- Surat Roma
- 19 Dec 2021
Penetapan Kasih Allah
Kita melanjutkan pembahasan pasal 9 dan di dalam ayat-ayat yang kita baca ada penjelasan dari Paulus mengenai alasan Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada orang yang tidak layak. Ini menjadi pengertian yang harus kita terima di dalam doktrin predestinasi ini. Tuhan menyelamatkan orang-orang yang tidak layak diselamatkan. Kebenaran yang Tuhan berikan kepada orang yang tidak benar dan juga keselamatan yang Tuhan berikan kepada pemberontak, ini inti dari doktrin predestinasi. Jadi kalau ada yang mengatakan doktrin predestinasi membuat orang melihat Tuhan sebagai Allah yang kejam, yang tidak berperasaan, yang memilih sebagian untuk selamat dan sebagian dibiarkan binasa, itu cara berpikir yang salah. Seringkali kita menerima Kitab Suci dan memasukkannya ke dalam pengertian yang kita sudah susun sendiri. Kerangka kita berpikir ada kerangka yang ngotot kita pertahankan dan apapun yang Alkitab katakan dimasukkan ke dalam cara berpikir kita itu. Cara berpikir kita begitu banyak salah, kita pikir apa yang logis tetapi sebenarnya jauh dari apa yang konsisten. Kita pikir cara berpikir dengan sistem seperti ini yang paling benar, tapi kalau kita mau terapkan itu ke Tuhan, baru kita tahu cara berpikir kita banyak salah. Maka Alkitab mengoreksi bukan cuma dengan memberikan kita informasi, seringkali kita cuma tangkap informasi dari khotbah. Saudara mendengar khotbah untuk diubah cara berpikir, sehingga kalau masih sama, kita belum benar-benar bertobat. Salah satu yang paling Paulus tekankan di Roma 12 adalah kita ini memiliki cara berpikir yang diubah. Berubahlah oleh pembaharuan cara berpikir. LAI terjemahkan “berubahlah oleh pembaharuan budi”. tetapi sebenarnya ditekankan adalah pembaruan cara pikir. Cara pikir kita banyak salah. Banyak orang tafsirkan “kalau begitu tidak perlu banyak pikir. Iman Kristen bukan tentang pikiran”, salah. Pikiran kita banyak salah maka pikiran kita perlu dikoreksi. Seringkali kita menerima pengertian dari Kitab Suci lalu kita kerangkakan di dalam kerangka yang sudah terbiasa miliki, sehingga kita mengatakan kalau di satu sisi Tuhan menetapkan segala sesuatu maka di sisi lain yang harus diterima sebagai kesimpulan logis adalah Tuhan tidak pernah peduli keadaan sejarah. Dia cuma mengaturnya dan Dia membiarkan semua berjalan sesuai dengan yang Dia atur. Itu menyebabkan Tuhan menjadi kejam dalam pikiran manusia. Karena Dia sudah atur semua dan semua tergantung pada apa yang Dia sudah tetapkan. Tidak ada lagi kebebasan, tidak ada lagi tanggung jawab, tidak ada lagi kemungkinan untuk manusia bebas dari penghukuman Tuhan karena Tuhan sudah tetapkan manusia berada di dalam keadaan yang Dia sudah atur. Tapi ada beberapa kesalahan dari pikiran ini, yang pertama adalah kita tidak bisa identikkan pengaturan Tuhan dengan cara kita mengatur. Saudara bisa mengatur dan Saudara bisa berpikir tentang pengaturan, tapi Saudara tidak bisa letakkan itu ke Tuhan. Tuhan adalah Allah yang mengatur segala sesuatu, itu benar, tapi segala sesuatu berjalan dengan sangat dihargai oleh Tuhan. Ini sesuatu yang seperti kontradiksi dalam pemikiran logis kita, tapi saudara harus ketahui pikiran logis kita tidak bisa diterapkan kepada Allah yang melampaui segala sesuatu. Itu sebabnya yang Tuhan nyatakan harus kita terima secara logis tetapi kita tidak bisa pastikan bahwa ada koneksi yang jelas dalam pikiran kita, antara satu pemikiran dan pemikiran lain tetap akan ada sesuatu yang harus kita serahkan kepada pribadi Allah. Dan itu tidak bisa kita kontradiksikan dan juga kita tidak bisa harmoniskan. Maka di satu sisi Alkitab memperkenalkan Allah atur segala sesuatu, di sisi lain Alkitab memperkenalkan Allah peduli segala sesuatu yang terjadi didalam pengaturanNya. Tuhan adalah Allah yang mengeraskan dan merubahkan hati. Tetapi kerasnya hati dan berubahnya hati itu akan membuat Tuhan emosiNya terkait kepada apa yang terjadi. Orang yang keras hati akan membangkitkan murka Tuhan dan orang yang hatinya kembali ke Tuhan akan menyukakan hati Tuhan. Bagaimana bisa? Tuhan senang karena hati orang yang berubah karena pekerjaan Dia sendiri bisa? Bisa, karena Alkitab menyatakan demikian. Bagaimana dua hal ini dikaitkan? Ini dikaitkan dalam pribadi Tuhan. Vern Poythress mengatakan Tuhan melatih orang Kristen berpikir dan mengkerangkakan seluruh pikirannya dengan dikaitkan pada pribadi Tuhan. Maka segala pengertian yang kita peroleh dari Tuhan berguna membuat kita memuji Dia. Saudara memuji Tuhan karena segala sesuatu Dia yang atur, di satu sisi. Tapi di sisi lain Saudara juga memuji Tuhan karena Tuhan adalah Allah yang memberikan hatiNya kepada apa yang terjadi di dalam ciptaan. Kalau ada orang yang jahat dan kejam, Dia sangat marah. Kalau orang jahat itu berbalik, Dia sangat sukacita. Siapa membuat orang jahat berbalik dari dosanya? Tuhan. Kalau Tuhan yang bikin, mengapa Dia masih sukacita? Mengapa hatiNya masih senang mengapa dia menghakimi dan memberikan belas kasihan? Ini sesuatu yang Saudara seperti tidak bisa koneksi kan. Tetapi koneksi itu ada di dalam pribadiNya Tuhan. Maka kita tidak bisa mengaitkan semua untuk membuat pikiran kita harmonis, tapi segala sesuatu yang Tuhan nyatakan untuk menaikkan pikiran kita dengan kemuliaan Tuhan. Inilah yang harus kita kejar, memuliakan Tuhan dengan setiap pengertian, meskipun antara satu pengertian dan pengertian lain tidak ada koneksi yang membuat kita menerima seluruh doktrin itu secara harmonis.
