus karena ini adalah kewajiban kita sebagai orang Kristen. Tapi apakah Saudara juga menyisihkan uang untuk menolong orang miskin? Kita mau jadi orang yang seimbang, kita mau jadi orang yang belajar mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Belajar mengasihi Tuhan dan mengasihi gerejaNya, belajar berfokus kepada Tuhan dengan berfokus kepada gerejaNya. Pelayanan di dalam gereja, kehidupan di dalam gereja, beribadah di dalam gereja, persekutuan di dalam gereja, semua ini hal yang sangat penting. Jika kita mau merusak Kekristenan di dalam sebuah negara, maka kita akan merusak gerejanya. Jika gereja rusak maka Kekristenan di dalam sebuah negara juga akan rusak. Di dalam tradisi Kekristenan di Eropa, Kekristenan mengalami kerusakan yang kacau ketika Firman tidak ada lagi di dalam gereja. Orang tidak lagi mengkhotbahkan Firman karena Alkitab pun menjadi tulisan yang dicurigai oleh banyak hamba Tuhan. Hamba Tuhan membaca Kitab Suci dan mulai curiga dengan segala penyelidikan yang sebenarnya metodenya baik, tapi kesimpulannya terlalu scientific, kesimpulan yang terlalu dipengaruhi oleh science secara alam, bukan science secara penerjemahan penafsiran Alkitab. Science secara alami, natural science terus mempengaruhi budaya di dalam zaman modern. Sehingga membaca Alkitab pun seperti tidak bisa lepas dari kerangka itu, ini yang banyak dikritik di dalam abad 21 bahwa zaman modern terlalu bersifat dangkal, terlalu meremehkan kelimpahan manusia dan hanya tahu aspek natural science, hanya tahu aspek ilmu alam, pengertian-pengertian alam yang berhasil diterapkan dalam teknologi ini juga yang mau diterapkan di dalam memahami Kitab Suci. Padahal Kitab Suci bukan buku tentang ilmu alam. Kitab Suci adalah buku sastra terbaik sepanjang sejarah. Kitab Suci adalah buku yang berisi kisah paling agung sepanjang sejarah. Maka kita tidak bisa pakai metode yang satu cocok untuk alam, pakai untuk kisah Alkitab yang limpah. Sekarang banyak orang sadar penyelidikan sastra yang begitu limpa ternyata jauh lebih berguna daripada kita menggunakan ilmu alam untuk membaca Kitab Suci. Tentu ilmu alam sangat penting tapi bukan untuk membaca Kitab Suci. Tetapi di dalam zaman modern banyak orang dipengaruhi oleh cara pembacaan scientific, lalu mereka membaca Kitab Suci. Mereka mulai mendiskusikan tentang bagaimana interaksi science dengan Alkitab, lalu membuat Alkitab diterima oleh science. “Ilmu pengetahuan mengatakan begini, Alkitab tidak salah. Alkitab mengatakan hal yang sama”, dan ini jadi konsentrasi yang berlebihan dari banyak orang yang berkhotbah di dalam gereja. Mungkin Saudara pernah mendengar ada yang mempertanyakan mengapa kita percaya banjir besar di dalam Kitab Kejadian. Di dalam zaman Nuh ada banjir besar lalu semua binatang mati dan semua binatang akhirnya kembali bertambah banyak, berkembang biak, dimulai dari bahteranya Nuh. Kalau dimulai dari bahtera Nuh, mengapa bisa ada spesies tertentu yang hanya ada di satu tempat tertentu? Mengapa Komodo cuma ada di Pulau Komodo? Mengapa kangguru cuma ada di Australia? Harusnya ada di mana-mana kalau ini dimulai dari Bahtera Nuh, bagaimana menjawabnya? Orang mulai kebingungan, lalu jadikan ini isu, kemudian mereka berpikir bagaimana kaitkan antara Alkitab dengan science. Tapi jawaban simple sebenarnya adalah selidiki dan nikmati kisah banjir besar di dalam Nuh dengan apa yang kisah itu mau beritakan. Banyak simbol, banyak pengertian, banyak hal, banyak teologi, banyak fakta sejarah yang diungkapkan di dalam kisah Nuh dan banjir besar yang tidak ada kaitan dengan apa yang kita mau selidiki di dalam science. Kalau ada yang tanya itu, saya akan jawab saya tidak tahu dan saya tidak terlalu peduli. “Kalau bapak percaya kisah Nuh, mengapa cuma ada di Pulau Komodo binatang bernama Komodo, mengapa cuma ada di Australia binatang namanya kanguru?”, saya tidak tahu dan saya tidak peduli”. Saya belum menemukan caranya, mungkin sebelum zaman sekarang ada jalan yang menyatukan benua-benua lalu kemudian gempa besar membuatnya jadi tenggelam atau apa, mungkin itu jawaban mungkin bukan, tapi saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah saya sangat menikmati mempelajari tentang science, saya juga sangat menikmati mempelajari Kitab Suci. Dan dua hal ini tidak harus saling kompatibel satu sama lain untuk diterima. Science tidak harus tunduk kepada setiap prinsip-prinsip yang salah dari orang Kristen, bukan dari Alkitab. Science harus tunduk kepada Alkitab, tapi orang Kristen kadang salah membaca Alkitab lalu menganiaya science. Ini terjadi di dalam zaman masuk ke dalam awal modern. Ketika orang mengatakan “bumi bulat”, hamba-hamba Tuhan mengatakan “terkutuk, celaka, hukum”, “mengapa dihukum?”, “karena mengatakan bumi bulat”, “memang faktanya begitu”, “tidak, Alkitab mengatakan bumi datar”. Memang Alkitab pakai bahasa puisi zaman kuno, tapi bukan berarti Alkitab setuju bahwa science membuktikan bumi itu datar. Bukan begitu cara membacanya. Banyak orang Kristen masih sangat kanak-kanak di dalam menafsir Alkitab, berpikir bahwa Alkitab harus sesuai dengan semua tafsiran kita tentang ilmu, dan tafsiran kita tentang ilmu harus sesuai dengan tafsiran kita akan Alkitab. Tapi Alkitab punya pesan sendiri yang penting untuk disampaikan. 

