- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Doktrin Predestinasi 2
Rancangan Tuhan bukan hanya mengenai keselamatan kita, tetapi mengenai pemanggilan orang-orang untuk menjadi milik Tuhan. Ini penting karena kita melihat di dalam Reformasi ada dua gerakan yaitu gerakan Reformasi angkatan pertama, dipimpin Martin Luther. Tidak ada orang mempunyai posisi sepenting dia karena ketika Reformasi berlanjut dan generasi kedua muncul kita melihat sekelompok orang, salah satunya Calvin, yang berpengaruh untuk memberikan pertumbuhan Reformasi di Eropa. Tapi tidak ada yang mendominasi seperti Luther dalam memberikan pengaruh. Maka Luther adalah tokoh yang sangat penting, apa yang dia katakan merombak pemikiran gereja Tuhan. Ada hal unik dari Reformasi Luther yang tidak lagi dilanjutkan di dalam generasi berikut. Pertama, Reformasi yang menekankan tema Re-discovery of The Gospel, penemuan kembali Injil. Di dalam pemikiran Martin Luther, gereja Tuhan sudah lupa berita Injil, sehingga perlu diingatkan kembali. Tuhan memakai Luther untuk mendobrak dan memberikan Injil kepada gereja Tuhan, bahwa kita dibenarkan karena Kristus. Pembenaran oleh iman adalah cara paling penting untuk mengkhotbahkan Kristus, sebab jika engkau diselamatkan karena iman kepada Dia maka Dialah yang memberikan keselamatan itu. Kristus yang membuat kita benar bukan diri kita. Ketika Luther menekankan tentang pentingnya Inijl, dia menyatakannya dengan doktrin pembenaran oleh iman. Apakah gereja ingat hal ini? Tidak, meskipun gereja di dalam sejarah terus diingatkan tentang tema ini, tetapi pada zaman Luther, gereja melupakannya. Sehingga Luther mengatakan ketika dia dibangkitkan oleh Tuhan, dia berkhotbah menyatakan Injil untuk menggoncang Eropa, seperti yang belum pernah dilakukan siapapun sebelumnya. Dan menurut Martin Luther ini adalah tahap akhir dari sejarah, karena setelah gereja Tuhan dipulihkan, tinggal tunggu satu lagi yaitu orang Yahudi menerima Injil, maka Tuhan datang kembali. Tapi generasi berikutnya dari Reformasi menekankan tema yang lain, bukan berarti mereka menolak tema Martin Luther. Tapi mereka sadar ada satu hal penting yang Luther belum lakukan, yaitu memerangi penyembahan berhala di gereja. Sehingga tema dari Reformasi generasi berikut, dari Calvin dan rekan-rekan, adalah kita perlu bukan cuma menyatakan Injil yang sudah dilupakan kembali diingat, tetapi kita perlu menekankan pentingnya gereja, cara beribadah yang salah harus dikoreksi. Penyembahan berhala tidak bisa dipertahankan dalam gereja.
Di dalam pengertian sebelum para reformator, orang mempunyai pemikiran bahwa Kristus adalah Allah sejati dan memang Dia adalah Allah sejati. Tetapi akibat tidak memahami atau melupakan bahwa Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, membuat orang merasa perlu ada pengantara untuk datang kepada Dia. Jika Dia adalah Allah yang mulia, layakkah kita datang kepada Dia? Tidak. “Maka saya perlu diantar oleh Maria, saya perlu diantar oleh tokoh-tokoh yang suci, yang jasanya melampaui yang Tuhan tuntut.” Tetapi Reformasi generasi kedua mengingatkan bahwa mengabaikan bahwa Dia sudah datang menjadi Imam Besar kita, membuat kita tidak mengerti Dia satu-satunya Pengantara. Ketika orang menekankan Yohanes membuktikan Yesus adalah Allah, Calvin justru menekankan Inijl Yohanes tentang Yesus sebagai manusia. Apakah John Calvin tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah? Ini tuduhan yang diberikan oleh musuh-musuhnya. Tapi kalau kita membaca commentary itu kita tahu Calvin mengakui Konsili Kalsedon yang percaya Kristus memiliki 2 natur. Tapi Calvin mengingatkan perlunya memahami keseimbangan yang diberitakan di dalam konsili itu. Itu sebabnya Reformasi generasi kedua lebih menekankan person of Christ, pribadi Kristus untuk menyeimbangkan natur Ilahi dan natur manusia. Ini tradisi penting di dalam Reformed, kita mesti tahu hal ini. Jika kita tidak kenal Tuhan, maka kita sulit bertumbuh. Karena tanpa mengasihi Allah, sulit bagi kita untuk bertumbuh ke arah Dia yang adalah Kepala. Di Efesus ditekankan pertumbuhan itu terjadi karena Kristus adalah Kepala dan kita bertumbuh ke arah Dia. Kalau kita bertumbuh ke arah Dia, maka tidak mungkin kita bertumbuh tanpa mengerti betapa besar kasih Allah di dalam Kristus. Itu sebabnya Efesus menekankan dua hal, yaitu cinta Tuhan melampaui pengertian kita. Dan Paulus mengatakan “saya berdoa supaya kamu mengetahui kasih Allah meskipun itu melampaui segala kemungkinan kita mengetahui”. Mengapa penting untuk mengetahui kasih Allah? Supaya engkau belajar mencintai Tuhan dan di dalam cinta kepada Tuhan ada pertumbuhan. Kita punya kecenderungan ingin sama dengan orang yang kita cintai dan kagumi. Jika kecintaan kita kepada Tuhan tidak ada, maka kita tidak mungkin bisa jadi orang Kristen, karena tidak ada yang dapat mengalahkan gairah dan cinta kasih hati Kita. Tapi bagaimana bisa mencintai Tuhan jika kita tidak mengenal Dia? Maka di dalam pemikiran Calvin, hal paling utama adalah harus mengenal Tuhan. Tuhan mencipta manusia supaya bisa mengenal Tuhan karena inilah yang membentuk manusia. Itu sebabnya firman Tuhan penting karena kita diberikan pengenalan akan Dia melalui firman. Kita boleh bertumbuh di dalam Dia karena kita kenal Dia. Pengenalan ini yang menumbuhkan kecintaan kepada Dia, serta kebencian kepada diri yang lama dengan pengharapan bahwa kita diubahkan. Karena kalau kita benci dosa, tapi kita tidak punya pengharapan diri yang baru, kita akan depresi dan merasa tidak ada guna memperjuangkan hidup yang suci. Tapi jika Kita tahu bahwa “diri saya yang lama sangat jelek dan perlu disingkirkan, dan diriku yang baru di dalam Kristus sedang dijadikan Tuhan di dalam diri saya”, itu akan membangkitkan Kita untuk semakin mengasihi Tuhan. Ini harus kita ketahui, tanpa mengenal ini, kita menjadi Kristen palsu.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Kristus adalah Allah
Ketika Paulus berbicara tentang Allah yang harus disembah, dia menyatakan sebuah doxology atau ucapan puji-pujian kepada Tuhan. Roma 1: 25 “mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja menyembah makhluk dengan melupakan penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin”. Pencipta yang harus dipuji selama-lamanya adalah kalimat pujian atau doxology kalau dalam pengertian tradisi Kristen. Roma 11: 36, dia menekankan pengertian Allah adalah Pemilik dan juga Penyebab dan yang harus dimuliakan dalam segala sesuatu. Dan dia kembali menyatakan doxology, “sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia, bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. Dalam ayat yang ke-5 dikatakan “Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin” Ini adalah kalimat pujian yang dipanjatkan karena kesadaran siapa Allah. Kita perlu menyadari dan mengalami kesadaran ini, menikmati bahwa mengenal Allah itu bukan hanya peristiwa kognitif. Tapi lebih dari itu, pengenalan ini adalah pengenalan yang membebaskan kita dari segala limpahan atau sukacita yang palsu, karena di dalam hidup kita mencari kemungkinan untuk menikmati kebenaran Tuhan di dalam keadaan yang penuh. Saudara ingin hidup dengan segala hal yang membuat penuh hidup kita. Kita tidak ingin menjalani hidup yang stabil dan standar, kita ingin terjadi sesuatu besar di penghujung hidup. Ini jadi keinginan setiap orang, Saudara masih hidup jadi Saudara punya harapan. Pengharapan itu tidak mungkin diprediksi dengan kemampuan mengatur hidup. Hans Weder mengatakan kalau kita punya cita-cita atau rencana depan yang baik, itu bukan pengharapan. Karena pengharapan lebih dari sekedar menginginkan keadaan baik. Pengharapan adalah sesuatu yang hanya mungkin terjadi dari atas atau dari Tuhan. Maka kalau Saudara punya cita-cita, itu bukan pengharapan, karena pengharapan adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi dengan kekuatan manusia. Jika Saudara mengharapkan pengharapan sejati, maka yang Saudara harapkan jauh lebih besar dari yang dikerjakan manusia. Banyak orang salah mengerti antara pengharapan dan cita-cita sehingga keduanya dikacaukan. Pengharapan versi Alkitab adalah sesuatu yang tidak bisa terjadi dari manusia, sehebat apa pun manusia bekerja. Dalam Alkitab, pengharapan itu seringkali terjadi di luar nalar, di luar semua prediksi manusia. Itu sebabnya kita hidup, sebagai orang Kristen, dengan penuh kelimpahan karena pengharapan. Jika kita tidak punya pengharapan, maka kita belum menikmati kehidupan Kristen sejati. Ketika kita sadar bahwa Allah satu-satunya yang membawa pengharapan menjadi nyata, maka kita akan memuji Dia, kita berdoxology. Kita memuji Tuhan karena Dia mengerjakan hal yang tidak mungkin dicapai manusia. Inilah alasan memuji Tuhan, inilah alasan doxology. Jadi kalau ditanya “mengapa memuji Tuhan?”, Saudara harusnya memberi jawaban bahwa Allah yang akan mengerjakan apa yang saya harap, tapi harapan ini adalah harapan yang saya pegang dengan segala hal bentuk pesimisme karena saya tidak yakin ini bisa terjadi, jadi saya berharap kepada Tuhan. Jadi ketika manusia tidak punya harapan lagi, lalu dia berharap kepada Tuhan, begitu Tuhan menyatakan diri, pada waktu itu dia akan memuji Tuhan, itulah alasan berdoxology.
