Abraham Kuyper mengatakan kadang-kadang seni lebih jujur mengekspresikan kondisi manusia. Seperti apa seni yang Saudara bisa lihat dengan jujur menyatakan ekspresi dari kondisi manusia? Kondisi yang buruk dipamerkan apa adanya, kondisi penuh pergumulan yang tidak tahu jalan keluar dipamerkan apa adanya. Tetapi bagaimana, apakah Kekristenan tidak menjadi penolong bagi orang bingung yang hidup di dalam zaman ini? Apakah Kekristenan bukan agama yang juga ingin ada kesucian? Masa orang-orang cemar dibiarkan hidup dalam kecemaran? bagaimana kita memahami ini? Ini harus kita ingat, problem manusia adalah hati nurani kita sudah cemar dan iman kita cenderung suka kepada agama palsu. Setiap sistem agama yang mampu kita kuasai itu agama kita. Saudara jadi Kristen karena apa? Kalau Saudara jadi Kristen karena Saudara merasa “ini agama cocok, saya bisa memanipulasi agama ini”, itu agama palsu. Itu iman yang salah, atau iman yang salah adalah iman yang membuat kita berpikir “saya mesti kejar hidup yang kelihatan baik supaya saya kelihatan saleh”, ini merupakan iman yang nyaman dengan agama palsu yang memberikan kepada manusia kesempatan untuk melupakan cemarnya dia, menipu diri dengan mengatakan “saya adalah orang yang saleh”. Ini merupakan cara orang untuk menjadi aman di dalam hati “saya aman karena saya sudah punya agama yang menjamin surga bagi saya”. Tapi kalau ditanya “mengapa engkau yakin surga menjadi jaminanmu?”, “karena saya adalah orang yang menjalankan kehidupan yang saleh. Saya kenal Tuhan yang “benar”. Saya kenal sistem yang benar, saya jalankan ibadah yang benar, saya sudah aman”, inilah kesalahan agama yang iman palsu senang. Mengapa senang? Karena memberikan bius “saya sudah ada di jalan yang aman, saya sudah ada di dalam sistem yang benar untuk membuat saya selamat. Kalau nanti saya mati, jaminan surga sudah ada di tangan saya”. Siapa yang tidak senang punya iman seperti ini? “Menjalankan kehidupan untuk mendapatkan surga, menjalankan kehidupan yang penuh dengan kesalehan, yang penuh dengan aturan-aturan yang mampu saya jalani dan ujungnya saya akan memperoleh surga. Bukankah ini hal yang menyenangkan? Dan kalau kita lihat aturan-aturan agama ternyata saya cukup akrab di situ, mungkin saya akrab karena orang tua saya juga orang beragama, mereka mengajarkan kepada saya beragama dari kecil. Semua penganut agama apapun, orang yang saleh dalam agama apapun selalu merasa dirinya sudah ada di dalam kelayakan untuk melewati standar dari agama itu. Ini jujur, kalau Saudara minta mereka jawab jujur, “apakah kamu yakin kamu sudah mampu melewati standar dari yang agamamu terapkan?” Mereka jawab “belum tahu”, tapi dalam hati “sebenarnya sudah”. Mereka pura-pura rendah hati, karena rendah hati adalah salah satu syarat dari agama itu. Maka kalau ditanya “kalau kamu hidupi agama ini apakah kamu yakin setelah mati, kamu dapat kepastian masuk surga?”, orang yang menganggap dirinya saleh langsung bilang “iya, pasti. Saya sudah jalankan, saya sudah lakukan apa yang dituntut oleh agama”. Kalau mereka bilang “tidak, saya belum masuk surga, saya belum tahu”, itu kemunafikan, pura-pura, mereka yakin mereka masuk surga. Karena mereka tahu mereka bukan orang berdosa. Ini sebenarnya penyakit dari agama yaitu membuat orang mempunyai self-righteousness yang besar sekali, merasa diri sudah layak, merasa diri punya kemungkinan untuk menembus standarnya Tuhan di dalam sistem agama yang mereka anut. Maka agama palsu cocok dengan iman yang palsu. Tetapi kadang-kadang Tuhan akan bongkar hati nurani manusia, mulai ada