Sulit memikirkan Kristus Allah sejati, tapi juga manusia sejati. Bagaimana mengerti ini? Di dalam teologi Kristen ada pengertian membahas secara logis. Tetapi tetap ada misteri tentang bagaimana sifat Ilahi dan juga sifat manusia bisa berada dalam satu pribadi. Ini sesuatu yang tidak bisa kita pahami dengan tuntas, tetapi setiap pengertian baik natur Ilahi maupun natur manusia Kristus, semua pengajaran ini berguna untuk membuat kita semakin mengagumi Tuhan. Ternyata Allah kita mengagumkan karena aspek-aspek pengajaran yang Alkitab bagikan. Ini sebabnya banyak orang sulit menerima doktrin kedaulatan Allah, karena mereka berusaha kerangkakan tapi melibatkan sesuatu yang bukan Tuhan untuk membuat semuanya harmonis. Bagaimana mengerti Allah menetapkan segala sesuatu dan mengerti Allah yang memberikan penghakiman terhadap apa yang terjadi. Dua hal ini tidak bisa terkoneksi, tapi saudara dua ini tidak dimaksudkan dikoneksikan untuk membuat pikiran kita harmonis tanpa pribadi Tuhan. Bagaimana ini dipahami? Doktrin Allah menetapkan segala sesuatu membuat kita memuji Tuhan karena tidak ada apapun yang terjadi yang diluar kehendak Dia. Bahkan rambut jatuh pun ada di dalam ketetapan Dia. Berarti apa pun yang terjadi, sedetail apa pun tidak mungkin di luar ketetapan Tuhan. Pengertian ini dipakai mempertumbuhkan iman karena kita mengagumi aspek ini dari Tuhan. Ternyata Tuhan kita atur segala hal. Maka kita bisa tenang di dalam Dia karena kita tahu semua Dia yang atur. Apapun yang terjadi tidak ada yang di luar pengaturan Dia. Tapi aspek ini tidak boleh dibenturkan, tidak boleh overflow, melampaui bagiannya lalu masuk ke dalam bagian tanggung jawab manusia. Saudara tidak bisa mengatakan “karena Allah menetapkan segala sesuatu, Dia juga menetapkan pertobatanku. Aku tunggu Dia arahkan saya bertobat. Kan ini terserah Dia”. Paulus mengatakan itu menghujat Tuhan karena engkau mengkerangkakan cara berpikir yang berusaha menciptakan ilah dalam bayangan kita, yang harmonis dengan semua pengertian ini. Tapi yang Saudara harus lakukan adalah mengaitkan ini dengan aspek tertentu dari Tuhan yang membuat Saudara kagum kepada Dia. Maka kalau Saudara mengatakan akankah Tuhan menghakimi? Alkitab menjawab “iya”, “kan Tuhan mengatur semua”, Tuhan jelaskan untuk membuat kita tenang di dalam Dia. Bukan untuk membuat kita memanipulasi doktrin demi kecemaran dan keberdosaan. Maka kalau Saudara adalah orang cemar, Saudara manipulasi doktrin untuk pembenaran diri. Itu tidak boleh terjadi, doktrin bukan untuk pembenaran diri. Doktrin untuk menolong kita memuji Tuhan.