Memuji Tuhan adalah hal terindah bagi manusia. James K.A. Smith mengatakan manusia adalah makhluk yang mencintai dan manusia adalah makhluk yang memuja. Jika kita tidak memuji, kita tidak menyembah, kita bukan manusia. Manusia bukan manusia karena punya rasio, manusia bisa punya rasio tapi tetap tidak jalankan hidup sebagai manusia. Manusia bisa punya kehendak, tapi tetap tidak menjalankan hidup sebagai manusia, ini perkataan dari John Duns Scotus. Dia mengatakan manusia punya kehendak dan itulah hal paling penting yang kita miliki dan jalankan. Jika kehendak Saudara baik, maka hidup Saudara pun baik. Jika kehendak Saudara buruk, maka banyak pengalaman pahit yang Saudara akan alami ke depan, karena Saudara akan didorong oleh keinginan yang buruk itu. Tapi lebih dari itu, James Smith mengatakan manusia adalah makhluk yang menyembah. Kita akan kosong jika kita tidak menyembah, kita perlu menyembah. Siapa yang disembah? Tentu Tuhan. Tapi manusia tidak didesain untuk menyembah Allah yang abstrak. Menyembah Allah yang astrak berarti Saudara menyembah Allah tapi tidak digerakkan oleh pengertian yang tepat. Pengertian yang tepat tentang Allah sangat diperlukan, kalau kita tidak tahu siapa Dia dan kita tidak kenal Dia, kita akan sulit memuji Tuhan. Lalu bagaimana kita mengenal Tuhan? Biasanya orang Kristen akan mengatakan sesuai Kitab Suci, mengenal Allah berdasarkan firman, mengenal Allah berdasarkan teologi yang benar. Itu pun kalimat yang belum dijelaskan dengan lebih detail. Ini kalimat-kalimat slogan yang perlu penjelasan lebih. Kita sering mendengar orang mengatakan “jangan dengar khotbah tentang Allah yang salah, nanti pengenalanmu akan Allah jadi salah, harus dengarkan Dia berdasakan pengenalan yang benar”. Pengenalan yang benar itu apa? Ini perlu penjelasan dan kita tidak membiasakan diri untuk mendapatkan penjelasan. Kita tidak mau dianggap tidak tahu, sehingga kita sulit bertanya, karena pertanyaan akan menunjukan kalau kita tidak tahu. Tapi kalau Saudara memang tidak tahu, apa salahnya dikenal sebagai orang yang tidak tahu? Kalau Saudara mengambil langkah bertanya, mungkin Saudara akan menjadi pahlawan karena semua orang ingin menanyakan itu, cuma semua orang takut ditertawakan, tapi Saudara mengambil kerelaan ditertawakan dan tidak ada yang menertawakan karena semua juga tidak mengerti. Mengenal Allah yang benar berarti Saudara mendapatkan kaitan yang erat antara hidup di sini dengan siapakah Tuhan. Kita selalu ingin menjawab pertanyaan siapakah Tuhan, tapi Saudara tidak bisa menjawab pertanyaan itu tanpa Saudara mengaitkan siapa Tuhan dengan kehidupan kita di sini. Ketika Calvin menulis Institute of Christian Religion buku 1, dia mengaitkan pengenalan Allah dan pengenalan diri sebagai dua hal yang utuh. Saudara tidak bisa mempunyai pengenalan Allah yang abstrak, tahu informasi tentang Dia tapi Saudara tidak tahu apa kaitannya dengan pergumulan hidup. Tetapi Kitab Suci selalu mengaitkan siapa Allah dengan apa yang terjadi di dunia. Ketika Allah menyatakan diri sebagai Allah perjanjian, itu terjadi karena Dia mengikat perjanjian dengan orang Israel. Waktu Allah menyatakan diri sebagai Allah yang setia, itu terjadi karena orang Israel perlu Pencipta yang mendampingi mereka, menebus mereka, dan membawa mereka ke dalam tanah perjanjian, mereka perlu Allah seperti itu, dan Allah adalah Allah yang seperti itu. Jadi tidak ada tema apa pun tentang Tuhan yang tidak berkait dalam hidup. Maka ada dua hal, pertama adalah tentang Allah, kedua adalah tentang hidup. Dua ini berkait, kita tidak bisa kenal Allah kecuali kita kaitkan Dia dengan hidup. Kita tidak bisa tahu apa yang harus dijalankan dalam hidup, kecuali kita menjalankan hidup sebagai sesuatu yang dijalankan demi Tuhan dan bukan diri kita sendiri. Jadi siapa Allah? Pertama Saudara kaitkan pengenalan akan Allah dengan apa yang dialami di dalam hidup. Baru kita sadar bahwa banyak orang salah mengenal Allah, karena mereka salah merumuskan tentang apa yang harus dipahami dalam hidup. Mengapa sulit bagi kita untuk mengenal Tuhan? Karena kita tidak tahu apa yang harusnya kita temui dan jalankan dalam hidup. Ketika ditanya tentang hidup, kita pun bingung jawaban ini. Ini membuktikan kita sulit mengenal Allah jika kita sulit mengenal makna hidup. Tapi bagaimana tahu apa itu hidup kalau kita kaitkan dengan Allah? Mengaitkan Allah dengan hidup adalah hal yang harus terjadi supaya Saudara tidak mengenal Allah secara abstrak. Kalau Saudara tidak punya paralelnya di dalam hidup untuk mengerti konsep ini, Saudara akan mengenal Allah dengan salah. Termasuk kalau meletakkan itu di dalam konteks yang salah, “Allah itu setia karena kemarin saya mencuri dan Tuhan melindungi saya, tidak ditangkap polisi”, itu mengaitkan kesetiaan Allah dengan konteks hidup yang salah. Ini akan membuat Saudara salah mengenal Tuhan dan Saudara akan mengatakan “puji Tuhan untuk alasan yang salah”. Maka hal pertama yang kita perlukaan adalah mengenal siapa Allah dan mengenal apa yang terjadi dalam hidup, apa yang Dia lakukan di dunia ini, apa yang Dia mau terjadi di bumi, apa yang Dia mau terjadi, apa yang Dia atur supaya terjadi di dalam kehidupan manusia. Sehingga pertanyaan tentang siapa Allah harus dijawab setelah kita merenungkan tentang apa yang harusnya terjadi di dalam hidup manusia. Jadi keadaan manusia yang baik menjadi satu pikiran yang harus jelas dulu, baru kita bisa mengagumi siapa Tuhan. Karena kita tidak akan bisa mengenal Dia lebih dari apa yang Dia kerjakan dalam hidup kita. Calvin juga yang mengatakan ini, kita tidak mengasihi Tuhan kecuali kita mengenal Dia sebagai Allah yang melakukan segala kebaikan yang benar-benar baik, bukan kebaikan lewat versi kita yang sempit, itu yang membuat kita mengenal dan bersyukur kepada Dia. Kita berdoxology, kita akan mengatakan “terpujilah nama Tuhan karena hal ini”. Jadi kita perlu bereskan dulu tentang pengharapan manusia.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Terkutuk Demi Israel
Kita sampai ke dalam pasal 9, berbicara tentang sejarah keselamatan, bagaimana Tuhan menggenapi rencana menyelamatkan bangsa-bangsa lain dengan membiarkan Israel tertolak. Ini satu rencana bagi Paulus yang sulit dipahami, apalagi dia orang Israel yang punya zeal yang besar untuk Israel. Ada beberapa tema yang bisa kita pelajari yang sulit diterima tapi fakta. Kalau kita mau menerima tema ini, kita hanya mungkin bisa menjadi tenang jika kita tahu apa tujuan final Tuhan mengerjakan segala hal yang Dia kerjakan. Apa yang terjadi di dalam sejarah keselamatan, apa yang Tuhan mau buat, itu hanya mungkin berarti jika kita lihat apa tujuan final Allah mengerjakan segala sesuatu. John Duns Scotus mengatakan bahwa ketika Allah menjadikan segala sesuatu, maka tujuan final dia menjadikan segala sesuatu itu adalah supaya Kristus menjadi segalanya. Kristus menjadi segalanya baik di surga maupun di bumi. Ini pikiran yang sangat penting di dalam sejarah Kekristenan. Scotus pernah mengkritik tradisi Dominikan, ada dua tradisi yaitu Dominikan dan Fransiskan. Dominikan adalah tradisi berdebat, ini tradisi biara yang didirikan untuk berdebat dengan orang Muslim. Tradisi ini berdiri tidak beda lama waktunya dengan berdirinya tradisi Fransiskan yang didirikan oleh Franscis dari Asisi dengan menjalani kehidupan yang sangat sederhana dan menjadi pengaruh besar. Jadi Fransiskan dan Dominikan memengaruhi banyak tempat di Eropa, keduanya sebagai tradisi yang sama-sama kuat, mereka bersaing. Yang satu menekankan keindahan, seni dan juga kerohanian, satu lagi menekankan bagaimana berapologetik, berdebat, dan mengekspresikan kebenaran Kristen dengan cara yang meyakinkan. Salah satu yang dijadikan keberatan dari tradisi Fransiskan adalah ketika orang Dominikan berusaha untuk menjelaskan kedaulatan Allah dengan argumen-argumen yang bagi mereka tidak kena. Argumen-argumennya ada banyak, tapi orang seperti Scotus, seorang Fransiskan, menyerang tradisi Dominikan dengan mengatakan “kamu tidak mengerti yang paling penting dari Tuhan. Yang paling penting dari diri Tuhan itu bukan rasionya Tuhan, tapi kehendakNya Tuhan”. Maka kalau orang Dominikan mengatakan Allah itu Mahakuasa, Dia bisa mengerjakan segalanya, apa pun yang Dia mau kerjakan akan Dia kerjakan. Dia akan mengerjakan hal yang suci dan baik karena diriNya suci dan baik. Tentu semuanya akan setuju dan tradisi Fransiskan juga akan setuju, tapi pertanyaannya adalah apakah kebaikan Tuhan sesuatu norma yang melampaui Tuhan atau ada di dalam Tuhan? Apakah Tuhan tunduk kepada prinsip baik? Menurut Fransiskan, orang-orang Dominikan, termasuk Thomas Aquinas, terlalu banyak menekankan argumen yang membuat seolah-olah Tuhan harus tunduk kepada aturan di luar Dia. Tuhan sendiri seperti harus tunduk dengan keharusan menjaga keadilan, Tuhan seperti harus tunduk pada konsep kasih. Maka Scotus mengkritik argumen seperti itu dengan mengatakan yang paling utama dalam menjelaskan Tuhan adalah kehendak. Tuhan mempunyai keinginan dan kesukaan. Apa yang Dia sukai itu yang Dia kerjakan. Jadi Saudara mengatakan Tuhan itu Mahakuasa karena Dia hanya melakukan apa yang Dia suka. Dia tidak akan melakukan apa yang tidak Dia suka. Kalau Saudara mengatakan “apakah Allah Mahakuasa, bisakah Allah menciptakan Allah yang lain, Allah yang setara dengan Dia? Kalau tidak bisa, Dia tidak Mahakuasa”. John Duns Scotus akan menjawab “mengapa begitu tanda Mahakuasa?”, tanda Mahakuasa adalah Dia akan kerjakan apa yang Dia suka. Tanda Dia Mahakuasa adalah Dia tidak terkurung untuk melakukan apa yang Dia tidak mau. Saudara tidak bisa meminta Dia melakukan apa yang Dia tidak mau, Tuhan hanya melakukan apa yang Dia sukai, yang Dia inginkan. Ini mirip kalau Saudara punya kedaulatan, Saudara akan memilih melakukan apa yang Saudara suka, itu menunjukan Saudara berdaulat. Demikian juga menurut Scotus, Tuhan melakukan apa yang Dia mau, yang Dia sukai.
Pertanyaan berikutnya, “kalau Dia melakukan apa yang Dia sukai, apakah kita bisa pastikan semua yang terjadi di dalam sejarah, apakah semua Tuhan sukai? Kalau semua Tuhan sukai, bagaimana dengan dosa, kekejaman, kecemaran, kejahatan?”. Scotus akan menjawab “Tuhan mempunyai kehendak dan kehendak itu harus kita anggap sebagai yang utama dulu”, jadi Saudara harus tahu apa yang menjadi utama, baru yang lain kita gumulkan sebagai cara untuk mencapai yang utama itu. Maka Scotus memberikan argumen seperti ini bahwa kita melaksanakan hidup sebelumnya kita merancang dalam pikiran kita. Apa yang kita rancang, yang pertama kita pikirkan adalah tujuan rancangan kita. Kalau Saudara ingin pergi ke Surabaya, maka Saudara akan menjadikan ke Surabaya sebagai tujuan final. Lalu Saudara akan memikirkan bagaimana cara ke Surabaya, apakah dengan beli tiket pesawat, mengemudi sendiri atau naik kereta. Cara ini Saudara pilih karena Saudara sudah menetapkan tujuan dulu. Jadi tujuan itu selalu ditetapkan di awal rencana, cara itu belakangan. Tapi waktu Saudara jalankan akan terbalik, cara itu duluan baru tujuan belakangan. Scotus mengatakan cara itu selalu dipikirkan belakangan tapi dilaksanakan terlebih dulu, ini berkait dengan Tuhan. Demikian juga Allah, di dalam merancang segala sesuatu, Tuhan menetapkan tujuan yang paling Dia sukai lebih dulu. Apa yang paling Dia inginkan dalam mencipta? Mengapa Dia mencipta, tujuannya apa? John mengatakan tujuannya adalah kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Mengapa Tuhan menciptakan segala sesuatu? Untuk meninggikan Kristus. Kristus dimuliakan di surga dan di bumi adalah tujuan. Kalau Tuhan merancang tujuan, berarti tujuan itu akan belakangan di dalam penciptaan, ini yang tadi kita lihat dengan rancangan dan tujuan. Tuhan merancang bagaimana caranya meninggikan Kristus di surga dan di bumi? Ada rencana, ada keselamatan, ada penciptaan. Tujuan Tuhan mencipta, menebus manusia, mengizinkan sejarah keselamatan, Israel dipilih, lalu Israel dibuang, Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, semua menuju kepada kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Jadi kemuliaan Dia final tapi itu dalam rancangan Tuhan pertama. Sehingga kalau ada orang tanya “John kamu tahu dari mana kalau tujuan Tuhan yang final itu adalah meninggikan Kristus di surga dan di bumi?”, John akan menjawab “karena itu yang final, yang belakangan di dalam Alkitab, itu yang terjadi terakhir”. Apa yang terjadi terakhir berarti adalah tujuan yang di dalam rancangan Tuhan itu pertama. Kalau John menggambarkan Tuhan berpikir, tentu kita tidak tahu bagaimana Tuhan berpikir di dlaam keterbatasan kita”, tapi John akan mengatakan “Tuhan, seolah-olah mengatakan Aku ingin meninggikan Sang Anak, meninggikan Kristus di surga dan di bumi maka Aku mencipta surga dan bumi, Aku merancang keselamatan, Aku membuat segala hal yang disiapkan untuk meninggikan Kristus di surga dan di bumi”, ini yang Allah siapkan. Maka menurut John, Saudara dan saya tidak bisa menggumulkan apa yang terjadi di dalam dunia kalau kita tidak tahu mengapa Tuhan menciptakannya, finalnya apa. Kalau kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan utama maka Saudara tidak akan punya kesadaran tentang mengapa sesuatu terjadi. Maka dalam pasal 9-11 dia memberikan pengertian mengapa Tuhan beralih dari Israel ke bangsa-bangsa lain. Hal-hal seperti ini perlu kita tahu, kadang-kadang kita berharap bisa mendengat khotbah dan mengharapkan khotbah itu bersifat praktis. Maka hal penting sebelum kita mengerti bagaimana harus hidup, kita harus tahu dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam Kitab Suci, Tuhan melakukan apa saja di dalam sejarah. Karena zaman di dalam Kitab Suci, mulai dari Kejadian sampai Wahyu, memberikan kepada kita pengertian siapa Tuhan di dalam sejarah. Saudara tidak akan menemukan sumber lain yang mengajarkan siapa Tuhan di dalam sejarah, selain Kitab Suci. Maka untuk tahu bagaimana hidup, Saudara harus tahu lebih dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam sejarah, bagaimana Dia bertindak, apa yang Dia katakan kepada manusia, bagaimana Dia menyingkirkan manusia berdosa, ini semua dicatat di Kitab Suci. Kecuali kita mengerti bagaimana Tuhan bertindak dalam sejarah, maka kita tidak mungkin bagaimana Tuhan bertindak sekarang. Jadi caranya bukan “saya menilai hidup saya dulu, saya sudah mengerti bagaimana hidup cuma ada sedikit lubang, itu yang saya harapkan didapat dari khotbah”, tapi khotbah bukan seperti itu. Khotbah akan mengatakan pemahaman kita terhadap hidup itu pun harus kembali ke Alkitab. Firman Tuhan bukan untuk mengisi yang kurang, tetapi mengganti seluruh pemahaman yang salah tentang hidup supaya kita bisa memahami yang benar dengan melihat bagaimana Tuhan menyatakan berkatNya atau murkaNya atau pemeliharaanNya atau hikmatNya di dalam Kitab Suci. Jadi Saudara perlu tahu apa yang terjadi dari Kitab Suci, apa yang terjadi pada Israel di dalam Kitab Suci.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Kebutuhan untuk Dikasihi
