- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Suara Tuhan
Lanjutan dari Roma 10 ini adalah gabungan dari kutipan beberapa bagian, kita bisa melihat kutipan pertama yang Paulus ambil dari Yesaya 53. Ini adalah bagian yang menceritakan tentang sang hamba Tuhan yang menderita dan sulit percaya hamba itu akan menderita. Di dalam tradisi Yahudi ditafsirkan hamba itu adalah orang Israel di pembuangan, ini sangat terkenal karena dipopulerkan seorang filsuf bernama Levinas. Dan tafsiran Yesaya 53 sedang berbicara tentang orang Israel yang menderita itu sangat sulit dikaitkan dengan tafsiran yang lebih teliti karena Yesaya 53 itu dibuka dengan mengatakan “siapa yang percaya kepada pemberitaan kami?”. Jadi ini adalah berita yang sulit dipercaya, tidak bisa diterima bahkan oleh orang Israel. Lalu tafsiran yang kedua mengatakan hamba yang menderita itu adalah Yesaya sendiri. Dan ini juga sangat sulit dipahami, sangat sulit diterima, karena kita tahu di dalam penulisan nubuat dari Yesaya, Yesaya tidak melibatkan dirinya terlalu banyak kecuali dalam bagian ketika dia dipanggil Tuhan atau dalam bagian ketika dia mendapatkan kesulitan karena ternyata beritanya melampaui apa yang dia ketahui. Ini yang bisa kita lihat dari kehidupan Yesaya. Ada kisah sukses juga, Yesaya adalah seorang yang menubuatkan tentang takluknya Asyur, Asyur dengan 80.000 ternyata ditaklukkan oleh Tuhan. Ini menjadi sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan Yesaya dan agak sulit memahami dia bicara tentang dirinya yang menderita. Dan kalau pun orang mengatakan bukankah diakhir hidup zaman Raja Manasye, Yesaya menderita? Kalau kita tafsirkan kesitu, tetap kita tidak bisa memahami mengapa berita ini sulit diterima. Lalu mengapa Paulus mengutipnya sebagai sesuatu yang mengaitkan kita kepada Injil, kepada salib? Jadi Yesaya 53 ini sedang berbicara tentang penderitaan sang hamba, hamba yang menderita. Dan berita tentang hamba yang menderita ini ternyata tidak bisa diterima, ini adalah keluhan Yesaya suatu saat berita ini akan dipamerkan kepada orang Israel dan orang Israel tidak mempercayainya. Paulus merasa penolakan orang Yahudi terhadap berita Injil adalah penggenapan dari Yesaya 53, terutama di dalam bagian ketika dikatakan “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami?”. Jadi di dalam kutipan pertama Paulus mengutip Yesaya mengenai kesulitan orang Israel menerima Injil. Lalu apakah kesulitan ini karena kurangnya orang yang bicara? Mungkin yang bicara itu kurang gencar. Ayat 18 adalah kutipan kedua, kutipan kedua ini diambil dari Mazmur 19, Mazmur yang sangat terkenal tentang suara Tuhan lewat alam. Dikatakan dari kutipan ini “suara mereka sampai ke seluruh dunia dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi”. Ini adalah kutipan yang membuat kita mengerti konteksnya Mazmur 19. Di dalam Mazmur 19 dikatakan Allah itu menyatakan diri dengan cara yang sangat spektakuler, seluruh keindahan alam sebenarnya adalah panggilan Tuhan untuk manusia menikmati Allah. Jadi tidak ada orang yang akan luput dari panggilan ini. Kalau ada yang mengatakan “sepertinya firman Tuhan belum sampai ke kami, kami orang yang tinggal di tempat terpencil”. Maka Mazmur 19 akan mengatakan “tempat terpencil apakah yang seumur hidupnya tidak pernah melihat matahari terbit?”, tidak ada, jadi suara ini sampai ke ujung bumi. Tidak ada tempat yang tidak dapat Wahyu Tuhan secara umum di dalam alam. Di Roma 10:19, ada kutipan dari Kitab Ulangan 32: 21, di dalam kutipan ini pun Paulus memaksudkan untuk kita memahami Musa itu sedang menyatakan pesan yang sangat penting, sangat membagikan orang Israel menjadi dua, siapa yang percaya dan siapa tidak, tapi dalam bentuk pujian, puisi. Jadi Ulangan bagian terakhir pasal yang ke-32 itu bicara tentang lagu Musa, nyanyian Musa, pujian yang merangkumkan pesan dia orang-orang Israel akan berbahagia kalau mendengar firman. Tapi mereka akan sangat kasihan keadaannya jika mereka menolak Tuhan. Itu sebabnya di Ulangan 32 itu ada semacam pernyataan tentang berkat dan kutuk, tapi dipujikan atau dijadikan semacam puisi oleh Musa. Dikatakan orang-orang yang akan berdosa, masa depan, kalau Israel setia mereka akan dapat berkat. Tetapi orang-orang akan berdosa itu, dosa utamanya adalah mereka akan membangkitkan murka Tuhan, cemburu Tuhan. Maka Tuhan akan bangkitkan cemburu mereka, itu kalimat yang sangat unik kalau Israel berdosa Tuhan akan bangkitkan cemburu mereka. Ini sesuatu yang sulit dimengerti apa maksudnya membangkitkan cemburunya Israel? Paulus menafsirkan disini membangkitkan bemburunya itu berarti Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain. Sesuatu yang unik, tafsiran Paulus ini yang akan kita coba bahas pada hari ini, tafsiran-tafsiran ini. Di bagian terakhir pasal 10:21, Paulus mengutip diambil dari Yesaya. Paulus adalah seorang yang sangat dipengaruhi oleh Kitab Yesaya. Dan di dalam pasal yang ke-65 di sini ada peringatan Tuhan, Ia murka kepada bangsa yang sudah mendapatkan berkat begitu besar. Jadi kalau kita perhatikan-kutipan kutipan yang diambil Paulus adalah kutipan-kutipan yang mengarahkan kita pembacanya untuk menyadari Israel itu tidak kekurangan cinta Tuhan. Tuhan tolak mereka, itu bukan sesuatu yang tidak adil. Tuhan tidak mungkin menolak yang sebenarnya tidak layak atau tidak seharusnya ditolak. Jadi Paulus mau menekankan, ini argumen yang indah sekali kalau kita lihat dari pasal 8, Paulus menekankan tentang konsep pilihan “kamu sudah dipilih oleh Tuhan dan karena itu ada berkat yang bahagia”. Pasal 9 lebih ketat lagi dia menjelaskan tentang doktrin pilihan. Dan pasal 10 dia menekankan tentang keadilan Tuhan, Tuhan bukan tanpa pernyataan, Tuhan bukan tanpa panggilan. Dari situ di dalam pengertian dari Teologi Reformed kita mengetahui ada panggilan yang efektif yaitu kepada kaum pilihan dan ada panggilan yang Tuhan nyatakan tapi tidak efektif karena dinyatakan kepada semua yang bukan pilihan. Tapi di dalam pasal ke-10 dari ayat-ayat yang kita baca tadi, tidak berarti panggilan Tuhan itu tidak serius. Jadi Saudara harus mengerti panggilan Tuhan kepada orang pilihan adalah panggilan yang penuh bahagia karena dinyatakan dengan anugerah yang melampaui anugerah yang Tuhan berikan secara umum. Tapi anugerah umum ini bukan anugerah rendah. Jadi kita tidak bisa menganggap panggilan Tuhan kepada kaum pilihan adalah panggilan biasa, tetapi wahyu umum Tuhan adalah panggilan rendah, itu salah. Panggilan Tuhan di dalam wahyu umum atau di dalam panggilan yang Tuhan nyatakan kepada semua, termasuk orang-orang yang bukan pilihan, itu adalah panggilan yang sangat besar, sangat mulia dan sangat kuat. Tetapi kebejatan manusia lebih kuat, maksudnya kebejatan manusia yang mengarahkan mereka untuk lari dari Tuhan itu lebih kuat lagi. Lebih kuat dari Wahyu Tuhan? Bukan. Lebih kuat dari semua panggilan yang Tuhan nyatakan, tetapi tidak mungkin lebih kuat dari panggilan khusus Tuhan. Itu sebabnya panggilan khusus Tuhan menang atas orang-orang yang sebenarnya hatinya sama kerasnya dengan orang-orang lain. Jadi Saudara bisa melihat kemenangan Tuhan itu dinyatakan kepada orang-orang pilihan. Merekalah yang akhirnya kembali kepada Tuhan.
Tetapi bagian ini khusus menyoroti tentang mereka yang keras hati. Bagaimana dengan mereka yang keras hati? Apakah mereka boleh lepas dari tanggung jawab atau fokusnya dalam apakah Israel boleh lepas dari tanggung jawab. “Kami kan menolak karena kami tidak pernah dengar berita yang Tuhan mau nyatakan”. Kita akan lihat kutipan-kutipan ini dan kita akan coba bahas argumen Paulus yang terdiri dari empat bagian yang sangat penting bagi kita. Di bagian pertama adalah Paulus sendiri sedang menyatakan ketidakpercayaan orang terhadap berita Injil adalah ketidakpercayaan yang bodoh. Ini pembagian yang penting di dalam kitab hikmat orang Israel, ada orang bijak dan ada orang bodoh, ini pembagian simple. Siapa masuk kategori bijak dan siapa masuk kategori bodoh. Dari banyak argumen atau banyak penjelasan yang diberikan, misalnya di dalam Kitab Amsal, maka orang-orang yang bodoh ini adalah orang-orang yang tidak menanggapi firman. Seperti yang dikatakan Yesaya “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami?”. Kalau jawabannya tidak ada berarti semua orang Israel adalah orang bodoh. Orang bodoh adalah orang yang tidak menanggapi firman. Dia tidak menerima firman bukan karena firman Tuhan melampaui dia, tapi karena hati dan pikirannya itu tidak klop dengan apa yang Tuhan mau berikan. Cara berpikir adalah sesuatu yang sangat penting, ketika Saudara mendengar sesuatu maka apa yang berkait dengan cara berpikir kita itu akan kita terima dengan baik. Maka kalau Saudara mengatakan “saya ini terlalu bodoh untuk memahami Firman”, Saudara harus tahu Kitab Suci mengatakan firman Tuhan justru diberikan kepada orang yang bodoh. Tetapi bukan bodoh dalam pengertian bodoh tak bisa dididik, karena hikmat dan bodoh dalam pengertian kitab hikmat adalah pembagian antara orang yang punya bijaksana, hikmat dan mempunyai kekerasan hati, itu yang disebut bodoh. Ini bukan bodoh intelektual, ini adalah bodoh hati yang keras, karena tidak mau berubah. Hati yang keras tidak mau berubah itu diwujudkan dalam pikiran yang tidak pernah mau dikoreksi. Bukan cuma tidak mau dikoreksi dosanya, tapi tidak mau dikoreksi cara berpikirnya. Cara berpikir berubah itu susahnya bukan main. James Smith mengatakan untuk merubah cara pikir, kita bukan cuma perlu mendapatkan informasi, tapi kita perlu mempunyai liturgi, kebiasaan yang mendalam, sesuatu yang merubah cara kita hidup dan cara kita untuk menjalankan hidup sehari-hari. Ketika kita mempunyai kebiasaan yang terus berulang ini di dalam liturgi yang baik, maka pelan-pelan worldview Kristen itu akan makin tersusun. Jadi worldview Kristen itu penting, tetapi bukan hanya bersifat informatif. Kita bukan cuma perlu informasi untuk berubah. Kita perlu rutinitas yang berulang untuk merubah cara berpikir kita. Maka di dalam kitab hikmat, orang bodoh adalah orang yang cara berpikirnya keras, yang ngotot di dalam pendirian yang dia pegang dan dia cuma mau dapat informasi yang setuju dengan cara berpikir dia, yang nyambung dengan apa yang dia susun sebagai cara berpikir. Dan orang-orang seperti ini tidak mungkin menanggapi firman karena yang Tuhan nyatakan kepada manusia berbeda dengan apa yang manusia pahami tentang dunia ini dan tentang Tuhan. Itu sebabnya cara berpikir manusia yang perlu dikoreksi inilah yang jadi sorotan di dalam Yesaya 52 sampai 53. Yesaya mengatakan “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami? Karena kami memberitakan penderitaan”. Ada hamba, hamba ini kalau kita lihat dalam tradisi Yesaya adalah Sang Mesias. Yesaya ini yang mengaitkan antara berita mesianik dengan konsep hamba. Ini adalah The Servant King, Mesias itu Raja dam Yesaya menekankan tentang kondisi hamba dari Raja ini. Maka waktu orang Israel baca Yesaya dan memahami Yesaya bicarakan tentang Mesias, tentu sulit dipahami Mesias ini akan menderita. Bayangkan berapa nyambungnya Paulus dengan Yesaya, waktu Paulus bicarakan Injil kepada Baryesus kepada Elimas, dia menolak, ini adalah seorang ahli nujum yang menjadi pelayan di bawah seorang gubernur namanya Sergius Paulus, ini Saudara bisa baca di dalam Kitab Kisah Rasul. Waktu Gubernur Sergius Paulus mendengar tentang pekerjaan Paulus, dia sangat rindu mau dengar Injil. Tapi Elimas ini terus membelokkan Injil. Maka Paulus mengatakan “kamu adalah dari setan. Sampai kapan kamu mau berhenti membelokkan jalan Tuhan yang lurus itu? kamu terus belokan kebenaran”. Akhirnya Elimas dibuat menjadi buta dan Gubernur Sergius Paulus dibuat beriman. Tuhan mau menyatakan orang Romawi percaya Injil dan orang Yahudi, Elimas adalah orang Yahudi menjadi pendistorsi Injil. Dia membelokkan berita Injil. Mengapa sulit bagi orang Yahudi menerima berita Injil? Karena mereka sangat ingin jaya. Ini menjadi cara berpikir orang bebal, “Karena kalau saya mengidentikan diri dengan kondisi lemahnya saya, sulit bagi saya untuk menikmati berita itu”. Dan kalau kita mengingat Mesias dan umatNya itu akan satu, Israel percaya ini Mesias dan Israel akan nasibnya sama, maka penyaliban itu akan buruk, “berarti nasib saya akan sama, saya akan menderita seperti Mesias kah? Saya tidak terima itu”. Cara berpikir ini adalah sesuatu yang sulit diubah. Orang Israel sepakat untuk menolak Injil tanpa kesadaran mereka sepakat untuk menolak Injil. Mereka mendengar berita Injil dan mereka katakan “kami tidak mau terima”. Inilah sebabnya Paulus merasa penting untuk