perasaan antara agama dan kehidupan yang real seperti tidak nyambung. Di satu sisi saya mesti menjadi orang yang jalankan hidup duniawi, di sisi lain saya mesti jalankan hidup yang sorgawi, duniawi dan sorgawi. Lalu mulai ada pergumulan untuk membenci kehidupan duniawi yang penuh dengan intrik, yang penuh dengan kepalsuan, yang penuh dengan segala kecemaran kalau diukur dari sistem agama. Maka ada penyakit yang berikut dari agama yang palsu, agama yang palsu mulai membuat orang merasa tidak nyaman dengan hal yang duniawi, “engkau nyaman dimana?”, “aku nyaman dekat dengan Allahku”, ini kelihatannya rohani kan, saleh. “Apa salahnya dekat dengan Tuhan merasa nyaman?”. Salahnya adalah dekat dengan Tuhan adalah cara untuk mengabaikan fakta bahwa kehidupan di dunia ini penuh intrik dan kekotoran “saya mau lari dari kehidupan dunia ini, lalu saya mau dekat dengan Tuhan”, sehingga kedekatan dengan Tuhan adalah kedekatan melarikan diri dari dunia lalu mulai ada perasaan “saya tidak layak dengan dunia ini, saya lebih layak dekat dengan Tuhan”. Kalau Saudara pikir ini Kristen, saya ingin peringatkan ini lebih dekat kepada ajaran gnostik ketimbang Kristen. Ajaran gnostik mulai menganggap rendah segala sesuatu yang adalah dalam dunia, lalu mulai menganggap tinggi semua kehidupan yang lebih dekat surga daripada dunia. Kehidupan dunia dianggap remeh, kehidupan dunia dianggap abai dan tidak lagi mempunyai makna penting bagi hidup. Apakah ini bahaya? Sangat bahaya, karena di dalam Perjanjian Baru periode akhir dari penulisan Perjanjian Baru, mulai populer agama-agama yang dipengaruhi oleh apa yang nanti menjadi gnotsik, mulai meremehkan dosa di dalam dunia, ini sangat ironis. Mengapa dosa diremehkan? “Karena yang penting saya dekat Tuhan, kalau saya sudah dekat Tuhan, saya sudah beres.” Itu sebabnya serangan kepada bibit-bibit gnostik kerasnya bukan main. Yohanes mengatakan “Yesus yang saya beritakan adalah yang sudah kami lihat, kami sudah raba. Kami lihat dengan mata dan kami tinggal dengan Dia. Dia datang menjadi manusia, tinggal di sini, Dia menganggap dunia ini penting”, itu intinya yang Yohanes mau bagikan. Maka agama seringkali membuat orang membuat dirinya ideal, lalu mulai meremehkan hal yang non ideal itu. Lalu apa dampak dari agama salah yang diimani dengan iman yang salah? Dampak pertama yang paling jelas adalah kesombongan. Orang akan mulai melihat orang lain dengan remeh, “mengapa kamu kurang bisa menghargai Tuhan seperti aku menghargai Tuhan? Mengapa engkau tidak bisa hidup dengan baik seperti aku hidup dengan baik? Mengapa kamu kurang rajin seperti aku rajin? Mengapa orang lain tidak suci seperti saya suci?”, pembenaran diri adalah ekspresi umum pertama dari agama palsu yang diimani dengan iman yang rasa nyaman di agama palsu, pembenaran diri. Sehingga orang akan melihat orang lain dan mengatakan “engkau bukan orang benar, sayalah orang benar”. Mungkin kita dengar ini dan langsung berpikir “iya saya tahu ada agama seperti itu, memang itu bukan agama baik”. Saudara adalah orang yang bisa ada di sini. Engkau adalah orang yang bisa mulai remehkan orang lain. Ini problem Kekristenan juga, ini bukan problem agama lain saja. Maka agama yang saleh seperti Yahudi, yang Tuhan cintai, yang kepada mereka Tuhan nyatakan diri pun akhirnya membuat sistem yang palsu. Maka salah satu bahaya manusia yang harus kita tahu adalah sistem agama palsu yang dibangun oleh iman yang palsu, yang rasa nyaman dengan sistem yang palsu ini. Sistem yang palsu ini akhirnya mengekspresikan pembenaran diri, begitu banyak