Dikatakan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan kita dari cinta kasih Allah. Sebenarnya ini bagian dari pengharapan orang Israel, karena ketika orang Israel mendapatkan keadaan dibuang oleh Tuhan, mereka menginginkan untuk dipulihkan dan pulih di dalam pemikiran mereka itu mengandung banyak sekali aspek. Paling tidak ada 5 aspek penting yang mereka kejar, yang pertama mereka rindu Tuhan memulihkan mereka di tanah yang Tuhan janjikan. Kedua, mereka rindu Tuhan memulihkan mereka dengan memberikan raja yang akan memberikan keadilan di tengah-tengah mereka. Mereka juga merindukan supaya Tuhan memberikan kembali damai sejahtera dari penyertaan Tuhan yang tidak kunjung hilang, yang sempurna diberikan. Kemudian mereka juga menginginkan supaya Tuhan menyatakan kasih dan perkenanan Tuhan selama-lamanya. Mereka rindu Tuhan berkata kepada mereka bahwa Tuhan mencintai mereka. Lalu yang terakhir, mereka merindukan Tuhan mengubahkan hati mereka. Ini semua adalah aspek-aspek dari pengharapan Israel di dalam Kitab Yeremia, Yesaya dan Yehezkiel. Apa yang diinginkan Israel? Supaya mereka dipulihkan, semua keadaan yang Tuhan pernah janjikan menjadi sempurna di dalam kehidupan mereka. Tapi di dalam Perjanjian Lama apa yang dijanjikan ini tidak mencapai kesempurnaannya, belum tercapai dengan tuntas. Itu sebabnya setelah penulisan Perjanjian Lama selesai, harus ada seruan dari Yohanes Pembaptis yang menyatakan janji Tuhan sekarang sudah tiba. Perjanjian Lama menyatakan apa yang Tuhan mau berikan, Perjanjian Baru menyatakan bagaimana yang Tuhan janjikan ini sudah terjadi. Apa yang Tuhan mau berikan dan yang Tuhan janjikan, menjadi sempurna di dalam kehidupan gereja Tuhan. Kita melihat bahwa Paulus mengerti pengharapan ini, Paulus mengerti apa yang dia selidiki sendiri dari Perjanjian Lama. Paulus tahu ini yang diperlukan oleh Israel. Sekarang Tuhan tidak hanya menjanjikan bagi Israel, tapi bagi seluruh bangsa yang mau beriman kepada Kristus. Ini kesempurnaan janji yang Tuhan berikan. Itu sebabnya ketika Paulus berbicara tentang Injil, dia berbicara di dalam konteks, dia tidak berbicara dalam tema baru. Paulus bukan pemikir original yang menyampaikan teori baru. Paulus menyampaikan apa yang dia tahu dari Taurat, apa yang dia tahu dari Mazmur, apa yang dia tahu dari Kitab Nabi-nabi, dan dia menyatakan “sekarang saatnya sudah tiba, inilah kegenapan waktu. Apa yang kamu nanti-nantikan sekarang sudah diberikan”. Maka, ketika Paulus memberitakan Injil, dia akan memberitakan pengharapan Israel kepada bangsa lain. Ini sesuatu yang berbeda dengan praktek penginjilan yang kita tahu, kalau kita memberitakan Injil kita menekankan keperluan akan Juruselamat, tetapi tidak membagikannya dengan cara yang diajarkan Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama yang Tuhan ajarkan adalah kebutuhan akan dicintai Tuhan. Semua bangsa memerlukan adanya Allah yang membawa mereka ke dalam relasi yang indah dengan Dia. Ini adalah pernyataan di dalam Kitab Suci, dan fakta yang Paulus temukan waktu dia memberitakan Injil. Ketika dia pergi ke Athena, dia tidak memberitakan tentang Israel secara eksplisit, Perjanjian Lama secara pengutipan ayat. Tetapi dia menyatakan bahwa sama seperti orang Israel punya Tuhan bukan buatan tangan, demikian orang Athena perlu Allah yang bukan buatan tangan. Paulus mengatakan perbedaannya adalah dewa-dewa buatan tangan manusia perlu dipelihara, sedangkan Allah yang bukan buatan tangan manusia yaitu Allah yang sejati adalah yang memelihara manusia. Allah memelihara manusia dan Allah yang mencintai kamu seperti ini yang kamu perlu. Tuhan adalah Tuhan yang menjaga, memelihara, melindungi, menyertai, mendampingi, dan memimpin umatNya. Siapa bangsa yang merasa tidak perlu Ilah seperti ini? Jadi waktu Paulus memberitakan tentang Tuhan, dia memberitakan tentang Allah sejati yang sangat diperlukan oleh semua orang. Kalau kita kupas dan bongkar kebudayaan di zaman kita, di balik kulit yang bagus, ada kekosongan di mana Tuhan yang sejati absen. Kalau melihat kebudayaan modern atau postmodern, kita lihat kecanggihan teknologi, tapi tidak menemukan Tuhan makin dikenal, dicintai, dikagumi, karena manusia seperti punya juruselamat baru, “Kami sudah tahu bahwa buruknya zaman dulu karena orang belum mengerti teori ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan segala hal yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik. Karena kamu belum tahu maka kamu cari Tuhan. Kami sudah tahu, kami tidak cari Tuhan lagi”. Maka ketika Saudara membaca karya dari para teolog zaman kuno, Saudara akan sadar kita kehilangan banyak hal yang indah, karena kita merasa tidak perlu Tuhan. John Calvin dari buku Institio, mengatakan jika engkau tidak merasa bahwa kebaikan Tuhan adalah sesuatu yang engkau tidak bisa hidup tanpanya, kalau Tuhan tidak baik dan tidak mencurahkan kebaikan kepadamu, kamu tidak mungkin hidup. Kalau engkau tidak mengenal Tuhan sampai segitu, engkau tidak akan mencintai Dia. Manusia tidak mungkin mencintai Tuhan, kecuali dia tahu dia memerlukan Tuhan. Kita bisa lihat bagaimana zaman modern meruntuhkan iman orang dengan mengatakan “kita tidak perlu Tuhan, kita perlu teknologi.”, ini yang meruntuhkan iman manusia. Kalau Saudara mengatakan “saya bukan seperti itu, pak. Saya adalah orang yang tetap beriman kepada Tuhan meskipun teknologi yang baik saya miliki.” Meskipun di satu sisi itu benar, tapi di sisi lain kerinduan untuk mendapatkan Tuhan yang melampaui apa pun mungkin sudah hilang dari kita. Karena mungkin kita tidak siap menukar apa yang menjadi jaminan hidup kita demi mengenal Tuhan, misalnya.
Dalam buku Proslogion Anselm, dia mengatakan bahwa kebutuhan manusia paling utama adalah kenal Tuhan. Orang yang sadar akan kebutuhan ini akan tinggalkan apa pun kalau perlu demi bisa mengenal Tuhan. Ini aspek yang hilang dari kehidupan kita karena tidak pernah mengetahui apa artinya menukarkan keadaan hidup yang lama dengan Tuhan. Kita tidak pernah ada dalam keadaan dimana kita harus memilih mau hidup baik atau Tuhan. Seolah-olah hidup baik dan Tuhan sekarang dengan akrab bisa disatukan, “saya tetap bisa jadi Kristen, saya tetap bisa menikmati mengikuti Tuhan tanpa kehilangan apa pun yang dunia modern tawarkan kepada saya. Sehingga mungkin kita menjadi orang yang luput menikmati hal yang dulu orang Kristen sangat nikmati. Orang Kristen zaman dulu kalau ditanya “mana yang kamu pilih, tetap beriman kepada Tuhan dan hidupmu rusak, hancur, usaha tidak mungkin jalan, uang tidak mungkin kamu terima, kami akan kejar kamu, bahkan mungkin siksa kamu. Masih mau percaya Tuhan Yesus? Kalau kamu menolak Dia, maka kamu akan hidup tenang. Kalau kamu menerima dan mengakui Dia, mungkin kamu akan dianiaya”. Orang Kristen zaman dulu akan mengatakan “kami tidak akan pernah memalingkan wajah dari Kristus. Kami sudah melihat yang paling indah dan tidak akan tergerak untuk keindahan apa pun yang ditawarkan kepada kami. Tidak ada apa pun di dalam hidup kami selain Tuhan. Sehingga jika engkau menyuruh kami untuk meninggalkan Tuhan, engkau suruh kami untuk mati, kami tidak bisa hidup tanpa Dia dan kami harus beriman kepada Dia. Apa pun resiko yang harus kami bayar, kami akan lalui karena kami tidak bisa kehilangan Tuhan”, aspek seperti ini jauh dari kehidupan kita sekarang. Sehingga kita dengan sangat tenang bisa beriman kepada Tuhan dan bisa dengan tenang menjalankan kehidupan yang stabil dan aman. Itu sebabnya Kekristenan menjadi agama yang pelan-pelan kehilangan makna, pengisi waktu lowong, penghibur jiwa jika yang lain sudah gagal. Berapa banyak orang berpaling kepada Tuhan ketika hidup seperti tidak menawarkan apa pun lagi? Waktu mereka berpaling kepada Tuhan, baru mereka sadar selama ini mereka salah memilih hidup karena sebenarnya sukacita sejati, tenang sejati, dan damai sejati hanya mungkin ada di dalam Tuhan. Itu sebabnya, Anselm menulis kalimat indah, jika kamu ingin belajar kenal Tuhan maka sebenarnya kamu sedang belajar mengenal tujuan manusia dicipta. Mengapa Tuhan menciptakan manusia? Supaya bisa kenal Tuhan. Mengapa kenal Tuhan? Jika kamu berusaha cari keindahan, kenyamanan, kesenangan, keagungan yang paling besar di dalam dunia, kamu akan sadar bahwa pencarian kesenangan, keindahan, kebaikan, kemuliaan di dalam dunia sangat remeh dibandingkan dengan kemuliaan Sang Pencipta. Kebenaran di dalam dunia ciptaan adalah sesuatu yang lebih rendah dibandingkan Sang Kebenaran itu sendiri yaitu Allah. Kesenangan di dalam dunia ciptaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sumber kesenangan sejati yaitu Allah. Maka bagi Anselm semakin kita mencari Tuhan dan kenal Dia dengan benar, semakin kita ingin untuk menjadi orang yang menikmati Dia. Tuhan jauh lebihindah dari apa pun yang dunia ini tawarkan. Itu sebabnya ketika orang Israel ada dalam pembuangan, yang mereka rindukan adalah Tuhan kembali berkenan untuk mencintai mereka. “Maukah Tuhan berkenan kembali mencintai kami? ini menjadi pengharapan mereka yang paling besar, dan ini yang Paulus bawa kemana-mana. “Kamu perlu Tuhan karena jika engkau tidak dikasihi oleh Dia, sebenarnya kehidupanmu akan menjadi kosong makna”. Tanpa cinta dari Tuhan, manusia tidak bisa hidup. Kita didesain untuk dicintai oleh Tuhan dan karena itu kita tidak bisa hidup jika kita tidak dicintai oleh Tuhan. Seorang teolog Kanada bernama James Smith mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mencintai dan dicintai. Manusia terutama bukanlah makhluk pemikir, ini kesalahan dari Aristotle ketika mengatakan manusia adalah binatang yang berpikir atau binatang rasional. Manusia itu manusia karena manusia perlu cinta kasih. Kalau Saudara mengatakan binatang pun memerlukan itu, tapi tidak sekompleks manusia. Manusia adalah makhluk yang utamanya adalah desire to love, keinginan untuk mencintai. Sehingga pertanyaan paling penting bagi manusia bukan “apakah itu kebenaran?”, ini pertanyaan abstrak di zaman modern. Tapi sekarang, orang mencari “dimana saya bisa tenang karena saya dicintai? Anselm mengingatkan karena kita sudah jatuh dalam dosa, kita tidak sadar akan kebutuhan ini, kita tidak mencari cinta Tuhan. Tapi ketika orang Israel ada di dalam pembuangan, orang saleh seperti Yeremia, Daniel, Yesaya, meratap kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan, kami rindu dicintai kembali oleh Tuhan”. Ini kerinduan besar yang diharapkan oleh orang Israel. Tapi kalau kita mengatakan “aku ingin Tuhan mencintai kami lagi?”, mengapa kita ingin Tuhan mencintai kita lagi? mengapa kita ingin Tuhan menyatakan kasihNya kepada kita? Karena kalau Tuhan tidak mencintai kita, maka kita akan menjadi orang yang kehilangan 4 hal penting dalam hidup. Kita akan kehilangan agama, karena agama menjadi kosong dan tidak berarti kalau tidak cinta Tuhan. Yang kedua, kita akan kehilangan kehidupan sosial, karena tanpa cinta Tuhan, Saudara tidak akan mungkin mengerti bagaimana hidup berkomunitas dengan manusia yang tidak pernah menjadi standar cinta kasih. Saudara kalau tidak punya Tuhan, bagaimana mengerti mencintai? Karena Saudara akan belajar cinta dari manusia yang tidak pernah mengerti apa itu cinta kasih. Yang ketiga, tanpa dicintai oleh Tuhan, Saudara akan sangat kosong makna di dalam hal keindahan. Apa itu keindahan sejati? Di dalam Institutio, Calvin mengatakan segala hal yang baik, indah, menyenangkan, dan mulia dari ciptaan adalah cermin untuk kita melihat Allah yang tidak terlihat dengan cara yang lain. Saudara tidak bisa melihat Tuhan, tapi dengan keindahan yang ditawarkan alam, Saudara bisa mengerti keindahan dari Tuhan yang memelihara. Maka tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan mempunyai konsep keindahan. Saudara akan kehilangan agama, sosial, estetika, dan pada akhirnya kehilangan sisi etika. Tanpa dicintai oleh Tuhan, manusia hanya akan menjadi makhluk oportunis yang mencari kemungkinan untuk untung, kemungkinan untuk kehendaknya jadi, sehingga menjadi makhluk yang secara moral penuh dengan manipulasi, penuh dengan penipuan demi keuntungan diri sendiri. Siapa tidak dicintai Tuhan, tidak akan punya kehidupan beragama, sosial, tidak akan punya pengertian tentang indah, apa itu moral yang sejati. Empat hal ini sebenarnya adalah pilar utama adanya budaya dan peradaban yang baik. Charles Taylor mengingatkan bahwa ekspresi agama sebenarnya berubah wujud tapi tidak pernah hilang dari masyarakat. Bangsa paling sekuler yang mengatakan “kami tidak percaya Tuhan lagi”, tetap memercayai ide yang mereka pegang sekuat orang beragama memegang agamanya. Agama itu bukan cuma sekedar mengakui ada Tuhan lalu saya sembah Dia, agama adalah sistem kepercayaan yang dipegang dengan sangat kuat. Apa pun itu yang dipegang dengan sangat kuat, itu sebenarnya adalah religius value atau nilai agama yang dipegang oleh sebuah kebudayaan. Dia menyelidiki bagaimana ekspresi seseorang didalam menyatakan dirinya menjadi agama baru di masyarakat. Kalau Saudara bertanya sekarang agama yang paling populer di dunia barat itu apa? Sekarang agama paling populer adalah Saudara bersikap dengan cara yang sangat tidak esensial dalam mengerti identitas. Sekarang orang akan menyatakan identitas dia bukan di dalam hal yang paling utama, tapi hal yang paling remeh sekali. Bahkan identitas manusia dikaitkan dengan seksualitas, “saya adalah orang yang orientasi seksualitasnya ke arah ini atau arah itu.” Itu sebabnya manusia yang sudah kehilangan arah untuk dicintai oleh Tuhan, akan menjadikan agama sebagai sesuatu yang dipegang secara ketat tapi isi dari apa yang dipegang itu tidak akan membantu kemanusiaan untuk bertumbuh menjadi baik.
