Di bagian ini kita melihat kesimpulan dari apa yang dikatakan di pasal 9 dan tema baru yang Paulus mau nyatakan di dalam pasal 10 dan 11. Mengenai penolakan Tuhan atas Israel dan juga keselamatan yang Tuhan berikan bagi bangsa-bangsa lain. Ini merupakan tema yang seringkali berulang di dalam Kitab Perjanjian Baru, Israel yang ditolak dan bangsa-bangsa lain yang dipanggil. Sepertinya ini tema yang sederhana atau tema yang tidak berkait dengan kita karena ini terjadi 2.000 tahun yang lalu dan kita tidak lihat relevansinya dengan kehidupan kita sekarang. Tapi apa yang Alkita tulis adalah bagian dari sejarah yang akan menjadi satu pondasi untuk cara kita beriman kepada Tuhan. Di dalam tradisi Kristen ini yang disebut sebagai periode kanonik, jadi di dalam teologi bukan cuma kitab-kitab yang dikanon yaitu Alkitab kita dari Kejadian-Wahyu tapi juga ada periode kanon, periode kanon maksudnya periode sejarah yang Tuhan bakukan sehingga di dalam periode itu Kitab Suci dituliskan. Abad ke-2 bukan masuk lagi dalam periode kanon itu, hanya abad pertama untuk Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru ditulis di pertengan abad pertama dan di akhir abad pertama. Sehingga kita bisa menikmati begitu banyak berkat jika kita sadar akan hal ini. Tuhan menggungah kita untuk menjadi orang yang melihat jauh dari masa kita ke masa yang lampau melalui Kitab Suci. Dan Tuhan menolong kita untuk melihat jauh melampaui masa kita untuk melihat ke depan. Maka masa lalu, yaitu periode kanonik, dan masa depan, yaitu pengharapan akhir zaman ini yang mengunci kehidupan orang Kristen. Orang Kristen bukan orang yang terpaku pada masa kita sekarang, yang dikurung oleh keadaan dan sejarah sekarang. Kalau kita tidak mengerti ini kita kan terus jadi orang Kristen gagal. Mengapa gagal? Karena kita tidak tahu identitas yang Tuhan nyatakan 2.000 tahun yang lalu, menjadi periode kanonik, periode yang baku untuk identitas kita. Dan kita tidak punya tujuan dan pengharapan karena kita tidak mengerti apa yang Tuhan akan kerjakan nanti setelah Tuhan pulihkan zaman. Itu sebabnya manusia tersesat karena manusia seringkali sibuk dengan waktunya sendiri, cuma tahu zaman ini, cuma punya kesadaran akan momen sekarang. Tapi uniknya orang yang sadar masa lalu menjadi identitas dan sadar masa depan menjadi pengharapan, dia justru mampu mempunyai respons yang benar untuk waktu ini. Yang peka terhadap waktu sekarang adalah orang yang tahu masa lalu membentuk identitas saya dan masa depan adalah pengharapan saya. Ini jadi satu bijaksana yang kalau kita belum tangkap kita belum bisa jadi Kristen yang baik. Kita berusaha mati-matian mengerti apa itu Kekristenan, berusaha untuk cari tahu, berusaha untuk belajar, berusaha untuk pikir, tetapi tanpa mengerti ini kita sulit merespons dengan benar di dalam zaman kita sekarang. Tuhan Yesus mengingatkan kepada orang-orang Yahudi, “kamu tahu melihat musim tapi kamu tidak pintar membaca zaman” atau dengan kata lain “kamu tidak mampu menafsir zamanmu sekarang”. Mengapa mereka tidak mampu menafsir zaman mereka sekarang? Karena mereka gagal melihat Kristus di dalam pembentukan dari para nabi, pembentukan pikiran dari para nabi, mereka gagal melihat Kristus yang dinubuatkan para nabi, masa lalu. Dan mereka gagal melihat apa yang Kristus akan lakukan nanti, masa depan, yaitu pemulihan dari seluruh ciptaan. Jadi dua sisi ini, masa lalu dan masa depan itu yang