Jadi tuhannya agama palsu adalah tuhan yang suka membuat standar, lalu membanggakan orang yang sudah lewati standar itu dengan menghina yang lain yang belum. Ini sebenarnya sistem agama yang palsu dan kalau Saudara mengatakan “sepertinya Taurat seperti itu”, tidak sama sekali. “Tapi di Taurat ada syarat-syarat”, Saudara salah mengerti, banyak kita salah mengerti Taurat. Karena di Taurat dikatakan “harus begini, harus begini, jangan begini, jangan begitu”. Lalu kita pikir “bukankah ini standar? Kalau lakukan berarti sudah beres”. Tapi kita salah mengerti Yudaisme yang asli, Israel yang asli dalam Alkitab. Karena Israel asli dalam Alkitab adalah orang Israel yang jadi Israel, karena mereka ditebus Tuhan keluar dari Mesir. Dan setelah mereka keluar dari Mesir, mereka mau ikut kemana Tuhan pergi, itu namanya Israel. Tuhan mau pergi ke Gunung Sinai, mereka ikut. Tuhan ada di padang gurun, mereka ikut. Tuhan masuk Kanaan, mereka ikut. Orang yang punya kesombongan diri, tidak mau ikut Tuhan karena mereka rasa Tuhan tidak pergi ke tempat dimana mereka rasa itu nyaman. Sistem agama mereka tidak cocok bahkan bagi Tuhan. Ini benar-benar keterlaluan, “agamaku kurang cocok bagi siapa pun, bahkan bagi Tuhan”.  Kalau Saudara lihat di dalam Kitab Keluaran, yang mendirikan agama palsu adalah orang-orang sombong di padang gurun yang merasa dirinya tidak seharusnya diperlakukan rendah oleh Tuhan. Mereka ada di padang gurun dan mereka mulai komplain, “mengapa Tuhan tidak memberikan roti pada waktunya?”, ini sistem agama palsu. Sistem agama palsu bukan cuma mensyaratkan syarat etika untuk manusia penuhi, tapi juga mensyaratkan syarat etika bagi Tuhan “untuk penuhi syarat etika saya yang sudah lulus”. Ini yang namanya relasi antara orang yang layak dengan Tuhan yang harus memberi reward, itu agama. “Tuhan harus memberkati saya karena saya saleh. Tuhan ini mengapa belum memberkati? Kami sudah ikut Tuhan sampai ke padang gurun, mengapa belum diberi roti pada waktunya?”. Lalu mereka mulai bersungut-sungut. Apakah salah minta roti kepada Tuhan? Tentu tidak, tetapi minta sebagai pengemis dengan minta sebagai orang yang rasa sudah berhak karena sudah penuhi syarat, itu beda. Pernahkah Saudara mengatakan “Tuhan, saya harus diberkati”, “kenapa?”, “saya kan melayani”. Jadi melayani adalah standar kesalehan, standar etika yang sudah engkau penuhi, sehingga engkau ada di dalam lingkaran utama dari sebuah agama. Kalau engkau ada di lingkaran utama dari sebuah agama, Tuhan pasti memberkati. “Tuhan harusnya memberkati, kalau belum diberkati berarti ada yang salah dari saya”, ini namanya transaksional, kalau kita pahami pengertian ini. “Saya beri lalu Tuhan juga harus beri. Saya menjual sesuatu, Tuhan bayar. Saya membeli sesuatu, saya bayar. Tuhan mendapat suatu, bayar juga”, ini prinsip yang sulit. Karena Tuhan dikenal sebagai Allah yang akan memberikan sesuatu karena saya layak, “lihat hidup saya, mengapa diberkati? Karena saya layak. Kamu tahu tidak, saya hidupnya baik makanya saya diberkati oleh Tuhan. Kalau belum diberkati, tunggu saja, nanti juga akan diberkati”. Orang masih hidup didalam penipuan dirinya juga. Mengapa kamu masih belum diberkati? “Sabar, relasiku dengan Tuhan adalah relasi memberi dan menerima. Transaksional, saya jual Tuhan beli, saya berikan sesuatu Tuhan balas. Maka ini sistem agama yang palsu, mengapa palsu? Karena Tuhan tidak ada di dalam keadaan dimana