- Warta
- 15 May 2021
E-BOOK MENGENAL DIRI
Bandung, 13 Mei 2021
Salam sejahtera bagi Bpk/Ibu, Sdr/I yang terkasih di dalam Kristus,
Free e-book ini dipersembahkan dalam rangka Ulang Tahun GRII Bandung yang ke-15, dan dirilis bertepatan dengan hari Kenaikan Tuhan Yesus. E-book ini dibuat dalam dua buah format, yaitu ukuran kertas A5, dan ukuran untuk layar Smartphone/HP.
Pada akhir setiap bab, terdapat tuntunan pertanyaan refleksi untuk menajamkan pergumulan pembaca, sehingga e-book ini tidak hanya cocok untuk digunakan sebagai sarana pertumbuhan pribadi/perorangan, namun juga dapat digunakan dalam kelompok semacam KTB ataupun cell group, dan juga disarankan untuk digunakan dalam PA Keluarga.
Silakan info ini dibagikan kpd yg lain.
Tuhan memberkati kita semua 🙏
- Surat Roma
- 27 Apr 2021
Terkutuk demi Israel
Kita sampai ke dalam pasal 9, berbicara tentang sejarah keselamatan, bagaimana Tuhan menggenapi rencana menyelamatkan bangsa-bangsa lain dengan membiarkan Israel tertolak. Ini satu rencana bagi Paulus yang sulit dipahami, apalagi dia orang Israel yang punya zeal yang besar untuk Israel. Ada beberapa tema yang bisa kita pelajari yang sulit diterima tapi fakta. Kalau kita mau menerima tema ini, kita hanya mungkin bisa menjadi tenang jika kita tahu apa tujuan final Tuhan mengerjakan segala hal yang Dia kerjakan. Apa yang terjadi di dalam sejarah keselamatan, apa yang Tuhan mau buat, itu hanya mungkin berarti jika kita lihat apa tujuan final Allah mengerjakan segala sesuatu. John Duns Scotus mengatakan bahwa ketika Allah menjadikan segala sesuatu, maka tujuan final dia menjadikan segala sesuatu itu adalah supaya Kristus menjadi segalanya. Kristus menjadi segalanya baik di surga maupun di bumi. Ini pikiran yang sangat penting di dalam sejarah Kekristenan. Scotus pernah mengkritik tradisi Dominikan, ada dua tradisi yaitu Dominikan dan Fransiskan. Dominikan adalah tradisi berdebat, ini tradisi biara yang didirikan untuk berdebat dengan orang Muslim. Tradisi ini berdiri tidak beda lama waktunya dengan berdirinya tradisi Fransiskan yang didirikan oleh Franscis dari Asisi dengan menjalani kehidupan yang sangat sederhana dan menjadi pengaruh besar. Jadi Fransiskan dan Dominikan memengaruhi banyak tempat di Eropa, keduanya sebagai tradisi yang sama-sama kuat, mereka bersaing. Yang satu menekankan keindahan, seni dan juga kerohanian, satu lagi menekankan bagaimana berapologetik, berdebat, dan mengekspresikan kebenaran Kristen dengan cara yang meyakinkan. Salah satu yang dijadikan keberatan dari tradisi Fransiskan adalah ketika orang Dominikan berusaha untuk menjelaskan kedaulatan Allah dengan argumen-argumen yang bagi mereka tidak kena. Argumen-argumennya ada banyak, tapi orang seperti Scotus, seorang Fransiskan, menyerang tradisi Dominikan dengan mengatakan “kamu tidak mengerti yang paling penting dari Tuhan. Yang paling penting dari diri Tuhan itu bukan rasionya Tuhan, tapi kehendakNya Tuhan”. Maka kalau orang Dominikan mengatakan Allah itu Mahakuasa, Dia bisa mengerjakan segalanya, apa pun yang Dia mau kerjakan akan Dia kerjakan. Dia akan mengerjakan hal yang suci dan baik karena diriNya suci dan baik. Tentu semuanya akan setuju dan tradisi Fransiskan juga akan setuju, tapi pertanyaannya adalah apakah kebaikan Tuhan sesuatu norma yang melampaui Tuhan atau ada di dalam Tuhan? Apakah Tuhan tunduk kepada prinsip baik? Menurut Fransiskan, orang-orang Dominikan, termasuk Thomas Aquinas, terlalu banyak menekankan argumen yang membuat seolah-olah Tuhan harus tunduk kepada aturan di luar Dia. Tuhan sendiri seperti harus tunduk dengan keharusan menjaga keadilan, Tuhan seperti harus tunduk pada konsep kasih. Maka Scotus mengkritik argumen seperti itu dengan mengatakan yang paling utama dalam menjelaskan Tuhan adalah kehendak. Tuhan mempunyai keinginan dan kesukaan. Apa yang Dia sukai itu yang Dia kerjakan. Jadi Saudara mengatakan Tuhan itu Mahakuasa karena Dia hanya melakukan apa yang Dia suka. Dia tidak akan melakukan apa yang tidak Dia suka. Kalau Saudara mengatakan “apakah Allah Mahakuasa, bisakah Allah menciptakan Allah yang lain, Allah yang setara dengan Dia? Kalau tidak bisa, Dia tidak Mahakuasa”. John Duns Scotus akan menjawab “mengapa begitu tanda Mahakuasa?”, tanda Mahakuasa adalah Dia akan kerjakan apa yang Dia suka. Tanda Dia Mahakuasa adalah Dia tidak terkurung untuk melakukan apa yang Dia tidak mau. Saudara tidak bisa meminta Dia melakukan apa yang Dia tidak mau, Tuhan hanya melakukan apa yang Dia sukai, yang Dia inginkan. Ini mirip kalau Saudara punya kedaulatan, Saudara akan memilih melakukan apa yang Saudara suka, itu menunjukan Saudara berdaulat. Demikian juga menurut Scotus, Tuhan melakukan apa yang Dia mau, yang Dia sukai.
Pertanyaan berikutnya, “kalau Dia melakukan apa yang Dia sukai, apakah kita bisa pastikan semua yang terjadi di dalam sejarah, apakah semua Tuhan sukai? Kalau semua Tuhan sukai, bagaimana dengan dosa, kekejaman, kecemaran, kejahatan?”. Scotus akan menjawab “Tuhan mempunyai kehendak dan kehendak itu harus kita anggap sebagai yang utama dulu”, jadi Saudara harus tahu apa yang menjadi utama, baru yang lain kita gumulkan sebagai cara untuk mencapai yang utama itu. Maka Scotus memberikan argumen seperti ini bahwa kita melaksanakan hidup sebelumnya kita merancang dalam pikiran kita. Apa yang kita rancang, yang pertama kita pikirkan adalah tujuan rancangan kita. Kalau Saudara ingin pergi ke Surabaya, maka Saudara akan menjadikan ke Surabaya sebagai tujuan final. Lalu Saudara akan memikirkan bagaimana cara ke Surabaya, apakah dengan beli tiket pesawat, mengemudi sendiri atau naik kereta. Cara ini Saudara pilih karena Saudara sudah menetapkan tujuan dulu. Jadi tujuan itu selalu ditetapkan di awal rencana, cara itu belakangan. Tapi waktu Saudara jalankan akan terbalik, cara itu duluan baru tujuan belakangan. Scotus mengatakan cara itu selalu dipikirkan belakangan tapi dilaksanakan terlebih dulu, ini berkait dengan Tuhan. Demikian juga Allah, di dalam merancang segala sesuatu, Tuhan menetapkan tujuan yang paling Dia sukai lebih dulu. Apa yang paling Dia inginkan dalam mencipta? Mengapa Dia mencipta, tujuannya apa? John mengatakan tujuannya adalah kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Mengapa Tuhan menciptakan segala sesuatu? Untuk meninggikan Kristus. Kristus dimuliakan di surga dan di bumi adalah tujuan. Kalau Tuhan merancang tujuan, berarti tujuan itu akan belakangan di dalam penciptaan, ini yang tadi kita lihat dengan rancangan dan tujuan. Tuhan merancang bagaimana caranya meninggikan Kristus di surga dan di bumi? Ada rencana, ada keselamatan, ada penciptaan. Tujuan Tuhan mencipta, menebus manusia, mengizinkan sejarah keselamatan, Israel dipilih, lalu Israel dibuang, Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, semua menuju kepada kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Jadi kemuliaan Dia final tapi itu dalam rancangan Tuhan pertama. Sehingga kalau ada orang tanya “John kamu tahu dari mana kalau tujuan Tuhan yang final itu adalah meninggikan Kristus di surga dan di bumi?”, John akan menjawab “karena itu yang final, yang belakangan di dalam Alkitab, itu yang terjadi terakhir”. Apa yang terjadi terakhir berarti adalah tujuan yang di dalam rancangan Tuhan itu pertama. Kalau John menggambarkan Tuhan berpikir, tentu kita tidak tahu bagaimana Tuhan berpikir di dlaam keterbatasan kita”, tapi John akan mengatakan “Tuhan, seolah-olah mengatakan Aku ingin meninggikan Sang Anak, meninggikan Kristus di surga dan di bumi maka Aku mencipta surga dan bumi, Aku merancang keselamatan, Aku membuat segala hal yang disiapkan untuk meninggikan Kristus di surga dan di bumi”, ini yang Allah siapkan. Maka menurut John, Saudara dan saya tidak bisa menggumulkan apa yang terjadi di dalam dunia kalau kita tidak tahu mengapa Tuhan menciptakannya, finalnya apa. Kalau kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan utama maka Saudara tidak akan punya kesadaran tentang mengapa sesuatu terjadi. Maka dalam pasal 9-11 dia memberikan pengertian mengapa Tuhan beralih dari Israel ke bangsa-bangsa lain. Hal-hal seperti ini perlu kita tahu, kadang-kadang kita berharap bisa mendengat khotbah dan mengharapkan khotbah itu bersifat praktis. Maka hal penting sebelum kita mengerti bagaimana harus hidup, kita harus tahu dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam Kitab Suci, Tuhan melakukan apa saja di dalam sejarah. Karena zaman di dalam Kitab Suci, mulai dari Kejadian sampai Wahyu, memberikan kepada kita pengertian siapa Tuhan di dalam sejarah. Saudara tidak akan menemukan sumber lain yang mengajarkan siapa Tuhan di dalam sejarah, selain Kitab Suci. Maka untuk tahu bagaimana hidup, Saudara harus tahu lebih dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam sejarah, bagaimana Dia bertindak, apa yang Dia katakan kepada manusia, bagaimana Dia menyingkirkan manusia berdosa, ini semua dicatat di Kitab Suci. Kecuali kita mengerti bagaimana Tuhan bertindak dalam sejarah, maka kita tidak mungkin bagaimana Tuhan bertindak sekarang. Jadi caranya bukan “saya menilai hidup saya dulu, saya sudah mengerti bagaimana hidup cuma ada sedikit lubang, itu yang saya harapkan didapat dari khotbah”, tapi khotbah bukan seperti itu. Khotbah akan mengatakan pemahaman kita terhadap hidup itu pun harus kembali ke Alkitab. Firman Tuhan bukan untuk mengisi yang kurang, tetapi mengganti seluruh pemahaman yang salah tentang hidup supaya kita bisa memahami yang benar dengan melihat bagaimana Tuhan menyatakan berkatNya atau murkaNya atau pemeliharaanNya atau hikmatNya di dalam Kitab Suci. Jadi Saudara perlu tahu apa yang terjadi dari Kitab Suci, apa yang terjadi pada Israel di dalam Kitab Suci.