mengutip dari kitab Yesaya, karena penolakan orang Israel adalah penolakan yang sangat tidak baik. Sebab Tuhan adalah Allah yang memberitakan beritaNya dengan cara yang sangat penuh belas kasihan. Jadi ada alasan untuk Israel menolak? Tidak. Apakah mereka kurang mengerti? Tidak mungkin, karena di dalam bagian selanjutnya ayat 17 dikatakan iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus. Jadi apakah orang Israel wajar tidak percaya? Tidak wajar, orang yang tidak percaya Tuhan berada di dalam penolakan yang keras, bukan karena kurang informasi. Itu sebabnya Paulus mengutip Mazmur 19. Mazmur 19 adalah bagian yang sangat kuat karena menekankan pentingnya memahami Allah adalah Allah yang memanggil orang di dalam kebaikan. Kutipan dari Calvin, Institute buku pertama, bab ke-5 di bagian awal, Calvin menekankan pengenalan akan Allah adalah the final goal of the blessed life, hidup yang diberkati tujuannya itu adalah mengenal Allah. Jadi the final goal of the blessed life adalah mengenal Allah. Sehingga kalau ditanya, Calvin akan jawab ada dua kelompok orang yang pertama itu bahagia yang diberkati, yang kedua adalah yang yang menerima kutuk, yang hidup seperti orang terkutuk. Bedanya apa dua kelompok ini? Yang pertama mendapatkan pengenalan akan Allah, yang kedua menolak pengenalan akan Allah. Calvin berargumen dari kalimat ini, kalau tujuan utama hidup yang diberkati itu adalah mengenal Allah, mungkinkah Allah sengaja sembunyikan diriNya? Karena ini adalah tujuan, ini penting, ini sangat hebat, hanya yang berprestasi yang bisa dapat. Tuhan bagikan hanya kepada kaum intelektual atau yang pintar atau yang bisa susun teka-teki? Apakah Tuhan sembunyikan diri di dalam riddle, di dalam teka-teki, di dalam kemisteriusan, di dalam keadaan yang tidak bisa dicapai lalu Tuhan berikan sayembara “siapa bisa temukan Aku di mana, kamu akan dapat blessed life, hidup yang diberkati. Silakan manusia berjuang”. Calvin mengatakan tidak, karena Allah itu baik. Jadi apa yang diperlukan oleh manusia untuk mengenal Allah, itu Tuhan berikan, ini kutipan dari Roma pasal pertama. Apa yang diperlukan untuk manusia kenal Allah, diberikan oleh Tuhan dengan limpah. Dari sini Calvin menjadi sadar “kalau begitu Tuhan itu baik”. Jadi kalau Saudara mau bikin kategori baiknya Tuhan itu mengapa, Saudara mesti tahu dulu tujuan hidup itu apa. Kalau Saudara tahu tujuan hidup apa, baru Saudara bisa menilai kira-kira Tuhan baik atau tidak. Jadi manusia jauh dari Tuhan tapi dia akan kembali ke Tuhan. Gerak memutar, menjauh kemudian Tuhan panggil mendekat. Aspek yang sangat penting di dalam buku Summa Theologiae adalah manusia harus punya tujuan untuk kembali ke Tuhan. Kalau ini tujuannya maka etika jadi bisa dipahami secara serius dan benar, kemudian keindahan bisa kita pahami dengan baik, juga tentang kebaikan Tuhan. Kebaikan Tuhan jadi jelas bagi kita kalau kita tahu apa tujuan hidup kita. Salah satu yang mendistorsi, yang menyelewengkan manusia dari hikmat sejati adalah tujuan hidup yang salah. Karena kita punya final goal itu adalah bukan kehidupan yang diberkati dengan pengenalan akan Tuhan. Maka kita terdistorsi, terbelokkan, dan kita mulai menilai kebaikan Tuhan berdasarkan yang Tuhan lakukan kepada kita untuk membuat kita mencapai tujuan yang kita pikir tujuan itu. Ini mirip dengan anak kecil, waktu anak kecil dikasi coklat dan es krim, bagi yang suka coklat dan es krim, mereka akan mengatakan orang yang memberi itu baik. Mengapa baik? Karena the final goal of blessed life bagi anak kecil adalah makan es krim mungkin. Jadi ketika mereka menemukan ada orang yang memberikan kesenangan itu, mereka merasa tujuan hidup dipenuhi “orang-orang ini memberikan kepada saya tujuan hidup”. Tapi tentu kita tidak menyetujui tujuan hidup yang sesimple itu, tujuan hidup bukan itu. Kalau tujuan hidup kita salah, kita juga akan salah menilai kebaikan Tuhan. Di dalam Institutes, Calvin menyadari Tuhan itu baik. Dan dia mulai menuturkan kesadaran dia meskipun dia bukan sedang mengekspresikan “saya menyadari”, dia kurang memakai kata “saya”, pengalaman hidup dia masuk di dalam bukunya. Tapi di dalam buku itu kita sadar Calvin memberitahukan kepada kita satu-satunya cara untuk membuat kita tahu Allah itu baik adalah kita mesti sinkron dulu dengan tujuan hidup yang benar dari Sang Pencipta kita. Mengapa kita dicipta? Banyak orang yang bertanya ini ketika keadaan sedang buruk. Dia mulai mempertanyakan tujuan penciptaan, ini bukan menanyakan apa tujuan hidup, dia sebenarnya sudah tahu tujuan hidupnya, cuma dia rasa tujuan hidupnya dikacaukan oleh Tuhan. “Aku mau mencapai ini tapi Tuhan menjadi pengacaunya”. Banyak orang marah ke Tuhan karena tujuan hidup dia yang dicanangkan sendiri didistorsi oleh Tuhan. Tanpa kita sadar tujuan hidup yang Tuhan sudah terapkan untuk kita, kita distorsi sendiri, kita belokkan tujuan yang harusnya diberikan untuk Tuhan tetapi dibelokkan ke dalam bidang yang kita mau. Lalu kita merasa Tuhan mengganggu kita mencapai tujuan itu.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Injil Bagi Bangsa-Bangsa
Saudara sekalian, Roma 10 ayat yang ke-12 menekankan bahwa Tuhan sekarang jadi Allah bagi orang Yahudi maupun orang Yunani. Ini tentu cara berbahasa dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi dan Yunani, karena di dalam tradisi dari Israel di abad pertama, ada dua kelompok orang berbahasa yang satu adalah Aramaic yaitu orang-orang Yahudi, jadi tidak ada lagi bahasa Ibrani sejak sekitar 200 tahun sebelum Masehi, orang-orang Yahudi sudah menjadikan bahasa Aramaic bahasa sehari-hari. Jadi bahasa Ibrani sudah lama tidak ada, sudah lama tidak dipakai. Bahkan Kitab Suci bahasa Ibrani sudah tidak bisa dibaca lagi oleh orang Israel karena mereka pada zaman itu sudah berbahasa Aramaic. Jadi ada dua kelompok pertama kelompok Israel yang berbahasa Aramaic. Satu lagi adalah kelompok orang-orang internasional yang berbahasa Yunani. Sehingga ketika Paulus mengatakan ada orang Yahudi dan orang Yunani, ini pembedaan dari cara pandang Yahudi untuk mencakupkan semua bangsa ke dalamnya. Ini tidak bicara cuma ada dua bangsa, orang Yahudi berbahasa Aramaic atau orang Yunani, tidak. Tapi ini berbicara tentang orang Yahudi yang berbahasa Aramaic dan orang-orang lain yang memakai bahasa internasional pada waktu itu yaitu bahasa Yunani. Jadi bahasa ini mencakup sebenarnya semua bangsa yaitu Yahudi dan Yunani. Karena tidak ada bangsa di dalam dunia pada waktu itu yang ketika berelasi secara internasional tidak menggunakan dua jenis bahasa ini. Kalau orang Israel mereka memakai Aramaic, kalau orang yang lain mereka akan memakai bhasa Yunani. Jadi Paulus mengatakan tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa yang lain, karena Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Tapi ini harus kita letakkan di dalam konteks. Jadi Tuhan memanggil, tetapi panggilan Tuhan yang Tuhan berikan secara umum tidak ditanggapi secara efektif oleh semua orang. Hanya mereka yang menanggapi panggilan Tuhan secara efektif, itulah yang akan menjadi umat, dan entah dia orang Yahudi berbahasa Aramaic atau dia orang Yunani yang berbahasa Yunani, atau bangsa-bangsa yang berbahasa Yunani, mereka tidak mungkin berespons kepada Tuhan jika Tuhan tidak memberikan panggilanNya. Jadi setelah Paulus membahas tentang keindahan menjadi orang atau menjadi bangsa yang bisa percaya kepada Kristus, dia kembali ke tema pasal 9 yaitu Tuhan yang mengerjakan melalui pilihan. Doktrin pilihan kembali menjadi pembahasan Paulus di dalam ayat 12 dan seterusnya. Maka Paulus mengatakan tidak ada pembedaan bagi orang percaya, engkau berasal dari orang kelompok berbahasa Aramaic yaitu Yahudi atau berbahasa Yunani yaitu bangsa-bangsa lain. Jika engkau berseru kepada Tuhan karena Kristus, maka engkau adalah bagian dari umat Tuhan. Lalu di dalam ayat 13, ini kalimat yang tidak hanya berbicara soal status keselamatan, status keselamatan sudah kita miliki sebelum kita berseru. Berseru sebenarnya adalah sebuah teriakan minta tolong, siapa yang minta tolong kepada Tuhan akan diselamatkan. Salah satu yang indah dari memiliki Allah yang sejati adalah bahwa kita bisa berkomunikasi karena ada relasi dengan Allah yang sifatnya relasional. Maka kalau Allah bukan Allah Tritunggal kita akan jatuh ke dalam kekosongan dari bangsa-bangsa lain yang menyembah berhala yang banyak, tetapi yang tidak berelasi dengan baik. Kita sulit untuk brrelasi dengan pribadi-pribadi yang tidak punya kesatuan relasional, sesuatu yang sulit. Tapi kalau kita menyembah Allah yang satu, seperti yang dilakukan di dalam tradisi Yahudi dan juga Islam dalam tradisi monoteisme, kita percaya kepada Allah yang satu tetapi tidak relasional. Maka kita sulit memahami relasi sebagai sesuatu yang utama. bahkan di dalam pemikiran dari Agustinus dikatakan jika Allah kita bukan Allah Tritunggal maka kita cuma tahu relasi top down (relasi atas ke bawah). Karena itulah relasi yang Allah contohkan, Allah tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sejenis karena tidak ada yang sejenissengan dia. Mereka tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sekarang karena tidak ada yang setara dengan tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia makan tidak ada orang punya pelanggan untuk relasi yang setara manusia menjadikan dirinya teladan untuk kelas yang setara? Karena tidak ada yang setara dengan dia. Tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia, maka tidak ada orang bisa punya teladan untuk relasi yang setara. Manusia akan menjadikan dirinya teladan untuk relasi yang setara, karena Tuhan tidak punya itu. Maka kalau kita menyembah berhala ada relasi yang setara tapi tidak ada kesatuan berarti tidak ada relasi. Ada kesetaraan tapi tidak ada relasi yang satu. Tapi kalau kita percaya Allah yang satu, tidak ada relasi yang setara karena Allah berelasi dengan malaikat yang tentu jauh lebih rendah dan dengan manusia yang jauh lebih rendah. Siapa yang menjadi pribadi yang darinya kita belajar tentang apa itu kasih, apa itu penghargaan, apa itu penghormatan, apa itu kesetaraan, apa itu hak asasi manusia, ini poin penting karena hak asasi manusia mensyaratkan pemahaman bahwa semua manusia itu sama. All man and woman are created egual, semua orang itu sama, diciptakan sama. Laki-laki dan perempuan sama, orang warna kulit apa sama, orang mempunyai kedudukan sosial yang dibagi oleh kebiasaan masyarakat setelah jatuh dalam dosa, tetap punya kesamaan di dalam kemanusiaannya. Itu sebabnya mengerti hak asasi manusia hanya mungkin terjadi kalau kita tidak menjadikan diri kita standar untuk relasi yang setara karena kita terbukti gagal di situ. Sama seperti dewa-dewa Yunani terbukti gagal atau dewa-dewa Romawi terbukti gagal di dalam relasi. Kalau begitu siapa yang kita bisa jadikan standar atau siapa sumber relasi setara? Allah Tritunggal. Itu sebabnya di dalam mengimani Allah sejati, kita akan mengetahui bagaimana mencintai dan bagaimana hubungan dengan pribadi yang mencintai kita. Dan salah satu yang membuat kita dapat menikmati relasi ini adalah berseru. Itu sebabnya orang yang belum pernah berseru kepada Tuhan, dia tidak tahu indahnya beriman kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, orang yang terus-menerus mengeluh juga tidak tahu indahnya Tuhan. Berseru di dalam meratap sekalipun itu beda dengan bersungut-sungut. Di dalam pengertian Alkitab terutama di Kitab Keluaran, bersungut-sungut adalah keengganan untuk berjalan bersama dengan Tuhan. Sedangkan meratap adalah ada kerelaan ikut jalan Tuhan, tapi tidak ada pengertian, tidak ada kekuatan. “Saya mau berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi saya tidak punya kekuatan dan saya tidak punya pengertian maka saya meratap”. Tapi orang-orang yang berkeluh kesah, yang kalau di dalam Kitab Keluaran dan Bilangan itu dikatakan sebagai orang-orang yang binasakan, mereka adalah orang-orang yang bersungut-sungut. Bersungut-sungut berarti enggan berjalan bersama dengan Tuhan. “Kembalikan kami ke Mesir, kami tidak mau lagi dipimpin oleh Allah”, ini perbedaan sangat signifikan. Orang-orang yang meratap atau yang berseru kepada Tuhan adalah orang-orang yang mengatakan “saya akan berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi izinkanlah sepanjang perjalanan ini saya mengeluh, tapi saya akan berjalan”, ini yang Tuhan tampung, Tuhan menampung keluhan kita dan mendewasakan kita sehingga keluhan kita mendewasakan pengenalan kita akan Tuhan. Ketika kita menjadi orang yang beriman kepada Tuhan, kita menikmati berseru kepada Allah.
