- Surat Roma
- 20 Dec 2021
Pengharapan Ciptaan Baru
Saudara sekalian, di dalam 2 Korintus 5 ayat 17 ini ditekankan mengenai ciptaan baru. Di sini ditekankan tentang ciptaan baru yang sudah datang dan ini merupakan aspek yang sangat penting dari berita pendamaian. Di dalam ayat yang ke-18 dikatakan Tuhan memberikan kepercayaan kepada Paulus dan semua penginjil karena Dia sudah mendamaikan kita dengan diriNya melalui Kristus, dan inilah berita yang dibawa oleh Paulus. Injil menyatakan adanya pendamaian antara Allah dan dunia ini. Antara Allah dan orang-orang yang ada di dalam dunia, dan seluruh konteksnya yaitu dunia ini. Itu sebabnya perkataan ciptaan baru itu menjadi sangat penting. Di dalam surat-surat Paulus berkali-kali dinyatakan tentang ciptaan baru dan ciptaan baru ini bukan cuma sekedar keadaan baru dari orang percaya, melainkan keadaan yang sempurna dari rancangan yang Tuhan sudah berikan di awal. Kitab Kejadian memulai dengan Allah menciptakan langit dan bumi dan berita Injil menunjukkan kesempurnaan dari rencana Tuhan di dalam penciptaan langit dan bumi. Itu sebabnya, di dalam perjamuan kudus, kita menikmati janji bahwa Tuhan akan menyempurnakan segala sesuatu. Dan Tuhan memulai dengan orang-orang yang percaya kepada Dia yaitu kita semua. Kita adalah yang mengawali ciptaan baru ini setelah Kristus bangkit, Dia yang pertama, lalu setelah itu orang-orang percaya dan setelah itu menyusul seluruh ciptaan diperbarui di dalam janji Tuhan. Itu sebabnya misalnya kalau Saudara ditanya orang, mengapa menjadi Kristen? Salah satu jawaban yang paling kuat adalah karena Kekristenan memberikan pengharapan yang sejati. Pengharapan itu tidak hanya diberikan lewat iman yang tidak terbukti. Pengharapan itu diberikan lewat iman kepada tanda. Ada banyak tanda yang Tuhan sudah berikan dan tanda yang paling besar adalah peristiwa kebangkitan Kristus. Peristiwa kebangkitan Kristus merupakan tanda bahwa ciptaan baru akan terjadi. Cara berpikir di dalam iman Kristen itu cara berpikir yang mengandalkan tanda-tanda ini. Maka tidak terlalu tepat sebenarnya kalau dikatakan bahwa iman Kristen itu iman yang tanpa bukti. Seringkali orang modern minta bukti di dalam level pengertian yang mereka tuntut. Tapi Tuhan memberikan bukti yang lebih kuat. Orang mengatakan “berikan bukti secara scientific bahwa iman Kristen itu benar”, tetapi Kekristenan mengatakan “berikan bukti kepada kami bagaimana seluruh ciptaan ini bisa diandalkan dan diharapkan, seluruh alam, jika bukan lewat tanda-tanda yang Tuhan berikan”. Itu sebabnya banyak tanda yang Tuhan nyatakan dan hidup Kristen itu hidup yang seperti dikelilingi tanda dari cinta kasih Tuhan. Tuhan menyatakan begitu banyak cara bahwa Dia mencintai kita dan Dia akan perbarui segala sesuatu. Maka di dalam pasal 5 ini Paulus menekankan berita yang sangat menakjubkan, yaitu dia memberitakan tentang Kristus yang bangkit sebagai permulaan dari ciptaan baru. Dan kita semua adalah orang-orang yang diizinkan berbagian, berbagian di dalam ciptaan yang baru yang akan dikerjakan oleh Tuhan. Maka kalau kita lihat di dalam ayat 17 tekanannya adalah siapa di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru atau lebih tepat lagi siapa di dalam Kristus, ciptaan baru, new creation. Ciptaan baru dinyatakan lewat Kristus. Kristus mati, Dia membawa seluruh realita yang lama mati di dalam Dia. Dan kebangkitan Dia adalah kebangkitan yang membawa seluruh realita ciptaan baru menjadi nyata. Kadang-kadang kita melihat iman Kristen dengan cara yang sangat sempit, yang sangat bersifat zoom. Tapi berarti kita cuma melihat lingkaran kecil dari keseluruhan yang sangat indah. Tetapi Saudara sekalian, Alkitab itu mengajarkan bahwa Kristus dan salibNya adalah fokus bagi seluruh realita yang Tuhan akan jadikan. Sehingga kita punya pengharapan besar di dalam Tuhan bahwa segala sesuatu akan Tuhan buat menjadi sempurna adanya. Ini sesuatu yang sangat penting kalau kita lihat di dalam kotbah, misalnya dari Martin Luther, dia berkotbah tentang Surat Roma dan dia mengatakan Surat Roma berbicara tentang ciptaan baru, tentang kebangkitan. Karena yang lama sudah mati, kita ini sudah mati di dalam Tuhan dan orang mati perlu dibangkitkan. Jadi dia memparalelkan antara problem dan solusi yang Tuhan berikan. Tuhan memberikan masalah itu diselesaikan lewat kebangkitan, bukan lewat perbuatan, misalnya. Ini problemnya kalau kita menganggap bahwa perbuatan kita bisa membawa keselamatan. Berarti kita tidak tahu keselamatan seperti apa yang kita perlukan. Kita bukan cuma perlu keselamatan dalam status pribadi kita, kita perlu keselamatan di dalam konteks ciptaan. Tuhan menaruh manusia di dalam ciptaan dan ketika manusia jatuh dalam dosa, ciptaan ikut jatuh. Setelah itu Tuhan menjanjikan perubahan dan perbaikan melalui penebusan manusia. Dan karena itu Tuhan juga merencanakan akan menebus seluruh dunia. Di dalam buku Where Mortals Dwell, Craig Bartholomew mengingatkan bahwa manusia tidak mungkin tanpa konteks tempat. Jadi kalau Saudara dipertobatkan dan dijadikan milik Tuhan, yang berikut yang kita tanya adalah tempat apa yang Tuhan sediakan bagi kita? Maka sebelum kita membahas berfokus kepada pembahasan dari 2 Korintus 5 ayat 17, saya ingin kita merenungkan sedikit tentang tempat yang Tuhan berikan. Di dalam Taman Eden ada tempat yang indah sekali, Tuhan memberikan Adam tempat yang begitu baik. Dan di dalam Taman Eden ini ada 2 pohon seperti Saudara juga sudah ketahui, ada pohon pengetahuan baik dan jahat dan ada pohon kehidupan. Seringkali kita bertanya-tanya mengapa ada 2 pohon ini di dalam? Kita bertanya tentang pertanyaan ini karena kita tidak tahu sebenarnya taman ini itu taman apa? Waktu kita baca tentang taman di Kejadian, kita pikirannya taman di rumah kita. “Saya juga ada taman di rumah, mungkin tidak sebesar Taman Eden dan yang pasti tidak ada emasnya”, Taman Eden kan ada emasnya dan emasnya baik katanya. Jadi kita langsung pikir taman seperti taman di rumah kita atau taman di mana pun. Kita bisa lihat ada banyak taman, tetapi kita kita tidak bisa berpikir bahwa Taman Eden adalah seperti salah satu dari taman itu. Justru pohon pengetahuan baik dan jahat dan pohon kehidupan itu menjadi simbol bahwa ini bukan cuma sekedar taman, tapi ini adalah temple. Di dalam sebuah bait akan ada prinsip mana boleh mana tidak, baik dan jahat, dan ada sumber kehidupan. Nanti ketika Bait Suci didirikan, setting-nya juga sama, bukan cuma sekedar gedung, tetapi ada pernyataan mana hidup mana mati, ada pernyataan mana baik mana jahat, dan ada pernyataan dimana hidup akan mengalir. Jadi ketika lihat Taman Eden, lalu kita berpikir ini cuma teman biasa, pengertian 2 pohon itu langsung merombak pikiran kita, “ini bukan cuma taman, ini berarti temple”. Ini adalah temple like garden, ini adalah taman yang serupa Bait Suci. Itu sebabnya kita sebenarnya tidak perlu heran dan bertanya-tanya “mengapa Tuhan taruh pohon pengetahuan baik dan jahat di sini?”, ini kan pertanyaan yang sering kita tanyakan. “Kalau Tuhan suka manusia taat sama Tuhan, jangan taruh pohon pengetahuan baik dan jahat”, harus taruh. Mengapa harus taruh? Ini setting temple, tidak mungkin ada temple tanpa jalan baik jahat dan tanpa pernyataan mana hidup? Maka ketika Musa berbicara kepada orang Israel misalnya di dalam Kitab Ulangan, Musa mengatakan, “hari ini aku perhadapkan kepadamu jalan untuk hidup dan kematian. Pilihlah hidup”. Waktu dia menyatakan Taurat, dia mengatakan pilihlah hidup. Di dalam Kemah Suci dan kemudian Bait Suci, Taurat dibacakan ini adalah jalan hidup. Dan Taurat berbicara tentang mana baik mana jahat. Jadi pohon pengetahuan baik dan jahat ini bukan pohon untuk dimakan, ini adalah pohon yang menandakan seluruh taman itu adalah baik. Dan di dalam tempat suci inilah Adam melayani, Adam itu imam. Adam adalah imam dan sebenarnya seluruh manusia keturunan Adam menjadi imam seperti dia. Namun kita tahu Adam memilih kematian, Adam memilih jahat sebenarnya ketika dia memakan buah pohon pengetahuan baik dan jahat. Buah pohon pengetahuan baik dan jahat ini bukan buah yang dalamnya itu ada pengetahuan baik dan jahat, kalau makan kita menjadi pintar, seperti kalau kita makan multivitamin, ujian tiba-tiba naik, “ini berarti buah pengetahuan baik dan jahat, serelah memakannya, saya menjadi pintar, tahu baik dan jahat”, bukan, ini simbol. Simbol bahwa Tuhan akan menawarkan mana baik mana jahat, Tuhan yang menawarkan. Dan jahat adalah ketika kita memilih untuk mengabaikan Tuhan. William Ocham pernah mengatakan, di dalam salah satu tulisannya bahwa firman Tuhan itu adalah realita, maksudnya firmanNya adalah realita. Sehingga kita tidak bisa mengatakan “mengapa Tuhan begitu kejam, memerintahkan jangan makan lalu upahnya mati”, melanggar firman itu sudah keluar dari realita dan keluar dari realita berarti mati. Realita itu hanya mungkin dinyatakan oleh firman Tuhan. Di luar firman tidak ada hidup. Ketika manusia memutuskan untuk tidak hidup di dalam firman, sebenarnya dia memilih mati. Inilah setting temple dari taman. Tuhan menempatkan manusia di taman itu sama dengan mengatakan Tuhan menempatkan manusia di dalam sebuah bait. Dan bait inilah yang harus diekspans oleh manusia. Tuhan mengatakan kepada manusia untuk beranak cucu, penuhi bumi. Tentu mereka tidak penuhi bumi dengan cuma hadir di bumi, mereka akan ubah bumi menjadi tempat mereka hidup. Dan tempat mereka hidup yang mereka tahu itu pertama-tama adalah Taman Eden. Manusia hanya bisa hidup di dalam Bait yaitu Taman Eden ini. Manusia tidak bisa hidup di luar Bait, manusia tidak bisa hidup di luar relasi dengan Tuhan. Maka ketika Tuhan mengusir manusia dari Taman Eden, ini seperti mengusir manusia dari the presence of God, mengusir manusia dari hadiratNya Allah. Kita mati karena di luar Tuhan. Kita tidak bisa hidup kecuali tempat hidup kita adalah tempat yang juga adalah Bait. Tempat yang juga adalah tempat kudus, tempat suci, tempat yang dikhususkan untuk kehadiran Tuhan dan tempat yang dikhususkan untuk kita berelasi dengan Tuhan waktu Dia hadir. Jadi Tuhan hadir di Taman Eden dan manusia berelasi dengan Dia, itulah tempat hidup manusia. Ini syarat, kita tidak bisa hidup kecuali ada ini. Kita tidak bisa hidup kecuali Tuhan hadir, dan di luar Tuhan kita mati. Maka Taman Eden di set seperti itu supaya pembaca mula-mula langsung mengerti. Jadi kalau kita menjadi orang Yahudi, lalu kita baca bagian ini, momen kita sampai pada pembacaan dan Tuhan meletakkan pohon pengetahuan baik dan jahat dan pohon kehidupan di tengah tengah taman langsung kita mengerti, “ini bukan cuma taman, ini Bait”. Waktu orang baca Kitab Kejadian, waktu mereka sampai pada pembacaan Tuhan meletakkan 2 pohon ini, langsung mereka tahu “oh, ini Bait”, simbolnya jelas sekali. Maka Saudara, tempat hidup manusia adalah Bait. Di mana pun Tuhan hadir, di situ menjadi tempat kudus dan manusia diundang untuk bersekutu dengan Dia di situ.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Bagaimana Membentuk Keinginan yang Kudus?