- Surat Roma
- 27 Apr 2021
Kebutuhan untuk Dikasihi
Dikatakan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan kita dari cinta kasih Allah. Sebenarnya ini bagian dari pengharapan orang Israel, karena ketika orang Israel mendapatkan keadaan dibuang oleh Tuhan, mereka menginginkan untuk dipulihkan dan pulih di dalam pemikiran mereka itu mengandung banyak sekali aspek. Paling tidak ada 5 aspek penting yang mereka kejar, yang pertama mereka rindu Tuhan memulihkan mereka di tanah yang Tuhan janjikan. Kedua, mereka rindu Tuhan memulihkan mereka dengan memberikan raja yang akan memberikan keadilan di tengah-tengah mereka. Mereka juga merindukan supaya Tuhan memberikan kembali damai sejahtera dari penyertaan Tuhan yang tidak kunjung hilang, yang sempurna diberikan. Kemudian mereka juga menginginkan supaya Tuhan menyatakan kasih dan perkenanan Tuhan selama-lamanya. Mereka rindu Tuhan berkata kepada mereka bahwa Tuhan mencintai mereka. Lalu yang terakhir, mereka merindukan Tuhan mengubahkan hati mereka. Ini semua adalah aspek-aspek dari pengharapan Israel di dalam Kitab Yeremia, Yesaya dan Yehezkiel. Apa yang diinginkan Israel? Supaya mereka dipulihkan, semua keadaan yang Tuhan pernah janjikan menjadi sempurna di dalam kehidupan mereka. Tapi di dalam Perjanjian Lama apa yang dijanjikan ini tidak mencapai kesempurnaannya, belum tercapai dengan tuntas. Itu sebabnya setelah penulisan Perjanjian Lama selesai, harus ada seruan dari Yohanes Pembaptis yang menyatakan janji Tuhan sekarang sudah tiba. Perjanjian Lama menyatakan apa yang Tuhan mau berikan, Perjanjian Baru menyatakan bagaimana yang Tuhan janjikan ini sudah terjadi. Apa yang Tuhan mau berikan dan yang Tuhan janjikan, menjadi sempurna di dalam kehidupan gereja Tuhan. Kita melihat bahwa Paulus mengerti pengharapan ini, Paulus mengerti apa yang dia selidiki sendiri dari Perjanjian Lama. Paulus tahu ini yang diperlukan oleh Israel. Sekarang Tuhan tidak hanya menjanjikan bagi Israel, tapi bagi seluruh bangsa yang mau beriman kepada Kristus. Ini kesempurnaan janji yang Tuhan berikan. Itu sebabnya ketika Paulus berbicara tentang Injil, dia berbicara di dalam konteks, dia tidak berbicara dalam tema baru. Paulus bukan pemikir original yang menyampaikan teori baru. Paulus menyampaikan apa yang dia tahu dari Taurat, apa yang dia tahu dari Mazmur, apa yang dia tahu dari Kitab Nabi-nabi, dan dia menyatakan “sekarang saatnya sudah tiba, inilah kegenapan waktu. Apa yang kamu nanti-nantikan sekarang sudah diberikan”. Maka, ketika Paulus memberitakan Injil, dia akan memberitakan pengharapan Israel kepada bangsa lain. Ini sesuatu yang berbeda dengan praktek penginjilan yang kita tahu, kalau kita memberitakan Injil kita menekankan keperluan akan Juruselamat, tetapi tidak membagikannya dengan cara yang diajarkan Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama yang Tuhan ajarkan adalah kebutuhan akan dicintai Tuhan. Semua bangsa memerlukan adanya Allah yang membawa mereka ke dalam relasi yang indah dengan Dia. Ini adalah pernyataan di dalam Kitab Suci, dan fakta yang Paulus temukan waktu dia memberitakan Injil. Ketika dia pergi ke Athena, dia tidak memberitakan tentang Israel secara eksplisit, Perjanjian Lama secara pengutipan ayat. Tetapi dia menyatakan bahwa sama seperti orang Israel punya Tuhan bukan buatan tangan, demikian orang Athena perlu Allah yang bukan buatan tangan. Paulus mengatakan perbedaannya adalah dewa-dewa buatan tangan manusia perlu dipelihara, sedangkan Allah yang bukan buatan tangan manusia yaitu Allah yang sejati adalah yang memelihara manusia. Allah memelihara manusia dan Allah yang mencintai kamu seperti ini yang kamu perlu. Tuhan adalah Tuhan yang menjaga, memelihara, melindungi, menyertai, mendampingi, dan memimpin umatNya. Siapa bangsa yang merasa tidak perlu Ilah seperti ini? Jadi waktu Paulus memberitakan tentang Tuhan, dia memberitakan tentang Allah sejati yang sangat diperlukan oleh semua orang. Kalau kita kupas dan bongkar kebudayaan di zaman kita, di balik kulit yang bagus, ada kekosongan di mana Tuhan yang sejati absen. Kalau melihat kebudayaan modern atau postmodern, kita lihat kecanggihan teknologi, tapi tidak menemukan Tuhan makin dikenal, dicintai, dikagumi, karena manusia seperti punya juruselamat baru, “Kami sudah tahu bahwa buruknya zaman dulu karena orang belum mengerti teori ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan segala hal yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik. Karena kamu belum tahu maka kamu cari Tuhan. Kami sudah tahu, kami tidak cari Tuhan lagi”. Maka ketika Saudara membaca karya dari para teolog zaman kuno, Saudara akan sadar kita kehilangan banyak hal yang indah, karena kita merasa tidak perlu Tuhan. John Calvin dari buku Institio, mengatakan jika engkau tidak merasa bahwa kebaikan Tuhan adalah sesuatu yang engkau tidak bisa hidup tanpanya, kalau Tuhan tidak baik dan tidak mencurahkan kebaikan kepadamu, kamu tidak mungkin hidup. Kalau engkau tidak mengenal Tuhan sampai segitu, engkau tidak akan mencintai Dia. Manusia tidak mungkin mencintai Tuhan, kecuali dia tahu dia memerlukan Tuhan. Kita bisa lihat bagaimana zaman modern meruntuhkan iman orang dengan mengatakan “kita tidak perlu Tuhan, kita perlu teknologi.”, ini yang meruntuhkan iman manusia. Kalau Saudara mengatakan “saya bukan seperti itu, pak. Saya adalah orang yang tetap beriman kepada Tuhan meskipun teknologi yang baik saya miliki.” Meskipun di satu sisi itu benar, tapi di sisi lain kerinduan untuk mendapatkan Tuhan yang melampaui apa pun mungkin sudah hilang dari kita. Karena mungkin kita tidak siap menukar apa yang menjadi jaminan hidup kita demi mengenal Tuhan, misalnya.
Dalam buku Proslogion Anselm, dia mengatakan bahwa kebutuhan manusia paling utama adalah kenal Tuhan. Orang yang sadar akan kebutuhan ini akan tinggalkan apa pun kalau perlu demi bisa mengenal Tuhan. Ini aspek yang hilang dari kehidupan kita karena tidak pernah mengetahui apa artinya menukarkan keadaan hidup yang lama dengan Tuhan. Kita tidak pernah ada dalam keadaan dimana kita harus memilih mau hidup baik atau Tuhan. Seolah-olah hidup baik dan Tuhan sekarang dengan akrab bisa disatukan, “saya tetap bisa jadi Kristen, saya tetap bisa menikmati mengikuti Tuhan tanpa kehilangan apa pun yang dunia modern tawarkan kepada saya. Sehingga mungkin kita menjadi orang yang luput menikmati hal yang dulu orang Kristen sangat nikmati. Orang Kristen zaman dulu kalau ditanya “mana yang kamu pilih, tetap beriman kepada Tuhan dan hidupmu rusak, hancur, usaha tidak mungkin jalan, uang tidak mungkin kamu terima, kami akan kejar kamu, bahkan mungkin siksa kamu. Masih mau percaya Tuhan Yesus? Kalau kamu menolak Dia, maka kamu akan hidup tenang. Kalau kamu menerima dan mengakui Dia, mungkin kamu akan dianiaya”. Orang Kristen zaman dulu akan mengatakan “kami tidak akan pernah memalingkan wajah dari Kristus. Kami sudah melihat yang paling indah dan tidak akan tergerak untuk keindahan apa pun yang ditawarkan kepada kami. Tidak ada apa pun di dalam hidup kami selain Tuhan. Sehingga jika engkau menyuruh kami untuk meninggalkan Tuhan, engkau suruh kami untuk mati, kami tidak bisa hidup tanpa Dia dan kami harus beriman kepada Dia. Apa pun resiko yang harus kami bayar, kami akan lalui karena kami tidak bisa kehilangan Tuhan”, aspek seperti ini jauh dari kehidupan kita sekarang. Sehingga kita dengan sangat tenang bisa beriman kepada Tuhan dan bisa dengan tenang menjalankan kehidupan yang stabil dan aman. Itu sebabnya Kekristenan menjadi agama yang pelan-pelan kehilangan makna, pengisi waktu lowong, penghibur jiwa jika yang lain sudah gagal. Berapa banyak orang berpaling kepada Tuhan ketika hidup seperti tidak menawarkan apa pun lagi? Waktu mereka berpaling kepada Tuhan, baru mereka sadar selama ini mereka salah memilih hidup karena sebenarnya sukacita sejati, tenang sejati, dan damai sejati hanya mungkin ada di dalam Tuhan. Itu sebabnya, Anselm menulis kalimat indah, jika kamu ingin belajar kenal Tuhan maka sebenarnya kamu sedang belajar mengenal tujuan manusia dicipta. Mengapa Tuhan menciptakan manusia? Supaya bisa kenal Tuhan. Mengapa kenal Tuhan? Jika kamu berusaha cari keindahan, kenyamanan, kesenangan, keagungan yang paling besar di dalam dunia, kamu akan sadar bahwa pencarian kesenangan, keindahan, kebaikan, kemuliaan di dalam dunia sangat remeh dibandingkan dengan kemuliaan Sang Pencipta. Kebenaran di dalam dunia ciptaan adalah sesuatu yang lebih rendah dibandingkan Sang Kebenaran itu sendiri yaitu Allah. Kesenangan di dalam dunia ciptaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sumber kesenangan sejati yaitu Allah. Maka bagi Anselm semakin kita mencari Tuhan dan kenal Dia dengan benar, semakin kita ingin untuk menjadi orang yang menikmati Dia. Tuhan jauh lebihindah dari apa pun yang dunia ini tawarkan. Itu sebabnya ketika orang Israel ada dalam pembuangan, yang mereka rindukan adalah Tuhan kembali berkenan untuk mencintai mereka. “Maukah Tuhan berkenan kembali mencintai kami? ini menjadi pengharapan mereka yang paling besar, dan ini yang Paulus bawa kemana-mana. “Kamu perlu Tuhan karena jika engkau tidak dikasihi oleh Dia, sebenarnya kehidupanmu akan menjadi kosong makna”. Tanpa cinta dari Tuhan, manusia tidak bisa hidup. Kita didesain untuk dicintai oleh Tuhan dan karena itu kita tidak bisa hidup jika kita tidak dicintai oleh Tuhan. Seorang teolog Kanada bernama James Smith mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mencintai dan dicintai. Manusia terutama bukanlah makhluk pemikir, ini kesalahan dari Aristotle ketika mengatakan manusia adalah binatang yang berpikir atau binatang rasional. Manusia itu manusia karena manusia perlu cinta kasih. Kalau Saudara mengatakan binatang pun memerlukan itu, tapi tidak sekompleks manusia. Manusia adalah makhluk yang utamanya adalah desire to love, keinginan untuk mencintai. Sehingga pertanyaan paling penting bagi manusia bukan “apakah itu kebenaran?”, ini pertanyaan abstrak di zaman modern. Tapi sekarang, orang mencari “dimana saya bisa tenang karena saya dicintai? Anselm mengingatkan karena kita sudah jatuh dalam dosa, kita tidak sadar akan kebutuhan ini, kita tidak mencari cinta Tuhan. Tapi ketika orang Israel ada di dalam pembuangan, orang saleh seperti Yeremia, Daniel, Yesaya, meratap kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan, kami rindu dicintai kembali oleh Tuhan”. Ini kerinduan besar yang diharapkan oleh orang Israel. Tapi kalau kita mengatakan “aku ingin Tuhan mencintai kami lagi?”, mengapa kita ingin Tuhan mencintai kita lagi? mengapa kita ingin Tuhan menyatakan kasihNya kepada kita? Karena kalau Tuhan tidak mencintai kita, maka kita akan menjadi orang yang kehilangan 4 hal penting dalam hidup. Kita akan kehilangan agama, karena agama menjadi kosong dan tidak berarti kalau tidak cinta Tuhan. Yang kedua, kita akan kehilangan kehidupan sosial, karena tanpa cinta Tuhan, Saudara tidak akan mungkin mengerti bagaimana hidup berkomunitas dengan manusia yang tidak pernah menjadi standar cinta kasih. Saudara kalau tidak punya Tuhan, bagaimana mengerti mencintai? Karena Saudara akan belajar cinta dari manusia yang tidak pernah mengerti apa itu cinta kasih. Yang ketiga, tanpa dicintai oleh Tuhan, Saudara akan sangat kosong makna di dalam hal keindahan. Apa itu keindahan sejati? Di dalam Institutio, Calvin mengatakan segala hal yang baik, indah, menyenangkan, dan mulia dari ciptaan adalah cermin untuk kita melihat Allah yang tidak terlihat dengan cara yang lain. Saudara tidak bisa melihat Tuhan, tapi dengan keindahan yang ditawarkan alam, Saudara bisa mengerti keindahan dari Tuhan yang memelihara. Maka tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan mempunyai konsep keindahan. Saudara akan kehilangan agama, sosial, estetika, dan pada akhirnya kehilangan sisi etika. Tanpa dicintai oleh Tuhan, manusia hanya akan menjadi makhluk oportunis yang mencari kemungkinan untuk untung, kemungkinan untuk kehendaknya jadi, sehingga menjadi makhluk yang secara moral penuh dengan manipulasi, penuh dengan penipuan demi keuntungan diri sendiri. Siapa tidak dicintai Tuhan, tidak akan punya kehidupan beragama, sosial, tidak akan punya pengertian tentang indah, apa itu moral yang sejati. Empat hal ini sebenarnya adalah pilar utama adanya budaya dan peradaban yang baik. Charles Taylor mengingatkan bahwa ekspresi agama sebenarnya berubah wujud tapi tidak pernah hilang dari masyarakat. Bangsa paling sekuler yang mengatakan “kami tidak percaya Tuhan lagi”, tetap memercayai ide yang mereka pegang sekuat orang beragama memegang agamanya. Agama itu bukan cuma sekedar mengakui ada Tuhan lalu saya sembah Dia, agama adalah sistem kepercayaan yang dipegang dengan sangat kuat. Apa pun itu yang dipegang dengan sangat kuat, itu sebenarnya adalah religius value atau nilai agama yang dipegang oleh sebuah kebudayaan. Dia menyelidiki bagaimana ekspresi seseorang didalam menyatakan dirinya menjadi agama baru di masyarakat. Kalau Saudara bertanya sekarang agama yang paling populer di dunia barat itu apa? Sekarang agama paling populer adalah Saudara bersikap dengan cara yang sangat tidak esensial dalam mengerti identitas. Sekarang orang akan menyatakan identitas dia bukan di dalam hal yang paling utama, tapi hal yang paling remeh sekali. Bahkan identitas manusia dikaitkan dengan seksualitas, “saya adalah orang yang orientasi seksualitasnya ke arah ini atau arah itu.” Itu sebabnya manusia yang sudah kehilangan arah untuk dicintai oleh Tuhan, akan menjadikan agama sebagai sesuatu yang dipegang secara ketat tapi isi dari apa yang dipegang itu tidak akan membantu kemanusiaan untuk bertumbuh menjadi baik.
