Doa adalah Pelayanan yang Penting

(Lukas 2: 34-39)
Kita akan melihat 2 orang yang sangat penting di dalam Injil Lukas. Karena Injil Lukas sebelum membahas tentang pelayanan Yesus. membahas saksi-saksi yang mengerti bahwa Yesus adalah Mesias. Para saksi itu adalah Yusuf dan Maria yang mendengarkan kesaksian sebelum Yesus lahir. Lalu saksi berikutnya adalah para gembala. Selanjutnya Lukas berbicara tentang Simeon dan Hana, 2 orang nabi yang menantikan pelepasan bagi Israel. Kita akan melihat apa yang menjadi teladan, yang kita bisa pelajari dari mereka. Minggu lalu kita sudah membahas tentang pengharapan, manusia bukan hanya perlu kesalehan hidup, manusia bukan hanya perlu kebenaran, manusia juga perlu pengharapan yang tepat. Dan inilah yang diajarkan Simeon kepada kita, dia mempunyai kebenaran, dia mempunyai kekudusan dan iman yang sejati, dan dia juga mempunyai pengharapan. Orang kalau berharap pada sesuatu yang Tuhan tidak pernah janjikan, akan seterusnya dalam hidup mengalami kekecewaan demi kekecewaan. Apa yang kita jadikan pengharapan itu yang akan mendrive kita, dan sudah berapa banyak orang yang kehilangan dorongan untuk hidup karena dia sudah tidak menemukan kembali dorongan sejati di dalam pengharapan yang dia cari. Dalam ayat 29 Simeon mengatakan “Tuhan, sekarang aku boleh tinggalkan dunia ini”. Dia sudah mengalami apa yang dia harapkan terjadi. Maka dia sudah puas hidup, dia berkata “Tuhan, sekarang saya boleh pulang, Tuhan boleh panggil saya. Apa yang saya mau dari hidup, sudah saya dapatkan”. Ini adalah perkataan penuh kemenangan, bukan perkataan seperti orang yang sudah lelah dalam hidup. Saudara berada di dalam sejarah keselamatan, Tuhan sedang menyatakan sesuatu. Dan sesuatu itu sedang berpusat kepada satu Pribadi yaitu Yesus. Siapa yang menjadikan Yesus sentral di dalam hidupnya, dia melakukan hal yang sama dengan Tuhan. Karena Tuhan pun menjadikan Kristus sentral dari seluruh sejarah keselamatan. Kalau Kristus adalah sentral dari sejarah keselamatan, maka hidup kita harus menjadikan Kristus sentral, baru hidup kita berkait dengan apa yang Kristus sedang kerjakan. Kalau ini tidak terjadi dalam hidup, Saudara salah berharap, Saudara pasti buntu, Saudara pasti menemukan kekecewaan karena yang Saudara harapkan tidak terjadi. Tapi kalau semua yang Saudara harapkan terjadi, mana lagi ada alasan kecewa. Dan apa yang diharapkan Simeon bukan berguna untuk dirinya, dia sudah tua, waktu dia lihat Yesus Sang Raja masih bayi, dia mesti tunggu berapa lama lagi baru Yesus menjadi Raja. Dia tidak akan menikmati periode Kristus menjadi Raja di bumi ini. Maka Simeon mempunyai beban yang berat, cita-cita yang agung dan juga tujuan pengharapan yang menuju kepada kesejahteraan umat Tuhan dan pada kemuliaan nama Tuhan. Dia bukan orang yang sempit yang hanya melihat diri dan kebahagiaan diri, tapi dia melihat kepada seluruh karya yang Tuhan mau kerjakan di dalam umat Tuhan. Pengharapanku tidak boleh sama dengan hawa nafsuku. Di dalam Yakobus, Yakobus menulis suratnya dan mengatakan siapa yang berdoa secara benar itu mempunyai kuasa yang besar. Tetapi mengapa doamu tidak juga didengar? Karena engkau salah berdoa, engkau berdoa dengan meminta sesuatu yang akan dihabiskan untuk memuaskan dirimu sendiri.

Di dalam ayat 34, Simeon mengatakan kepada Maria “sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan menjadi suatu tanda untuk menimbulkan perbantahan”. Di sini dia menjadi seorang nabi yang menasihati Maria. Dia tidak menasihati Maria dan Yusuf, mungkin karena dia memiliki kepekaan untuk melihat Maria melahirkan Yesus waktu Maria masih perawan, atau mungkin karena dia punya pengetahuan ke depan, Yusuf tidak lama lagi akan meninggal. Ada kemungkinan Yusuf sudah meninggal sebelum Yesus memulai pelayananNya, karena Yusuf tidak lagi dicatat kecuali di dalam bagian awal Injil Lukas dan di dalam bagian Injil yang lain. Maka dia mengatakan kepada Maria “Anakmu ini akan membuat orang bangkit, tetapi akan membuat orang banyak jatuh. Anakmu ini akan jadi sumber pertentangan dan sumber perbantahan”. Saudara kalau dengar orang-orang peka hal-hal rohani sedang bicara, dengar dulu baik-baik. Ada orang-orang punya kepekaan tinggi, ada orang-orang cuma beri nasihat yang umum-umum. Tetapi ada orang yang peka, tahu apa yang sedang terjadi. Kepekaan ini adalah kepekaan yang hanya bisa dilatih di dalam ketulusan berjalan bersama dengan Tuhan. Yang tidak tulus relasi dengan Tuhan tidak mungkin peka, yang punya ketulusan dibimbing oleh Tuhan, makin mengerti apa yang sedang terjadi, makin tahu apa yang harus dikatakan, makin memiliki kepekaan untuk dipimpin oleh Roh Kudus. Pdt. Billy pernah mengatakan Roh Kudus itu paling sensitif terhadap konteks, paling tahu apa yang diperlukan dan Dia itu bekerja dengan cara yang sangat dinamis. Orang yang penuh dengan Roh Kudus adalah orang yang peka bicara hal yang Tuhan mau dia bicara dengan tidak takut, dengan berani dan tulus. Inilah yang dilakukan Simeon, maka Simeon tidak mau membesar-besarkan Maria “kamu ibu yang baik, nanti bayimu pasti bagus. Nanti Dia akan membuat damai di bumi, damai di hati. Sudah diberi nama Yesus, bagus, itu mirip dengan Yosua yang memberikan ketenangan. Pokoknya ibu tenang saja”. Simeon tidak lakukan itu. Simeon mengatakan “aku memberkati engkau dengan berkat ini, sesungguhnya Anak ini akan menjadi sumber perkelahian, sumber perbantahan, sumber permusuhan”. Mengapa Yesus menjadi sumber permusuhan? Karena sebelum kefasikan disingkirkan ke bumi, kefasikan akan selalu menjadi musuh Kekristenan, tidak mungkin tidak. Orang Kristen tidak mungkin tidak punya musuh. Ada seorang penginjil yang berkhotbah di Institute, dan saya ingat terus khotbahnya karena kalimat-kalimat dia yang aneh tapi unik. Dia mengatakan “Saudara sekalian, Tuhan berkata kasihilah musuhmu. Ini berarti kita akan selalu punya musuh”. Saya pikir kalau orang berkhotbah “kasihilah musuhmu” berarti kita harus belajar mengasihi orang. Tapi dia dengan berani berkata “ini berarti kita selalu akan punya musuh, maka Yesus berkata “kasihilah musuhmu”. Berarti ini kita akan selalu punya musuh. Tetapi dia melanjutkan “tapi Tuhan Yesus tidak mengatakan “buatlah musuh untuk bisa dikasihi. Tuhan tidak pernah mengatakan “ayo cari musuh, supaya ada yang bisa engkau kasihi”, tidak seperti itu. Tuhan hanya mengatakan “kasihilah musuhmu”, berarti musuh akan selalu ada. Lalu hantaman yang paling berat adalah ketika Anaknya ini harus dipaku di kayu salib. Mana ada ibu yang masih bisa bertahan melihat anaknya diperlakukan seperti itu. Ini adalah penderitaan yang sangat besar bagi Maria dan dia alami itu tanpa tahu apa yang akan terjadi. Meskipun dia mungkin punya iman tentang kebangkitan, tapi dia tidak punya pikiran tentang bagaimana kebangkitan itu akan terjadi. Yang dia lihat hanyalah Anaknya terpaku di kayu salib, menanti kematian dan dia harus tunggu di bawah sambil cucurkan air mata melihat penderitaan yang dialami Anaknya. Inilah pedang yang menghantam Maria. Berita Injil adalah berita sukacita bagi orang yang mau menerima. Tapi berita penuh penderitaan bagi sumber berita dan bagi pembawa berita. Ini konsep yang harus kita pahami sama-sama, berita sukacita Injil adalah bagi pendengar, tapi bukan bagi yang membawa karena sering kali yang bawa berita Injil, dia bawa berita Injil sambil pikul salib. Orang yang menginjili Tanah Batak, berapa banyak yang sudah mati kemudian dimakan oleh suku di sana. Dan ketika masih ada orang yang datang untuk memberitakan kabar baik, ini kabar baik bagi yang mendengar. Tapi bagi si pembawa, Paulus sendiri mengatakan “kami selalu dihadapkan dengan kematian, kami selalu dihadapkan dengan penderitaan untuk berita Injil”. Inilah yang Simeon katakan “Anakmu akan menjadi sukacita bagi seluruh bangsa, tapi akan menjadi pedang yang menembus jiwamu sendiri”. Maka Kristus menjadi Juru Selamat, dan Maria harus memikul bagian dia untuk Sang Juru Selamat itu menjadi milik seluruh Israel. Inilah berita yang bisa kita lihat dari Simeon, seorang yang peka, seorang nabi yang bersuara dengan luar biasa. Dia tahu apa yang terjadi kemudian, sekalipun dia hanya melihat seorang bayi yang kecil”. Inilah nabi yang sejati, dengan akurat menyampaikan pesan yang tepat untuk orang mengharapkan Tuhan dan pekerjaan Tuhan akan dikerjakan.

Setelah kita lihat Simeon, Lukas membahas tentang Hana. Di dalam Injil Lukas, Lukas sering sekali membuat paralel antara 2 orang saksi. Dan kalau dia lakukan itu biasanya saksi yang terakhir, itulah saksi yang terbesar. Jadi mengapa dia paparkan Simeon setelah itu Hana, berarti Hana lebih penting dari pada Simeon. Dan kalau Saudara baca, Saudara akan heran, Simeon kalimatnya dicatat, Hana tidak dicatat bicara apa, Simeon punya puisi puji-pujian dan nubuat yang akurat, Hana tidak punya kalimat apa pun. Tapi mengapa Hana lebih baik? Ini bisa kita dalam ayat 36, dia mengatakan ada seorang bernama Hana, dia hidup sudah sangat tua, dia sempat kawin selama 7 tahun. Ayat 37 “dan ia sudah menjanda selama 84 tahun” Bahasa Indonesia tidak terlalu akurat karena yang dimaksudkan 84 adalah tahun janda bukan usia dia. Jadi ayat 37 seharusnya diterjemahkan “dan sekarang ia menjanda selama 84 tahun”. 84 Tahun menjanda, tambah 7 tahun menikah, tambah umur waktu dia menikah, orang ini pasti usianya 100 tahun lebih. Dia tinggal di Bait Suci selama 84 tahun, pekerjaannya selama 84 tahun adalah berpuasa dan berdoa. Waktu suaminya meninggal, mungkin masih 20an, karena orang Israel menikah umumnya pada usia 14-17 tahun. Andaikan dia menikah pada usia 17 tahun, 7 tahun kemudian suaminya meninggal, berarti dia menjadi janda pada usia 24 tahun. Kalau dia menikah pada usia 14 tahun maka dia berusia 21 tahun ketika suaminya meninggal. Perempuan semuda ini bukankah mudah cari laki-laki lain? Tapi dia mengatakan “tidak, saya punya panggilan untuk sujud di Bait Suci berdoa, berdoa supaya Tuhan kirim Sang Mesias, berdoa supaya Tuhan pulihkan bangsa Israel, berdoa supaya Tuhan kirim Raja yang Tuhan sudah janjikan”. Inilah orang yang luar biasa agung. Seringkali kita melihat keagungan orang karena hasil besar, karena prestasi, karena mindset kita terlalu duniawi. Kita lihat segala sesuatu sesuai dengan prestasi yang dikenal dunia, tetapi kita tidak tahu prestasi yang Tuhan tuntut kepada kita. “Jemaatmu berapa banyak? Sudah berapa banyak orang yang dengar khotbah kamu? Sudah berapa banyak orang bertobat dlaam kebaktianmu? Sudah berapa banyak orang jadi hamba Tuhan karena pelayananmu?”, tapi kalau cuma orang-orang seperti ini yang sudah kerja hebat, maka pendoa-pendoa seperti Hana ini adalah nothing. Tapi dia nothing di dalam pandangan kita, bukan di dalam pandangan Tuhan. Bayangkan orang yang tinggal di Bait Suci dengan dedikasi “aku sekarang hanya mau kerjakan satu panggilan, berdoa dan berpuasa”. Kalau dengar dia berbicara mungkin tidak sedalam Simeon, tidak sefasih Simeon. Saudara melihat pelayanannya di usia yang lanjut, mungkin Saudara mengatakan “ini orang sudah terlalu tua, tidak mungkin kerjakan apa pun”, tetapi Hana mengerjakan apa yang menjadi panggilan dia. 84 Tahun berdoa, siang malam berpuasa, dan berharap supaya Tuhan kirimkan Mesias. Ini berarti kita bisa pelajari beberapa hal, yang pertama kita bisa lihat ada seorang perempuan yang punya beban begitu besar untuk seluruh bangsa. Dia tidak datang ke Bait Suci lalu mulai berdoa “Tuhan, suamiku sudah mati, kirimkanlah laki-laki lain menggantikan dia, kalau bisa lebih ganteng, aku ini apa, aku hanya berserah kepadamu”. Dia juga tidak berdoa “Tuhan, nanti kalau saya sudah tua siapa yang pelihara saya? anak tidak ada, keluarga tidak ada, bagaimana Tuhan? Bagaimana masa tuaku?”. Tapi yang menjadi beban Hana, yang keluar terus dalam doanya adalah “Tuhan kapan Mesias datang? Kapan Israel pulih? Kapan bangsa kasihan ini boleh mendapatkan anugerah Tuhan? Kapan keadilan, kesucian dan kemuliaanMu dinyatakan melalui kedatangan Sang Mesias?”, ini yang terus didoakan selama 84 tahun.