Ini highlight yang sangat penting karena di dalam Surat Roma, Paulus menekankan tentang keindahan jadi umat pilihan. Predestinasi itu sangat indah bagi orang yang memahaminya karena kita tahu bahwa kita tidak beda dari orang lain diberikan cinta kasih dan kesetiaan yang sangat besar. Saudara dan saya adalah orang-orang dicintai dan in yang membuat kita penuh dengan sukacita. Maka Paulus mengatakan siapa berseru kepada kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Urutannya penting untuk kita pahami, Paulus tidak sedang bicara keselamatan di dalam status karena kalau dia bicara keselamatan dalam status, dia akan mengatakan “siapa yang sudah diselamatkan dapat berseru kepada Tuhan”, itu yang seharusnya. Tapi ini dibalik “siapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”, seringkali kita berpikir bahwa ini adalah pengakuan iman, kalau kita menginjili orang kita suruh mereka menyebut supaya sebelum mati menyebut dulu atau bagaimana, karena dengan menyebut akan membuat selamat. Itu pendapat yang salah karena Saudara akan menyamakan kemampuan bicara dengan status keselamatan, dan itu bukan sesuatu yang ditekankan oleh Paulus. Pengakuan itu penting, pengakuan itu keluar dari hati yang sudah percaya. Dan bukan sebaliknya, bukan saya mengaku dulu baru saya bisa percaya. Karena aneh kalau Saudara mengakui sesuatu yang Saudara belum percaya, baru setelah itu Saudara percaya. Apa tidak lebih benar kalau dia diselamatkan dulu baru dia berseru? Karena berseru di sini bukan cuma mengaku kalau dalam pengertian yang Paulus pakai, tapi minta tolong kepada Tuhan. Siapa yang sudah diselamatkan bisa minta tolong kepada Tuhan, ini yang lebih tepat. Tapi Paulus berbicara tentang keselamatan yang bukan status di sini, status sudah diperoleh. Setelah Saudara mendapatkan Tuhan, Saudara diselamatkan. Tetapi setelah Saudara ada di dalam keselamatan, Saudara bisa minta tolong kepada Dia, dapat berseru dan Tuhan mendengar. Dan inilah keindahan menjadi milik Tuhan, karena di dalam Mazmur 33 yang kita tadi sudah baca dikatakan bahwa orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang akan hanya berharap akan kasih setia Tuhan, Mazmur 33: 18, “jika kami ada kesulitan bahaya maut”, ayat 19 dari Mazmur 33 mengatakan, “dan jika kami masuk ke dalam masa kelaparan atau bahaya yang lain maka kami bisa berseru kepada Tuhan”. Karena Mazmur 33: 18 mengatakan “sesungguhnya mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya. Tuhan menyenangi orang-orang yang hanya mau minta tolong kepada Dia, yang benar-benar rentan jika tidak ada Tuhan. Itu sebabnya ayat 20 dengan sukacita menyatakan pujian kepada Tuhan “jiwa kita menanti-nantikan Tuhan, Dialah penolong dan perisai kita. Karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada namaNya yang kudus kita percaya. Kasih setiaMu ya Tuhan kiranya menyertai kami seperti kami berharap kepadaMu”. Di sini ada 1 kebajikan, ada 1 karakter indah dari umat Tuhan yang digali oleh Mazmur 33. Jadi Mazmur 33 mengatakan umat Tuhan punya karakter yang orang lain tidak punya, yaitu bersukacita karena Tuhan adalah Penolong kita. Ini menjadi tema yang sering kita lupa karena kita berpikir bahwa setelah kita milik Tuhan harusnya kita berdamai dengan keadaan apapun, harusnya kita berdamai dengan situasi apapun, harusnya kita berhenti berharap untuk situasi berubah, itu tidak tepat karena Mazmur 33 menunjukkan ada perbedaan antara orang yang tidak kenal Tuhan. Orang yang tidak kenal Tuhan, tidak akan bisa berseru kepada Tuhan, tidak akan mau juga. Dan karena itu mereka kehilangan karakter yang indah yaitu mempunyai jiwa yang menanti-nantikan Tuhan, mempunyai jiwa yang sadar indahnya dilepaskan oleh Tuhan. Orang-orang ini orang-orang yang bahagia, dan kita sebenarnya diundang oleh Tuhan untuk menjadi orang yang sedemikian karena di dalam tradisi bangsa-bangsa manapun, tidak ada kemungkinan untuk berseru kepada Tuhan. Ini kontroversial karena orang zaman dulu yang mendengar Paulus, akan mengatakan “Paulus, engkau salah, kami senantiasa berseru kepada Tuhan, kami berseru kepada Dia. Kami datang kepada Dia”, sama, “jadi kamu percaya Kekristenan? Kamu berseru kepada Allahmu. Tapi kami juga berseru kepada ilah kami, kami berseru kepada Hera, kami berseru kepada dewa-dewa lain, kami berseru kepada Zeus, kepada siapa pun yang kami harap menolong kami. Jadi engkau berseru dan kami berseru, sama”.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Iman dan Kemenangan
Di dalam Roma 10, Paulus sedang memberikan argumen selanjutnya mengenai orang-orang yang beriman kepada Kristus. Di dalam pengertian orang-orang Yahudi, keindahan mengenal Tuhan adalah Tuhan akan mencabut mereka dari pengaruh dan juga dari politik bangsa-bangsa yang menyembah berhala menjadi sebuah bangsa yang khusus. Ini merupakan satu komitmen yang mengaitkan iman dengan politik. Bagi orang Israel percaya kepada Tuhan bukan hanya sesuatu yang berkait dengan agama dan iman, tapi juga sesuatu yang berkait dengan komitmen politik mereka. Mereka tidak lagi berlindung di bawah Firaun. Di zaman kuno, meskipun para raja itu memerintah dengan cara yang sangat diktator, tapi mereka percaya raja yang ditempatkan di atas mereka adalah anak allah atau anak dewa, adalah utusan dewa untuk melindungi seluruh bangsa. Karena bangsa-bangsa punya dewa masing-masing, maka dewa itu punya kepentingan untuk bangsanya tetap jaya. Misalnya ketika satu bangsa perang dengan bangsa lain, bangsa yang menang adalah pertanda dewa mereka menang atas dewa bangsa lain. Jadi sebuah bangsa mempunyai ilah utama, dan ilah utama ingin memelihara bangsa itu. Maka dewa itu akan menempatkan raja sebagai pelindung, ini konsep yang umum pada zaman itu. Maka ketika Israel menyadari mereka berlindung di bawah Firaun, mereka berlindung pada penyembah berhala, mereka berada di sebuah agama yang tidak mengenal Tuhan Pencipta langit dan bumi, mereka tidak mungkin sejahtera di dalamnya, mereka harus ditarik keluar, mereka harus menjadi bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah, imamat yang rajani. Mereka mesti keluar dari Mesir dan mereka mesti menjadi umat yang dipimpin oleh imam untuk menyembah Allah, Raja mereka. Itu sebabnya mereka keluar dari Mesir. Dan tindakan pertama yang Tuhan lakukan kepada Israel waktu mereka keluar dari Mesir adalah membuat sebuah bangsa yang arah politik dan arah agamanya kembali ke Tuhan. Jadi mereka harus dibersihkan dari pengaruh politik dan agama Mesir. Ini pengertian kalau kita tangkap akan membuat kita heran, kalau Tuhan sudah keluarkan Israel dari Mesir, mengapa setelah Israel jatuh dalam dosa, Tuhan membuang mereka ke Babel? Mengapa Tuhan membiarkan mereka dikuasai lagi oleh raja penyembah berhala dan politik yang tidak mengenap Tuhan? Ini hukuman, karena Tuhan melihat Israel yang sudah dipisahkan menjadi milik Tuhan, tidak hidup sebagaimana seharusnya, sebagai bangsa yang arah politik dan arah agamanya adalah kepada Allah Pencipta langit dan bumi. Karena kesetiaan mereka bukan kepada Tuhan, maka hati mereka yang bercabang lebih cocok untuk membuat mereka menjadi penyembah berhala. Ini pelajaran yang besar sekali, kita terus berpikir Tuhan secara otomatis suka kita menjadi umatNya, apa pun yang kita lakukan, apa pun komitmen kita, arah hidup kita seperti apa, itu tidak relevan, “Tuhan sudah menerima saya. Saya bisa menjadi orang Kristen sesembarangan dan Tuhan tidak punya pilihan selain menyimpan saya menjadi bagian dari umatNya”. Tapi itu tidak benar karena di dalam Perjanjian Lama jelas meskipun Allah sabar menanti Israel bertobat, namun ketika Israel membuat murka Tuhan muncul dan kesabaran Tuhan habis, maka Tuhan mengatakan “baik, sekarang kamu kembali dikuasai oleh raja-raja penyembah berhala dan oleh agama yang tidak kenal Allah Pencipta”, ini hukuman. Israel dihukum dengan diperintah oleh raja yang tidak mengenal Allah dan oleh Agama yang tidak menyembah Allah Sang Pencipta. Tapi ketika Kristus sudah hadir, Kristus menjadi Raja atas umat Tuhan. Sehingga ketika umat Tuhan dipanggil keluar, ini konsepnya Paulus, mereka bukan hanya dipanggil keluar dari keadaan yang lama saja, tapi mereka juga diutus kembali ke dalam keadaan lama dengan natur yang baru. Ini perbedaan Irsrael dengan Kekristenan, dengan gereja. Israel dipanggil keluar dan mereka menjadi bangsa yang dikuduskan. Di dalam lokasi yang khusus dan di dalam kemandirian dari pengaruh politik yang lain dan dari interaksi dengan agama lain. Ini cara Tuhan sebelum Kristus Sang Raja datang. Setelah Kristus datang, orang Kristen diutus kembali ke dalam dunia. Mengapa kita diutus kembali ke dalam dunia? Karena Kristus ditetapkan oleh Allah untuk menjadi Raja, bukan hanya bagi gereja, bukan hanya bagi lokal, tapi bagi seluruh dunia. Maka Kekristenan adalah agama misi, Kekristenan adalah agama saksi, Kekristenan adalah agama Injil. Orang Kristen secara natur adalah penginjil, karena mereka dipanggil keluar lalu mereka diutus kembali ke dalam. Ini kita alami waktu kita berkebaktian di dalam gereja. Di dalam situasi normal, di gereja, Saudara akan datang ke sini dan Saudara akan dapat berkat untuk diutus kembali ke dalam dunia, menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dimana Saudara dipanggil keluar, kita dikembalikan lagi ke dalam. Itu sebabnya di dalam Kekristenan kita memahami iman yang kita jalani dan agama yang kita miliki, serta komitmen politik kita kepada Sang Raja yaitu Kristus adalah sesuatu yang akan berinteraksi dengan erat dengan kebudayaan yang tidak mengenal Tuhan, yang tidak mempunyai Allah sebagai Pencipta, yang tidak mempunyai Kristus sebagai Raja.
Ketika kita diutus kembali ke dalam dunia, ini seperti orang Israel yang setia kepada Tuhan namun ada di dalam pembuangan. Waktu mereka di pembuangan, Tuhan tetap memberkati orang-orang Israel yang beriman. Yang dihukum karena tidak setia mendapatkan hukumannya, tapi yang beriman kepada Tuhan mengalami kesulitan yang sama, sama-sama ditaklukan, sama-sama dikalahkan di dalam perang, sama-sama ditawan, sama-sama dibawa ke Babel. Tapi perbedaannya ada di dalam misi. Mereka ada di tengah-tengah Babel sebagai saksi, sehingga Tuhan mengatakan “kemanapun engkau dibuang, Aku akan membuat bangsa yang menguasai engkau menjadi sayang kepadamu. Aku akan membuat raja-raja mencintai kamu”, itulah pekerjaan Tuhan lewat umatNya yang ada di pembuangan. Orang Israel yang dibuang itu ada 2 jenis, yang pertama orang Israel yang memang korup, yang memang kacau imannya, yang memang tidak setia kepada Tuhan, mereka ada di pembuangan karena dihukum. Tapi orang-orang seperti Yehezkiel, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, mereka bukan orang-orang yang dibuang ke Babel karena dihukum. Mereka adalah saksi, mereka adalah wakil Tuhan untuk menyaksikan Tuhan. Maka Tuhan berjanji “kemana kamu dibuang, Aku akan membuat orang sekelilingmu mengasihi engkau”. Konsep ini kalau tidak tertanam di dalam pikiran kita akan membuat kita terus bersikap seperti orang yang sedang dihukum, “Tuhan, mengapa hidupku menderita, sulit seperti orang-orang lain juga?”. Kalau Saudara mengatakan “saya tidak mengerti kenapa”, harap gumulkan hal ini. Saudara bisa lihat ada 2 jalur, jalur pertama adalah orang yang memang dibuang tanpa harapan, Saudara bukan orang itu. Tapi Saudara adalah orang yang ada di pembuangan sebagai saksi. Dan ini adalah mentalitas yang Tuhan mau ada pada orang-orang Kristen. Kita ada di tengah-tengah pemerintahan politik yang tidak menyembah Kristus dan kita menjadi saksi di tengah-tengah pemerintahan politik seperti ini. Kita berinteraksi dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah Pencipta langit dan bumi, dan kita ada di dalam interaksi yang erat dengan orang-orang seperti ini. Itu sebabnya Yesaya 28 sangat penting bagi Paulus, karena Paulus sedang mengatakan “Orang Kristen, baik kamu Yahudi, baik kamu bangsa-bangsa lain, kamu tidak dipanggil untuk membentuk bangsa mandiri, kumpul di sebuah tempat khusus, pilih raja sendiri, bikin pemerintahan otoritas sendiri, bukan seperti itu. Kamu dipanggil untuk berada di dalam dunia sebagai orang yang melanjutkan janji Tuhan kepada Israel”. Di dalam pengertian Paulus, sekarang Israel tidak lagi menjadi bangsa yang dipanggil sebagai bangsa yang mandiri secara politik. Karena orang Israel yang percaya kepada Kristus pun hanya minoritas di tengah-tengah orang Yahudi. Mereka pun tunduk kepada pemerintahan Yahudi. Itu sebabnya Paulus mengingatkan baik orang Yahudi yang percaya Kristus, maupun bangsa-bangsa lain yang percaya kepada Kristus, mereka harus tahu kebenaran lewat iman, justification by faith, pembenaran karena iman. Ini dikatakan di dalam Roma 10 yang kita baca tadi, “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”, ini bicara tentang iman. “Kamu mengaku dengan mulut Yesus adalah Tuhan”, ini pengakuan politis. Pengakuan ini sifatnya bukan hanya agama, “saya mengakui Yesus adalah Kirios”, kirios atau tuhan adalah sebutan untuk kaisar. Kaisar mau disebut kirios. Di dalam logam koin yang dibuat oleh Kekaisaran Romawi, di situ diukir, ada satu orang Romawi sedang berdiri tegak dan ada satu orang Yahudi sedang bungkuk menyembah, Lalu disebut disitu perkataan orang Yahudi “kirios, kirios, tuhanku adalah Romawi”, itu penghinaan besar untuk orang Yahudi. Koin itu menyebar di daerah Syria. Ini membuat sakit hati orang-orang dari Israel, maka mereka benci sekali dengan Gubernur Syria pada waktu itu yang bernama Aneas. Waktu itu mereka sangat ingin memberontak, tapi tentara Roma dikumpulkan ditengah-tengah Syria untuk melindungi gubernur ini. Sehingga mereka sangat benci apa yang dilakukan ini, waktu mereka belanja, mereka tidak mau memakai koin itu. Tapi mereka kesulitan, kalau tidak dipakai, mereka tidak akan mendapatkan uang. Maka mereka harus telan semua harga diri mereka, sangat malu “kami terpaksa berdagang dengan logam yang menunjukkan orang Yahudi menyembah orang Romawi. Ini membuat Israel sangat sedih, waktu mereka tunggu mengapa tidak ada yang memberontak. Tidak ada yang punya cukup kekuatan untuk memberontak. Ini membuat orang-orang Yahudi berada dalam keadaan dijajah dengan sangat melukai hati mereka. Itu sebabnya ketika Saudara membaca Kisah Rasul, ketika Petrus datang ke rumah Kornelius, Kornelius keluar lalu sujud kepada Petrus, itu sengaja ditulis oleh Kitab Para Rasul untuk menjadi pembalik, bukan orang Yahudi menyembah orang Yunani, sekarang ada pemimpin dari centurion, pemimpin pasukan 100 sujud menyembah kepada Petrus. Tapi apakah Petrus mau gambar ini menjadi kekal? Tidak, dia mengatakan “berdiri, jangan sembah saya, saya cuma manusia”. Lalu sembah siapa? Sembah Kristus, semua orang mau Romawi maupun Yahudi harus sujud kepada Kristus. Petrus mengatakan “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan, ini adalah pengakuan yang mewakili seluruh gesture tubuh kita untuk menyembah. “Siapa Tuhanmu?”, “Yesus Kristus. Dan Saudara tahu kesetiaan seorang hamba kepada tuan, seorang hamba akan berkata kepada tuan, “My Kirios, my Lord, katakanlah sebuah kalimat dan saya akan jalankan”. Ini persis dikatakan oleh pemimpin-pemimpin Romawi yang disembuhkan oleh Yesus, “Tuhan, engkau adalah Tuan yang berkuasa. Saya seorang pemimpin, kalau saya berkata kepada bawahanku kerjakan ini, mereka akan pergi dan kerjakan. Maka Tuhan, katakanlah sepatah kalimat dari jauh, tidak perlu masuk ke rumahku, maka apa yang Engkau katakan akan jadi”. Penyakit pergi karena Yesus mengatakan, badai berhenti karena Yesus mengatakan, mengapa kita sulit menjalankan hidup? Karena Yesus mengatakan, tapi kita malah melawan. Saudara dan saya kurang mempunyai jiwa hamba, kita terlalu ingin dilayani oleh Tuhan terus, kita terlalu ingin situasi sekitar kita cocok dengan yang kita mau. Kita tidak punya keberanian mengatakan “Jadilah yang Tuhan mau kepada saya”, itu mentalitas yang baik, itulah sikap hamba yang mengetahui “Tuhanku adalah Raja”. Tapi Paulus tidak hanya mengatakan “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan”, dia juga mengatakan “percaya dalam hatimu Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati”. Berarti Saudara menyembah yang menang, “saya sujud kepada Dia yang sanggup memberikan hidup”, ini bukan sujud yang terpaksa, ini sujud yang membayar harga namun yang mengalami kelimpahan jauh lebih besar dari harga yang dibayarkan. Pedagang pun akan mengerti ini adalah deal yang sangat menguntungkan “saya cuma taat kepada setiap perkataan Yesus dan saya memperoleh kebangkitan, hanya itukah?”. Seringkali kita tidak menghargai kebangkitan sebagaimana seharusnya, karena kita menilai keadaan kita sekarang terlalu besar. Bukankah Paulus sendiri mengatakan “apa pun yang terjadi tidak akan membatalkan kasih Allah”. Dan di dalam bagian yang lain, Paulus sendiri mengatakan “bukankah kebangkitan Kristus melampaui semuanya kamu adalah gereja yang tidak mungkin ditelan oleh maut”. Sesuatu yang sangat indah yang sebenarnya Kitab Suci nyatakan sebagai Injil. Maka di dalam ayat 9 dikatakan “kamu mengaku dengan mulut”, ini adalah gesture penyembahan, “dan percaya dalam hatimu”, ini adalah penghiburan. Percaya Tuhan adalah penghiburan. Beriman bukan tuntutan berat, beriman adalah sesuatu yang penuh kesenangan, karena Saudara sedang beriman kepada sesuatu yang dengan pasti memberikan kelimpahan yang Tuhan janjikan kepada kita. Ketika kita menginginkan kelimpahan, kita tahu Tuhan sudah janjikan itu. Ketika kita tahu Tuhan sudah janjikan, kita tahu Tuhan menyatakan kuasanya dengan kebangkitan Kristus. Ketika kita menyaksikan dengan iman Kristus bangkit, kita juga tahu Tuhan mencintai kita, maka Tuhan tidak akan meluputkan kita dari kebangkitan. Ini adalah pendirian politik yang paling indah dibandingkan pendirian politik mana pun. Saudara mau bergabung partai apa, tidak mungkin ada janji selimpah yang Kristus nyatakan jika Dia menjadi Rajamu. Jika engkau menjadikan Dia Raja, kelimpahan berada di dalam Dia jauh melampaui apa pun yang dunia bisa tawarkan. Itu sebabnya Tuhan membuang Israel ke Babel dan tanya “sekarang Aku mau tanya, mana yang lebih baik melayani raja yang sekarang menindas engkau atau melayani Aku hai Israel? Mana yang lebih menyenangkan, mana yang lebih sukacita, menyembah Tuhan yang mencintai engkau, atau menyembah Nebukadnezar, sujud kepada Raja Babel yang mau membunuh engkau?”. Orang Israel menangis dan mengatakan “kami lebih suka masa yang lalu”. Maka Tuhan akan tanya “mengapa engkau tidak setia kepadaKu?”. Kalau Tuhan tanya kepada gerejaNya sekarang, “apakah Aku temukan kesetiaan di tengah-tengah orang Kristen?”, kita menjawab apa kepada Tuhan? Harap kita bertobat, harap kita kembali kepada Tuhan.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Iman dan Kasih Allah
Mengenal Tuhan adalah tujuan, adalah sesuatu yang kita mau capai. Inilah telos, inilah yang kita harapkan terjadi pada kita. Kenal Tuhan dalam kesempurnaan, makin kenal Dia. Kalau kita tidak melihat ini sebagai tujuan, kita sulit menikmati apa pun yang terjadi dalam hidup. Tetapi Tuhan berkehendak untuk diriNya dikenal, dan inilah bahagia terbesar manusia. Sehingga di dalam senang kita makin kenal Tuhan, di dalam sulit kita makin kenal Tuhan, di dalam hikmat kita makin kenal Tuhan, di dalam kesadaran akan kebodohan kita makin kenal Tuhan. Di dalam apa pun Tuhan membimbing kita untuk semakin mengenal Dia. Mari kita bersama-sama mengerti hal ini, bersama-sama menanggapinya dengan penuh sukacita dan di dalam Tuhan sukacita senantiasa diberikan. Kita tidak mengerti mengapa Paulus mengatakan “bersukacitalah senantiasa”, di dalam Surat Filipi, padahal dia berada dalam penjara dan orang-orang menyadari kesulitan dan penderitaan yang dia sedang alami. Hidup Kristen adalah hidup bersukacita. Sukacita tidak mungkin diambil di dalam setiap keadaan, mari pahami ini, mari nikmati ini. Tuhan mengajak kita untuk mengalami sukacita di dalam Dia, mari kita belajar untuk menikmatinya. Sangat sulit di dalam keadaan yang susah, tapi jika Saudara mampu mendapatkan pengertian bahwa Tuhan adalah yang ingin dikenal oleh Saudara, apa pun yang terjadi kita harus semakin dekat dengan Tuhan. Maka kita melihat tidak ada apa pun yang akan menghalangi kita di dalam pertumbuhan iman kita. Kiranya ini boleh menjadi landasan untuk kita hidup penuh sukacita dan berharap terus kepada Tuhan.