dia dihormati, dihargai dan dicintai sebagai Tuhan. Tuhan tidak boleh bertindak sembarangan, saya juga tidak bertindak sembarangan. Jadi Tuhan tidak boleh bawa orang Israel ke padang gurun, lalu lupa memberikan roti. Tuhan tidak boleh tuntut orang Israel pergi ke padang gurun, lalu lupa memberikan air. Bayangkan mereka ada di padang gurun lalu mereka mengeluh “haus”. Saudara tahu tidak betapa anehnya seruan ini, “Tuhan kami haus”. Kalau orang Israel dibawa ke padang gurun mereka langsung pikir “ini padang gurun, berarti kering”. Tapi mengapa mereka tidak pikir padang gurun akan kering? Karena mereka berpikir transaksional, ini bukan beriman kepada janji Tuhan, ini transaksional, lain. Orang saleh yang benar-benar saleh, beriman kepada janji Tuhan, “Tuhan pasti pelihara”. Itu lain dengan mengatakan “Tuhan harus pelihara”. Mengapa engkau percaya janji Tuhan? “Karena Tuhan sudah bicara”, “apa kamu layak menerima?”, “tidak sama sekali”. Tapi orang yang transaksional, deal dengan Tuhan seperti jual beli akan mengatakan, “Tuhan, saya sudah saleh maka seharusnya saya diberikan reward. Saya kan umat, berarti kalau kemana pun saya pergi harusnya Tuhan memberkati”. Orang seperti ini akan mengeluh dan akhirnya kecewa karena Tuhan tidak seperti yang dia anggap. Tapi Saudara harus pikirkan, Tuhan sudah mengatakan “Aku akan bawa engkau ke Gunung Sinai, setelah itu kita kan seberangi padang gurun”, mereka harusnya bersiap untuk haus. Sama dengan orang Kristen, orang Kristen Tuhan ajak untuk berjalan di dunia yang penuh dosa dan cemar, orang Kristen harusnya bersiap penderitaan. Apakah pasti menderita? Tidak tentu, tapi harus bersiap, sehingga keadaan tidak menderita harusnya dinyatakan dengan ucapan syukur. Tapi kan kita harusnya berpikir terbalik, transaksional sekali. Ini yang salah dari agama palsu. Agama palsu bersifat transaksional sehingga cinta Tuhan tidak ada di situ. Tidak ada perkenalan terhadap Tuhan yang mencintai, yang ada adalah perkenalan terhadap Tuhan yang berkewajiban seperti kita juga meletakkan diri kita dengan kewajiban, agama palsu. Ini baru teruji ketika Saudara berada di dalam keadaan sulit, kalau keadaan limpah kita terus bersyukur. Banyak orang mengatakan “puji Tuhan usaha kita lancar, puji Tuhan keadaan kita baik”. Tapi imanmu belum teruji, puji Tuhanmu bukan puji Tuhan yang teruji. Tuhan uji kita di dalam batas yang kita mampu. Ada orang yang bisa Tuhan uji sangat berat, ada yang Tuhan masih berikan ujian yang ringan karena belum sanggup. Maka kalau hidup Saudara lancar, jangan sombong. Saudara dan saya yang hidup lebih lancar dari orang yang lebih sulit belum punya kekuatan untuk tanggung lebih dari itu. Tetapi di dalam dunia yang penuh dengan kecemaran kebobrokan dan juga kesulitan, manusia disiapkan Tuhan untuk hidup di dalam sengsara. Hidup di dalam padang gurun adalah hidup bersiap haus, hidup bersiap jalan sampai keadaan sangat lelah dan lemas, panas terik begitu berat dan air begitu langka, itu yang harus terjadi. Maka kalau Tuhan mengatakan “lihat di padang gurun matahari tidak menyengat kulitmu”, karena Tuhan memberikan awan di atas mereka. Orang Israel pergi ke mana ada awan terus. Padang gurun bukan tempat yang wajib ada awan, tapi kalau Tuhan berikan tiang awan, tiang awan ini maksudnya ada awan. Mengapa bisa ada awan yang secara konstan stabil mengikuti Israel? Ini kesaksian dari para generasi pertama Israel, mereka di