Apakah kita punya ketekunan berdoa? Hana menjadi simbol ketekunan berdoa dengan 84 tahun doa setiap hari untuk kedatangan Sang Mesias. Mengapa Mesias akhirnya datang? Salah satu pekerjaan paling penting sebelum Dia datang adalah doa Hana. Tuhan tidak mungkin mengabaikan doa yang dipanjatkan dengan tulus dan dengan sungguh-sungguh oleh seorang perempuan yang selama 84 tahun mendoakan hal ini terus. Mari kita berdoa untuk hal yang penting. Saya tidak mengatakan Saudara tidak boleh berdoa untuk diri, di dalam Doa Bapa Kami Tuhan mengatakan “doakanlah, jadikan kehendakMu” setelah itu “berikanlah kepada kami makanan kami”, Tuhan tidak larang Saudara berdoa untuk diri. Yang tidak boleh adalah menolak untuk meletakkan beban yang lebih luas untuk umat Tuhan. Hana melakukan ini, dia berdoa terus dan berharap “Tuhan, segera pulihkan umatMu, segera berikan Raja yang diharap-harapkan” dan dia lakukan ini dengan ketekunan yang besar. Doa tidak pernah “cuma”. Saudara orang penting yang orang lain tidak tahu. Saya tidak tahu setiap kali Saudara sujud di rumah, yang Saudara doakan apa, itu adalah relasi Saudara dengan Tuhan, Tuhan yang tahu. Tapi kalau Saudara tiap kali sujud lalu berdoa, minta kebangunan, minta bangsa ini diubahkan, minta kebenaran Tuhan dinyatakan, Saudara orang penting. Tidak ada orang yang tahu, tapi Tuhan tahu. Kalau ini terus menjadi seruan Saudara tiap hari, tiap malam, Saudara berbagian di dalam pekerjaan yang sangat besar. Dan Tuhan akan kerjakan hal besar kalau sudah ada orang-orang tekun yang terus berdoa. Mengapa Haa terus berdoa? Karena pada tahun ke-84 Yesus akan datang. Maka dia dipanggil Tuhan untuk mendoakan ini dengan tekun, menjadi pendoa syafaat yang tidak lelah menjalankan panggilannya untuk berdoa. Mari kita ubah mindset kita dengan melihat siapa yang punya hati Tuhan dan dengan mati-matian mendoakan tema-tema penting untuk Kerajaan Allah, inilah orang-orang penting dalam KerajaanNya. Mari kita ubah cara kita berdoa. Martin Luther mengatakan doa adalah hal yang sangat berat, hal pertama yang akan dicabut oleh Tuhan di dalam kehidupan orang Kristen untuk melumpuhkan kerohanian seseorang. Saudara mau rohani Saudara lumpuh? Iblis tidak cabut pengetahuan teologi Saudara dulu, iblis tidak membuat niat belajar Saudara habis dulu, yang iblis kerjakan pertama adalah membuat niat Saudara berdoa tidak ada. Waktu niat berdoa makin surut, Saudara makin digenggam oleh iblis. Dan yang makin parah adalah kalau doa tidak ada, tapi kegiatan luar begitu banyak. Akhirnya orang merasa lumayan dipakai Tuhan, banyak kegiatan, tapi tidak berdoa. Kalau tidak ada doa, Saudara sedang dicengkram iblis, lalu Saudara merasa aman tanpa tahu bahaya yang sedang mengintai Saudara. Ini menjadi salah satu berometer kita untuk cari tahu apakah saya sedang dalam bahaya atau tidak? Bagaimana kehidupan doaku, apa isi doaku? Apa yang paling aku harapkan terjadi dalam doaku? Belajar dari Hana, kita mau belajar doa yang sungguh, menyatakan permohonan yang besar, menyatakan permohonan yang tidak berpusat pada diri, menyatakan permohonan yang menyatakan kemuliaan nama Tuhan. Maka Luther mengatakan hal pertama yang iblis serang adalah kehidupan doa. Dan itu dia rasakan berkali-kali, dia mengatakan “ketika keinginan doa itu dicabut, sepertinya hilang, saya kerja keras untuk mengembalikannya”. Dia mengatakan “kadang-kadang waktu keinginan berdoa tidak ada, saya harus berdiam dulu, lalu saya berharap sambil menyanyikan pujian atau mengulang ayat-ayat Alkitab atau mengulangi pengakuan iman berharap ada satu kerinduan berdoa yang muncul dalam hatiku”. Dan dia mengatakan terkadang perlu tempat yang khusus, kadang dia datang ke gereja dan berdoa di situ sambil mempersiapkan diri untuk siap dalam doa. Luther mengatakan hal paling lama dalam doanya adalah persiapan untuk berdoa. Dia tidak sembarangan tutup mata lalu otomatis berdoa. Kalau kita terkadang terlalu meremehkan doa, apalagi doa makan, pokoknya doa makan 3 poin, pertama terima kasih untuk makanan, kedua berkati pembicaraan di meja makan, ketiga tolong orang-orang yang tidak makan. Sebagus apa pun kalimat doa, kalau tidak keluar dari hati, susah, tidak mungkin jadi doa yang diberkati oleh Tuhan. Maka kalau kita berdoa biarlah ucapan kita pun kita ucapkan dengan persiapan yang sungguh. Persiapan hati, ketenangan hati untuk berdoa.

Luther mengatakan kalau hati tidak tenang, saya akan nyanyi, karena saya tahu ketidak-tenangan hati untuk berdoa adalah cara iblis untuk mengatakan “tidak perlu berdoa, sudah tidak ada waktu lagi, ini sudah waktunya untuk pelayanan yang padat, untuk apa berdoa sekarang? Karena Tuhan tahu semuanya yang tidak kita doakan pun Dia sudah tahu”, Luther sudah tahu ini si iblis, dan dia akan mengatakan “hai iblis, enyahlah karena Tuhan sudah berfirman engkau harus berdoa kepadaKu senantiasa”, ini yang Luther katakan. Maka Luther mengatakan “waktu godaan ini hati menjadi kering, tidak rindu berdoa muncul, saya kerja keras untuk mengembalikannya”. Luther mengatakan “kalau engkau berdoa seperti engkau ngobrol dengan orang, perlu ada komitmen, sungguh-sungguh, serius”. Saya kalau berbicara dengan Saudara, mata saya memandang kemana-mana, itu tidak sopan. Ada relasi yang berkomit, saya tidak boleh bicara dengan orang lain lalu pergi kemana-mana. Tapi seringnya kita lakukan ini kepada Tuhan, kita doakan semuanya, tidak peduli hatiku sedang dimana, sedang pikirin apa, sedang terbeban apa, pokoknya saya lempar semua kalimat itu, Tuhan cerna sendiri. Ini tidak benar. Luther mengatakan perlu waktu untuk membuat hatinya kembali di-set untuk berdoa kepada Tuhan. Dia perlu waktu merenungkan Firman untuk hatinya siap berdoa. Setelah kita tahu kehidupan doa kita dengan hati yang sungguh-sungguh di set untuk Tuhan, apakah beban kita pun tulus? Kalau hati kita di-set untuk Tuhan berapa banyak porsi doa kita nyatakan untuk pekerjaan Tuhan boleh dinyatakan. Mari belajar punya kehidupan doa yang baik. Saudara tidak mungkin rugi belajar ini, Saudara tidak mungkin tidak diberkati Tuhan kalau kehidupan doa kita baik dan mendoakan hal-hal yang menyatakan Kerajaan Allah, kebenaran dan kemuliaan Tuhan dinyatakan. belajar dari Hana. Hari ini kita lihat 2 orang yang sangat luar biasa besar, tapi saya percaya dari cara Lukas menulis, Lukas memberikan penghargaan lebih besar kepada perempuan tua yang sepertinya tidak punya keahlian apa-apa, yang kata-katanya pun tidak dicatat, tetapi yang punya bagian paling penting sebelum Kristus datang yaitu mendoakan kedatangan Sang Juru Selamat selama 84 tahun. Kiranya ini menjadi kekuatan bagi kita untuk mempunyai pengharapan yang sejati di dalam Tuhan dan mempunyai doa yang sungguh-sungguh diperkenan oleh Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Hidup dalam Pengharapan yang Benar

(Lukas 2: 21-32)
Ketika Yesus genap 8 hari, Dia disunat. Dan dikatakan ketika ibunya sudah menjalani waktu cemar, maka Yesus diserahkan kemudian mereka mempersembahkan burung merpati dan burung tekukur. Semua prinsip-prinsip ini adalah yang Tuhan nyatakan dengan ketat di dalam Perjanjian Lama. Tuhan mau Israel ikut dalam kebiasaan yang mengarahkan mereka untuk mempunyai 2 hal. Pertama, mereka harus punya identitas sebagai anak Tuhan. Identitas ini akan muncul di dalam ibadah kepada Tuhan dan tindakan-tindakan upacara keimaman mereka. Lalu hal kedua yang Tuhan juga nyatakan adalah bahwa kehidupan yang kudus dan taat kepada Tuhan menjadi tanda ketaatan kepada Tuhan. Ini merupakan sesuatu yang Tuhan tuntut dulu dan Tuhan tuntut juga sekarang. Tuhan tidak pernah ubah tuntutuanNya dalam hal ini. Kita mesti punya tanda sebagai orang Kristen sejati. Kita mesti punya ciri yang Tuhan mau ada. Maka Tuhan melatih orang Israel untuk mempunyai cara-cara ibadah yang spesifik dan penuh dengan makna. Mengapa begitu banyak tindakan-tindakan yang sulit dimengerti tapi mereka praktekan? Karena mereka sedang hidup di masa penantian, mereka menanti kapan Yesus datang, kapan Sang Mesias itu datang, kapan Kerajaan Allah datang. Inilah hal yang membuat orang dapat waktu mereka membaca Perjanjian Lama, Tuhan memanggil umatNya untuk mendirikan baginya suatu Kerjaan yang Kekal. Tuhan memanggil Anak Daud untuk menjadi Raja atas Kerajaan in. Tuhan mempersiapkan satu umat untuk masuk boleh menjadi bagian dari Kerajaan yang Tuhan sedang nyatakan ini. Maka orang Israel mesti dilatih, mereka mesti dibimbing dan mereka mesti dituntun untuk menjalani setiap hal yang mempunyai makna penebusan bagi mereka. Maka Tuhan meminta kepada Abraham dan keturunannya “engkau mesti mempunyai tanda ini, yaitu hendaklah setiap laki-laki di rumahmu disunat dan setiap anak yang akan lahir nanti disunat pada hari ke-8”. Kita tidak mengerti makna sunat kalau kita tidak melihat penggenapannya di dalam surat Paulus dalam Galatia. Di dalam Surat Galatia, Paulus mengatakan bahwa kita sudah masuk dalam umat yang bersunat karena tubuh kita yang lama sudah dilepas, sudah dibuang, sudah disingkirkan dan sekarang kita mempunyai tubuh yang baru. Berarti makna sunat adalah dilepasnya tubuh yang lama lalu mengenakan tubuh yang baru, ini baru genap setelah kita berada di dalam Kristus. Maka selama penantian sebelum Kristus datang, umat Tuhan dituntun dengan ketat, dengan penuh kasih dan dengan berbagai tata cara yang penuh makna. Makna itu hanya bisa kita mengerti kalau dikaitkan dengan Kristus. Ini sesuatu yang harus lihat, Perjanjian Lama kalau tidak kita kaitkan dengan Kristus, semuanya penuh dengan kisah kegagalan, semuanya penuh dengan kisah pemberontakan, semuanya penuh dengan pernyataan kalah, gagal, rusak, memberontak dan akhirnya dibuang oleh Tuhan. Kitab yang diawali dengan kalimat bagus sekali, kata-kata indah dari Tuhan “sungguh amat baik” ternyata harus diakhiri dengan Israel dibuang. Yehuda dibuang, Samaria hancur, Yerusalem sudah tidak lagi menjadi sebuah kota. Jadi umat Tuhan dipanggil dengan pengharapan besar, tetapi kemudian mengalami kehancuran. Tetapi dalam Maleakhi dikatakan “Aku akan perbaiki, Aku akan mengirim seorang utusan, Aku akan mempersiapkan jalan bagi kedatangan Sang Raja. Jadi Perjanjian Lama ditutup dengan pengharapan adanya Sang Raja yang akan datang. Jadi pengharapan untuk kerjaan dipulihkan tetap ada, pengharapan supaya ada seorang raja itu datang dan mendirikan kerajaannya, itu tetap ada. Maka Israel dibimbing sebagai sebuah bangsa untuk menyatakan pengharapan ini sekaligus sebagai pernyataan “kamu yang gagal tidak mungkin berhasil menjalani fungsi sebagai umat Tuhan kalau Sang Raja itu belum datang”. Perjanjian Lama menunjukkan kegagalan dan pengharapan. Perjanjian Baru menunjukan kegenapan di dalam pengharapan. Tapi inilah keanehan orang Yahudi, “kami lakukan ini”, tapi Kristus sudah datang, “pokoknya kami lakukan ini karena disuruh”. Inilah satu sifat ketaatan yang luar biasa, tapi sayang lupa otoritas. Nurut, tapi ketika yang lebih berotoritas datang tidak mau nurut, memberontak kepada yang seharusnya tidak boleh diberontak dan taat kepada yang seharusnya tidak perlu ditaati. Saudara hati-hati dalam melihat otoritas dan hati-hati waktu Saudara menjadi otoritas.

Maka waktu Yesus datang ke dalam dunia, Yesus mengetahui Dia mempunyai tradisi yang harus Dia ikuti, tetapi Dia datang bukan hanya untuk ikut tradisi melainkan juga untuk menggenapi dan memberikan pengharapan yang baru kepada umat Israel. Kristus datang dan ketika Kristus datang, Dia dituntut oleh Tuhan untuk mengikuti semua prisnisp, tetapi perbedaannya dengan orang lain adalah Dia harus memberikan kegenapan di dalam apa yang Dia sedang lakukan. Maka Dia lahir ditengah-tengah papa dan mama, kedua orang tua yang meskipun papanya bukan secara biologis, tetpai Tuhan di dalam kedaulatanNya memakai Maria dan Yusuf untuk menjadi orang tua yang saleh, mendidik anakny abaik-baik, lalu menyerahakan Anaknya kepada Tuhan. Orang tuaNya langsung memberikan Anaknya kepada Tuhan dengan semua prinsip yang dituntut oleh Tuhan kepada seluruh orang Israel. Tuhan kalau menuntut satu umat, Tuhan mau seluruh umat mengerti apa yang sedang Dia tuntut. Saudara kalau menjadi orang tua, Saudara tidak mengerti tuntutan Tuhan kepada Saudara sebagai orang tua, Saudara celaka besar. Orang yang tidak tahu apa yang harus dikerjakan dalam cara Tuhan, orang itu sedang tersesat dalam hidup. Maka Tuhan memberikan kepada Yusuf dan Maria langsung mereka tahu hari kedelapan harus sunat. Mengapa sunat? anakku adalah bagian dari umat Tuhan, meskipun Dia menjadi bagian untuk menggenapi seluruh apa yang Tuhannyatakan di dalam Perjanjian Lama, tetapi Dia adalah bagian dari umat Tuhan. Inilah keunikan dari Kristus, Dia mempunyai kedaulatan mutlak tetapi Dia juga mempunyai kebergantungan mutlak kepada Bapa di sorga. Dia mempunyai segala kuasa, tetapi rela menyerahkan Dirinya di tangan manusia fana. Waktu mamaNya gendong, seperti seorang ibu sedang menggendong bayi kecil yang tidak punya kekuatan apa-apa. Yesus memberikan diriNya untuk bergantung kepada yang lain, meskipun DiriNya sendiri adalah Sang Allah, Pribadi Kedua, yang dikatakan Kolose, yang memegang segala ada yang ada dengan Firman yang penuh dengan kekuasaan. Kristus menopang semua dengan Firman yang penuh kekuasaan, tetapi Dia sendiri rela menjadi bayi yang kecil yang ditopang oleh orang lain. Inilah yangoleh Jonathan Edwards disebut sebagai conjuction of diverse excellencies, maksudnya adalah Kristus mempunyai satu perbedaan yang sangat bersifat paradoks. Di satu sisi Dia yang paling mulia, di sisi lain Dialah yang paling rela dihina. Di satu sisi Dia menopang segala keberadaan dengan Firman, di sisi lain Dia rela ditopang oelh kedua orang tua dunia. Maka orang tua ini mengetahui tuntutan Tuhan, umat perjanjian mesti sunat, “anaku adalah juga umat perjanjian, aku serahkan untuk disunat”.