Darah Dicurahkan

Kita melanjutkan pembahasan dari Surat Filipi, mari kita membaca Filipi pasal yang kedua. Kita sudah membahas dan kita akan sekali lagi membahas bagian ayat 12-18, tetapi kali ini kita memberikan fokus ke ayat yang ke-17 dan 18. Saya bacakan dari ayat 12, tetapi pembahasan akan difokuskan ke ayat 17 dan 18, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku”. Saudara, di dalam agama di dunia selalu harus ada fokus atau center, di mana center itu akan berkait dengan hidup. Itu akan berkait dengan bagaimana kita menjalani hidup kita di dunia ini. Di dalam masa lalu, terutama di dalam zaman ketika modern belum ada dan Kekristenan belum ada, maka penyembahan berhala ini jadi pola umum di dalam agama. Saudara bisa menyelidiki sejarah kuno dan Saudara akan sadar bahwa agama-agama itu memang banyak dan beda-beda, tapi mempunyai pola yang mirip. Ada kemiripan yang bisa dibaca dari semua agama pada zaman kuno dan juga ada kemiripan dengan gaya hidup manusia sekarang, di mana kita menjadi lebih sekuler dan tidak lagi mempercayai kuasa supranatural. Jadi manusia itu sebenarnya diikat oleh tipu daya yang cukup mirip secara global. Agama adalah fenomena global dan kemiripan satu agama dengan agama lain juga menjadi fenomena global yang bisa didapatkan di dalam agama di bangsa manapun. Misalnya mereka sama-sama mempunyai berhala yang mereka harap bisa memberikan kesuburan tanah, mereka sama-sama mempunyai berhala yang bisa memimpin mereka berperang. Tapi yang lebih membuat kesamaan itu nyata adalah bahwa semua agama kuno yang menyembah berhala, sama-sama menganggap bahwa berhala mereka tidak secara rela, tidak secara otomatis menginginkan kebaikan di dalam dunia. Beberapa di dalam tradisi dari Agama Yunani dan juga Agama Romawi mungkin mempunyai perbedaan, karena di dalam ajaran agama-agama ini ada dewa-dewa yang bersifat bijak, yang bersifat baik, yang bersifat ingin menolong dan ingin menyatakan keadilan. Tetapi kita tahu bahwa sense ini muncul sejak ada orang-orang yang mulai berpikir tentang hidup, mulai menggali tentang apa itu etika dan mulai menggali tentang apa itu kebajikan. Jadi agama dipengaruhi oleh filosofi apa yang sedang berkembang di sekeliling. Ketika para pemikir mulai berpikir tentang bagaimana manusia harus diperlakukan, bagaimana raja harusnya mempunyai kekuasaan, bagaimana harusnya raja memperlakukan rakyat, ini menjadi tema yang juga masuk ke dalam agama. Sehingga mulai muncul Ilah yang menindak manusia demi keadilan, demi belas kasihan. Ada dewa-dewa yang bertindak karena menyukai orang-orang benar. Ada dewa-dewa yang bertindak untuk menolong orang yang tertindas. Tetapi kebanyakan orang-orang yang beribadah tidak beribadah kepada dewa-dewa sedemikian. Mereka beribadah kepada dewa-dewa yang bukan membuat manusia jadi lebih bijak, membuat manusia menjadi lebih baik, tapi mereka beribadah kepada dewa-dewa yang akan membuat mereka makin terjamin hari depannya lewat harta, lewat hasil panen, atau lewat semua barang yang bisa disimpan untuk memberikan nilai dan penghidupan di masa yang akan datang. Berarti dari dulu manusia sudah terpisah dua jenis, meskipun sama-sama tidak kenal Tuhan. Ada manusia yang tidak kenal Tuhan, yang pikirannya adalah kemanusiaan, berpikir bagaimana manusia harus adil, bagaimana kebajikan harus dipraktekkan, ini saya bicara tentang manusia secara umum, bukan orang Kristen. Tapi ada sebagian manusia yang cuma tahu khawatir dan hanya bisa diredakan dengan banyaknya harta. Sehingga ada di pikirannya cuma uang, yang ada di pikirannya cuma masa depan bagaimana bisa terjamin, yang ada di pikirannya cuma “bagaimana kesenangan bisa didapatkan kalau saya bisa membelanjakan uang banyak-banyak”. Dua kelompok ini entah itu mereka percaya Tuhan atau tidak, ini real. Sifat seperti ini ada di dalam manusia, entah manusia itu beragama sejati kepada Tuhan atau tidak. Orang yang beriman kepada Tuhan pun terbagi dua kelompok ini, ada sebagian yang lebih memperhatikan karakter, lebih memperhatikan belas kasihan, lebih memperhatikan keadilan. Ada sebagian meskipun sudah Kristen tetapi tidak mengerti hal-hal penting ini, cuma tahu bagaimana bisa menikmati hidup dengan banyak harta dan bagaimana masa depan bisa terjamin dengan banyak harta. Saya percaya kedua kelompok orang ini menunjukkan perbedaan secara karakter, yang satu disebut orang yang kerdil, satu lagi disebut orang yang agung. Orang menjadi kerdil karena dia tidak peduli kebaikan dari banyak orang. Orang disebut agung karena dia memikirkan bagaimana banyak orang seharusnya menjadi baik dan mendapatkan kesejahteraan. Ini membedakan orang agung dan orang kerdil. Di dalam pembahasan tentang filsafat Asia, Pendeta Stephen Tong pernah membagikan dua tema ini, ada orang agung dan orang kerdil. Jangan menjadi orang kerdil, jadilah orang agung. Orang yang berjiwa besar selalu akan jadi orang berpengaruh. Orang berjiwa kerdil selalu tidak berguna, dia boleh ada, boleh tidak. Kalau dia hidup, tidak ada yang terlalu senang. Kalau dia mati, juga tidak ada yang terlalu sedih. Dia boleh ada dan orang tidak mendapatkan apa-apa. Dia boleh hilang dan orang tidak rugi apa-apa. Tapi orang agung selalu diinginkan, kalau dia ada, semua senang. Kalau dia tidak ada, semua menangis. Orang-orang seperti Friedrich Schleiermacher dari Jerman, ketika dia mati, yang mengantar peti mati dari gereja ke tempat kuburan itu puluhan ribu orang. Mereka berbaris di jalan sambil menangis, sambil pegang bunga, begitu peti lewat mereka lempar bunga menandakan penghormatan “kami merindukan orang agung seperti engkau, kami tidak lagi punya sumber inspirasi”. Schleiermacher menulis begitu banyak buku yang memajukan kebudayaan, sehingga mereka sedih berpisah dengan orang seperti ini. Tapi orang-orang kerdil, tidak ada yang terlalu peduli. Mereka mungkin cuma menangis karena nama mereka tidak masuk dalam harta warisan dari orang yang sudah mati itu. Selain kekayaannya, orang kerdil tidak dipedulikan. Orang kerdil cuma dipedulikan kalau dia punya harta dan kalau dia punya harta, orang yang dekat ke dia pun cuma mau hartanya dia. Saudara kalau engkau adalah orang kaya, hati-hati memilih teman, siapa yang dekat kepadamu hanya karena harta, jangan senang. Jika engkau punya karakter kerdil, seberapa pun besar uang hanya dapat menarik orang-orang oportunis yang cuma mau mencuri uangmu, yang cuma memanfaatkan keuangan yang kamu punya. Jadilah orang agung bukan orang kaya, sebab orang kaya tidak pernah dicintai, ini sesuatu yang menyedihkan, jika engkau punya harta pas atau bahkan miskin, tetapi engkau punya bijaksana dan keagungan, orang yang dekat kepadamu benar-benar menghargai engkau sebagai manusia. Tapi kalau kau tidak punya karakter apapun, hanya punya mobil mewah, hanya punya rumah mewah, hanya punya harta yang banyak, maka engkau sebenarnya orang yang tidak dihargai. Tidak ada yang peduli engkau, tidak ada yang menghargai engkau. Semua cuma hargai hartamu, hartamu lebih penting dari dirimu, ini kasihan sekali. Saya tidak mengatakan orang harus miskin, tetapi saya mengatakan orang harus punya karakater yang agung. Kalau tidak, tidak ada yang menghargai engkau sebagai manusia. Apakah kita dihargai sebagai manusia? Maka ini jadi sesuatu yang akan membuat kita merenung, orang yang tidak kenal Tuhan pun ada dua kelompok ini. Maka kalau kita mengaku percaya Tuhan, tapi yang kita pikir cuma harta, maka kita dipermalukan oleh orang-orang yang meskipun tidak percaya Tuhan, tetapi mempunyai kebesaran jiwa untuk memperhatikan banyak orang. Saya memang tidak bicara soal keselamatan. Saudara tidak mengatakan orang yang jiwanya agung tapi tidak percaya Tuhan bisa selamat? Tentu tidak. Tapi saya ingin memberikan peringatan, jika engkau terus berjiwa kerdil mungkin engkau bukan bagian dari kelompok yang diselamatkan, ini penting untuk kita waspadai. Sebab jika Tuhan tidak pernah menjadikan keagungan jiwa sebuah kesempatan masuk surga, karena surga terlalu mulia, apalagi orang yang mengaku percaya Tuhan dan berjiwa kerdil. Ini sesuatu yang mesti kita pikirkan “jika saya tidak pernah berguna bagi sesama manusia, saya tidak pernah memberi sumbangsih apapun dengan karakter yang baik, maka saya hanya orang kerdil”. Orang kerdil akan menyembah berhala secara kerdil, “oh dewa-dewa berkatilah panenku, oh dewa-dewa berikanlah aku uang, oh dewa-dewa berikanlah aku kesejahteraan”. Tapi orang agung akan minta ke dewa “berikan negaraku sejahtera, berikan negaraku keadilan, berikan negaraku harta yang didistribusikan secara seimbang”, orang yang doa kepada Athena misalnya di Yunani, meskipun kita tahu Athena adalah dewa kafir, ajaran yang tidak benar. Tetapi orang yang berdoa kepada Athena mengatakan “berkati kota kami, berkati kesejahteraannya, berkati orang-orang yang ditindas. Munculkan mereka, hancurkan para penindas”, ini doa yang baik meskipun tidak diberikan kepada Tuhan yang benar. Tapi orang-orang yang menyembah dewa untuk mendapatkan kesuburan panen, mendapatkan kesejahteraan jiwa, ini orang-orang kerdil. Dan orang kebanyakan menyembah dewa-dewa dengan menganggap bahwa “kesejahteraanku bukan concern-nya dewa. Dewa tidak peduli saya sejahtera atau tidak, maka saya harus memohon supaya mereka peduli. Saya harus barter dengan mereka supaya mereka peduli. Saya berikan persembahan, sesajen, saya berikan harta, saya berikan persembahan supaya bisa ada transaksi. Saya sudah memberi kepadamu oh dewa, sekarang tolong berikan tanahku kesuburan, tolong berikan hasil panen yang baik”, manusia itu kasihan sekali. Karena konsep agama dan penyembahan seperti ini, maka konsep sosial akan dipengaruhi oleh konsep agama.

