Kita melanjutkan pembahasan dari Surat Filipi dan di dalam bagian ini kita melihat ada keindahan dari tema pengutusan. Di dalam Alkitab tema pengutusan ini tema yang mendominasi terutama di dalam Perjanjian Baru. Di Perjanjian Lama kita lihat ini terjadi, Tuhan mengutus nabi untuk berbicara kepada umat Tuhan. Tuhan juga yang mengangkat para imam untuk menjadi pemimpin ibadah di tengah-tengah Israel. Lalu di dalam Perjanjian Baru, Kristus adalah yang diutus oleh Tuhan. Kristus datang karena Dia diutus oleh Tuhan. Lalu ketika Kristus akan naik ke surga, Dia jugalah yang mengutus para murid untuk menyebar ke seluruh bumi. Jadi tema pengutusan ini tema yang dominan, orang diutus oleh satu orang yang lain. Di dalam artikel yang ditulis oleh seorang bernama Richard Gavin, dia adalah mantan profesor Perjanjian Baru dari Westminster Theological Seminary. Dia menulis sebuah artikel yang mengaitkan istilah Aramaik yang namanya syalia, ini istilah dari bahasa Aramaik yang lazim dipakai oleh orang Yahudi. Syalia ini adalah utusan, dan utusan ini bukan utusan hanya sekadar mewakili pendapat atau mewakili urusan yang akan dia tangani ketika dia berhubungan dengan orang lain. Tapi utusan ini adalah seorang yang benar-benar membawa kehadiran yang mengutus. Kalau satu orang mengutus orang lain, orang lain itu menjadi syalia dan syalia ini artinya dia menyatakan kehadiran si pengutus. Misalnya kalau saya mau membeli sebuah properti di tempat yang jauh, saya akan utus seorang syalia dan dia berhak menentukan harga menggantikan saya. Dia hadir menggantikan saya yang tidak bisa hadir. Jadi utusan bukan cuma seorang yang membawa pesan, bukan cuma message barrier, bukan cuma messenger, tapi utusan itu menyatakan kehadiran dari si pengutus. Tidak ada yang sadar dari tema ini lebih dalam dari pada Paulus, karena kalau kita lihat di dalam Surat Filemon dia menekankan tentang kehadiran dia, lewat kehadiran dari orang yang dia utus. Dan di dalam Surat Filipi pun sama dia menyatakan kehadiran dia melalui kehadiran orang yang dia utus. Ini merupakan pola yang pastinya Paulus pelajari dari Kristus, karena Kristus mengutus orang dan siapa menerima orang itu, dia menerima Kristus. Tema pengutusan ini sangat penting sehingga kita bisa belajar untuk menghargai Tuhan melalui menghargai utusanNya. Di dalam Kitab Suci siapa yang menerima seorang nabi, menerima upahnya nabi. Karena waktu dia menerima seorang nabi, dia menerima Allah yang hadir dengan diwakilkan oleh nabi. Demikian juga siapa yang menerima berita para rasul, mereka tidak menerima berita manusia tapi mereka menerima beritanya Kristus. Dan kalau mereka menolak para rasul mereka tidak menolak seorang manusia, mereka menolak Kristus. Jadi perkataan “terimalah dia seperti kamu akan terima saya”, ini merupakan konsep umum di dalam budaya Yahudi yang dipengaruhi oleh Bahasa Aramaik, bukan lagi Bahasa Ibrani. Tetapi tema ini menjadi tema yang sangat kuat oleh orang Kristen, karena orang Kristen menyadari ada pengutusan dari Kristus. Dan siapa terima utusan Kristus, dia menerima Kristus. Di dalam dunia ini Kristus mengidentikan diriNya dengan berbagai kelompok, Dia mengidentikan diriNya dengan para rasul, “jadi siapa terima berita rasul dia, terima berita dariKu”. Lalu Kristus juga mengidentikan diriNya dengan orang-orang miskin dan lemah, sehingga Yesus pernah berkata di dalam salah satu ucapan keras tentang penghakiman akhir “kamu Aku enyahkan, Aku tidak mengenal kamu hai pembuat kejahatan”. Lalu orang-orang yang berbuat kejahatan bingung “kami lakukan kejahatan apa? Kami tidak merasa jahat, kami tidak mengingat pernah berbuat kejahatan”. Yesus Kristus mengatakan “waktu Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan. Waktu Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum. Waktu Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian. Waktu Aku dalam penjara, kamu tidak mengunjungi. Apa yang kamu tidak lakukan untuk orang paling kecil di tengah-tengah kamu, kamu tidak lakukan untuk Aku”. Lalu Dia berkata kepada yang sebagian “mari masuk nikmati sukacita bersama dengan tuanmu”, dan orang-orang itu pun kaget “mengapa kami berhak