- Khotbah Tematik
- 8 Aug 2021
Pentakosta: Berseru kepada Tuhan
Hari turunnya Roh Kudus adalah hari yang mulia karena dinanti-nanti di dalam sejarah Israel sebagai penggenapan janji Tuhan. Turunnya Roh Kudus bukan berarti Roh Kudus baru bekerja pada saat Pentakosta, bukan berarti sebelumnya Dia tidak ada di bumi. Tentu pekerjaan Roh Kudus bukan baru dimulai di Pentakosta. Kadang kesalahan ini cukup fatal waktu baca Perjanjian Lama, bukannya Roh Kudus baru turun dalam peristiwa Pentakosta? Roh Kudus sudah bekerja sejak awal di dalam Kitab Kejadian ditekankan bahwa Roh Kudus berbagian di dalam penciptaan. Roh Allah menaungi permukaan air dan memulai karya penciptaan, ini ada di dalam Kejadian 1 ayat 1-3, jadi pekerjaan dari Allah, pekerjaan dari Roh dan pernyataan firman dari Allah. Berarti Roh Kudus sudah bekerja dari awal, dari permulaan Kitab Suci ditulis di situ Allah Tritunggal sudah diperkenalkan. Dan di dalam bagian akhir dari Kitab Suci di situ juga Allah Tritunggal diperkenalkan sebagai yang membawa pekerjaan baru atau membawa karya penciptaan yang baru. Kalau begitu apa pentingnya Roh Kudus? Mengapa peristiwa Pentakosta menjadi penting di dalam memahami hadirnya Roh Kudus? Karena di dalam pengertian orang Israel ada dua periode dalam sejarah. Periode pertama ketika Tuhan masih membiarkan kuasa jahat merajalela. Orang jahat, pemerintah yang tidak kenal Tuhan, penyembah berhala, dan seluruh bangsa sedang ada dalam kegelapan. Kalau kita lihat Perjanjian Lama tidak ada bangsa yang menyembah Tuhan kecuali Israel setelah Tuhan panggil dan itupun tidak lama. Di dalam generasi demi generasi berlanjut mereka menjadi penyembah berhala juga. Jadi kita melihat bahwa di bumi bangsa-bangsa masih dikuasai oleh si jahat, penyembahan berhala, kekejaman, kejahatan, ketidakadilan terjadi terus. Lalu kapan ini berubah? Di dalam pengharapan Israel ini hanya berubah ketika Tuhan mendatangkan zaman yang baru. Zaman yang baru adalah zaman yang merubah segala sesuatu. Tuhan yang sekarang berkuasa bukan lagi kejahatan, Tuhan yang sekarang mengambil alih bumi dan bukan raja kafir yang tidak mengenal Tuhan. Pengertian ini harus ada di dalam hati kita, kalau hidup kita dikuasai kisah Kitab Suci, maka kita tidak sulit memahami pengharapan dan hidup berpegang kepada Tuhan. Karena di satu sisi kita berpegang kepada Tuhan, di sisi yang lain kita berharap Tuhan menggenapi cerita hidup versi kita sendiri. Saudara tidak boleh punya versi hidup, versi cerita sendiri mengenai hidup. Kita mesti dimasukkan ke dalam kisah besar yaitu kisah Alkitab. Kalau begitu baru kita bisa mempunyai kelimpahan di dalam mengenal Tuhan.
Maka Israel harapkan munculnya zaman baru. Apa yang membedakan? Di dalam tradisi di abad ke-2 sebelum Masehi, yang ditekankan menjadi perubah adalah sang Mesias. Mesias akan mengubah secara radikal seluruh sejarah berputar dari penyembahan berhala kepada Tuhan. Bangsa-bangsa akan mulai dimenangkan oleh Tuhan sendiri. Jadi ini pengharapan besar sekali, bangsa-bangsa dimenangkan Tuhan. Tapi mereka tidak mengerti bahwa ketika Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, Tuhan akan memanggil mereka di dalam level yang sejajar dengan orang Israel. Bangsa lain yang percaya kepada Tuhan sejajar dengan orang Israel yang percaya kepada Tuhan. Yang menjadi pemimpin dari bangsa-bangsa itu Mesias, bukan Israel, ini yang tidak dimengerti oleh orang Israel. Maka Tuhan perlu mengajar mereka di dalam seluruh Kitab Kisah Rasul, bahwa ketika Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, mereka sejajar dengan orang Yahudi. Ini Membutuhkan satu pertemuan besar di Yerusalem, besar karena para petinggi gereja semua ada, Petrus, Yakobus saudara Yesus, dan Paulus, kemudian orang yang berdebat dengan Paulus membawa kasusnya kepada para rasul. “Orang ini memberitakan Injil ke bangsa-bangsa lain tapi tidak mengajar mereka budaya Yahudi. Orang-orang yang sudah percaya Tuhan Yesus tidak disunat, tidak dijadikan orang Israel, ini rasul palus”, menurut tuduhan mereka. Tapi kemudian Petrus membela Paulus dengan mengatakan “sebelum kami menyuruh Kornelius menjadi Yahudi, sebelum kami menyuruh dia disunat, Roh Kudus sudah turun atas dia, jadi Tuhan sudah bekerja memanggil orang-orang bukan Yahudi, lalu memberikan kepada mereka tempat yang sama dengan orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan”. Berarti Tuhan mau panggil bangsa-bangsa di dalam derajat yang sama dengan Tuhan memanggil Israel. Ini berita yang perlu waktu lama untuk orang Yahudi paham dan belajar. Orang Yahudi berharap Mesias datang dan zaman yang baru pun tiba Mesiaslah yang