(Lukas 2: 34-39)
Kita akan melihat 2 orang yang sangat penting di dalam Injil Lukas. Karena Injil Lukas sebelum membahas tentang pelayanan Yesus. membahas saksi-saksi yang mengerti bahwa Yesus adalah Mesias. Para saksi itu adalah Yusuf dan Maria yang mendengarkan kesaksian sebelum Yesus lahir. Lalu saksi berikutnya adalah para gembala. Selanjutnya Lukas berbicara tentang Simeon dan Hana, 2 orang nabi yang menantikan pelepasan bagi Israel. Kita akan melihat apa yang menjadi teladan, yang kita bisa pelajari dari mereka. Minggu lalu kita sudah membahas tentang pengharapan, manusia bukan hanya perlu kesalehan hidup, manusia bukan hanya perlu kebenaran, manusia juga perlu pengharapan yang tepat. Dan inilah yang diajarkan Simeon kepada kita, dia mempunyai kebenaran, dia mempunyai kekudusan dan iman yang sejati, dan dia juga mempunyai pengharapan. Orang kalau berharap pada sesuatu yang Tuhan tidak pernah janjikan, akan seterusnya dalam hidup mengalami kekecewaan demi kekecewaan. Apa yang kita jadikan pengharapan itu yang akan mendrive kita, dan sudah berapa banyak orang yang kehilangan dorongan untuk hidup karena dia sudah tidak menemukan kembali dorongan sejati di dalam pengharapan yang dia cari. Dalam ayat 29 Simeon mengatakan “Tuhan, sekarang aku boleh tinggalkan dunia ini”. Dia sudah mengalami apa yang dia harapkan terjadi. Maka dia sudah puas hidup, dia berkata “Tuhan, sekarang saya boleh pulang, Tuhan boleh panggil saya. Apa yang saya mau dari hidup, sudah saya dapatkan”. Ini adalah perkataan penuh kemenangan, bukan perkataan seperti orang yang sudah lelah dalam hidup. Saudara berada di dalam sejarah keselamatan, Tuhan sedang menyatakan sesuatu. Dan sesuatu itu sedang berpusat kepada satu Pribadi yaitu Yesus. Siapa yang menjadikan Yesus sentral di dalam hidupnya, dia melakukan hal yang sama dengan Tuhan. Karena Tuhan pun menjadikan Kristus sentral dari seluruh sejarah keselamatan. Kalau Kristus adalah sentral dari sejarah keselamatan, maka hidup kita harus menjadikan Kristus sentral, baru hidup kita berkait dengan apa yang Kristus sedang kerjakan. Kalau ini tidak terjadi dalam hidup, Saudara salah berharap, Saudara pasti buntu, Saudara pasti menemukan kekecewaan karena yang Saudara harapkan tidak terjadi. Tapi kalau semua yang Saudara harapkan terjadi, mana lagi ada alasan kecewa. Dan apa yang diharapkan Simeon bukan berguna untuk dirinya, dia sudah tua, waktu dia lihat Yesus Sang Raja masih bayi, dia mesti tunggu berapa lama lagi baru Yesus menjadi Raja. Dia tidak akan menikmati periode Kristus menjadi Raja di bumi ini. Maka Simeon mempunyai beban yang berat, cita-cita yang agung dan juga tujuan pengharapan yang menuju kepada kesejahteraan umat Tuhan dan pada kemuliaan nama Tuhan. Dia bukan orang yang sempit yang hanya melihat diri dan kebahagiaan diri, tapi dia melihat kepada seluruh karya yang Tuhan mau kerjakan di dalam umat Tuhan. Pengharapanku tidak boleh sama dengan hawa nafsuku. Di dalam Yakobus, Yakobus menulis suratnya dan mengatakan siapa yang berdoa secara benar itu mempunyai kuasa yang besar. Tetapi mengapa doamu tidak juga didengar? Karena engkau salah berdoa, engkau berdoa dengan meminta sesuatu yang akan dihabiskan untuk memuaskan dirimu sendiri.