Roma 10: 4-8, ayat yang ke-5 mengatakan bahwa Hukum taurat berkata orang yang melakukannya akan hidup karenanya. Dan ayat 6 mengatakan “tetapi kebenaran karena iman berkata demikian”. Ini seperti dua hal yang bertentangan, tapi kalau kita lihat dalam ayat ke-6, 7, 8, semua ini kutipan dari Taurat. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa Paulus sedang mengatakan “Taurat itu tidak tepat, tapi Injil itulah yang kamu harus dengar. Iman lebih penting dari pada menjalankan Taurat”, bukan itu. Tapi Paulus sedang membagikan 2 pendekatan terhadap Taurat. Karena baik yang dia katakan dalam ayat ke-5 “orang yang melakukannya akan hidup karenanya”, maupun di ayat yang ke-6, 7 dan 8, semua adalah dari Taurat. Perkataan “yang melakukan akan hidup” itu dari Taurat, yang mengatakan “Tuhan memberikan firman dari sorga sehingga kamu tidak perlu ke sorga dulu untuk mendapatkannya. Kamu tidak perlu terjun dulu ke dunia orang mati, baru mendapatkan hikmat. Tapi Tuhan sudah memberikan di tengah-tengah kamu”, ini pun dari Taurat. Maka tidak mungkin Paulus sedang mengatakan “jangan mengikuti Taurat, tapi ikuti iman”, tapi memakai kutipan juga dari Taurat. Itu sebabnya kita mesti mengerti bahwa di dalam teologi Paulus, Paulus sedang menekankan pentingnya memahami 2 pendekatan dari memahami Taurat. Pendekatan pertama adalah apa yang dikatakan di ayat ke-5, “Musa menulis tentang kebenaran Hukum Taurat, orang yang melakukannya akan hidup karenanya”, apakah ini salah? Tidak, siapa yang menjalankan firman akan hidup. Kita seringkali berbicara tentang kalimat ini dengan pengertian yang lain, yang Paulus maksudkan. Yang kita pikir dalam pikiran kita adalah Tuhan berkata “ada Taurat, kalau kamu jalankan setiap kebenarannya, maka kamu akan dapat keselamatan. Dan keselamatan itu ketika kamu mati, kamu akan ke sorga”. Jadi kita melihat hidup ini sebagai serangkaian seleksi, dari lahir sampai kita mati adalah seleksi. Kamu diseleksi untuk masuk ke sorga atau gagal. Jadi seluruh hidup kita lihat sebagai suatu periode ujian, dimana Tuhan akan menaruh nilai “hidupmu baik atau jahat. Kamu lebih banyak lakukan baik atau lakukan jahat”. Tapi memahami hidup seperti itu membuat kita tidak menikmati hidup, karena kita akan menikmati hidup nanti, belum sekarang. Kita tidak melihat hidup sekarang sebagai kehidupan di dalam dirinya adalah kehidupan yang penuh anugerah Tuhan. Kalau kita mengatakan “saya mesti hidup baik-baik supaya nanti saya diterima oleh Tuhan dan saya tidak dibuang”. Tuhan pasti akan membuang orang-orang yang jahat, yang kejam, yang tidak adil, yang tidak pernah bertobat, orang yang tidak pernah kenal Tuhan. Tapi penekanan Paulus bukan itu, bukan pada periode hidup sebagai ujian, sebagai saat dimana Tuhan memberikan nilai kamu lulus atau tidak. Lalu nanti kehidupan sebenarnya baru mulai setelah kita mati. Paulus mau menekankan bahwa kenikmatan mengenal Tuhan itu sudah dimiliki sekarang, sekarang kita sudah mendapatkan Tuhan, bukan nanti tapi sekarang. Itu sebabnya perkataan dari Musa, di ayat ke-5, “orang yang melakukannya akan hidup karenanya” adalah perkataan yang dimengerti dengan salah oleh orang Yahudi, bukan salahnya Musa. Banyak orang Yahudi salah mengerti kalimat ini karena mereka menganggap bahwa kehidupan di dunia adalah semacam syarat yang mesti dijalani dulu supaya nanti kita beroleh Tuhan. Tuhan diperoleh nanti, bukan sekarang. Sekarang adalah periode ujian apakah saya ada di dalam Tuhan atau tidak. Ini pengertian yang Paulus sindir, bahwa orang Yahudi memiliki konsep yang salah. Karena mereka mengatakan “sekarang saya berada dalam kehidupan yang sekarang, saya mesti melakukan dulu kehidupan yang taat Taurat supaya nanti saya bisa dinyatakan berkenan oleh Tuhan”. Paulus tidak setuju dengan penafsiran itu, karena di dalam konteks pelayanan Paulus, ini bisa kita lihat di Kitab Para Rasul, banyak orang Yahudi memakai ini sebagai syarat untuk melihat apakah bangsa lain sudah cukup layak untuk sama dengan mereka atau tidak. Ini aspek teologi yang disebut teologi dari kaum Judaizers. Judaizers ini adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang Yahudi yang Kristen yang mensyaratkan orang-orang dari bangsa lain untuk memiliki standar tertentu dulu baru boleh disebut Kristen. Misalnya mereka sudah membuktikan diri setia, tidak sembarangan makan makanan. Kalau mereka makan makanan yang dinajiskan, yang haram, maka mereka belum boleh menjadi Kristen. Kalau mereka tidak disunat, mereka belum boleh menjadi Kristen. Kalau mereka tidak menjalankan Taurat dalam periode pengamatan, maka mereka belum jadi Kristen dulu. Ini syarat yang diberikan oleh orang Yahudi, karena mereka merasa sudah ada di dalam perjanjian, sebab mereka sudah menjalankan Taurat. Jadi mereka melihat Taurat sebagai syarat dan mereka sudah lakukan itu seumur hidup, baru mereka bisa menerima Kristus. Jadi Taurat dulu, baru Kristus. Sehingga Taurat menjadi syarat apakah kamu boleh mendapat penebusan Kristus atau tidak. Kita bicara tentang orang Yahudi yang Kristen, bukan orang Yahudi yang memusuhi Paulus dan mau membunuh dia, karena Paulus mau mengajarkan tentang Sang Mesias. Jadi Paulus berurusan dengan banyak serangan dalam pelayanan dia, dari orang Yahudi yang menolak Kristus dan juga dari dalam, dari orang-orang Yahudi yang Kristen tapi yang menolak bangsa-bangsa lain berbagian, ini kelompok yang juga keras. Maka mereka harus pergi ke Yerusalem, ada konsili atau pertemuan dimana Kisah Para Rasul 15 ini dicatat, dimana Paulus dan juga orang-orang Yahudi yang menentang dia juga berkumpul, dipimpin oleh Petrus dan juga Yohanes dan Yakobus. Lalu mereka mulai menyatakan klaim “Paulus, engkau tidak boleh membuka pintu kepada umat perjanjian bagi bangsa-bangsa lain untuk masuk dengan murahan seperti itu, tidak boleh. Karena syarat hidup sebagai umat itu berat. Syarat untuk hidup sebagai umat, itu sesuatu yang nenek moyang kita pun gagal lakukan. Nenek moyang kita gagal, mereka dibuang. Sekarang kita sudah lumayan berhasil, kamu jangan bikin murah dengan memperbolehkan bangsa-bangsa lain masuk meskipun mereka belum ditunjuk, belum dinyatakan setia menjalankan Taurat. Tidak boleh begitu, bangsa lain harus diuji dulu apakah mereka sudah seperti kita, belajar setia dulu. Nenek moyang kita pun gagal dan kita mati-matian menaati. Tapi sekarang bangsa lain mengapa dengan enaknya bisa masuk. Mengapa begitu murah standar Injil yang engkau berikan? Tidak bisa begitu. Kalau bisa dipersulit mengapa tidak dipersulit, mengapa harus mudah?”, ini yang mereka pikirkan. Karena mereka berpikiran “kami juga sulit menjadi orang Yahudi. Nenek moyang kami gagal memenuhi Taurat dan mereka dibuang. Nenek moyang kami tidak jalankan Taurat dan mereka dihancurkan oleh Tuhan. Sekarang kita takut dihancurkan, kita hidup mati-matian, kita taat, kita tinggalkan dosa, kita jalani Taurat, kita singkirkan berhala, kita jalani benar-benar hidup yang diperkenan Tuhan, dan Tuhan berikan Mesias. Jadi kita sudah jalani, sekarang Mesias diberikan dan kami bisa terima. Bangsa-bangsa lain belum diuji kesetiaannya, mengapa dengan mudah bisa menerima Kristus?”. Jadi pola pikir mereka adalah teruji dulu dengan Taurat, baru dapat Kristus, baru bisa menikmati keselamatan yang penuh. Jadi ada tiga tahap, jalani Taurat, teruji taat Taurat, dapat Kristus, baru dinyatakan sebagai orang yang diselamatkan. Jadi 3 tahap ini yang banyak orang Yahudi Kristen percayai. Tapi Paulus punya pemikiran yang lain dan Paulus menyatakan argumen yang kuat sekali. Dia mengatakan umat Tuhan dibuang oleh Tuhan bukan karena mereka gagal menjalankan poin-poin Taurat, tapi karena mereka tidak punya iman kepada Tuhan. Ini pengertian yang Paulus miliki dan dia pakai argumen yang kuat sekali. “Sekarang kamu mengatakan orang Yahudi gagal menaati Taurat, maka Tuhan buang. Sekarang saya tanya (ini yang Paulus gunakan di Roma 4) bagaimana dengan Abraham? Abraham tidak ada Taurat, Abraham tidak tahu perintah-perintah yang Tuhan perintahkan, lalu Abraham juga belum disunat waktu Tuhan menyatakan dia benar”, penyunatan Abraham terjadi setelah Ismael lahir. Tetapi Tuhan menyatakan Abraham benar sebelum Ismael lahir. Kalau begitu Abraham benar dalam keadaan belum bersunat, Abraham benar dalam keadaan belum ada Taurat, ini jelas tercatata dalam Kejadian 12-15. “Kalau begitu bagaimana? Abraham dibenarkan karena iman, dan nenek moyangmu dibuang karena tidak beriman”. Jadi Paulus menekankan bukan kepada berhasil menjalankan Taurat tapi kepada iman. Itu sebabnya Paulus seringkali diidentikan dengan rasul iman karena penekanan pengajaran akan iman banyak sekali ada pada Paulus.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Agama dan Iman
Di bagian ini kita melihat kesimpulan dari apa yang dikatakan di pasal 9 dan tema baru yang Paulus mau nyatakan di dalam pasal 10 dan 11. Mengenai penolakan Tuhan atas Israel dan juga keselamatan yang Tuhan berikan bagi bangsa-bangsa lain. Ini merupakan tema yang seringkali berulang di dalam Kitab Perjanjian Baru, Israel yang ditolak dan bangsa-bangsa lain yang dipanggil. Sepertinya ini tema yang sederhana atau tema yang tidak berkait dengan kita karena ini terjadi 2.000 tahun yang lalu dan kita tidak lihat relevansinya dengan kehidupan kita sekarang. Tapi apa yang Alkita tulis adalah bagian dari sejarah yang akan menjadi satu pondasi untuk cara kita beriman kepada Tuhan. Di dalam tradisi Kristen ini yang disebut sebagai periode kanonik, jadi di dalam teologi bukan cuma kitab-kitab yang dikanon yaitu Alkitab kita dari Kejadian-Wahyu tapi juga ada periode kanon, periode kanon maksudnya periode sejarah yang Tuhan bakukan sehingga di dalam periode itu Kitab Suci dituliskan. Abad ke-2 bukan masuk lagi dalam periode kanon itu, hanya abad pertama untuk Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru ditulis di pertengan abad pertama dan di akhir abad pertama. Sehingga kita bisa menikmati begitu banyak berkat jika kita sadar akan hal ini. Tuhan menggungah kita untuk menjadi orang yang melihat jauh dari masa kita ke masa yang lampau melalui Kitab Suci. Dan Tuhan menolong kita untuk melihat jauh melampaui masa kita untuk melihat ke depan. Maka masa lalu, yaitu periode kanonik, dan masa depan, yaitu pengharapan akhir zaman ini yang mengunci kehidupan orang Kristen. Orang Kristen bukan orang yang terpaku pada masa kita sekarang, yang dikurung oleh keadaan dan sejarah sekarang. Kalau kita tidak mengerti ini kita kan terus jadi orang Kristen gagal. Mengapa gagal? Karena kita tidak tahu identitas yang Tuhan nyatakan 2.000 tahun yang lalu, menjadi periode kanonik, periode yang baku untuk identitas kita. Dan kita tidak punya tujuan dan pengharapan karena kita tidak mengerti apa yang Tuhan akan kerjakan nanti setelah Tuhan pulihkan zaman. Itu sebabnya manusia tersesat karena manusia seringkali sibuk dengan waktunya sendiri, cuma tahu zaman ini, cuma punya kesadaran akan momen sekarang. Tapi uniknya orang yang sadar masa lalu menjadi identitas dan sadar masa depan menjadi pengharapan, dia justru mampu mempunyai respons yang benar untuk waktu ini. Yang peka terhadap waktu sekarang adalah orang yang tahu masa lalu membentuk identitas saya dan masa depan adalah pengharapan saya. Ini jadi satu bijaksana yang kalau kita belum tangkap kita belum bisa jadi Kristen yang baik. Kita berusaha mati-matian mengerti apa itu Kekristenan, berusaha untuk cari tahu, berusaha untuk belajar, berusaha untuk pikir, tetapi tanpa mengerti ini kita sulit merespons dengan benar di dalam zaman kita sekarang. Tuhan Yesus mengingatkan kepada orang-orang Yahudi, “kamu tahu melihat musim tapi kamu tidak pintar membaca zaman” atau dengan kata lain “kamu tidak mampu menafsir zamanmu sekarang”. Mengapa mereka tidak mampu menafsir zaman mereka sekarang? Karena mereka gagal melihat Kristus di dalam pembentukan dari para nabi, pembentukan pikiran dari para nabi, mereka gagal melihat Kristus yang dinubuatkan para nabi, masa lalu. Dan mereka gagal melihat apa yang Kristus akan lakukan nanti, masa depan, yaitu pemulihan dari seluruh ciptaan. Jadi dua sisi ini, masa lalu dan masa depan itu yang bentuk kita sekarang. Itu sebabnya Kitab Suci berisi tentang tulisan masa lalu dan pengharapan masa depan. Kalau Saudara bilang “mengapa tidak banyak bagian dari Kitab Suci yang berbicara tentang zaman kita? Bahkan tidak ada, kecuali hal-hal yang kita tafsirkan secara etika. Kita pikir Alkitab tidak terlalu cocok untuk zaman kita sekarang, memang. Karena zaman sekarang yang harus cocok dengan identitas yang dibentuk Alkitab dan pengharapan yang Alkitab nyatakan nanti. Maka apa identitas kita? Identitas kita adalah Kristus yang sudah datang menebus dan yang menjadikan diriNya Kepala atas umat Tuhan, ini identitas kita. Lalu di masa yang akan datang Kristus akan menjadi yang memulihkan segala sesuatu. Jadi kita sadar Tuhan membentuk identitas kita dan Tuhan memberikan kita pengharapan, baru kita bisa membaca zaman kita dengan baik. Ini jadi pondasi yang penting. Maka Saudara bisa melihat bagaimana Kitab Suci dibentuk di dalam masa yang sudah baku. Setelah Kitab Wahyu tidak ada lagi kitab tambahan ditulis. Dan zaman-zaman berikut adalah zaman yang terus belajar kepada tulisan yang dituliskan di abad pertama ini, di Perjanjian Baru dan tulisan yang dituliskan sebelumnya yaitu Perjanjian Lama. Jadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru membentuk identitas kita, peristiwa hadirnya Kristus di bumi membentuk identitas kita. Lalu pengharapan kedatangan Kristus kedua ini menjadi pengharapan yang membentuk kita. Dan pengharapan akan adanya langit dan bumi yang baru, ini juga menjadi pembentuk pengharapan kita. Identitas dan pengharapan membuat kita mengerti kondisi zaman kita sekarang.