mengubah. Lalu apalagi yang berubah? Yang berubah adalah, ini yang ada di dalam nubuat Kitab Yoel bahwa Tuhan akan mencurahkan RohNya dengan limpah. Maka pencurahan roh ini menjadi perbedaan besar antara zaman lama dan zaman yang baru. Zaman yang baru, Tuhan mencurahkan RohNya dengan begitu bebas dan begitu limpah. Di dalam pembacaan votum tadi ditekankan bahwa Tuhan akan mengerjakan janjiNya, yaitu membuat ciptaan yang baru, bukan dengan kuasa militer, bukan dengan tentara, bukan dengan senjata, tetapi dengan Roh, Roh Kudus yang akan kerjakan. Lalu di dalam Kitab Yoel yang dikutip oleh Petrus, dikatakan bahwa Tuhan akan mencurahkan Roh kepada orang bebas dan kepada hamba, kepada laki-laki dan kepada perempuan, kepada anak muda dan orang tua, Tuhan akan mencurahkan RohNya. Kita dikuasai oleh banyak cerita yang sudah dibuat oleh tradisi gereja yang sayangnya tidak tepat, sehingga kita tidak menangkap dari cerita Alkitab apa yang Kitab Suci mau tekankan kepada kita. Kalau kita baca dari Perjanjian Lama yang sangat ditekankan oleh Kitab Suci adalah Roh hanya dicurahkan di dalam 2 konteks. Konteks yang pertama adalah ibadah di Bait Suci, tidak ada orang dapat pencurahan Roh kecuali dia imam, tidak ada orang dapat pencurahan Roh kecuali dengan tangannya dia membangun Bait Suci atau Kemah Suci, seperti misalnya Bezaliel dan Aholiab. Jadi pencurahan Roh ini hal yang sangat serius, orang biasa dilarang mengklaim dirinya mempunyai Roh, begitu ketatnya perbedaan antara pencurahan Roh kepada orang penting dan orang biasa yang mengklaim punya Roh. Sehingga Yosua pun merasa begitu marah ketika dia melihat Tuhan ambil Roh dari Musa, lalu meletakkan kepada para pemimpin, 70 orang yang diangkat oleh Tuhan. Yosua mengatakan “tuanku Musa, cegalah mereka menjadi sama dengan engkau”, tapi Musa mengatakan satu kalimat yang sangat indah, dia mengatakan “saya punya pengharapan semua orang dapat apa yang mereka dapat. Saya ingin semua orang mendapatkan kenikmatan diberikan Roh Kudus”, ini yang harusnya kita pahami dulu. Tapi sayangnya di dalam tradisi gereja yang sayangnya tidak tepat, ditekankan bahwa siapapun bisa minta, “kalau kamu mau berdoa, kamu akan bisa dapat Roh Kudus”, sehingga kita bisa mempunyai sense, dan ini sangat salah, bahwa dicurahkan Roh Kudus itu hal normal. Siapapun bisa, kalau saya mau dapat Roh Kudus bisa, yang saya perlu lakukan adalah beriman atau mengklaim atau doa. Tapi ini adalah salah, sesuatu yang tidak sama dengan berita dari Perjanjian Lama. Kadang-kadang kita perlu mengoreksi kembali cara kita berpikir supaya cerita yang salah tidak menguasai pikiran kita. Karena kalau cerita yang salah menguasai pikiran kita, khotbah apapun akan kita tafsirkan berdasarkan cerita itu. Seorang bernama Alasdair MacIntyre mengatakan manusia itu makhluk bercerita, kita akan meletakkan informasi di dalam konteks cerita. Saudara dapat informasi, Saudara dengar khotbah, Saudara dengar pengajaran itu tidak mempertumbuhkan kita karena apa yang diberikan di dalam bentuk informasi dan pengajaran, kita masukkan ke dalam cerita yang totally wrong, yang sama sekali salah. Dan karena ceritanya salah, informasinya jadi tidak berguna. Itu sebabnya kita mesti kembali kepada apa yang Kitab Suci ajarkan kepada kita. Di dalam Perjanjian Lama manusia tidak seharusnya mendapatkan Roh di dalam konteks Perjanjian Lama, karena hanya orang-orang penting seperti imam, seperti orang-orang yang Tuhan berikan penglihatan untuk bernubuat seperti Daniel, dan raja yang Tuhan kehendaki. Saul, Tuhan berikan Roh setelah itu Tuhan ambil. Daud, Tuhan berikan Roh dan Tuhan tetap mengizinkan Daud dipimpin oleh Roh. Raja-raja lain tidak dicatat diberikan Roh lalu Tuhan penuhi mereka dengan RohNya, sehingga tidak semua raja dapat anugerah ini. Namun Tuhan berfirman kepada Daud, “nanti anakmu akan Aku bangkitkan dan dia akan Aku berikan RohKu. Dan Aku tidak akan pernah ambil RohKu dari dia. Selamanya dia akan dipenuhi oleh RohKu”, anak Daud akan penuh dengan Roh. Saudara akan lihat setelah Tuhan menjanjikan itu kepada Daud, tidak pernah dicatat lagi bahwa ada Raja Israel yang penuh Roh, seolah Tuhan menyatakan “Aku sudah berjanji anak Daud yang nanti akan penuh dengan Roh, tunggulah dia”. Ketika Dia datang dia kan penuh dengan Roh Kudus, jadi anak-anak Daud tidak dicatat secara eksplisit dipenuhi Roh Kudus. Tentunya ini sesuatu yang disengaja, karena janji Tuhan bahwa sang Anak Daud yang sejati yaitu Kristus, Dialah yang akan dipenuhi oleh Roh Kudus. Tuhan menjanjikan di zaman yang baru menurut Kitab Yoel, semua akan dipenuhi Roh Kudus dan ini akan membuat kita