ekspresi sombong yang dimiliki oleh mata-mata dari orang yang sudah Kristen. Orang Kristen pulang gereja mungkin akan lihat orang-orang dunia ini lalu mulai geleng-geleng kepala, ini agama yang salah. Engkau beragama dengan salah jika pembenaran dirimu melampaui belas kasihanmu, pembenaran dirimu melampaui keinginan untuk minta belas kasihan Tuhan. Ini yang pertama. Lalu ekspresi yang kedua itu apa? Ekspresi yang kedua adalah keketatan agama yang tidak pernah Tuhan inginkan menjadi sistem yang menunjukkan kesalahan. Salehnya itu salah, “mengapa kamu dianggap saleh?”, “karena saya sudah”, kata sudah itu menjadi kata kunci untuk membuat kita tahu kita ini beragama Kristen dengan iman yang benar atau kita pikirkan agama yang salah lalu kita sebut Kristen. Saudara tidak bisa menyebut Kekristenan dengan versi Saudara sendiri lalu mengatakan “inilah Kristen”. Banyak kali orang membuat Reformed menjadi istilah yang mereka tafsirkan sendiri. Misalnya Saudara mengatakan kepada orang lain “tidak boleh begitu”, “kenapa?”, “karena itu tidak Reformed”, apa itu Reformed? Ini seperti guru Sekolah Minggu menasehati anak-anak di kelasnya dengan mengatakan “itu tidak boleh, itu tidak Kristen atau ini tidak masuk surga”, itu paling mudah untuk mendiamkan anak. Selamat untuk guru-guru Sekolah Minggu, engkau sedang mencetak orang-orang munafik jadi Farisi-farisi baru yang menghargai agamanya di dalam sistem yang mirip dengan orang Farisi di Alkitab menghargai sistem agama mereka. Guru agama Kristen dan guru Sekolah Minggu adalah kunci penting untuk pendidikan orang mempunyai iman sejati, juga menjadi alat setan untuk menghancurkan iman anak dari awal. Ini menjadi sesuatu yang bahaya. Bahaya karena Saudara tidak sadar Saudara adalah orang yang sangat munafik, yang punya kemunafikan di dalam level yang dibenci oleh Tuhan Yesus dan dibenci oleh Paulus, hati-hati. Mari kita lihat apa yang Paulus katakan di Roma 10, “saya cinta saudara-saudaraku”, dia tidak mengatakan “saya benci orang munafik itu, orang-orang Israel itu” karena kalau begitu, dia sama dengan para Yahudi. Orang Yahudi membuat standar “inilah kami”, Paulus bilang “dasar orang sombong”, dengan kesombongan yang lebih tinggi, ini sama saja. Maka Paulus mengatakan “saya cinta orang Yahudi itu”, kalimat ini indah sekali. “Aku berdoa untuk mereka supaya mereka diselamatkan. Aku mencintai mereka, Aku melihat keindahan di dalam sistem mereka berjuang, meskipun mereka munafitk”, ini luar biasa. Maka ketika saya mengkritik kemunafikan, saya mengkritik dengan sebuah perasaan “saya juga tidak layak dan saya juga mencintai mereka, meskipun mereka ada di dalam cara pikir yang salah”, itu yang Paulus lakukan, ini yang harus kita pelajari. Seperti dikatakan Martin Luther, kita ini cuma pengemis, mari jangan sombong, mari rendah hati di hadapan Tuhan. Paulus mempunyai konsep yang dia terapkan dengan sangat baik, yaitu konsep segalanya adalah Kristus dan saya bukan siapa-siapa. Itu sebabnya ketika dia melihat saudara-saudara seimannya, dia lihat dengan mata penuh permohonan kepada Tuhan, seperti seorang hamba yang lihat tangan tuannya, “Tuhan maukah engkau mengampuni saudara-saudaraku?”. Paulus tidak bilang “Tuhan, lihat orang-orang munafik itu, basmi mereka”. Paulus berbeda dengan mereka, karena Paulus sedang tidak mendirikan sebuah sistem agama palsu. Hal pertama dari kepalsuan agama dan iman yang nyaman di dalamnya adalah pembenaran diri, “saya lebih baik dari orang lain”, ini penting untuk Saudara pikirkan dan penting untuk Saudara renungkan baik-baik.

« 2 of 5 »