Mari kita membaca Roma pasal 12: 8-11, “Jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas. Siapa yang memberi pimpinan, hendaklah ia melakukannya dengan rajin. Siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura. Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat. Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor. Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan”. Ayat yang ke-8, “Siapa yang membagi-bagikan sesuatu”, ini berarti orang itu adalah orang yang membagi-bagikan sesuatu. “Hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas”, berarti dia sedang menuju hati yang ikhlas. “Siapa yang memberi pimpinan”, ini orang yang sudah memberi pimpinan, “Hendaklah ia melakukannya dengan rajin”, berarti ada proses pembentukan menuju kondisi hati yang rajin. “Siapa yang menunjukkan kemurahan”, berarti dia sudah menunjukkan kemurahan dengan tindakan. “Hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”, berarti dia menuju kondisi hati yang bersukacita. Dari 3 hal ini, kita melihat satu pengertian yang indah yang Paulus bagikan, yaitu apa yang kita kerjakan sebagai orang Kristen itu akan membentuk hati. Kita umumnya mempunyai cara berpikir terbalik, hati dulu baru tindakan. Tapi Paulus membahasnya dengan cara yang terbalik secara urutan. Dan di dalam bahasa Yunani, urutan itu penting, kata pertama yang ditaruh adalah kata yang dimaksudkan untuk diberikan penekanan. Ini yang kita lihat juga misalnya, contoh yang sangat klasik yang jadi perdebatan orang Kristen dan saksi Yehova, misalnya Yohanes pasal yang pertama. Di dalam Alkitab dikatakan “dan Allah adalah Sang Firman”. Kalau diterjemahkan di bahasa Indonesia “dan firman itu adalah Allah”. Di dalam Saksi Yehova punya terjemahan dikatakan firman itu semacam Allah. Waktu ditanya “mengapa kamu pakai semacam Allah, mengapa tidak langsung mengatakan firman itu adalah Allah seperti yang diterjemahkan LAI”. Dan alasan mereka adalah di dalam bahasa Yunani, kata firman itu pakai definit artikel, pakai kata the, the world, ho logos. Sedangkan kata Allah, Theos itu tidak pakai definit artikel, tidak pakai ho theos. Kalau begitu, Theos bukan ditekankan, melainkan logos yang ditekankan. Tapi itu cara berpikiran salah untuk memahami bahasa Yunani, karena bahasa Yunani memberikan penekanan kepada kata di depan. Kata yang ditaruh di depan adalah kata yang diberikan penekanan. Ini yang misalnya kita lihat di dalam bagian pertama, kalimat kedua dari ayat 8, “Siapa yang hendak membagi-bagikan sesuatu, atau lebih tepat lagi siapa yang membagi-bagikan sesuatu, siapa yang sudah melakukan tindakan ini, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas. Siapa yang sudah berbuat kemurahan, hendaklah dia punya hati yang murah”. Jadi kemurahan hati sedang terjadi, on going process. Sedangkan tindakan bermurah hati sudah dilakukan. Lalu bagian berikutnya “Siapa yang memberi pimpinan”, dia sedang melakukan, sudah melakukan, bahkan dia sudah adalah pemimpin di sini. “Hendaklah ia melakukannya dengan rajin”. Hati yang tekun adalah sesuatu yang sedang dibentuk. Demikian bagian selanjutnya “siapa yang menunjukkan kemurahan, dia sudah mempraktekan itu”, dia sudah melakukan, hendaklah ia belajar punya hati yang sukacita. Maka di sini tindakan dulu baru perasaan. Pembentukan manusia adalah tindakan lalu hati menyusul. Bukan hati dulu baru tindakan menyusul. Memang benar orang punya hati baik akan mengekspresikan hati yang baik. Orang yang hatinya jahat akan mengekspresikan hatinya yang jahat, itu betul. Tapi bagaimana cara perbaiki hati? Dengan tindakan. Tindakan mempengaruhi ke dalam, ini bagian yang ditekankan di dalam Roma 12 ini. Pada dalam zaman modern ada respons dari kelompok Romantik. Nama-nama tokohnya seperti Rousseau dari Perancis atau Schleiermacher dari Jerman. Mereka mengkritik zaman modern yang dianggap terlalu bersifat industri dan terlalu menekankan teknologi. Aspek pikiran misalnya, dikonsentrasikan untuk industri dan teknologi. Rasio adalah untuk mengembangkan teknologi, rasio dipakai untuk berpikir tentang kemajuan science yang akhirnya berguna untuk membangun teknologi. Orang-orang Romantik menganggap bahwa kehidupan manusia di zaman modern terlalu dipenuhi dengan dunia industri. Tidak ada tempat bagi manusia untuk menjadi manusia yang sejati. Bagi orang Romantik menjadi manusia modern adalah cara manusia untuk ikut kemajuan zaman dengan mengorbankan kemanusiaannya. Kemanusiaannya hilang demi menjadi orang yang ikut spirit zaman yang menekankan industri dan teknologi. Saudara bisa pikir berapa banyak dari kita yang sudah kehilangan kesempatan untuk menggali kemampuan menikmati keindahan, menggali pengertian yang bagus dari hidup. Karena kita sudah konsentrasi kejar apa yang kita harus kerjakan untuk hasilkan uang, mati-matian kerjakan itu dari pagi sampai malam pikirkan bagaimana menghasilkan uang, sehingga tidak lagi ada waktu untuk pikirkan bagaimana jadi manusia. Kita kehilangan cara menikmati keindahan karena tidak ada waktu untuk belajar, Saudara tidak bisa menikmati musik yang indah karena tidak ada waktu untuk memahaminya. Kita tidak bisa memahami keindahan pencapaian seni tertinggi manusia, baik itu lukis, musik, novel sastra, karena kita tidak ada waktu untuk melakukan. Mengapa bisa tidak ada waktu? Karena saya mesti beradaptasi dengan kemajuan yang cepat dari teknologi. Masyarakat kita bergerak cepat dan saya akan ketinggalan kalau saya tidak ikut lari bersama dengan masyarakat. Ini sudah dipikirkan oleh para Romantik di abad yang ke-19. Apa gunanya teknologi kalau itu mematikan manusia? Itu sebabnya sekarang menekankan kembali perasaan untuk menjadi manusia. Dalam pengertian Schleiermacher, kamu sadar dan kamu berpikir itu 2 aspek yang beda. Kesadaranmu tidak ditentukan oleh pikiranmu, sebaliknya pikiranmu ditentukan oleh kesadaranmu. Apa yang kamu pikir seringkali didistorsi oleh kehilangan kesadaran, maka perlu bergantung kepada Tuhan. Banyak orang mementingkan rasio dan akhirnya tidak sadar kemanusiaan dia sedang dihilangkan. Schleiermacher menekankan semua orang sebenarnya mempunyai perasaan kecil, perasaan lemah, perasaan sangat-sangat goncang di dalam dunia ini. Maka tiap kali dia sadar dirinya ada, dia juga sadar dirinya perlu bergantung kepada kekuatan yang mutlak. Kalau kita tidak ingat hal ini, maka kita sedang mengalami keterlupaan, kita lupa bahwa kita terbatas, kita lupa bahwa kita perlu bergantung, kita lupa bahwa kita tidak mutlak. Hal ini membuat kita tidak sadar bahwa kita sedang berpikir dan kita sedang merancang hidup dengan meniadakan aspek terpenting dari menjadi manusia. Manusia itu berarti saya ada dan saya sadar saya kecil, saya perlu bergantung kepada Tuhan. Di dalam pengertian Rousseau, semua manusia mempunyai tekanan kepada perasaan atau ekspresi perasaan, bukan kepada pikiran dan rasio. Ini yang di dalam zaman kita disebut sebagai sebuah ekspresi individu, menyatakan apa yang aku rasakan. Perasaan lebih penting dari pada pikiran. Jadi mulai ada perubahan, bukan komunitas adalah tujuan saya hidup. Tapi sebaliknya komunitas adalah tempat ekspresi hidup saya. Jadi saya tidak perlu berpikir apakah saya berguna bagi komunitas atau tidak. Tapi saya perlu berpikir, apakah ekspresi perasaanku diterima oleh komunitas atau tidak. Saudara lihat gerakan ini dari perasaanku di dalam dan ekspresiku keluar, ini yang jadi tren di dalam kemanusiaan pada zaman kita sekarang. Kita sekarang sangat butuh sekali untuk diakui waktu kita mengekspresikan sesuatu. Jadi kalau ditanya, “Apa itu menjadi manusia?”, jawaban zaman kita adalah “Menjadi manusia adalah diakui. Saya ada tempat di mana saya dianggap, saya ada tempat di mana saya bisa mengekspresikan diri dan ekspresi itu diterima. Saya perlu dianggap penting. Saya perlu dianggap manusia. Saya perlu dianggap bahwa perasaan saya penting”. Tentu tidak salah kalau kita pikir baik-baik semua kebutuhan ini. Bukankah kita memang perlu diterima, bukankah kita akan tertekan kalau lingkungan kita menolak kita? Bukankah kita tidak bisa hidup sendiri, bukankah kita perlu diakui? Maka kebutuhan untuk mengekspresikan diri, kebutuhan untuk diakui, kebutuhan untuk ada komunitas yang mengatakan “kamu bagian dari kami”, ini merupakan aspek yang sangat penting. Lalu apa yang salah dengan ekspresif individualism? Yang salah adalah kita mengasumsikan perasaan kita sudah utama dan sudah fix. Manusia berpikir bahwa perasaan dia sudah mutlak. Dia perlu mengekspresikan sesuatu yang sudah jadi. “Perasaanku tidak perlu diubah. Aku perlu expresikan ini”. Tapi Kitab Suci memberikan satu perspektif yang dunia tidak sadar, bahwa perasaanmu pun perlu dikoreksi, perasaanmu pun tidak tentu tepat. Itu sebabnya zaman kita adalah zaman yang mengabaikan kebutuhan pengudusan. Kita tidak ingat dan tidak sadar bahwa kita perlu dikoreksi. Itu sebabnya perlu sekali kita datang ke gereja, kemudian ada doa pengakuan dosa. Doa pengakuan dosa adalah sesuatu yang sangat penting. Bukan hanya kita diam mengaku dosa di hadapan Tuhan, tetapi kita juga dibimbing mengaku dosa oleh gereja, oleh liturgis. Liturgis akan menolong kita bagaimana mengaku dosa. Tentu bukan berarti liturgis minta Saudara mengaku dosa ke dia. Hal ini menunjukkan ada ekspresi komunal tentang pengakuan dosa. Di dalam gereja, Saudara mendapatkan “Dosa saya dibongkar oleh pengucapan pengakuan dosa yang dipimpin”. Saya harap liturgi kita juga seperti itu, pengakuan dosa meskipun ada bagian kita doa dalam hati, harus ada bagian yang dipimpin oleh liturgis. Liturgis memimpin dari ayat Kitab Suci. Kesadaran ini tidak bisa diberikan oleh apapun di luar. Saudara tidak bisa menemukan kesadaran ini selain di dalam pengenalan akan Tuhan. Sayangnya kita manusia tidak menganggap Tuhan penting. Kalau komunitasku tidak bisa terima saya, saya cari komunitas lain. Kalau komunitas lain tidak bisa terima saya, saya cari lagi yang lain”. Pertanyaannya adalah dirimu itu siapa? Kalau kamu menganggap dirimu seperti kamu sekarang, berarti kamu tidak sadar bahwa kamu sedang dalam proses. Kalau kita mengatakan kita sedang diproses Tuhan, kondisi finalnya seperti apa? Kita mengatakan “harusnya seperti Kristus”. Kita sudah punya bayangan seperti apa kita harusnya jadi dan tidak ada tempat di mana kita bisa dibentuk seperti yang seharusnya, kecuali di dalam gereja. Kristus adalah Kepala dan gereja adalah tubuhnya. Gereja itu tubuh Kristus dan siapa yang ada di dalamnya sedang dibentuk menuju pertumbuhan ke arah kepala, yang dariNya sumber, kekudusan dan sumber kehidupan kita miliki. Itu sebabnya zaman kita adalah zaman yang sama sekali tidak mengerti pengudusan. Kita selalu mengasumsikan bahwa kita sudah fix seperti ini. “Selera aku tidak bisa diubah, perasaanku tidak bisa diubah. Siapa saya tidak bisa diubah, I am who I am”, ini kalimat mengerikan kalau diucapkan manusia. Harusnya cuma Tuhan yang bicara begini seperti di Kitab Keluaran pasal 3. Musa bertanya “Siapa namamu Tuhan?”, Tuhan mengatakan “Aku adalah Aku”. Kalau kita tidak boleh mengatakan begitu, “Siapa kamu?”, “Saya ya saya”. Komunitas yang perlu berubah, lingkungan yang perlu berubah. Saya memang orangnya keras, mau apa kamu? Terima saya dengan segala kekerasan saya. Saya memang orangnya lembut, jangan singgung saya. Saya memang orangnya perasaan, jangan singgung perasaan saya. Saya memang kurang peka, terimalah saya. Di mana komunitas, saya minta diterima apa adanya. Tapi sekali lagi, konsep ini mengasumsikan kita tidak perlu dibentuk dan kita tidak perlu mendapatkan pengudusan. Kalau tidak perlu mendapat pengudusan berarti saya sudah fix, saya tidak perlu dibentuk. Itu salah, saya tidak bisa seperti itu. Saya mesti datang ke komunitas di mana saya dibentuk. Kita harus datang di dalam komunitas yang benar, kalau tidak dibentuk, saya makin ngawur. Saya tahu darimana kalau komunitas itu benar, bagaimana saya tahu kalau saya ada di tempat pembentukan yang benar? Surat Roma pasal yang kedua belas, Paulus menekankan bahwa setiap kali kita makin kenal Tuhan, kita akan makin peka terhadap komunitas yang kita perlukan untuk membentuk kita. Makin kenal Tuhan makin dapat pengertian kita mestinya dibentuk seperti apa. Maka itu sebabnya Saudara dan saya perlu terus doakan untuk gereja kembali kepada firman yang benar. Karena dengan firman Tuhan, manusia diberikan kepekaan untuk tahu manusia harusnya jadi seperti apa. Firman mengubah manusia. Ini yang Paulus katakan di awal pasal yang kedua belas, “kamu serahkan dirimu untuk beribadah kepada Tuhan, menjadi korban hidup. Apa yang terjadi ketika aku menyerahkan diri jadi korban hidup? Jangan jadi sama dengan dunia. Berubahlah oleh pembaruan pikiranmu”, jadi pikiran kita diperbarui dan itulah alasan mengapa kita makin mengerti seperti apa harusnya manusia itu. Dan ini hikmat yang Tuhan akan berikan kepada umatNya. Saudara dan saya dibimbing oleh Tuhan untuk makin tahu apa itu kemanusiaan sejati. Hans Rookmaker, seorang pendiri dari fakultas seni di Free University. Dia mengatakan Kristus datang untuk membuat saya jadi manusia. Sebelum saya terima Kristus, saya adalah manusia yang kacau, yang penuh dengan kerusakan. Sampai saya datang ke Kristus, baru saya makin tahu di mana rusaknya saya dan apa yang harus saya capai di dalam menjadi manusia. Firman, juga pengenalan akan Kristus itu tidak bisa lepas dari gereja Tuhan.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Apakah Karuniamu?
Saudara kita melanjutkan pembahasan kita dari Surat Roma 12: 6-8. Saya bacakan ayat yang ke-6 “demikian firman Tuhan: Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. Jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan standar iman. Jika karunia untuk melayani baiklah kita melayani, jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar. Jika karunia untuk menasihati baiklah kita menasihati. Siapa yang membagi-bagikan sesuatu, hendaklah ia melakukannya dengan hati yang ikhlas. Siapa yang memberi pimpinan hendaklah ia melakukannya dengan rajin. Siapa yang menunjukkan kemurahan, hendaklah ia melakukannya dengan sukacita”. Bagian awal perikop ini membahas bahwa kehidupan orang Kristen adalah kehidupan satu tubuh, bagaimana kehadiran orang lain dan saya sendiri adalah satu kesatuan yang tidak mungkin terpisahkan. Sehingga gambaran satu di dalam contoh tubuh itu sangat penting, sebab tubuh tidak dirancang untuk terpisah, tidak dirancang untuk tidak saling memedulikan satu dengan lain. Kehidupan orang Kristen dirancang untuk menjadi satu di dalam aspek cinta kasih dan juga saling melayani. Di dalam pengertian orang Yahudi, kasih adalah sesuatu yang lebih berkait kepada tindakan dari pada perasaan. Sehingga ketika Tuhan memerintahkan untuk seseorang mengasihi, orang Yahudi tidak perlu bertanya bagaimana cara mengubah hati kalau mereka belum mengasihi jadi mengasihi. Sebab pertanyaan itu kurang relevan. Pertanyaan yang lebih jelas adalah apakah yang disebut dengan tindakan kasih. Ketika Kristus mengatakan kepada orang yang bertanya kepada Dia, “hukum utama adalah, kasihilah Tuhan, Allahmu dan kasihilah sesamamu”. Orang tersebut tidak bertanya balik bagaimana bisa mempunyai perasaan kasih. Tapi ia langsung bertanya “Siapakah sesamaku? Saya kalau mau mengasihi, siapa orang yang akan mendapatkan kasih itu?”. Tuhan Yesus lantas memberikan contoh yang sangat terkenal mengenai orang Samaria yang baik hati. Apakah orang Samaria ini mempunyai afeksi yang besar sehingga dia mampu melakukan perbuatan baik? Tentu, tetapi bukan afeksi itu yang mau ditekankan di dalam ajaran “Hendaklah kamu saling mengasihi”. Bukan afeksinya melainkan tindakannya. Maka tindakan kasih adalah kasih. Tidak relevan apakah kita sudah punya hati untuk itu atau tidak. Tindakan adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan. Itu sebabnya mengerti kasih ada di dalam banyak penjabaran di dalam Kitab Suci. Misalnya ketika seterumu lapar, beri dia makan, ketika seterumu haus beri dia minum. Berarti di dalam Kitab Suci tekanan untuk bertindak adalah tekanan yang menggambarkan apa itu kasih. Sehingga jika kita bergumul mengatakan “Saya belum sanggup mengasihi”, itu pergumulan yang harus diselesaikan dengan tindakan, bukan dengan perubahan hati. Tidak peduli apakah hati kita menyenangi orang tersebut atau tidak, tindakan kita harus sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Inilah pengertian kasih yang sebenarnya bersifat sangat praktis. Hal ini juga tertulis di dalam Imamat 19. Imamt 19 memberikan contoh penekanan tentang bagaimana beribadah kepada Tuhan merupakan bagian dari mengasihi Tuhan. Penekanan berlaku adil kepada sesama, juga bagian dari mengasihi. Pengertian bagaimana harus mempunyai kekudusan hidup, menghormati pasangan, menghormati pasangan orang lain juga, ini merupakan bagian dari pengertian kasih. Kasih dan kekudusan bukan hal yang bisa dipisah, sehingga kadang-kadang kita memahami perintah untuk kudus, tetapi sebenarnya yang Alkitab tekankan bukan kekudusan saja, melainkan juga kasih. Maka kasih adalah tindakan yang merupakan bagian dari tuntutan Tuhan bagi umatNya. Umat Tuhan harus mempraktekan kasih, umat Tuhan tidak terlalu disorot mengenai kondisi hati dan perasaan. Kita sering mengatakan “Perasaan saya sulit diubah”, itu terserah, tapi tindakan kita tidak boleh tidak bisa diubah oleh Tuhan. Tindakanmu harus mendahului. Kadang-kadang orang menafsirkan ini sebagai sebuah pengertian yang stoik, yaitu bertindak tanpa didorong oleh perasaan, bertindak meskipun hati belum rela. Sehingga sebagian orang akan melawan ini dengan mengatakan “Tidak bisa, kita tidak bisa terpecah. Siapa saya di dalam dan tindakan saya keluar itu harus satu. Kalau saya di dalam tidak rela melakukan, maka tindakan saya yang di luar itu menjadi tidak penting”. Tapi Kitab Suci membagikan pentingnya tindakan sehingga tindakan itu bahkan akan mempengaruhi kondisi hati. Pembentukan hati terjadi dari tindakan juga. Ini sesuatu yang disadari oleh Agustinus dan digali kembali pemikirannya oleh orang-orang seperti James Smith misalnya. Waktu Saudara bertindak, Saudara sedang membentuk hati. Hati tidak dibentuk dengan cara diberikan penjelasan berulang-ulang. Hati dibentuk dengan adanya sebuah liturgi hidup, adanya sebuah pengulangan di dalam hidup. Apakah yang paling sering kita ulangi? Hal apa yang paling sering kita lakukan setiap hari itu akan membentuk ke dalam. Itu sebabnya banyak orang sulit untuk menguduskan hidup karena dia pikir hatinya bisa diberi tahu, hatinya bisa dinasehati untuk berubah. “Pokoknya kalau saya mau hidup suci mesti begini, begini, begini, mesti tinggalkan segala dosa. Mesti lakukan apa yang baik”, terus kita cekoki hati lalu tunggu hati berubah dulu baru bertindak. Nanti kalau hati sudah berubah, baru saya ubah tindakan. Kita punya konsep ideal tentang cara berlangsungnya tindakan baik, dari hati mengalir keluar. Saudara memang benar, Yesus sendiri mengatakan “Apa yang keluar dari mulutmu itu berasal dari pikiranmu”. Dirimu di dalam diekspresikan keluar itu memang benar, ada bagian itu juga di dalam Kitab Suci. Tapi ekspresi keluar membentuk ke dalam juga ada. Ekspresi keluar membentuk ke dalam, Saudara tidak niat menolong orang, tapi Saudara paksa diri tolong orang, itu akan membentuk ke dalam juga. Maka perintah untuk bertindak adalah sesuatu yang sangat jelas diperintahkan di dalam Kitab Suci. Itu sebabnya kalau Saudara mau idealis dengan mengatakan “saya nanti akan lakukan kalau hati sudah rela. Kalau tidak, nanti saya jadi munafik”, bukan munafik, engkau sedang membiasakan diri untuk sebuah liturgi, tindakan keluar yang akan membentuk kedalam. Seringkali hati kita justru disiapkan oleh tindakan. Jadi sudah siap untuk mencintai orang, tidak relevan. Sudahkah kamu mengekspresikannya? Itu yang lebih penting.