heran, “mengapa Tuhan berkenan lakukan itu, kami tidak layak dapat itu”. Ketika saudara sudah dibiasakan dibentuk dengan pola pikir hanya orang tertentu yang sangat spesial, yang dekat dengan Tuhan yang Tuhan mau bekerja dengan limpah, hanya mereka yang berurusan dengan Kemah Suci yang adalah raja tertentu, mereka saja yang boleh penuh dengan Roh. Tapi Tuhan menjanjikan ada saatnya nanti “ketika Aku mencurahkan RohKu, maka anak-anak pun bisa bernubuat, orang-orang tua pun mendapatkan penglihatan, dan orang-orang biasa bisa menjadi penuh dengan Roh. Ini ditekankan dalam Kitab Kisah Rasul, sehingga ketika kita membaca khotbah Petrus, mengutip dari Yoel, kita mengerti Petrus sedang menyatakan klaim yang luar biasa, inilah saatnya zaman yang baru itu. Zaman yang baru disegel dengan kehadiran Roh. Maka ini bukan tentang Roh Kudus baru datang dan bekerja, Dia sudah bekerja dari awal, tapi ini tentang segel mengenai kehadiran zaman baru. Pentakosta adalah pernyataan bahwa Sang Mesias sudah bertahta dan sekarang zaman baru sudah dimulai. Mesias sudah bertahta dan pengharapan akan kesempurnaan ciptaan sudah dilakukan Tuhan di dalam sejarah. Itu sebabnya tepat jika manusia tidak bisa lari dari pembagian sejarah yang ditentukan oleh kehadiran Sang Mesias. Tahun Tuhan atau sebelum tahun Tuhan, sebelum Kristus dan tahun ketika Tuhan hadir. Fakta Kristus merubah tidak bisa dihindari oleh manusia.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Predestinasi dan Hidup Suci
Di sini ditekankan orang yang lembut hati, dilembutkan hatinya oleh Tuhan dan orang yang keras hati, dikeraskan hatinya oleh Tuhan. Ayat 17 menyatakan Tuhan membangkitkan Firaun supaya memperlihatkan kuasa Dia di dalam Firaun. Kekerasan hati Firaun tidak lepas dari rancangan Tuhan. Ada beberapa cara memahami ketetapan Tuhan dalam menyelamatkan dan membiarkan sebagian lainnya atau tetap di dalam kebinasaan. Pertama kita tidak mungkin bisa pahami dengan sempurna. Kita sedang masuk dalam pikiran yang hanya Tuhan bisa mengerti dengan sempurna. Saudara mungkin mengatakan semua juga tentunya hanya Tuhan, betul. Kita bergumul untuk mengerti, tapi pengertian sejati yang sepenuh-penuhnya hanya mungkin dipahami oleh Tuhan sendiri. Tapi ini tidak berarti Tuhan tidak menginginkan kita bergumul dan memahami setiap Firman. Ketika Dia mengajarkan kepada kita tema-tema tertentu di dalam Kitab Suci, tugas kita memahami baik dan mohon Tuhan tuntun supaya kita tidak salah memahami kebenaran firman Tuhan. Di dalam pandangan orang-orang yang menolak doktrin predestinasi, mereka mengatakan Tuhan tidak bersalah karena bukan Tuhan yang mengeraskan hati. Jadi kalau orang keras hati, itu kesalahannya sendiri, Tuhan tidak bertanggung jawab. Orang dalam tradisi Reformed mengatakan Tuhan tidak bertanggung jawab untuk kekerasan hati Firaun, tapi Alkitab juga mengatakan Tuhan mengeraskan hati Firaun. Kalau Tuhan mengeraskan hati Firaun bukankah seharusnya Tuhan bertanggung jawab? Argumen ini tidak kuat karena memberikan pertangggungan jawab kepada Tuhan. Tuhan tidak bertanggung jawab kepada diriNya untuk tindakan yang Dia lakukan. Jadi ada sesuatu yang miss di sini. Kita tidak meletakkan Tuhan di bawah akuntabilitas atau di bawah penilaian Tuhan sendiri. Kalau Saudara mengatakan “saya ingin tahu rancangan Tuhan itu adil atau tidak”. Bolehkah kita tanya itu ke Tuhan? Tuhan mengizinkan kita tanya. Kitab Ayub penuh dengan pertanyaan. Tapi Saudara harus membedakan antara pertanyaan dengan keluh kesah atau pertanyaan yang menggugah kita untuk bertanya kepada Tuhan, karena kita sedang berada di dalam keadaan meratap, dengan pertanyaan yang dilemparkan karena berada dalam kepahitan, tidak lagi mau ikut rencana Tuhan. Di dalam Kitab Suci dibedakan ratapan dan bersungut-sungut, kedua hal ini benar-benar harus kita pegang. Tuhan marah kepada Israel yang bersungut-sungut di padang gurun. Tapi Tuhan tidak marah kepada Yeremia, Ayub, dan Pemazmur karena mereka mempertanyakan dengan keinginan tunduk kepada Tuhan. Mereka mempertanyakan karena desakan keadaan yang membingungkan “dimanakah janji dan penyertaan Tuhan? Mengapa kami tidak merasakannya?”, kadang-kadang mereka tanya dengan kalimat keras kepada Tuhan. Tapi Tuhan penuh kesabaran menerima dan mengizinkan orang meratap sedemikian. Tapi tidak demikian dengan keluh kesah, karena mereka memanfaatkan kemungkinan mempengaruhi orang lain, lalu bersama-sama mempengaruhi mau memberontak kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan tidak bisa menjadi pemimpin kami”, itulah keluh kesah, itulah sungut-sungut. Maka di dalam Kitab Suci, dua hal ini dibedakan. Saudara