bentuk kita sekarang. Itu sebabnya Kitab Suci berisi tentang tulisan masa lalu dan pengharapan masa depan. Kalau Saudara bilang “mengapa tidak banyak bagian dari Kitab Suci yang berbicara tentang zaman kita? Bahkan tidak ada, kecuali hal-hal yang kita tafsirkan secara etika. Kita pikir Alkitab tidak terlalu cocok untuk zaman kita sekarang, memang. Karena zaman sekarang yang harus cocok dengan identitas yang dibentuk Alkitab dan pengharapan yang Alkitab nyatakan nanti. Maka apa identitas kita? Identitas kita adalah Kristus yang sudah datang menebus dan yang menjadikan diriNya Kepala atas umat Tuhan, ini identitas kita. Lalu di masa yang akan datang Kristus akan menjadi yang memulihkan segala sesuatu. Jadi kita sadar Tuhan membentuk identitas kita dan Tuhan memberikan kita pengharapan, baru kita bisa membaca zaman kita dengan baik. Ini jadi pondasi yang penting. Maka Saudara bisa melihat bagaimana Kitab Suci dibentuk di dalam masa yang sudah baku. Setelah Kitab Wahyu tidak ada lagi kitab tambahan ditulis. Dan zaman-zaman berikut adalah zaman yang terus belajar kepada tulisan yang dituliskan di abad pertama ini, di Perjanjian Baru dan tulisan yang dituliskan sebelumnya yaitu Perjanjian Lama. Jadi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru membentuk identitas kita, peristiwa hadirnya Kristus di bumi membentuk identitas kita. Lalu pengharapan kedatangan Kristus kedua ini menjadi pengharapan yang membentuk kita. Dan pengharapan akan adanya langit dan bumi yang baru, ini juga menjadi pembentuk pengharapan kita. Identitas dan pengharapan membuat kita mengerti kondisi zaman kita sekarang.

Maka kita mesti tahu siapa kita sebelum identitas yang baru itu diperkenalkan. Identitas yang baru dari masa yang dulu, yaitu yang Tuhan nyatakan di dalam Kitab Suci, masuk ke dalam diri kita, menghancurkan identitas kita yang lama. Identitas yang lama yang penuh kegalauan, yang penuh hawa nafsu, yang penuh ego, yang penuh kecemaran, yang penuh segala hal yang menjijikkan itu hilang digantikan dengan identitas baru di dalam Kristus. Lalu pengharapan yang sekarang kita miliki yang kelam, yang tidak ada kepastian, yang gampang goncang, yang gampang goyah, yang gampang berubah, yang tidak punya kestabilan apapun, diganti dengan pengharapan yang pasti di dalam janji Tuhan. Kalau dua ini masuk ke dalam hidup kita sekarang maka kita jadi orang yang baru. Tetapi kita melihat kita tidak bisa dibentuk dengan gampang karena kita tidak punya kondisi hati yang cukup untuk memahami hal ini. Di dalam pikiran dari 2 orang penting, 3 sebenarnya ada Abraham Kuyper, Herman Dooyeweerd, Herman Bavinck. Mereka bertiga memikirkan tentang pentingnya mengerti hati manusia. Hati manusia itu sangat penting untuk kita renungkan, karena hati kita mempunyai kepekaan untuk melihat kondisi yang tidak sesuai dengan sesuatu yang kita belum jelas. Kita akan melihat bagaimana kondisi hati kita menjadi peka terhadap kegagalan agama, sehingga kita sadar hati yang mau taat kepada konsep agama seringkali berontak. Pertama dikatakan Abraham Kuyper, dia mengatakan hati kita bisa berontak terhadap agama, tentunya bukan iman Kristen. Kita berontak karena kita melihat agama tidak bisa melukiskan apa yang diperlukan oleh kondisi kita sekarang. Kita merana dan kita tidak melihat agama memenuhi itu. Mengapa agama tidak bisa penuhi? Karena ada yang ada yang salah di dalam agama. Agama memberikan