- Surat Roma
- 27 Apr 2021
Allah di Pihak Kita
Di dalam Perjanjian Lama ada satu hal yang menjadi pergumulan orang Israel ketika mereka dibuang ke Babel, pergumulan apakah Tuhan berkenan atas mereka atau tidak. Apakah Tuhan mencintai mereka atau tidak. Ini bukan urusan satu orang di hadapan Tuhan, ini adalah urusan seluruh umat. Di dalam pengertian orang-orang Perjanjian Lama, menjadi bahagia itu tidak bisa dilakukan sendiri. Hanya orang kacau pikirannya dan gangguan pada kesehatan jiwanya yang akan berpikir dia bisa senang sendiri. Saudara tidak mungkin bersukacita di saat orang lain mengalami dukacita. Kalau Saudara berada di dalam keluarga, Saudara tidak mungkin bersukacita sendiri. Sukacita adalah tema komunal. Tidak ada orang bisa bersukacita kecuali di dalam kelompok yang bersukacita. Kalau orang gila bisa tertawa sendiri dan orang berpikir dia orang gila, tidak ada alasan untuk tertawa, tidak ada orang lain yang tertawa, tapi dia tertawa sendiri. Sukacita itu adalah tindakan komunal, tertawa juga tindakan komunal. Misalnya ada orang mengatakan “aku menerima sukacita dari Tuhan, hidupku penuh dengan sukacita”, orang akan tanya “kamu bersukacita bersama siapa? Kalau tidak ada berarti kamu gila”, orang bersukacita di dalam komunitas. Jika Israel sedang dibuang ke Babel dan keadaan mereka buruk, tidak ada Bait Suci, imam, raja, mereka ditaklukan oleh Babel, maka mustahil ada sukacita. Kalau ada orang mengatakan “aku orang Yahudi, satu-satunya sedang mengalami sukacita karena mendapatkan gaji tambahan”, satu orang di tengah komunitas yang berduka, tidak mungkin. Dia tidak mungkin bisa bersukacita, dia mengatakan “karena aku sukses sendiri, tapi kelompok Israel sedang berada dalam bahaya, saya menolak untuk bersukacita”. Di dalam Kitab Yesaya 24 dikatakan ketika Tuhan membuang Israel, pada waktu itu pengantin pun akan sungkan bersukacita. Dikatakan pesta pernikahan akan penuh dengan tangis dan ratap, bukan sukacita. Orang yang menikah dengan sedih akan datang dan mengatakan “di dalam kondisi seperti ini, kami mau membentuk keluarga, kami tidak akan mengalami kesenangan. Sebelum Tuhan memulihkan Israel, tidak ada kesenangan yang kami bisa nikmati”, harap ini menjadi bagian dalam perenungan kita. Di dalam zaman kita sekarang, orang-orang sangat egois, mereka berpikir “kalau satu orang mengalami kesenangan sendiri, itu cukup. Saya dapat uang, saya hidup senang-senang sendiri, tidak perlu ada orang lain, itu cukup”. Zaman modern ini zaman yang aneh, ini zaman yang berani berpikir pernikahan itu merugikan karena harus berbagi hidup dengan orang lain. Orang kalau merasa kehadiran orang lain itu merepotkan, sulit bagi orang ini bersukacita. Tidak tahukah Saudara kalau keadaan zaman ini yang penuh dengan kondisi yang menyebabkan depresi? Ternyata salah satu sumbangsih depresi adalah ketersendirian, minimnya komunitas dan komunikasi, orang yang menutup diri, tidak mau punya teman, sangat mungkin tertekan. Kalau Saudara mengatakan “berelasi itu menyebalkan, repot sekali berelasi dengan orang”. Jauh lebih repot kalau Saudara hidup sendiri, karena Tuhan tidak mendesain manusia untuk hidup sendirian. Tidak ada sukacita yang bukan komunal. Maka ketika Israel dibuang, seluruh bangsa meratap, tidak ada lagi yang mengatakan “ayo kita pesta”. Hanya orang yang rohaninya kacau, tidak peduli Tuhan, itu yang akan senang, yang lainnya tidak mengalami kesenangan. Di dalam Kitab Daniel, Saudara tidak melihat Daniel membuat pesta karena diangkat menjadi orang nomor 2 di Babel. “Daniel diangkat menjadi orang nomor 2, puji Tuhan, mari kita membuat perayaan”, tidak, mereka mengatakan “dikala umat Tuhan dibuang, kami akan bersedih, bersama dengan seluruh umat yang lain”. Setiap orang Israel yang saleh ketika dibuang, mereka mengharapkan pemulihan, bukan mengharapkan diri jadi baik. Mereka harapkan Tuhan segera pulihkan, “kembalikan kami ke Tanah Perjanjian, bangkitkan kembali Bait Suci, naikkan kembali keturunan Daud di takhtaMu ya Tuhan, baru kami bisa bersukacita”. Sebelum Tuhan menyatakan pemulihan itu, tidak ada sukacita di dalam. Keadaannya kelam dan keadaannya penuh dengan pergumulan. Lalu apa yang mereka harapkan? Cuma satu hal utama, mereka ingin Tuhan sendiri menyatakan “ini adalah umat yang Kukasihi”. Kita tidak mengerti hal ini, kita tidak mengerti berapa besarnya bagi Israel untuk mendapatkan perkenanan Tuhan. Orang Israel ingin ini lebih dari apa pun. Kalau mereka ditanya, tentu saja yang saleh bukan yang kafir, “apa yang kamu inginkan, apa yang paling kamu harapkan dari Tuhan?”, mereka akan mengatakan “yang kami harapkan Tuhan sendiri hadir dan mengatakan ke seluruh dunia kami adalah umat Tuhan, Dia mencintai kami, dan hidup kami diperkenan Dia”. Ini sesuatu yang Israel miliki. Tidak peduli Babel mau perkenan, mereka jadi kaya, apa pun yang terjadi pada mereka, yang mereka tanya adalah satu hal, “Tuhan, akankah engkau menyatakan kembali kasihMu dan menerima serta memperkenan kembali kami?”. Ini kerinduan mereka. Dan Tuhan berfirman di dalam kitab nabi-nabi “ini akan terjadi”. Bayangkan berapa besar sukacita orang membaca Kitab Yeremia, ketika Tuhan mengatakan “Aku akan mencintai engkau kembali. Aku akan pamerkan engkau, lalu seluruh bangsa akan melihat salehnya engkau karena di dalam hatimu engkau sudah punya kemampuan untuk cinta Tuhan dan menyenangkan Tuhan”, bayangkan berapa indahnya kalimat ini. Israel berharap dan nabi-nabi mengatakan ini akan terjadi, kamu ingin dicintai oleh Tuhan? Tuhan akan kembali mencintaimu. Kamu ingin diperkenan lagi oleh Tuhan? Itu akan terjadi. Maka penghiburan akhirnya diperoleh lewat kitab para nabi.