Maka di dalam Kitab Suci ditekankan sekali bagaimana seseorang harus bertindak kepada orang lain di dalam kondisi tertentu. Misalnya di dalam Roma 12 bagian akhir, ditekankan sebuah keharusan untuk menolong seterumu kalau dia berada dalam keadaan kasihan. Kalau musuhmu lapar, beri dia makan. Hal ini menceritakan tentang kondisi musuh yang sudah hancur. Kita tidak menambah kehancuran dia dengan balas dendam, melainkan kita lakukan tindakan belas kasihan karena orang ini adalah orang yang lapar atau orang yang haus. Bagian ini dengan teliti mengatakan kita tidak punya kewajiban apapun kepada orang yang memperlakukan kita tidak adil selama dia belum berbalik dan bertobat. Tapi kalau dia berada dalam kesulitan, dia bertobat atau tidak, kita harus menolong dia. Saudara mungkin tidak tergerak oleh belas kasihan, tapi Saudara tergerak oleh kewajiban bertindak. “Siapa yang wajibkan saya bertindak, siapa punya hak atas hidup saya?” yang punya hak atas hidupmu adalah PenciptaMu dan PenebusMu. Dia yang sudah menciptakan engkau dan Dia yang sudah menebus engkau berhak atas tindakanmu melayani Dia. Maka segala tindakan kita adalah tindakan yang diperintahkan oleh Tuhan untuk dikerjakan dibaca sebagai kasih. Apakah hatiku sudah mengasihi? Mungkin belum, tetapi tindakan itu dikerjakan. Tindakan itu akan membentuk hati saya. Jika Saudara belajar untuk bertindak demi orang lain, meskipun hatimu tidak rela, engkau pelan-pelan akan terbentuk ke dalam, pembentukan melalui tindakan. Ini bukan sesuatu yang baru, banyak pemikir termasuk pemikir Kristen sudah mulai memikirkan tema ini. Thomas Aquinas misalnya, di dalam sebuah konsep yang dalam bahasa latin disebut habitus yang diambil dari pengertian Aristotle, heksis, ini merupakan sebuah tindakan berulang yang akan membentuk ke dalam. Jadi tindakanku di luar membentuk saya ke dalam. Hati mengikuti tindakan. Hati mengikuti tindakan atau tindakan mengikuti hati? Keduanya benar, sekali lagi, hatimu dibentuk oleh tindakanmu dan ketika hatimu terbentuk pada akhirnya engkau akan mengerjakan dengan dorongan hati apa yang engkau harus kerjakan. Ini yang disebut kebebasan Kristen. Orang Kristen punya kebebasan mencintai karena hatinya memang ingin mencintai. Orang Kristen hidup suci karena hatinya memang mau hidup suci. Orang Kristen berlaku adil karena hatinya memang mau berlaku adil. Tapi sebelum hati mau, tindakan adil, tindakan kudus, tindakan penuh kemurahan, tindakan penuh cinta kasih harus dikerjakan. Itu sebabnya waktu Tuhan ciptakan manusia, Dia tempatkan manusia di dalam konteks harus bertindak bagi sesamanya. Tuhan mengatakan kepada Adam “Tidak baik kalau dia seorang diri saja”, mengapa tidak baik? Yang pertama tidak ada yang tolong dia, itu yang pertama. Yang kedua, tidak ada yang dia tolong, ini juga penting. Manusia harus ditolong dan harus menolong. Tanpa ditolong dan tanpa menolong, dia tidak mungkin jadi manusia dan tidak mungkin jalani hidup sebenarnya. Maka relasi manusia di dalam hidup sebenarnya adalah relasi ketersalingan, saling melindungi, saling menjaga, saling mempertumbuhkan, saling membuat limpah, saling memberi diri, ini bagian dari sebuah sistem yang namanya creational order, keteraturan ciptaan. Seluruh ciptaan saling ada bagi yang lain. Saudara tidak mungkin mampu memahami fungsi matahari jika Saudara tidak lihat matahari di dalam sistem tata surya yang ada. Saudara tidak mungkin memahami apa gunanya tanah tanpa mengaitkan itu dengan tanaman yang tumbuh ataupun juga dengan makhluk yang hidup di dalam tanah. Saudara tidak mungkin mengaitkan satu orang tanpa ada orang lain. Seorang pelatih sepak bola tidak ada guna jika tidak ada tim sepak bolanya. Seorang yang melakukan tindakan tertentu tidak akan berguna kecuali ada masyarakat yang mendukung dia dan yang perlu didukung oleh tindakan dia. Itu sebabnya menolak bertindak adalah fatal karena kita sedang mencabut diri dari konteks. Banyak orang tidak sadar kita perlu bertindak kasih, bukan hanya karena ini perintah Tuhan, bukan karena hanya orang lain perlu, tapi karena kita memang dirancang untuk berbagian melalui tindakan. Itu sebabnya tidak ada orang bisa mengabaikan keharusan untuk bertindak mengasihi. Seorang yang menjadi orang Kristen mendapatkan kewajiban untuk bertindak yang merupakan bagian dari ekspresi kasihnya.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Kaum Sisa
Di ayat yang ke-19 pasal 10, Paulus mengutip dari Kitab Ulangan yaitu “aku menjadikan kamu cemburu terhadap orang-orang yang bukan umat dan membangkitkan amarahmu terhadap bangsa yang bebal”. Ini perkataan dari dari Musa dan yang dimaksudkan adalah ketika Israel membangkitkan cemburu Tuhan, Tuhan akan melakukan hal yang sama kepada mereka. Apa yang membangkitkan cemburu Tuhan? Tentu ketika Israel punya allah lain ya itu para berhala. Apa yang Tuhan akan lakukan? Di dalam Kitab Ulangan ada hint bahwa Tuhan akan mencintai bangsa-bangsa lain. Jadi ada sesuatu yang terjadi, Israel meninggalkan Tuhan demi berhala dan Tuhan meninggalkan Israel demi bangsa-bangsa lain. Ini ancaman, ini satu pernyataan yang adil di dalam sebuah perjanjian. Kalau kita ikat perjanjian pasti ada hal yang menjadi ikatan untuk kita lakukan dan itu juga yang Tuhan lakukan terhadap diriNya, Tuhan memberikan kewajiban kepada diriNya untuk bertindak dan Tuhan meletakkan kewajiban kepada Israel juga untuk bertindak. Dan kalau kita melihat perjanjian atau covenant itu sebagai sesuatu yang bersifat hukum, bersifat kewajiban, bersifat aturan, itu kurang akurat atau tidak sepenuhnya menjelaskan tentang perjanjian. Karena perjanjian juga sebenarnya melibatkan cinta kasih dan tindakan-tindakan yang menunjukkan cinta kasih. Maka relasi yang paling tepat untuk menggambarkan perjanjian sebenarnya adalah pernikahan. Di dalam sebuah pernikahan ada kewajiban untuk melakukan, tetapi kewajiban ini tidak dilakukan diluar kasih. Sehingga covenant dari Tuhan menunjukkan keindahan dari kesatuan cinta dan juga kewajiban, ada kewajiban tapi ada cinta kasih. Itu sebabnya Tuhan menyatakan pelanggaran Israel membangkitkan cemburu Tuhan. Demikian juga pelanggaran Israel itu akan membuat Tuhan membangkitkan cemburu di dalam Israel. Tentu cemburu ini bukan sesuatu yang kita bisa lihat terjadi waktu Israel dibuang oleh Tuhan, tetapi cemburu yang dimaksud itu yang justru Paulus rasakan ketika dia melayani, karena orang-orang Yahudi sangat anti waktu Injil diberikan kepada bangsa-bangsa lain. Tapi Paulus mengingatkan “kika kamu marah karena saya beritakan Injil ke bangsa lain, jangan-jangan kamu sedang dibangkitkan cemburunya sama Tuhan, jangan-jangan kamu orang buangan”, jadi ada gambaran yang kita mengerti untuk menunjukkan hukuman Tuhan, apakah Israel benar-benar cemburu Tuhan mencintai bangsa lain? Mereka tidak terlalu peduli karena ternyata Injil ditolak oleh mereka. Tapi orang-orang yang percaya Kristus mereka justru menjadi cemburu ketika Paulus memberitakan Injil ke bangsa lain. Mengapa bangsa lain tidak dibiarkan menjadi Israel, mereka tidak disunat, mereka tidak mempertahankan aturan makan kita, mereka tidak mempertahankan tradisi kita? Waktu Paulus memberitakan Injil ke tempat lain, ke Asia Minor, kemudian ke Korintus, “mengapa kamu tidak mengajarkan kepada mereka tradisi kita?”, Paulus mengatakan “karena mereka punya tradisi bangsa sendiri”, “tidak bisa, bangsa lain bangsa kafir, mereka tidak seharusnya dibiarkan menjalankan praktek bangsa mereka”. Tetapi Paulus mengatakan “mereka tidak melakukan praktek cemar secara seksual, mereka tidak melakukan penyembahan berhala, mereka tidak ikut makan makanan persembahan berhala di dalam kuil, mereka tidak pergi ke kuil, lalu salah mereka apa?”, “mereka masih kurang meskipun mereka tidak melakukan hal-hal itu, mereka mesti disunat, mereka mesti kerjakan apa yang menjadi tradisi kita”. Tetapi Tuhan menyatakan bahwa yang mereka kerjakan adalah baik, Tuhan tidak menginginkan mereka untuk merubah segala sesuatu. Dan karena itu segala sesuatu yang mereka jalankan sebenarnya adalah baik. Ini menjadi pengertian yang kita bisa pahami dari dari apa yang Kitab Suci sampaikan. Jadi waktu Israel menjalankan praktek bangsa mereka, mereka menjalankannya sebagai umat Tuhan. Waktu bangsa lain menjalankan praktek bangsa mereka, minus penyimpangan seksual, penyembahan berhala, mereka sedang menjalankan praktek dari Tuhan. Dan ini membuat orang Israel heran “kok praktek bangsa lain Tuhan terima?”. Dan Paulus mengatakan “selama itu bukan dosa, mengapa tidak?”, “bagaimana kamu dapat tahu itu dosa atau tidak kalau bukan sesuai Taurat?”. Tapi Paulus justru menjelaskan bangsa-bangsa lain yang tidak punya Taurat menjalankan Taurat juga, jika mereka menjalankannya di dalam Tuhan, ini dari Roma 2, Paulus menyatakan. Jadi ada gambaran yang utuh dari kerangka berpikir Paulus disampaikan di dalam Surat Roma mengenai bangsa-bangsa lain. Mereka juga menjalankan hidupnya untuk Tuhan. Kamu tidak makan untuk Tuhan, mereka makan untuk Tuhan. Kamu disunat mereka, kamu tidak bersunat juga untuk Tuhan, kamu menjalankan praktek bangsamu untuk Tuhan, mereka menjalankan praktek bangsa mereka dengan bertobat dari penyimpangan seksual dan penyembahan berhala, itu pun untuk Tuhan. Jadi mengapa kamu menghakimi orang lain? Mengapa kamu tidak mengizinkan mereka yang sudah diterima oleh Tuhan, menjadi milik Tuhan di dalam segala kelimpahannya? Dan inilah yang sebenarnya menjadi perbandingan antara Ulangan, Ulangan menyatakan apa dan yang Paulus nyatakan. Di dalam Kitab Ulangan dikatakan Tuhan akan bangkitkan cemburu kamu terhadap bangsa lain, ini tentu kiasan, tidak benar-benar terjadi Israel dibuang dan banyak dari mereka yang menyembah berhala, tidak sadar kalau mereka perlu setia kepada Tuhan. Jadi apa yang dinyatakan di dalam Kitab Ulangan adalah suatu bahasa kiasan, Tuhan ingin pembaca dari Kitab Ulangan sadar sakit hati Tuhan. Kalau kamu tidak tahu Tuhan sakit hati karena kamu khianati dengan menyembah berhala, maka coba pikirkan kalau kamu yang dikhianati, perasaan cemburu yang muncul itu perasaan seperti apa. Ini gambaran untuk memahami mengapa Tuhan murka. Jadi Israel tidak benar-benar merasa cemburu ketika mereka dibuang dan Tuhan panggil bangsa-bangsa lain, Yang marah justru adalah orang-orang Kristen Yahudi. Maka Paulus pakai ayat ini untuk menyindir mereka, “bukankah Tuhan sendiri menyatakan Aku akan bangkitkan cemburu dalam dirimu, waktu Aku panggil bangsa-bangsa lain”. Jangan sampai kamu yang menggenapi ayat ini, jangan sampai kamu orang Kristen Yahudi yang marah ketika Tuhan memanggil bangsa lain. Jadi ada gambaran yang sangat indahm sangat indah dalam pengertian perjanjian, bahwa Tuhan serius mengikat perjanjian dengan manusia dan Tuhan mengikat hatinya juga kepada manusia, kepada Israel. Hati yang sudah diikat akan mungkin terluka dan dialami oleh Tuhan. Tuhan mengikat hatinya kepada umatNya dan ketika umat yang meninggalkan Dia, Dia hancur hatinya dan murka. Ini kutipan pertama
Kutipan kedua dilanjurkan di dalam ayat 20. Ini dari Yesaya 20-21 dan di dalam Yesaya dikatakan “Tuhan berkenan ditemukan oleh mereka yang tidak cari dan Tuhan sudah lelah mengulurkan tangan kepada bangsa yang tidak taat”. Intinya Paulus mau mengatakan Tuhan berpaling ke bangsa-bangsa lain. Dan bangsa-bangsa lain di dalam pasal yang ke-10 akan mendengar. Tapi apakah Tuan membuang Israel? Tidak, Tuhan tidak membuang Israel. Berarti Israel masih umat Tuhan? Tidak semua, hanya kaum remnant atau hanya kaum sisa. Ini yang kita lihat di dalam ayat yang ke 1-5 dari pasal yang ke-11. Di dalam pasal 11: 1-5 dikatakan bahwa Tuhan akan memanggil umatNya tetapi yang dipanggil adalah kaum sisa. Ini dibagikan oleh Paulus dan dia mengutip peristiwa Elia ketika Elia pergi ke gunung Horeb, ini juga unik karena di dalam Kitab Keluaran dikatakan bahwa gunung Horeb tidak berarti lagi. Sebab Tuhan sudah pindahkan kehadiranNya ke Bait Suci, dai Kemah Suci. Dari Gunung Horeb ke Tabernakel, ke Kemah Suci. Dari Tabernakel ke Bait Suci di Yerusalem tapi Elia adalah nabi dari Israel Utara dan Tuhan murka kepada Israel Utara sama seperti Tuhan marah kepada Israel Selatan, Yedua. Maka Yerusalem, Yerusalem tidak terlalu signifikan di dalam kehidupan Elia. Ketika Elia mau mengadukan umat, dia tidak pergi ke Yerusalem, tapi dia pergi ke Horeb. Ini tentu sindiran besar ternyata Elia pun tidak pergi ke Bait Suci. Elia mempersembahkan korban di Gunung Karmel. Kemudian Elia memberikan pengaduan kepada Tuhan terhadap umatnya, bukan di Yerusalem, tapi di Gunung Sinai atau Gunung Horeb. Berarti apa yang dibanggakan oleh orang Israel sekarang jadi tidak penting, di dalam pengertian dari kisah Elia. Jadi Elia adalah nabi Tuhan, melayani umat Tuhan yang ada di utara dan Tuhan menunjukkan panggilan Tuhan “kembalilah kepada Tuhan kepada Israel Utara”, Tuhan mengasihi mereka sama seperti Tuhan mengasihi Israel Selatan atau Yehuda. Tetapi Tuhan juga murka kepada Israel Selatan sama seperti Tuhan murka kepada Israel Utara. Saudara baca Kitab Raja-raja, Saudara akan tahu ini kitab yang ujungnya sangat pesimis, dimulai dengan megah, dimulai dengan pengangkatan anak Daud. Dan Kalau Saudara baca Samuel maka Saudara akan lihat kitab raja-raja diharapkan sebagai kitab yang Puncak. Inilah kitab yang menunjukkan kesempurnaan dari rencana Tuhan, tetapi ketika Saudara baca ternyata puncaknya hanya di awal karena setelah itu Tuhan menyatakan ada penurunan, Israel memberontak, anak Daud yaitu Salomo di akhir hidup menyembah berhala. Lalu anak Salomo yaitu Rehabeam membuat kerajaan terpecah, karena mereka tidak setia maka Tuhan pecah. Sebagian diberikan kepada 11 suku, sebagian diberikan kepada 1 suku yaitu yang Yehuda. Maka yang Selatan cuma Yehuda, yang utara adalah bangsa-bangsa atau suku-suku bangsa Israel yang lain. Utara sudah menolak Tuhan dari awal karena Yerobeam langsung mendirikan lembu emas untuk disembah. Sedangkan di selatan meskipun masih lebih baik, tapi lama-lama keadaannya juga makin parah. Mereka menyembah berhala, mereka menolak Tuhan dan Tuhan murka kepada mereka. Jadi sama seperti Tuhan marah kepada Selatan demikian Tuhan marah kepada Utara. Sama seperti Tuhan masih mau panggil Israel Utara, demikian Tuhan masih mau panggil Israel Selatan. Jadi baik Utara maupun Selatan akan Tuhan satukan melalui sang Mesias. Dan ini janji yang Tuhan berikan untuk mereka harapkan. Di dalam kekacauan orang yang beriman tetap berharap. Dan Tuhan menyatakan lewat Kitab Raja-raja yaitu Elia dan lewat Kitab Yesaya. Melalui kisah Elia di dalam Kitab Raja-raja, Tuhan mengatakan “Aku tidak akan buang Israel”. Waktu Elia mengadukan “Israel sudah jahat, mereka membunuh nabi-nabiMu, mereka sudah mengkhianati Engkau”. Tuhan mengatakan “kamu kembalilah. Kamu lantik nabi meneruskan engkau, lantik Raja Israel untuk membersihkan orang Israel. Berarti Tuhan masih memberikan pengampunan. Elia mungkin bingung mengapa masih ada harapan bagi Israel? Dan Tuhan mengatakan “karena masih ada 7.000 orang yang tidak menyembah Baal”, ada kaum sisa yang tetap setia kepada Tuhan. Lalu dari Kitab Yesaya dikatakan apa? Di dalam Kitab Yesaya pasal 6, ketika Yesaya bertanya “Tuhan, saya dipanggil menjadi hambaMu, apa yang harus saya lakukan?”, dan Tuhan mengatakan “beritakanlah”, tugas Yesaya berkhotbah. Tapi kotbahnya buruk, “beritakanlah sampai Aku hancurkan mereka sama sekali, Aku tidak akan berhenti menghancurkan Israel”. Jadi ada kabar buruk dari Yesaya. Tetapi kabar buruk ini dilanjutkan dengan kabar baik. Tuhan masih menyisakan di Israel ada kaum sisa. Dikatakan di bagian awal dari Kitab Yesaya bahwa Tuhan membuat Israel banyak seperti debu, seperti pasir di pinggir laut, seperti bintang-bintang di langit, tetapi hanya remnant, hanya kaum sisa yang diselamatkan. Di dalam Kitab Yesaya tema remnant atau kaum sisa ini penting sekali, berulang berkali-kali dari awal sampai akhir, kaum sisa.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Suara Tuhan