Maka kita mesti tahu siapa kita sebelum identitas yang baru itu diperkenalkan. Identitas yang baru dari masa yang dulu, yaitu yang Tuhan nyatakan di dalam Kitab Suci, masuk ke dalam diri kita, menghancurkan identitas kita yang lama. Identitas yang lama yang penuh kegalauan, yang penuh hawa nafsu, yang penuh ego, yang penuh kecemaran, yang penuh segala hal yang menjijikkan itu hilang digantikan dengan identitas baru di dalam Kristus. Lalu pengharapan yang sekarang kita miliki yang kelam, yang tidak ada kepastian, yang gampang goncang, yang gampang goyah, yang gampang berubah, yang tidak punya kestabilan apapun, diganti dengan pengharapan yang pasti di dalam janji Tuhan. Kalau dua ini masuk ke dalam hidup kita sekarang maka kita jadi orang yang baru. Tetapi kita melihat kita tidak bisa dibentuk dengan gampang karena kita tidak punya kondisi hati yang cukup untuk memahami hal ini. Di dalam pikiran dari 2 orang penting, 3 sebenarnya ada Abraham Kuyper, Herman Dooyeweerd, Herman Bavinck. Mereka bertiga memikirkan tentang pentingnya mengerti hati manusia. Hati manusia itu sangat penting untuk kita renungkan, karena hati kita mempunyai kepekaan untuk melihat kondisi yang tidak sesuai dengan sesuatu yang kita belum jelas. Kita akan melihat bagaimana kondisi hati kita menjadi peka terhadap kegagalan agama, sehingga kita sadar hati yang mau taat kepada konsep agama seringkali berontak. Pertama dikatakan Abraham Kuyper, dia mengatakan hati kita bisa berontak terhadap agama, tentunya bukan iman Kristen. Kita berontak karena kita melihat agama tidak bisa melukiskan apa yang diperlukan oleh kondisi kita sekarang. Kita merana dan kita tidak melihat agama memenuhi itu. Mengapa agama tidak bisa penuhi? Karena ada yang ada yang salah di dalam agama. Agama memberikan kepada kita sebuah kondisi ideal yang tidak menyentuh kondisi aslikita. Saudara kalau belajar di dalam sistem agama apapun, Saudara akan sadar agama menawarkan yang ideal, yang kita sendiri sulit berada di dalamnya. Agama berbicara tentang keadaan yang baik, etika yang sempurna, kondisi yang sangat baik yang tidak mungkin kita dengan real bisa terapkan. Ini kesulitan manusia di dalam agama. Sehingga seolah-olah hanya ada dua kemungkinan kita beragama, yang pertama adalah menjadi kambing hitam yang jelek, orang-orang yang secara agama sangat terpinggirkan tapi terpaksa ada di dalamnya. Atau yang kedua menjadi orang munafik, yang seperti ada di center dari agama tetapi sebenarnya penuh kebusukan dan kepalsuan. Sehingga kita melihat orang yang saleh di dalam agama sangat sulit untuk dipercayai sebagai orang saleh karena di satu sisi dia menganggap dirinya sudah dipoles dengan agama dia dan agama cocok. Tetapi banyak kepalsuan dan kemunafikan di dalam hati. Atau yang kedua, pemimpin agama gagal jadi pemimpin agama karena dia tahu dirinya tidak layak. Dia ada di dalam pinggiran, dia berusaha taat agama tapi dia gagal. Dia berusaha memenuhi kewajiban tapi dia kurang sekali. Sehingga agama menjadi sistem ideal yang sulit untuk menangkap hati manusia. Itu sebabnya Kuyper mengatakan agama menjadi sesuatu yang ditafsir hanya cocok dengan kelompok yang seperti mampu jalankan. Agama di mana-mana akan menjadi lembaga yang akrab dengan orang-orang yang mengklaim dan diklaim mampu jalankan agama. Pemimpin agama, orang saleh, orang yang rajin pelayanan, orang yang rajin menjalankan hidup saleh, ini orang agama. Tapi orang-orang lain adalah orang-orang pinggiran yang tidak cocok ada di dalam lingkaran agama, “engkau tidak masuk jadi engkau bukan masuk di dalamnya”. Sehingga agama seperti memberikan satu pengkutuban, ada polarisasi kelompok beragama dan kelompok yang cemar, yang layak dan yang di luar. Tetapi, dikatakan oleh Kuyper, hati manusia sadar ini bukan kondisi ideal yang bisa diaplikasikan. Sehingga kadang-kadang ekspresi seni jauh lebih jujur dari agama. Ketika manusia merasa dirinya gagal beragama dia mulai ekspresikan sesuatu yang seperti jadi antitesis dari agama, mungkin dalam aspek seni. Sehingga Kuyper mengatakan di dalam bagian kecil dari Prorege mengenai seni, dia mengatakan seni adalah ekspresi yang sangat jujur dari kebutuhan beragama manusia yang tidak bisa dipenuhi dengan agama yang dia pikir benar. Agama yang saya anut tidak realistis, menyingkirkan orang yang tidak bisa masuk ke tengahnya, agama yang saya anut menjunjung tinggi kemunafikan, agama yang saya anut menyingkirkan orang-orang yang gagal”. Kalau begitu bagaimana? Mungkin ekspresi yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi adalah seni, sehingga seolah-olah seni menjadi gambaran nyata kehidupan manusia dan agama menjadi gambaran ideal yang hanya sebagian kecil orang mampu miliki, mampu jalankan dan mampu ada di dalamnya. Ini membuat hati manusia meskipun dia tahu dirinya bersalah dan cemar, tetapi dia merasa ada yang salah, “ada yang salah dengan saya dan ada yang salah dengan sistem agama ini”, karena sistem agama ini adalah sistem iman yang tidak dari Tuhan. Kalau agama dari Tuhan tentu bukan begini. Agama yang bukan dari Tuhan akan memberikan sistem yang tidak realistis, yang tidak ada orang bisa jalankan, dan hanya orang yang merasa dirinya bisa tetapi dia lakukan di dalam kemunafikan, yang akhirnya berada dengan aman di dalam sistem ini. Maka kali ini saya akan bagikan sesuatu yang mungkin akan mengguncang pengertian Saudara tentang agama. Karena kita sudah terlalu lama di berikan pengertian tentang agama yang salah, agama yang sifatnya sangat-sangat ideal tetapi yang tidak pernah menjadi sesuatu yang bisa dijalankan di dalam dunia ini. Itu sebabnya di dalam cara pikir tentang agama, Paulus memberikan pengertian bahwa orang Yahudi gagal justru karena hal ini. Mereka gagal memahami Tuhan karena dihalangi oleh agama yang mereka bangun dan kepercayaan iman yang sepertinya cocok dengan agama itu. Agama Yahudi adalah agama dari Tuhan, ini adalah iman yang Tuhan berikan kepada Musa dan kepada Israel. Kitab Suci orang Yahudi adalah kitab dari firman Tuhan, ini yang kita lihat di dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan, Taurat adalah firman Tuhan, iman orang Yahudi adalah dari Tuhan. Tapi tafsiran manusia terhadap iman ini, tafsiran manusia terhadap Perjanjian Lama itu yang membentuk pengertian agama yang salah. Pengertian agama yang salah membuat orang tafsir Perjanjian Lama dengan salah, akhirnya kenal Tuhan dengan cara yang salah. Apa cara yang salah ini? Cara yang salah adalah bahwa agama itu merupakan sebuah sistem hanya untuk orang baik, sebuah sistem untuk orang yang sanggup, sebuah sistem untuk orang yang saleh. Tetapi yang ditekankan di dalam sistem ini adalah etika yang cukup pada dirinya sendiri. Saudara mau masuk di dalam golongan utama dari sebuah agama, Saudara mesti perjuangkan etika yang baik, mesti perjuangkan cara hidup yang baik. Ada ukuran untuk Saudara dinilai secara agama ini, apakah engkau termasuk didalamnya atau tidak. Maka sistem agama seringkali menjadi cara orang munafik untuk masuk ke dalamnya dan menjadi petinggi, menjadi orang yang dihargai tetapi yang penuh dengan kepalsuan. Kalau Saudara tanya “mengapa banyak yang menentang agama?”, karena mungkin hati nurani mereka masih Tuhan izinkan berseru bahwa apa yang mereka percaya dari agama sangat sulit untuk diterapkan di dalam realita dunia yang penuh dengan kecemaran. Maka kalau kita lihat dari tokoh-tokoh yang suka kritik agama, Saudara harus masukan 2 nama yang Saudara akan kaget, yang pertama di Perjanjian Baru adalah Yesus, yang kedua adalah Paulus. Ini 2 orang sangat dibenci tokoh beragama. Siapa yang pakukan Yesus di atas kayu salib? tokoh agama. Siapa yang mau bunuh Paulus, serahkan dia ke pengadilan Roma, lalu ingin cabik-cabik dia ketika Roma justru membela dia, orang Yahudi. Agama adalah ekspresi yang sangat-sangat salah dari pengertian ideal yang sebenarnya bukan dari Tuhan. Maka agama yang bukan dari Tuhan sulit untuk menjadi pegangan bagi orang yang mau jalankan hidup dan yang mau sadar tentang keadaan yang asli dari manusia di bumi. Maka Yesus mengkritik agama, Paulus mengkritik agama kalau kita lihat lebih mundur, tokoh-tokoh di dalam Perjanjian Lama pun adalah para pengkritik agama yang sangat keras kritik Imamat di dalam Bait Suci. Orang Israel di Perjanjian Lama sangat kagum dengan sistem ibadah di Bait Suci tetapi orang bernama Yeremia berani sekali kritik. Yeremia pertama melayani di daerah dia kemudian Tuhan katakan “pindah”. Yeremia tadinya melayani daerah kecil di mana dia boleh menjadi imam di situ. Waktu dia menjadi imam, Tuhan perintahkan dia, “kamu harus bicara apa yang Aku suruh kamu bicara”. Waktu Yeremia bicara dia serang para imam, langsung orang-orang di sana membenci dia, keluarganya pun enggan mengakui dia. Maka Yeremia sangat sedih, dia tanya ke Tuhan, tapi Tuhan mengatakan “ini belum apa-apa, Aku akan pindahkan kamu ke Yerusalem dan Aku akan perintahkan kamu kritik Bait Suci, kritik Imamat di Bait Suci”, tugas ini jauh lebih berat lagi. Maka Yeremia pindah ke Yerusalem, lalu dia mulai khotbah dengan kritikan keras kepada para imam. Tapi heran para petinggi istana suka Yeremia, tapi para pemimpin Bait Suci mau bunuh Yeremia. Maka kita jadi heran, ekspresi kaum politikus yang dianggap negatif oleh agama justru mendukung orang yang bicara firman Tuhan. Sedangkan ekspresi orang beragama yang saleh dengan jubah agama yang suci justru mengkritik firman Tuhan lewat Yeremia. Yeremia mengkritik tradisi agama Israel, Elia mengkritik tradisi agama Israel, Elisa mengkritik tradisi agama Israel. Pak Tong pernah mengingatkan Elia tidak pernah dicatat menjalankan kewajiban agama pergi ke Bait Suci di Yerusalem. Mengapa?” Banyak tindakan Elia dan Elisa yang menggambarkan konteks Bait Suci. Ini unik sekali, seolah Tuhan mengatakan “Bait Suci yang pindah ke mereka”. Tuhan membenci kemunafikan agama dan Tuhan tidak pernah menjadi Tuhan pendiri agama yang sifatnya penuh dengan jalan memuji orang-orang yang munafik dan palsu. Maka kita harus tahu dalam diri kita ada kecenderungan untuk merasa aman di dalam konteks agama. Agama itu memberikan aman kepada kita yang mampu poles kelihatan bagus di luar tapi bobrok di dalam. Orang-orang jujur yang mengekspresikan diri apa adanya, kurang cocok dengan agama. Tapi orang-orang palsu yang pintar poles hidupnya, sangat cocok di agama. Gereja tidak harusnya seperti agama yang salah seperti ini, tapi kadang-kadang gereja menjadi sama di dalam ekspresi imannya. Orang-orang yang pintar pura-pura saleh, dihargai sekali, “ini orang penting, mari kita tinggikan dia”. Mengapa kita harus tinggikan dia? Karena dia bisa saleh, dia orang yang baik, dia rajin pelayanan, dia rajin muncul di gereja, dia siap sedia, dia punya availability begitu luar biasa, dia adalah orang saleh. Tapi kehidupannya di luar gereja penuh kebusukan, penuh kebobrokan. Kadang-kadang saya pikir kita mesti membuat survei orang yang jadi pengurus, orangnya jadi aktivis, orang yang rajin, minta keluarganya membuat kesaksian tentang orang ini, seperti apakah dia. Kita mesti berhenti mendukung Kekristenan yang terus terseret ke dalam tradisi munafik, pura-pura saleh, pura-pura baik, pura-pura sudah ada di inti di dalam agama. Sebab ini adalah satu dosa berat yang Tuhan benci pada Israel. Israel dibenci Tuhan karena sistem agama yang mendorong kemunafikan. Kita melihat Paulus mengkritik keras orang Israel, tapi dia sangat cinta Israel. Di satu sisi Israel adalah umat yang Tuhan cintai, di sisi lain mereka adalah umat yang memberontak melawan Tuhan justru di dalam sistem agama yang palsu. Di dalam Perjanjian Lama mereka bentuk sistem agama yang salah, karena menyembah berhala. tapi di dalam Perjanjian Baru Paulus menyadari satu hal lagi, yaitu mereka membuat sistem agama palsu yang bertuhan seolah-olah Tuhan asli. Ini sama bahaya, penyembahan berhala adalah sesuatu yang jelas-jelas salah. Tapi penyembahan kepada Allah dengan sistem agama yang palsu adalah sesuatu yang kelihatan benar tetapi yang sebenarnya tidak menyelamatkan.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Identitas dan Perbuatan
Di dalam bagian akhir pengertian predestinasi, Paulus kembali kepada kegagalan Israel. Apa yang membuat Israel gagal, di dalam ayat yang ke-31 dikatakan Israel mengejar hukum tetapi tidak sampai. Mengapa? Dalam ayat ke-32 dikatakan karena mereka mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Jadi mereka menerima Tuhan bukan dengan pengertian bahwa Tuhan memberi anugerah kepada mereka, tetapi mereka menerima pengertian Tuhan memberi kepada mereka kedudukan oleh karena mereka mengerjakan apa yang mereka harus kerjakan sebagai umat Tuhan. Apakah salah umat Tuhan mengerjakan apa yang seharusnya? Mengapa mereka tidak mendapatkan tempat di dalam Tuhan? Jawabannya adalah karena oleh sebab pengertian mereka, mereka menolak Kristus. Maka kita mesti bedakan antara bertindak untuk memuliakan Tuhan dengan bertindak demi identitas. Ini 2 hal yang berbeda, Saudara mesti mempunyai perbuatan yang baik, Saudara mesti menjalankan hidup yang diperkenan Tuhan, Saudara mesti hidup suci, Saudara mesti belajar untuk menjalankan apa yang harus diberikan kepada orang lain secara adil. Tetapi ketika Saudara melakukan itu demi identitas menjadi umat, maka Saudara akan jatuh ke dalam keadaan yang Israel sudah jatuh ke situ. Waktu Israel memikirkan tentang anugerah Tuhan mereka menerima pengertian anugerah sebagai sesuatu yang mereka layak dapat. Mengapa mereka layak dapat? Karena kesalehan yang mereka perjuangkan ada dalam diri mereka. Kesalehan itu sesuatu yang beda kalau kita pahami dengan pengertian kita sekarang. Kalau kita lihat orang saleh sekarang, kita lihat orang yang hidupnya baik, yang tidak mempunyai kata-kata yang jahat, yang mempunyai kesabaran luar biasa, itu saleh menurut kita. Tapi di dalam pengertian Kitab Suci orang saleh adalah orang yang segala tindakan beraninya itu didorong untuk membela Tuhan. Di dalam pikiran orang Israel, kesalahan adalah tindakan Pinehas waktu dia melihat ada orang Israel laki-laki membawa perempuan Moab, lalu tidur dengan perempuan itu. Orang ini langsung marah, Pinehas marah sekali, dia ambil tombak dia kejar 2 orang itu kemudian dia matikan. Ini yang orang Israel pahami sebagai kesalehan. Jadi kesalahan itu adalah keberanian bertindak karena mau membela Tuhan. Di satu sisi kita melihat bahwa tindakan Pinehas adalah tindakan yang secara konteks sangat tepat, di sisi lain di dalam konteks kita, kita melihat bahwa kesalehan model begini adalah kesalehan dari fanatisme agama yang berlebihan dari pikiran yang salah yang merendahkan orang lain. Sehingga tindakan menyakiti orang lain, bahkan membunuh dianggap sah demi membela agama. Ini sesuatu yang beda dari zaman dulu dengan zaman kita sekarang. Di dalam pengertian orang Israel, kesalehan yang dilakukan Pinehas bukan terletak pada keberanian dia membunuh orang, tapi terletak pada keberanian untuk bertindak di saat yang lain tidak. Dia berani bertindak untuk Tuhannya, dia berani melakukan apa yang harus demi Tuhannya. Ini merupakan bentuk kesalehan yang dipahami. Berani bertindak untuk menunjukkan siapa saya dan siapa Tuhan saya, “saya adalah umat Tuhan dan Tuhan adalah Allah saya, dan itulah yang menyebabkan saya bertindak”. Orang yang bertindak karena sadar dia adalah umat Tuhan dan sadar Tuhan adalah Allahnya, itulah orang saleh. Jadi kesalehan tidak bisa dipalsukan dengan bentuk munafik, orang pura-pura baik, lalu di balik di belakangnya menjadi sangat brutal dan ganas. Ini sesuatu yang lain dengan pengertian saleh di dalam Kitab Suci. Maka kesalahan adalah sesuatu yang dijadikan identitas oleh orang Israel, “saya orang saleh, kami orang saleh, kami adalah umat yang punya kesalehan”. Apa tanda kesalehan? “Kami berani mengusir bangsa lain, kami berani bunuh orang yang tidak setia kepada Tuhan”, inilah kesalehan yang Israel jalankan dan mereka berusaha kejar. Tentu tidak ada yang salah dengan rela bertindak bagi Tuhan, tetapi rela bertindak itu selalu keluar dari hati.