Ketetapan Tuhan & Kehendak Melayani

Filipi 2: 12 “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku. Kita sudah membahas mengenai ketaatan dan sekarang kita melihat apa yang Paulus tekankan di dalam mengerjakan keselamatan. Ini merupakan hal yang sangat penting karena ayat yang ke-13 mengatakan “Allah lah yang mengerjakan di dalam kamu, baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”. Ini Paulus katakan setelah sebelumnya Paulus mengatakan “kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar”. Jadi Paulus memerintahkan orang Filipi untuk punya keinginan untuk taat, keinginan untuk hidup benar, tapi Paulus mengatakan “alasan engkau harus hidup benar adalah karena Roh Kudus yang menggerakkan”. Ada prinsip yang orang-orang pada abad pertama Kekristenan sangat mengerti, tetapi kita yang di dalam zaman modern kurang bisa mengerti. Ada hal yang luput karena cara berpikir yang beda. Di dalam pengertian dari orang-orang di abad pertama, kedaulatan Tuhan dan kerelaan kita, pengaturan Tuhan dan kebebasan kita, ketetapan Tuhan dan tanggung jawab kita, itu tidak pernah dilihat sebagai dua hal tapi selalu dilihat sebagai satu kesatuan. Ini tidak lagi terjadi ketika kita masuk ke dalam zaman modern, karena orang modern punya cara berpikir yang sekarang kita warisi yang beda dengan cara berpikir dari orang-orang di abad pertama. Jadi kadang-kadang kita mesti pahami dulu hal apa yang jadi cara berpikir orang dulu dan hal apa yang sekarang kita sudah tidak lagi anut dan tanpa sadar membuat kita sulit memahami Kitab Suci. Di dalam zaman modern ditekankan bahwa otonomi manusia atau kebebasan manusia berarti kemampuan manusia untuk lepas dari determinisme atau dari penentuan apapun. Binatang tidak bebas, karena binatang sangat ditentukan oleh alam. Tetapi manusia bebas karena manusia bisa memanipulasi alam. Binatang tidak bebas karena binatang tergantung lingkungan. Manusia bebas karena manusia bisa mengatur ulang lingkungan. Manusia masuk hutan lalu mengatakan “saya tidak cocok di sini”, dia akan tebang hutan, dia akan membuat pondok, dia bersihkan dari segala yang kotor, baru dia mengatakan “ini baru saya nyaman di dalamnya”. Manusia bisa melakukan itu dengan sangat ekstrim sehingga muncul kota, bukan lagi hutan. Muncul peradaban dan bukan lagi rimba. Ini sesuatu yang membedakan manusia dari binatang menurut orang modern. Kita lepas dari penentuan di luar kita, itu tandanya kita bebas, itu tandanya kita manusia, itu tandanya kita maju. Apakah kamu masih diatur oleh kuasa-kuasa alam? Tidak, berarti kamu orang modern. Orang zaman dulu masih primitif, dia tidak bisa lepas dari apapun yang alam diktekan kepada dia. Kalau alam sudah diktekan, dia tidak bisa lakukan apapun yang lain. Tapi manusia modern bisa mendikte alam. Jadi tidak ada kekuatan di luar manusia yang akan intervensi kepada manusia, ini pengertian modern. Tanpa sadar pengertian ini membuat orang sulit menempatkan Tuhan karena Tuhan dianggap sebagai pihak luar yang intervensi kepada saya. “Berarti kalau saya masih primitif, saya diintervensi Tuhan pun tidak akan masalah. Saya orang kuno, saya orang yang belum maju, saya orang modern, saya belum mengalami modernisme, maka kalau Tuhan intervensi, saya tidak masalah. Kalau Tuhan mengatur hidup saya, saya tidak merasa ada masalah. Kalau Tuhan yang membuat saya melakukan apapun, saya taat”, ini pengertian kuno. Tapi kita orang modern tidak mau itu lagi. Maka orang modern tidak mau langsung menolak Tuhan, tapi mereka interpretasi ulang Tuhan. Mereka menekankan, “Tuhan itu tidak akan mengganggu kita, Tuhan tidak akan ambil kebebasan kita, Tuhan tidak akan membuat kita menjadi makhluk primitif lagi, karena kita orang bebas”. Maka orang modern tidak suka tema predestinasi, orang modern tidak suka tema kedaulatan Allah, karena mereka merasa ini adalah bentuk intervensi terhadap kebebasannya “masa Tuhan pilih saya? Saya yang pilih Tuhan, karena saya bebas. Masa Tuhan menentukan siapa selamat siapa tidak? Manusia yang menentukan dengan pilihan bebas dia. Kalau dia mau selamat, berjuanglah percaya Tuhan. Kalau dia tidak mau selamat, silakan jangan percaya Tuhan, ini tergantung manusia”. Jadi orang modern sulit mengatakan tergantung Tuhan, lebih suka mengatakan tergantung manusia dan Tuhan ikut saja program manusia. Jadi ketika ditanya kepada orang modern “seperti apa Allahnya orang Kristen?”, mereka interpretasi ulang doktrin dengan mengatakan “Allah kita adalah Allah yang memberikan niat di hati, tapi yang tidak mencampuri apapun yang menjadi keputusan kita. Silahkan putuskan sendiri, Dia di luar, Dia tidak intervensi, karena kita orang modern”. Tetapi cara berpikir seperti ini bukan cara berpikirnya Paulus, bukan cara berpikir pembaca mula-mula dari Surat Filipi dan bukan cara berpikir semua manusia di abad yang pertama. 

Bagaimana cara mereka berpikir dulu? Mereka menganggap bahwa kesatuan antara kehendak Tuhan dan pilihanku itu hal yang normal dipahami. Dan Saudara akan sadar lebih rumit memahami apa yang orang dulu pahami dibandingkan kita. Sulit menjelaskan bagaimana engkau menerima Allah berdaulat, tapi engkau tetap bebas. Maka kadang-kadang saya merasa teori yang terlalu di-simple-kan membuat pikiran kita jadi terlalu simple juga. Kita orang modern mempunyai kemampuan berpikir rumit di dalam hal teknologi, tapi punya kemampuan berpikir yang payah di dalam filosofi dan pengertian hidup. Kita diberikan teori, pengertian, filosofi atau teologi, pikiran kita sulit mengolahnya, karena kita sebenarnya tanpa sadar sudah lebih bodoh dari orang dulu, kecuali dalam hal teknologi. Orang dulu mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi, mengambil dan membangun cara berpikir atau wawasan kalau tadi dikatakan oleh liturgis, membangun cara berpikir yang rumit, yang tidak mudah untuk dijelaskan. Bagaimana engkau percaya Allah mengatur segala sesuatu tapi engkau tetap merasa bebas? “Kalau engkau menolong orang, ini kamu atau Tuhan?”, “Tuhan”. “Kalau begitu kamu tidak ada niat?”, “ada”. “Jadi ini dari kamu atau dari Tuhan?”, “dari Tuhan dan dari saya”, “bagaimana menyatukan ini?”, “itu memang satu kan”, dan mereka bingung. Jadi mereka akan bicara begitu, dan kita heran “tidak ini tidak satu, ini dua hal. Kalau Tuhan yang tentu tentukan berarti kamu tidak punya bagian. Kalau kamu yang tentukan berarti Tuhan tidak punya bagian”. Hatimu ambil keputusan itu dari Tuhan atau dari dirimu? Orang pembaca Filipi akan mengatakan “dua-duanya, dari Tuhan dan dari diri, mana bisa cuma salah satu?”, ini yang orang dulu akan pikir. Tapi orang modern akan heran dengan jawaban itu “mana bisa dua-duanya”, tapi orang Perjanjian Baru akan mengatakan “mana bisa cuma salah satu”. Akhirnya kita berdebat di situ. “Siapa yang mengatur hatimu, Tuhan atau kamu?”, “dua-duanya, mengapa kamu aneh?” kita orang modern mengatakan “kamu yang aneh, masa bisa dua-duanya, harus pilih salah satu”. Maka orang kuno akan mengatakan “ini bukan multiple choice, ini pilih semua, ini semua jawaban benar”, itu bedanya kita dengan mereka. Maka kita sulit mengerti doktrin-doktrin seperti kedaulatan Allah, “kalau Allah berdaulat, di mana kebebasanku?”, ini pertanyaan khas modern. “Kalau Tuhan memilih untuk saya diselamatkan, di mana tanggung jawab iman saya?”, orang kuno akan mengatakan “di situ, di kamu”, “katanya Tuhan yang melakukan”, “memang Tuhan”, “kalau begitu Tuhan, bukan saya”, “ya kamu juga”, “maksud kamu bagaimana?”, mereka balik tanya, “kamu yang bagaimana?”. Ini susah, untung kita tidak punya mesin waktu, kalau tidak perdebatan tidak habis-habis dengan orang abad pertama. Kita main ke tempat mereka dan debat hal ini sampai kita pusing dan mereka juga pusing. Kita heran sama mereka “mengapa kamu berpikir begini?”, dan mereka heran sama kita “kok kamu berpikir begini?”. Kita yang terlalu lalai mempelajari sejarah akhirnya lupa bahwa cara berpikir manusia di dalam sejarah itu beda. Kita sudah terlalu nyaman dengan cara berpikir kita di zaman ini sehingga kita mengasumsikan semua orang sepanjang zaman dari Adam sampai Adam Smith dan Adam West, semua bicara, berpikir dan punya konsep yang sama dengan saya, tidak. Kita punya konsep di zaman kita dan zaman lampau tidak tentu memiliki konsep yang sama dengan zaman kita sekarang. Itu sebabnya ada kesulitan memahami ayat yang ke-12 dan ke-13, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih”, kata Paulus di ayat 12 “kamu senantiasa taat karena itu tetaplah Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar”, Paulus memerintahkan ini kepada orang Filipi. “Mengapa saya mesti kerjakan keselamatanMu dengan takut dan gentar?”, ayat 13 Paulus menjawab “karena Allahlah yang mengerjakan”. “Jadi siapa yang mengerjakan, Allah atau saya?”. Paulus mengatakan “kamu kerjakan”, “mengapa?”, “karena Allah mengerjakan”, “jadi siapa yang kerjakan?”. Kita bingung, tapi orang Filipi tidak bingung. Di sini kita mesti mengakui, kita mesti bertobat dan menjadi mirip dengan mereka dalam cara berpikir. Jadi siapa yang kerjakan keselamatan? Tuhan, maka saya mesti bergiat. Kamu harus hidup suci karena Tuhan yang kerjakan, “Tuhan yang kerjakan berarti saya harus hidup suci”. Mengapa konsep ini ada pada mereka? Karena mereka melihat ada kesatuan antara Tuhan dan jiwa manusia. Ini sesuatu yang orang modern sudah tidak punya. Kesatuan antara Tuhan dan jiwa manusia. Tuhanlah pencipta jiwa dan Tuhanlah penopang jiwa manusia. 