Kemudian yang berikut orang tuanya juga tahu bahwa anak sulung mesti ditebus. Karena dulu waktu Israel keluar dari Mesir, Tuhan mengatakan “sekarang Aku minta anak sulungmu. Karena anak sulungmu tidak mati waktu seharusnya anak-anak sulung mati”. Di sini kita baru mengerti di dalam Kitab Keluaran, Tuhan membunuh anak sulung orang Mesir, tapi Tuhan menuntut anak sulung orang Israel yang tidak Dia bunuh sekarang menjadi milikNya. Ini konsep penebusan yang sangat limpah dari Alkitab. Karena itu waktu di dalam Kitab Keluaran dikatakan orang Mesir anak-anak sulungnya semua mati, orang Israel anak sulungnya tidak mati. Apakah ini berarti orang Israel mendapatkan hal yang sewajarnya mereka dapatkan? “anak sulungku memang seharusnya tidak mati, orang Mesir itu yang sedang dihukum”. Tuhan memberikan pengertian langsung dibalik, Tuhan mengatakan “harusnya semuanya dihukum”, Israel bingung “anak sulung kami salah apa?”, “engkau menyembah berhala, orang Mesir menyembah berhala, orang Mesir berdosa, engkaujuga berdosa. Orang Mesir rusak, engkau juga rusak”. Jangan pikir kita lebih baik dari dunia, dunia rusak Saudara juga bisa ikut rusak. Anak sulung Israel juga harus mati, tapi Israel boleh punya anak sulungnya tetap hidup di hadapan Tuhan. Lalu Tuhan mengatakan “karena mereka tetap hidup, mereka milikKu dan harus ditebus”. Lalu kita berpikir “kapan ya dari anak sulung beralih ke Lewi?”, ternyata ini terjadi waktu orang Israel ada di gunung, waktu mereka di kaki gunung, lalu Musa naik ke atas untuk mendapatkan 10 Hukum Taurat. Waktu Musa naik ke atas, di atas dia mendapatkan ajaran dari Tuhan, dia mendapatkan 10 Hukum, tapi dia puluhan hari di atas, tidak turun-turun, yang di bawah mulai gelisah. Lalu Harun mengatakan “jangan takut sebab ada Tuhan yang memimpin kita. Sekarang semua lepas anting, lepas semua perhiasaan emas”. Dikumpulkan semuanya lalu dibuat patung anak lembu emas dan Harun mengatakan “jangan takut, Musa kalau tidak kembali, sudah ada tuhan yang yang membimbing kita, yang menuntun kita keluar dari Tanah Mesir dan menuntun kita ke tanah perjanjian. Maka mereka semua bersorak, merkea melakukan upacara penyembahan kepada Tuhan dengan cara yang sangat memalukan. Alkitab mencatat waktu bangsa lain melihat cara orang Israel menyembah Tuhan mereka, bangsa lain langsung geleng-geleng kepada betapa rusaknya ini. Dia ambil 2 loh batu, dia lemparkan sampai hancur, waktu baca bagian ini saya heran mengapa Tuhan tidak marah kepada Musa? Karena waktu Musa marah, Tuhan juga sedang marah. Tuhan tidak larang Saudara untuk marah, yang menjadi pertanyaan waktu engkau marah, Tuhan sedang marah tidak? Kalau engkau sedang marah untuk sesuatu yang kecil, Tuhan marah sama kamu. Tapi kalau engkau marah dan memang Tuhan sedang marah, itu Tuhan hargai. Siapa yang perasaannya selaras dengan Tuhan, itu bahagia sekali. Waktu itu seluruh suku berdiri di sisi yang menyembah, hanya orang Lewi yang tetap setia menyembah Tuhan. Maka Tuhan ubah, tidak lagi anak sulung yang melayani, orang Lewi saja. Jadi Saudara jangan pikir Tuhan harus pakai kita, Saudara merasa orang penting, Saudara mengatakan “Tuhan pasti pakai saya”, Tuhan mengatakan “anak sulung Aku singkirkan dan Aku ganti dengan orang Lewi” Tuhan akan bangkitkan orang yang lebih sanggup dan lebih dipakai oleh Tuhan, dari pada orang-orang sombong yang merasa dirinya paling penting di dalam pelayanan. Maka waktu Tuhan melihat orang Lewi tetap setia, pada waktu itu Tuhan mengatakan “orang Lewi akan selamanya melayani Tuhan, di kemah suci, di tempat pertemuan, di tempat ibadah dan di dalam korban pagi, korban petang dan korban-korban salah”. Jadi sekarang orang Lewi diangkat. Kalau begitu anak sulung adalah pilihan yang gagal? Tidak, karena Kristus menggenapi kepada yang sulung, anak sulung akhirnya menjadi imam sejati, tapi bukan semua anak sulung, melainkan Kristus sebagai buah sulung dan kita semua sebagai umat yang sulung, demikian dikatakan Paulus. Maka Paulus mengatakan anak sulung siapa? Kristus, kita siapa? buah sulung penebusan Kristus. Lalu apa yang kita lakukan? menjadi imam seperti panggilan mula-mula dari Tuhan kepada anak sulung yang luput dari maut. Ini kaitan benang merah dari Alkitab yang begitu indah, maka Saudara melihat ini sebagai bukti Allah adalah Allah yang berfirman dari Kejadian sampai Wahyu. Maka waktu Tuhan memanggil anak sulung dan gagal, Kristus menggenapi. Itu sebabnya pada waktu Kristus dibawa ke Bait Suci dan ibuNya mempersembahkan merpati dan tekukur, ini adalah momen dimana Tuhan mengatakan “sekarang Anak Sulung kembali melayani”. Itu sebabnya di dalam Alkitab, Imamat Lewi bukanlah imamat kekal. Waktu Tuhan mengatakan “kekal imamatmu” itu tidak dimaksudkan orang Lewi, tetapi orang-orang yang akan menggantikan orang Lewi yaitu kaum tebusan yang sulung, yaitu gereja. Inilah yang Tuhan inginkan, maka Kristus menjadi yang Sulung untuk menjadi Imam kembali. Maka Maria membawa persembahan burung tekukur dan burung merpati. Apakah anak sulung harus ditebus dengan persembahan ini? tidak, persembahan anak sulung harusnya adalah sapi, kambing, domba, tetapi bagi yang tidak mampu silahkan persembahkan burung merpati dan tekukur. Berarti Yusuf dan Maria golongan miskin karena mereka miskin mereka tidak sanggup untuk beli yang lebih mahal, maka mereka persembahkan seekor burung dan burung tekukur untuk menjadi tebusan bagi Kristus. Apakah ini berarti Kristus berdosa dan perlu ditebus? Tidak, Kristus menebus kembali penggilan terhadap umat sulung untuk menjadi imam di hadapan Allah.

Ini peristiwa yang sangat penting, waktu orang tua Kristus memberikan korban bagi Dia sebagai persembahan anak sulung, yang sadar ini peristiwa penting hanya 1, seorang bernama Simeon. Di dalam ayat 25 dikatakan “adalah seorang di Yerusalem bernama Simeon, ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel, Roh Kudus ada di atasnya”. Dikatakan Roh Kudus ada di atasnya, Roh Kudus memenuhi dia. Apa tanda orang dipenuhi Roh Kudus? Ayat ini mengatakan orang yang dipenuhi Roh Kudus itu peka lihat Kristus ada di mana. Kristus ada di Bait Suci, dia datang. Kristus, FirmanNya diberitakan di gereja mana, orang yang dipenuhi Roh Kudus akan peka. Waktu Kristus datang dibawa oleh orang tuaNya, orang tuaNya mempersembahkan korban, semua berpikir “ini keluarga miskin yang tidak penting” tapi ada satu dipimpin Roh Kudus, seorang bernama Simeon. Lalu Simoen yang dipimpin oleh Roh Kudus itu mengatakan “sekarang saya melihat Dia yang diurapi oleh Tuhan”, lalu dia minta ijin apakah dia boleh menggendong anak itu. Ini peristiwa yang luar biasa, waktu Simeon menggendong anak itu di tangannya, Simeon mengatakan “Tuhan, sekarang aku sudah boleh mati”. Pada bagian ini kita diingatkan oleh Simeon bahwa hidup manusia itu harus ada 3 aspek paling penting. Aspek yang pertama adalah aspek moral yang benar. Tanpa moral yang benar Saudara tidak mungkin menjadi manusia yang sejati. Aspek yang kedua dikatakan di dalam ayat yang ke-25 “adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon, dia adalah seorang yang benar secara moral dan saleh” ini berarti dia hidup di dalam keadaan cinta Tuhan dan rindu menyembah Tuhan. Ini pengertian yang dalam yang harus kita tahu. Kebenaran dan kesalehan dijadikan satu, dikombinasikan indah dalam kehidupan spiritual seseorang, ini sangat indah luar biasa. Apakah kita orang benar? Punya moral yang baik? Punya tuntutan hidup yang baik di hadapan Tuhan? Punya satu tuntutan yang peka akan standar itu? Kalau aku melewati ini, aku tidak boleh, aku bertahan dalam cara hidup yang benar. Orang yang baik, orang yang benar di hadapan Tuhan adalah orang yang punya standar moral yang peka terhadap tuntutan kebenaran Tuhan. Tapi bukan hanya itu, selain punya tuntutan yang sangat tinggi dan tepat mengenai kehidupan moral, dia juga punya satu semangat menyala-nyala untuk menyembah Tuhan dan membela kekudusan Tuhan, inilah yang disebut dengan kesalehan. Orang saleh adalah orang yang benar-benar mau menyatakan kemuliaan nama Tuhan. membela kekudusan nama Tuhan dan mencintai setiap momen di mana dia boleh hidup bersama dengan Tuhan. Di dalam bagian ini dikatakan Simeon seorang yang benar dan saleh. Benar dan saleh harusnya cukup, oran gyang moralnya baik, dorongan untuk menyembah Tuhan baik, sudah cukup, perlu tambah apa lagi? Tapi bagian ini menambahkan Simeon juga orang yang menantikan penghiburan bagi Israel. Ada hal ketiga, yaitu pengharapan. Kekudusan kita tidak akan bertumbuh makin suci kalau kita tidak punya pengharapan. Ternyata pada bagian ini Simeon mengingatkan kita harus ada yang ketiga, menantikan penghiburan. Manusia kalau tidak punya pengharapan itu manusia yang kasihan sekali. Ada seorang teolog dari Inggris yang bernama Lesslie Newbigin, dia mengatakan manusia tanpa pengharapan adalah manusia yang paling kasihan, karena meskipun dia memiliki segala sesuatu tapi dia tidak memiliki pengharapan, dia adalah manusia ciptaan yang punya potensi sangat besar tetapi yang menikmati segala potensi itu dengan kekosongan. Saudara kalau tidak punya pengharapan tidak akan punya semangat hidup. Saudara punya pengharapan baru Saudara akan melangkah untuk mengharapkan sesuatu. Kalau Saudara keluar dari rumah, Saudara berharap akan tiba di tempat yang lain, kalau tidak Saudara akan berkeliling jalan-jalan seperti orang yang tidak punya tujuan. Orang yang keluar rumah tanpa tahu kemana akan aneh sekali tingkahnya. Maka saya mau tanya apa pengharapan Saudara? Jangan-jangan Saudara kerjakan hari demi hari dengan pengharapan nol, karena Saudara tidak tahu mau mencapai apa di dalam hidup.

Maka Newbigin mengatakan manusia yang kasihan adalah manusia yang tanpa pengharapan. Tapi juga sama kasihannya adalah manusia yang pikir dia punya pengharapan tetapi dia tidak tahu bahwa pengharapan itu bukan pengharapan dari Tuhan. Kalau pengharapan itu bukan dari Tuhan bagaimana dia tahu bisa mendapatkan, karena Tuhanlah yang sanggup untuk memberikan janji lalu menggenapi janji itu. Tapi saya tambahkan sedikit, orang juga kasihan kalau berharap pada Tuhan tetapi berharap untuk sesuatu yang Tuhan tidak pernah janjikan. Saudara bisa salah, bisa sangat kecewa sama Tuhan karena pertama Saudara tidak tahu Tuhan sanggup menjalankan janjiNya, Tuhan sudah berjanji, Saudara baca janji Tuhan, Saudara biasa-biasa saja. Betapa penuhnya hati orang yang tahu Tuhan sanggup menjalankan janjiNya. Ketika dia sedang berada di dalam kekurangan lalu Tuhan mengatakan “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau”, ini limpah sekali. Tetapi kalimat ini menjadi nothing kalau Saudara tidak percaya kalimat itu. Saudara tidak percaya Tuhan mau dan sanggup lakukan, Saudara tidak tahu Tuhan sanggup, Saudara tidak percaya Dia mau, maka janji Tuhan cuma lewat begitu saja. kadang-kadang kita baca Alkitab dengan janji yang begitu besar, tapi kita lewati dengan begitu saja, ini kasihan. Saudara tidak bisa minta Tuhan laksanakan janji yang Dia tidak pernah dalam kedaulatanNya ucapkan. Maka hal kedua, saya mengharapkan janji Tuhan pasti kecewa, karena saya minta apa yang tidak pernah Dia janjikan. Hal ketiga yang membuat kecewa terhadap janji Tuhan adalah karena kita berpikir waktu Tuhan menyatakan janjiNya, kita dengan segera akan mendapatkan kegenapanNya. Jadi saya tahu Tuhan berkuasa, saya tahu Tuhan janjiNya seperti apa, persis saya tahu, tapi hal ketiga saya tidak punya kesabaran untuk lihat janji itu jadi. Janji Tuhan yang besar akan dinyatakan dan kita boleh berharap pada janji itu, tetapi Tuhan melatih orang-orang di Perjanjian Lama untuk beriman sekaligus sabar. Berarti beriman itu identik dengan sabar. Di dalam Ibrani 11 bicara tentang pahlawan iman, apa karakteristik dari para pahlawan iman? Karakteristiknya adalah mereka sabar menantikan janji Tuhan dengan kesabaran yang luar biasa. Abraham dapat janji Tuhan pada umut 75, kapan digenapi? Digenapi ketika Kristus mati di kayu salib. Tahu dari mana? Dari Yohanes 8 yang mengatakan “Bapamu di sorga, bapamu Abraham di sorga bersukacita melihat hariKu”. Hari Yesus adalah hari yang Tuhan sudah janjikan, hari waktu Dia dipaku di kayu salib menebus umat manusia. Inilah hari dimana janji anugerah Tuhan akan disebarkan di seluruh dunia akan mulai terjadi. Jadi kalau Kristus tidak mati di kayu salib, janji kepada Abraham tidak akan tersebar ke seluruh dunia. Tapi sekarang Kristus mati di kayu salib, janji kepada Abraham tersebar ke seluruh dunia. Kapan waktunya? waktu Tuhan, bukan waktu Abraham, bukan waktu Musa, buakn waktu Elia, bukan waktu Maleakhi. Maka ketika Tuhan genapi, semua yang pernah mengharapkan janji itu akhirnya bersuka cita, sekarang Tuhan sudah genapi. Kita akan kecewa dengan janji Tuhan kalau kita pikir Tuhan akan kerjakan di dalam waktu kita, padahal belum tentu.

Inilah mengenai pengharapan, Saudara harus punya pengharapan untuk mempunyai kerohanian yang makin bertumbuh, berharap kepada Tuhan yang benar, berharap pada janji yang benar, dan berharap pada waktu sesuai dengan kedaulatan Tuhan. Ketika kita mempunyai pengharapan seperti ini, barulah kita tahu bahwa Allah yang memberikan pengharapan itu mau kita bergantung kepada Dia, mau mengikuti Dia, mau supaya kita benar-benar berpaut kepada Dia di dalam kita menantikan janji Tuhan. Ini yang dilakukan Simeon. Maka setelah Simeon melihat “sekarang ya Tuhan, janjiMu yang aku harapkan itu sudah terjadi, sekarang aku boleh meninggalkan dunia ini”. Menurut dia pengharapan itu adalah yang paling besar yang diharapkannya. Sekarang pertanyaannya adalah apa yang Saudara benar-benar ingin capai? Waktu Saudara sudah capai, Saudara mengatakan “sekarang ya Tuhan, aku boleh meninggalkan dunia ini”. Kalau apa yang Saudara ingin capai itu selaras dengan yang secara besar Tuhan mau kerjakan, maka Saudara akan bahagia. Tuhan mau kerjakan KerajaanNya dinyatakan di dunia, lalu Saudara berbagian dalam bagian Saudara, Saudara akan bahagia. Kalau apa yang kita kerjakan selaras dengan apa yang Tuhan sedang kerjakan di dalam sejarah, tidak mungkin kita tidak mendapatkan bahagia yang Tuhan sedang nyatakan itu. Maka biarlah kita belajar menjalankan apa yang Tuhan mau, dan kita tidak mau atur Tuhan untuk menjalankan apa yang kita mau. Kalau Saudara mau ikut Tuhan, berarti kita ikut Dia, Dia pergi kemana, kita ikut. Kalau Saudara ikut orang, Saudara tidak bisa sembarangan perintah orang. Maka waktu Saudara mengikuti rencana Tuhan, Saudara seperti menumpang apa yang Tuhan sedang kerjakan. Kita tidak bisa atur Dia. Biarlah kita melihat bagian hidup kita sebagai bagian kecil yang akan menjalankan seluruh rencana Tuhan yang besar. Apa bagian Simeon? Bagian Simeon sepele, cuma berdoa, berharap Mesias datang. Dan ketika Mesias datang, Simeon mengatakan “sekarang ya Tuhan, yang saya harapkan sudah terjadi, panggilah saya pulang”. Itu sebabnya banyak pekerjaan-pekerjaan kecil yang tidak berarti, nanti di sorga dapat pujian jauh lebih besar dari pada orang-orang yang kerjakan yang besar. Simeon sepertinya memiliki pekerjaan yang kecil, dia berdoa bagi Israel, dia memohon supaya Sang Mesias datang, dia tekun lakukan itu. Waktu Sang Mesias datang, dia mengatakan “tugasku selesai, sekarang aku boleh pulang kembali ke tempat Allahku di sorga”. Harap waktu kita sampai pada saat yang akhir, kita pun mengatakan hal yang sama. Saudara tidak mau saat akhir Saudara mengatakan kalimat-kalimat yang menyedihkan hati “aku belum mau pergi, masih banyak yang belum selesai kukerjakan. Aku menyesal sekali, mengapa aku mencari hal-hal yang kosong dan tidak berarti”, Saudara kalau cari uang lalu tumpuk sebanyak mungkin, nanti akhirnya Saudara akan mengatakan “mengapa hanya uang saja”. Saudara kalau kerjakan banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang Tuhan mau, nanti pada akhirnya Saudara akan mengatakan “waktu sudah terbuang, aku tidak bisa kembali”. Mari kita hidup dengan cara seperti yang diajarkan Simeon, jalani apa yang Tuhan mau dalam target besar pengharapan yang Tuhan berikan, baru kita bisa mengatakan “Tuhan, aku mau berharap ketika Tuhan menyatakan pekerjaan Tuhan, Tuhan menyatakan kegenapan Tuhan, aku akan bersuka cita di situ”. Mari ktia punya pengharapan, pengharapan sama pentingnya dengan kebenaran, sama pentingnya dengan hidup suci. Karena orang yang tanpa pengharapan akan menjalani hidup kering, begitu mudah patah, begitu mudah kehilangan semangat. Mari hidup dengan penuh kelimpahan, mari kita katakan “Tuhan, aku harapkan ini terjadi, dan aku akan kejar. Aku akan belajar bertekun menantikannya terjadi, tapi sambil menanti aku akan kejar apa yang aku boleh berbagian di dalamnya”. Ini membuat gereja Tuhan boleh terus dibawa kepada Tuhan dan gereja Tuhan boleh terus belajar untuk menikmati relasi dengan Tuhan. Maka biarlah kita memiliki pengharapan seperti Simeon dan kita boleh menikmati apa yang Tuhan janjikan dalam hidup kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Let All Things Now Living

Hymn “Let All Things Now Living” diciptakan oleh Katherine Davis pada abad ke-19. Katherine K. Davis adalah seorang pianis, organis, dan komponis yang mempelajari piano sejak dini dan mulai membuat lagu-lagu sejak umur 15 tahun. Ia memenangkan Billings Prize untuk komposisi lagunya setelah ia lulus dari SMA St. Joseph. Ia melanjutkan studi musiknya di New England Conservatory of Music, dan kemudian melanjutkan studinya pula di Paris dengan seorang ahli musik terkenal Nadia Boulanger, yang adalah guru dari banyak komposer di abad ke-20.
Melihat latar belakang Katherine Davis yang begitu hebat dalam dunia musik, kita pasti membayangkan lagu yang ia ciptakan adalah lagu yang sulit, rumit, dan megah. Namun ketika kita mendengarkan hymne “Let All Things Now Living”, hymne ini memiliki tempo yang sedang, nada yang tidak sulit dinyanyikan (1 oktaf lebih 1 nada), chord progression yang tidak banyak, dan pola yang sederhana (A – B – A’). Justru dalam kesederhanaan bentuk lagu ini Katherine K. Davis dapat membawa kita mengucap syukur dengan riang!
Lagu sederhana ini dibuat oleh komposer yang mendalami dunia musik, dan memiliki kelimpahan dalam kesederhanaannya.