Tapi yang menjadi pertanyaan, kalau Tuhan baru akan lakukan nanti, di generasi akhir zaman, bagaimana dengan generasi sebelumnya? Bagaimana dengan Yesaya, Yeremia, Daniel, orang-orang saleh yang hidup di dalam zaman sebelum Tuhan menyatakan bahwa Israel diperkenan oleh Tuhan, bagaimana dengan mereka? Ini yang ditanyakan oleh mereka, sulit mendapatkan jawaban. Abraham dapat janji Tuhan, tapi janji Tuhan itu tidak dia lihat terjadi, dia sudah mati terlebih dahulu. Maka di dalam Perjanjian Lama kita temukan janji Tuhan yang begitu indah ternyata lebih jauh dari hidup manusia. Waktu hidup kita terlalu singkat dan janji Tuhan baru akan terjadi di akhir ini, ini yang menjadi pergumulan di Perjanjian Lama. Kalau begitu apa nikmatnya menjadi orang saleh sebelum zaman akhir? Karena sebelum janji Tuhan digenapi, mereka sudah mati. Bayangkan berapa sedihnya hati Daniel ketika menghitung “ternyata waktu 70 tahun Tuhan membuang kami sudah selesai. Kami sudah akan dipulihkan”. Tapi tiba-tiba Tuhan memerintahkan malaikat Gabriel datang dengan pesan yang berat sekali, Tuhan mengatakan “Engkau akan dikumpulkan bersama dengan nenek moyangmu”, Daniel akan mati. Berati Daniel tidak akan melihat Tuhan memulihkan Israel. Jadi pertanyaannya adalah kalau Tuhan memang akan pulihkan, bagaimana dengan orang yang sudah mati sebelum pemulihan itu terjadi? Mungkin kita tidak terlalu nyambung dengan pengharapan ini karena pikiran kita terlalu banyak dikacaukan oleh kondisi zaman kita yang menginginkan hal-hal remeh dan membuat kita terlatih mengharapkan hal-hal remeh. Banyak orang tidak mengerti apa itu hidup yang agung, cuma tahu apa itu hidup yang senang. Senang sudah menggantikan agung, kenikmatan sementara sudah menggantikan sukacita sejati. Zaman kita adalah zaman dimana segala hal yang indah menjadi manusia dikurangi, direduce, dijadikan sampah dan kita terbiasa menyenangi hal-hal yang dangkal. Tapi Kitab Suci mengarahkan kita kembali untuk punya pengharapan yang paling utama, apa kebutuhan utama menjadi manusia? Silahkan cari jawaban apa pun yang dunia tawarkan, tidak akan ada yang menjawab seakurat Alkitab. Hal yang paling kita perlukan sebagai manusia adalah diperkenan oleh Allah kita. Ketika Allah akhirnya mengatakan “Aku memperkenan hidupmu, engkau adalah umat yang Aku kasihi”, itu yang paling kita perlukan. Orang dunia tidak akan mendengarkan ini, Saudara bicara dengan orang dunia, Saudara akan stress sendiri. Karena Saudara bicara dengan mereka, mereka tidak ingin apa pun yang dalam, mereka cuma ingin hal yang dangkal, mereka cuma ingin seks, uang, jabatan. Penerimaan sejati bukan jabatan, ketenangan dipelihara oleh Tuhan tidak identik dengan uang, cinta kasih tidak identik dengan seks. Sekarang banyak anak muda cuma tahu jatuh cinta lampiaskan hawa nafsu, kalau punya pacar disetubuhi, kalau dekat dengan orang raba dia, itu tindakan gila yang membuat kita terus semakin dangkal kemanusiaannya, hati-hati. Kerohanian sejati di Kitab Suci identik dengan kemanusiaan, ini bukan hal yang terpisah. Orang yang spiritualitasnya terdalam adalah orang yang kemanusiaannya dimunculkan. You are not an animal, jangan cari hal yang mengurangi kemanusiaanmu membuat engkau mirip binatang. Engkau adalah manusia, cari hal yang akan memunculkan kemanusiaanmu. Maka Israel dilatih Tuhan untuk mencari hal paling utama yaitu diperkenan oleh Allah. Tapi pertanyaan tadi masih dilemparkan “Kalau Tuhan memperkenan kami, Israel, nanti belum sekarang, lalu bagaimana dengan kami yang hidup sekarang?”. Satu hal yang Alkitab nyatakan di Perjanjian Baru, yang menjadi perbedaan adalah kebangkitan. Mengapa kita mesti berharap kepada kebangkitan? Karena kebangkitan memastikan orang yang hidup di zaman lampau akan menikmati keadaan final. Zaman akhir akan ditutup oleh keadaan final, dimana semua orang saleh dibangkitkan lalu berbagian menjadi satu umat yang sempurna. Maka kebangkitan itu ada tempatnya di dalam kisah Alkitab. Kalau Saudara mempunyai iman yang dangkal, lalu meremehkan semua pesan Alkitab, saya ingin memberi tahu, engkau akan hidup dengan kosong terus. Jangan mau hidup kosong, saya sudah muak dengan hidup kosong zaman dulu. Saya terus mencari hal-hal yang menyenangkan, tapi tidak mendapatkan apa-apa, hidupnya benar-benar kosong. Kalau Saudara tanya “pak, apakah bapak ingin kembali ke masa muda bapak sebelum mengenal Tuhan?”, sama sekali tidak. Karena saya tidak mengerti nikmatnya hidup seperti sekarang. Dulu saya tidak tahu apa enaknya hidup, saya pikir saya bisa menikmati hidup dengan banyak sekali hal yang saya kejar. Kalau saya boleh beberkan semua hal yang pernah saya lakukan, saya akan sharingkan pernah melakukan banyak hal yang membuat saya malu untuk mencari kenikmatan hidup yang semua orang juga cari. Kalau ada orang mengatakan “pak, saya menikmati hidup, saya tidak mau jadi Kristen”, saya mau tanya “apa yang kamu nikmati? Hal apa, tidak rahasia untuk saya, saya tahu apa yang kamu cari, saya alami semua kesenangan yang kamu pikir menyenangkan. Saya di situ”. Saya tidak sembunyikan hal-hal memalukan karena saya tahu semakin menyatakan kejujuran, semakin Saudara mengerti Tuhan penuh cinta kasih mau mengampuni saya. Kalau Tuhan tidak mencintai saya, orang seperti saya tidak mungkin selamat, sangat tidak mungkin. Tapi saya jadi mengerti, semua hal yang semua orang bilang menyenangkan itu sampah. Saya tidak mengatakan begini “Tuhan, saya bersyukur sekarang hidup suci. Kalau ingat hidup dulu, memang nikmat, tapi nanti masuk neraka, untung saya tidak disitu”, saya tidak merasakan itu. Yang saya rasa adalah apa yang saya cari dulu adalah kebodohan, andaikan dulu saya mengerti apa yang saya mengerti sekarang, saya tidak akan jalani hidup seperti itu. Saudara tidak perlu mengancam saya dengan mengatakan “jangan lakukan ini, nanti masuk neraka”, bahkan kalau Saudara mengatakan “lakukan ini, nanti masuk surga”, saya tidak mau masuk surga. Saya mau Tuhan, bukan surganya. Kalau ada Tuhan, yang diperkenan Tuhan itu yang akan saya lakukan. Maka saya mengerti satu hal, firman Tuhan membuat saya mengerti bagaimana menjadi manusia secara nikmat. Ini yang Tuhan mau ajarkan kepada umat, cari hidup diperkenan Tuhan, dimana Tuhan pada akhirnya akan mengatakan “inilah umatKu”, ini yang penting. Di dalam akhir zaman, di penghakiman final ada satu hal yang penting terjadi, Tuhan sedang menyatakan siapa milikNya. Dari semua orang yang Tuhan bangkitkan, Tuhan akan menyatakan “inilah milikKu”, lalu Tuhan akan memamerkan mereka dan itu adalah hal paling indah yang akan Saudara alami, yang pernah Saudara alami dan mungkin Saudara alami. Saya tidak bisa memberikan janji apa pun selain yang Alkitab nyatakan. Inilah kebutuhan kita yang paling utama. Kalau sekarang Saudara membutuhkan diterima orang, dicintai, keyakinan, topangan, pemeliharaan, itu semua cuma percikan dari kebutuhan paling besar, yaitu diperkenan oleh Allah, lalu Allah pamerkan ke seluruh ciptaanNya, seluruh malaikat, bahkan dunia orang mati, termasuk roh jahat dan juga orang-orang binasa akan menyaksikan ini. Akan menyaksikan ketika anak-anak Allah dinyatakan. Dan waktu anak-anak Allah dinyatakan, Allah akan menyatakannya dengan sangat penuh kuasa, “inilah umatKu, untuk merekalah Aku bertindak, Aku menjadikan segala sesuatu, Aku mau hadir, untuk merekalah semua janjiKu”, dan pada waktu itu Saudara akan menyadari inilah tujuan hidup, “this is what life is meant to be, saya harusnya ada di sini, inilah yang saya kejar di dalam hidup, ternyata ini yang menyukakan saya”, ini sukacita terbesar. Dan ini umat Tuhan di Perjanjian Lama sudah sadar “Tuhan, tolong nyatakan bahwa Engkau berkenan kepada kami. Kami sudah dibuang ke Babel, tolong pulihkan. Lalu pamerkan kami milik Engkau”.
- Surat Roma
- 27 Apr 2021
Allah Bekerja dalam Segala Sesuatu
Di dalam ayat-ayat yang kita baca ada pengertian yang sangat kita kenal yaitu Allah yang memelihara dan melakukan segala sesuatu. Dia menopang kehidupan kita, Dia mengatur dan merancang segala sesuatu sehingga dalam segala hal Allah turut bekerja. Ini tema yang sangat dikenal oleh banyak orang Kristen. Ini juga menjadi tema yang kita jadikan kekuatan dalam keadaan sulit, dalam keadaan seperti apa pun, Allah turut bekerja. Tapi hal yang harus kita ketahui bahwa ayat ini merupakan kesimpulan dari pergumulan yang khas di Perjanjian Lama, yaitu pergumulan dari orang-orang saleh dalam keadaan yang penuh penderitaan. Ini menjawab pergumulan Ayub atau Yeremia ketika dia menuliskan kitab Ratapan. Dan ini merupakan salah satu bagian dari literatur Perjanjian Lama yaitu keadaan sulit yang dialami oleh orang-orang saleh, lalu orang-orang saleh memanjatkan segala ratapannya kepada Tuhan. Misalnya kita bisa baca ini di dalam Mazmur 88, salah satu contoh ratapan yang sangat pilu waktu kita baca. Kita juga bisa melihat Kitab Ratapan dari Yeremia, kita juga bisa melihat apa yang dituliskan dalam Kitab Ayub. Seluruh literatur ini menjadi satu gaya di dalam Perjanjian Lama yang dimiliki oleh orang-orang percaya ketika mereka berada dalam kesulitan. Tapi biasanya kita melihat kesulitan dan mengatakan “Tuhan, mengapa terjadi kesulitan? Bisakah Tuhan memberikan jawaban mengapa saya mengalami penderitaan? Biarlah Tuhan yang menolong saya melihat bagaimana cara menjalani jalan keluar dari kesulitan ini”. Tapi kalau kita membaca Yeremia, Ayub, maka kita tahu pergumulan mereka bukan sekedar ada kesulitan lalu ingin keluar, pergumulan mereka adalah pergumulan teologis. Mereka bergumul dalam hal yang sifatnya teologis, ketika mereka mengalami kesulitan yang besar, mereka mulai berpikir apakah Allah adil menimpakan kesulitan ini? Jawabannya adalah Allah pasti adil, tapi adilNya Allah dengan peristiwa yang mereka alami seperti tidak nyambung. Kalau mereka adalah orang fasik mereka orang jahat, maka hukuman Tuhan dalam bentuk penderitaan adalah wajar. Tapi kalau mereka orang benar dan mereka tidak mengalami hidup cemar seperti kebanyak orang fasik, mengapa kesulitan ini juga menimpa mereka? Jadi pertanyaan ini adalah pertanyaan yang kontennya teologis, siapakah Allah menjadi pertanyaan yang akan dijawab lewat pergumulan ini. Ini bukan hanya tentang “saya menderita, mengapa saya menderita?”, tapi pertanyaannya adalah “apakah Allah adil? Jika Allah adil, mengapa menimpakan ini kepada saya?”. Konteks paling terkenal dalam Perjanjian Lama untuk meratap adalah pembuangan. Di dalam pembuangan Israel ada orang-orang yang menyembah berhala, hidup penuh kecemaran, kalau Tuhan buang mereka, itu wajar. Tapi jangan lupa di pembuangan ada Daniel, Yehezkiel, dan Yeremia yang menderita di tengah kejahatan dari serangan bangsa-bangsa kafir, ada umat Tuhan yang saleh yang ikut menderita. Inilah konteks utama pergumulan di dalam Perjanjian Lama. Orang saleh akan bergumul sama seperti orang yang pikirannya dangkal. Semua orang bergumul, tapi mengapa kita bergumul, apa pertanyaan yang coba kita jawab itu menentukan perbedaan kualitas dari rohani kita. Ada yang bergumul kesulitan sedikit langsung mengeluh “Tuhan, seharusnya saya tidak mengalami kesulitan ini, harusnya saya tidak menderita, tolong Tuhan bereskan semua”. Tapi orang yang agung akan bergumul, “Tuhan, ketika Engkau menimpakan kesulitan, apakah ini hukuman? Jika ini adalah hukuman, apakah adil menimpakannya kepada saya?”. Maka Kitab Ayub memberikan contoh dari pergumulan seperti ini. Yang Ayub permasalahkan bukan mengapa dia menderita, tapi yang Ayub permasalahkan adalah apakah dosa dia sehingga dia menderita. Di sini kita tidak bisa menjawab memakai teologi yang tidak cocok dengan mengatakan “semua orang sudah berdosa, karena itu semua layak mendapatkan hukuman”. Tapi yang Ayub mau tekankan bukan karena semua orang berdosa maka layak mendapatkan hukuman, melainkan Allah yang adil adalah Allah yang tetap mau membenarkan orang pilihanNya. Ayub bukan orang suci, dia pasti orang berdosa, tetapi Tuhan membenarkan dia. Sama dengan Abraham, dia pasti orang yang berdosa, bagian dari budaya yang menyembah berhala, tapi Allah membenarkan dia. Kalau Allah yang benar membenarkan orang, salah satu karakter utama dari kata benar adalah adil, apakah adil Tuhan menimpakan hukuman kepada orang yang benar dengan hukuman yang sama yang Dia timpakan kepada orang fasik? Sehingga Ayub bertanya “apakah Allah adil, apakah saya bersalah?”, dari keduanya harus dipilih satu. “Allah adil dan saya bersalah atau saya tidak bersalah dan ada yang salah dengan Allah?”, Ayub dengan jujur bergumul. Dan Tuhan menghargai pergumulan demikian. Di dalam Mazmur 88, pemazmur juga bergumul “saya tahu kesulitan, saya melihat penderitaan, aniaya, teman-teman meninggalkan saya, dan hal-hal yang mengancam jiwa saya. Sepertinya teman yang saya alami hari demi hari hanya kegelapan”. Ini juga dipertanyakan oleh pemazmur, “jika aku orang benar dan aku dipanggil menjadi bagian dari umat, mengapa hal yang penuh damai dan sukacita seperti menjauh dari saya. Apakah ini hukuman?”, ini jadi pertanyaan yang coba dijawab.