Dorongan untuk Taat

Filipi 2: 12-18 “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku”.

Kita akan bagi perikop ini dalam beberapa bagian. Bagian ini kita akan bahas di ayat yang ke-12-15. Paulus mengatakan “hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat”, waktu Paulus ada di tengah-tengah mereka, mereka dengar firman dan taat. Seringkali kita berpikir ketaatan adalah aspek yang berkait dengan tingkah laku dan tabiat saja. Taat bukan hanya berkait dengan tingkah laku dan tabiat, taat tidak hanya berkait dengan hal-hal sepele yang kita bisa lihat di permukaan hidup kita. Ketaatan bukan seperti itu. Kadang-kadang kita menafsirkan ketaatan sebagai kebertundukkan mutlak dalam segala hal, tapi Alkitab memberikan porsi ketaatan memberikan porsi untuk adanya pergumulan, untuk adanya kerelaan hati. Sebelum rela hati, mungkin orang tidak akan taat, sebelum rela hati mungkin orang sulit untuk ikut apa yang Tuhan mau. Tetapi Paulus mengatakan “kamu senantiasa taat”, mengapa Paulus bisa mengatakan orang Filipi taat? Karena dia sudah kerja. Paulus mengatakan “untuk membuat kamu taat, saya seperti orang yang mengorbankan diri”, ini bisa kita lihat di dalam ayat yang ke-16 “agar aku dapat bermegah di hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah”. Ayat 17 “bahkan sekalipun darahku dicurah pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita, dan aku bersukacita dengan kamu sekalian”. Paulus di mana-mana dia melayani, dia memberikan diri sebagai orang yang siap dikorbankan. Kristus adalah Imam yang mengorbankan diriNya dan Paulus mengambil jejak langkah itu, “saya pun mirip Kristus, saya imam yang mengorbankan diri. Saya mencurahkan darah untuk pelayanan yang saya kerjakan”. Yang Paulus kerjakan bukan hal yang main-main, dia rela tukar nyawanya demi ketaatan jemaat. Mengapa taat penting? Karena taat berkait dengan kerelaan hati. Maka harap kita mengerti firman Tuhan dengan dalam, dengan tepat, taat bukan hanya perilaku yang dibuat. Kadang kita mengatakan taat itu kalau anak bisa duduk tenang dan tidak bergerak. Anak yang duduk diam dan tidak bergerak, itu belum tentu taat. Orang yang duduk berdiam dan tidak bergerak, belum tentu taat. Di dalam Kitab Suci, gesture ketaatan tidak sepenting perlakuan manusia kepada sesama. Saudara lihat seberapa besar Tuhan marah karena orang Israel gagal menjalankan keadilan, gagal punya belas kasihan kepada sesama, gagal mempraktekkan keadilan waktu mereka punya seorang raja. Raja-raja pun gagal karena tidak membuat orang Israel menyembah kepada Tuhan yang sejati, tetapi justru membuat mereka tunduk kepada raja dengan otoritas yang keras, mereka paksa orang. Orang-orang seperti Ahab ambil tanah orang lain, singkirkan dengan manipulasi dan bahkan membunuh untuk mendapatkan tanahnya, ini yang paling Tuhan benci. Tuhan benci ketidak-adilan, tapi tidak banyak orang Kristen mengurus hal ini. Kita tidak bergumul dan berjuang untuk memperbaiki yang tidak adil. Kita lebih berjuang untuk memperbaiki gesture yang sopan, keadaan yang sepertinya ramah. Kadang-kadang ini merusak, di Sekolah Minggu guru mengatakan “anak yang baik, anak yang takut Tuhan adalah anak yang paling menurut dengan gurunya”. Kalau gurunya tidak baik, untuk apa taat sama guru? Mohon maaf, saya dari kecil sulit taat dengan otoritas yang tidak beres. Orang tidak punya hak, suruh saya untuk taat, apa gunanya? Mengapa mesti taat dia? Yang jadi guru Sekolah MInggu, hati-hati kalau muridmu baik-baik, manis-manis, tidak suka melawan. Tidak melawan baik-baik, nanti di masyarakat tidak dipakai Tuhan. Mohon maaf, banyak orang terlalu baik waktu kecil, disukai guru, disukai pemimpinnya, disukai pemimpin KTB “ini orang hebat, ini orang baik”, karena dia saleh, tidak pernah mau memberontak. Akhirnya tidak dipakai Tuhan. Apa-apa hanya tahu menurut, pemerintah salah pun menurut saja, sistemnya seperti ini pun nurut. “Pokoknya apa yang terjadi, aku ditugaskan untuk taat”. Saudara tidak ditugaskan untuk taat, Saudara ditugaskan untuk taat kepada Tuhan. Kalau Tuhan tidak menyatakan lewat otoritas yang benar, Saudara tidak berkewajiban untuk taat. Di dalam Kitab Suci, ketika rasul-rasul mau dianiaya, yang menangkap mereka mengatakan “kamu jangan menyebarkan ini lagi, kamu akan dihukum”. Mereka mengatakan “memang benar kami harus taat kepada pemerintah, tapi jauh lebih penting untuk taat kepada Tuhan. Kami harus lebih taat kepada Tuhan dari pada kepada manusia”, ini prinsip yang kadang dimanipulasi oleh pemimpin-pemimpin di dalam gereja. Kadang orang mengatakan “gereja harus mengajarkan taat kepada orang-orang di bawah”, itu benar, tapi gereja juga mengajarkan rendah hati kepada para pemimpin. Ada penyakit tidak taat di dalam manusia karena manusia sudah jatuh dalam dosa, itu benar, manusia cenderung tidak taat karena berdosa. Dan manusia juga cenderung suka otoritas karena sudah jatuh dalam dosa. Ada orang tidak mau taat karena dosa, ada orang mau ditaati karena dosa. Mau jadi raja, mau apa yang dia katakan semua mesti menurut, ini juga problem. Maka Saudara jangan cuma lihat satu sisi di dalam kesalehan dan iman Kristen. Karena kalau kita cuma lihat satu sisi, kita lupa lihat sisi yang lain. Ada satu orang mengatakan kepada saya “pak, pastikan jemaat taat, karena taat adalah tanda kekudusan”, saya tanya balik “mengapa terlalu ingin ditaati? Mengapa tidak mau dengan orang yang beda pendapat? Mengapa tidak suka ada perdebatan sehat?”, karena kamu mau jadi Allah. Yang tidak mau taat karena dia mau jadi Allah, yang jadi pemimpin mau ditaati juga karena dia mau jadi Allah. Maka Saudara hati-hati, saya dengan gentar mau menyiapkan pemimpin-pemimpin kelompok di dalam persekutuan wilayah, tapi saya sangat khawatir kalau pemimpin-pemimpin menjadi Allah di kelompok itu. “Pokoknya saya pemimpinmu selama-lamanya, seumur hidup kamu murid saya”, itu bukan ajaran Alkitab. Kita murid seumur hidup dari Kristus, Kristus Guru Agung kita, “saya bukan gurumu selama-lamanya”. Suatu saat Saudara akan dibimbing orang lain yang bukan saya, suatu saat Saudara akan lebih rohani dari saya, mungkin Saudara yang akan membimbing saya. Tidak ada guru kekal, tidak ada pemimpin kekal. Itu sebabnya siapa nanti jadi pemimpin di persekutuan wilayah, ingat baik-baik, engkau bukan Tuhan, engkau bukan otoritas mutlak. Dengar dan jadi hamba bagi kelompokmu. Jangan jadi tuan atas mereka, mengintimidasi “mesti taat, mesti menurut, mesti setia, mesti mati-matian kerjakan yang saya mau”. Menangkan hati orang, baru perintahkan. Saudara belum memenangkan hati orang, percuma koar-koar memerintahkan. Maka ada semacam pemimpin yang pengikutnya orang-orang baik, yang tidak pernah tahu apa itu kebenaran, tidak pernah tahu memegang pendapat, orang-orang galau yang tidak tahu harus ambil posisi mana. Dapat pemimpin keras, dia ikut-ikut saja. Tapi orang yang sulit diatur karena dia punya prinsip, siapa yang bisa atur? Saudara kalau lihat Pdt. Stephen Tong, bawahnya itu orang-orang keras, orang-orang yang kalau punya pendapat susah dilawan. Tapi mengapa mau menurut dan belajar menurut? Karena Pdt. Stephen Tong memenangkan hati mereka, bukan perintahkan mereka lebih dulu. Jangan pikir ketaatan itu hanya gesture yang ramah, yang tidak suka konflik, pokoknya dengar apa menurut, dengar apa dan taat. Itu sebabnya harap kita pikir baik-baik apa maksud ketaatan di dalam Kitab Suci.

Magnificat

Lukas 1: 52-55 “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya”.