Kelimpahan tersebut bisa kita lihat dari kata-katanya. Hymne ini mengajak kita untuk mengucap syukur pada Tuhan yang adalah Allah kita, pencipta kita, yang berdiam bersama-sama kita, yang menyertai kita hingga akhir hari-hari kita, dan yang melindungi kita. Lalu setelah menjabarkan siapa Allah kita, pada bagian refrain lagu ini memberitau kita betapa bahagia memiliki Allah yang berada di pihak kita, menerangi jalan kita, bahkan di malam hari.
Bait pertama ditutup dengan nada yang sama dengan nada sebelum refrain, menggambarkan konklusi dari kalimat yang semula kita nyanyikan, “sampai bayang-bayang sudah berlalu, ketakutan hilang, kita berjalan dari terang ke terang”. Bait kedua menggambarkan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya di bumi. Dalam bintang, matahari, bukit dan gunung-gunung, sungai dan air terjun, dan dalamnya lautan, semua itu memproklamasikan kebesaran Tuhan.

Lalu pada bagian refrain-nya mengajak kita untuk menyanyikan lagu memuji kebesaran-Nya, dengan hati penuh sukacita. Kembali ke nada awal, konlusi bait kedua adalah “mari semua yang hidup, bersatu bersyukur bersama. Kepada Tuhan di tempat tinggi, Hosanna dan pujian”.

 

 

 

 

Like a River Glorious

Di tengah-tengah kehidupan kita, terkadang kita merasakan gelisah dan
merasa bingung dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai natur alami dari
manusia, manusia pasti mencari kedamaian bagi dirinya. Damai di sini dapat
berupa bebas dari segala sesuatu yang meresahkan seperti peperangan,
perselisihan, ataupun damai yang diinginkan adalah kedamaian secara pikiran
(psychology).

Kemanakah kita mencari “kedamaian” yang kita inginkan
tersebut???

Saat ini kita hidup ditengah dunia yang telah jatuh dalam dosa dan
tidak memiliki pengharapan. Kedatangan Kristus ke dalam dunia untuk menebus
dosa-dosa kita di atas kayu Salib memberikan pengharapan dan pendamaian
hubungan kepada orang percaya dengan sang Bapa. Ini merupakan salah satu
kedamaian yang dimiliki orang percaya, yang diperoleh melalui Kristus.

Lagu baru yang kita nyanyikan pada hari ini, “Like a River Glorious”,
diciptakan oleh Frances R. Havergal (1836-1879), yang merupakan komposer
hymn, poetess (penulis puisi), dan seorang penulis renungan. Frances R.
Havergal hidup sezaman dengan Fanny J. Crosby, yang juga komposer hymn
yang telah menulis lebih dari 8500 hymn, namun mereka sama sekali tidak
pernah bertemu dan berkomunikasi melalui surat. Beliau merupakan anak dari
seorang minister di gereja Inggris. Sejak umur 4, Frances R. Havergal sudah
membaca dan menghafal ayat Alkitab. Tahun 1876, Frances R. Havergal terkena
penyakit yang hampir merenggut nyawanya. Namun ditengah keadaan tersebut,
dia masih dapat berkata, “If I am really going, it is good to be true”. Dia tetap
dapat tenang meskipun dalam kondisi seperti itu. Setelah sembuh dari
penyakitnya dia menulis hymn “Like a River Glorious”, terngiang akan janji
Tuhan yang diberikan kepada kita dalam kitab Yesaya pasal 48:18 (ESV: “Oh that
you had paid attention to my commandments! Then your peace would have
been like a river, and your righteousness like the waves of the sea”), dia juga
menggabungkannya dengan pasal 26:3 (ESV: “You will keep him in perfect peace,
whose mind is stayed on You, because he trust in You”). Lagu “Like a River
Glorious” menggambarkan damai yang diberikan tersebut.

Melodi dalam lagu tersebut menggambarkan suatu melodi layaknya seperti sungai yang alirannya stabil, tenang, dan peacefully. Sewaktu kita menyanyikan lagu ini kita dapat merasakan alunan melodi yang tenang dan tidak memiliki kontras yang terlalu tajam pada setiap perpindahan notnya. Perhatikan not-not yang ada pada masing-masing baris, perpindahan rata-rata antar not satu ke not lainnya (dalam 1 baris tersebut) berkisar 1 dan 2 (Do ke Mi berjarak 2, Do ke Re berjarak 1).
Sebagai contoh, mari kita perhatikan not pada baris pertama:
1 1 2 2 | 3 . 5 . | 4 4 2 2 | 3 . . .
Dimulai dengan Do, kemudian perlahan naik perlahan sampai ke Sol (5) dan turun kembali secara perlahan sampai ke 3. Jika kita perhatikan masing-masing not per-baris (sesuai warta), alunan not tersebut menggambarkan suatu aliran yang stabil dan tidak berubah drastis (misalkan dari Do oktaf bawah ke Do oktaf tinggi, berbeda 1 oktaf). Pada lagu ini masing-masing perpindahannya stabil dan tenang. Secara keseluruhan kita dapat melihat bahwa note painting pada lagu ini ingin menggambarkan suatu aliran sungai yang tenang dan damai!
Marilah kita menyanyikan lagu ini dengan hati yang penuh dengan damai yang telah Kristus berikan kepada kita orang percaya melalui kematian-Nya di atas kayu Salib. Ditengah kehidupan yang kita jalani dan mengalami banyak masalah, kita harus selalu ingat bahwa hanya Kristus yang memberikan kedamaian bagi kita, seperti halnya Frances R. Havergal, ditengah penyakit yang dideritanya, dia masih bisa merasakan damai sejahtera dari Kristus dalam hidupnya!

Kuheran Juruselamatku ~ Alas! and Did My Saviour Bleed?

Seringkali kita menjalani hidup Kristen yang terpecah: di hari-hari biasa
kita hidup tanpa Kristus, di hari Minggu kita kembali mengingat Kristus. Hidup
yang demikian bukanlah hidup Kristen yang sejati. Hidup Kristen yang sejati
adalah hidup yang dijalani dengan visi Kristus, yakni memberikan diri untuk
menggenapi kehendak Bapa dalam melayani dan mengasihi sesama. Hidup
yang demikian adalah hidup yang didorong oleh cinta kasih, baik kepada Allah
maupun kepada sesama kita yang adalah gambar Allah.
Mungkinkah kita menjalani hidup yang penuh cinta kasih dengan
konsisten? Kita tidak mungkin menjalani hidup sedemikian tanpa selalu
kembali memandang salib Kristus. “Kita mengasihi karena Allah terlebih dahulu
mengasihi kita” (1 Yoh. 4:19). Cinta kasih Kristus adalah mata air cinta kasih
yang tak henti-hentinya mengisi kekosongan hati kita, sehingga kita dapat
mengasihi.
Himne yang ditulis Isaac Watts ini menyatakan keheranannya akan cinta
kasih Kristus:
Alas! and did my Saviour bleed and did my Sovereign die?
Benarkah Juruselamatku berdarah dan Rajaku mati?
Would He devote that sacred head for such a worm as I?
Akankah Dia memberikan kepala kudus itu untuk manusia menjijikan seperti
aku?
Himne ini ditulis dalam bentuk common metre, yang suku kata tiap
barisnya berjumlah 8-6-8-6. Isaac Watts adalah seorang Puritan yang memiliki
talenta yang luar biasa. Ia menguasai bahasa Yunani, Latin, dan Ibrani sejak
lulus sekolah dasar. Sejak kecil, ia sangat suka membuat sajak. Pada waktu ia
berumur 20 tahun, ia menulis banyak himne yang terkumpul dalam buku
“Himne dan Lagu-Lagu Rohani”. Ia dipendetakan pada tahun 1702, ketika ia
berumur 28 tahun. Ia menulis buku-buku teologi, pendidikan, dan lagu rohani
untuk anak-anak. Salah satu pesan yang ia katakan melalui puisinya kepada
anak-anak berbunyi demikian :

In works of labour or of skill
dalam berbagai jenis pekerjaan
I would be busy too:
aku akan menyibukkan diri
For Satan finds some mischief still
karena iblis mencari-cari berbagai kenakalan
For idle hands to do.
untuk dikerjakan oleh tangan yang menganggur
Jika Isaac Watts telah memberikan talentanya dalam bidang bahasa
untuk kemuliaan Allah, apakah hidup kita juga berbuah untuk mengagungkan
nama Yesus Kristus? Semoga cinta kasih Juruselamat kita yang mengherankan
itu terus mendorong kita untuk semakin hidup di dalam kasih.

Kaulah Ya Tuhan Surya Hidupku ~ Be Thou My Vision

Untuk mengenal himne kita harus belajar sedikit proses penciptaan lagu,
biasanya di dalam judul tertera nama judul lagu, pencipta syair/kata-kata dalam
lagu, pencipta musiknya, dan nama tune-nya. Kita akan melihat pembahasan di
minggu-minggu ke depan yang menjelaskan siapa penulis syair dari sebuah lagu.
Semisal Isaac Watts yang seorang pembuat puisi, kita melihat keindahan
literatur dalam lirik dalam himnenya. Atau Mazmur dan ayat alkitab sebagai lirik
himnenya.
Nah lalu di sebelah penulis syair biasa tertera pencipta lagu/musiknya
atau dari mana terciptanya. Seperti William Duane menciptakan musik untuk
Fanny Crosby atau Handel dalam menciptakan musik untuk Isaac Watts.
Tidak jarang juga pencipta lagu sekaligus menuliskan liriknya, kita dapat melihat
lagu-lagu Reginald Heber (Holy, Holy, Holy!) atau Felix Mendelsohnn (Ya Tuhan
Dengarlah Doaku).
Tetapi lagu dan musik yang diciptakan dapat didaur ulang sesuai dengan
kecocokan tema dan isi liriknya, sayangnya di Indonesia kita belum terlalu sering
menyanyikan lagu dengan lirik yang berbeda. Contohnya adalah lagu yang
minggu kemarin kita nyanyikan, “Mulia dan Menang” ada alternatif lirik lain
bernama “Hai Putri Sion”. Contoh lainnya “Blood and Righteousness” (Darah dan
Kebenaran-Mu) ada lirik lainnya yaitu “Where Cross the Crowded Ways of Life”.
Musik tidaklah netral, ia bercerita dengan pergumulan emosi yang dalam
perubahan kunci dan tema bergabung dengan lirik dapat mengafeksi kita dalam
menyanyi. Oleh karena itu lirik yang berbeda dengan musik yang sama dapat
memperlihatkan afeksi yang secara luar biasa beragam. Kalau tidak percaya
coba nyanyikan lagu-lagu di atas.
Nama musik itu kita sebut tune, sering ditulis dengan huruf besar seperti
ANTIOCH atau dalam lagu “Be Thou My Vision” disebut SLANE. Tapi apakah itu
SLANE?

Pada abad ke-3 seorang missionaris yang takut akan Tuhan bernama
Patrick (atau lebih dikenal di barat dengan nama St. Patrick) membawa Injil ke
daratan Irlandia. Kedatangannya membawa Firman Tuhan ke negara yang masih
menganut paganisme, tidak disukai banyak pihak, termasuk Raja Logaire yang
merupakan penguasa setempat. Sang raja menitahkan bahwa sebelum musim
semi tidak diperbolehkan menyalakan api, karena dalam tradisi paganisme
mereka menyalakan api musim semi di bukit bernama SLANE. Namun paskah
dilakukan sebelum musim semi, dan Patrick tidak diperbolehkan menyalakan
lilin paskah.
Namun karena iman kepada Allah dan ketekunannya, sang raja mengalah
kepada Patrick dan membiarkannya mengadakan acara Paskah di tempat itu.
Lalu lilin paskah menyala pertama kali di bukit bernama SLANE, menjadi simbol
atas kekristenan menerangi daratan Irlandia. Secara turun temurun melodi ini
diteruskan dari generasi ke generasi, dan hingga kini diabadikan dalam lagu
bernama “Be Thou My Vision”.
Terlalu mudah bagi kita untuk melupakan hal seperti ini, di dalam
ketidakpedulian (ignorance), kita seringkali tidak mau atau malas untuk belajar
dan mengerti lebih dari sekedar apa yang kita lakukan secara rutin dalam gereja.
Dan di dalam ignorance ini timbul kebosanan, akhirnya kita membuang yang
membosankan itu dengan sesuatu yang baru yang tidak membosankan kita,
namun sayangnya tidak selalu bernilai. Mari kita bersama belajar untuk
mempelajari kesalahan manusia dalam sejarah, dan bagaimana Tuhan menjaga
gerakan yang murni dari zaman ke zaman

Mulia dan Menang ~ Thine is The Glory

Jika kita para pencinta sepakbola Eropa, kita pasti mengetahui Liga champions UEFA dan salah satu yang menarik perhatian adalah lagu reaminya “champions league” yang begitu megah dan indah. Namun sedikit yang mengetahui bahwa lagu itu menyomot satu bagian dari musik koronasi atau penobatan raja di Kerajaan Inggris.

Musik aslinya berjudul “Zadok the Priest”, yang menyatakan imam Zadok menobatkan Salomo sebagai raja Israel dan dimainkan pula dalam penobatkan ratu Elizabeth yang masih bertahta. Lagu dramatis dan begitu agung ini diciptakan oleh seorang komposer besar yang bernama G. F. Handel.

G. F. Handel merupakan salah satu komposer yang paling terkenal di seluruh dunia, salah satu ciptaannya yang paling terkenal adalah oratorio Messiah, Water Music, dan Fireworks Suite. Sebagai seorang Jerman yang belajar musik barok salam gereja Lutheran, belajar opera di Italia, dan belajar musik “court” di Inggris, perpaduan ketiga hal ini membuat Handel memiliki kualitas musik secara dramatis dan pengaruh afeksi yang paling tinggi dalam musik klasik. Mozart, Beethoven, dan Bach memiliki pengakuan yang sangat tinggi tentang Handel.

Handel pun menulis dan menginspirasi beberapa himne, seperti Joy to the World dan himne yang kita nyanyikan “Mulia dan Menang”. Himne ini diambil dari salah satu oratorio Handel berjudul Maccabaeus, menceritakan kisah heroik Judas Maccabaeus untuk pembebasan bangsa Israel dari penjajahan bangsa Seleucid (penerus Makedonia). Pada bagian “See the conquering hero comes”, yaitu yang dijadikan himne “Mulia dan Menang”, menceritakan kemenangan Judas Maccabaeus yang pulang ke Yerusalem setelah memenangkan pertempuran di Emaus. Handel menarik sebuah paralel kepulangan Judas Maccabaeus ke Yerusalem dalam kemenangan dengan kembalinya Tuhan Yesus dari kuasa maut dalam kemenangan. Lagu ini secara dramatis menggambarkan hal tersebut, di dalam aransemen aslinya terdapat tiupan terompet dan dentuman timpani.