mendapatkan sukacita ini? Apa yang kami lakukan? Kami tidak merasa baik”. Orang yang masuk surga tidak pernah merasa dirinya baik, tapi dia sudah jauh lebih baik dari orang-orang yang Tuhan buang. Orang baik tidak rasa baik, ini orang baik yang sejati. Orang-orang ini tidak merasa mereka baik “kami tidak melakukan apa-apa, mengapa kami mendapatkan perlakuan demikian istimewa?”, lalu Yesus mengatakan “karena pada waktu Aku lapar, kamu memberi Aku makan. Pada waktu Aku haus, kamu memberi aku minum. Pada waktu Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian. Pada waktu Aku dipenjara, kamu mengunjungi Aku”. Dan mereka bingung “Engkau kan Tuhan, Engkau tidak mungkin berada dalam keadaan lemah”. Tapi Tuhan Yesus mengidentikan diriNya dengan orang-orang miskin, ini berarti orang-orang miskin adalah utusan Kristus, dimana kehadiranNya diwakili oleh mereka. Ini sesuatu yang menakjubkan, Kitab Suci melampaui budaya lokal meskipun mengadopsi sebagiannya. Maka kalau sudah baca Kitab Suci, Saudara akan menemukan budaya lokal dinyatakan ulang, tetapi dengan cara yang jauh lebih indah, jauh lebih superior. Di dalam tulisan-tulisan Paulus, Paulus banyak mengakomodir bahasa-bahasa dari ajaran stoisisme yang populer pada waktu itu. Tapi ketika kita pelajari, nanti kita akan lihat itu di dalam surat Filipi, ternyata apa yang Paulus mengerti tentang firman, yang mirip ajaran stoisisme, jauh lebih dalam dimengerti dan dipahami lewat firman Tuhan, dari pada apa yang kita bisa pahami lewat stoisisme. Jadi apa yang Alkitab nyatakan selalu melampaui budaya. Ini satu pengertian yang saya terima dari Pendeta Stephen Tong, saya waktu bertobat ada di dalam sebuah gereja yang sangat anti filosofi, pokoknya baca Alkitab. Bahkan buku teologi pun dicurigai “jangan terlalu banyak baca buku teologi, kapan kamu baca Alkitabnya? Baca Alkitab lebih penting dari baca buku teologi”, tentu kita tidak menyanggah itu, memang membaca Kitab Suci lebih penting daripada membaca buku teologi. Tapi membaca buku teologi itu dalam rangka kita membaca Alkitab, saya makin menikmati membaca Alkitab justru karena menghabiskan banyak waktu membaca buku teologi. Maka saya sedikit bingung mengapa pendeta terus berkhotbah “hati-hati terhadap buku-buku lain, hati-hati terhadap ajaran dunia”. Lalu saya ikut KKR dari Pendeta Stephen Tong dan dia banyak kutip dari filsuf, dari John Locke, dari Plato, dari Aristotle, dari Immanuel Kant, dari Konghucu dan lain-lain. Saya kaget ada pendeta yang begitu berkuasa tapi kutip-kutip pemikir-pemikir non-Alkitab, berarti boleh. Maka saya mulai terpengaruh untuk pelajari dan saya mendapatkan kekayaan yang limpah dari mempelajari apapun yang sangat berpengaruh dan penting di dalam dunia. Tapi yang saya terima dari Pendeta Stephen Tong, apa pun yang sangat berpengaruh dan penting di dalam dunia tetap dilampaui oleh Kitab Suci. Justru kita sangat kagum kepada kelimpahan Alkitab setelah kita mempelajari hal lain di luar Alkitab. Demikian juga ketika kita membaca Stoisisme lalu membandingkan dengan tulisan Paulus kepada Jemaat Filipi, baru kita tahu ajaran Paulus jauh lebih superior dari pada ajaran Stoisisme. Nanti kita bahas di pasal 3, kita akan melihat bagaimana Paulus memberikan pengajaran yang sangat mirip Stoik tapi yang sangat jauh melampaui ajaran Stoik. Ketika kita mempelajari Kitab Suci kita lihat budaya lokal diekspresikan ulang, tetapi dengan cara yang jauh lebih baik. Maka bodoh kalau orang Kristen terlalu kagum sama budaya di luar Alkitab, lalu lupa menggali Kitab Suci dan menikmati apa yang Kitab Suci bisa bagikan. Tadi kita berdoa mengenai gereja-gereja Tuhan dan kita berharap gereja Tuhan bebas dari pengaruh yang terlalu membutakan gereja sehingga menikmati apa yang dunia tawarkan, tapi tidak tahu kelimpahan dari tradisi gereja sendiri. Tradisi musik sendiri dibuang tapi tradisi musik di luar gereja yang sebenarnya jauh lebih dangkal, ditarik ulang dan dibawa masuk, ini merupakan kebodohan. Kalau kita lihat di dalam Kitab Suci ada banyak gambaran yang mencerminkan budaya sekitar, budaya kontemporer, budaya sezaman, tetapi punya pengertian yang jauh melampaui. 

1 of 3 »