Kita bersyukur karena Kristus hadir untuk memberikan perubahan yang sangat besar, ini yang diharapkan oleh orang-orang Israel bahwa ketika Mesias datang semua yang kacau akan menjadi baik kembali. Kerajaan-kerajaan yang rusak, yang menentang Tuhan akan dihakimi, dan Tuhan akan mengubah kondisi, mengubah keadaan. Ini satu pengertian yang orang Israel sudah pahami dari dulu, mereka tahu bahwa Tuhan adalah yang menaikkan raja untuk bertahta, Tuhan juga yang turunkan raja dari tahtanya. Tuhanlah yang mengganti pemerintahan. Jadi ketika mereka ditindas oleh raja yang kejam atau ketika Israel ditaklukan oleh kerajaan lawan, maka mereka bisa berseru kepada Tuhan dan Tuhan akan mengubah keadaan. Ini sangat penting karena sampai sekarang pun kita sangat dipengaruhi oleh kondisi politik. Kita tidak bisa memperhatikan hanya diri tetapi mengabaikan kondisi politik. Saudara mengatakan kepada anak, “nak, kuliah baik-baik, cari ilmu setinggi mungkin, cari koneksi sebaik mungkin, supaya kamu bisa punya pekerjaan yang baik”. Tapi kalau kekacauan politik terjadi, tidak peduli Saudara lulus dari mana, Saudara dapat gelar apa, Saudara punya keahlian apa, semua jadi tidak berguna. Ketika keadaan krisis datang, semua yang kita asumsikan stabil, hilang. Dan waktu kita sudah mempersiapkan diri dengan asumsi ada kestabilan, baru kita sadar persiapan diri kita ini tidak ada guna. Semua orang sadar betapa rentannya dia dan betapa tidak berdayanya dia, jika dia berhadapan dengan krisis. Setelah Perang Dunia yang kedua, salah satu bentuk teologi yang populer adalah teologi yang disebut dengan teologi krisis atau nama lainnya adalah teologi Neo-Ortodoks, ini tekanan ada pada kritik kepada alur sejarah. Jadi para ahli teologi seperti Carl Barth, seperti Bonhoeffer dan lain-lain di dalam aliran ini, sangat mengeritik tradisi teologi liberal. Mengapa mereka kritik liberal? Karena teologi liberal menganggap ada kestabilan di dalam sejarah dan mereka bisa prediksi apa yang akan terjadi. “Kerajaan Allah akan datang kalau kita mengajarkan moral kepada orang-orang. Kerajaan Allah akan menjadi nyata, keadilan akan terjadi, keteraturan akan terjadi kalau Kekristenanan menekankan pendidikan”, misalnya, dan ini seperti bisa diprediksi. Ini seperti pasti akan terjadi di Eropa. Ternyata prediksi itu salah karena ada Perang Dunia ke-2 dan semua yang diharapkan hilang. Bahkan tadinya Perang Dunia 1 ini membuat teologi itu makin goyah, Perang Dunia ke-2 membuat teologi liberal hancur. Maka teologi krisis muncul dan mengatakan “kami sudah tidak percaya lagi dengan prediksi, orang mengasumsikan semua stabil ternyata tidak bisa stabil. Semua mengasumsikan keadaan baik ternyata tidak baik”. Mirip dengan orang-orang di Perjanjian Lama, mereka mengatakan “aman, karena ada Bait Suci”, tapi Yeremia mengatakan “tidak ada aman. Kamu mengatakan bahagia, kamu menyatakan damai sejahtera, tidak ada damai sejahtera. Kamu mengatakan di tengah-tengah kami ada Bait Suci, Tuhan akan membawa Kerajaan Babel menghancurkan Bait Suci”. Ini membuat kestabilan agama, kestabilan politik di Yerusalem dan kestabilan kerajaan Daud seperti jadi tidak ada guna, semua hancur. Dan ketika orang Israel berusaha kaitkan antara janji Tuhan dan krisis, mereka bingung bagaimana kaitkan janji Tuhan dengan krisis? Maka teolog krisis yang awal itu bukan Barth, tapi Yeremia, Yesaya, Yehezkiel, merekalah yang kaitkan antara fakta kekacauan dengan janji Allah. Bagaimana janji Allah tetap bisa dipegang di tengah-tengah kekacauan? Itu sebabnya teologi sangat penting. Di dalam zaman setelah Perang Dunia 2, baru orang sadar teologi penting ketika teologi itu diarahkan kepada hidup. Teologi memperhatikan fakta kehidupan sehari-hari, teologi memperhatikan kebutuhan jemaat, teologi memperhatikan pergumulan yang terjadi, baru teologi itu dirasa sangat menolong. Ini yang menjadi kerusakan di bidang teologi kalau teologi hanya berupa spekulasi yang tidak menyentuh pergumulan hidup dari gereja Tuhan. Teologi adalah untuk umat, untuk jemaat bergumul dan menang. Itu sebabnya ketika orang hidup di dalam krisis dan mereka membaca teologi yang menyatakan sejarah tidak stabil, kondisi pemerintah tidak stabil hanya kalau Tuhan intervensi dengan FirmanNya. Ketika Sang Anak Allah masuk ke dalam sejarah baru bisa ada harapan. Jangan berharap sejarah, jangan berharap pemerintah, jangan berharap kondisi stabil karena kita sudah rancang, berharaplah Tuhan intervensi, ini tema penting di dalam teologi krisis. Intervensi Tuhan memberikan harapan, tapi apakah kita berharap pada intervensi Tuhan? Saudara dan saya berharap pada apa? Kita punya iman yang kadang-kadang tidak menyentuh hidup. Orang berteologi untuk hidup, bukan untuk pengetahuan, dalam pikiran saya perlu Tuhan, saya perlu kehadiran Dia memimpin saya, dan ini inti dari teologi krisis. Kamu perlu Tuhan? Mari cari Dia, mari pelajari teologi. Sayang sekali jika kita tidak mengerti hal ini, karena kita kehilangan kekayaan dari teologi Kristen. Harap kita mau tahu apa yang teologi katakan tentang hidup yang mirip dengan apa yang orang Israel harapkan, “kami tidak bisa berharap pemerintahan akan baik, kami tidak bisa berharap bisa membangun kembali Yerusalem”, mereka sudah coba bangun, mereka sudah membuat tembok, tetap mereka tidak punya kekuasaan dari keturunan Daud. Mereka sudah bangun kembali Bait Suci, lalu Herodes sudah pugar jadi Bait Suci yang besar, tapi tetap mereka tidak punya Israel yang lama, tidak ada keturunan Daud memerintah, tidak ada otonomi pemerintahan, tidak ada Kekuasaan untuk menjalankan ibadah dan agama. Ini membuat mereka heran “kami sudah kerjakan semua, Bait Suci sudah dibangun, seluruh tembok Yerusalem sudah jadi, dimana kerajaan itu?”. Maka mereka mulai sadar tanpa datang Mesias tidak akan ada perubahan, tanpa Allah hadir tidak mungkin ada perubahan, dan kalau Allah hadir pasti ada perubahan, ini pengertian harus kita mengerti juga. Saudara mengharapkan Tuhan hadir, tapi Saudara tidak mengharapkan perubahan, itu aneh. Kita tidak mungkin harap Tuhan hadir dan Dia diam, kita tidak mungkin harap Dia hadir dan semua berjalan biasa seperti tidak ada perubahan, ini bukan yang dicatat di dalam Kitab Suci. Ketika Tuhan menyatakan diri terjadi goncangan di dalam sejarah, goncangan apa? Yang paling jelas adalah goncangan dari pemerintahan yang ada. Raja-raja dan orang-orang yang berpotensi jadi raja berlomba-lomba ambil kekuasaan. Firaun di dalam zaman ketika Israel ditaklukan oleh Mesir itu adalah dinasti yang ganti-ganti terus, orang-orang dari dinasti yang berlainan memimpin Mesir, sehingga dari awal Israel sudah sadar “yang kami takuti harus Tuhan, karena kalau kami takut kepada Firaun, dinasti dia tidak akan lama. Tidak lama lagi akan ada orang kuat yang dari dinasti lain dengan tentara yang kuat kalahkan pemerintah yang ada”, pemerintah ganti berganti, raja ditundukkan dan diganti dengan raja lain. Maka mereka sadar jika Tuhan tidak intervensi, keadaan akan begini terus. Yang potensi berkuasa akan berkuasa, yang punya kuasa akan ditaklukan oleh berpotensi berkuasa. Lalu di mana orang biasa, di mana rakyat miskin, di mana orang rendah? Hanya menjadi penonton untuk lihat “siapa lagi yang akan menindas saya sesudah ini? Sesudah kerajaan satu dinasti lewat, dinasti lain yang akan menindas saya siapa lagi?”. Seperti ada aturan kekal, kalau kamu miskin, kalau kamu tidak punya suara, kamu tidak punya pengaruh, tidak punya uang, tidak punya tentara, kamu selamanya akan ada di bawah. Dan kamu selamanya akan ditaklukan, meskipun pemerintah berganti mereka akan tetap ditaklukan. Ketika saya coba injili satu orang sopir taksi waktu keadaan mau pemilu di tahun 2014, saya memulai percakapan dengan tanya “bapak nanti pilih siapa?”, siapa tahu nanti bisa ada ujung untuk bicara Injil. Dia cuma mengatakan kalimat pendek “siapa saja lah, pak. Siapapun jadi, saya tetap cari uang dengan setir begini. Siapa pun jadi, kalau saya dipecat, tetap akan dipecat. Siapa pun jadi, saya juga tetap harus mati-matian cari uang, nanti anak-anak saya tetap kurang uang untuk kuliah, mau apa? Siapapun jadi terserah. Kita ini dibohongi terus”, kata dia. “Terus dibilang: pilih saya, pilih saya. Saya sudah capek, jadi saya nanti pilih tinggal hitung kancing. Pokoknya nanti saat masuk ke dalam tempat pemilihan, siapa pun terserahlah, saya sudah pesimis”, ini jadi suara yang kita maklumi, semua orang rendah akan mengatakan “siapapun pemimpinnya, saya tetap alas kakinya pemimpin, siapapun pemimpin saya cuma bawahan yang tidak ada arti”. Tuhan menyadari kekalnya sistem sosial seperti ini dan Tuhan intervensi. Kapan pertama Tuhan intervensi? Di dalam Kitab Keluaran, waktu Dia intervensi, Dia ubah Kerajaan Mesir yang besar ditaklukan oleh para budak. Ini siapa yang bisa ubah kalau bukan Tuhan, siapa yang bisa berikan pengharapan jika bukan Tuhan. Saya harap Saudara tahu pengharapan ini dan bersukacita karenanya. 