kepada kita sebuah kondisi ideal yang tidak menyentuh kondisi aslikita. Saudara kalau belajar di dalam sistem agama apapun, Saudara akan sadar agama menawarkan yang ideal, yang kita sendiri sulit berada di dalamnya. Agama berbicara tentang keadaan yang baik, etika yang sempurna, kondisi yang sangat baik yang tidak mungkin kita dengan real bisa terapkan. Ini kesulitan manusia di dalam agama. Sehingga seolah-olah hanya ada dua kemungkinan kita beragama, yang pertama adalah menjadi kambing hitam yang jelek, orang-orang yang secara agama sangat terpinggirkan tapi terpaksa ada di dalamnya. Atau yang kedua menjadi orang munafik, yang seperti ada di center dari agama tetapi sebenarnya penuh kebusukan dan kepalsuan. Sehingga kita melihat orang yang saleh di dalam agama sangat sulit untuk dipercayai sebagai orang saleh karena di satu sisi dia menganggap dirinya sudah dipoles dengan agama dia dan agama cocok. Tetapi banyak kepalsuan dan kemunafikan di dalam hati. Atau yang kedua, pemimpin agama gagal jadi pemimpin agama karena dia tahu dirinya tidak layak. Dia ada di dalam pinggiran, dia berusaha taat agama tapi dia gagal. Dia berusaha memenuhi kewajiban tapi dia kurang sekali. Sehingga agama menjadi sistem ideal yang sulit untuk menangkap hati manusia. Itu sebabnya Kuyper mengatakan agama menjadi sesuatu yang ditafsir hanya cocok dengan kelompok yang seperti mampu jalankan. Agama di mana-mana akan menjadi lembaga yang akrab dengan orang-orang yang mengklaim dan diklaim mampu jalankan agama. Pemimpin agama, orang saleh, orang yang rajin pelayanan, orang yang rajin menjalankan hidup saleh, ini orang agama. Tapi orang-orang lain adalah orang-orang pinggiran yang tidak cocok ada di dalam lingkaran agama, “engkau tidak masuk jadi engkau bukan masuk di dalamnya”. Sehingga agama seperti memberikan satu pengkutuban, ada polarisasi kelompok beragama dan kelompok yang cemar, yang layak dan yang di luar. Tetapi, dikatakan oleh Kuyper, hati manusia sadar ini bukan kondisi ideal yang bisa diaplikasikan. Sehingga kadang-kadang ekspresi seni jauh lebih jujur dari agama. Ketika manusia merasa dirinya gagal beragama dia mulai ekspresikan sesuatu yang seperti jadi antitesis dari agama, mungkin dalam aspek seni. Sehingga Kuyper mengatakan di dalam bagian kecil dari Prorege mengenai seni, dia mengatakan seni adalah ekspresi yang sangat jujur dari kebutuhan beragama manusia yang tidak bisa dipenuhi dengan agama yang dia pikir benar. Agama yang saya anut tidak realistis, menyingkirkan orang yang tidak bisa masuk ke tengahnya, agama yang saya anut menjunjung tinggi kemunafikan, agama yang saya anut menyingkirkan orang-orang yang gagal”. Kalau begitu bagaimana? Mungkin ekspresi yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi adalah seni, sehingga seolah-olah seni menjadi gambaran nyata kehidupan manusia dan agama menjadi gambaran ideal yang hanya sebagian kecil orang mampu miliki, mampu jalankan dan mampu ada di dalamnya. Ini membuat hati manusia meskipun dia tahu dirinya bersalah dan cemar, tetapi dia merasa ada yang salah, “ada yang salah dengan saya dan ada yang salah dengan sistem agama ini”, karena sistem agama ini adalah sistem iman yang tidak dari Tuhan. Kalau agama dari Tuhan tentu bukan begini. Agama yang bukan dari Tuhan akan memberikan sistem yang tidak realistis, yang tidak ada orang bisa jalankan, dan hanya orang yang merasa dirinya bisa tetapi dia lakukan