Di dalam ayat 34, Simeon mengatakan kepada Maria “sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan menjadi suatu tanda untuk menimbulkan perbantahan”. Di sini dia menjadi seorang nabi yang menasihati Maria. Dia tidak menasihati Maria dan Yusuf, mungkin karena dia memiliki kepekaan untuk melihat Maria melahirkan Yesus waktu Maria masih perawan, atau mungkin karena dia punya pengetahuan ke depan, Yusuf tidak lama lagi akan meninggal. Ada kemungkinan Yusuf sudah meninggal sebelum Yesus memulai pelayananNya, karena Yusuf tidak lagi dicatat kecuali di dalam bagian awal Injil Lukas dan di dalam bagian Injil yang lain. Maka dia mengatakan kepada Maria “Anakmu ini akan membuat orang bangkit, tetapi akan membuat orang banyak jatuh. Anakmu ini akan jadi sumber pertentangan dan sumber perbantahan”. Saudara kalau dengar orang-orang peka hal-hal rohani sedang bicara, dengar dulu baik-baik. Ada orang-orang punya kepekaan tinggi, ada orang-orang cuma beri nasihat yang umum-umum. Tetapi ada orang yang peka, tahu apa yang sedang terjadi. Kepekaan ini adalah kepekaan yang hanya bisa dilatih di dalam ketulusan berjalan bersama dengan Tuhan. Yang tidak tulus relasi dengan Tuhan tidak mungkin peka, yang punya ketulusan dibimbing oleh Tuhan, makin mengerti apa yang sedang terjadi, makin tahu apa yang harus dikatakan, makin memiliki kepekaan untuk dipimpin oleh Roh Kudus. Pdt. Billy pernah mengatakan Roh Kudus itu paling sensitif terhadap konteks, paling tahu apa yang diperlukan dan Dia itu bekerja dengan cara yang sangat dinamis. Orang yang penuh dengan Roh Kudus adalah orang yang peka bicara hal yang Tuhan mau dia bicara dengan tidak takut, dengan berani dan tulus. Inilah yang dilakukan Simeon, maka Simeon tidak mau membesar-besarkan Maria “kamu ibu yang baik, nanti bayimu pasti bagus. Nanti Dia akan membuat damai di bumi, damai di hati. Sudah diberi nama Yesus, bagus, itu mirip dengan Yosua yang memberikan ketenangan. Pokoknya ibu tenang saja”. Simeon tidak lakukan itu. Simeon mengatakan “aku memberkati engkau dengan berkat ini, sesungguhnya Anak ini akan menjadi sumber perkelahian, sumber perbantahan, sumber permusuhan”. Mengapa Yesus menjadi sumber permusuhan? Karena sebelum kefasikan disingkirkan ke bumi, kefasikan akan selalu menjadi musuh Kekristenan, tidak mungkin tidak. Orang Kristen tidak mungkin tidak punya musuh. Ada seorang penginjil yang berkhotbah di Institute, dan saya ingat terus khotbahnya karena kalimat-kalimat dia yang aneh tapi unik. Dia mengatakan “Saudara sekalian, Tuhan berkata kasihilah musuhmu. Ini berarti kita akan selalu punya musuh”. Saya pikir kalau orang berkhotbah “kasihilah musuhmu” berarti kita harus belajar mengasihi orang. Tapi dia dengan berani berkata “ini berarti kita selalu akan punya musuh, maka Yesus berkata “kasihilah musuhmu”. Berarti ini kita akan selalu punya musuh. Tetapi dia melanjutkan “tapi Tuhan Yesus tidak mengatakan “buatlah musuh untuk bisa dikasihi. Tuhan tidak pernah mengatakan “ayo cari musuh, supaya ada yang bisa engkau kasihi”, tidak seperti itu. Tuhan hanya mengatakan “kasihilah musuhmu”, berarti musuh akan selalu ada. Lalu hantaman yang paling berat adalah ketika Anaknya ini harus dipaku di kayu salib. Mana ada ibu yang masih bisa bertahan melihat anaknya diperlakukan seperti itu. Ini adalah penderitaan yang sangat besar bagi Maria dan dia alami itu tanpa tahu apa yang akan terjadi. Meskipun dia mungkin punya iman tentang kebangkitan, tapi dia tidak punya pikiran tentang bagaimana kebangkitan itu akan terjadi. Yang dia lihat hanyalah Anaknya terpaku di kayu salib, menanti kematian dan dia harus tunggu di bawah sambil cucurkan air mata melihat penderitaan yang dialami Anaknya. Inilah pedang yang menghantam Maria. Berita Injil adalah berita sukacita bagi orang yang mau menerima. Tapi berita penuh penderitaan bagi sumber berita dan bagi pembawa berita. Ini konsep yang harus kita pahami sama-sama, berita sukacita Injil adalah bagi pendengar, tapi bukan bagi yang membawa karena sering kali yang bawa berita Injil, dia bawa berita Injil sambil pikul salib. Orang yang menginjili Tanah Batak, berapa banyak yang sudah mati kemudian dimakan oleh suku di sana. Dan ketika masih ada orang yang datang untuk memberitakan kabar baik, ini kabar baik bagi yang mendengar. Tapi bagi si pembawa, Paulus sendiri mengatakan “kami selalu dihadapkan dengan kematian, kami selalu dihadapkan dengan penderitaan untuk berita Injil”. Inilah yang Simeon katakan “Anakmu akan menjadi sukacita bagi seluruh bangsa, tapi akan menjadi pedang yang menembus jiwamu sendiri”. Maka Kristus menjadi Juru Selamat, dan Maria harus memikul bagian dia untuk Sang Juru Selamat itu menjadi milik seluruh Israel. Inilah berita yang bisa kita lihat dari Simeon, seorang yang peka, seorang nabi yang bersuara dengan luar biasa. Dia tahu apa yang terjadi kemudian, sekalipun dia hanya melihat seorang bayi yang kecil”. Inilah nabi yang sejati, dengan akurat menyampaikan pesan yang tepat untuk orang mengharapkan Tuhan dan pekerjaan Tuhan akan dikerjakan.