Belajar Luas Hati

Injil Lukas 1: 48-49 “Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus”.

Saudara sekalian seorang yang agung adalah seorang yang hidupnya mau dia paralelkan dengan sebuah bangsa, ini orang agung. Tidak ada orang menyangka seorang remaja bernama Maria adalah orang agung itu. Semua orang bisa melihat pemimpin besar sebagai orang agung karena pemimpin besar tidak anggap dirinya sendiri penting. Pemimpin besar mengaitkan dirinya dengan bangsanya, dia hidup untuk bangsanya, dia berjuang untuk bangsanya, yang dia putuskan akan mempengaruhi orang banyak, ini bedanya orang agung dan orang kecil. Orang kecil terus cuma pikirkan diri, tadi Pendeta Ivan di dalam klip mengatakan dari Kitab Hagai, “kamu anggap bangun rumah Tuhan belum saatnya, karena ada krisiskah, karena ada masalah ini itu kah, tapi kamu tidak pernah menganggap krisis atau masalah apapun menghalangi kamu memperbaiki rumahmu. Kamu bisa membangun rumah, kamu bisa pikirkan diri, mengapa tidak pikirkan bangunan Tuhan? Jadi kita lihat bedanya orang agung dan orang kecil, orang agung tidak tentu kaya, orang kecil tidak tentu miskin. Ada orang kaya yang kecil, ada orang miskin yang agung. Ada orang agung yang punya banyak uang, ada orang agung yang tidak punya uang, maka agung atau kerdil tidak ditentukan oleh harta dia. Tapi ditentukan oleh beban hatinya, yang masuk di hatinya paling besar itu apa. Ada orang yang seumur hidup cuma pikir diri, dia orang kerdil, “mengapa diriku kurang dapat untung, mengapa diriku kurang diperhatikan, mengapa diriku kurang mendapatkan bagian, mengapa diriku tidak mendapat keadilan?”, terus pikir diri, ini orang kerdil. Di dalam Kitab Suci terutama dalam ajaran Yesus, orang agung disebut sebagai orang yang punya kelemahan-lembutan, meek, orang yang mempunyai sifat dalam bahasa Yunani, praos. Praos ini adalah meek, praos ini adalah lemah lembut. Mengapa orang lemah lembut akan mewarisi dunia? Semikian dikatakan Tuhan Yesus. Karena orang lemah lembut punya jiwa yang besar. Definisi lemah lembut itu bukan orang yang terlalu soft sehingga tidak bisa menghadapi apapun, bukan orang yang gampang goyah, yang gampang menangis, yang gampang patah, bukan. Orang lemah lembut adalah orang yang perhatian utamanya bukan ke dirinya. Sehingga dia tidak terlalu pedulikan kalau dirinya direndahkan. Yesus Kristus pernah mengatakan “jika kamu ditampar pipi yang satu, berikan juga pipi yang lain”. Ada satu tafsiran bagus yang saya dapat dari Pendeta Eko, tafsiran yang mengatakan tampar satu pipi berikan pipi lain itu bukan untuk ditampar lagi. Memberi pipi adalah tawaran perdamaian untuk dicium. Jadi setelah ada orang tampar, dia berikan pipi yang lain, “mau ditampar lagi?”, bukan. Tapi supaya ada perdamaian. Orang agung tidak mendendam. Orang kerdil terus pikir kejahatan orang pada dia, terus sakit hati, terus merasa orang lain harus dibalas, ini orang kerdil. Maka Saudara mulai bisa nilai diri kita, termasuk saya, kita mulai nilai diri kita, kita orang agung atau orang kerdil. Kita orang yang jiwanya besar atau kita orang kecil, yang meskipun punya kedudukan besar tidak layak ada di kedudukan itu. Kalau kita gampang mendendam, kita pahit sama orang, kita terus ingat kesalahan orang, kita terus ingat kita didzolimi, kita orang kerdil. Tapi kalau kita pernah dijahati lalu kita mengatakan “mari lanjut, kita tidak boleh berdiam di sini, kita tidak boleh sibuk dengan masalah sendiri. Mari berdamai, mari kerja untuk Tuhan”, ini orang agung. Hamba-hamba Tuhan ada yang agung, ada yang kerdil, ada yang kalau sudah sakit hati sama orang, sulit kerjasama dengan orang, sulit mempunyai teman, sulit mempunyai partner kerja yang baik. Semua partner kerja ada salahnya, semua partner kerja kurang di sini situ, dia tidak bisa kerja, dia tidak bisa bangun pekerjaan Tuhan. Tapi hamba Tuhan yang agung akan mengatakan “kita ada masalah, lupakan, mari melangkah. Pekerjaan Tuhan terlalu besar, pekerjaan Tuhan terlalu banyak, kita tidak bisa sibuk dengan diri kita sendiri”. Maka siapa agung siapa kerdil tergantung penilaian dari Kitab Suci, bukan tergantung dari pandangan manusia, bukan tergantung dari pangkat yang dia miliki saat ini. Agung kerdilnya orang tergantung dari apa yang dia taruh di dalam hatinya. Apa yang Saudara taruh dalam hati Saudara? Apa yang menggerakkan hidup Saudara? Jiwamu dibakar dengan semangat api untuk kerjakan apa? Ini perlu kita pikir, sebab jika yang menggerakkan engkau adalah api yang bukan dari Tuhan, maka segiat-giatnya engkau bekerja, engkau hanya akan membuat patah dirimu, engkau akan peras tenagamu sampai habis dan engkau tidak dapat pahala dan penyertaan dari Tuhan. Tetapi jika api yang menggerakkan engkau adalah dari Tuhan, maka sekeras-kerasnya engkau bekerja, engkau tidak pernah patah, engkau tidak pernah menjadi kering karena yang engkau kerjakan adalah untuk Tuhan. Saudara, saya lihat gerakan Reformed Injili adalah gerakan yang ditunjang oleh tidak banyak orang. Pekerjaan begitu besar tetapi yang menunjang tidak begitu banyak. Saya tidak mengerti mengapa yang terlibat tidak banyak, tetapi saya mengerti satu hal yang terlibat adalah orang-orang yang siap kerjakan hal yang akan membuat orang cap mereka gila. “Untuk apa mengerjakan ini, mengapa kerja keras seperti ini?”. Dan kalau ditanya mengapa orang-orang ini mau kerja seperti itu, hampir semua jawabannya sama, “karena kami lihat Pendeta Stephen Tong”. Mengapa kalau lihat Pendeta Stephen Tong bekerja keras? Karena saya lihat orang yang tidak patah semangat meskipun kerja begitu berat dan meskipun banyak kali merasa kecewa karena pekerjaan seperti belum jadi, tapi terus kerjakan. Ini mendorong saya untuk melakukan banyak hal untuk Tuhan. Tanpa contoh dari hamba Tuhan yang rela kerja mati-matian, sulit menggerakan orang. Tapi saya berpikir meneladani Pdt. Stephen Tong, mengapa dia bisa suruh orang bekerja? Dia sendiri jadi contoh. Mengapa dia bisa gerakan orang? Dia sendiri jadi contoh. Itu sebabnya siapa mau kerja berat, dia tidak mungkin bertahan kecuali dia tahu yang dia kerjakan itu untuk Tuhan. Mari mempunyai pandangan yang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Di dalam topping off ada kalimat penting yang sayang sekali tidak masuk di dalam klip, kalimat-kalimat penting dari Pendeta Stephen Tong harus ditangkap. Kalau cuma bicara soal bangunan, itu sesuatu yang bisa diulang kapanpun. Tetapi ada kalimat yang Pak Tong katakan, seorang hamba Tuhan mesti mempunyai hati yang polos, termasuk Saudara, Saudara juga hamba Tuhan meskipun bukan full time. Harus punya hati yang polos. Kalau ditanya “mengapa kerjakan ini?”, untuk Tuhan. “Untuk Tuhan, kamu polos sekali”, memang, tapi pikirannya rumit. Punya pikiran rumit tapi hati polos. Jangan terbalik, hatinya rumit pikiran polos, ini tidak bisa mengerti apa-apa. Tidak punya pengertian, tidak punya ide, tidak punya konsep, tapi hatinya rumit. “Kerjakan apa?”, “untuk Tuhan, tapi juga untuk saya”, terlalu belat-belit. Hati rumit sama dengan belat-belit. Pikiran rumit sama dengan sumber berkat. Hati polos, hati cuma mau menyenangkan Tuhan, ini kunci yang besar sekali. Ini yang ditanyakan Pak Tong kepada gurunya, Bapak Andrew Gih, “apa yang men-drive kamu, apa yang membuat kau kerja begitu berat untuk Tuhan? Apa yang membuat motivasi paling penting untuk kerja bagi Tuhan?”, Andrew Gih mengatakan “cuma satu, tidak ada yang lain lagi, hanya satu, only to please God. Hanya mau membuat hati Tuhan senang”. Tuhan perbaiki saya, koreksi saya kalau saya salah, tapi saya bekerja berat untuk Tuhan. Siapa tidak mau kerja berat untuk Tuhan, tetap akan kerja berat tapi untuk setan. Saya mau tanya siapa orang bisa tidak kerja berat di dunia ini? Saudara mengatakan “saya malas kerja berat untuk Tuhan”, tapi engkau harus pikul salib, mati-matian sangkal diri tapi untuk yang lain. Karena manusia di dunia memang harus kerja berat.