jangan mencegah orang yang bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, mengapa hidup saya begitu keras, apakah Tuhan lupakan saya?” Waktu orang menyadari “saya berada dalam keadaan yang seharusnya tidak ditimpa seperti ini”, seperti Ayub, maka dia tanya kepada Tuhan. Dan Tuhan memberikan kesempatan dia untuk bergumul sedemikian dan mempertanyakannya kepada Tuhan. Tapi Tuhan tidak memberikan kesempatan untuk orang pergi ke orang lain dan mengatakan “untuk apa kita melayani Tuhan, untuk apa kita terus datang kepada Tuhan kalau begini caranya kita tidak perlu menjadi umat Tuhan”, itu adalah sungut-sungut, itu adalah pemberontakan kepada Tuhan. Saudara punya beban hati, katakan kepada Tuhan, bukan kepada orang lain, provokasi orang lain untuk membenci Tuhan. Itu keadaan yang tidak baik, itu tidak pantas. Karena kita tidak mengerti keadilan Tuhan di dalam gambaran yang penuh, tapi kita sudah berani menghakimi dan mengajak orang lain untuk mempertanyakan Tuhan juga. Tapi kalau kita dengan serius datang kepada Tuhan dalam doa, Tuhan tidak pernah membuang orang yang doa dengan jujur, lalu memanjatkan hal-hal yang mempertanyakan keadilan Tuhan bertindak. Tapi orang-orang seperti ini harus melakukan itu dengan segala kerendahan hati. Dia melakukan dengan kesadaran “saya tidak akan pernah tinggalkan Tuhan, baik atau buruk saya akan datang kepada Tuhan, keadaan apa pun saya akan datang kepada Tuhan”, ini orang yang jujur dan merupakan umat yang sejati. Tetapi orang yang tanya ke Tuhan lalu mengatakan “kalau begini saya kecewa dan tidak mau Tuhan lagi”, itu orang bukan mau mencari jawaban dari Tuhan, dia tidak benar-benar ber-Tuhan. Karena dia tidak mau terus berpegang kepada Tuhan dalam setiap keadaan.
Apa bedanya umat sejati dengan yang palsu? Ketika bangsa Israel di padang gurun, sebagian adalah pemberontak yang tidak mau Tuhan dan hanya sebagian kecil, bahkan generasi yang lebih muda, itu yang Tuhan berkati dengan kemungkinan masuk Tanah Kanaan. Orang lain adalah umat palsu, tidak benar-benar mau Tuhan. Mereka sedang pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain. Saudara tidak bisa pikirkan alternatif Tuhan atau yang lain, karena yang lain itu tidak ada. Saudara berpegang kepada Tuhan atau Saudara berpegang pada ketiadaan, ini pilihanya. Maka jangan mengatakan “saya tidak tahu masih terus akan ikut Tuhan atau tidak”, itu kalimat secara logis bodoh, itu kalimat kalau di dalam anugerah Tuhan kita lihat merupakan kalimat yang tidak mengerti betapa baiknya Tuhan. Maka Yosua pernah bertanya kepada orang Israel, “kamu mau melayani Tuhan? Saya minta komitmenmu, kamu mau berpegang kepada siapa sampai mati?”. Iman bukan sesuatu yang main-main, iman adalah pilihan, satu kali pilih Saudara mau berkomitmen di dalam setiap keadaan. Maka Yosua mengatakan “pilihlah pada hari ini siapa yang kamu mau sembah. Apakah engkau mau sembah dewa-dewa nenek moyangmu di Mesopotamia, yang Tuhan sudah singkirkan karena Tuhan memanggil Abraham keluar dari sana. Dewa-dewa di sana tidak ada, itu hanya patung-patung buatan manusia dan legenda-legenda cerita mitos yang dikarang oleh manusia. Lalu kamu mau sembah siapa? Jika kamu tidak mau menyembah dewa-dewa di Mesopotamia dan kamu tidak mau menerima dewa-dewa di Kanaan, sembahlah Tuhan. Lalu mereka mengatakan “iya, kami akan lakukan”. Tapi Yosua mengatakan “kamu jangan pikir ini komitmen sembarangan”. Banyak orang komit dengan kalimat tapi hatinya tidak pernah sungguh-sungguh mau melakukan komitmen ini. Komitmen sesuatu yang menunjukkan karakter Saudara, siapa yang lemah dalam memegang komitmen yang penting, dia bukan orang yang baik, dia mesti bertobat dan menunjukkan karakter yang sejati. Maka Yosua mengatakan “kamu tidak sanggup, saya sudah melihat bangsa Israel di padang gurun terus mengaku dengan mulut: saya mau ikut Tuhan, kami menyembah Tuhan. Tapi faktanya tidak ada”. Di dalam keadaan goncang, Tuhan ditinggalkan. Di dalam keadaan sulit makan, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”. Di dalam keadaan sulit air, mereka mengatakan “mau kembali ke Mesir”, inikah komitmen? Kalau komitmen hanya di keadaan baik, itu bukan komitmen. Itu adalah jiwa oportunis yang diberi makan oleh situasi, situasional sekali. “Saya mau ikut Tuhan kalau baik, kalau tidak baik saya tidak mau”. Kadang-kadang dalam keadaan buruk, ini sebuah ujian penting untuk komitmen dari hati Saudara kepada Tuhan dan ini menunjukkan karakter Saudara. Jika engkau mengatakan “saya mau ikut Tuhan”, seserius apa, sepenuh apa kekuatanmu untuk menjalankan janji itu? Karena tanpa komitmen kepada janji, Saudara