di dalam kemunafikan, yang akhirnya berada dengan aman di dalam sistem ini. Maka kali ini saya akan bagikan sesuatu yang mungkin akan mengguncang pengertian Saudara tentang agama. Karena kita sudah terlalu lama di berikan pengertian tentang agama yang salah, agama yang sifatnya sangat-sangat ideal tetapi yang tidak pernah menjadi sesuatu yang bisa dijalankan di dalam dunia ini. Itu sebabnya di dalam cara pikir tentang agama, Paulus memberikan pengertian bahwa orang Yahudi gagal justru karena hal ini. Mereka gagal memahami Tuhan karena dihalangi oleh agama yang mereka bangun dan kepercayaan iman yang sepertinya cocok dengan agama itu. Agama Yahudi adalah agama dari Tuhan, ini adalah iman yang Tuhan berikan kepada Musa dan kepada Israel. Kitab Suci orang Yahudi adalah kitab dari firman Tuhan, ini yang kita lihat di dalam Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan, Taurat adalah firman Tuhan, iman orang Yahudi adalah dari Tuhan. Tapi tafsiran manusia terhadap iman ini, tafsiran manusia terhadap Perjanjian Lama itu yang membentuk pengertian agama yang salah. Pengertian agama yang salah membuat orang tafsir Perjanjian Lama dengan salah, akhirnya kenal Tuhan dengan cara yang salah. Apa cara yang salah ini? Cara yang salah adalah bahwa agama itu merupakan sebuah sistem hanya untuk orang baik, sebuah sistem untuk orang yang sanggup, sebuah sistem untuk orang yang saleh. Tetapi yang ditekankan di dalam sistem ini adalah etika yang cukup pada dirinya sendiri. Saudara mau masuk di dalam golongan utama dari sebuah agama, Saudara mesti perjuangkan etika yang baik, mesti perjuangkan cara hidup yang baik. Ada ukuran untuk Saudara dinilai secara agama ini, apakah engkau termasuk didalamnya atau tidak. Maka sistem agama seringkali menjadi cara orang munafik untuk masuk ke dalamnya dan menjadi petinggi, menjadi orang yang dihargai tetapi yang penuh dengan kepalsuan. Kalau Saudara tanya “mengapa banyak yang menentang agama?”, karena mungkin hati nurani mereka masih Tuhan izinkan berseru bahwa apa yang mereka percaya dari agama sangat sulit untuk diterapkan di dalam realita dunia yang penuh dengan kecemaran. Maka kalau kita lihat dari tokoh-tokoh yang suka kritik agama, Saudara harus masukan 2 nama yang Saudara akan kaget, yang pertama di Perjanjian Baru adalah Yesus, yang kedua adalah Paulus. Ini 2 orang sangat dibenci tokoh beragama. Siapa yang pakukan Yesus di atas kayu salib? tokoh agama. Siapa yang mau bunuh Paulus, serahkan dia ke pengadilan Roma, lalu ingin cabik-cabik dia ketika Roma justru membela dia, orang Yahudi. Agama adalah ekspresi yang sangat-sangat salah dari pengertian ideal yang sebenarnya bukan dari Tuhan. Maka agama yang bukan dari Tuhan sulit untuk menjadi pegangan bagi orang yang mau jalankan hidup dan yang mau sadar tentang keadaan yang asli dari manusia di bumi. Maka Yesus mengkritik agama, Paulus mengkritik agama kalau kita lihat lebih mundur, tokoh-tokoh di dalam Perjanjian Lama pun adalah para pengkritik agama yang sangat keras kritik Imamat di dalam Bait Suci. Orang Israel di Perjanjian Lama sangat kagum dengan sistem ibadah di Bait Suci tetapi orang bernama Yeremia berani sekali kritik. Yeremia pertama melayani di daerah dia kemudian Tuhan katakan “pindah”. Yeremia tadinya melayani daerah kecil di mana dia boleh menjadi imam di situ. Waktu dia menjadi imam, Tuhan perintahkan dia, “kamu harus bicara apa yang Aku suruh