Teladan Beriman

Kita membaca bersama-sama Lukas 1: 46-56, “Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya,karena Ia mengingat rahmat-Nya,seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya”.

Sebelum kita membahas nyanyian pujian ini, saya ingin memberikan sedikit atau memberikan pengertian tentang latar belakang dari Maria dan juga Elisabet. Tentu ada banyak yang kita bisa pelajari tentang Maria dan Elisabet. Namun ada satu yang unik dari mereka berdua yaitu keadaan mereka berdua adalah keadaan yang juga dikatakan tentang Israel. Israel adalah bangsa seperti seorang perempuan mandul, Israel adalah bangsa seperti yang tidak bersuami, ini gambaran-gambaran tentang Israel dalam pembuangan. Tetapi meskipun Israel ada di dalam pembuangan Tuhan tidak pernah tarik janjiNya. Tuhan tetap menyatakan bahwa Raja akan datang, bahwa Tunas Isai akan muncul, bahwa Anak dari Allah akan bertahta. Dan tidak peduli berapa banyak bangsa-bangsa yang bangkit dan melawan umat Tuhan, Tuhan tidak tarik janjiNya. Tidak ada hal yang dapat membuat kita bersukacita lebih besar daripada janji Tuhan. Ini merupakan sukacita yang real. Saudara bisa bersukacita karena ada impian yang kita sendiri khayalkan, kita bisa bersukacita karena kondisi yang tidak mungkin terjadi tapi kita inginkan terjadi, tapi ini sukacita palsu. Tidak ada orang bisa mempunyai alasan untuk bersukacita kecuali di dalam Tuhan. Itu sebabnya di dalam seruan misalnya dari Nabi Yeremia atau Yehezkiel, mereka tidak menemukan alasan untuk bersukacita. Tetapi ketika mengingat janji Tuhan, mereka mendapatkan kembali sukacita itu. Kalau Saudara ikuti pembacaan dari para nabi ini, Saudara akan menemukan nada paling kelam, nada paling negatif, nada paling tidak berpengharapan. Tetapi di dalam kitab yang sama, Saudara akan menemukan berita Injil, kabar baik. Seperti waktu Saudara membaca tadi di dalam pembacaan Kitab Suci dari Yesaya 40, ada kabar yang begitu indah, Tuhan akan hadir, kemuliaan-Nya akan dinyatakan. Mari ratakan supaya kita bisa menikmati kedatangan Tuhan, supaya seluruh umat dapat melihat kemuliaan-Nya dinyatakan. Dan ini merupakan gambaran tentang Injil. Ada kabar baik tentang Tuhan yang sedang datang. Tetapi kitab yang sama bercerita tentang keadaan Israel dibuang, kitab yang sama diawali dengan perkataan “mau dipukul di mana lagi? Seluruh tempat di tubuhmu sudah luka karena kejahatanmu. Setiap kali engkau jahat saya pukul kamu, setiap kali engkau melawan, saya hajar kamu. Dan seluruh badan sudah penuh luka, di mana lagi aku harus pukul kamu?”, ini seruan marahnya Tuhan karena Israel terus berdosa dan tidak mau bertobat. Dan di dalam Kitab yang sama dikatakan Tuhan akan menimpakan malapetaka berkali-kali sampai ketika pohon itu sudah hancur dan tunasnya masih kelihatan, Tuhan mengatakan “hantam lagi sampai tunas itu pun hancur”. Tapi dari keadaan hancur, Tuhan akan tumbuhkan sang Tunas. Ini jadi kalimat yang sangat memberikan penghiburan, di tempat paling gelap Tuhan siapkan terang, di tempat paling kacau Tuhan siapkan Raja Damai, di tempat paling tidak berpengharapan Tuhan berikan janji, dan di tempat dimana kematian berkuasa di situ Tuhan menjanjikan kebangkitan, semua berita-berita ini sangat indah. Maka Injil tidak dimulai dari Matius, Injil sudah dimulai dari Perjanjian Lama, bahkan kata Ibrani yang dipakai untuk injil pertama kali diperkenalkan oleh Kitab Yesaya. Jadi kabar baik tentang Tuhan yang akan hadir, tentang Tuhan yang tidak lupa janjiNya ada di dalam Kitab Suci. Maka mari kita belajar untuk melatih kesenangan kita. Kesenangan bisa dilatih, Saudara tadinya tidak terlalu mengerti apa itu uang, tapi Saudara berbicara dengan orang-orang, Saudara mulai menikmati “kalau banyak uang aman, kalau aku punya uang aku bisa belanja”, Saudara mulai menikmati mempunyai banyak uang. Ini tidak menjadi sesuatu yang ada alamiah di dalam diri manusia. Ada orang-orang yang mulai menikmati hal-hal berdosa, obat bius atau seks bebas, mereka tadinya tidak pernah punya pengertian bahwa ini adalah hal yang menyenangkan. Tetapi lingkungan mengubah, pengaruh dari luar masuk ke dalam, akhirnya kita mencari kesenangan-kesenangan karena didikte oleh lingkungan kita. Lingkunganmu mendikte apakah kepada dirimu? Saudara dipengaruhi untuk melakukan apa? Israel dipengaruhi untuk menyembah berhala, mereka ditipu oleh setan yang mengatakan “penyembahan berhala begitu nikmat, sebab engkau bisa punya begitu banyak jaminan dari berhala-berhala yang engkau sembah. Engkau bisa punya keamanan di dalam panen, karena engkau menyembah berhala pemberi kesuburan. Engkau bisa menyembah allah atau berhala pemberi kemenangan perang dan engkau tidak perlu takut berperang”. Semua dusta ini masuk ke dalam hati setiap orang Israel, sehingga mereka jatuh dalam dosa. Maka kesenangan adalah sesuatu yang bisa didikte dari luar. Hal apa yang paling Saudara senangi sekarang yang diluar Tuhan? Ini bukan karena dari dalam Saudara sudah punya, tetapi karena ini didikte dari luar ke dalam diri Saudara. Pengaruh lingkungan yang paling kuat adalah pengaruh memberikan alternatif kesenangan kepada kita. Ketika James K. Smith menulis buku tentang menantikan kerajaan, dia mengatakan didalamnya bahwa penantian kerajaan ini adalah penantian tentang keindahan, kerajaan yang indah akan datang. Saudara diseret oleh dunia menjauhi pengharapan karena diberikan kesenangan alternatif. Sayangnya ini kesenangan alternatif yang palsu. Maka kita ditarik olehnya dan jatuh ke dalam dusta yaitu kesenangan-kesenangan palsu yang ditawarkan. Maka kita tidak lagi menantikan Kerajaan Allah, sebab kita diseret oleh keinginan palsu. Jadi keinginan bukan sesuatu yang alamiah di dalam selera, kita tidak mengatakan “saya memang seleranya begini”, dalam hal tertentu ada hal yang memang unik dalam diri kita, di mana kita bisa menyukai satu hal dan bukan lain. Tapi banyak kesenangan sebenarnya adalah hasil, pengaruh dari luar masuk ke dalam diri Saudara. Ini bukan berarti Saudara bisa lempar kesalahan ke dunia luar, “saya berdosa karena digoda, saya berdosa karena setan, saya berdosa karena lingkunganku yang jahat”, semua orang bertanggung jawab atas dosanya sendiri. Semua orang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Saudara tidak bisa lempar kesalahan ke orang lain, karena ketika Saudara digoda, Saudara sebenarnya harus punya patokan, Saudara mempunyai pegangan yang Saudara imani. Tetapi pegangan ini tidak menjadi kuat kita pegang, karena kita tidak merasa pegangan itu menyenangkan. Kita tidak merasakan keindahan dari janji Allah. Maka ketika kita mengatakan “saya orang Kristen, saya percaya Alkitab, tapi saya tidak memberikan kesenangan hati untuk apa yang Tuhan janjikan”, akhirnya meskipun secara iman dan kebenaran kita atau firman Allah itu benar, tetapi kesenangan dan sukacita, gairah dan kesenangan diseret ke dalam hal lain yang membuat kita jatuh dalam dosa. Hal-hal ini yang harus kita perbaiki, Saudara tidak bisa menjadi anggota Kerajaan Allah tanpa menikmati janji Allah. Maka mari ubah selera kita, mari mulai belajar untuk mengetahui hal-hal apa saja yang Tuhan janjikan. Kitab Suci penuh dengan janji Allah, berapa banyak yang kita sadari, berapa banyak yang kita hafal? Ketika kita mengekspresikan keinginan kita, berapa banyak keinginan kita dipengaruhi oleh janji Tuhan? Ini sesuatu yang sebenarnya sangat kurang dalam diri kita tapi kita tidak sadar. Kita berpikir sudah cukup kalau kita rajin ibadah, sudah cukup kalau saya mempunyai komitmen kepada doktrin Reformed. Tetapi Saudara sekalian, tanpa disukakan oleh janji Tuhan bagaimana mungkin kita punya pengharapan lepas dari kesenangan dunia? Tuhan tidak memberikan kesenangan yang palsu, Tuhan tidak memberikan iman yang digerakkan oleh kehampaan dan kekosongan. Menikmati Tuhan adalah salah satu kebutuhan manusia yang paling besar. Dan karena saya perlu untuk menikmati Tuhan, maka saya perlu untuk mencari janji Tuhan. 