Di dalam momen Paskah ini mari kita bersama merenungkan Tuhan kita yang telah menang dari kuasa maut. Tetapi juga kita tidak boleh lupa, di dalam kemenangannya, yaitu di tubuh-Nya yang baru, badan Tuhan Yesus masih tersisa lubang di tangan, kaki, dan perut-Nya, menandakan kematian-Nya di kayu Salib untuk menjadi korban pengganti dosa-dosa kita.
Lalu melihat hal ini bagaimanakah kita menyanyikannya? Lagu ini memiliki struktur A – B – A ‘. Perhatikan:
A
Mulia dan menang pada Tuhanku, yang bangkit kembali, dari kuasa maut,
B
kubur tak berdaya, t’rus menahan-Nya, malaikat yang mulia, saksi bangkit-Nya
A’
Mulia dan menang pada Tuhanku, yang mutla t’lah menang, atas kuasa maut
Dua baris pertama (A) merupakan statemen pertama tentang Tuhan kita yang telah bangkit kita nyanyikan dengan tegas, kemudian masuk dua baris kedua (B) bahwa menceritakan kubur yang tidak berdaya. Di bagian ini kita menyanyikannya dengan lebih lembut karena walau tak berkuasa tetapi Kristus pernah berada di situ. Lalu diteruskan kepada malaikat yang menjadi saksi, kita nyanyikan awalnya lembut kemudian menjadi makin keras seiring baris kedua (secara cressendo), lalu ditutup dengan dua baris terakhir (A’) yang dinyanyikan dengan keras (forte) sebagai simbol Ia datang dengan kemuliaan-Nya setelah mengalami kubur (B).
Marilah kita menyanyikan lagu ini sesuai dengan niat komposernya. Jika tidak maka himne yang indah ini menjadi kaku dan mati. Sudikah kita menyanyi dengan kaku di hadapan Kristus yang telah menang?

Kesatuan di dalam Kematian Kristus

(Filipi 3: 4-14)
Sebelumnya kita sudah membahas kematian dan kebangkitan Kristus membuat kita yang tadinya seteru sekarang menjadi anak karena apa yang seharusnya menjadi nasib kita atau keadaan kita karena kita seteru, itu dipikul oleh Kritus. Apa yang seharusnya menjadi keadaan Kristus karena Dia Anak, itu diberikan kepada kita. Inilah konsep pembenaran oleh iman yang menjadi pengertian pertama yang kita bahas mengenai kematian dan kebangkitan Kristus. Tapi ini bukan satu-satunya pengertian yang Paulus miliki dengan limpah dalam surat-suratnya. Kalau kita sangat reduktif berpikir tentang kematian, berarti dosa dihapus, kebangkitan berarti kita mendapat pembenaran dan diselamatkan, maka kita akan sulit melihat kelimpahan yang lain dari surat-surat Paulus.

Maka berikutnya Paulus mengidentikan kematian Kristus sama dengan kematian hidup lama kita. Ini satu pemaparan, salah satu cara memparalelkan yang sangat unik, Yesus mati demikian juga saya yang lama. Lalu Yesus bangkit, memastikan bahwa saya mempunyai pengharapan kemenangan di dalam hidup yang baru. Dia bangkit duduk di sebelah kanan Allah yang mulia dan Dia sebagai Anak memastikan tempat kita sebagai anak-anak Tuhan juga, ini pengertian kedua yang kita bahas. Lalu kita membahas pengertian kematian dan kebangkitan Kristus yang Paulus identikan dengan perjamuan dalam 1 Korintus 11, ini identik dengan pernyataan pembenaran yang Tuhan berikan tiap hari secara baru. Tiap hari kita menerima anugerah itu, ini dikatakan oleh Yohanes Calvin dalam buku ke-4 Institutio, mengenai Perjamuan Kudus. Bagi Paulus kematian dan kebangkitan Kristus yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu, itu secara baru terus diaplikasikan kepada kita oleh Roh Kudus. Sekarang kita akan melihat yang ke-4 di dalam Filipi. Dan konteks di Filipi ini sangat unik karena di dalam jemaat Filipi ada orang-orang yang memperebutkan pengaruh, ada orang yang mau hidup dengan cara yang sama orang Yahudi dulu hidup. Mereka mau menjadi identik karena ada pengertian yang sebenarnya tidak sama dengan yang diajarkan para rasul, tapi mulai muncul ajaran yang mengatakan “kalau Yesus adalah orang Yahudi, kalau Kekristenan adalah penggenapan janji Tuhan kepada Abraham, Ishak dan Yakub, maka sebenarnya engkau harus hidup dengan cara yang sama dengan tradisi orang Yahudi. Itu sebabnya orang Kristen yang bukan Yahudi mulai ragu “benarkah saya benar-benar umat Tuhan? Atau saya masih kurang diterima sebagai umat Tuhan karena saya belum sunat. Karena saya belum menjalankan apa yang Tuhan perintahkan di dalam tradisi Yahudi”. Ini yang dengan tegas ditentang oleh Paulus. Paulus mengingatkan untuk menjadi Kristen, untuk menjadi umat Tuhan jalannya adalah melalui Kristus. Kristuslah yang membawa kita menjadi bagian dari tubuhNya, menjadi bagian dari umat Tuhan, menjadi bagian dari milik Allah sendiri. Bukan karena kita menjalankan sesuatu atau hidup dalam tradisi tertentu.

Maka Paulus menjelaskan kepada jemaat Filipi “kalau engkau mau hidup dengan cara Yahudi, aku yang paling Yahudi dari semua”. Paulus sedang menyatakan bahwa hidupnya yang lama adalah hidup yang diidam-idamkan oleh para pemimpin Yahudi. Dia menyatakan dia adalah keturunan Benyamin, dan salah satu kebanggaan keturunan Benyamin adalah bahwa dari suku inilah Tuhan bangkitkan raja Israel yang pertama. Maka puji-pujian perang mereka tidak pernah berubah generasi demi generasi yaitu “majulah hai Benyamin, majulah hai raja Israel”. Ini menjadi kebanggaan bagi orang-orang yang hidup, meskipun mereka hidup di dalam suku yang kecil yaitu Benyamin, tetapi mereka memiliki kemuliaan, raja pertama Israel adalah dari mereka. Lalu dalam ayat 5 dikatakan “aku orang Ibrani asli”, Ibrani asli tidak ada kaitan dengan keturunan murni, Ibrani asli artinya orang yang hidup dengan cara Yahudi. Waktu Yesus melihat Natanel, Yesus mengatakan “engkau adalah Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya”. Ini sedang menyatakan bahwa Paulus adalah orang Israel sejati. Dia Israel sejati identitas dan Israel sejati secara gaya hidupnya. Maka dia bukan Israel yang hanya mewarisi Israel hanya karena keturunan Israel tetapi yang tidak hidup dengan cara yang sama dengan Israel sejati hidup. Maka ini sebenarnya pujian yang tinggi “kamulah Israel yang sejati, engkau ada orang Yahudi yang benar-benar Yahudi”. Lalu dikatakan dia adalah Ahli Taurat di dalam golongan Farisi. Golongan Farisi adalah golongan yang mau memurnikan kembali orang Yahudi yang tradisinya mulai goyah karena dipengaruhi oleh orang-orang Helenis. Orang-orang Yunani menyebarkan pengaruhnya dan mulai banyak orang Yahudi goyah, lalu mulai adopsi budaya-budaya luar. Orang Farisi dengan tegas mengatakan “tidak, kami punya tradisi sendiri. Kami umat Tuhan, kami harus hidup dengan cara yang Tuhan mau”. Dan menjadi Farisi itu sangat ketat dan keras. Jangan bilang orang lain yang rajin belajar itu seperti orang Farisi, karena saya yakin di seluruh GRII tidak ada satu atau belum ada satu yang layak dipanggil orang Farisi. Orang Farisi hafal seluruh Taurat sampai benar-benar hafal. Orang Farisi tidak tafsirkan Taurat berdasarkan kemampuan mereka sendiri, mereka harus mengambil tradisi yang ada. Dan mereka menafsirkan, menghafalkan tafsiran-tafsiran dari tradisi yang begitu besar dan dengan giat menjalankan hidup yang sesuai dengan Taurat. Itu sebabnya kata Farisi adalah kata yang mulia, tidak sembarang orang bisa disebut dengan Farisi. Mereka tidak bersalah dalam hal itu, bahkan mereka tidak bersalah dalam tindakan hidup yang benar. Mereka bersalah waktu mereka mulai anggap rendah orang lain. Kami bangga dengan identitas kami sebagai orang Yahudi”, ini yang membuat mereka populer di kalangan masyarakat. Paulus mengatakan “hai orang Filipi, engkau ingin coba hidup seperti orang Farisi hidup? Saya sudah melakukan itu. Engkau mau lakukan? Belajar baik-baik, ikuti tradisi seketat mungkin, kerjakan semua yang dituntut tradisi rabi dari dulu sampai sekarang. Lalu ketika engkau jalankan, engkau ingat baik-baik bahwa saya sudah lalui”.

Maka Paulus menyatakan bahwa apa yang dulu dianggap kemuliaan, sekarang dianggap sampah. Inilah cara Paulus untuk membandingkan hidup yang baru dia miliki dengan yang lama. Dia mengatakan “apa yang dulu saya lakukan, saya sangat hebat dalam melakukannya. Inilah yang ada, maka Paulus mengatakan “tahu tidak, yang kamu cari itu sampah. Saya dari dulu menganggap itu hanya sampah, tidak penting, yang penting bagiku sekarang Kristus, yang lama ku anggap sampah”. Inilah yang dilakukan Paulus, dia buang yang lama itu tidak berarti, padahal yang dia buang dikejar-kejar oleh seluruh orang Filipi pada waktu itu. Banyak orang membuang masa lalu, tapi masa lalunya memang sampah. Tapi ada orang-orang tertentu yang mengatakan “yang dulu saya anggap mulia, saya anggap tidak mulia lagi. Yang dulu diinginkan semua orang, sekarang saya anggap sebagai sesuatu yang tidak penting lagi”. Maka Paulus mengatakan “aku menganggap semuanya sampah, yang aku inginkan sekarang adalah untuk mengenal Kristus, kuasa kebangkitanNya. Dan sebelum mengalami kuasa kebangkitanNya, aku ingin tahu dulu bagaimana menjadi satu dengan kematianNya”. Maka di sinilah pengertian yang makin dalam kita bahas tentang pengertian konsep bersatu dengan kematian Kristus, bersatu dengan kebangkitanNya. Ini merupakan ajaran yang sangat sulit kita mengerti dari Paulus, bukan karena ajaran ini rumit secara kata-kata. Ajaran ini mudah dimengerti secara bahasa, tetapi sulit dimengerti secara konsep. Paulus mengatakan “aku rindu menjadi satu dengan Kristus, satu di dalam kematian, satu di dalam kebangkitan”, bagaimana caranya? Kita hidup sekarang, Kristus mati 2.000 tahun yang lalu, bagaimana menjadi satu dengan Kristus yang sudah mati ini? Bagi orang Yahudi, mengenal Tuhan itu bukan dari otak, mengenal Tuhan adalah lewat menjalani hidup yang Tuhan mau, baru kita makin kenal siapa Tuhan. Bagaimana mungkin kenal Tuhan? Apakah mengenal Tuhan dengan kalimat-kalimat pengertian yang masuk di dalam otak? Tidak. Apakah kenal Tuhan dengan mengikuti aturan-aturan tanpa mengaitkan aturan itu dengan Tuhan? Juga tidak. Bagaimana aku bisa kenal Tuhan? Bagi orang Yahudi yang mempunyai iman sejati, dia mengatakan “satu-satunya cara aku makin bisa mengenal Tuhan adalah kalau aku “menjalani hidupNya Tuhan”. Bagaimana bisa menjalani hidupNya Tuhan? Maksudnya adalah kita menjalani sesuai dengan apa yang Dia Firmankan. Inilah aspek yang luar biasa dari kehidupan orang Yahudi “aku mau kenal Tuhan, jalani hidup dengan cara yang hikmat dan penuh kebenaran dan aku akan kenal Tuhan”. Maka mereka mau mencicipi seperti apa mengenal Tuhan itu, caranya adalah hidup dengan cara yang Tuhan mau. Jalani hidup dalam kekudusan, jalani hidup dalam moralitas yang baik, jalani di dalam kecintaan kepada Tuhan dan sesama, ini membuat pelan-pelan makin mengenal Tuhan.

Ada orang bertanya bagaimana kenal Tuhan? Harus berbuat apa untuk kenal Tuhan? Kadang-kadang jawabannya “untuk kenal Tuhan, dengar khotbah yang bagus-bagus. Kalau sudah dengar khotbah bagus pasti lumayan kenal Tuhan”. Tapi saya katakan dengar khotbah itu adalah separuh bagian, separuh bagian lagi adalah saya mengikuti, “waktu aku sudah jalani baru aku mengerti Tuhan itu seperti ini”. Saudara tidak akan tahu bagaimana kehidupan nelayan kalau Saudara tidak melaut. Waktu saya jalani langkah demi langkah saya akan mempunyai sedikit pengertian “ternyata begini, seperti inikah yang Tuhan mau?”, maka menjadi mengenal Tuhan. Inilah yang ada pada Paulus, mengenal Kristus itu yang aku mau”. Dan jalan yang Kristus jalani ternyata adalah jalan menuju salib. Maka Paulus mengatakan “kalau begitu yang aku rindukan adalah menjadi satu dengan kematianNya”. Karena kematian adalah sasaran akhir dari kehidupan Kristus. Waku ada di dunia saya mau ikut, mau tahu apa yang Kristus jalani dan ternyata karena Kristus jalan menuju salib, aku pun akan jalan menuju salib. Ini pengertian yang dalamnya bukan main. Paulus bilang “yang dulu saya anggap penting, sekarang tidak penting lagi. Yang penting adalah berjalan menuju salib, berjalan menuju kematian, berjalan untuk mengabaikan diri dan mementingkan Tuhan”. Orang tidak akan mengenal Kristus, kalau terus berpusat pada diri.

Paulus mengatakan engkau yang ada dalam dunia, engkau akan mengatakan kematian merupakan satu bagian akhir di mana kita habis. Tetapi siapa di dalam Kristus mengetahui bahwa kematian merupakan sasaran yang mau dicapai oleh Kristus. Maka Paulus sedang mengatakan “kalau saya ingin memahami jalan hidup, maka saya harus menjadi satu dengan kematian Kristus, karena Kristus datang ke dunia untuk menggenapi kehendak Allah sampai mati”. Apakah hanya Kristus? Paulus mengatakan “tidak, tetapi semua orang di dalam Kristus harus mempunyai sasaran yang sama yaitu aku ingin menggenapi panggilan Tuhan sampai mati”. Berarti kematian menjadi tujuan akhir, kematian menjadi sasaran akhir terus yang saya mau kejar dalam melayani Tuhan. Tuhan mau saya lakukan apa, saya kerjakan, sampai akhirnya saya mencapai titik itu. Maka perbedaan orang Kristen dan bukan Kristen, bukan pada kita mau mati atau tidak, semua pasti mati. Tapi perbedaannya adalah bagaimana kita melihat kematian. Waktu Paulus mengatakan “aku tidak menganggap aku sudah mencpai kesempurnaan pengenalan akan Tuhan”. Karena untuk mengenal Kristus harus jalani hidupNya Kristus dan jalan hidup Kristus adalah jalan menuju salib dan mati. Paulus mengatakan “untuk jalani hidup, saya harus jalani sampai mati baru bisa mengatakan aku sudah kenal Kristus”. Maka dia mengatakan “aku rindu menjadi satu dengan kematian Kristus, waktu aku mati di dalam pengenalan di dalam Kristus, aku mencapai apa yang Kristus lakukan waktu mati di kayu salib”. Ini teologi kematian paling agung, paling besar, paling penuh kemenangan dan paling indah yang pernah didengar.Saudara tidak setuju ini, akan tetap mati. Tapi Paulus memberikan pandangan bagaimana melihat kematian. Bahkan dia mengatakan di bagian lain “sebentar lagi aku akan mengakhiri pertandingan dan tersedia mahkota bagiku”. Menurut Saudara mahkota itu apa? Ada yang mengatakan mahkota itu emas dan berliannya ditaruh di sorga. Kalau Saudara rajin pelayanan, berliannya tambah banyak, rajin KKR Regional berliannya tambah lagi, rajin ikut humas berliannya tambah banyak lagi. Tapi kalau malas, berliannya dikurangi, pahalanya sedikit. Benarkah di sorga nanti diberi mahkota? Alkitab mengatakan kalau pun diberi itu diberi untuk dilemparkan ke kaki Kristus. Jadi Saudara dapat mahkota hanya untuk dilihat sebentar, begitu dilihat kurang mulia dibandingkan kemuliaan Kristus, langsung dibuang ke kaki Kristus, “aku tidak layak terima kemuliaan apa pun”, itu nanti di sorga. Jadi sangat aneh kalau kita masuk sorga dan minta pahala. Itu konsep yang salah tentang sorga.