Lanjutan dari Roma 10 ini adalah gabungan dari kutipan beberapa bagian, kita bisa melihat kutipan pertama yang Paulus ambil dari Yesaya 53. Ini adalah bagian yang menceritakan tentang sang hamba Tuhan yang menderita dan sulit percaya hamba itu akan menderita. Di dalam tradisi Yahudi ditafsirkan hamba itu adalah orang Israel di pembuangan, ini sangat terkenal karena dipopulerkan seorang filsuf bernama Levinas. Dan tafsiran Yesaya 53 sedang berbicara tentang orang Israel yang menderita itu sangat sulit dikaitkan dengan tafsiran yang lebih teliti karena Yesaya 53 itu dibuka dengan mengatakan “siapa yang percaya kepada pemberitaan kami?”. Jadi ini adalah berita yang sulit dipercaya, tidak bisa diterima bahkan oleh orang Israel. Lalu tafsiran yang kedua mengatakan hamba yang menderita itu adalah Yesaya sendiri. Dan ini juga sangat sulit dipahami, sangat sulit diterima, karena kita tahu di dalam penulisan nubuat dari Yesaya, Yesaya tidak melibatkan dirinya terlalu banyak kecuali dalam bagian ketika dia dipanggil Tuhan atau dalam bagian ketika dia mendapatkan kesulitan karena ternyata beritanya melampaui apa yang dia ketahui. Ini yang bisa kita lihat dari kehidupan Yesaya. Ada kisah sukses juga, Yesaya adalah seorang yang menubuatkan tentang takluknya Asyur, Asyur dengan 80.000 ternyata ditaklukkan oleh Tuhan. Ini menjadi sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan Yesaya dan agak sulit memahami dia bicara tentang dirinya yang menderita. Dan kalau pun orang mengatakan bukankah diakhir hidup zaman Raja Manasye, Yesaya menderita? Kalau kita tafsirkan kesitu, tetap kita tidak bisa memahami mengapa berita ini sulit diterima. Lalu mengapa Paulus mengutipnya sebagai sesuatu yang mengaitkan kita kepada Injil, kepada salib? Jadi Yesaya 53 ini sedang berbicara tentang penderitaan sang hamba, hamba yang menderita. Dan berita tentang hamba yang menderita ini ternyata tidak bisa diterima, ini adalah keluhan Yesaya suatu saat berita ini akan dipamerkan kepada orang Israel dan orang Israel tidak mempercayainya. Paulus merasa penolakan orang Yahudi terhadap berita Injil adalah penggenapan dari Yesaya 53, terutama di dalam bagian ketika dikatakan “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami?”. Jadi di dalam kutipan pertama Paulus mengutip Yesaya mengenai kesulitan orang Israel menerima Injil. Lalu apakah kesulitan ini karena kurangnya orang yang bicara? Mungkin yang bicara itu kurang gencar. Ayat 18 adalah kutipan kedua, kutipan kedua ini diambil dari Mazmur 19, Mazmur yang sangat terkenal tentang suara Tuhan lewat alam. Dikatakan dari kutipan ini “suara mereka sampai ke seluruh dunia dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi”. Ini adalah kutipan yang membuat kita mengerti konteksnya Mazmur 19. Di dalam Mazmur 19 dikatakan Allah itu menyatakan diri dengan cara yang sangat spektakuler, seluruh keindahan alam sebenarnya adalah panggilan Tuhan untuk manusia menikmati Allah. Jadi tidak ada orang yang akan luput dari panggilan ini. Kalau ada yang mengatakan “sepertinya firman Tuhan belum sampai ke kami, kami orang yang tinggal di tempat terpencil”. Maka Mazmur 19 akan mengatakan “tempat terpencil apakah yang seumur hidupnya tidak pernah melihat matahari terbit?”, tidak ada, jadi suara ini sampai ke ujung bumi. Tidak ada tempat yang tidak dapat Wahyu Tuhan secara umum di dalam alam. Di Roma 10:19, ada kutipan dari Kitab Ulangan 32: 21, di dalam kutipan ini pun Paulus memaksudkan untuk kita memahami Musa itu sedang menyatakan pesan yang sangat penting, sangat membagikan orang Israel menjadi dua, siapa yang percaya dan siapa tidak, tapi dalam bentuk pujian, puisi. Jadi Ulangan bagian terakhir pasal yang ke-32 itu bicara tentang lagu Musa, nyanyian Musa, pujian yang merangkumkan pesan dia orang-orang Israel akan berbahagia kalau mendengar firman. Tapi mereka akan sangat kasihan keadaannya jika mereka menolak Tuhan. Itu sebabnya di Ulangan 32 itu ada semacam pernyataan tentang berkat dan kutuk, tapi dipujikan atau dijadikan semacam puisi oleh Musa. Dikatakan orang-orang yang akan berdosa, masa depan, kalau Israel setia mereka akan dapat berkat. Tetapi orang-orang akan berdosa itu, dosa utamanya adalah mereka akan membangkitkan murka Tuhan, cemburu Tuhan. Maka Tuhan akan bangkitkan cemburu mereka, itu kalimat yang sangat unik kalau Israel berdosa Tuhan akan bangkitkan cemburu mereka. Ini sesuatu yang sulit dimengerti apa maksudnya membangkitkan cemburunya Israel? Paulus menafsirkan disini membangkitkan bemburunya itu berarti Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain. Sesuatu yang unik, tafsiran Paulus ini yang akan kita coba bahas pada hari ini, tafsiran-tafsiran ini. Di bagian terakhir pasal 10:21, Paulus mengutip diambil dari Yesaya. Paulus adalah seorang yang sangat dipengaruhi oleh Kitab Yesaya. Dan di dalam pasal yang ke-65 di sini ada peringatan Tuhan, Ia murka kepada bangsa yang sudah mendapatkan berkat begitu besar. Jadi kalau kita perhatikan-kutipan kutipan yang diambil Paulus adalah kutipan-kutipan yang mengarahkan kita pembacanya untuk menyadari Israel itu tidak kekurangan cinta Tuhan. Tuhan tolak mereka, itu bukan sesuatu yang tidak adil. Tuhan tidak mungkin menolak yang sebenarnya tidak layak atau tidak seharusnya ditolak. Jadi Paulus mau menekankan, ini argumen yang indah sekali kalau kita lihat dari pasal 8, Paulus menekankan tentang konsep pilihan “kamu sudah dipilih oleh Tuhan dan karena itu ada berkat yang bahagia”. Pasal 9 lebih ketat lagi dia menjelaskan tentang doktrin pilihan. Dan pasal 10 dia menekankan tentang keadilan Tuhan, Tuhan bukan tanpa pernyataan, Tuhan bukan tanpa panggilan. Dari situ di dalam pengertian dari Teologi Reformed kita mengetahui ada panggilan yang efektif yaitu kepada kaum pilihan dan ada panggilan yang Tuhan nyatakan tapi tidak efektif karena dinyatakan kepada semua yang bukan pilihan. Tapi di dalam pasal ke-10 dari ayat-ayat yang kita baca tadi, tidak berarti panggilan Tuhan itu tidak serius. Jadi Saudara harus mengerti panggilan Tuhan kepada orang pilihan adalah panggilan yang penuh bahagia karena dinyatakan dengan anugerah yang melampaui anugerah yang Tuhan berikan secara umum. Tapi anugerah umum ini bukan anugerah rendah. Jadi kita tidak bisa menganggap panggilan Tuhan kepada kaum pilihan adalah panggilan biasa, tetapi wahyu umum Tuhan adalah panggilan rendah, itu salah. Panggilan Tuhan di dalam wahyu umum atau di dalam panggilan yang Tuhan nyatakan kepada semua, termasuk orang-orang yang bukan pilihan, itu adalah panggilan yang sangat besar, sangat mulia dan sangat kuat. Tetapi kebejatan manusia lebih kuat, maksudnya kebejatan manusia yang mengarahkan mereka untuk lari dari Tuhan itu lebih kuat lagi. Lebih kuat dari Wahyu Tuhan? Bukan. Lebih kuat dari semua panggilan yang Tuhan nyatakan, tetapi tidak mungkin lebih kuat dari panggilan khusus Tuhan. Itu sebabnya panggilan khusus Tuhan menang atas orang-orang yang sebenarnya hatinya sama kerasnya dengan orang-orang lain. Jadi Saudara bisa melihat kemenangan Tuhan itu dinyatakan kepada orang-orang pilihan. Merekalah yang akhirnya kembali kepada Tuhan.
Tetapi bagian ini khusus menyoroti tentang mereka yang keras hati. Bagaimana dengan mereka yang keras hati? Apakah mereka boleh lepas dari tanggung jawab atau fokusnya dalam apakah Israel boleh lepas dari tanggung jawab. “Kami kan menolak karena kami tidak pernah dengar berita yang Tuhan mau nyatakan”. Kita akan lihat kutipan-kutipan ini dan kita akan coba bahas argumen Paulus yang terdiri dari empat bagian yang sangat penting bagi kita. Di bagian pertama adalah Paulus sendiri sedang menyatakan ketidakpercayaan orang terhadap berita Injil adalah ketidakpercayaan yang bodoh. Ini pembagian yang penting di dalam kitab hikmat orang Israel, ada orang bijak dan ada orang bodoh, ini pembagian simple. Siapa masuk kategori bijak dan siapa masuk kategori bodoh. Dari banyak argumen atau banyak penjelasan yang diberikan, misalnya di dalam Kitab Amsal, maka orang-orang yang bodoh ini adalah orang-orang yang tidak menanggapi firman. Seperti yang dikatakan Yesaya “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami?”. Kalau jawabannya tidak ada berarti semua orang Israel adalah orang bodoh. Orang bodoh adalah orang yang tidak menanggapi firman. Dia tidak menerima firman bukan karena firman Tuhan melampaui dia, tapi karena hati dan pikirannya itu tidak klop dengan apa yang Tuhan mau berikan. Cara berpikir adalah sesuatu yang sangat penting, ketika Saudara mendengar sesuatu maka apa yang berkait dengan cara berpikir kita itu akan kita terima dengan baik. Maka kalau Saudara mengatakan “saya ini terlalu bodoh untuk memahami Firman”, Saudara harus tahu Kitab Suci mengatakan firman Tuhan justru diberikan kepada orang yang bodoh. Tetapi bukan bodoh dalam pengertian bodoh tak bisa dididik, karena hikmat dan bodoh dalam pengertian kitab hikmat adalah pembagian antara orang yang punya bijaksana, hikmat dan mempunyai kekerasan hati, itu yang disebut bodoh. Ini bukan bodoh intelektual, ini adalah bodoh hati yang keras, karena tidak mau berubah. Hati yang keras tidak mau berubah itu diwujudkan dalam pikiran yang tidak pernah mau dikoreksi. Bukan cuma tidak mau dikoreksi dosanya, tapi tidak mau dikoreksi cara berpikirnya. Cara berpikir berubah itu susahnya bukan main. James Smith mengatakan untuk merubah cara pikir, kita bukan cuma perlu mendapatkan informasi, tapi kita perlu mempunyai liturgi, kebiasaan yang mendalam, sesuatu yang merubah cara kita hidup dan cara kita untuk menjalankan hidup sehari-hari. Ketika kita mempunyai kebiasaan yang terus berulang ini di dalam liturgi yang baik, maka pelan-pelan worldview Kristen itu akan makin tersusun. Jadi worldview Kristen itu penting, tetapi bukan hanya bersifat informatif. Kita bukan cuma perlu informasi untuk berubah. Kita perlu rutinitas yang berulang untuk merubah cara berpikir kita. Maka di dalam kitab hikmat, orang bodoh adalah orang yang cara berpikirnya keras, yang ngotot di dalam pendirian yang dia pegang dan dia cuma mau dapat informasi yang setuju dengan cara berpikir dia, yang nyambung dengan apa yang dia susun sebagai cara berpikir. Dan orang-orang seperti ini tidak mungkin menanggapi firman karena yang Tuhan nyatakan kepada manusia berbeda dengan apa yang manusia pahami tentang dunia ini dan tentang Tuhan. Itu sebabnya cara berpikir manusia yang perlu dikoreksi inilah yang jadi sorotan di dalam Yesaya 52 sampai 53. Yesaya mengatakan “siapa yang akan percaya kepada pemberitaan kami? Karena kami memberitakan penderitaan”. Ada hamba, hamba ini kalau kita lihat dalam tradisi Yesaya adalah Sang Mesias. Yesaya ini yang mengaitkan antara berita mesianik dengan konsep hamba. Ini adalah The Servant King, Mesias itu Raja dam Yesaya menekankan tentang kondisi hamba dari Raja ini. Maka waktu orang Israel baca Yesaya dan memahami Yesaya bicarakan tentang Mesias, tentu sulit dipahami Mesias ini akan menderita. Bayangkan berapa nyambungnya Paulus dengan Yesaya, waktu Paulus bicarakan Injil kepada Baryesus kepada Elimas, dia menolak, ini adalah seorang ahli nujum yang menjadi pelayan di bawah seorang gubernur namanya Sergius Paulus, ini Saudara bisa baca di dalam Kitab Kisah Rasul. Waktu Gubernur Sergius Paulus mendengar tentang pekerjaan Paulus, dia sangat rindu mau dengar Injil. Tapi Elimas ini terus membelokkan Injil. Maka Paulus mengatakan “kamu adalah dari setan. Sampai kapan kamu mau berhenti membelokkan jalan Tuhan yang lurus itu? kamu terus belokan kebenaran”. Akhirnya Elimas dibuat menjadi buta dan Gubernur Sergius Paulus dibuat beriman. Tuhan mau menyatakan orang Romawi percaya Injil dan orang Yahudi, Elimas adalah orang Yahudi menjadi pendistorsi Injil. Dia membelokkan berita Injil. Mengapa sulit bagi orang Yahudi menerima berita Injil? Karena mereka sangat ingin jaya. Ini menjadi cara berpikir orang bebal, “Karena kalau saya mengidentikan diri dengan kondisi lemahnya saya, sulit bagi saya untuk menikmati berita itu”. Dan kalau kita mengingat Mesias dan umatNya itu akan satu, Israel percaya ini Mesias dan Israel akan nasibnya sama, maka penyaliban itu akan buruk, “berarti nasib saya akan sama, saya akan menderita seperti Mesias kah? Saya tidak terima itu”. Cara berpikir ini adalah sesuatu yang sulit diubah. Orang Israel sepakat untuk menolak Injil tanpa kesadaran mereka sepakat untuk menolak Injil. Mereka mendengar berita Injil dan mereka katakan “kami tidak mau terima”. Inilah sebabnya Paulus merasa penting untuk mengutip dari kitab Yesaya, karena penolakan orang Israel adalah penolakan yang sangat tidak baik. Sebab Tuhan adalah Allah yang memberitakan beritaNya dengan cara yang sangat penuh belas kasihan. Jadi ada alasan untuk Israel menolak? Tidak. Apakah mereka kurang mengerti? Tidak mungkin, karena di dalam bagian selanjutnya ayat 17 dikatakan iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus. Jadi apakah orang Israel wajar tidak percaya? Tidak wajar, orang yang tidak percaya Tuhan berada di dalam penolakan yang keras, bukan karena kurang informasi. Itu sebabnya Paulus mengutip Mazmur 19. Mazmur 19 adalah bagian yang sangat kuat karena menekankan pentingnya memahami Allah adalah Allah yang memanggil orang di dalam kebaikan. Kutipan dari Calvin, Institute buku pertama, bab ke-5 di bagian awal, Calvin menekankan pengenalan akan Allah adalah the final goal of the blessed life, hidup yang diberkati tujuannya itu adalah mengenal Allah. Jadi the final goal of the blessed life adalah mengenal Allah. Sehingga kalau ditanya, Calvin akan jawab ada dua kelompok orang yang pertama itu bahagia yang diberkati, yang kedua adalah yang yang menerima kutuk, yang hidup seperti orang terkutuk. Bedanya apa dua kelompok ini? Yang pertama mendapatkan pengenalan akan Allah, yang kedua menolak pengenalan akan Allah. Calvin berargumen dari kalimat ini, kalau tujuan utama hidup yang diberkati itu adalah mengenal Allah, mungkinkah Allah sengaja sembunyikan diriNya? Karena ini adalah tujuan, ini penting, ini sangat hebat, hanya yang berprestasi yang bisa dapat. Tuhan bagikan hanya kepada kaum intelektual atau yang pintar atau yang bisa susun teka-teki? Apakah Tuhan sembunyikan diri di dalam riddle, di dalam teka-teki, di dalam kemisteriusan, di dalam keadaan yang tidak bisa dicapai lalu Tuhan berikan sayembara “siapa bisa temukan Aku di mana, kamu akan dapat blessed life, hidup yang diberkati. Silakan manusia berjuang”. Calvin mengatakan tidak, karena Allah itu baik. Jadi apa yang diperlukan oleh manusia untuk mengenal Allah, itu Tuhan berikan, ini kutipan dari Roma pasal pertama. Apa yang diperlukan untuk manusia kenal Allah, diberikan oleh Tuhan dengan limpah. Dari sini Calvin menjadi sadar “kalau begitu Tuhan itu baik”. Jadi kalau Saudara mau bikin kategori baiknya Tuhan itu mengapa, Saudara mesti tahu dulu tujuan hidup itu apa. Kalau Saudara tahu tujuan hidup apa, baru Saudara bisa menilai kira-kira Tuhan baik atau tidak. Jadi manusia jauh dari Tuhan tapi dia akan kembali ke Tuhan. Gerak memutar, menjauh kemudian Tuhan panggil mendekat. Aspek yang sangat penting di dalam buku Summa Theologiae adalah manusia harus punya tujuan untuk kembali ke Tuhan. Kalau ini tujuannya maka etika jadi bisa dipahami secara serius dan benar, kemudian keindahan bisa kita pahami dengan baik, juga tentang kebaikan Tuhan. Kebaikan Tuhan jadi jelas bagi kita kalau kita tahu apa tujuan hidup kita. Salah satu yang mendistorsi, yang menyelewengkan manusia dari hikmat sejati adalah tujuan hidup yang salah. Karena kita punya final goal itu adalah bukan kehidupan yang diberkati dengan pengenalan akan Tuhan. Maka kita terdistorsi, terbelokkan, dan kita mulai menilai kebaikan Tuhan berdasarkan yang Tuhan lakukan kepada kita untuk membuat kita mencapai tujuan yang kita pikir tujuan itu. Ini mirip dengan anak kecil, waktu anak kecil dikasi coklat dan es krim, bagi yang suka coklat dan es krim, mereka akan mengatakan orang yang memberi itu baik. Mengapa baik? Karena the final goal of blessed life bagi anak kecil adalah makan es krim mungkin. Jadi ketika mereka menemukan ada orang yang memberikan kesenangan itu, mereka merasa tujuan hidup dipenuhi “orang-orang ini memberikan kepada saya tujuan hidup”. Tapi tentu kita tidak menyetujui tujuan hidup yang sesimple itu, tujuan hidup bukan itu. Kalau tujuan hidup kita salah, kita juga akan salah menilai kebaikan Tuhan. Di dalam Institutes, Calvin menyadari Tuhan itu baik. Dan dia mulai menuturkan kesadaran dia meskipun dia bukan sedang mengekspresikan “saya menyadari”, dia kurang memakai kata “saya”, pengalaman hidup dia masuk di dalam bukunya. Tapi di dalam buku itu kita sadar Calvin memberitahukan kepada kita satu-satunya cara untuk membuat kita tahu Allah itu baik adalah kita mesti sinkron dulu dengan tujuan hidup yang benar dari Sang Pencipta kita. Mengapa kita dicipta? Banyak orang yang bertanya ini ketika keadaan sedang buruk. Dia mulai mempertanyakan tujuan penciptaan, ini bukan menanyakan apa tujuan hidup, dia sebenarnya sudah tahu tujuan hidupnya, cuma dia rasa tujuan hidupnya dikacaukan oleh Tuhan. “Aku mau mencapai ini tapi Tuhan menjadi pengacaunya”. Banyak orang marah ke Tuhan karena tujuan hidup dia yang dicanangkan sendiri didistorsi oleh Tuhan. Tanpa kita sadar tujuan hidup yang Tuhan sudah terapkan untuk kita, kita distorsi sendiri, kita belokkan tujuan yang harusnya diberikan untuk Tuhan tetapi dibelokkan ke dalam bidang yang kita mau. Lalu kita merasa Tuhan mengganggu kita mencapai tujuan itu.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Injil Bagi Bangsa-Bangsa