Memuliakan Nama Allah

Filipi 2: 9-11 “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”. Berikutnya kita membaca dari Kisah Para Rasul 4: 10-12, “maka ketahuilah oleh kamu sekalian dan oleh seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus, orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati — bahwa oleh karena Yesus itulah orang ini berdiri dengan sehat sekarang di depan kamu. Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan — yaitu kamu sendiri —,namun ia telah menjadi batu penjuru. Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.

Di bagian terakhir ini kita akan melihat bagaimana nama Kristus menjadi nama yang menyelamatkan. Di dalam seluruh sejarah nama Tuhan dipercayakan kepada Israel, ini yang kita sudah bahas, dari waktu Israel keluar dari Mesir Tuhan mengatakan “engkau akan disebut dengan namaKu. NamaKu akan termasyhur di seluruh bumi melalui engkau”. Israel dipanggil Tuhan keluar dari Mesir supaya orang dunia kenal Tuhan lewat mereka. Ini merupakan sesuatu yang tidak main-main, Israel menyandang nama Tuhan. Siapa mau kenal Tuhan, lihatlah Bangsa Israel. Bagaimana mengaitkan antara nama Tuhan dengan Israel? Cara satu-satunya untuk melihat kaitan itu adalah dengan melihat bagaimana Israel menjadi bangsa yang memuliakan Tuhan. Jadi nama Tuhan dipermuliakan jika Israel berfungsi sebagai bangsa sesuai dengan cara Tuhan, jika Israel menjalankan pemerintahan yang adil, jika mereka memperhatikan orang yang tertindas, jika mereka menyingkirkan orang jahat di tengah-tengah mereka, jika mereka menyingkirkan orang-orang pembuat dosa yang menghancurkan orang lain, maka Tuhan akan memberkati mereka. Jika mereka setia kepada Tuhan, maka Tuhan akan memberkati mereka. Bangsa ini akan menjadi bangsa yang secara politik, yang secara ekonomi, yang secara sosial, yang secara keadilan, yang secara hukum, yang secara pergaulan, yang secara penanganan alam menjadi bangsa yang memuliakan Tuhan. Memuliakan Tuhan bukan sesuatu yang hanya bersifat kata-kata, bukan hanya mulut, bukan hanya estetika memuji dan menyanyi, tapi memuliakan Tuhan berarti semua bagian berfungsi sebagaimana yang Tuhan mau. Salomo adalah gambaran kecil mengenai kesuksesan Israel, sebelum dia jatuh dalam dosa. Dikatakan bangsa-bangsa dari jauh mau datang. Mengapa datang? Mau melihat Salomo bagaimana menangani pegawai-pegawainya, bagaimana dia membuat sistem di negara ini, bagaimana dia menyelidiki alam, bagaimana dia membuat puisi-puisi dan pujian-pujian, Salomo membawa Israel mengerjakan seluruh aspek. Kalau Saudara baca baik-baik, Salomo punya aspek yang berkait dengan segala hal, dia berkait dengan alam, dia adalah orang yang memelihara tanaman, pohon-pohonan dan juga binatang. Dia selidiki binatang, dia selidiki pohon, Salomo menulis banyak buku yang sekarang sudah hilang, mengenai klasifikasi binatang, mengenai sifat-sifat tanaman, mengenai ciri-ciri hewan yang dia temui. Dan dia adalah orang yang mau koleksi, kumpulkan binatang-binatang dari berbagai tempat. Sebelum Tiongkok melakukan ini, Salomo sudah lebih dulu lakukan, kirim kapal, ambil binatang, ambil jenis-jenis hewan yang lain dari tempat yang jauh untuk diselidiki oleh Salomo. Dia menjadi penguasa atas binatang, seperti yang Tuhan mau Adam lakukan. “Adam, beranak cucu bertambah banyak dan penuhi bumi dan taklukkanlah”, apa yang ditaklukan? Binatang-binatang salah satunya, ini yang Salomo lakukan. Salomo juga menangani aspek estetika, dia membuat puisi, dia membuat lagu, dia membuat nyanyian, dia membuat kalimat-kalimat hikmat, dia membuat tulisan-tulisan bagi hidup, ini orang yang menangani banyak bidang. Lalu seluruh Israel berada di dalam keadaan damai, seluruh Israel adil, seluruh Israel baik, seluruh Israel kaya. Ini membuat kita kaget “jadi cari kaya itu tidak salah ya”, cari kaya tidak salah selama kekayaan itu diperjuangkan oleh sebuah bangsa demi kepentingan seluruh bangsa. Saudara, menjadi kaya itu bukan tugas individual, ini kesalahan dari teologi sukses mengatakan bahwa “kalau engkau percaya Tuhan Yesus, engkau sendiri kaya”, itu tidak beres. Kalau cuma satu orang ingin kekayaan bagi diri atau satu keluarga ingin kekayaan bagi keluarga dia, bagaimana dengan keluarga lain, bagaimana dengan seluruh kota, bagaimana dengan seluruh bangsa? Ketika Pak Ahok masih menjadi gubernur mengatakan “tugas saya adalah membuat warga DKI dompetnya tambah tebal”, ini boleh dikatakan oleh pemimpin. Karena dia tidak mengatakan “saya bertugas untuk membuat dompetku sendiri tebal”, tidak. Maka siapa mau jadi kaya, dia mesti pikir menjadi kaya bersama-sama seluruh komunitas, “mari seluruh kota, mari seluruh bangsa maksimalkan seluruh kekayaan yang Tuhan percayakan”. Indonesia punya begitu banyak kekayaan yang selalu salah dikelola. Kalau kekayaan negara digali apakah bisa didistribusikan dengan adil? Apakah negara menunjang orang rajin dapat hasil dan orang malas tersingkir? Kalau negara membuat orang malas tapi punya koneksi menjadi kaya, orang yang tidak tahu kerja, yang tidak tahu bersumbangsih mendapat uang karena mampu korupsi, ini negara tidak beres. Salomo menjadi contoh bagaimana Israel bisa memuliakan Tuhan. Memuliakan Tuhan bukan kita berkumpul lalu berseru “Haleluya Puji Tuhan”, bukan. Lebih memuliakan Tuhan berarti seluruh bagian dari seluruh negara berfungsi sebagaimana yang Tuhan mau sehingga seluruh rakyat mendapat berkat sejahtera dari Tuhan. Tuhan memberi berkat lewat para pemimpin yang bijak, Tuhan memberi berkat lewat orang-orang kunci di dalam sebuah negara. Jika orang-orang kunci ini takut akan Tuhan, maka Tuhan akan memberkati. Ini yang kita mau cari, “Tuhan kami ingin memuliakan Engkau. Bagaimana memuliakan Engkau?”, dengan berfungsi sebagaimana Tuhan mau. Di dalam buku dari seorang bernama Richard Middleton, dia mengutip dari Mazmur yang mengatakan “langit memuliakan Tuhan, bintang-bintang, matahari, bulan pujilah Tuhan. Hai gunung-gunung pujilah Tuhan. Hai laut pujilah Tuhan. Hai pohon-pohon di hutan, pujilah Tuhan. Hai binatang-binatang, pujilah Tuhan”. Lalu dia tanya sendiri di buku itu “bagaimana bintang, matahari, bulan, gunung, pohon-pohon, binatang, bagaimana mereka memuji Tuhan? Jawabannya adalah dengan mereka berfungsi sebagaimana seharusnya mereka berfungsi. Matahari sedang memuji Tuhan dengan menjadi matahari. Bulan bintang memuji Tuhan dengan menjadi bulan dan bintang. Di dalam Roma 8, Paulus mengatakan bahwa seluruh alam menantikan saat pembebasan dan saat pembebasan itu adalah ketika mereka berfungsi dengan cara yang memuliakan Tuhan setelah anak-anak Allah dibangkitkan dan mendapatkan keselamatannya. Seluruh alam akan kembali berfungsi dengan mulia sekali jika anak-anak Allah sudah dimunculkan. Tapi sekarang bagaimana? Sekarang tetap berfungsi tapi belum sempurna, sekarang tetap menyatakan kemuliaan Tuhan meskipun belum sempurna. Jadi seluruh alam memuliakan Tuhan dengan menjadi dirinya sendiri, dengan menjadi bagian yang harus menjalankan bagiannya di dalam ketetapan Tuhan.