Waktu Paulus mengatakan “mahkota sudah tersedia” itu bukan mahkota yang ditaruh di kepala, maksud dia adalah kematian. Ini tema yang mengerikan. Saudara mau berteriak seperti Paulus? “sekarang tersedia mahkota”, apa mahkotanya? Kematian. Paulus di dalam 2 Korintus mengatakan “darahku mulai tercurah dan aku sekarang sudah garis akhir, sekarang tersedia mahkota bagi ku”. Bagi Paulus mahkota itu kematian, karena dia melihat kematian itu garis akhir pelayanan dia. Kalau kita sampai di garis akhir dalam iman kepada Yesus Kristus, itu kemenangan. Sampai garis akhir dimana kita akhirnya boleh beristirahat dari jerih lelah kita, itulah kemenangan. Karena Kristus pun lakukan itu, Dia hidup di dalam dunia bukan untuk memperpanjang hidup, Dia hidup di dalam dunia untuk setia sampai mati. Itu sebabnya kalau Kierkegaard menulis Sickness Unto Death, sakit yang menuju kematian, itu milik orang dunia. Milik orang Kristen adalah faithfull unto death, setia sampai mati dan ketika kematian tiba di situ lah mahkota kita. Ini yang Tuhan mau nyatakan melalui Paulus. Paulus mengatakan makna kematian Kristus adalah teladan bagiku untuk melihat hidupku. Hidupku aku jalani sampai nanti aku mengalami kematianku dan disitulah aku mengalami mahkota tersedia. Bukan pada mahkota yang akan diberikan nanti, tapi pada titik akhir hidup dimana aku dengan setia menjalaninya bagi Tuhan. Maka yang Paulus sedang bagikan adalah apakah kita setia pada panggilan kita? Yesus setia pada panggilanNya sebagai Wakil dari seluruh umat manusia, menjalani dunia dengan ketaatan dan menjalaninya sampai mati. Kita pun diperintahkan Tuhan untuk mengerjakan hal yang sama, jalani sampai mati. Kita hidup bukan untuk memperpanjang hidup, kita hidup bukan untuk membuat hidup sedikit lebih panjang, tidak ada yang bisa melakukan itu. Uang Saudara tidak bisa membuat hidup Saudara bertambah. Pangkat Saudara juga tidak bisa membuat hidup Saudara bertambah. Saudara kerjakan apa pun, mati ya tetap mati. Masalahnya adalah yang saya lihat di dalam kematian itu apa. Apakah kita menjadikan kematian itu sebagai satu kemuliaan “aku sudah mengakhiri hidup dengan penuh kemenangan”. Atau kita sama dengan dunia yang mengatakan “mengapa saya harus mati? saya mesti meninggalkan semuanya ini, kasihan sekali saya”. Karena itu Luther mengingatkan sebelum kita dipanggil biarlah kita menjadi berkat sampai saat kematian, biar kalimat terakhir kita pun menjadi kekuatan yang luar biasa. Luther sendiri saat terakhir mengucapkan Yohanes 3:16 sebanyak 3 kali, alu teman-temannya mengatakan “saya ingin tanya apakah engkau masih yakin dengan ajaran reformasi sampai detik ini? Tolong katakan untuk menguatkan kami”. Jadi orang ini bertemu dengan Luther yang sudah mau mati, minta dia dikuatkan, bukan menguatkan Luther. Luther genggam tangan temannya itu, lalu dia bicara dengan suara tegas tapi lemah karena sudah mau mati, dia mengatakan “iya” lalu dia mati. Ini seruan kemenangan. Paulus mengatakan “saat ku dicurahkan darahNya sudah dekat, itulah kemuliaanku”. Sama seperti Kristus menuju salib, tidak pernah satu kalimat pun membuat kita menjadi ragu dengan iman kita. Yesus jalan disalib dengan tegas, meskipun lemah. Dia waktu di paku di kayu salib tidak pernah ada kalimat menyesali apa pun. Pernahkah di kayu salib Dia mengatakan “andaikan Aku tidak pernah pilih Yudas”, pernahkah Dia di kayu salib mengatakan “andaikan khotbahKu tidak terlalu keras” tidak ada. Semua seruan Kristus di salib adalah seruan kemenangan, ini luar biasa aneh. Seruan pertama adalah seruan yang lebih agung dari pada orang lain yang menyiksa Dia, dengan mengatakan “ampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan”. Yesus sedang tidak di dalam posisi dikasihani, Yesus dalam posisi mengasihani. Orang-orang Kristen tidak boleh minta dikasihani dengan mengatakan “kami harus dibantu”, tidak ada itu. Yesus di kayu salib pun mengasihani orang lain, bukan minta dikasihani. Saudara adalah pengikut Kristus, di mana pun engkau berada, engkau memberikan belas kasihan, bukan minta belas kasihan. Ini gerakan Reformed Injili, tidak pernah minta sumbangan apa pun, tidak pernah minta belas kasihan. Karena Kristus disalib dan mengatakan ”Aku kasihan kepadamu, Aku doakan supaya kamu diampuni”. Kalimat berikutnya terus menyatakan kemenangan, Dia mengatakan pada bagian akhir “saudah selesai”. Lalu mengatakan “ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” tidak ada kalimat seagung Kristus ketika menjelang kematian. Itu sebabnya waktu Paulus melihat salib, dia tidak melihat kekalahan, dia melihat kemenangan. Itu sebabnya waktu dia melihat kematian, dia mengatakan “ini akan menjadi titik puncak hidupku, dimana aku selesai melayani Tuhan di dalam hidup ini”. Bisakah kita pandang kematian kita dengan mengatakan seperti itu, “aku akan melayani Tuhan sampai pada hari akhirnya aku selesai melayani di sini, jabatan tugasku berakhir, aku boleh pulang kepada Bapa di sorga”. Inilah makna salib di dalam pengertian Paulus. Dia mengatakan “dulu yang saya anggap penting, saya anggap sampah. Sekarang yang mau saya kejar adalah bagaimana kematian akhirku mengingatkan orang akan kematian Kristus”. Inilah kesatuan di dalam kematian Kristus supaya memperoleh kebangkitan sama seperti Kristus bangkit. Kiranya Tuhan memelihara hidup kita dan mempermuliakan namaNya di dalam hidup kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Senantiasa Mengingat Penebusan Kristus

(1 Korintus 11: 23-26)
Konsep penebusan menurut Paulus itu sangat luar biasa dalam dan unik. Dia memadukan begitu banyak hal, sehingga ketika kita membaca Alkitab dan dikurung oleh konsep-konsep utama saja, kita kehilangan banyak hal yang sangat penting. Dan tanpa kita mengerti apa yang dimaksudkan oleh penulis, kita bisa menafsir sembarangan dari ayat-ayat yang ada. Salah satu tujuan dari gerakan reformasi adalah membawa orang kembali kepada Firman untuk menafsirkan Firman berdasarkan cara yang benar untuk menafsirkan sebuah tulisan. Maka teologi kita terus diperkaya berdasarkan kebenaran Firman. Ini tidak berarti teologi kita tidak perlu dipegang, ini tidak berarti pengakuan iman kita tidak perlu ada. Harus ada, tetapi kelimpahan Kitab Suci tidak boleh dikurung hanya di dalam cara berpikir yang umum. Maka kalau Saudara berpikir tentang keselamatan, Saudara mengatakan “Yesus mati untuk dosaku, Dia bangkit, aku selamat”, ini kalimat yang akan menyempitkan banyak hal, yang sebenarnya sangat dalam di dalam tema-tema tentang keselamatan yang sangat limpah. Alkitab menunjukkan cara untuk menikmati kebenaran doktrin itu dengan cara yang sangat limpah. Kita akan melihat konsep Paulus mengenai kematian dan kebangkitan Kristus dilihat dari sudut pandang makan. Apa kaitan penebusan Kristus dengan makan? Paulus mengatakan sangat ada dan sangat penting.

Dalam 1 Korintus 11, Paulus membahas makanan, makan perjamuan harus dengan hormat. Lalu dalam 1 Korintus 10, Paulus juga membahas makanan “makan makanan yang dipersembahakan kepada berhala, tidak apa-apa, tetapi kamu harus lihat Saudaramu. Waktu engkau makan, mereka dapat berkat atau tidak”. Itu sebabnya Paulus mengingatkan bagi orang Kristen yang penting itu bukan mana boleh mana tidak, yang penting adalah mana berguna, mana tidak. Jangan berlindung di bawah tafsiran palsu dari Kitab Suci untuk apa yang sedang kita kerjakan di dalam hidup. Maka Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 10 “yang kamu kerjakan berguna atau tidak untuk pertumbuhan iman orang lain”. Kita mengerjakan sesuatu berguna atau tidak untuk pertumbuhan iman orang lain? Maka di dalam Imamat 19, kalau Saudara mau belajar berelasi tapi tidak pernah membahas Imamat 19, Saudara tidak tahu apa-apa tentang relasi. Karena ketika Yesus berkata tentang relasi, berkata tentang kasih, Dia mengasumsikan Saudara sudah pernah baca Imamat 19. Banyak kalimat dari Tuhan Yesus adalah kalimat kesimpulan yang berguna kalau Saudara sudah dalami Perjanjian Lama. Kalau Saudara sudah dalami Perjanjian Lama dengar kalimat Tuhan Yesus, langsung tersambung “oh, ini maksudnya”. Waktu Yesus mengatakan “kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”, Saudara langsung ingat Imamat 19. Dan di dalam Imamat 19 dibahas dengan limpah kasih dan kekudusan itu satu. Saudara tidak mungkin hidup kudus tanpa mengasihi. Dalam Imamat 19 dibahas kasih berarti Saudara harus membuat kehidupan sosial menjadi kudus, inilah kasih. Imamat 19 mengingatkan kasih berarti Saudara membawa perubahan secara sosial. Saudara tidak kudus dengan menghindarkan diri dari dosa saja, orang Kristen tidak pernah mengenal kekudusan secara pasif seperti ini. Kalau Saudara mengatakan “aku tidak pernah ini, aku tidak pernah itu”, terus tidak pernah, itu bukan tanda kudus tapi tanda Saudara adalah orang yang mampu menahan diri, itu saja. Tapi kalau sudah mampu mengatakan “saya tidak pernah” ini baru separuh jalan, kekudusan yang sejati harus disambung dengan mengatakan “saya sedang kerjakan ini, sudah kerjakan ini, akan kerjakan ini”. Kerjakan apa? Kerjakan yang perlu adanya masyarakat yang lebih baik. Itu sebabnya Paulus mengingatkan “kamu makan pun untuk orang lain mampu hidup dalam cara yang benar, kamu berbisnis supaya orang lain mampu hidup dalam cara yang benar. Kamu bekerja supaya orang lain mampu hidup di dalam cara yang benar”. Inilah pengertian-pengertian yang sangat agung dan dalam yang kadang-kadang kita merasa idealis dan merasa tidak mungkin. Karena itu Alkitab mengatakan “yang engkau kerjakan tidak mungkin engkau kerjakan tanpa topangan dari Tuhan”.

Dalam Injil Yohanes waktu itu murid-murid ada 5.000 laki-laki belum termasuk perempuan dan anak-anak, semua berkumpul untuk ikut Yesus. Lalu mereka ikut tanpa tahu apa yang harus dipersiapkan, tanpa tahu mau jadi apa ke depan, ini beriman. Tapi beriman ternyata tidak cukup, karena beriman harus kepada objek iman yang benar, harus kepada Kristus yang sejati, bukan Kristus yang sesuai dengan bayangan kita. Akhirnya 5000 orang makan dan semua menjadi kenyang, perempuan dan anak-anak juga ikut makan. Lalu semua dikumpulkan dan masih ada sisa 12 keranjang. Sisa 12 keranjang, 5.000 orang laki-laki ini paralel dengan 12 suku Israel 600.000 laki-laki. Israel keluar dari Mesir tidak dicatat berapa perempuan, berapa anak-anak, hanya dicatat 600.000 laki-laki. Lalu ketika Yohanes menulis, dia mengatakan 5.000 laki-laki ada 12 keranjang sisa, 12 murid membagi, ini sangat paralel. Yohanes saat menulis ingin pembacanya mengetahui “saya sedang paralelkan kisah ini yang memang sangat paralel dengan waktu Israel keluar dari Mesir”. Lalu dalam bagian Yohanes 6, Yesus memberikan makan 5.000 orang ini diparalelkan oleh Yohanes dengan Israel di padang gurun dapat roti. Maka ketika murid-murid mengejar Tuhan Yesus, Yesus mengatakan “engkau tidak melihat tanda, engkau cuma mau roti lalu menjadi kenyang”. Engkau tidak mau tanda, engkau cuma mau menikmati apa yang Tuhan bisa berikan dalam tanda itu, Yesus mengatakan ini dengan keras. Lalu Yesus berkata “jangan cari makanan yang bisa binasa, cari makanan yang tidak bisa binasa”. Setelah itu mulai pertentangan datang, 5.000 orang yang awalnya setia mulai goyah, karena tadinya mereka setia ikut Tuhan, tapi Tuhan kritik mereka. Waktu Yesus mengatakan kalimat-kalimat tidak setuju, saya mulai kontra Dia, saya mulai anti Dia. Maka ada yang mengatakan “Engkau terlalu sombong, terlalu percaya diri. Engkau memberi makan 5.000 orang, bandingkan dengan Musa. Musa memberikan 600.000 orang laki-laki makan” memberi makan 5.000 dengan 600.000 besar mana? Tapi Yesus jawabnya lain “siapa bilang Musa pernah memberi roti”, lalu orangYahudi mengatakan “pernah, di dalam Taurat dikatakan dia menurunkan roti dari langit”. Yesus bilang “yang turunkan Musa atau Allah”, mereka baru kaget “selama ini teologiku salah, bukan Musa yang menurunkan, tetapi Allah”. Maka kalau benar menyamakan diri dengan Allah, orang Yahudi akan protes “mengapa berani menyamakan diri dengan Allah?”, Yesus akan mengatakan “lihat pekerjaanKu, lalu sangkalah bahwa Aku setara dengan Allah”, tidak ada yang berani. Yesus memberikan makan, Allah memberi makan, maka ini sama. Tetapi Yesus mengatakan “roti yang Allah turunkan itu bukan roti yang kita makan lalu mati”. Tetapi perkataan Yesus jauh lebih keras “roti yang dulu dimakan nenek moyangmu, membuat nenek moyangmu tidak dicegah dari kematian, mereka makan roti dan mati”, ini kalimat yang tidak bisa dicegah. Sehebat-hebatnya mujizat di padang gurun, nenek moyang mereka mati. Yang Yesus tawarkan bukan melanjutkan pekerjaan Musa, kalau Saudara bandingkan Musa dengan Yesus, Yesus akan mengatakan “Aku tidak mungkin dibandingkan dengan Musa karena Aku jauh lebih besar dari Musa”. Yesus mengatakan “tetapi roti yang turun dari sorga adalah tubuhKu. Dan darahKu adalah minuman yang Tuhan sediakan bagimu”. Ini membuat kontroversi lagi “menurutMu kami harus makan tubuhMu dan minum darahMu?”, Yesus bukan malah menjawab, bukan meng-clear-kan suasana, Dia malah menambah heboh suasana. Ini salah satu ciri Yesus, Saudara tanya apa, Dia akan tambah membuat Saudara bingung lagi. “Jadi kami harus memakan tubuhMu?”, Yesus mengatakan “tubuhKu adalah benar-benar makanan dan darahKu benar-benar minuman”, ini membingungkan, mereka ingin tanya, tapi Yesus tidak membuka tanya jawab. Yesus berhenti berkhotbah pada waktu itu. Yesus kadang-kadang membiarkan orang dalam kebingungan dan Dia tidak mau bukakan. Alkitab mengatakan “Aku memberitakan Injil, memberitakan Firman melalui kamu Yesaya, supaya meskipun mereka mendengar mereka tidak menganggap, meskipun mereka melihat mereka tidak mengerti”. Inilah kekerasan hati Israel, Tuhan memberitakan Firman, tapi Tuhan sengaja menyatakan dengan membunyikan artinya dulu supaya semua orang tidak mendapat arti, hanya orang-orang yang Tuhan mau berikansaja. Maka setelah Dia mengatakan “tubuhKu benar-benar makanan, darahKu benar-benar minuman” ketika semua orang kebingungan, maka mereka sambil bingung sambil kecewa, setelah kecewa mereka pergi. Setelah 5.000 pergi tinggal sisa 12, Yesus mengatakan kepada yang 12 “masihkah engkau tinggal di sini?”, tidak mau pergi juga. Ini penurunan drastis, dari 5.000 orang menjadi 12, lalu Yesus mengatakan “kamu tidak mau pergi juga?” Petrus menjawab dengan luar biasa “Engkaulah perkataan dan hidup, Engkaulah yang menyatakan hidup kepada kami, kepada siapa lagi kami pergi”. Yesus mengatakan “memang benar, Aku yang memilih kamu yang 12 ini, tetapi 1 dari kamu adalah setan”. Jadi dari 12 dikurangi 1, lalu sekarang tinggal 11, yang kesebelas orang inilah Yesus mengatakan maknanya. Yesus mengatakan “tubuh dan daging tidak berguna, tetapi roh dan kehidupan itulah yang Aku beritakan kepadamu, sebab FirmanKu adalah roh dan kehidupan”. Firman Yesus adalah kebenaran yang menghidupkan, Firman Yesus berbicara tentang kehidupan. Maka ketika Dia menyatakan kepada para murid, para murid sekarang mengerti dan para murid disiapkan untuk nanti dalam perjamuan sebelum Yesus ditangkap, Yesus kembali melakukan hal yang sama. Yesus memecah-mecahkan roti lalu mengatakan “ini tubuhKu perbuat ini untuk mengingat Aku”, Yesus memberikan cawan dan mengatakan “ini darahKu perbuatlah ini,. Sesungguhnya Aku tidak akan melakukan ini sampai zaman yang baru ketika Aku datang”. Jadi murid-murid ini sengaja dipilih Tuhan untuk melakukan pekerjaan Tuhan yang besar. Murid-murid ini harus menyebarkan ke seluruh dunia. Itu sebabnya diperintahkan pergi dan jadikan seluruh bangsa, Tuhan mau seluruh bangsa, Tuhan tidak mau satu-satu, Tuhan mau semua bangsa kenal. Inilah satu dorongan semangat yang harus dimiliki orang Kristen. Saudara kalau baca ayat itu, Saudara harus ingat tekanannya adalah pada bangsa, harus menjangkau seluruh bangsa, semua bangsa harus datang kepada Tuhan.