Dan di dalam Kitab Suci ada dua jenis hati, yang satu adalah yang sangat Tuhan perkenan, yang satu lagi adalah yang menyebabkan Israel tidak lagi berbagian menjadi umat. Apa yang diperkenan oleh Tuhan? Tuhan memperkenan hati yang menjalankan kesalehan dari cinta kasih. “Karena saya mencintai Tuhan, maka saya bertindak. Karena saya mencintai sesama, maka saya bertindak”. Tapi kelompok yang kedua adalah orang-orang yang bertindak demi pameran identitas “saya bertindak supaya orang tahu siapa saya dan saya bertindak supaya orang tahu siapa umat Tuhan”. Pameran identitas adalah motivasi hati yang tidak Tuhan perkenan. Itu sebabnya di dalam beberapa bagian Perjanjian Lama, di dalam Kitab Yeremia, di dalam Kitab Yehezkiel sangat ditekankan keharusan untuk mempunyai kondisi hati yang baru. Kita tidak bisa mengandalkan hati kita yang lama karena begitu banyak kecemaran dan dosa akan menguasai tindakan kita, dan itu semua keluar dari hati. Jika hati kita jahat, perkataan kita jahat. Jika hati kita busuk, maka motivasi kita yang mendorong tindakan kita adalah motivasi busuk yang pada akhirnya membuat tindakan kita tidak diperkenan oleh Tuhan. Itu sebabnya kita mesti belajar melihat apa yang dilakukan oleh manusia bukan hanya tindakan luarnya saja yang akan Tuhan nilai, tetapi kondisi hati yang membuat ia melakukan itu. Saudara bisa secara rajin beribadah, secara rajin tolong orang, secara rajin mempunyai kehidupan Kristen yang baik, kelihatan dari mata orang-orang lain sebagai sebuah kehidupan Kristen yang sangat indah, yang pasti diperkenan oleh Tuhan. Tapi ketika Tuhan membongkar melalui penghakimanNya, baru kita sadar ternyata orang-orang ini ditolak oleh Tuhan. Mengapa ditolak? Karena semua tindakan yang mereka lakukan adalah tindakan yang keluar dari hati yang salah. Di dalam Kitab Suci, kita mesti baik-baik membaca, ada banyak aspek yang diajarkan. Adakah aspek tindakan yang diberikan penekanan oleh Alkitab? Ada. Injil Matius adalah Injil yang salah satunya yang menekankan hal ini. Kalau Saudara melihat Injil Matius, salah satu yang sangat diajarkan di dalam Injil ini adalah tindakan. Kalau engkau adalah orang yang menerima bahagia karena Tuhan mencintai engkau, maka engkau akan bertindak, ini Matius 5-7, khotbah di bukit. Tapi setelah itu dilanjutkan dengan perkataan-perkataan “jika engkau sudah mendengar perkataan, cintailah sesamamu dan bencilah musuhmu. Aku berkata kepadamu kasihilah musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci engkau. Jika ada orang yang paksa engkau jalan 1 mil, berjalan dengan dia 2 mil. Jika ada orang yang menginginkan jubahmu berikan juga dia pakaianmu yang lain”, dan lain-lain. Ini semua tindakan, tindakan itu penting. Orang sudah bertindak lalu Saudara mengatakan “saya tidak hargai tindakannya, saya mau tahu dulu motivasinya”, tidak, tindakan orang sangat dihargai oleh Tuhan. Namun di sisi lain Tuhan juga mau membongkar kita dengan menunjukkan kalau tindakanmu baik, keluar dari hati yang baik, maka engkau orang yang benar. Tapi kalau tindakanmu baik keluar dari hati yang salah, engkau akan jatuh ke dalam dosa. Maka orang Israel jatuh, karena mereka tidak tahu kondisi hati mereka yang sebenarnya sangat jahat. Kalau Saudara membaca dari Perjanjian Lama, Saudara akan sadar bahwa Israel tidak punya masalah hati di dalam kelompok orang yang masih setia kepada Tuhan. Israel punya problem tindakan. Tuhan membuang mereka karena mereka tidak mencintai sesamanya. Tuhan membuang mereka karena pemimpin-pemimpin mereka menindas orang-orang lemah. Tuhan membuang mereka karena para imam korupsi uang dari jemaat Tuhan dan dipakai untuk bersenang-senang, pesta pora. Tuhan membuang Israel karena tindakan mereka menyembah di kuil-kuil berhala. Jadi ini jelas, Tuhan membuang orang-orang yang tidak kenal Tuhan. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang kenal Tuhan? Mereka saleh. Kita melihat Daniel, kita melihat Yehezkiel, kita melihat Sadrakh, Mesakh, Abednego atau Hananya, Misael dan Azaria, kita melihat mereka adalah orang-orang yang di dalam pembuangan pun mempunyai tindakan yang baik yang keluar dari hati yang baik. Kalau begitu apa yang dikatakan oleh Paulus tidak di dalam konteks Perjanjian Lama lagi. Yang dikatakan oleh Paulus adalah tafsiran Perjanjian Lama yang dibagikan untuk orang Israel saat itu. Ini salah satu prinsip penting di dalam menafsirkan Kitab Suci, kita bukan hanya menggali apa yang Alkitab nyatakan pada waktu dulu, tapi kita juga mesti melihat apa yang Tuhan nyatakan untuk kita sekarang. Apakah untuk kita sekarang Tuhan memberikan dengan cara yang langsung kena kepada konteks kita? Mungkin tidak. Saudara akan membaca apa yang Tuhan nyatakan di dalam kondisi zaman yang sudah lewat, di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Tapi begitu Saudara menikmati apa yang Tuhan pesankan bagi umat Tuhan, Saudara akan lihat relevannya apa yang Tuhan nyatakan itu dengan kita sekarang. Saudara akan sadar bahwa problem hati manusia tetap sama. Ada orang yang malas bertindak dan Tuhan tegur. Ada orang yang tindakannya begitu ngawur dan penuh dosa, dan Tuhan buang. Ada orang yang tindakannya begitu baik tapi hatinya bobrok, ini yang sedang dibongkar oleh Paulus.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Penetapan Kasih Allah
Kita melanjutkan pembahasan pasal 9 dan di dalam ayat-ayat yang kita baca ada penjelasan dari Paulus mengenai alasan Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada orang yang tidak layak. Ini menjadi pengertian yang harus kita terima di dalam doktrin predestinasi ini. Tuhan menyelamatkan orang-orang yang tidak layak diselamatkan. Kebenaran yang Tuhan berikan kepada orang yang tidak benar dan juga keselamatan yang Tuhan berikan kepada pemberontak, ini inti dari doktrin predestinasi. Jadi kalau ada yang mengatakan doktrin predestinasi membuat orang melihat Tuhan sebagai Allah yang kejam, yang tidak berperasaan, yang memilih sebagian untuk selamat dan sebagian dibiarkan binasa, itu cara berpikir yang salah. Seringkali kita menerima Kitab Suci dan memasukkannya ke dalam pengertian yang kita sudah susun sendiri. Kerangka kita berpikir ada kerangka yang ngotot kita pertahankan dan apapun yang Alkitab katakan dimasukkan ke dalam cara berpikir kita itu. Cara berpikir kita begitu banyak salah, kita pikir apa yang logis tetapi sebenarnya jauh dari apa yang konsisten. Kita pikir cara berpikir dengan sistem seperti ini yang paling benar, tapi kalau kita mau terapkan itu ke Tuhan, baru kita tahu cara berpikir kita banyak salah. Maka Alkitab mengoreksi bukan cuma dengan memberikan kita informasi, seringkali kita cuma tangkap informasi dari khotbah. Saudara mendengar khotbah untuk diubah cara berpikir, sehingga kalau masih sama, kita belum benar-benar bertobat. Salah satu yang paling Paulus tekankan di Roma 12 adalah kita ini memiliki cara berpikir yang diubah. Berubahlah oleh pembaharuan cara berpikir. LAI terjemahkan “berubahlah oleh pembaharuan budi”. tetapi sebenarnya ditekankan adalah pembaruan cara pikir. Cara pikir kita banyak salah. Banyak orang tafsirkan “kalau begitu tidak perlu banyak pikir. Iman Kristen bukan tentang pikiran”, salah. Pikiran kita banyak salah maka pikiran kita perlu dikoreksi. Seringkali kita menerima pengertian dari Kitab Suci lalu kita kerangkakan di dalam kerangka yang sudah terbiasa miliki, sehingga kita mengatakan kalau di satu sisi Tuhan menetapkan segala sesuatu maka di sisi lain yang harus diterima sebagai kesimpulan logis adalah Tuhan tidak pernah peduli keadaan sejarah. Dia cuma mengaturnya dan Dia membiarkan semua berjalan sesuai dengan yang Dia atur. Itu menyebabkan Tuhan menjadi kejam dalam pikiran manusia. Karena Dia sudah atur semua dan semua tergantung pada apa yang Dia sudah tetapkan. Tidak ada lagi kebebasan, tidak ada lagi tanggung jawab, tidak ada lagi kemungkinan untuk manusia bebas dari penghukuman Tuhan karena Tuhan sudah tetapkan manusia berada di dalam keadaan yang Dia sudah atur. Tapi ada beberapa kesalahan dari pikiran ini, yang pertama adalah kita tidak bisa identikkan pengaturan Tuhan dengan cara kita mengatur. Saudara bisa mengatur dan Saudara bisa berpikir tentang pengaturan, tapi Saudara tidak bisa letakkan itu ke Tuhan. Tuhan adalah Allah yang mengatur segala sesuatu, itu benar, tapi segala sesuatu berjalan dengan sangat dihargai oleh Tuhan. Ini sesuatu yang seperti kontradiksi dalam pemikiran logis kita, tapi saudara harus ketahui pikiran logis kita tidak bisa diterapkan kepada Allah yang melampaui segala sesuatu. Itu sebabnya yang Tuhan nyatakan harus kita terima secara logis tetapi kita tidak bisa pastikan bahwa ada koneksi yang jelas dalam pikiran kita, antara satu pemikiran dan pemikiran lain tetap akan ada sesuatu yang harus kita serahkan kepada pribadi Allah. Dan itu tidak bisa kita kontradiksikan dan juga kita tidak bisa harmoniskan. Maka di satu sisi Alkitab memperkenalkan Allah atur segala sesuatu, di sisi lain Alkitab memperkenalkan Allah peduli segala sesuatu yang terjadi didalam pengaturanNya. Tuhan adalah Allah yang mengeraskan dan merubahkan hati. Tetapi kerasnya hati dan berubahnya hati itu akan membuat Tuhan emosiNya terkait kepada apa yang terjadi. Orang yang keras hati akan membangkitkan murka Tuhan dan orang yang hatinya kembali ke Tuhan akan menyukakan hati Tuhan. Bagaimana bisa? Tuhan senang karena hati orang yang berubah karena pekerjaan Dia sendiri bisa? Bisa, karena Alkitab menyatakan demikian. Bagaimana dua hal ini dikaitkan? Ini dikaitkan dalam pribadi Tuhan. Vern Poythress mengatakan Tuhan melatih orang Kristen berpikir dan mengkerangkakan seluruh pikirannya dengan dikaitkan pada pribadi Tuhan. Maka segala pengertian yang kita peroleh dari Tuhan berguna membuat kita memuji Dia. Saudara memuji Tuhan karena segala sesuatu Dia yang atur, di satu sisi. Tapi di sisi lain Saudara juga memuji Tuhan karena Tuhan adalah Allah yang memberikan hatiNya kepada apa yang terjadi di dalam ciptaan. Kalau ada orang yang jahat dan kejam, Dia sangat marah. Kalau orang jahat itu berbalik, Dia sangat sukacita. Siapa membuat orang jahat berbalik dari dosanya? Tuhan. Kalau Tuhan yang bikin, mengapa Dia masih sukacita? Mengapa hatiNya masih senang mengapa dia menghakimi dan memberikan belas kasihan? Ini sesuatu yang Saudara seperti tidak bisa koneksi kan. Tetapi koneksi itu ada di dalam pribadiNya Tuhan. Maka kita tidak bisa mengaitkan semua untuk membuat pikiran kita harmonis, tapi segala sesuatu yang Tuhan nyatakan untuk menaikkan pikiran kita dengan kemuliaan Tuhan. Inilah yang harus kita kejar, memuliakan Tuhan dengan setiap pengertian, meskipun antara satu pengertian dan pengertian lain tidak ada koneksi yang membuat kita menerima seluruh doktrin itu secara harmonis.