Setelah kita lihat Simeon, Lukas membahas tentang Hana. Di dalam Injil Lukas, Lukas sering sekali membuat paralel antara 2 orang saksi. Dan kalau dia lakukan itu biasanya saksi yang terakhir, itulah saksi yang terbesar. Jadi mengapa dia paparkan Simeon setelah itu Hana, berarti Hana lebih penting dari pada Simeon. Dan kalau Saudara baca, Saudara akan heran, Simeon kalimatnya dicatat, Hana tidak dicatat bicara apa, Simeon punya puisi puji-pujian dan nubuat yang akurat, Hana tidak punya kalimat apa pun. Tapi mengapa Hana lebih baik? Ini bisa kita dalam ayat 36, dia mengatakan ada seorang bernama Hana, dia hidup sudah sangat tua, dia sempat kawin selama 7 tahun. Ayat 37 “dan ia sudah menjanda selama 84 tahun” Bahasa Indonesia tidak terlalu akurat karena yang dimaksudkan 84 adalah tahun janda bukan usia dia. Jadi ayat 37 seharusnya diterjemahkan “dan sekarang ia menjanda selama 84 tahun”. 84 Tahun menjanda, tambah 7 tahun menikah, tambah umur waktu dia menikah, orang ini pasti usianya 100 tahun lebih. Dia tinggal di Bait Suci selama 84 tahun, pekerjaannya selama 84 tahun adalah berpuasa dan berdoa. Waktu suaminya meninggal, mungkin masih 20an, karena orang Israel menikah umumnya pada usia 14-17 tahun. Andaikan dia menikah pada usia 17 tahun, 7 tahun kemudian suaminya meninggal, berarti dia menjadi janda pada usia 24 tahun. Kalau dia menikah pada usia 14 tahun maka dia berusia 21 tahun ketika suaminya meninggal. Perempuan semuda ini bukankah mudah cari laki-laki lain? Tapi dia mengatakan “tidak, saya punya panggilan untuk sujud di Bait Suci berdoa, berdoa supaya Tuhan kirim Sang Mesias, berdoa supaya Tuhan pulihkan bangsa Israel, berdoa supaya Tuhan kirim Raja yang Tuhan sudah janjikan”. Inilah orang yang luar biasa agung. Seringkali kita melihat keagungan orang karena hasil besar, karena prestasi, karena mindset kita terlalu duniawi. Kita lihat segala sesuatu sesuai dengan prestasi yang dikenal dunia, tetapi kita tidak tahu prestasi yang Tuhan tuntut kepada kita. “Jemaatmu berapa banyak? Sudah berapa banyak orang yang dengar khotbah kamu? Sudah berapa banyak orang bertobat dlaam kebaktianmu? Sudah berapa banyak orang jadi hamba Tuhan karena pelayananmu?”, tapi kalau cuma orang-orang seperti ini yang sudah kerja hebat, maka pendoa-pendoa seperti Hana ini adalah nothing. Tapi dia nothing di dalam pandangan kita, bukan di dalam pandangan Tuhan. Bayangkan orang yang tinggal di Bait Suci dengan dedikasi “aku sekarang hanya mau kerjakan satu panggilan, berdoa dan berpuasa”. Kalau dengar dia berbicara mungkin tidak sedalam Simeon, tidak sefasih Simeon. Saudara melihat pelayanannya di usia yang lanjut, mungkin Saudara mengatakan “ini orang sudah terlalu tua, tidak mungkin kerjakan apa pun”, tetapi Hana mengerjakan apa yang menjadi panggilan dia. 84 Tahun berdoa, siang malam berpuasa, dan berharap supaya Tuhan kirimkan Mesias. Ini berarti kita bisa pelajari beberapa hal, yang pertama kita bisa lihat ada seorang perempuan yang punya beban begitu besar untuk seluruh bangsa. Dia tidak datang ke Bait Suci lalu mulai berdoa “Tuhan, suamiku sudah mati, kirimkanlah laki-laki lain menggantikan dia, kalau bisa lebih ganteng, aku ini apa, aku hanya berserah kepadamu”. Dia juga tidak berdoa “Tuhan, nanti kalau saya sudah tua siapa yang pelihara saya? anak tidak ada, keluarga tidak ada, bagaimana Tuhan? Bagaimana masa tuaku?”. Tapi yang menjadi beban Hana, yang keluar terus dalam doanya adalah “Tuhan kapan Mesias datang? Kapan Israel pulih? Kapan bangsa kasihan ini boleh mendapatkan anugerah Tuhan? Kapan keadilan, kesucian dan kemuliaanMu dinyatakan melalui kedatangan Sang Mesias?”, ini yang terus didoakan selama 84 tahun.