kamu bicara”. Waktu Yeremia bicara dia serang para imam, langsung orang-orang di sana membenci dia, keluarganya pun enggan mengakui dia. Maka Yeremia sangat sedih, dia tanya ke Tuhan, tapi Tuhan mengatakan “ini belum apa-apa, Aku akan pindahkan kamu ke Yerusalem dan Aku akan perintahkan kamu kritik Bait Suci, kritik Imamat di Bait Suci”, tugas ini jauh lebih berat lagi. Maka Yeremia pindah ke Yerusalem, lalu dia mulai khotbah dengan kritikan keras kepada para imam. Tapi heran para petinggi istana suka Yeremia, tapi para pemimpin Bait Suci mau bunuh Yeremia. Maka kita jadi heran, ekspresi kaum politikus yang dianggap negatif oleh agama justru mendukung orang yang bicara firman Tuhan. Sedangkan ekspresi orang beragama yang saleh dengan jubah agama yang suci justru mengkritik firman Tuhan lewat Yeremia. Yeremia mengkritik tradisi agama Israel, Elia mengkritik tradisi agama Israel, Elisa mengkritik tradisi agama Israel. Pak Tong pernah mengingatkan Elia tidak pernah dicatat menjalankan kewajiban agama pergi ke Bait Suci di Yerusalem. Mengapa?” Banyak tindakan Elia dan Elisa yang menggambarkan konteks Bait Suci. Ini unik sekali, seolah Tuhan mengatakan “Bait Suci yang pindah ke mereka”. Tuhan membenci kemunafikan agama dan Tuhan tidak pernah menjadi Tuhan pendiri agama yang sifatnya penuh dengan jalan memuji orang-orang yang munafik dan palsu. Maka kita harus tahu dalam diri kita ada kecenderungan untuk merasa aman di dalam konteks agama. Agama itu memberikan aman kepada kita yang mampu poles kelihatan bagus di luar tapi bobrok di dalam. Orang-orang jujur yang mengekspresikan diri apa adanya, kurang cocok dengan agama. Tapi orang-orang palsu yang pintar poles hidupnya, sangat cocok di agama. Gereja tidak harusnya seperti agama yang salah seperti ini, tapi kadang-kadang gereja menjadi sama di dalam ekspresi imannya. Orang-orang yang pintar pura-pura saleh, dihargai sekali, “ini orang penting, mari kita tinggikan dia”. Mengapa kita harus tinggikan dia? Karena dia bisa saleh, dia orang yang baik, dia rajin pelayanan, dia rajin muncul di gereja, dia siap sedia, dia punya availability begitu luar biasa, dia adalah orang saleh. Tapi kehidupannya di luar gereja penuh kebusukan, penuh kebobrokan. Kadang-kadang saya pikir kita mesti membuat survei orang yang jadi pengurus, orangnya jadi aktivis, orang yang rajin, minta keluarganya membuat kesaksian tentang orang ini, seperti apakah dia. Kita mesti berhenti mendukung Kekristenan yang terus terseret ke dalam tradisi munafik, pura-pura saleh, pura-pura baik, pura-pura sudah ada di inti di dalam agama. Sebab ini adalah satu dosa berat yang Tuhan benci pada Israel. Israel dibenci Tuhan karena sistem agama yang mendorong kemunafikan. Kita melihat Paulus mengkritik keras orang Israel, tapi dia sangat cinta Israel. Di satu sisi Israel adalah umat yang Tuhan cintai, di sisi lain mereka adalah umat yang memberontak melawan Tuhan justru di dalam sistem agama yang palsu. Di dalam Perjanjian Lama mereka bentuk sistem agama yang salah, karena menyembah berhala. tapi di dalam Perjanjian Baru Paulus menyadari satu hal lagi, yaitu mereka membuat sistem agama palsu yang bertuhan seolah-olah Tuhan asli. Ini sama bahaya, penyembahan berhala adalah sesuatu yang jelas-jelas salah. Tapi penyembahan kepada Allah dengan sistem agama yang palsu adalah sesuatu yang kelihatan benar tetapi yang sebenarnya tidak menyelamatkan.

1 of 5 »