Sulit memikirkan Kristus Allah sejati, tapi juga manusia sejati. Bagaimana mengerti ini? Di dalam teologi Kristen ada pengertian membahas secara logis. Tetapi tetap ada misteri tentang bagaimana sifat Ilahi dan juga sifat manusia bisa berada dalam satu pribadi. Ini sesuatu yang tidak bisa kita pahami dengan tuntas, tetapi setiap pengertian baik natur Ilahi maupun natur manusia Kristus, semua pengajaran ini berguna untuk membuat kita semakin mengagumi Tuhan. Ternyata Allah kita mengagumkan karena aspek-aspek pengajaran yang Alkitab bagikan. Ini sebabnya banyak orang sulit menerima doktrin kedaulatan Allah, karena mereka berusaha kerangkakan tapi melibatkan sesuatu yang bukan Tuhan untuk membuat semuanya harmonis. Bagaimana mengerti Allah menetapkan segala sesuatu dan mengerti Allah yang memberikan penghakiman terhadap apa yang terjadi. Dua hal ini tidak bisa terkoneksi, tapi saudara dua ini tidak dimaksudkan dikoneksikan untuk membuat pikiran kita harmonis tanpa pribadi Tuhan. Bagaimana ini dipahami? Doktrin Allah menetapkan segala sesuatu membuat kita memuji Tuhan karena tidak ada apapun yang terjadi yang diluar kehendak Dia. Bahkan rambut jatuh pun ada di dalam ketetapan Dia. Berarti apa pun yang terjadi, sedetail apa pun tidak mungkin di luar ketetapan Tuhan. Pengertian ini dipakai mempertumbuhkan iman karena kita mengagumi aspek ini dari Tuhan. Ternyata Tuhan kita atur segala hal. Maka kita bisa tenang di dalam Dia karena kita tahu semua Dia yang atur. Apapun yang terjadi tidak ada yang di luar pengaturan Dia. Tapi aspek ini tidak boleh dibenturkan, tidak boleh overflow, melampaui bagiannya lalu masuk ke dalam bagian tanggung jawab manusia. Saudara tidak bisa mengatakan “karena Allah menetapkan segala sesuatu, Dia juga menetapkan pertobatanku. Aku tunggu Dia arahkan saya bertobat. Kan ini terserah Dia”. Paulus mengatakan itu menghujat Tuhan karena engkau mengkerangkakan cara berpikir yang berusaha menciptakan ilah dalam bayangan kita, yang harmonis dengan semua pengertian ini. Tapi yang Saudara harus lakukan adalah mengaitkan ini dengan aspek tertentu dari Tuhan yang membuat Saudara kagum kepada Dia. Maka kalau Saudara mengatakan akankah Tuhan menghakimi? Alkitab menjawab “iya”, “kan Tuhan mengatur semua”, Tuhan jelaskan untuk membuat kita tenang di dalam Dia. Bukan untuk membuat kita memanipulasi doktrin demi kecemaran dan keberdosaan. Maka kalau Saudara adalah orang cemar, Saudara manipulasi doktrin untuk pembenaran diri. Itu tidak boleh terjadi, doktrin bukan untuk pembenaran diri. Doktrin untuk menolong kita memuji Tuhan.
- Khotbah Tematik
- 8 Aug 2021
Pentakosta: Berseru kepada Tuhan
Hari turunnya Roh Kudus adalah hari yang mulia karena dinanti-nanti di dalam sejarah Israel sebagai penggenapan janji Tuhan. Turunnya Roh Kudus bukan berarti Roh Kudus baru bekerja pada saat Pentakosta, bukan berarti sebelumnya Dia tidak ada di bumi. Tentu pekerjaan Roh Kudus bukan baru dimulai di Pentakosta. Kadang kesalahan ini cukup fatal waktu baca Perjanjian Lama, bukannya Roh Kudus baru turun dalam peristiwa Pentakosta? Roh Kudus sudah bekerja sejak awal di dalam Kitab Kejadian ditekankan bahwa Roh Kudus berbagian di dalam penciptaan. Roh Allah menaungi permukaan air dan memulai karya penciptaan, ini ada di dalam Kejadian 1 ayat 1-3, jadi pekerjaan dari Allah, pekerjaan dari Roh dan pernyataan firman dari Allah. Berarti Roh Kudus sudah bekerja dari awal, dari permulaan Kitab Suci ditulis di situ Allah Tritunggal sudah diperkenalkan. Dan di dalam bagian akhir dari Kitab Suci di situ juga Allah Tritunggal diperkenalkan sebagai yang membawa pekerjaan baru atau membawa karya penciptaan yang baru. Kalau begitu apa pentingnya Roh Kudus? Mengapa peristiwa Pentakosta menjadi penting di dalam memahami hadirnya Roh Kudus? Karena di dalam pengertian orang Israel ada dua periode dalam sejarah. Periode pertama ketika Tuhan masih membiarkan kuasa jahat merajalela. Orang jahat, pemerintah yang tidak kenal Tuhan, penyembah berhala, dan seluruh bangsa sedang ada dalam kegelapan. Kalau kita lihat Perjanjian Lama tidak ada bangsa yang menyembah Tuhan kecuali Israel setelah Tuhan panggil dan itupun tidak lama. Di dalam generasi demi generasi berlanjut mereka menjadi penyembah berhala juga. Jadi kita melihat bahwa di bumi bangsa-bangsa masih dikuasai oleh si jahat, penyembahan berhala, kekejaman, kejahatan, ketidakadilan terjadi terus. Lalu kapan ini berubah? Di dalam pengharapan Israel ini hanya berubah ketika Tuhan mendatangkan zaman yang baru. Zaman yang baru adalah zaman yang merubah segala sesuatu. Tuhan yang sekarang berkuasa bukan lagi kejahatan, Tuhan yang sekarang mengambil alih bumi dan bukan raja kafir yang tidak mengenal Tuhan. Pengertian ini harus ada di dalam hati kita, kalau hidup kita dikuasai kisah Kitab Suci, maka kita tidak sulit memahami pengharapan dan hidup berpegang kepada Tuhan. Karena di satu sisi kita berpegang kepada Tuhan, di sisi yang lain kita berharap Tuhan menggenapi cerita hidup versi kita sendiri. Saudara tidak boleh punya versi hidup, versi cerita sendiri mengenai hidup. Kita mesti dimasukkan ke dalam kisah besar yaitu kisah Alkitab. Kalau begitu baru kita bisa mempunyai kelimpahan di dalam mengenal Tuhan.
Maka Israel harapkan munculnya zaman baru. Apa yang membedakan? Di dalam tradisi di abad ke-2 sebelum Masehi, yang ditekankan menjadi perubah adalah sang Mesias. Mesias akan mengubah secara radikal seluruh sejarah berputar dari penyembahan berhala kepada Tuhan. Bangsa-bangsa akan mulai dimenangkan oleh Tuhan sendiri. Jadi ini pengharapan besar sekali, bangsa-bangsa dimenangkan Tuhan. Tapi mereka tidak mengerti bahwa ketika Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, Tuhan akan memanggil mereka di dalam level yang sejajar dengan orang Israel. Bangsa lain yang percaya kepada Tuhan sejajar dengan orang Israel yang percaya kepada Tuhan. Yang menjadi pemimpin dari bangsa-bangsa itu Mesias, bukan Israel, ini yang tidak dimengerti oleh orang Israel. Maka Tuhan perlu mengajar mereka di dalam seluruh Kitab Kisah Rasul, bahwa ketika Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, mereka sejajar dengan orang Yahudi. Ini Membutuhkan satu pertemuan besar di Yerusalem, besar karena para petinggi gereja semua ada, Petrus, Yakobus saudara Yesus, dan Paulus, kemudian orang yang berdebat dengan Paulus membawa kasusnya kepada para rasul. “Orang ini memberitakan Injil ke bangsa-bangsa lain tapi tidak mengajar mereka budaya Yahudi. Orang-orang yang sudah percaya Tuhan Yesus tidak disunat, tidak dijadikan orang Israel, ini rasul palus”, menurut tuduhan mereka. Tapi kemudian Petrus membela Paulus dengan mengatakan “sebelum kami menyuruh Kornelius menjadi Yahudi, sebelum kami menyuruh dia disunat, Roh Kudus sudah turun atas dia, jadi Tuhan sudah bekerja memanggil orang-orang bukan Yahudi, lalu memberikan kepada mereka tempat yang sama dengan orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan”. Berarti Tuhan mau panggil bangsa-bangsa di dalam derajat yang sama dengan Tuhan memanggil Israel. Ini berita yang perlu waktu lama untuk orang Yahudi paham dan belajar. Orang Yahudi berharap Mesias datang dan zaman yang baru pun tiba Mesiaslah yang mengubah. Lalu apalagi yang berubah? Yang berubah adalah, ini yang ada di dalam nubuat Kitab Yoel bahwa Tuhan akan mencurahkan RohNya dengan limpah. Maka pencurahan roh ini menjadi perbedaan besar antara zaman lama dan zaman yang baru. Zaman yang baru, Tuhan mencurahkan RohNya dengan begitu bebas dan begitu limpah. Di dalam pembacaan votum tadi ditekankan bahwa Tuhan akan mengerjakan janjiNya, yaitu membuat ciptaan yang baru, bukan dengan kuasa militer, bukan dengan tentara, bukan dengan senjata, tetapi dengan Roh, Roh Kudus yang akan kerjakan. Lalu di dalam Kitab Yoel yang dikutip oleh Petrus, dikatakan bahwa Tuhan akan mencurahkan Roh kepada orang bebas dan kepada hamba, kepada laki-laki dan kepada perempuan, kepada anak muda dan orang tua, Tuhan akan mencurahkan RohNya. Kita dikuasai oleh banyak cerita yang sudah dibuat oleh tradisi gereja yang sayangnya tidak tepat, sehingga kita tidak menangkap dari cerita Alkitab apa yang Kitab Suci mau tekankan kepada kita. Kalau kita baca dari Perjanjian Lama yang sangat ditekankan oleh Kitab Suci adalah Roh hanya dicurahkan di dalam 2 konteks. Konteks yang pertama adalah ibadah di Bait Suci, tidak ada orang dapat pencurahan Roh kecuali dia imam, tidak ada orang dapat pencurahan Roh kecuali dengan tangannya dia membangun Bait Suci atau Kemah Suci, seperti misalnya Bezaliel dan Aholiab. Jadi pencurahan Roh ini hal yang sangat serius, orang biasa dilarang mengklaim dirinya mempunyai Roh, begitu ketatnya perbedaan antara pencurahan Roh kepada orang penting dan orang biasa yang mengklaim punya Roh. Sehingga Yosua pun merasa begitu marah ketika dia melihat Tuhan ambil Roh dari Musa, lalu meletakkan kepada para pemimpin, 70 orang yang diangkat oleh Tuhan. Yosua mengatakan “tuanku Musa, cegalah mereka menjadi sama dengan engkau”, tapi Musa mengatakan satu kalimat yang sangat indah, dia mengatakan “saya punya pengharapan semua orang dapat apa yang mereka dapat. Saya ingin semua orang mendapatkan kenikmatan diberikan Roh Kudus”, ini yang harusnya kita pahami dulu. Tapi sayangnya di dalam tradisi gereja yang sayangnya tidak tepat, ditekankan bahwa siapapun bisa minta, “kalau kamu mau berdoa, kamu akan bisa dapat Roh Kudus”, sehingga kita bisa mempunyai sense, dan ini sangat salah, bahwa dicurahkan Roh Kudus itu hal normal. Siapapun bisa, kalau saya mau dapat Roh Kudus bisa, yang saya perlu lakukan adalah beriman atau mengklaim atau doa. Tapi ini adalah salah, sesuatu yang tidak sama dengan berita dari Perjanjian Lama. Kadang-kadang kita perlu mengoreksi kembali cara kita berpikir supaya cerita yang salah tidak menguasai pikiran kita. Karena kalau cerita yang salah menguasai pikiran kita, khotbah apapun akan kita tafsirkan berdasarkan cerita itu. Seorang bernama Alasdair MacIntyre mengatakan manusia itu makhluk bercerita, kita akan meletakkan informasi di dalam konteks cerita. Saudara dapat informasi, Saudara dengar khotbah, Saudara dengar pengajaran itu tidak mempertumbuhkan kita karena apa yang diberikan di dalam bentuk informasi dan pengajaran, kita masukkan ke dalam cerita yang totally wrong, yang sama sekali salah. Dan karena ceritanya salah, informasinya jadi tidak berguna. Itu sebabnya kita mesti kembali kepada apa yang Kitab Suci ajarkan kepada kita. Di dalam Perjanjian Lama manusia tidak seharusnya mendapatkan Roh di dalam konteks Perjanjian Lama, karena hanya orang-orang penting seperti imam, seperti orang-orang yang Tuhan berikan penglihatan untuk bernubuat seperti Daniel, dan raja yang Tuhan kehendaki. Saul, Tuhan berikan Roh setelah itu Tuhan ambil. Daud, Tuhan berikan Roh dan Tuhan tetap mengizinkan Daud dipimpin oleh Roh. Raja-raja lain tidak dicatat diberikan Roh lalu Tuhan penuhi mereka dengan RohNya, sehingga tidak semua raja dapat anugerah ini. Namun Tuhan berfirman kepada Daud, “nanti anakmu akan Aku bangkitkan dan dia akan Aku berikan RohKu. Dan Aku tidak akan pernah ambil RohKu dari dia. Selamanya dia akan dipenuhi oleh RohKu”, anak Daud akan penuh dengan Roh. Saudara akan lihat setelah Tuhan menjanjikan itu kepada Daud, tidak pernah dicatat lagi bahwa ada Raja Israel yang penuh Roh, seolah Tuhan menyatakan “Aku sudah berjanji anak Daud yang nanti akan penuh dengan Roh, tunggulah dia”. Ketika Dia datang dia kan penuh dengan Roh Kudus, jadi anak-anak Daud tidak dicatat secara eksplisit dipenuhi Roh Kudus. Tentunya ini sesuatu yang disengaja, karena janji Tuhan bahwa sang Anak Daud yang sejati yaitu Kristus, Dialah yang akan dipenuhi oleh Roh Kudus. Tuhan menjanjikan di zaman yang baru menurut Kitab Yoel, semua akan dipenuhi Roh Kudus dan ini akan membuat kita heran, “mengapa Tuhan berkenan lakukan itu, kami tidak layak dapat itu”. Ketika saudara sudah dibiasakan dibentuk dengan pola pikir hanya orang tertentu yang sangat spesial, yang dekat dengan Tuhan yang Tuhan mau bekerja dengan limpah, hanya mereka yang berurusan dengan Kemah Suci yang adalah raja tertentu, mereka saja yang boleh penuh dengan Roh. Tapi Tuhan menjanjikan ada saatnya nanti “ketika Aku mencurahkan RohKu, maka anak-anak pun bisa bernubuat, orang-orang tua pun mendapatkan penglihatan, dan orang-orang biasa bisa menjadi penuh dengan Roh. Ini ditekankan dalam Kitab Kisah Rasul, sehingga ketika kita membaca khotbah Petrus, mengutip dari Yoel, kita mengerti Petrus sedang menyatakan klaim yang luar biasa, inilah saatnya zaman yang baru itu. Zaman yang baru disegel dengan kehadiran Roh. Maka ini bukan tentang Roh Kudus baru datang dan bekerja, Dia sudah bekerja dari awal, tapi ini tentang segel mengenai kehadiran zaman baru. Pentakosta adalah pernyataan bahwa Sang Mesias sudah bertahta dan sekarang zaman baru sudah dimulai. Mesias sudah bertahta dan pengharapan akan kesempurnaan ciptaan sudah dilakukan Tuhan di dalam sejarah. Itu sebabnya tepat jika manusia tidak bisa lari dari pembagian sejarah yang ditentukan oleh kehadiran Sang Mesias. Tahun Tuhan atau sebelum tahun Tuhan, sebelum Kristus dan tahun ketika Tuhan hadir. Fakta Kristus merubah tidak bisa dihindari oleh manusia.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Predestinasi dan Hidup Suci
Di sini ditekankan orang yang lembut hati, dilembutkan hatinya oleh Tuhan dan orang yang keras hati, dikeraskan hatinya oleh Tuhan. Ayat 17 menyatakan Tuhan membangkitkan Firaun supaya memperlihatkan kuasa Dia di dalam Firaun. Kekerasan hati Firaun tidak lepas dari rancangan Tuhan. Ada beberapa cara memahami ketetapan Tuhan dalam menyelamatkan dan membiarkan sebagian lainnya atau tetap di dalam kebinasaan. Pertama kita tidak mungkin bisa pahami dengan sempurna. Kita sedang masuk dalam pikiran yang hanya Tuhan bisa mengerti dengan sempurna. Saudara mungkin mengatakan semua juga tentunya hanya Tuhan, betul. Kita bergumul untuk mengerti, tapi pengertian sejati yang sepenuh-penuhnya hanya mungkin dipahami oleh Tuhan sendiri. Tapi ini tidak berarti Tuhan tidak menginginkan kita bergumul dan memahami setiap Firman. Ketika Dia mengajarkan kepada kita tema-tema tertentu di dalam Kitab Suci, tugas kita memahami baik dan mohon Tuhan tuntun supaya kita tidak salah memahami kebenaran firman Tuhan. Di dalam pandangan orang-orang yang menolak doktrin predestinasi, mereka mengatakan Tuhan tidak bersalah karena bukan Tuhan yang mengeraskan hati. Jadi kalau orang keras hati, itu kesalahannya sendiri, Tuhan tidak bertanggung jawab. Orang dalam tradisi Reformed mengatakan Tuhan tidak bertanggung jawab untuk kekerasan hati Firaun, tapi Alkitab juga mengatakan Tuhan mengeraskan hati Firaun. Kalau Tuhan mengeraskan hati Firaun bukankah seharusnya Tuhan bertanggung jawab? Argumen ini tidak kuat karena memberikan pertangggungan jawab kepada Tuhan. Tuhan tidak bertanggung jawab kepada diriNya untuk tindakan yang Dia lakukan. Jadi ada sesuatu yang miss di sini. Kita tidak meletakkan Tuhan di bawah akuntabilitas atau di bawah penilaian Tuhan sendiri. Kalau Saudara mengatakan “saya ingin tahu rancangan Tuhan itu adil atau tidak”. Bolehkah kita tanya itu ke Tuhan? Tuhan mengizinkan kita tanya. Kitab Ayub penuh dengan pertanyaan. Tapi Saudara harus membedakan antara pertanyaan dengan keluh kesah atau pertanyaan yang menggugah kita untuk bertanya kepada Tuhan, karena kita sedang berada di dalam keadaan meratap, dengan pertanyaan yang dilemparkan karena berada dalam kepahitan, tidak lagi mau ikut rencana Tuhan. Di dalam Kitab Suci dibedakan ratapan dan bersungut-sungut, kedua hal ini benar-benar harus kita pegang. Tuhan marah kepada Israel yang bersungut-sungut di padang gurun. Tapi Tuhan tidak marah kepada Yeremia, Ayub, dan Pemazmur karena mereka mempertanyakan dengan keinginan tunduk kepada Tuhan. Mereka mempertanyakan karena desakan keadaan yang membingungkan “dimanakah janji dan penyertaan Tuhan? Mengapa kami tidak merasakannya?”, kadang-kadang mereka tanya dengan kalimat keras kepada Tuhan. Tapi Tuhan penuh kesabaran menerima dan mengizinkan orang meratap sedemikian. Tapi tidak demikian dengan keluh kesah, karena mereka memanfaatkan kemungkinan mempengaruhi orang lain, lalu bersama-sama mempengaruhi mau memberontak kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan tidak bisa menjadi pemimpin kami”, itulah keluh kesah, itulah sungut-sungut. Maka di dalam Kitab Suci, dua hal ini dibedakan. Saudara jangan mencegah orang yang bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa hidup saya begitu keras, apakah Tuhan lupakan saya?” Waktu orang menyadari “saya berada dalam keadaan yang seharusnya tidak ditimpa seperti ini”, seperti Ayub, maka dia tanya kepada Tuhan. Dan Tuhan memberikan kesempatan dia untuk bergumul sedemikian dan mempertanyakannya kepada Tuhan. Tapi Tuhan tidak memberikan kesempatan untuk orang pergi ke orang lain dan mengatakan “untuk apa kita melayani Tuhan, untuk apa kita terus datang kepada Tuhan kalau begini caranya kita tidak perlu menjadi umat Tuhan”, itu adalah sungut-sungut, itu adalah pemberontakan kepada Tuhan. Saudara punya beban hati, katakan kepada Tuhan, bukan kepada orang lain, provokasi orang lain untuk membenci Tuhan. Itu keadaan yang tidak baik, itu tidak pantas. Karena kita tidak mengerti keadilan Tuhan di dalam gambaran yang penuh, tapi kita sudah berani menghakimi dan mengajak orang lain untuk mempertanyakan Tuhan juga. Tapi kalau kita dengan serius datang kepada Tuhan dalam doa, Tuhan tidak pernah membuang orang yang doa dengan jujur, lalu memanjatkan hal-hal yang mempertanyakan keadilan Tuhan bertindak. Tapi orang-orang seperti ini harus melakukan itu dengan segala kerendahan hati. Dia melakukan dengan kesadaran “saya tidak akan pernah tinggalkan Tuhan, baik atau buruk saya akan datang kepada Tuhan, keadaan apa pun saya akan datang kepada Tuhan”, ini orang yang jujur dan merupakan umat yang sejati. Tetapi orang yang tanya ke Tuhan lalu mengatakan “kalau begini saya kecewa dan tidak mau Tuhan lagi”, itu orang bukan mau mencari jawaban dari Tuhan, dia tidak benar-benar ber-Tuhan. Karena dia tidak mau terus berpegang kepada Tuhan dalam setiap keadaan.