Saudara sekalian, Roma 10 ayat yang ke-12 menekankan bahwa Tuhan sekarang jadi Allah bagi orang Yahudi maupun orang Yunani. Ini tentu cara berbahasa dari orang-orang Yahudi. Orang Yahudi dan Yunani, karena di dalam tradisi dari Israel di abad pertama, ada dua kelompok orang berbahasa yang satu adalah Aramaic yaitu orang-orang Yahudi, jadi tidak ada lagi bahasa Ibrani sejak sekitar 200 tahun sebelum Masehi, orang-orang Yahudi sudah menjadikan bahasa Aramaic bahasa sehari-hari. Jadi bahasa Ibrani sudah lama tidak ada, sudah lama tidak dipakai. Bahkan Kitab Suci bahasa Ibrani sudah tidak bisa dibaca lagi oleh orang Israel karena mereka pada zaman itu sudah berbahasa Aramaic. Jadi ada dua kelompok pertama kelompok Israel yang berbahasa Aramaic. Satu lagi adalah kelompok orang-orang internasional yang berbahasa Yunani. Sehingga ketika Paulus mengatakan ada orang Yahudi dan orang Yunani, ini pembedaan dari cara pandang Yahudi untuk mencakupkan semua bangsa ke dalamnya. Ini tidak bicara cuma ada dua bangsa, orang Yahudi berbahasa Aramaic atau orang Yunani, tidak. Tapi ini berbicara tentang orang Yahudi yang berbahasa Aramaic dan orang-orang lain yang memakai bahasa internasional pada waktu itu yaitu bahasa Yunani. Jadi bahasa ini mencakup sebenarnya semua bangsa yaitu Yahudi dan Yunani. Karena tidak ada bangsa di dalam dunia pada waktu itu yang ketika berelasi secara internasional tidak menggunakan dua jenis bahasa ini. Kalau orang Israel mereka memakai Aramaic, kalau orang yang lain mereka akan memakai bhasa Yunani. Jadi Paulus mengatakan tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan bangsa-bangsa yang lain, karena Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Tapi ini harus kita letakkan di dalam konteks. Jadi Tuhan memanggil, tetapi panggilan Tuhan yang Tuhan berikan secara umum tidak ditanggapi secara efektif oleh semua orang. Hanya mereka yang menanggapi panggilan Tuhan secara efektif, itulah yang akan menjadi umat, dan entah dia orang Yahudi berbahasa Aramaic atau dia orang Yunani yang berbahasa Yunani, atau bangsa-bangsa yang berbahasa Yunani, mereka tidak mungkin berespons kepada Tuhan jika Tuhan tidak memberikan panggilanNya. Jadi setelah Paulus membahas tentang keindahan menjadi orang atau menjadi bangsa yang bisa percaya kepada Kristus, dia kembali ke tema pasal 9 yaitu Tuhan yang mengerjakan melalui pilihan. Doktrin pilihan kembali menjadi pembahasan Paulus di dalam ayat 12 dan seterusnya. Maka Paulus mengatakan tidak ada pembedaan bagi orang percaya, engkau berasal dari orang kelompok berbahasa Aramaic yaitu Yahudi atau berbahasa Yunani yaitu bangsa-bangsa lain. Jika engkau berseru kepada Tuhan karena Kristus, maka engkau adalah bagian dari umat Tuhan. Lalu di dalam ayat 13, ini kalimat yang tidak hanya berbicara soal status keselamatan, status keselamatan sudah kita miliki sebelum kita berseru. Berseru sebenarnya adalah sebuah teriakan minta tolong, siapa yang minta tolong kepada Tuhan akan diselamatkan. Salah satu yang indah dari memiliki Allah yang sejati adalah bahwa kita bisa berkomunikasi karena ada relasi dengan Allah yang sifatnya relasional. Maka kalau Allah bukan Allah Tritunggal kita akan jatuh ke dalam kekosongan dari bangsa-bangsa lain yang menyembah berhala yang banyak, tetapi yang tidak berelasi dengan baik. Kita sulit untuk brrelasi dengan pribadi-pribadi yang tidak punya kesatuan relasional, sesuatu yang sulit. Tapi kalau kita menyembah Allah yang satu, seperti yang dilakukan di dalam tradisi Yahudi dan juga Islam dalam tradisi monoteisme, kita percaya kepada Allah yang satu tetapi tidak relasional. Maka kita sulit memahami relasi sebagai sesuatu yang utama. bahkan di dalam pemikiran dari Agustinus dikatakan jika Allah kita bukan Allah Tritunggal maka kita cuma tahu relasi top down (relasi atas ke bawah). Karena itulah relasi yang Allah contohkan, Allah tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sejenis karena tidak ada yang sejenissengan dia. Mereka tidak tahu bagaimana berelasi dengan yang sekarang karena tidak ada yang setara dengan tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia makan tidak ada orang punya pelanggan untuk relasi yang setara manusia menjadikan dirinya teladan untuk kelas yang setara? Karena tidak ada yang setara dengan dia. Tapi kalau tidak ada yang setara dengan dia, maka tidak ada orang bisa punya teladan untuk relasi yang setara. Manusia akan menjadikan dirinya teladan untuk relasi yang setara, karena Tuhan tidak punya itu. Maka kalau kita menyembah berhala ada relasi yang setara tapi tidak ada kesatuan berarti tidak ada relasi. Ada kesetaraan tapi tidak ada relasi yang satu. Tapi kalau kita percaya Allah yang satu, tidak ada relasi yang setara karena Allah berelasi dengan malaikat yang tentu jauh lebih rendah dan dengan manusia yang jauh lebih rendah. Siapa yang menjadi pribadi yang darinya kita belajar tentang apa itu kasih, apa itu penghargaan, apa itu penghormatan, apa itu kesetaraan, apa itu hak asasi manusia, ini poin penting karena hak asasi manusia mensyaratkan pemahaman bahwa semua manusia itu sama. All man and woman are created egual, semua orang itu sama, diciptakan sama. Laki-laki dan perempuan sama, orang warna kulit apa sama, orang mempunyai kedudukan sosial yang dibagi oleh kebiasaan masyarakat setelah jatuh dalam dosa, tetap punya kesamaan di dalam kemanusiaannya. Itu sebabnya mengerti hak asasi manusia hanya mungkin terjadi kalau kita tidak menjadikan diri kita standar untuk relasi yang setara karena kita terbukti gagal di situ. Sama seperti dewa-dewa Yunani terbukti gagal atau dewa-dewa Romawi terbukti gagal di dalam relasi. Kalau begitu siapa yang kita bisa jadikan standar atau siapa sumber relasi setara? Allah Tritunggal. Itu sebabnya di dalam mengimani Allah sejati, kita akan mengetahui bagaimana mencintai dan bagaimana hubungan dengan pribadi yang mencintai kita. Dan salah satu yang membuat kita dapat menikmati relasi ini adalah berseru. Itu sebabnya orang yang belum pernah berseru kepada Tuhan, dia tidak tahu indahnya beriman kepada Tuhan. Tetapi sebaliknya, orang yang terus-menerus mengeluh juga tidak tahu indahnya Tuhan. Berseru di dalam meratap sekalipun itu beda dengan bersungut-sungut. Di dalam pengertian Alkitab terutama di Kitab Keluaran, bersungut-sungut adalah keengganan untuk berjalan bersama dengan Tuhan. Sedangkan meratap adalah ada kerelaan ikut jalan Tuhan, tapi tidak ada pengertian, tidak ada kekuatan. “Saya mau berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi saya tidak punya kekuatan dan saya tidak punya pengertian maka saya meratap”. Tapi orang-orang yang berkeluh kesah, yang kalau di dalam Kitab Keluaran dan Bilangan itu dikatakan sebagai orang-orang yang binasakan, mereka adalah orang-orang yang bersungut-sungut. Bersungut-sungut berarti enggan berjalan bersama dengan Tuhan. “Kembalikan kami ke Mesir, kami tidak mau lagi dipimpin oleh Allah”, ini perbedaan sangat signifikan. Orang-orang yang meratap atau yang berseru kepada Tuhan adalah orang-orang yang mengatakan “saya akan berjalan bersama dengan Tuhan, tetapi izinkanlah sepanjang perjalanan ini saya mengeluh, tapi saya akan berjalan”, ini yang Tuhan tampung, Tuhan menampung keluhan kita dan mendewasakan kita sehingga keluhan kita mendewasakan pengenalan kita akan Tuhan. Ketika kita menjadi orang yang beriman kepada Tuhan, kita menikmati berseru kepada Allah.
Ini highlight yang sangat penting karena di dalam Surat Roma, Paulus menekankan tentang keindahan jadi umat pilihan. Predestinasi itu sangat indah bagi orang yang memahaminya karena kita tahu bahwa kita tidak beda dari orang lain diberikan cinta kasih dan kesetiaan yang sangat besar. Saudara dan saya adalah orang-orang dicintai dan in yang membuat kita penuh dengan sukacita. Maka Paulus mengatakan siapa berseru kepada kepada nama Tuhan akan diselamatkan. Urutannya penting untuk kita pahami, Paulus tidak sedang bicara keselamatan di dalam status karena kalau dia bicara keselamatan dalam status, dia akan mengatakan “siapa yang sudah diselamatkan dapat berseru kepada Tuhan”, itu yang seharusnya. Tapi ini dibalik “siapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan”, seringkali kita berpikir bahwa ini adalah pengakuan iman, kalau kita menginjili orang kita suruh mereka menyebut supaya sebelum mati menyebut dulu atau bagaimana, karena dengan menyebut akan membuat selamat. Itu pendapat yang salah karena Saudara akan menyamakan kemampuan bicara dengan status keselamatan, dan itu bukan sesuatu yang ditekankan oleh Paulus. Pengakuan itu penting, pengakuan itu keluar dari hati yang sudah percaya. Dan bukan sebaliknya, bukan saya mengaku dulu baru saya bisa percaya. Karena aneh kalau Saudara mengakui sesuatu yang Saudara belum percaya, baru setelah itu Saudara percaya. Apa tidak lebih benar kalau dia diselamatkan dulu baru dia berseru? Karena berseru di sini bukan cuma mengaku kalau dalam pengertian yang Paulus pakai, tapi minta tolong kepada Tuhan. Siapa yang sudah diselamatkan bisa minta tolong kepada Tuhan, ini yang lebih tepat. Tapi Paulus berbicara tentang keselamatan yang bukan status di sini, status sudah diperoleh. Setelah Saudara mendapatkan Tuhan, Saudara diselamatkan. Tetapi setelah Saudara ada di dalam keselamatan, Saudara bisa minta tolong kepada Dia, dapat berseru dan Tuhan mendengar. Dan inilah keindahan menjadi milik Tuhan, karena di dalam Mazmur 33 yang kita tadi sudah baca dikatakan bahwa orang yang mengandalkan Tuhan adalah orang yang akan hanya berharap akan kasih setia Tuhan, Mazmur 33: 18, “jika kami ada kesulitan bahaya maut”, ayat 19 dari Mazmur 33 mengatakan, “dan jika kami masuk ke dalam masa kelaparan atau bahaya yang lain maka kami bisa berseru kepada Tuhan”. Karena Mazmur 33: 18 mengatakan “sesungguhnya mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setiaNya. Tuhan menyenangi orang-orang yang hanya mau minta tolong kepada Dia, yang benar-benar rentan jika tidak ada Tuhan. Itu sebabnya ayat 20 dengan sukacita menyatakan pujian kepada Tuhan “jiwa kita menanti-nantikan Tuhan, Dialah penolong dan perisai kita. Karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada namaNya yang kudus kita percaya. Kasih setiaMu ya Tuhan kiranya menyertai kami seperti kami berharap kepadaMu”. Di sini ada 1 kebajikan, ada 1 karakter indah dari umat Tuhan yang digali oleh Mazmur 33. Jadi Mazmur 33 mengatakan umat Tuhan punya karakter yang orang lain tidak punya, yaitu bersukacita karena Tuhan adalah Penolong kita. Ini menjadi tema yang sering kita lupa karena kita berpikir bahwa setelah kita milik Tuhan harusnya kita berdamai dengan keadaan apapun, harusnya kita berdamai dengan situasi apapun, harusnya kita berhenti berharap untuk situasi berubah, itu tidak tepat karena Mazmur 33 menunjukkan ada perbedaan antara orang yang tidak kenal Tuhan. Orang yang tidak kenal Tuhan, tidak akan bisa berseru kepada Tuhan, tidak akan mau juga. Dan karena itu mereka kehilangan karakter yang indah yaitu mempunyai jiwa yang menanti-nantikan Tuhan, mempunyai jiwa yang sadar indahnya dilepaskan oleh Tuhan. Orang-orang ini orang-orang yang bahagia, dan kita sebenarnya diundang oleh Tuhan untuk menjadi orang yang sedemikian karena di dalam tradisi bangsa-bangsa manapun, tidak ada kemungkinan untuk berseru kepada Tuhan. Ini kontroversial karena orang zaman dulu yang mendengar Paulus, akan mengatakan “Paulus, engkau salah, kami senantiasa berseru kepada Tuhan, kami berseru kepada Dia. Kami datang kepada Dia”, sama, “jadi kamu percaya Kekristenan? Kamu berseru kepada Allahmu. Tapi kami juga berseru kepada ilah kami, kami berseru kepada Hera, kami berseru kepada dewa-dewa lain, kami berseru kepada Zeus, kepada siapa pun yang kami harap menolong kami. Jadi engkau berseru dan kami berseru, sama”.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Iman dan Kemenangan
Di dalam Roma 10, Paulus sedang memberikan argumen selanjutnya mengenai orang-orang yang beriman kepada Kristus. Di dalam pengertian orang-orang Yahudi, keindahan mengenal Tuhan adalah Tuhan akan mencabut mereka dari pengaruh dan juga dari politik bangsa-bangsa yang menyembah berhala menjadi sebuah bangsa yang khusus. Ini merupakan satu komitmen yang mengaitkan iman dengan politik. Bagi orang Israel percaya kepada Tuhan bukan hanya sesuatu yang berkait dengan agama dan iman, tapi juga sesuatu yang berkait dengan komitmen politik mereka. Mereka tidak lagi berlindung di bawah Firaun. Di zaman kuno, meskipun para raja itu memerintah dengan cara yang sangat diktator, tapi mereka percaya raja yang ditempatkan di atas mereka adalah anak allah atau anak dewa, adalah utusan dewa untuk melindungi seluruh bangsa. Karena bangsa-bangsa punya dewa masing-masing, maka dewa itu punya kepentingan untuk bangsanya tetap jaya. Misalnya ketika satu bangsa perang dengan bangsa lain, bangsa yang menang adalah pertanda dewa mereka menang atas dewa bangsa lain. Jadi sebuah bangsa mempunyai ilah utama, dan ilah utama ingin memelihara bangsa itu. Maka dewa itu akan menempatkan raja sebagai pelindung, ini konsep yang umum pada zaman itu. Maka ketika Israel menyadari mereka berlindung di bawah Firaun, mereka berlindung pada penyembah berhala, mereka berada di sebuah agama yang tidak mengenal Tuhan Pencipta langit dan bumi, mereka tidak mungkin sejahtera di dalamnya, mereka harus ditarik keluar, mereka harus menjadi bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah, imamat yang rajani. Mereka mesti keluar dari Mesir dan mereka mesti menjadi umat yang dipimpin oleh imam untuk menyembah Allah, Raja mereka. Itu sebabnya mereka keluar dari Mesir. Dan tindakan pertama yang Tuhan lakukan kepada Israel waktu mereka keluar dari Mesir adalah membuat sebuah bangsa yang arah politik dan arah agamanya kembali ke Tuhan. Jadi mereka harus dibersihkan dari pengaruh politik dan agama Mesir. Ini pengertian kalau kita tangkap akan membuat kita heran, kalau Tuhan sudah keluarkan Israel dari Mesir, mengapa setelah Israel jatuh dalam dosa, Tuhan membuang mereka ke Babel? Mengapa Tuhan membiarkan mereka dikuasai lagi oleh raja penyembah berhala dan politik yang tidak mengenap Tuhan? Ini hukuman, karena Tuhan melihat Israel yang sudah dipisahkan menjadi milik Tuhan, tidak hidup sebagaimana seharusnya, sebagai bangsa yang arah politik dan arah agamanya adalah kepada Allah Pencipta langit dan bumi. Karena kesetiaan mereka bukan kepada Tuhan, maka hati mereka yang bercabang lebih cocok untuk membuat mereka menjadi penyembah berhala. Ini pelajaran yang besar sekali, kita terus berpikir Tuhan secara otomatis suka kita menjadi umatNya, apa pun yang kita lakukan, apa pun komitmen kita, arah hidup kita seperti apa, itu tidak relevan, “Tuhan sudah menerima saya. Saya bisa menjadi orang Kristen sesembarangan dan Tuhan tidak punya pilihan selain menyimpan saya menjadi bagian dari umatNya”. Tapi itu tidak benar karena di dalam Perjanjian Lama jelas meskipun Allah sabar menanti Israel bertobat, namun ketika Israel membuat murka Tuhan muncul dan kesabaran Tuhan habis, maka Tuhan mengatakan “baik, sekarang kamu kembali dikuasai oleh raja-raja penyembah berhala dan oleh agama yang tidak kenal Allah Pencipta”, ini hukuman. Israel dihukum dengan diperintah oleh raja yang tidak mengenal Allah dan oleh Agama yang tidak menyembah Allah Sang Pencipta. Tapi ketika Kristus sudah hadir, Kristus menjadi Raja atas umat Tuhan. Sehingga ketika umat Tuhan dipanggil keluar, ini konsepnya Paulus, mereka bukan hanya dipanggil keluar dari keadaan yang lama saja, tapi mereka juga diutus kembali ke dalam keadaan lama dengan natur yang baru. Ini perbedaan Irsrael dengan Kekristenan, dengan gereja. Israel dipanggil keluar dan mereka menjadi bangsa yang dikuduskan. Di dalam lokasi yang khusus dan di dalam kemandirian dari pengaruh politik yang lain dan dari interaksi dengan agama lain. Ini cara Tuhan sebelum Kristus Sang Raja datang. Setelah Kristus datang, orang Kristen diutus kembali ke dalam dunia. Mengapa kita diutus kembali ke dalam dunia? Karena Kristus ditetapkan oleh Allah untuk menjadi Raja, bukan hanya bagi gereja, bukan hanya bagi lokal, tapi bagi seluruh dunia. Maka Kekristenan adalah agama misi, Kekristenan adalah agama saksi, Kekristenan adalah agama Injil. Orang Kristen secara natur adalah penginjil, karena mereka dipanggil keluar lalu mereka diutus kembali ke dalam. Ini kita alami waktu kita berkebaktian di dalam gereja. Di dalam situasi normal, di gereja, Saudara akan datang ke sini dan Saudara akan dapat berkat untuk diutus kembali ke dalam dunia, menjadi saksi Kristus di tengah-tengah dimana Saudara dipanggil keluar, kita dikembalikan lagi ke dalam. Itu sebabnya di dalam Kekristenan kita memahami iman yang kita jalani dan agama yang kita miliki, serta komitmen politik kita kepada Sang Raja yaitu Kristus adalah sesuatu yang akan berinteraksi dengan erat dengan kebudayaan yang tidak mengenal Tuhan, yang tidak mempunyai Allah sebagai Pencipta, yang tidak mempunyai Kristus sebagai Raja.