Apakah kita punya ketekunan berdoa? Hana menjadi simbol ketekunan berdoa dengan 84 tahun doa setiap hari untuk kedatangan Sang Mesias. Mengapa Mesias akhirnya datang? Salah satu pekerjaan paling penting sebelum Dia datang adalah doa Hana. Tuhan tidak mungkin mengabaikan doa yang dipanjatkan dengan tulus dan dengan sungguh-sungguh oleh seorang perempuan yang selama 84 tahun mendoakan hal ini terus. Mari kita berdoa untuk hal yang penting. Saya tidak mengatakan Saudara tidak boleh berdoa untuk diri, di dalam Doa Bapa Kami Tuhan mengatakan “doakanlah, jadikan kehendakMu” setelah itu “berikanlah kepada kami makanan kami”, Tuhan tidak larang Saudara berdoa untuk diri. Yang tidak boleh adalah menolak untuk meletakkan beban yang lebih luas untuk umat Tuhan. Hana melakukan ini, dia berdoa terus dan berharap “Tuhan, segera pulihkan umatMu, segera berikan Raja yang diharap-harapkan” dan dia lakukan ini dengan ketekunan yang besar. Doa tidak pernah “cuma”. Saudara orang penting yang orang lain tidak tahu. Saya tidak tahu setiap kali Saudara sujud di rumah, yang Saudara doakan apa, itu adalah relasi Saudara dengan Tuhan, Tuhan yang tahu. Tapi kalau Saudara tiap kali sujud lalu berdoa, minta kebangunan, minta bangsa ini diubahkan, minta kebenaran Tuhan dinyatakan, Saudara orang penting. Tidak ada orang yang tahu, tapi Tuhan tahu. Kalau ini terus menjadi seruan Saudara tiap hari, tiap malam, Saudara berbagian di dalam pekerjaan yang sangat besar. Dan Tuhan akan kerjakan hal besar kalau sudah ada orang-orang tekun yang terus berdoa. Mengapa Haa terus berdoa? Karena pada tahun ke-84 Yesus akan datang. Maka dia dipanggil Tuhan untuk mendoakan ini dengan tekun, menjadi pendoa syafaat yang tidak lelah menjalankan panggilannya untuk berdoa. Mari kita ubah mindset kita dengan melihat siapa yang punya hati Tuhan dan dengan mati-matian mendoakan tema-tema penting untuk Kerajaan Allah, inilah orang-orang penting dalam KerajaanNya. Mari kita ubah cara kita berdoa. Martin Luther mengatakan doa adalah hal yang sangat berat, hal pertama yang akan dicabut oleh Tuhan di dalam kehidupan orang Kristen untuk melumpuhkan kerohanian seseorang. Saudara mau rohani Saudara lumpuh? Iblis tidak cabut pengetahuan teologi Saudara dulu, iblis tidak membuat niat belajar Saudara habis dulu, yang iblis kerjakan pertama adalah membuat niat Saudara berdoa tidak ada. Waktu niat berdoa makin surut, Saudara makin digenggam oleh iblis. Dan yang makin parah adalah kalau doa tidak ada, tapi kegiatan luar begitu banyak. Akhirnya orang merasa lumayan dipakai Tuhan, banyak kegiatan, tapi tidak berdoa. Kalau tidak ada doa, Saudara sedang dicengkram iblis, lalu Saudara merasa aman tanpa tahu bahaya yang sedang mengintai Saudara. Ini menjadi salah satu berometer kita untuk cari tahu apakah saya sedang dalam bahaya atau tidak? Bagaimana kehidupan doaku, apa isi doaku? Apa yang paling aku harapkan terjadi dalam doaku? Belajar dari Hana, kita mau belajar doa yang sungguh, menyatakan permohonan yang besar, menyatakan permohonan yang tidak berpusat pada diri, menyatakan permohonan yang menyatakan kemuliaan nama Tuhan. Maka Luther mengatakan hal pertama yang iblis serang adalah kehidupan doa. Dan itu dia rasakan berkali-kali, dia mengatakan “ketika keinginan doa itu dicabut, sepertinya hilang, saya kerja keras untuk mengembalikannya”. Dia mengatakan “kadang-kadang waktu