padang gurun dan panas matahari tidak menyengat mereka. Bagaiaman bisa, apakah ini kewajiban Tuhan? Tidak. Kalau begitu mengapa tidak ada ucapan syukur? Karena berpikir transaksional, “Tuhan wajib memberkati karena kami sudah kerjakan tugas kami. Tugas kami keluar dari Mesir kami jalankan, kami taat kepadaMu, sekarang berkati kami”, ini transaksional yang dimaksud. Tapi orang Israel yang bersiap “Tuhan mau ajak saya ke padang gurun, ayo. Saya akan pergi dengan Tuhan berarti di padang gurun akan ada sengatan matahari yang panas, di padang gurun akan sulit air. Mari jalan”, itu baru mental benar. Iman sejati ikut Tuhan. Tapi begitu mereka melangkah ke padang gurun, mereka heran “mengapa tidak sepanas yang saya pikir, mengapa air tidak sesulit yang saya pikir”. Baru jalan berapa lama, yang lain sudah kehausan. Orang-orang yang beriman tetap setia, lalu menemukan Tuhan pelihara dengan sumber air yang banyak. Mereka menemukan tujuh sumur yang cukup untuk memberi minum seluruh orang Israel. Mereka jalan dan menemukan Tuhan mengeluarkan mata air dari batu karang, Tuhan mengeluarkan mata air dari perkataan Musa, baru mereka sadar Tuhan benar-benar memimpin mereka. Alangkah bahagianya orang yang bersiap untuk sulit lalu menemukan Tuhan mengurangkan kesulitan itu dengan berkatNya, itu bahagia sekali. Kalau Saudara terus berpikir “saya seharusnya miskin” Tuhan memberi uang berapa, Saudara akan bersyukur. Tapi kalau Saudara terus merasa “saya seharusnya kaya”, Tuhan kurangi sedikit langsung menangis meraung-raung “mengapa Tuhan melakukan ini?”. Maka kalau Saudara pikir dunia penuh penderitaan, harusnya Saudara siap menderita. Dan Tuhan izinkan kehidupan kita lebih lancar, bukankah seharusnya kita bersyukur karena Tuhan punya belas kasihan, mengapa kita begitu transaksional kepada Tuhan? Mengapa kita ubah Kekristenan kita menjadi agama menuntut yang membuat kita bertindak dan Tuhan wajib bertindak, itu agama palsu bukan iman Kristen. Jangan jadikan sistem agama palsu yang engkau dapat dari agama kafir, lalu taruh label Kristen di situ. Banyak orang menjadi Kristen dengan label Kristen tapi kontennya adalah kafir. “Jika engkau berseru kepada Tuhan, apapun yang kamu minta pasti Tuhan taati”, itu kalimat apa seperti itu? “Itu ada di Alkitab”, lihat konteksnya. Tuhan mengatakan “apa yang Aku janjikan, engkau minta, Aku pasti akan berikan”, karena Tuhan sudah menjanjikan. Kalau Tuhan sudah janjikan, mengapa kita masih mesti minta? Karena kita kesulitan menanti janji itu. Saudara menantikan kedatangan Kristus kedua setengah mati. Saudara bilang “Tuhan dunia penuh dosa, saya juga penuh dosa. Kapan Tuhan akan datang perbaiki semua?”. Kita sulit, maka kita minta “Tuhan datanglah” dan Tuhan mengatakan “Aku akan tepati”, itu baru benar. Tuhan tidak pernah berjanji apapun yang kamu minta, Tuhan akan berikan. Tuhan menjanjikan apa yang Tuhan sudah janjikan, jika engkau punya kesulitan menunggu, mintalah. Itu yang Tuhan janjikan. Maka kita lihat janji Tuhan jauh lebih besar dari apa yang kita bisa minta, itu yang Paulus katakan di Efesus. “Yang Tuhan bisa lakukan karena janjiNya lebih besar dari apa yang engkau bisa minta”, karena yang Saudara bisa minta adalah sesuatu yang Saudara bisa pikirkan dengan imajinasi Saudara. Tapi apa yang akan Tuhan kerjakan melampaui imajinasimu. Inilah sebabnya agama palsu akan membuat orang bersifat transaksional dengan Tuhan.

« 3 of 5 »