Ketika kita diutus kembali ke dalam dunia, ini seperti orang Israel yang setia kepada Tuhan namun ada di dalam pembuangan. Waktu mereka di pembuangan, Tuhan tetap memberkati orang-orang Israel yang beriman. Yang dihukum karena tidak setia mendapatkan hukumannya, tapi yang beriman kepada Tuhan mengalami kesulitan yang sama, sama-sama ditaklukan, sama-sama dikalahkan di dalam perang, sama-sama ditawan, sama-sama dibawa ke Babel. Tapi perbedaannya ada di dalam misi. Mereka ada di tengah-tengah Babel sebagai saksi, sehingga Tuhan mengatakan “kemanapun engkau dibuang, Aku akan membuat bangsa yang menguasai engkau menjadi sayang kepadamu. Aku akan membuat raja-raja mencintai kamu”, itulah pekerjaan Tuhan lewat umatNya yang ada di pembuangan. Orang Israel yang dibuang itu ada 2 jenis, yang pertama orang Israel yang memang korup, yang memang kacau imannya, yang memang tidak setia kepada Tuhan, mereka ada di pembuangan karena dihukum. Tapi orang-orang seperti Yehezkiel, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, mereka bukan orang-orang yang dibuang ke Babel karena dihukum. Mereka adalah saksi, mereka adalah wakil Tuhan untuk menyaksikan Tuhan. Maka Tuhan berjanji “kemana kamu dibuang, Aku akan membuat orang sekelilingmu mengasihi engkau”. Konsep ini kalau tidak tertanam di dalam pikiran kita akan membuat kita terus bersikap seperti orang yang sedang dihukum, “Tuhan, mengapa hidupku menderita, sulit seperti orang-orang lain juga?”. Kalau Saudara mengatakan “saya tidak mengerti kenapa”, harap gumulkan hal ini. Saudara bisa lihat ada 2 jalur, jalur pertama adalah orang yang memang dibuang tanpa harapan, Saudara bukan orang itu. Tapi Saudara adalah orang yang ada di pembuangan sebagai saksi. Dan ini adalah mentalitas yang Tuhan mau ada pada orang-orang Kristen. Kita ada di tengah-tengah pemerintahan politik yang tidak menyembah Kristus dan kita menjadi saksi di tengah-tengah pemerintahan politik seperti ini. Kita berinteraksi dengan orang-orang yang tidak mengenal Allah Pencipta langit dan bumi, dan kita ada di dalam interaksi yang erat dengan orang-orang seperti ini. Itu sebabnya Yesaya 28 sangat penting bagi Paulus, karena Paulus sedang mengatakan “Orang Kristen, baik kamu Yahudi, baik kamu bangsa-bangsa lain, kamu tidak dipanggil untuk membentuk bangsa mandiri, kumpul di sebuah tempat khusus, pilih raja sendiri, bikin pemerintahan otoritas sendiri, bukan seperti itu. Kamu dipanggil untuk berada di dalam dunia sebagai orang yang melanjutkan janji Tuhan kepada Israel”. Di dalam pengertian Paulus, sekarang Israel tidak lagi menjadi bangsa yang dipanggil sebagai bangsa yang mandiri secara politik. Karena orang Israel yang percaya kepada Kristus pun hanya minoritas di tengah-tengah orang Yahudi. Mereka pun tunduk kepada pemerintahan Yahudi. Itu sebabnya Paulus mengingatkan baik orang Yahudi yang percaya Kristus, maupun bangsa-bangsa lain yang percaya kepada Kristus, mereka harus tahu kebenaran lewat iman, justification by faith, pembenaran karena iman. Ini dikatakan di dalam Roma 10 yang kita baca tadi, “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan dan percaya dalam hatimu Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”, ini bicara tentang iman. “Kamu mengaku dengan mulut Yesus adalah Tuhan”, ini pengakuan politis. Pengakuan ini sifatnya bukan hanya agama, “saya mengakui Yesus adalah Kirios”, kirios atau tuhan adalah sebutan untuk kaisar. Kaisar mau disebut kirios. Di dalam logam koin yang dibuat oleh Kekaisaran Romawi, di situ diukir, ada satu orang Romawi sedang berdiri tegak dan ada satu orang Yahudi sedang bungkuk menyembah, Lalu disebut disitu perkataan orang Yahudi “kirios, kirios, tuhanku adalah Romawi”, itu penghinaan besar untuk orang Yahudi. Koin itu menyebar di daerah Syria. Ini membuat sakit hati orang-orang dari Israel, maka mereka benci sekali dengan Gubernur Syria pada waktu itu yang bernama Aneas. Waktu itu mereka sangat ingin memberontak, tapi tentara Roma dikumpulkan ditengah-tengah Syria untuk melindungi gubernur ini. Sehingga mereka sangat benci apa yang dilakukan ini, waktu mereka belanja, mereka tidak mau memakai koin itu. Tapi mereka kesulitan, kalau tidak dipakai, mereka tidak akan mendapatkan uang. Maka mereka harus telan semua harga diri mereka, sangat malu “kami terpaksa berdagang dengan logam yang menunjukkan orang Yahudi menyembah orang Romawi. Ini membuat Israel sangat sedih, waktu mereka tunggu mengapa tidak ada yang memberontak. Tidak ada yang punya cukup kekuatan untuk memberontak. Ini membuat orang-orang Yahudi berada dalam keadaan dijajah dengan sangat melukai hati mereka. Itu sebabnya ketika Saudara membaca Kisah Rasul, ketika Petrus datang ke rumah Kornelius, Kornelius keluar lalu sujud kepada Petrus, itu sengaja ditulis oleh Kitab Para Rasul untuk menjadi pembalik, bukan orang Yahudi menyembah orang Yunani, sekarang ada pemimpin dari centurion, pemimpin pasukan 100 sujud menyembah kepada Petrus. Tapi apakah Petrus mau gambar ini menjadi kekal? Tidak, dia mengatakan “berdiri, jangan sembah saya, saya cuma manusia”. Lalu sembah siapa? Sembah Kristus, semua orang mau Romawi maupun Yahudi harus sujud kepada Kristus. Petrus mengatakan “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan, ini adalah pengakuan yang mewakili seluruh gesture tubuh kita untuk menyembah. “Siapa Tuhanmu?”, “Yesus Kristus. Dan Saudara tahu kesetiaan seorang hamba kepada tuan, seorang hamba akan berkata kepada tuan, “My Kirios, my Lord, katakanlah sebuah kalimat dan saya akan jalankan”. Ini persis dikatakan oleh pemimpin-pemimpin Romawi yang disembuhkan oleh Yesus, “Tuhan, engkau adalah Tuan yang berkuasa. Saya seorang pemimpin, kalau saya berkata kepada bawahanku kerjakan ini, mereka akan pergi dan kerjakan. Maka Tuhan, katakanlah sepatah kalimat dari jauh, tidak perlu masuk ke rumahku, maka apa yang Engkau katakan akan jadi”. Penyakit pergi karena Yesus mengatakan, badai berhenti karena Yesus mengatakan, mengapa kita sulit menjalankan hidup? Karena Yesus mengatakan, tapi kita malah melawan. Saudara dan saya kurang mempunyai jiwa hamba, kita terlalu ingin dilayani oleh Tuhan terus, kita terlalu ingin situasi sekitar kita cocok dengan yang kita mau. Kita tidak punya keberanian mengatakan “Jadilah yang Tuhan mau kepada saya”, itu mentalitas yang baik, itulah sikap hamba yang mengetahui “Tuhanku adalah Raja”. Tapi Paulus tidak hanya mengatakan “jika kamu mengaku dengan mulutmu Yesus adalah Tuhan”, dia juga mengatakan “percaya dalam hatimu Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati”. Berarti Saudara menyembah yang menang, “saya sujud kepada Dia yang sanggup memberikan hidup”, ini bukan sujud yang terpaksa, ini sujud yang membayar harga namun yang mengalami kelimpahan jauh lebih besar dari harga yang dibayarkan. Pedagang pun akan mengerti ini adalah deal yang sangat menguntungkan “saya cuma taat kepada setiap perkataan Yesus dan saya memperoleh kebangkitan, hanya itukah?”. Seringkali kita tidak menghargai kebangkitan sebagaimana seharusnya, karena kita menilai keadaan kita sekarang terlalu besar. Bukankah Paulus sendiri mengatakan “apa pun yang terjadi tidak akan membatalkan kasih Allah”. Dan di dalam bagian yang lain, Paulus sendiri mengatakan “bukankah kebangkitan Kristus melampaui semuanya kamu adalah gereja yang tidak mungkin ditelan oleh maut”. Sesuatu yang sangat indah yang sebenarnya Kitab Suci nyatakan sebagai Injil. Maka di dalam ayat 9 dikatakan “kamu mengaku dengan mulut”, ini adalah gesture penyembahan, “dan percaya dalam hatimu”, ini adalah penghiburan. Percaya Tuhan adalah penghiburan. Beriman bukan tuntutan berat, beriman adalah sesuatu yang penuh kesenangan, karena Saudara sedang beriman kepada sesuatu yang dengan pasti memberikan kelimpahan yang Tuhan janjikan kepada kita. Ketika kita menginginkan kelimpahan, kita tahu Tuhan sudah janjikan itu. Ketika kita tahu Tuhan sudah janjikan, kita tahu Tuhan menyatakan kuasanya dengan kebangkitan Kristus. Ketika kita menyaksikan dengan iman Kristus bangkit, kita juga tahu Tuhan mencintai kita, maka Tuhan tidak akan meluputkan kita dari kebangkitan. Ini adalah pendirian politik yang paling indah dibandingkan pendirian politik mana pun. Saudara mau bergabung partai apa, tidak mungkin ada janji selimpah yang Kristus nyatakan jika Dia menjadi Rajamu. Jika engkau menjadikan Dia Raja, kelimpahan berada di dalam Dia jauh melampaui apa pun yang dunia bisa tawarkan. Itu sebabnya Tuhan membuang Israel ke Babel dan tanya “sekarang Aku mau tanya, mana yang lebih baik melayani raja yang sekarang menindas engkau atau melayani Aku hai Israel? Mana yang lebih menyenangkan, mana yang lebih sukacita, menyembah Tuhan yang mencintai engkau, atau menyembah Nebukadnezar, sujud kepada Raja Babel yang mau membunuh engkau?”. Orang Israel menangis dan mengatakan “kami lebih suka masa yang lalu”. Maka Tuhan akan tanya “mengapa engkau tidak setia kepadaKu?”. Kalau Tuhan tanya kepada gerejaNya sekarang, “apakah Aku temukan kesetiaan di tengah-tengah orang Kristen?”, kita menjawab apa kepada Tuhan? Harap kita bertobat, harap kita kembali kepada Tuhan.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Iman dan Kasih Allah
Mengenal Tuhan adalah tujuan, adalah sesuatu yang kita mau capai. Inilah telos, inilah yang kita harapkan terjadi pada kita. Kenal Tuhan dalam kesempurnaan, makin kenal Dia. Kalau kita tidak melihat ini sebagai tujuan, kita sulit menikmati apa pun yang terjadi dalam hidup. Tetapi Tuhan berkehendak untuk diriNya dikenal, dan inilah bahagia terbesar manusia. Sehingga di dalam senang kita makin kenal Tuhan, di dalam sulit kita makin kenal Tuhan, di dalam hikmat kita makin kenal Tuhan, di dalam kesadaran akan kebodohan kita makin kenal Tuhan. Di dalam apa pun Tuhan membimbing kita untuk semakin mengenal Dia. Mari kita bersama-sama mengerti hal ini, bersama-sama menanggapinya dengan penuh sukacita dan di dalam Tuhan sukacita senantiasa diberikan. Kita tidak mengerti mengapa Paulus mengatakan “bersukacitalah senantiasa”, di dalam Surat Filipi, padahal dia berada dalam penjara dan orang-orang menyadari kesulitan dan penderitaan yang dia sedang alami. Hidup Kristen adalah hidup bersukacita. Sukacita tidak mungkin diambil di dalam setiap keadaan, mari pahami ini, mari nikmati ini. Tuhan mengajak kita untuk mengalami sukacita di dalam Dia, mari kita belajar untuk menikmatinya. Sangat sulit di dalam keadaan yang susah, tapi jika Saudara mampu mendapatkan pengertian bahwa Tuhan adalah yang ingin dikenal oleh Saudara, apa pun yang terjadi kita harus semakin dekat dengan Tuhan. Maka kita melihat tidak ada apa pun yang akan menghalangi kita di dalam pertumbuhan iman kita. Kiranya ini boleh menjadi landasan untuk kita hidup penuh sukacita dan berharap terus kepada Tuhan.