Calvin mengatakan tema dari Perjamuan Kudus bukan dari roti atau anggurnya, tetapi makna dari Perjamuan Kudus adalah kematian Kristus diberikan kepada kita dan diperlukan oleh kita seperti kita memerlukan makan setiap hari. Inilah pengertian yang seringkali kita lupa, adakah dari Saudara yang setelah makan mengatakan “hari ini makan, besok tidak usah. nanti kalau sampai mati kalau sudah lapar baru makan lagi”. Adakah di antara Saudara yang tidak makan selama sebulan terakhir ini? tidak mungkin. Saudara tiap hari perlu makan. Waktu tidak makan , badan mulai lemas, waktu kita tidak makan, badan mulai kehilangan tenaga. Maka hal yang sama diparalelkan oleh Paulus dan ini disadari oleh Calvin. Calvin mengatakan “makna perjamuan adalah di dalam aku perlu penebusan Kristus secara konstan setiap hari. Inilah konsep setiap hari yang diperlukan dalam pertumbuhan dan pengudusan manusia. Kapan kita ditebus? Kita ditebus waktu Yesus mati di kayu salib. Efesus 1:13 mengatakan “pada waktu kita percaya, kita memulai langkah penebusan ini”. Maka pada bab ke-17 Calvin menulis dengan cara yang sangat agung, dia mengatakan kematian Yesus kita perlukan setiap hari, tubuh Yesus kita perlukan tiap hari untuk penebusan kita boleh berefek dalam pengudusan sampai akhirnya mencapai pada kesempurnaan di zaman akhir nanti. Jadi Calvin mengatakan kita perlu ini sebagai pertumbuhan. Saudara perlu makanan bergizi untuk tubuh, Saudara perlu darah dan tubuh Kristus setiap hari untuk pertumbuhan rohani Saudara, ini pengertian yang sangat agung sekali. Karena Calvin mengatakan Yesus mati satu kali, tetapi efek dari kematian itu adalah efek kekal. Kalau orang diminta untuk menjelaskan apa itu kekal, ada yang menjawab kekal itu berarti terruuuuusss tidak berhenti, tidak ada akhir, lalu terus tidak ada awal. Jadi awalnya tidak ada, akhirnya tidak ada, tidak ada permulaan. Tidak ada waktu mulai tidak ada waktu akhir, ini penjelasan tentang kekekalan. Tapi satu tokoh di abad ke-3 bernama Origen, pada waktu dia ditanya apa itu kekekalan, jawabannya membuat kita kaget. Origen mengatakan tiap kekal itu berarti setiap hari diberikan secara baru. hari bahkan sebelum ada hari itu diberikan secara konsisten. Origen mengatakan kekekalan diaplikasikan ke hari ini berarti setiap hari seperti baru. Berarti waktu Yeremia mengatakan “sangat besar kesetiaanMu selalu baru tiap hari”, ini berarti waktu kekekalan diberikan tiap waktu, tiap hari itu fresh dan baru. Maka waktu Yesus mati, pengaruh kematianNya yang kekal itu diberikan setiap hari. Inilah pembaruan yang dikatakan Calvin dimiliki orang Kristen. Calvin adalah pemikir yang sangat besar, tapi kita harus hati-hati bacanya. Sekali lagi kalau Saudara baca Calvin dengan konsep teologi yang ketat dan sangat terlalu terperinci, akhirnya Saudara gagal mengalami kedalaman dia. Ini Calvin sedang bicara tentang pertumbuhan rohani.

Calvin mengatakan bertumbuh dalam 2 hal yang pertama adalah Firman, yang kedua adalah sakramen di dalam perjamuan. Sakramen dalam perjamuan menumbuhkan iman karena sakramen perjamuan itu adalah pernyataan secara fisik untuk hal yang terjadi secara mistik. Kalau Saudara tidak mengerti hal ini mesti baca bukunya Calvin, mesti diskusi akan apa yang Alkitab nyatakan tentang keselamatan kita. Maka Calvin mengatakan yang terjadi di dalam keselamatan kita sifatnya mistik. Mistik artinya hal yang other worldly, hal yang sifatnya lebih ke dunia yang bukan yang kelihatan di dalam dunia yang sekarang ini. Tidak ada kaitan mistik dengan tiba-tiba lampu menjadi gelap, ada suara-suara, ada langkah orang, itu mistik horor murahan. Calvin mengatakan ada 2 cara untuk mengreti yaitu yang pertama dengan iman yang pasti, kedua adalah dengan tanda, simbol yang bisa kita lihat dan kita rasa. Itu sebabnya ada roti dan anggur yang benar-benar ada. Waktu Saudara makan, ini merupakan iman yang Saudara ambil sambil Saudara makan rotinya sambil Saudara mengatakan “ini sama dengan Kristus yang saat ini sedang memberikan secara baru penebusanNya di kayu salib”. Jadi kematian dan kebangkitan Kristus tidak terjadi 2000 tahun yang lalu saja, efeknya secara segar Tuhan berikan setiap hari. Inilah makna kematian yang berpengaruh secara kekal, jadi setiap hari Tuhan memperbarui perjanjian dan komitmenNya. Setiap hari itu baru. Dan ketika Alkitab mengatakan setiap hari itu bukan berarti sehari sekali, tetapi setiap saat. Kata lain untuk setiap saat adalah setiap hari. Selalu baru setiap hari, maksudnya Tuhan selalu memberikan yang fresh. Waktu Tuhan menyatakan penebusa, penebusan itu selalu baru. Saudara terima yang baru, Saudara tidak terima efek yang 2.000 tahun lalu, Saudara terima efeknya secara fresh saat ini, besok dan seterusnya, terus baru. Itu sebabnya sikap orang yang menyadari hal ini adalah mempunyai relasi yang terus diperbarui dengan Tuhan. Mengapa banyak orang mempunyai relasi yang seperti begitu lama dengan Tuhan, begitu muak untuk dekat dengan Tuhan, begitu sulit untuk mempertahankan kehangatan dengan Tuhan? Karena tidak sadar bahwa Tuhan sedang memberikan anugerah keselamatanNya tiap hari dengan cara yang baru. Seperti seorang anak yang ditopang oleh ibunya, waktu ibunya gendong dia tertidur, dia lupa waktu tidur ibunya sedang gendong. Maka sekarang dalam perjamuan Tuhan mengatakan “ambil roti ini, minum anggur ini”. Waktu engkau makan roti, engkau menyadari saat ini engkau sedang menerima dengan iman bahwa Allah sedang memberikan penebusan. Inilah pengertian Calvin, Calvin mengatakan kita dibawa keluar, ke atas, ke tempat Kristus ada, lalu diingatkan tiap hari kita sedang diebrikan secara fresh penebusan Kristus. Saudara tidak mendapatkan makanan basi, Saudara tidak mendapatkan roti yang kemarin. Saudara diberikan secara baru hari ini, besok baru lagi. Inilah efek kekekalan dari penebusan Kristus.

Maka ketika kita membaca 1 Korintus 11 ini kita mengerti Paulus mempunyai konsep kematian dan kebangkitan Kristus yang diaplikasikan secara baru. Inilah hal ketiga yang kita pelajari.
Hal pertama kematian dan kebangkitan Kristus memberikan kita status selamat. Karena untuk selamat kita harus mengalami status milik Sang Anak. Dan untuk dosa ditebus, Sang Anak harus mengalami status pendosa dan mengalami upah dosa. Lalu kedua, kematian Kristus adalah tanda kematian dosa kita, kebangkitan Kristus adalah tanda keselamtan kita didalam hidup yang baru. Dan pengertian ketiga kita bahas dari 1 Korintus 11, kematian dan kebangkitan Kristus terjadi ribuan tahuan yang lalu, tapi efeknya diberikan baru sekarang, hari ini dan nanti besok baru lagi diberikan, terus baru diberikan oleh Allah. Dan ini kita sadari waktu memakan roti perjamuan dan minum cawan anggur itu. Maka nanti kalau Saudara masuk dalam perjamuan, di dalam gereja ini, ingat baik-baik Tuhan sedang memberikan penebusan itu, sedang mengaplikasikan secara konstan setiap hari selalu baru. Dan dengan roti dan anggur itu kita mensyukuri “aku menerimanya dengan iman penebusan yang Kristus berikan kepadaku, aku menerimanya saat ini. Aku menerima sejelas aku memakan roti ini”. Orang beriman itu bisa melihat yang sifatnya mistik sejelas orang biasa melihat hal yang kelihatan. Untuk membuat kita tidak lupa maka ada tanda. Ada tanda roti, ada tanda anggur, tanda bahwa saat ini aku sedang menerima anugerah Kristus yang menyelamatkan saya. Saudara kalau ingat cinta Tuhan dan penebusan yang diberikan tiap hari, Saudara pasti berpikir berkali-kali sebelum Saudara melakukan dosa. Sebelum Saudara melakukan dosa, Saudara berpikir baik-baik Dia yang sudah mati 2.000 tahun yang lalu, sekarang sedang menyatakan penebusan itu saat ini. Kalau saat ini Tuhan sedang menyatakan penebusanNya di sini, bagaimana mungkin saya berani berdosa melawan Dia, bagaimana mungkin saya berani melawan Dia dengam berbuat dosa. Mari hidup dalam kekudusan. Dan Paulus mengingatkan siapa yang menghina simbol berarti sedang menghina yang Tuhan berikan. Yang menghina penebusan setiap hari dengan terus berdosa dan mengabaikan Tuhan, dia sedang menghina pengampunan yang dicurahkan secara baru. Orang yang memberikan sesuatu yang fresh dihina oleh orang yang menerima, akan menyinggung orang yang memberi. Kiranya kita tidak menyinggung Tuhan dengan hidup di dalam cara yang sembarangan. Biarlah kita hidup dengan cara yang diperkenan Tuhan tiap hari makin diperbarui karena tiap hari aplikasi dari penebusan sedang diberikan kepada kita saat ini. Kiranya Tuhan memimpin dan memberkati kita semua.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Mati dan Bangkit di dalam Kristus

(Roma 6: 5-11)
Paulus ketika membahas tema ini bagaimana manusia berpindah dari cara hidup yang lama kepada cara hidup yang baru, Paulus mengambil cara orang dalam Perjanjian Lama memandang tema ini. Dunia Perjanjian Lama tidak mengenal cara yang hanya sekedar perubahan tingkah laku. Saudara tidak dituntut oleh Tuhan untuk mengalami hanya perubahan tingkah laku. Itu sebabnya dalam Perjanjian Lama waktu Tuhan berfirman akan memanggil Israel menjadi umatNya, Dia membawa keluar dari penyembahan berhala untuk masuk ke dalam penyembahan kepada Allah. Jadi mereka dipanggil bukan hanya untuk perubahan tingkah laku saja, mereka dipanggil untuk mengubah komitmen, mengubah kehidupan, mengubah segala sesuatu dalam hidup mereka untuk dipersembahkan kepada Allah. Manusia lama sebelum diberikan perjanjian oleh Tuhan adalah penyembah-penyembah berhala. Tuhan mengatakan di Mesir, Israel menyembah berhala, di dalam daerah Mesopotamia Abraham dan keturunannya dan keluarganya menyembah berhala, maka Tuhan memanggil Abraham keluar, memanggil Israel keluar. Keluarnya Abraham dari tempat dia ke Tanah Kanaan dan keluarnya Israel dari Mesir ke Kanaan bukan hanya sekedar perubahan tingkah laku. Tuhan tidak memberikan kepada mereka hukum-hukum untuk ditaati secara lahiriah saja, Tuhan memberikan Taurat setelah memberikan hukum paling utama yaitu “jangan ada allah lain dihadapanKu”. Jadi kehidupan orang Israel sebelum dipanggil Tuhan dan sesudah adalah perbedaannya itu sangat menyeluruh, bukan hanya lahiriah, bukan hanya kebiasaan berubah-berubah, bukan kalau dulu pergi ke tempat hiburan sekarang pergi ke gereja, kalau dulu tidak belajar Alkitab sekarang rindu belajar Alkitab, kalau dulu tidak tahu apa itu doa sekarang punya kebiasaan mulai berdoa. Itu semua hanyalah tindakan-tindakan luar yang sama sekali tidak berarti kalau hal yang paling inti belum berubah.

Maka Tuhan mengatakan kepada Israel “hal utama yang kamu harus lakukan adalah ubah berhalamu, buang dewamu, sembahlah Allah”. Dari memberikan komitmen kepada berhala, sekarang memberikan komitmen kepada Allah yang hidup. Dari hidup melayani berhal ayang mati, sekarang berkomitmen untuk melayani Allah yang hidup. Apakah berhala itu ada? tidak. Tetapi orang yang menolak Tuhan lalu mau membuat agama sendiri, mau membuat ilah-ilah palsu yang disembah sendiri, dia sedang jatuh dalam dosa perbudakan kepada berhala. Jadi berhala menindas dan memperbudak dia meskipun berhala itu tidak ada. Mereka diperbudak oleh keberdosaan mereka sendiri. Sama dengan Surat Roma 6, Paulus mengatakan dulu kamu memperhamba diri, menyembah dosa. Dosa itu bukan keberadaan yang nyata, bukan satu bagian di luar kita yang kita sembah, dosa itu sangat nyata, tapi dosa itu bukan seperti berhala yang benar-benar ada. Dosa itu yang ada di dalam diri, yang kita keluarkan karena kita memberontak kepada Tuhan. Tapi Paulus mengubah cara dia membahas dengan memberikan dosa satu tempat seperti berhala, lalu kita sujud menyembah berhala. Maka di dalam Perjanjian Lama, Tuhan menekankan sekali “engkau harus menyembah hanya Tuhan, Tuhan Allahmu kamu harus ikuti. KepadaNya kamu harus berbakti, kepadaNya kamu harus menyembah, kepadaNya kamu harus berpaut, kepadaNya engkau harus beribadah, tidak boleh ada allah lain”.