keinginan berdoa tidak ada, saya harus berdiam dulu, lalu saya berharap sambil menyanyikan pujian atau mengulang ayat-ayat Alkitab atau mengulangi pengakuan iman berharap ada satu kerinduan berdoa yang muncul dalam hatiku”. Dan dia mengatakan terkadang perlu tempat yang khusus, kadang dia datang ke gereja dan berdoa di situ sambil mempersiapkan diri untuk siap dalam doa. Luther mengatakan hal paling lama dalam doanya adalah persiapan untuk berdoa. Dia tidak sembarangan tutup mata lalu otomatis berdoa. Kalau kita terkadang terlalu meremehkan doa, apalagi doa makan, pokoknya doa makan 3 poin, pertama terima kasih untuk makanan, kedua berkati pembicaraan di meja makan, ketiga tolong orang-orang yang tidak makan. Sebagus apa pun kalimat doa, kalau tidak keluar dari hati, susah, tidak mungkin jadi doa yang diberkati oleh Tuhan. Maka kalau kita berdoa biarlah ucapan kita pun kita ucapkan dengan persiapan yang sungguh. Persiapan hati, ketenangan hati untuk berdoa.

Luther mengatakan kalau hati tidak tenang, saya akan nyanyi, karena saya tahu ketidak-tenangan hati untuk berdoa adalah cara iblis untuk mengatakan “tidak perlu berdoa, sudah tidak ada waktu lagi, ini sudah waktunya untuk pelayanan yang padat, untuk apa berdoa sekarang? Karena Tuhan tahu semuanya yang tidak kita doakan pun Dia sudah tahu”, Luther sudah tahu ini si iblis, dan dia akan mengatakan “hai iblis, enyahlah karena Tuhan sudah berfirman engkau harus berdoa kepadaKu senantiasa”, ini yang Luther katakan. Maka Luther mengatakan “waktu godaan ini hati menjadi kering, tidak rindu berdoa muncul, saya kerja keras untuk mengembalikannya”. Luther mengatakan “kalau engkau berdoa seperti engkau ngobrol dengan orang, perlu ada komitmen, sungguh-sungguh, serius”. Saya kalau berbicara dengan Saudara, mata saya memandang kemana-mana, itu tidak sopan. Ada relasi yang berkomit, saya tidak boleh bicara dengan orang lain lalu pergi kemana-mana. Tapi seringnya kita lakukan ini kepada Tuhan, kita doakan semuanya, tidak peduli hatiku sedang dimana, sedang pikirin apa, sedang terbeban apa, pokoknya saya lempar semua kalimat itu, Tuhan cerna sendiri. Ini tidak benar. Luther mengatakan perlu waktu untuk membuat hatinya kembali di-set untuk berdoa kepada Tuhan. Dia perlu waktu merenungkan Firman untuk hatinya siap berdoa. Setelah kita tahu kehidupan doa kita dengan hati yang sungguh-sungguh di set untuk Tuhan, apakah beban kita pun tulus? Kalau hati kita di-set untuk Tuhan berapa banyak porsi doa kita nyatakan untuk pekerjaan Tuhan boleh dinyatakan. Mari belajar punya kehidupan doa yang baik. Saudara tidak mungkin rugi belajar ini, Saudara tidak mungkin tidak diberkati Tuhan kalau kehidupan doa kita baik dan mendoakan hal-hal yang menyatakan Kerajaan Allah, kebenaran dan kemuliaan Tuhan dinyatakan. belajar dari Hana. Hari ini kita lihat 2 orang yang sangat luar biasa besar, tapi saya percaya dari cara Lukas menulis, Lukas memberikan penghargaan lebih besar kepada perempuan tua yang sepertinya tidak punya keahlian apa-apa, yang kata-katanya pun tidak dicatat, tetapi yang punya bagian paling penting sebelum Kristus datang yaitu mendoakan kedatangan Sang Juru Selamat selama 84 tahun. Kiranya ini menjadi kekuatan bagi kita untuk mempunyai pengharapan yang sejati di dalam Tuhan dan mempunyai doa yang sungguh-sungguh diperkenan oleh Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)