Roma 10: 4-8, ayat yang ke-5 mengatakan bahwa Hukum taurat berkata orang yang melakukannya akan hidup karenanya. Dan ayat 6 mengatakan “tetapi kebenaran karena iman berkata demikian”. Ini seperti dua hal yang bertentangan, tapi kalau kita lihat dalam ayat ke-6, 7, 8, semua ini kutipan dari Taurat. Jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa Paulus sedang mengatakan “Taurat itu tidak tepat, tapi Injil itulah yang kamu harus dengar. Iman lebih penting dari pada menjalankan Taurat”, bukan itu. Tapi Paulus sedang membagikan 2 pendekatan terhadap Taurat. Karena baik yang dia katakan dalam ayat ke-5 “orang yang melakukannya akan hidup karenanya”, maupun di ayat yang ke-6, 7 dan 8, semua adalah dari Taurat. Perkataan “yang melakukan akan hidup” itu dari Taurat, yang mengatakan “Tuhan memberikan firman dari sorga sehingga kamu tidak perlu ke sorga dulu untuk mendapatkannya. Kamu tidak perlu terjun dulu ke dunia orang mati, baru mendapatkan hikmat. Tapi Tuhan sudah memberikan di tengah-tengah kamu”, ini pun dari Taurat. Maka tidak mungkin Paulus sedang mengatakan “jangan mengikuti Taurat, tapi ikuti iman”, tapi memakai kutipan juga dari Taurat. Itu sebabnya kita mesti mengerti bahwa di dalam teologi Paulus, Paulus sedang menekankan pentingnya memahami 2 pendekatan dari memahami Taurat. Pendekatan pertama adalah apa yang dikatakan di ayat ke-5, “Musa menulis tentang kebenaran Hukum Taurat, orang yang melakukannya akan hidup karenanya”, apakah ini salah? Tidak, siapa yang menjalankan firman akan hidup. Kita seringkali berbicara tentang kalimat ini dengan pengertian yang lain, yang Paulus maksudkan. Yang kita pikir dalam pikiran kita adalah Tuhan berkata “ada Taurat, kalau kamu jalankan setiap kebenarannya, maka kamu akan dapat keselamatan. Dan keselamatan itu ketika kamu mati, kamu akan ke sorga”. Jadi kita melihat hidup ini sebagai serangkaian seleksi, dari lahir sampai kita mati adalah seleksi. Kamu diseleksi untuk masuk ke sorga atau gagal. Jadi seluruh hidup kita lihat sebagai suatu periode ujian, dimana Tuhan akan menaruh nilai “hidupmu baik atau jahat. Kamu lebih banyak lakukan baik atau lakukan jahat”. Tapi memahami hidup seperti itu membuat kita tidak menikmati hidup, karena kita akan menikmati hidup nanti, belum sekarang. Kita tidak melihat hidup sekarang sebagai kehidupan di dalam dirinya adalah kehidupan yang penuh anugerah Tuhan. Kalau kita mengatakan “saya mesti hidup baik-baik supaya nanti saya diterima oleh Tuhan dan saya tidak dibuang”. Tuhan pasti akan membuang orang-orang yang jahat, yang kejam, yang tidak adil, yang tidak pernah bertobat, orang yang tidak pernah kenal Tuhan. Tapi penekanan Paulus bukan itu, bukan pada periode hidup sebagai ujian, sebagai saat dimana Tuhan memberikan nilai kamu lulus atau tidak. Lalu nanti kehidupan sebenarnya baru mulai setelah kita mati. Paulus mau menekankan bahwa kenikmatan mengenal Tuhan itu sudah dimiliki sekarang, sekarang kita sudah mendapatkan Tuhan, bukan nanti tapi sekarang. Itu sebabnya perkataan dari Musa, di ayat ke-5, “orang yang melakukannya akan hidup karenanya” adalah perkataan yang dimengerti dengan salah oleh orang Yahudi, bukan salahnya Musa. Banyak orang Yahudi salah mengerti kalimat ini karena mereka menganggap bahwa kehidupan di dunia adalah semacam syarat yang mesti dijalani dulu supaya nanti kita beroleh Tuhan. Tuhan diperoleh nanti, bukan sekarang. Sekarang adalah periode ujian apakah saya ada di dalam Tuhan atau tidak. Ini pengertian yang Paulus sindir, bahwa orang Yahudi memiliki konsep yang salah. Karena mereka mengatakan “sekarang saya berada dalam kehidupan yang sekarang, saya mesti melakukan dulu kehidupan yang taat Taurat supaya nanti saya bisa dinyatakan berkenan oleh Tuhan”. Paulus tidak setuju dengan penafsiran itu, karena di dalam konteks pelayanan Paulus, ini bisa kita lihat di Kitab Para Rasul, banyak orang Yahudi memakai ini sebagai syarat untuk melihat apakah bangsa lain sudah cukup layak untuk sama dengan mereka atau tidak. Ini aspek teologi yang disebut teologi dari kaum Judaizers. Judaizers ini adalah istilah yang digunakan untuk orang-orang Yahudi yang Kristen yang mensyaratkan orang-orang dari bangsa lain untuk memiliki standar tertentu dulu baru boleh disebut Kristen. Misalnya mereka sudah membuktikan diri setia, tidak sembarangan makan makanan. Kalau mereka makan makanan yang dinajiskan, yang haram, maka mereka belum boleh menjadi Kristen. Kalau mereka tidak disunat, mereka belum boleh menjadi Kristen. Kalau mereka tidak menjalankan Taurat dalam periode pengamatan, maka mereka belum jadi Kristen dulu. Ini syarat yang diberikan oleh orang Yahudi, karena mereka merasa sudah ada di dalam perjanjian, sebab mereka sudah menjalankan Taurat. Jadi mereka melihat Taurat sebagai syarat dan mereka sudah lakukan itu seumur hidup, baru mereka bisa menerima Kristus. Jadi Taurat dulu, baru Kristus. Sehingga Taurat menjadi syarat apakah kamu boleh mendapat penebusan Kristus atau tidak. Kita bicara tentang orang Yahudi yang Kristen, bukan orang Yahudi yang memusuhi Paulus dan mau membunuh dia, karena Paulus mau mengajarkan tentang Sang Mesias. Jadi Paulus berurusan dengan banyak serangan dalam pelayanan dia, dari orang Yahudi yang menolak Kristus dan juga dari dalam, dari orang-orang Yahudi yang Kristen tapi yang menolak bangsa-bangsa lain berbagian, ini kelompok yang juga keras. Maka mereka harus pergi ke Yerusalem, ada konsili atau pertemuan dimana Kisah Para Rasul 15 ini dicatat, dimana Paulus dan juga orang-orang Yahudi yang menentang dia juga berkumpul, dipimpin oleh Petrus dan juga Yohanes dan Yakobus. Lalu mereka mulai menyatakan klaim “Paulus, engkau tidak boleh membuka pintu kepada umat perjanjian bagi bangsa-bangsa lain untuk masuk dengan murahan seperti itu, tidak boleh. Karena syarat hidup sebagai umat itu berat. Syarat untuk hidup sebagai umat, itu sesuatu yang nenek moyang kita pun gagal lakukan. Nenek moyang kita gagal, mereka dibuang. Sekarang kita sudah lumayan berhasil, kamu jangan bikin murah dengan memperbolehkan bangsa-bangsa lain masuk meskipun mereka belum ditunjuk, belum dinyatakan setia menjalankan Taurat. Tidak boleh begitu, bangsa lain harus diuji dulu apakah mereka sudah seperti kita, belajar setia dulu. Nenek moyang kita pun gagal dan kita mati-matian menaati. Tapi sekarang bangsa lain mengapa dengan enaknya bisa masuk. Mengapa begitu murah standar Injil yang engkau berikan? Tidak bisa begitu. Kalau bisa dipersulit mengapa tidak dipersulit, mengapa harus mudah?”, ini yang mereka pikirkan. Karena mereka berpikiran “kami juga sulit menjadi orang Yahudi. Nenek moyang kami gagal memenuhi Taurat dan mereka dibuang. Nenek moyang kami tidak jalankan Taurat dan mereka dihancurkan oleh Tuhan. Sekarang kita takut dihancurkan, kita hidup mati-matian, kita taat, kita tinggalkan dosa, kita jalani Taurat, kita singkirkan berhala, kita jalani benar-benar hidup yang diperkenan Tuhan, dan Tuhan berikan Mesias. Jadi kita sudah jalani, sekarang Mesias diberikan dan kami bisa terima. Bangsa-bangsa lain belum diuji kesetiaannya, mengapa dengan mudah bisa menerima Kristus?”. Jadi pola pikir mereka adalah teruji dulu dengan Taurat, baru dapat Kristus, baru bisa menikmati keselamatan yang penuh. Jadi ada tiga tahap, jalani Taurat, teruji taat Taurat, dapat Kristus, baru dinyatakan sebagai orang yang diselamatkan. Jadi 3 tahap ini yang banyak orang Yahudi Kristen percayai. Tapi Paulus punya pemikiran yang lain dan Paulus menyatakan argumen yang kuat sekali. Dia mengatakan umat Tuhan dibuang oleh Tuhan bukan karena mereka gagal menjalankan poin-poin Taurat, tapi karena mereka tidak punya iman kepada Tuhan. Ini pengertian yang Paulus miliki dan dia pakai argumen yang kuat sekali. “Sekarang kamu mengatakan orang Yahudi gagal menaati Taurat, maka Tuhan buang. Sekarang saya tanya (ini yang Paulus gunakan di Roma 4) bagaimana dengan Abraham? Abraham tidak ada Taurat, Abraham tidak tahu perintah-perintah yang Tuhan perintahkan, lalu Abraham juga belum disunat waktu Tuhan menyatakan dia benar”, penyunatan Abraham terjadi setelah Ismael lahir. Tetapi Tuhan menyatakan Abraham benar sebelum Ismael lahir. Kalau begitu Abraham benar dalam keadaan belum bersunat, Abraham benar dalam keadaan belum ada Taurat, ini jelas tercatata dalam Kejadian 12-15. “Kalau begitu bagaimana? Abraham dibenarkan karena iman, dan nenek moyangmu dibuang karena tidak beriman”. Jadi Paulus menekankan bukan kepada berhasil menjalankan Taurat tapi kepada iman. Itu sebabnya Paulus seringkali diidentikan dengan rasul iman karena penekanan pengajaran akan iman banyak sekali ada pada Paulus.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Agama dan Iman
Di bagian ini kita melihat kesimpulan dari apa yang dikatakan di pasal 9 dan tema baru yang Paulus mau nyatakan di dalam pasal 10 dan 11. Mengenai penolakan Tuhan atas Israel dan juga keselamatan yang Tuhan berikan bagi bangsa-bangsa lain. Ini merupakan tema yang seringkali berulang di dalam Kitab Perjanjian Baru, Israel yang ditolak dan bangsa-bangsa lain yang dipanggil. Sepertinya ini tema yang sederhana atau tema yang tidak berkait dengan kita karena ini terjadi 2.000 tahun yang lalu dan kita tidak lihat relevansinya dengan kehidupan kita sekarang. Tapi apa yang Alkita tulis adalah bagian dari sejarah yang akan menjadi satu pondasi untuk cara kita beriman kepada Tuhan. Di dalam tradisi Kristen ini yang disebut sebagai periode kanonik, jadi di dalam teologi bukan cuma kitab-kitab yang dikanon yaitu Alkitab kita dari Kejadian-Wahyu tapi juga ada periode kanon, periode kanon maksudnya periode sejarah yang Tuhan bakukan sehingga di dalam periode itu Kitab Suci dituliskan. Abad ke-2 bukan masuk lagi dalam periode kanon itu, hanya abad pertama untuk Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru ditulis di pertengan abad pertama dan di akhir abad pertama. Sehingga kita bisa menikmati begitu banyak berkat jika kita sadar akan hal ini. Tuhan menggungah kita untuk menjadi orang yang melihat jauh dari masa kita ke masa yang lampau melalui Kitab Suci. Dan Tuhan menolong kita untuk melihat jauh melampaui masa kita untuk melihat ke depan. Maka masa lalu, yaitu periode kanonik, dan masa depan, yaitu pengharapan akhir zaman ini yang mengunci kehidupan orang Kristen. Orang Kristen bukan orang yang terpaku pada masa kita sekarang, yang dikurung oleh keadaan dan sejarah sekarang. Kalau kita tidak mengerti ini kita kan terus jadi orang Kristen gagal. Mengapa gagal? Karena kita tidak tahu identitas yang Tuhan nyatakan 2.000 tahun yang lalu, menjadi periode kanonik, periode yang baku untuk identitas kita. Dan kita tidak punya tujuan dan pengharapan karena kita tidak mengerti apa yang Tuhan akan kerjakan nanti setelah Tuhan pulihkan zaman. Itu sebabnya manusia tersesat karena manusia seringkali sibuk dengan waktunya sendiri, cuma tahu zaman ini, cuma punya kesadaran akan momen sekarang. Tapi uniknya orang yang sadar masa lalu menjadi identitas dan sadar masa depan menjadi pengharapan, dia justru mampu mempunyai respons yang benar untuk waktu ini. Yang peka terhadap waktu sekarang adalah orang yang tahu masa lalu membentuk identitas saya dan masa depan adalah pengharapan saya. Ini jadi satu bijaksana yang kalau kita belum tangkap kita belum bisa jadi Kristen yang baik. Kita berusaha mati-matian mengerti apa itu Kekristenan, berusaha untuk cari tahu, berusaha untuk belajar, berusaha untuk pikir, tetapi tanpa mengerti ini kita sulit merespons dengan benar di dalam zaman kita sekarang. Tuhan Yesus mengingatkan kepada orang-orang Yahudi, “kamu tahu melihat musim tapi kamu tidak pintar membaca zaman” atau dengan kata lain “kamu tidak mampu menafsir zamanmu sekarang”. Mengapa mereka tidak mampu menafsir zaman mereka sekarang? Karena mereka gagal melihat Kristus di dalam pembentukan dari para nabi, pembentukan pikiran dari para nabi, mereka gagal melihat Kristus yang dinubuatkan para nabi, masa lalu. Dan mereka gagal melihat apa yang Kristus akan lakukan nanti, masa depan, yaitu pemulihan dari seluruh ciptaan. Jadi dua sisi ini, masa lalu dan masa depan itu yang bentuk kita sekarang. Itu sebabnya Kitab Suci berisi tentang tulisan masa lalu dan pengharapan masa depan. Kalau Saudara bilang “mengapa tidak banyak bagian dari Kitab Suci yang berbicara tentang zaman kita? Bahkan tidak ada, kecuali hal-hal yang kita tafsirkan secara etika. Kita pikir Alkitab tidak terlalu cocok untuk zaman kita sekarang, memang. Karena zaman sekarang yang harus cocok dengan identitas yang dibentuk Alkitab dan pengharapan yang Alkitab nyatakan nanti. Maka apa identitas kita? Identitas kita adalah Kristus yang sudah datang menebus dan yang menjadikan diriNya Kepala atas umat Tuhan, ini identitas kita. Lalu di masa yang akan datang Kristus akan menjadi yang memulihkan segala sesuatu. Jadi kita sadar Tuhan membentuk identitas kita dan Tuhan memberikan kita pengharapan, baru kita bisa membaca zaman kita dengan baik. Ini jadi pondasi yang penting. Maka Saudara bisa melihat bagaimana Kitab Suci dibentuk di dalam masa yang sudah baku. Setelah Kitab Wahyu tidak ada lagi kitab tambahan ditulis. Dan zaman-zaman berikut adalah zaman yang terus belajar kepada tulisan yang dituliskan di abad pertama ini, di Perjanjian Baru dan tulisan yang dituliskan sebelumnya yaitu Perjanjian Lama. Jadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru membentuk identitas kita, peristiwa hadirnya Kristus di bumi membentuk identitas kita. Lalu pengharapan kedatangan Kristus kedua ini menjadi pengharapan yang membentuk kita. Dan pengharapan akan adanya langit dan bumi yang baru, ini juga menjadi pembentuk pengharapan kita. Identitas dan pengharapan membuat kita mengerti kondisi zaman kita sekarang.
Maka kita mesti tahu siapa kita sebelum identitas yang baru itu diperkenalkan. Identitas yang baru dari masa yang dulu, yaitu yang Tuhan nyatakan di dalam Kitab Suci, masuk ke dalam diri kita, menghancurkan identitas kita yang lama. Identitas yang lama yang penuh kegalauan, yang penuh hawa nafsu, yang penuh ego, yang penuh kecemaran, yang penuh segala hal yang menjijikkan itu hilang digantikan dengan identitas baru di dalam Kristus. Lalu pengharapan yang sekarang kita miliki yang kelam, yang tidak ada kepastian, yang gampang goncang, yang gampang goyah, yang gampang berubah, yang tidak punya kestabilan apapun, diganti dengan pengharapan yang pasti di dalam janji Tuhan. Kalau dua ini masuk ke dalam hidup kita sekarang maka kita jadi orang yang baru. Tetapi kita melihat kita tidak bisa dibentuk dengan gampang karena kita tidak punya kondisi hati yang cukup untuk memahami hal ini. Di dalam pikiran dari 2 orang penting, 3 sebenarnya ada Abraham Kuyper, Herman Dooyeweerd, Herman Bavinck. Mereka bertiga memikirkan tentang pentingnya mengerti hati manusia. Hati manusia itu sangat penting untuk kita renungkan, karena hati kita mempunyai kepekaan untuk melihat kondisi yang tidak sesuai dengan sesuatu yang kita belum jelas. Kita akan melihat bagaimana kondisi hati kita menjadi peka terhadap kegagalan agama, sehingga kita sadar hati yang mau taat kepada konsep agama seringkali berontak. Pertama dikatakan Abraham Kuyper, dia mengatakan hati kita bisa berontak terhadap agama, tentunya bukan iman Kristen. Kita berontak karena kita melihat agama tidak bisa melukiskan apa yang diperlukan oleh kondisi kita sekarang. Kita merana dan kita tidak melihat agama memenuhi itu. Mengapa agama tidak bisa penuhi? Karena ada yang ada yang salah di dalam agama. Agama memberikan kepada kita sebuah kondisi ideal yang tidak menyentuh kondisi aslikita. Saudara kalau belajar di dalam sistem agama apapun, Saudara akan sadar agama menawarkan yang ideal, yang kita sendiri sulit berada di dalamnya. Agama berbicara tentang keadaan yang baik, etika yang sempurna, kondisi yang sangat baik yang tidak mungkin kita dengan real bisa terapkan. Ini kesulitan manusia di dalam agama. Sehingga seolah-olah hanya ada dua kemungkinan kita beragama, yang pertama adalah menjadi kambing hitam yang jelek, orang-orang yang secara agama sangat terpinggirkan tapi terpaksa ada di dalamnya. Atau yang kedua menjadi orang munafik, yang seperti ada di center dari agama tetapi sebenarnya penuh kebusukan dan kepalsuan. Sehingga kita melihat orang yang saleh di dalam agama sangat sulit untuk dipercayai sebagai orang saleh karena di satu sisi dia menganggap dirinya sudah dipoles dengan agama dia dan agama cocok. Tetapi banyak kepalsuan dan kemunafikan di dalam hati. Atau yang kedua, pemimpin agama gagal jadi pemimpin agama karena dia tahu dirinya tidak layak. Dia ada di dalam pinggiran, dia berusaha taat agama tapi dia gagal. Dia berusaha memenuhi kewajiban tapi dia kurang sekali. Sehingga agama menjadi sistem ideal yang sulit untuk menangkap hati manusia. Itu sebabnya Kuyper mengatakan agama menjadi sesuatu yang ditafsir hanya cocok dengan kelompok yang seperti mampu jalankan. Agama di mana-mana akan menjadi lembaga yang akrab dengan orang-orang yang mengklaim dan diklaim mampu jalankan agama. Pemimpin agama, orang saleh, orang yang rajin pelayanan, orang yang rajin menjalankan hidup saleh, ini orang agama. Tapi orang-orang lain adalah orang-orang pinggiran yang tidak cocok ada di dalam lingkaran agama, “engkau tidak masuk jadi engkau bukan masuk di dalamnya”. Sehingga agama seperti memberikan satu pengkutuban, ada polarisasi kelompok beragama dan kelompok yang cemar, yang layak dan yang di luar. Tetapi, dikatakan oleh Kuyper, hati