bukan siapa-siapa. Tidak peduli berapa banyak uang didapatkan, berapa pintar pikiran, berapa besar bakat jika Saudara tidak punya komitmen, Saudara adalah orang rendah. Maka Yosua bertanya “kamu mau menyembah Tuhan? Kamu harus sering dengar peringatannya. Kamu harus janji mau taat firmanNya”, tanpa berinteraksi dengan Tuhan, tidak satu pun dari kita akan pegang komitmen perjanjian ini. Maka orang Israel dituntut oleh Tuhan untuk mengikat perjanjian dengan Dia, dan Dia berjanji akan setia kepada Israel. Tuhan ikat diriNya dengan umat perjanjianNya, dan umat perjanjianNya juga mengikat perjanjian dengan Tuhan. Maka ketika perjanjian ini dibuat, Tuhan mempunyai umat di bumi yang memberitahukan seluruh dunia bahwa Allah adalah Allah dan mereka gambar Allah yang ditebus dan dipulihkan sebagai bangsa. Ini pekerjaan besar, panggilan mulia. Maka ketika Tuhan memanggil Israel, Tuhan panggil dengan segala keseriusan, baik dari pihak Tuhan maupun Israel.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Doktrin Predestinasi 3
Kita melanjutkan pembahasan tentang pilihan Tuhan. Ini menjadi kontroversi di dalam gereja, apakah Tuhan memilih siapa yang diselamatkan dan memilih untuk membiarkan yang lain menjadi binasa. Ketika orang mendengar pengertian ini, mereka bereaksi dengan dua cara, pertama seperti Paulus, “terpujilah Allah”. Kedua, mulai mempertanyakan keadilan dari pengertian ini. Ketika Agustinus berbicara tentang konsep anugerah dan menekankan bahwa keselamatan manusia diberikan karena Tuhan berbelas-kasihan. Pelagius mengatakan, “tidak, manusia punya kebebasan, bisa menentukan sendiri mau terima anugerah atau tidak”. Manusia bisa memilih sendiri apakah dia merespon atau tidak. Ketika Martin Luther menekankan tentang kejatuhan total dan ketidakmampuan manusia untuk kembali kepada Tuhan, Erasmus meresponi dengan menyatakan manusia punya kehendak untuk memilih dan punya kemampuan untuk melakukan apa yang tepat jika dia memilih untuk melakukannya. Jadi yang satu menekankan pilihan Tuhan, yang lain menekankan manusia memilih. Ketika Calvin menekankan tentang tema predestinasi, respons yang diberikan kepada dia ada dua, pertama, dari Pigius. Dia menulis sebuah buku menentang konsep predestinasi dari Calvin. Lalu Calvin meresponi Pigius dengan menulis buku untuk me-reply dia. Maka mereka saling serang untuk memberikan argumen bagi posisi masing-masing. Kedua, kaum Remonstran, diawali oleh Yakobus Arminius. Ia adalah murid Calvin yang mencintai semua commentary Calvin, dia mengatakan dia belum pernah membaca tafsiran Alkitab seindah, seakurat dan semembangun commentary Calvin. Itu sebabnya dia tidak malu mengakui diri sebagai murid Calvin. Tetapi dia keberatan dengan pengertian predestinasi, karena ini membuat manusia seperti tidak ada pilihan selain menerima apa yang Tuhan sudah tentukan bagi dia. Tradisi Reformed Belanda dari pengikut Arminius, akhirnya mengeluarkan lima statement penolakan ajaran predestinasi Calvin disebut dengan 5 poin kaum Remonstran. Kalau kita membaca keberatan mereka, kita akan melihat ini masih lebih baik daripada keberatan yang dilemparkan sekarang. Karena yang mereka tekankan adalah sesuatu yang dari tradisi Reformed tidak anti. Manusia mempunyai kesadaran untuk memilih, tidak ada orang Reformed yang mengatakan manusia tidak punya kesadaran. Manusia punya kesadaran, manusia tahu mana baik mana jahat, manusia bisa punya kemampuan untuk pilih mana baik mana jahat di dalam aspek moral. Tetapi ketika menyangkut relasi dengan Tuhan, buku pertama Institutio Calvin, dikatakan manusia tidak mau datang ke Tuhan. Ini bukan masalah apakah manusia mempunyai pengetahuan untuk melakukan yang baik atau jahat. Manusia punya kemampuan untuk melakukan mana baik mana jahat di dalam aspek moral. Tetapi di dalam kaitan dengan mengenal Tuhan, manusia tidak punya kemampuan dan kemauan untuk datang ke Tuhan. Manusia memusuhi Tuhan di dalam hatinya. Ini jadi pergumulan yang penting dari buku Institutio. Di Jenewa, Calvin mengirim banyak misionaris Eropa karena dia percaya bahwa Reformasi adalah perang untuk memperbaiki ibadah. Ketika misionaris dikirimkan, mereka mulai mendirikan gereja aliran Refromed, menekankan bahwa kita mesti kembali kepada Tuhan. Mereka digerakkan oleh teologi agama atau pengertian tentang apa itu agama. Ada yang mengatakan, Protestan tidak mungkin mengirim misionaris, karena Protestan percaya predestinasi. “Mana mungkin kamu menginjili, kan Tuhan sudah pilih mana selamat mana tidak”. Pengertian ini salah fatal. Kalau kita membaca baik-baik pikiran Calvin, predestinasi adalah bagian kecil dari teologi