Kita tahu apa yang terjadi di Kitab Ayub dan biasanya orang akan mengatakan “tidak perlu memikirkan tentang penderitaan Ayub, karena di bagian final Tuhan memulihkan Ayub. Bahkan banyak hal yang Tuhan lipat gandakan bagi Ayub. Jadi jangan khawatir penderitaan itu sementara, tapi bahagia yang besar itu ada di final”. Tapi masalahnya itu bukan yang ditanya Ayub. Ayub tidak tanya “apakah keadaan saya ini akan diperbaiki atau tidak?”, yang dia tanya adalah “keadaan saya sekarang ini karena hukuman atau bukan? Kalau bukan karena hukuman, mengapa ada seperti ini?”. Mengapa di dalam ciptaan Tuhan yang Dia desain bisa ada kesulitan, penderitaan, kesedihan, bahkan kematian, apakah Tuhan salah desain? Di kisah penciptaan di Kejadian, dikatakan Allah menciptakan langit dan bumi, dan Allah yang mencipta bukan hanya memberikan satu aktivitas penciptaan di awal, setelah seluruh ciptaan jadi berjalan sendiri di dalam prinsip yang sudah ditanamkan, bukan seperti itu. Allah yang mencipta juga Allah yang menopang, membawa seluruh ciptaan menuju keadaan yang sudah Dia rancang. Maka di dalam teologinya Perjanjian Lama tidak ada tempat untuk mengatakan kekacauan dan kesulitan yang terjadi di dalam dunia itu tidak ada kaitan dengan Allah, tidak ada sangkut paut dengan Tuhan. Kesulitan dan kekacauan yang terjadi itu karena intervensi setan, ini tidak ada dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama jauh lebih bahaya kalau mengatakan Tuhan cuma menguasai sebagian, dan sebagian lagi setan yang mengatur, itu jauh lebih rusak pengertiannya dari pada mengatakan “segala sesuatu yang terjadi didesain oleh Tuhan”. Apa masalah dengan mengatakan “Tuhan hanya mengatur sebagian, sebagian diatur dan dikacaukan oleh setan”? Masalah besar yang didapatkan adalah Allah tidak berdaulat. Dan kalau kita menyembah Allah yang tidak berdaulat berarti kita menyembah berhala, karena ini isu yang diangkat dalam Perjanjian Lama. Apa beda Allah dengan dewa bangsa-bangsa lain? Bedanya adalah Allah langit dan bumi, Pencipta segala sesuatu, Dia meletakan manusia untuk berkuasa atas binatang di darat, burung di udara dan ikan di laut. Manusia berkuasa atas binatang, bukan menyembah binatang. Itu sebabnya dalam Perjanjian Lama, tidak ada tempat bagi berhala karena Allah adalah Allah yang mengatur segala sesuatu, Dia berdaulat. Dan kata berdaulat bukan kuasa yang ditekankan, berdaulat identik dengan memelihara. Ketika Saudara mendengar Allah berdaulat, yang pertama muncul adalah kedaulatan karena power. Indonesia negara berdaulat karena berhasil mengusir penjajah, karena memerintah sendiri, tidak ada negara lain ikut campur, itu namanya berdaulat. Kita sering berpikir Allah berdaulat, sama dengan Allah mengatur semua, tidak ada intervensi, punya kekuatan untuk singkirkan musuh, tapi bukan itu. Berdaulat berarti Allah pelihara semuanya. Kalau Tuhan memelihara dan mengatur semuanya dengan detail, harusnya tidak ada tempat untuk penderitaan, kesulitan, penyakit, apalagi kematian, kecemaran dan dosa. Ini yang dalam tradisi Kristen menjadi satu tema yang namanya teodisi. Orang berusaha menjawab mengapa Allah yang mengatur semua dengan kuasa dan pengaturan yang detail atas segala sesuatu, mengizinkan adanya kejahatan, penderitaan, bahkan kematian. Apakah ini baik bagi Tuhan? Jika tidak baik, mengapa Tuhan memberikan hidup seperti ini? Dalam pengertian orang Yahudi di Perjanjian Lama, mereka memahami bahwa Allah memberi damai sejahtera, namun di sisi lain, Allah seperti membiarkan ada yang kacau terjadi di dalam dunia ini. Apakah Allah kita Allah keteraturan atau kekacauan? Keteraturan. Kalau begitu banyak hal yang sepertinya tidak nyambung, ada kekacauan di dalam ciptaanNya dan Allah bukan penyebab kekacauan. Kalau begitu mengapa ada kekacauan? Apakah Allah kurang kuat? Satu pertanyaan ditanyakan dalam dialog mengenai agama natural oleh David Hume. Dikatakan Allah mampu mengatur tapi Allah tidak mau mengatur, makanya ada kejahatan, penderitaan, penyakit, keadaan buruk. Atau Allah itu baik tapi Dia tidak mampu, Dia maunya membuat baik tapi ada kejahatan, ada keburukan, kekacauan, kematian. Jadi yang mana? Inilah yang ditanyakan David Hume, apakah Allah mampu tapi tidak baik atau Allah baik tapi tidak mampu? Orang Kristen mengatakan Allah baik dan Allah mampu. Kalau Allah baik dan mampu, dari mana kejahatan? Kalau Saudara membaca sejarah filsafat, sudah banyak jawaban untuk pertanyaan ini. Ada yang mengatakan bahwa pengertian tentang yang baik dan jahat pun adalah sesuatu yang sifatnya progres, bukan sesuatu yang sifatnya foto. Kita tidak bisa melihat foto lalu mengatakan “ini jahat”, karena ada progres dan pada akhirnya terjadi kebaikan, kita bisa jawab itu. “Jangan khawatir, sekarang memang buruk, tapi nanti akan baik.” Tapi bagaimana dengan orang yang sedang mengalami keadaan gelap itu? Apakah kita bisa mengatakan kepada dia “jangan khawatir, nanti akan ada terang”. Yang menjadi permasalahan bagi orang-orang yang berada dalam keadaan kacau dan gelap adalah mereka ingin tahu dimana keadilan Allah? Kalau Allah adil, mengapa ini terjadi pada orang benar? “kalau saya bersalah, maka saya tidak akan komplain apa pun kepada Tuhan”, ini isu dari Kitab Ayub. Kadang-kadang orang baca Ayub dan mengatakan “saya ingin memberi tahu jawaban bagi permasalahan saya di dalam Kitab Ayub”. Tapi permasalahan kita bukan permasalahan yang digumulkan oleh Ayub. “Sama pak, saya dan Ayub sama-sama menderita”, tapi Ayub tidak sedang menanyakan penderitaan, Ayub sedang menanyakan apakah Allah adil, dimana keadilan Allah yang menimpakan hal ini.
- Surat Roma
- 16 Mar 2021
Doa Roh Kudus
Ayat 26 menekankan tentang pekerjaan Roh yang penting yaitu Dia bersama dengan roh kita memanjatkan permohonan kepada Allah dengan keluhan yang tak terucapkan. Ada kalimat yang penting dikeluarkan oleh Agustinus di dalam buku Confession, dimana dia menekankan perlunya jiwa kita berdiam di dalam Tuhan. Ada sesuatu yang indah dari Tuhan kita, bukan cuma karena Dia memberi berkat, tapi karena Dia memberi diriNya untuk menjadi satu dengan kita. Ini yang digumulkan oleh Agustinus, apa maksudnya satu dengan Tuhan, apakah kita kehilangan diri kita, kita melebur satu dengan Tuhan? Ini tentu tidak sama dengan pengertian satu dari agama tradisi new age. Ketika dikatakan kita satu dengan dunia, kita melebur, yang parsial, yang kecil seperti kita terhisap habis dalam dunia yang besar. Dengan demikian tidak ada sisa dari pribadi yang unik, yang ada adalah kesatuan yang besar. Ini pendekatan bukan dari Kristen, Kristen tidak percaya bahwa kesatuan kita dengan Tuhan adalah kesatuan yang melebur kita habis, lalu Tuhan menjadi segalanya dan kita menjadi tiada, bukan seperti itu. Tapi di dalam firman Tuhan, kesatuan itu adalah kesatuan yang sifatnya relasional dan perjanjian. Ada cinta kasih besar yang Tuhan bagikan dan ada cinta kasih besar yang kita responi kepada Tuhan, dan itu yang disebut dengan kesatuan. Maka di dalam buku Confession, Agustinus menekankan pentingnya untuk menyadari aspek ini dalam kesatuan dengan Tuhan. Saudara dan saya satu di dalam Dia, bukan karena kita hilang terhisap, tapi karena kita menikmati nyamannya ada di dalam Dia. Ketika kita menikmati nyamannya di dalam Tuhan, Agustinus mengatakan ini adalah saat kita beristirahat di dalam Dia, “jiwaku tenang berada di dalam Tuhan”. Dan pengertian istirahat ini sangat penting karena di dalam Kitab Suci, kisah penciptaan dilanjutkan dan dipuncakkan oleh istirahat. Allah adalah Allah yang beristirahat setelah Dia menciptakan 6 hari, hari-hari penciptaan itu, hari ketujuh Dia beristirahat. Dan kita sering salah memahami istirahat karena kita pikir istirahatNya Tuhan mirip kita, sudah capek lalu sekarang tenang. Tadinya capek menciptakan segala sesuatu, sekarang bisa istirahat tentang. Istirahat tidak ada kaitan dengan diam untuk pulihkan tenaga. Yang dimaksud dengan istirahat di Kitab Kejadian, terutama di dalam kisah penciptaan adalah inagurasi kehadiran Raja untuk mengambil takhtaNya di Bait yang sudah disiapkan. Ini pengertian istirahat di dalam pengertian dulu, zaman kuno. Waktu orang kuno membuat kuil, mereka akan susun hari pertama lakukan apa, hari kedua lakukan apa, lalu pada hari terakhir, mereka akan mengundang dewa mereka untuk berdiam di kuil itu, itu yang namanya istirahat. Bahasa yang mirip dipakai oleh Kejadian, meskipun tentu Kitab Kejadian tidak mengajarkan tentang adanya dewa-dewa. Dan Kitab Kejadian tidak membahas tentang kuil atau baitNya Tuhan adalah lokasi spesifik yang kecil di bumi, tidak. Kitab Kejadian menggambarkan seluruh ciptaan sebagai baitNya Tuhan. Lalu hari Sabat adalah hari dimana Tuhan berdiam. Tuhan hadir dan berdiam di bumiNya, di baitNya. Maka kehadiran Tuhan untuk bertakhta itulah yang namanya istirahat. Kita terus berpikir istirahat itu pemulihan tenaga, bukan seperti itu. Karena istirahat ini adalah duduknya Sang Raja di takhta, bukan hanya di langit, tapi juga di bumi. Karena digambarkan takhta yang utuh dimana Tuhan bertakhta di surga dan di bumi adalah tumpuan kakiNya. Takhta raja bukan hanya kursi tempat Dia duduk, tapi ada juga foot-stool tempat Dia menaruh kaki, semua ini adalah takhta. Allah kita adalah Allah yang bertakhta di surga dan di bumi, sehingga pada waktu Dia hadir dan Dia menyatakan “Akulah Raja dan sekarang Aku mengambil tempatKu menyatakan kuasa kerajaanKu di sini”, itu yang namanya istirahat. Demikian juga dalam hari-hari Sabat yang kita nikmati, hari Minggu yang kita jalankan, kita sedang beristirahat. Dan istirahat di sini bukan tidur, banyak orang salah mengerti sehingga waktu mendengar khotbah banyak yang tidur. Istirahat artinya Saudara bisa menikmati takhta Allah di dalam hari yang khusus, lebih dari pada waktu Saudara menikmatiNya di hari yang lain. Ada eskalasi waktu Saudara datang ke sini, ada menikmati Tuhan yang melampaui hari-hari yang lain. Kalau Saudara mengatakan “setiap hari bagi saya sama”, itu kurang Alkitabiah. Di dalam Kitab Suci ada hari khusus yang Saudara dedikasikan untuk menikmati takhta Tuhan karena ini adalah hari yang akan datang yaitu Sabat, dimana kita boleh berbagian di dalamnya. Pengharapan sejati yang digambarkan dalam Kitab Kejadian adalah Sabat. Tuhan bertakhta dan kita boleh berbagian. Itu sebabnya dalam hari-hari penciptaan, hari pertama sampai keenam selalu diakhiri dengan mengatakan “jadilah petang jadilah pagi, hari pertama”. Tapi hari ketujuh tidak pernah dikatakan “jadilah petang jadilah pagi, hari ketujuh”. Hari ketujuh adalah hari terbuka yang sampai sekarang masih berlaku, yang dijadikan oleh Tuhan sebagai tempat peristirahatan kita juga. Tuhan mengundang kita, “mari berbagian di dalam SabatKu”. Kapan Sabatnya? Pada waktu Tuhan datang untuk kedua kalinya, itulah Sabat sejati, itulah the final rest. Dengan demikian sukacita manusia terkandung di dalam pengharapan final rest, dimana rest tidak berkait dengan tidur siang, ini harus diingat. Maka kalau Saudara mengatakan “puji Tuhan hari Minggu sudah tiba, sekarang saya bisa istirahat lebih panjang dari biasanya. Kalau biasanya tidur siang hanya setengah jam, sekarang bisa 3 jam”, tidak, Sabat tidak ada kaitan dengan tidur siang. Tentu Saudara tidak akan dirajam kalau tidur siang juga, tapi pengertian yang penting bukan itu. Pengertian yang paling penting adalah kalau Tuhan sudah bertakhta, lalu Tuhan mengatakan “mari berbagian menikmati kemuliaan takhta Tuhan”, maka Saudara mengatakan “tentu Tuhan, saya mau berbagian, bolehkah saya berbagian?”, dan Tuhan mengatakan “bukan cuma boleh, tapi engkau diundang berbagian”. Sehingga di dalam hari-hari kita, kita menantikan hari itu. Ini tema yang banyak diulang di Roma 8. Kalau Saudara ingat di dalam pembahasan Roma 5, 6 kita banyak membandingkan Kristus dan Adam, ini tema yang berulang-ulang. Sedangkan dalam Roma 8, tema yang berulang-ulang adalah keadaan final yang kita boleh nikmati sekarang.