manusia sadar ini bukan kondisi ideal yang bisa diaplikasikan. Sehingga kadang-kadang ekspresi seni jauh lebih jujur dari agama. Ketika manusia merasa dirinya gagal beragama dia mulai ekspresikan sesuatu yang seperti jadi antitesis dari agama, mungkin dalam aspek seni. Sehingga Kuyper mengatakan di dalam bagian kecil dari Prorege mengenai seni, dia mengatakan seni adalah ekspresi yang sangat jujur dari kebutuhan beragama manusia yang tidak bisa dipenuhi dengan agama yang dia pikir benar. Agama yang saya anut tidak realistis, menyingkirkan orang yang tidak bisa masuk ke tengahnya, agama yang saya anut menjunjung tinggi kemunafikan, agama yang saya anut menyingkirkan orang-orang yang gagal”. Kalau begitu bagaimana? Mungkin ekspresi yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi adalah seni, sehingga seolah-olah seni menjadi gambaran nyata kehidupan manusia dan agama menjadi gambaran ideal yang hanya sebagian kecil orang mampu miliki, mampu jalankan dan mampu ada di dalamnya. Ini membuat hati manusia meskipun dia tahu dirinya bersalah dan cemar, tetapi dia merasa ada yang salah, “ada yang salah dengan saya dan ada yang salah dengan sistem agama ini”, karena sistem agama ini adalah sistem iman yang tidak dari Tuhan. Kalau agama dari Tuhan tentu bukan begini. Agama yang bukan dari Tuhan akan memberikan sistem yang tidak realistis, yang tidak ada orang bisa jalankan, dan hanya orang yang merasa dirinya bisa tetapi dia lakukan di dalam kemunafikan, yang akhirnya berada dengan aman di dalam sistem ini. Maka kali ini saya akan bagikan sesuatu yang mungkin akan mengguncang pengertian Saudara tentang agama. Karena kita sudah terlalu lama di berikan pengertian tentang agama yang salah, agama yang sifatnya sangat-sangat ideal tetapi yang tidak pernah menjadi sesuatu yang bisa dijalankan di dalam dunia ini. Itu sebabnya di dalam cara pikir tentang agama, Paulus memberikan pengertian bahwa orang Yahudi gagal justru karena hal ini. Mereka gagal memahami Tuhan karena dihalangi oleh agama yang mereka bangun dan kepercayaan iman yang sepertinya cocok dengan agama itu. Agama Yahudi adalah agama dari Tuhan, ini adalah iman yang Tuhan berikan kepada Musa dan kepada Israel. Kitab Suci orang Yahudi adalah kitab dari firman Tuhan, ini yang kita lihat di dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan, Taurat adalah firman Tuhan, iman orang Yahudi adalah dari Tuhan. Tapi tafsiran manusia terhadap iman ini, tafsiran manusia terhadap Perjanjian Lama itu yang membentuk pengertian agama yang salah. Pengertian agama yang salah membuat orang tafsir Perjanjian Lama dengan salah, akhirnya kenal Tuhan dengan cara yang salah. Apa cara yang salah ini? Cara yang salah adalah bahwa agama itu merupakan sebuah sistem hanya untuk orang baik, sebuah sistem untuk orang yang sanggup, sebuah sistem untuk orang yang saleh. Tetapi yang ditekankan di dalam sistem ini adalah etika yang cukup pada dirinya sendiri. Saudara mau masuk di dalam golongan utama dari sebuah agama, Saudara mesti perjuangkan etika yang baik, mesti perjuangkan cara hidup yang baik. Ada ukuran untuk Saudara dinilai secara agama ini, apakah engkau termasuk didalamnya atau tidak. Maka sistem agama seringkali menjadi cara orang munafik untuk masuk ke dalamnya dan menjadi petinggi, menjadi orang yang dihargai tetapi yang penuh dengan kepalsuan. Kalau Saudara tanya “mengapa banyak yang menentang agama?”, karena mungkin hati nurani mereka masih Tuhan izinkan berseru bahwa apa yang mereka percaya dari agama sangat sulit untuk diterapkan di dalam realita dunia yang penuh dengan kecemaran. Maka kalau kita lihat dari tokoh-tokoh yang suka kritik agama, Saudara harus masukan 2 nama yang Saudara akan kaget, yang pertama di Perjanjian Baru adalah Yesus, yang kedua adalah Paulus. Ini 2 orang sangat dibenci tokoh beragama. Siapa yang pakukan Yesus di atas kayu salib? tokoh agama. Siapa yang mau bunuh Paulus, serahkan dia ke pengadilan Roma, lalu ingin cabik-cabik dia ketika Roma justru membela dia, orang Yahudi. Agama adalah ekspresi yang sangat-sangat salah dari pengertian ideal yang sebenarnya bukan dari Tuhan. Maka agama yang bukan dari Tuhan sulit untuk menjadi pegangan bagi orang yang mau jalankan hidup dan yang mau sadar tentang keadaan yang asli dari manusia di bumi. Maka Yesus mengkritik agama, Paulus mengkritik agama kalau kita lihat lebih mundur, tokoh-tokoh di dalam Perjanjian Lama pun adalah para pengkritik agama yang sangat keras kritik Imamat di dalam Bait Suci. Orang Israel di Perjanjian Lama sangat kagum dengan sistem ibadah di Bait Suci tetapi orang bernama Yeremia berani sekali kritik. Yeremia pertama melayani di daerah dia kemudian Tuhan katakan “pindah”. Yeremia tadinya melayani daerah kecil di mana dia boleh menjadi imam di situ. Waktu dia menjadi imam, Tuhan perintahkan dia, “kamu harus bicara apa yang Aku suruh kamu bicara”. Waktu Yeremia bicara dia serang para imam, langsung orang-orang di sana membenci dia, keluarganya pun enggan mengakui dia. Maka Yeremia sangat sedih, dia tanya ke Tuhan, tapi Tuhan mengatakan “ini belum apa-apa, Aku akan pindahkan kamu ke Yerusalem dan Aku akan perintahkan kamu kritik Bait Suci, kritik Imamat di Bait Suci”, tugas ini jauh lebih berat lagi. Maka Yeremia pindah ke Yerusalem, lalu dia mulai khotbah dengan kritikan keras kepada para imam. Tapi heran para petinggi istana suka Yeremia, tapi para pemimpin Bait Suci mau bunuh Yeremia. Maka kita jadi heran, ekspresi kaum politikus yang dianggap negatif oleh agama justru mendukung orang yang bicara firman Tuhan. Sedangkan ekspresi orang beragama yang saleh dengan jubah agama yang suci justru mengkritik firman Tuhan lewat Yeremia. Yeremia mengkritik tradisi agama Israel, Elia mengkritik tradisi agama Israel, Elisa mengkritik tradisi agama Israel. Pak Tong pernah mengingatkan Elia tidak pernah dicatat menjalankan kewajiban agama pergi ke Bait Suci di Yerusalem. Mengapa?” Banyak tindakan Elia dan Elisa yang menggambarkan konteks Bait Suci. Ini unik sekali, seolah Tuhan mengatakan “Bait Suci yang pindah ke mereka”. Tuhan membenci kemunafikan agama dan Tuhan tidak pernah menjadi Tuhan pendiri agama yang sifatnya penuh dengan jalan memuji orang-orang yang munafik dan palsu. Maka kita harus tahu dalam diri kita ada kecenderungan untuk merasa aman di dalam konteks agama. Agama itu memberikan aman kepada kita yang mampu poles kelihatan bagus di luar tapi bobrok di dalam. Orang-orang jujur yang mengekspresikan diri apa adanya, kurang cocok dengan agama. Tapi orang-orang palsu yang pintar poles hidupnya, sangat cocok di agama. Gereja tidak harusnya seperti agama yang salah seperti ini, tapi kadang-kadang gereja menjadi sama di dalam ekspresi imannya. Orang-orang yang pintar pura-pura saleh, dihargai sekali, “ini orang penting, mari kita tinggikan dia”. Mengapa kita harus tinggikan dia? Karena dia bisa saleh, dia orang yang baik, dia rajin pelayanan, dia rajin muncul di gereja, dia siap sedia, dia punya availability begitu luar biasa, dia adalah orang saleh. Tapi kehidupannya di luar gereja penuh kebusukan, penuh kebobrokan. Kadang-kadang saya pikir kita mesti membuat survei orang yang jadi pengurus, orangnya jadi aktivis, orang yang rajin, minta keluarganya membuat kesaksian tentang orang ini, seperti apakah dia. Kita mesti berhenti mendukung Kekristenan yang terus terseret ke dalam tradisi munafik, pura-pura saleh, pura-pura baik, pura-pura sudah ada di inti di dalam agama. Sebab ini adalah satu dosa berat yang Tuhan benci pada Israel. Israel dibenci Tuhan karena sistem agama yang mendorong kemunafikan. Kita melihat Paulus mengkritik keras orang Israel, tapi dia sangat cinta Israel. Di satu sisi Israel adalah umat yang Tuhan cintai, di sisi lain mereka adalah umat yang memberontak melawan Tuhan justru di dalam sistem agama yang palsu. Di dalam Perjanjian Lama mereka bentuk sistem agama yang salah, karena menyembah berhala. tapi di dalam Perjanjian Baru Paulus menyadari satu hal lagi, yaitu mereka membuat sistem agama palsu yang bertuhan seolah-olah Tuhan asli. Ini sama bahaya, penyembahan berhala adalah sesuatu yang jelas-jelas salah. Tapi penyembahan kepada Allah dengan sistem agama yang palsu adalah sesuatu yang kelihatan benar tetapi yang sebenarnya tidak menyelamatkan.
- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Identitas dan Perbuatan
Di dalam bagian akhir pengertian predestinasi, Paulus kembali kepada kegagalan Israel. Apa yang membuat Israel gagal, di dalam ayat yang ke-31 dikatakan Israel mengejar hukum tetapi tidak sampai. Mengapa? Dalam ayat ke-32 dikatakan karena mereka mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Jadi mereka menerima Tuhan bukan dengan pengertian bahwa Tuhan memberi anugerah kepada mereka, tetapi mereka menerima pengertian Tuhan memberi kepada mereka kedudukan oleh karena mereka mengerjakan apa yang mereka harus kerjakan sebagai umat Tuhan. Apakah salah umat Tuhan mengerjakan apa yang seharusnya? Mengapa mereka tidak mendapatkan tempat di dalam Tuhan? Jawabannya adalah karena oleh sebab pengertian mereka, mereka menolak Kristus. Maka kita mesti bedakan antara bertindak untuk memuliakan Tuhan dengan bertindak demi identitas. Ini 2 hal yang berbeda, Saudara mesti mempunyai perbuatan yang baik, Saudara mesti menjalankan hidup yang diperkenan Tuhan, Saudara mesti hidup suci, Saudara mesti belajar untuk menjalankan apa yang harus diberikan kepada orang lain secara adil. Tetapi ketika Saudara melakukan itu demi identitas menjadi umat, maka Saudara akan jatuh ke dalam keadaan yang Israel sudah jatuh ke situ. Waktu Israel memikirkan tentang anugerah Tuhan mereka menerima pengertian anugerah sebagai sesuatu yang mereka layak dapat. Mengapa mereka layak dapat? Karena kesalehan yang mereka perjuangkan ada dalam diri mereka. Kesalehan itu sesuatu yang beda kalau kita pahami dengan pengertian kita sekarang. Kalau kita lihat orang saleh sekarang, kita lihat orang yang hidupnya baik, yang tidak mempunyai kata-kata yang jahat, yang mempunyai kesabaran luar biasa, itu saleh menurut kita. Tapi di dalam pengertian Kitab Suci orang saleh adalah orang yang segala tindakan beraninya itu didorong untuk membela Tuhan. Di dalam pikiran orang Israel, kesalahan adalah tindakan Pinehas waktu dia melihat ada orang Israel laki-laki membawa perempuan Moab, lalu tidur dengan perempuan itu. Orang ini langsung marah, Pinehas marah sekali, dia ambil tombak dia kejar 2 orang itu kemudian dia matikan. Ini yang orang Israel pahami sebagai kesalehan. Jadi kesalahan itu adalah keberanian bertindak karena mau membela Tuhan. Di satu sisi kita melihat bahwa tindakan Pinehas adalah tindakan yang secara konteks sangat tepat, di sisi lain di dalam konteks kita, kita melihat bahwa kesalehan model begini adalah kesalehan dari fanatisme agama yang berlebihan dari pikiran yang salah yang merendahkan orang lain. Sehingga tindakan menyakiti orang lain, bahkan membunuh dianggap sah demi membela agama. Ini sesuatu yang beda dari zaman dulu dengan zaman kita sekarang. Di dalam pengertian orang Israel, kesalehan yang dilakukan Pinehas bukan terletak pada keberanian dia membunuh orang, tapi terletak pada keberanian untuk bertindak di saat yang lain tidak. Dia berani bertindak untuk Tuhannya, dia berani melakukan apa yang harus demi Tuhannya. Ini merupakan bentuk kesalehan yang dipahami. Berani bertindak untuk menunjukkan siapa saya dan siapa Tuhan saya, “saya adalah umat Tuhan dan Tuhan adalah Allah saya, dan itulah yang menyebabkan saya bertindak”. Orang yang bertindak karena sadar dia adalah umat Tuhan dan sadar Tuhan adalah Allahnya, itulah orang saleh. Jadi kesalehan tidak bisa dipalsukan dengan bentuk munafik, orang pura-pura baik, lalu di balik di belakangnya menjadi sangat brutal dan ganas. Ini sesuatu yang lain dengan pengertian saleh di dalam Kitab Suci. Maka kesalahan adalah sesuatu yang dijadikan identitas oleh orang Israel, “saya orang saleh, kami orang saleh, kami adalah umat yang punya kesalehan”. Apa tanda kesalehan? “Kami berani mengusir bangsa lain, kami berani bunuh orang yang tidak setia kepada Tuhan”, inilah kesalehan yang Israel jalankan dan mereka berusaha kejar. Tentu tidak ada yang salah dengan rela bertindak bagi Tuhan, tetapi rela bertindak itu selalu keluar dari hati.
Dan di dalam Kitab Suci ada dua jenis hati, yang satu adalah yang sangat Tuhan perkenan, yang satu lagi adalah yang menyebabkan Israel tidak lagi berbagian menjadi umat. Apa yang diperkenan oleh Tuhan? Tuhan memperkenan hati yang menjalankan kesalehan dari cinta kasih. “Karena saya mencintai Tuhan, maka saya bertindak. Karena saya mencintai sesama, maka saya bertindak”. Tapi kelompok yang kedua adalah orang-orang yang bertindak demi pameran identitas “saya bertindak supaya orang tahu siapa saya dan saya bertindak supaya orang tahu siapa umat Tuhan”. Pameran identitas adalah motivasi hati yang tidak Tuhan perkenan. Itu sebabnya di dalam beberapa bagian Perjanjian Lama, di dalam Kitab Yeremia, di dalam Kitab Yehezkiel sangat ditekankan keharusan untuk mempunyai kondisi hati yang baru. Kita tidak bisa mengandalkan hati kita yang lama karena begitu banyak kecemaran dan dosa akan menguasai tindakan kita, dan itu semua keluar dari hati. Jika hati kita jahat, perkataan kita jahat. Jika hati kita busuk, maka motivasi kita yang mendorong tindakan kita adalah motivasi busuk yang pada akhirnya membuat tindakan kita tidak diperkenan oleh Tuhan. Itu sebabnya kita mesti belajar melihat apa yang dilakukan oleh manusia bukan hanya tindakan luarnya saja yang akan Tuhan nilai, tetapi kondisi hati yang membuat ia melakukan itu. Saudara bisa secara rajin beribadah, secara rajin tolong orang, secara rajin mempunyai kehidupan Kristen yang baik, kelihatan dari mata orang-orang lain sebagai sebuah kehidupan Kristen yang sangat indah, yang pasti diperkenan oleh Tuhan. Tapi ketika Tuhan membongkar melalui penghakimanNya, baru kita sadar ternyata orang-orang ini ditolak oleh Tuhan. Mengapa ditolak? Karena semua tindakan yang mereka lakukan adalah tindakan yang keluar dari hati yang salah. Di dalam Kitab Suci, kita mesti baik-baik membaca, ada banyak aspek yang diajarkan. Adakah aspek tindakan yang diberikan penekanan oleh Alkitab? Ada. Injil Matius adalah Injil yang salah satunya yang menekankan hal ini. Kalau Saudara melihat Injil Matius, salah satu yang sangat diajarkan di dalam Injil ini adalah tindakan. Kalau engkau adalah orang yang menerima bahagia karena Tuhan mencintai engkau, maka engkau akan bertindak, ini Matius 5-7, khotbah di bukit. Tapi setelah itu dilanjutkan dengan perkataan-perkataan “jika engkau sudah mendengar perkataan, cintailah sesamamu dan bencilah musuhmu. Aku berkata kepadamu kasihilah musuhmu, berbuat baik kepada orang yang membenci engkau. Jika ada orang yang paksa engkau jalan 1 mil, berjalan dengan dia 2 mil. Jika ada orang yang menginginkan jubahmu berikan juga dia pakaianmu yang lain”, dan lain-lain. Ini semua tindakan, tindakan itu penting. Orang sudah bertindak lalu Saudara mengatakan “saya tidak hargai tindakannya, saya mau tahu dulu motivasinya”, tidak, tindakan orang sangat dihargai oleh Tuhan. Namun di sisi lain Tuhan juga mau membongkar kita dengan menunjukkan kalau tindakanmu baik, keluar dari hati yang baik, maka engkau orang yang benar. Tapi kalau tindakanmu baik keluar dari hati yang salah, engkau akan jatuh ke dalam dosa. Maka orang Israel jatuh, karena mereka tidak tahu kondisi hati mereka yang sebenarnya sangat jahat. Kalau Saudara membaca dari Perjanjian Lama, Saudara akan sadar bahwa Israel tidak punya masalah hati di dalam kelompok orang yang masih setia kepada Tuhan. Israel punya problem tindakan. Tuhan membuang mereka karena mereka tidak mencintai sesamanya. Tuhan membuang mereka karena pemimpin-pemimpin mereka menindas orang-orang lemah. Tuhan membuang mereka karena para imam korupsi uang dari jemaat Tuhan dan dipakai untuk bersenang-senang, pesta pora. Tuhan membuang Israel karena tindakan mereka menyembah di kuil-kuil berhala. Jadi ini jelas, Tuhan membuang orang-orang yang tidak kenal Tuhan. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang kenal Tuhan? Mereka saleh. Kita melihat Daniel, kita melihat Yehezkiel, kita melihat Sadrakh, Mesakh, Abednego atau Hananya, Misael dan Azaria, kita melihat mereka adalah orang-orang yang di dalam pembuangan pun mempunyai tindakan yang baik yang keluar dari hati yang baik. Kalau begitu apa yang dikatakan oleh Paulus tidak di dalam konteks Perjanjian Lama lagi. Yang dikatakan oleh Paulus adalah tafsiran Perjanjian Lama yang dibagikan untuk orang Israel saat itu. Ini salah satu prinsip penting di dalam menafsirkan Kitab Suci, kita bukan hanya menggali apa yang Alkitab nyatakan pada waktu dulu, tapi kita juga mesti melihat apa yang Tuhan nyatakan untuk kita sekarang. Apakah untuk kita sekarang Tuhan memberikan dengan cara yang langsung kena kepada konteks kita? Mungkin tidak. Saudara akan membaca apa yang Tuhan nyatakan di dalam kondisi zaman yang sudah lewat, di dalam kebiasaan-kebiasaan yang berbeda. Tapi begitu Saudara menikmati apa yang Tuhan pesankan bagi umat Tuhan, Saudara akan lihat relevannya apa yang Tuhan nyatakan itu dengan kita sekarang. Saudara akan sadar bahwa problem hati manusia tetap sama. Ada orang yang malas bertindak dan Tuhan tegur. Ada orang yang tindakannya begitu ngawur dan penuh dosa, dan Tuhan buang. Ada orang yang tindakannya begitu baik tapi hatinya bobrok, ini yang sedang dibongkar oleh Paulus.