Dalam 10 Hukum, hukum yang pertama sangat ditekankan “jangan ada allah laih di hadapanKu” jangan ada berhala apa pun, orang Israel harus menyembah hanya Tuhan. Maka waktu mereka dipanggil keluar, Tuhan menekankan jangan ada berhala, jangan ada Allah lain, jangan ada sembahan lain, hanya Tuhan dan perintah ini ditekankan sampai perintah-perintah berikut ketika Tuhan mengatakan “jangan membuat image apa pun”. Tuhan tidak mau ada image apa pun yang bisa membuat orang menyembah Tuhan tetapi dengan pikiran yang sama tentang dewa-dewa yang lain. Mereka menyembah Tuhan secara fisik, tetapi pikiran mereka menafsirkan Tuhan, mengerti Tuhan dengan cara yang salah, Tuhan tidak mau ini. Kita tidak boleh menyembah Allah, Allah yang sepertinya benar, tetapi pengertian kita tentang Allah itu salah, ini adalah penyembahan berhala. Maka Tuhan mengatakan “jangan membuat gambar apa pun”. Tuhan juga sangat menekankan ibadah dari Israel, harus benar-benar mencerminkan ibadah kepada Allah Israel, sehingga orang tidak salah mengerti tentang Allah, sehingga orang tidak mencampur-adukan konsep berhala yang palsu dimasukan kepada Allah. Sehingga orang tidak berpikir Allah adalah satu dari berhala-berhala orang Israel yang banyak. Oleh karena itu ibadah mereka harus murni, penyembahan mereka harus khusus dan cara mereka beribadah tidak sama maknanya dengan bangsa-bangsa lain. Inilah perbedaan yang Tuhan mau Israel miliki, karena Tuhan mau menekankan hanya Dialah Allah tidak ada yang lain. Ini sebabnya ketika Daud mau pindahkan tabut perjanjian dari Silo ke Yerusalem. Tetapi ketika mau diangkut, tabut itu ditaruh di kereta, ditarik oleh sapi. Masukkan ke kereta kemudian ditarik oleh sapi ini adalah cara orang Filistin memindahkan berhala mereka. Jadi kalau mereka mau memindahkan dewa dagon akan ditaruh di kereta kemudian ada sapi yang menarik, lalu mereka mengiringi semua. Waktu tabut perjanjian ditaruh, ada kemungkinan orang mengatakan “cara orang Israel mengangkut dewa sama seperti orang Filistin mengangkut dewa”, akhirnya pengertian menjadi campur, dan Tuhan tidak mau. Karena Tuhan tidak mau, Tuhan sangat keras menegur. Dikatakan bahwa tabut itu berjalan sebentar dibawa oleh kereta, lalu sapi yang membawa kereta itu terpeleset. Waktu sapi terpeleset, kereta mau jatuh, Uza cepat-cepat pegang, waktu dipegang dikatakan “Tuhan menghantam Uza dengan keras”. Cara angkut tabutnya salah, tapi mungkin Saudara berpikir “tapi kan maksud Daud baik, tidak ada niat yang lain” kalau motivasi kita baik, mengapa Tuhan tidak terima? Karena motivasi baik termasuk mencari tahu Tuhan maunya apa, itu baru motivasi baik. Saudara kalau tidak peduli Tuhan mau apa, itu bukan motivasi baik. Ada gereja mengatakan kami mau membuat musik-musik supaya anak muda merasa nyaman di sini, supaya mereka tidak tahu bedanya antara night club dengan gereja. Akhirnya gereja dibuat sedikit gelap, pakai lampu-lampu disko, pakai suasana asap membuat orang merasa nyaman di sini, mirip seperti diskotik. Tuhan tidak mau seperti itu. Tuhan mengijinkan kita bergumul untuk mencari kehendak Tuhan, ini menunjukkan berapa seriusnya kita mengikuti dia.

Salah satu teolog yang mengerti ini adalah Yohanes Calvin, dalam buku satu Institutio, Calvin mengatakan Allah menyatakan diri di dalam ciptaan, Allah menyatakan diri dalam penciptaan manusia juga. Maka Saudara melihat alam melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan, Saudara melihat manusia juga melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan. Tetapi setelah membahas kemuliaan Tuhan dinyatakan langsung Calvin menjelaskan “Tuhan yang saya maksud adalah Allah Tritunggal karena tidak ada Allah, tidak ada Tuhan yang lain. Calvin menolak konsep Allah secara umum, tidak ada Allah abstrak, Allah pasti Allah yang person, yang Tritunggal. Saudara kalau bilang “Allah”, orang lain tanya “Allah yang mana?”, “tidak ada yang lain, cuma ini” ini pengertian Calvin.

Waktu orang meninggalkan berhala, lalu menyembah Tuhan, dia akan meninggalkan seluruh hidup yang lama dan sekarang dia akan menyembah Tuhan dengan sepenuh-penuhnya. Orang menyembah berhala, orang menyembah dewa, orang mempunyai agama, agama itu akan mengatur seluruh aspek hidup, ini salah satu ciri keagamaan. Di dalam Imamat dikatakan “inilah yang harus kamu makan”, makan pun diatur. Lalu Imamat juga mengatakan “inilah yang harus kamu pakai” pakaian pun diatur. “Inilah yang harus kamu tebar di ladangmu” ladang juga diatur cara tebarnya. “Inilah yang harus kamu lakukan ketika engkau harus tinggal dengan sesamamu” kehidupan sosial pun diatur. “Inilah yang harus dilakukan orang tua kepada anak” keluarga juga diatur. “Inilah syarat bagi raja” raja pun diatur. Ini pertama kali dalam catatan sejarah manusia di mana secara eksplisit dikatakan “raja mesti begini-begini” peraturannya banyak. Belajar menyingkirkan konsep menyembah berhala untuk melayani Tuhan dengan benar. Jadi cara ini Tuhan pakai “engkau pindah dari menyembah berhala kepada menyembah Tuhan” berarti engkau pindah cara hidup dari cara hidup yang lama ke cara hidup yang baru. Konsep inilah yang diketahui oleh Paulus dan karena itu dibagian pasal 6 Paulus mengatakan “engkau sudah mati terhadap dosa, engkau sekarang hidup bagi Kristus”. Jadi ada periode lama di mana kita menyembah yang namanya dosa.

Di dalam Yohanes, Tuhan Yesus mengatakan “jika engkau tetap berada dalam FirmanKu, maka Aku akan membebaskan kamu dan kamu akan menjadi bebas. Aku akan memberikan kebebasan kepada kamu”, waktu dengar ini orang Israel marah. Orang Yahudi mengatakan “kami keturunan Abraham, kami belum pernah dijajah siapa pun, mengapa Engkau bilang kami harus bebas, siapa yang jajah kami” orang Yahudi benar-benar tidak mau lihat realita. Saya kalau jadi Tuhan Yesus pada waktu itu mungkin ketawa, orang Yahudi mengatakan “kami belum pernah dijajah siapa pun, mungkin saya akan bilang “Babel, Romawi, Makedonia”, mereka lupa 3 negara besar ini. Sekarang pun mereka sedang dijajah Romawi, mereka tidak bisa melaksanakan hukuman mati, mereka tidak bisa memiliki politik yang mandiri, setiap keputusan yang dianggap mengganggu oleh Romawi, langsung Romawi menginterupsi. Jadi mereka tidak punya otoritas, tapi mereka pura-pura, mereka benar-benar sombong, pokoknya Israel tidak ada yang menjajah. Tapi Yesus tidak pernah pakai kuasa politik untuk membuktikan mereka terjajah, Yesus mengatakan “ada kuasa lain yang menjajah kamu lebih besar dari Herodes, lebih besar dari Kaisar Romawi, yaitu kuasa yang namanya dosa. Karena siapa pun yang melakukan dosa adalah hamba dosa”. Maka Paulus mengatakan “dulu kamu menyembah dosa”, apakah ada berhala yang namanya dosa? tidak, tapi tingkah laku mereka membuktikan mereka adalah penyembah berhala yang namanya dosa. Mereka terus menyebarkan kecemaran, mereka hanya bisa bertindak cemar, hanya bisa melakukan perbuatan-perbuatan kotor, mereka diperbudak dosa. Dan ketika dosa memperbudak seperti ada kekuatan yang membuat kita tidak bisa berbuat hal yang lain, hanya melakukan apa yang dikatakan oleh hamba ini. Maka Paulus mengatakan “sekarang kamu sudah pindah” lagi-lagi Paulus memakai contoh di dalam Perjanjian Lama, cara pikir Perjanjian Lama, pindah berarti pindah total. Kalau total dalam Perjanjian Lama dari menyembah berhala menjadi menyembah Allah.

Di dalam Paulus total berarti dari hidup di dalam dosa, hidup dikuasai dosa menjadi hidup di dalam Kristus. Perpindahan ini bagi Paulus adalah perpindahan dari hidup kepada mati. Kata Paulus “Diri kita yang lama sudah mati” jadi untuk pindah perlu mati, ini lebih ekstrim lagi dibanding Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama kalau mau pindah ubah cara menyembah, tidak boleh menyembah berhala, hanya boleh menyembah Tuhan. Kalau berubah dari menyembah berhala ke menyembah Tuhan berarti seluruh hidup berubah. Tetapi Paulus memberikan dorongan yang lebih dahsyat lagi, Paulus mengatakan “Mau pindah? Engkau harus mati dulu”, apakah ada syarat gereja seperti ini? ini menakutkan sekali, Saudara diminta mati dulu baru menjadi anggota. Tapi Paulus mengatakan “kita mati waktu Kristus mati, kita bangkit waktu Kristus bangkit, dan ini menjadi nyata waktu Kristus datang kembali”. Jadi Saudara harus tahu waktu Paulus membahas teologinya, seluruhnya bersifat eskatologis, seluruhnya bersifat melihat masa depan, seluruhnya mengenai pengharapan yang belum terjadi sekarang. Jadi kalau Paulus bicara apa pun selalu nanti-nanti, eskatologi, masa depan, suatu saat nanti. Tapi setiap praktek, dorongan, cetusan untuk taat selalu bersifat sekarang. Paulus mengatakan “nanti kita akan disempurnakan dengan Kristus, maka sekarang jalanilah hidup yang sesuai” ini yang biasanya Paulus katakan. Nanti hidupmu yang tersembunyi akan dinyatakan, maka sekarang tinggalkanlah dosa-dosamu. Nanti akan apa maka sekarang begini, inilah Paulus. Paulus tidak pernah “nanti akan begini, maka jangan lupa kalau nanti begini”. Paulus juga tidak mengatakan “sekarang kita begini, maka sekarang kita begini”. Paulus mengatakan “nanti kita dipermuliakan, maka sekarang setialah kepada Tuhan”. Ini namanya selalu melihat kepada eskatologi tapi mengambil semua contoh aplikasi sekarang, Saudara tidak dituntut untuk taat nanti tapi sekarang. Tapi Saudara diminta mengharap apa yang nanti Tuhan berikan. Inilah keindahan yang oleh teologi reformed disimpulkan dengan all ready, tetapi juga not yet. Kalau Saudara ditanya “sudah selamat?”, Saudara jawab “all ready”, “sudah?”, “not yet”, “lho, bukannya tadi sudah bilang all ready?”, all ready and not yet. Jadi intinya sudah selamat tapi masih berdosa. Apakah sudah selamat atau belum? Sudah sekaligus belum. Apa yang belum? Pengharapan, progress untuk menuju kepada pengharapan itu. Paulus memberikan contoh yang luar biasa. Paulus mengatakan “Bagaimana mati?”, Paulus mengatakan “waktu Kristus mati, di situ kita mati”. Apa pengharapan hidup kekal? Paulus mengatakan “Kristus bangkit itulah pengharapan hidup kekal”. Kita memiliki pengharapan hidup kekal bukan karena iman, kita beriman kepada Kristus, Kristus itulah yang menjadi jamina hidup kekal. Maka kalau Saudara lihat dalam Roma 4 ayat terakhir dikatakan “Kristus yang mati karena dosa-dosa kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita”. Alasan Kristus bangkit adalah pembenaran bagi umat pilihan sudah efektif, sudah berlaku. Berarti Kristus bangkit memberikan kepastian keselamatan. Satu-satunya yang bisa membatalkan keselamatan saya adalah kalau Kristus tidak bangkit. Kebangkitan Kristus memberikan tempat bersama-sama dengan Dia, kebangkitan Kristus memberikan kemenangan total. Kebangkitan Kristus memastikan bahwa saya pun akan bangkit”. Jadi Paulus mengharapkan bahagia, mengharapkan eskatologi yang indah, mengharapkan kemuliaan bersama dengan Anak Allah karena Dia sudah bangkit. Jadi kita berdoa hal yang besar karena kita tahu Kristus sudah bangkit. Kebangkitan Kristus mengalahkan semua kuasa yang mungkin membuat kita jauh dari Tuhan. Karena Kristus bangkit kematian tidak berkuasa, setan tidak berkuasa, penghakiman Tuhan tidak lagi dinyatakan dan karena itu iblis tidak punya senjata untuk menjauhkan kita dari Tuhan. Maka karena Kristus bangkit, maka kebangkitan kita menjadi jelas dan ini lah satu jaminan keselamatan yang sangat kuat. Dalam Ibrani dikatakan karena Dia sudah bangkit, bukan itu saja, Dia sudah berada di kemah yang abadi itu, kemah yang suci untuk menjadi Imam Besar bagi kita semua, maka kita punya pengharapan yang tidak mungkin dibatalkan. Saudara yang menjamin keselamatan kita adalah Sang Imam, dan Sang Imam ini bukan Hanas dan Kayafas di bumi tapi Yesus Anak Daud, Anak Allah yang ada di sebelah kanan Allah.

Paulus mengucapkan kalimat yang luar biasa, dia mengatakan “kamu selamat karena Kristus bangkit, kamu juga harus berbagian di dalam kematianNya. Mengapa cuma mau kebangkitanNya, tidak mau kematianNya. Kalau kamu ingat siapa Kristus, kamu akan tahu Dia bangkit setelah Dia mati. Dia mati baru bangkit. Maka siapa yang mau menjadi satu dalam kebangkitan Kristus, dia juga menjadi satu di dalam kematian Kristus”. Yang tidak mau menjadi satu dalam kematian Kristus, tidak mungkin menjadi satu dalam kebangkitan Kristus. Ayub dengan sangat elegan, dengan sangat luar biasa, dengan sangat fasih mengatakan “siapa yang mau menerima yang baik dari Tuhan harus mau terima yang buruk juga”. Siapa mau kebangkitan Kristus, harus mau terima kematianNya, jangan enaknya saja. Maka Paulus mengatakan “siapa menjadi satu di dalam kebangkitanNya, dia menjadi satu di dalam kematianNya”. Dan satu di dalam kematian berarti hidup kita yang lama yang mati. Kita tidak lagi hidup dengan cara lama. Sekali lagi Paulus mengatakan sesuatu yang eskatologis “aku mati, nanti sempurnanya ketika Kristus datang”. Saudara benar-benar mati terhadap dosa itu nanti, belum sekarang. Sekarang matinya dosa itu kadang-kadang masih bangkit-bangkit sedikit. Maka secara status kita sudah mati, tapi kita sedang bergumul mematikan diri dengan meninggalkan semua dosa. Inilah perjuangan mematikan diri yang Paulus maksudkan. Paulus di Efesus mengatakan “tanggalkan semua, matikanlah dirimu”. Dia tidak mengatakan “ubah tingkah laku saja”, tapi dia mengatakan “matikan”. Mengapa matikan? Karena diriku yang lama sudah mati waktu Kristus disalib. Waktu Kristus menyerahkan nyawaNya di kayu salib, pada saat itulah aku juga menyerahkan diriku yang lama. Waktu Kristus menyerahkan nyawaNya, aku yang percaya kepadaNya sudah mati pada momen aku percaya kepada Dia”. Efesus 1 juga mengatakan “kamu juga, ketika kamu sudah percaya, sudah dinyatakan sama dengan Dia di dalam kematianNya dan akan menjadi sama di dalam kebngkitanNya. Itu sebabnya waktu iblis mencari Saudara, Saudara mengatakan “maaf, orang yang kamu cari sudah mati”. Waktu kita sudah percaya Tuhan Yesus, kita mati, dan kita harus mematikan diri karena status kita sudah mati. Lalu kita bangkit, hidup dalam hidup yang baru. Paulus mengatakan “tinggalkanlah dosa-dosamu seperti orang yang mau mematikan diri yang lama, bukan tinggalkan sebagian, tapi seluruh”. Makna kematian Kristus bagi Paulus adalah waktu Kristus mati, diriku pun disatukan dalam kematian pada saat aku percaya. Waktu Kristus bangkit, diriku yang baru dibangkitkan bersama-sama dengan Dia. Jadi Saudara tidak hidup dalam cara yang lama, mari tinggalkan dosa-dosa Saudara. Apapun dosa yang masih ada, Saudara harus berani katakan sekarang saya mau matikan dosa ini, saya minta kekuatan dari Tuhan, saya minta pertolongan Tuhan, saya minta FirmanNya mengisi hidup saya sepenuhnya, dan saya minta kekuatan untuk mengatakan “dosa saya akan matikan kamu”, dan besok saya akan hidup lebih baik, lusa lebih baik. Dan dengan demikian kita memiliki progres dalam pengudusan yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Kiranya Tuhan menguatkan kita untuk terus konsisten mematikan dosa, hari demi hari hingga saatnya kita bertemu dengan Kristus

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)