Apa bedanya umat sejati dengan yang palsu? Ketika bangsa Israel di padang gurun, sebagian adalah pemberontak yang tidak mau Tuhan dan hanya sebagian kecil, bahkan generasi yang lebih muda, itu yang Tuhan berkati dengan kemungkinan masuk Tanah Kanaan. Orang lain adalah umat palsu, tidak benar-benar mau Tuhan. Mereka sedang pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain. Saudara tidak bisa pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain, karena yang lain itu tidak ada. Saudara berpegang kepada Tuhan atau Saudara berpegang pada ketiadaan, ini pilihanya. Maka jangan mengatakan “saya tidak tahu masih terus akan ikut Tuhan atau tidak”, itu kalimat secara logis bodoh, itu kalimat kalau di dalam anugerah Tuhan kita lihat merupakan kalimat yang tidak mengerti betapa baiknya Tuhan. Maka Yosua pernah bertanya kepada orang Israel, “kamu mau melayani Tuhan? Saya minta komitmenmu, kamu mau berpegang kepada siapa sampai mati?”. Iman bukan sesuatu yang main-main, iman adalah pilihan, satu kali pilih Saudara mau berkomitmen di dalam setiap keadaan. Maka Yosua mengatakan “pilihlah pada hari ini siapa yang kamu mau sembah. Apakah engkau mau sembah dewa-dewa nenek moyangmu di Mesopotamia, yang Tuhan sudah singkirkan karena Tuhan memanggil Abraham keluar dari sana. Dewa-dewa di sana tidak ada, itu hanya patung-patung buatan manusia dan legenda-legenda cerita mitos yang dikarang oleh manusia. Lalu kamu mau sembah siapa? Jika kamu tidak mau menyembah dewa-dewa di Mesopotamia dan kamu tidak mau menerima dewa-dewa di Kanaan, sembahlah Tuhan. Lalu mereka mengatakan “iya, kami akan lakukan”. Tapi Yosua mengatakan “kamu jangan pikir ini komitmen sembarangan”. Banyak orang komit dengan kalimat tapi hatinya tidak pernah sungguh-sungguh mau melakukan komitmen ini. Komitmen sesuatu yang menunjukkan karakter Saudara, siapa yang lemah dalam memegang komitmen yang penting, dia bukan orang yang baik, dia mesti bertobat dan menunjukkan karakter yang sejati. Maka Yosua mengatakan “kamu tidak sanggup, saya sudah melihat bangsa Israel di padang gurun terus mengaku dengan mulut: saya mau ikut Tuhan, kami menyembah Tuhan. Tapi faktanya tidak ada”. Di dalam keadaan goncang, Tuhan ditinggalkan. Di dalam keadaan sulit makan, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”. Di dalam keadaan sulit air, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”, inikah komitmen? Kalau komitmen hanya di keadaan baik, itu bukan komitmen. Itu adalah jiwa oportunis yang diberi makan oleh situasi, situasional sekali. “Saya mau ikut Tuhan kalau baik, kalau tidak baik saya tidak mau”. Kadang-kadang dalam keadaan buruk, ini sebuah ujian penting untuk komitmen dari hati Saudara kepada Tuhan dan ini menunjukkan karakter Saudara. Jika engkau mengatakan “saya mau ikut Tuhan”, seserius apa, sepenuh apa kekuatanmu untuk menjalankan janji itu? Karena tanpa komitmen kepada janji, Saudara bukan siapa-siapa. Tidak peduli berapa banyak uang didapatkan, berapa pintar pikiran, berapa besar bakat jika Saudara tidak punya komitmen, Saudara adalah orang rendah. Maka Yosua bertanya “kamu mau menyembah Tuhan? Kamu harus sering dengar peringatannya. Kamu harus janji mau taat firmanNya”, tanpa berinteraksi dengan Tuhan, tidak satu pun dari kita akan pegang komitmen perjanjian ini. Maka orang Israel dituntut oleh Tuhan untuk mengikat perjanjian dengan Dia, dan Dia berjanji akan setia kepada Israel. Tuhan ikat diriNya dengan umat perjanjianNya, dan umat perjanjianNya juga mengikat perjanjian dengan Tuhan. Maka ketika perjanjian ini dibuat, Tuhan mempunyai umat di bumi yang memberitahukan seluruh dunia bahwa Allah adalah Allah dan mereka gambar Allah yang ditebus dan dipulihkan sebagai bangsa. Ini pekerjaan besar, panggilan mulia. Maka ketika Tuhan memanggil Israel, Tuhan panggil dengan segala keseriusan, baik dari pihak Tuhan maupun Israel.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Doktrin Predestinasi 3
Kita melanjutkan pembahasan tentang pilihan Tuhan. Ini menjadi kontroversi di dalam gereja, apakah Tuhan memilih siapa yang diselamatkan dan memilih untuk membiarkan yang lain menjadi binasa. Ketika orang mendengar pengertian ini, mereka bereaksi dengan dua cara, pertama seperti Paulus, “terpujilah Allah”. Kedua, mulai mempertanyakan keadilan dari pengertian ini. Ketika Agustinus berbicara tentang konsep anugerah dan menekankan bahwa keselamatan manusia diberikan karena Tuhan berbelas-kasihan. Pelagius mengatakan, “tidak, manusia punya kebebasan, bisa menentukan sendiri mau terima anugerah atau tidak”. Manusia bisa memilih sendiri apakah dia merespon atau tidak. Ketika Martin Luther menekankan tentang kejatuhan total dan ketidakmampuan manusia untuk kembali kepada Tuhan, Erasmus meresponi dengan menyatakan manusia punya kehendak untuk memilih dan punya kemampuan untuk melakukan apa yang tepat jika dia memilih untuk melakukannya. Jadi yang satu menekankan pilihan Tuhan, yang lain menekankan manusia memilih. Ketika Calvin menekankan tentang tema predestinasi, respons yang diberikan kepada dia ada dua, pertama, dari Pigius. Dia menulis sebuah buku menentang konsep predestinasi dari Calvin. Lalu Calvin meresponi Pigius dengan menulis buku untuk me-reply dia. Maka mereka saling serang untuk memberikan argumen bagi posisi masing-masing. Kedua, kaum Remonstran, diawali oleh Yakobus Arminius. Ia adalah murid Calvin yang mencintai semua commentary Calvin, dia mengatakan dia belum pernah membaca tafsiran Alkitab seindah, seakurat dan semembangun commentary Calvin. Itu sebabnya dia tidak malu mengakui diri sebagai murid Calvin. Tetapi dia keberatan dengan pengertian predestinasi, karena ini membuat manusia seperti tidak ada pilihan selain menerima apa yang Tuhan sudah tentukan bagi dia. Tradisi Reformed Belanda dari pengikut Arminius, akhirnya mengeluarkan lima statement penolakan ajaran predestinasi Calvin disebut dengan 5 poin kaum Remonstran. Kalau kita membaca keberatan mereka, kita akan melihat ini masih lebih baik daripada keberatan yang dilemparkan sekarang. Karena yang mereka tekankan adalah sesuatu yang dari tradisi Reformed tidak anti. Manusia mempunyai kesadaran untuk memilih, tidak ada orang Reformed yang mengatakan manusia tidak punya kesadaran. Manusia punya kesadaran, manusia tahu mana baik mana jahat, manusia bisa punya kemampuan untuk pilih mana baik mana jahat di dalam aspek moral. Tetapi ketika menyangkut relasi dengan Tuhan, buku pertama Institutio Calvin, dikatakan manusia tidak mau datang ke Tuhan. Ini bukan masalah apakah manusia mempunyai pengetahuan untuk melakukan yang baik atau jahat. Manusia punya kemampuan untuk melakukan mana baik mana jahat di dalam aspek moral. Tetapi di dalam kaitan dengan mengenal Tuhan, manusia tidak punya kemampuan dan kemauan untuk datang ke Tuhan. Manusia memusuhi Tuhan di dalam hatinya. Ini jadi pergumulan yang penting dari buku Institutio. Di Jenewa, Calvin mengirim banyak misionaris Eropa karena dia percaya bahwa Reformasi adalah perang untuk memperbaiki ibadah. Ketika misionaris dikirimkan, mereka mulai mendirikan gereja aliran Refromed, menekankan bahwa kita mesti kembali kepada Tuhan. Mereka digerakkan oleh teologi agama atau pengertian tentang apa itu agama. Ada yang mengatakan, Protestan tidak mungkin mengirim misionaris, karena Protestan percaya predestinasi. “Mana mungkin kamu menginjili, kan Tuhan sudah pilih mana selamat mana tidak”. Pengertian ini salah fatal. Kalau kita membaca baik-baik pikiran Calvin, predestinasi adalah bagian kecil dari teologi dia. Dia punya pembahasan yang begitu beragam. Bahkan De Young, yang memelajari Calvin, mengatakan “sayang, orang cuma ingat beberapa aspek pemikiran Calvin. Padahal Calvin mengerti banyak hal. Kita cuma paham dalam aspek teologi dan celakanya kita cuma mengenal dalam pengertian predestinasi. Satu yang penting dari pemikiran Calvin adalah teologi agama, dia menekankan bagaimana manusia punya pengenalan akan Tuhan di dalam diri, tetapi tidak pernah sampai kepada Tuhan yang sejati. Apa yang salah? Tuhan memanggil kita dengan memberikan hati yang mencari Dia, tapi dosa merusak sehingga arah kita bukan mencari Tuhan, tetapi mencari yang lain. Itu sebabnya kita menjadi penyembah berhala, karena mencari yang lain dengan dedikasi dan dorongan yang Tuhan berikan untuk mencari Dia. Jadi dengan kekuatan untuk mencari Tuhan kita pakai itu untuk mencari yang lain, sehingga kita menjadi penyembah berhala. Berhala mengikat hidup kita dengan sangat keras, tidak bisa lepas. Ini pikiran yang Calvin tekankan. Maka ketika pengikutnya membaca, mereka menyadari kalau semua orang mau mencari Tuhan tapi dibelokkan dosa, maka pasti ada hal yang sama dari berita Injil dengan komitmen agama apapun, tetapi komitmen agama yang lain menjadi menyimpang. Ini yang dipahami oleh pengikut Calvin, sehingga ledakan penginjilan pun dimulai. Penginjilan baik dari tradisi Lutheran maupun Reformed sangat besar bahkan melampaui gerakan penginjilan yang dikerjakan tradisi Katolik sebelumnya. Kalau tradisi Katolik menyebarkan penginjilan bersamaan dengan armada laut yang kuat, maka gerakan Protestan di dalam abad 18 akhir membagikan lewat para misionaris.
Ada orang datang, termasuk ke Indonesia, punya tradisi Reformed. Orang seperti Van Asselt, salah satu pendiri HKBP, berdoa dan mengatakan “kami pergi menginjili, kami akan jadikan daerah ini mengenal Tuhan.” Ini awal perkembangan HKBP, penginjil dari tradisi Reformed bergerak. Mengapa mereka bergerak memberitakan Injil? Karena teologi agama. Ternyata orang yang menyembah patung, batu, roh nenek moyang, mengapa mereka bisa dedikasi total bahkan rela korbankan hidup? Karena ternyata itu gerakan yang Tuhan berikan di dalam hati untuk mencari Tuhan. Semua orang mencari Tuhan, tapi karena dosa pencarian itu dibelokkan ke yang lain. Ini sebabnya mereka merasa kalau begitu Injil bisa disampaikan ke agama mana pun, sehingga gerakan penginjilan dimulai. Jadi, dari tradisi Reformed, gerakan penginjilan didorong oleh pengertian teologis, ternyata ada kemungkinan memberitakan Injil secara teologi, ternyata Alkitab sudah memberitakan semua agama mencari Tuhan, semua agama ingin menyembah Allah, tapi mereka diselewengkan oleh hati yang berdosa, sehingga mereka mencari berhala. Ini sebabnya mereka pergi memberitakan Injil. Jadi di dalam tradisi Reformed ada banyak pengertian penting bukan hanya predestinasi, tapi predestinasi juga adalah pengertian penting yang banyak dibantah dan banyak ditentang. Maka para pengikut Remonstran mengatakan “kami menolak karena ada 5 poin keberatan kami. Kami tidak percaya manusia tidak mempunyai kemungkinan untuk percaya, kemungkinan untuk berespon”. Maka Canon of Dort di Belanda dibuat untuk menjawab keberatan ini.