dia. Dia punya pembahasan yang begitu beragam. Bahkan De Young, yang memelajari Calvin, mengatakan “sayang, orang cuma ingat beberapa aspek pemikiran Calvin. Padahal Calvin mengerti banyak hal. Kita cuma paham dalam aspek teologi dan celakanya kita cuma mengenal dalam pengertian predestinasi. Satu yang penting dari pemikiran Calvin adalah teologi agama, dia menekankan bagaimana manusia punya pengenalan akan Tuhan di dalam diri, tetapi tidak pernah sampai kepada Tuhan yang sejati. Apa yang salah? Tuhan memanggil kita dengan memberikan hati yang mencari Dia, tapi dosa merusak sehingga arah kita bukan mencari Tuhan, tetapi mencari yang lain. Itu sebabnya kita menjadi penyembah berhala, karena mencari yang lain dengan dedikasi dan dorongan yang Tuhan berikan untuk mencari Dia. Jadi dengan kekuatan untuk mencari Tuhan kita pakai itu untuk mencari yang lain, sehingga kita menjadi penyembah berhala. Berhala mengikat hidup kita dengan sangat keras, tidak bisa lepas. Ini pikiran yang Calvin tekankan. Maka ketika pengikutnya membaca, mereka menyadari kalau semua orang mau mencari Tuhan tapi dibelokkan dosa, maka pasti ada hal yang sama dari berita Injil dengan komitmen agama apapun, tetapi komitmen agama yang lain menjadi menyimpang. Ini yang dipahami oleh pengikut Calvin, sehingga ledakan penginjilan pun dimulai. Penginjilan baik dari tradisi Lutheran maupun Reformed sangat besar bahkan melampaui gerakan penginjilan yang dikerjakan tradisi Katolik sebelumnya. Kalau tradisi Katolik menyebarkan penginjilan bersamaan dengan armada laut yang kuat, maka gerakan Protestan di dalam abad 18 akhir membagikan lewat para misionaris.
Ada orang datang, termasuk ke Indonesia, punya tradisi Reformed. Orang seperti Van Asselt, salah satu pendiri HKBP, berdoa dan mengatakan “kami pergi menginjili, kami akan jadikan daerah ini mengenal Tuhan.” Ini awal perkembangan HKBP, penginjil dari tradisi Reformed bergerak. Mengapa mereka bergerak memberitakan Injil? Karena teologi agama. Ternyata orang yang menyembah patung, batu, roh nenek moyang, mengapa mereka bisa dedikasi total bahkan rela korbankan hidup? Karena ternyata itu gerakan yang Tuhan berikan di dalam hati untuk mencari Tuhan. Semua orang mencari Tuhan, tapi karena dosa pencarian itu dibelokkan ke yang lain. Ini sebabnya mereka merasa kalau begitu Injil bisa disampaikan ke agama mana pun, sehingga gerakan penginjilan dimulai. Jadi, dari tradisi Reformed, gerakan penginjilan didorong oleh pengertian teologis, ternyata ada kemungkinan memberitakan Injil secara teologi, ternyata Alkitab sudah memberitakan semua agama mencari Tuhan, semua agama ingin menyembah Allah, tapi mereka diselewengkan oleh hati yang berdosa, sehingga mereka mencari berhala. Ini sebabnya mereka pergi memberitakan Injil. Jadi di dalam tradisi Reformed ada banyak pengertian penting bukan hanya predestinasi, tapi predestinasi juga adalah pengertian penting yang banyak dibantah dan banyak ditentang. Maka para pengikut Remonstran mengatakan “kami menolak karena ada 5 poin keberatan kami. Kami tidak percaya manusia tidak mempunyai kemungkinan untuk percaya, kemungkinan untuk berespon”. Maka Canon of Dort di Belanda dibuat untuk menjawab keberatan ini.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Doktrin Predestinasi 2
Rancangan Tuhan bukan hanya mengenai keselamatan kita, tetapi mengenai pemanggilan orang-orang untuk menjadi milik Tuhan. Ini penting karena kita melihat di dalam Reformasi ada dua gerakan yaitu gerakan Reformasi angkatan pertama, dipimpin Martin Luther. Tidak ada orang mempunyai posisi sepenting dia karena ketika Reformasi berlanjut dan generasi kedua muncul kita melihat sekelompok orang, salah satunya Calvin, yang berpengaruh untuk memberikan pertumbuhan Reformasi di Eropa. Tapi tidak ada yang mendominasi seperti Luther dalam memberikan pengaruh. Maka Luther adalah tokoh yang sangat penting, apa yang dia katakan merombak pemikiran gereja Tuhan. Ada hal unik dari Reformasi Luther yang tidak lagi dilanjutkan di dalam generasi berikut. Pertama, Reformasi yang menekankan tema Re-discovery of The Gospel, penemuan kembali Injil. Di dalam pemikiran Martin Luther, gereja Tuhan sudah lupa berita Injil, sehingga perlu diingatkan kembali. Tuhan memakai Luther untuk mendobrak dan memberikan Injil kepada gereja Tuhan, bahwa kita dibenarkan karena Kristus. Pembenaran oleh iman adalah cara paling penting untuk mengkhotbahkan Kristus, sebab jika engkau diselamatkan karena iman kepada Dia maka Dialah yang memberikan keselamatan itu. Kristus yang membuat kita benar bukan diri kita. Ketika Luther menekankan tentang pentingnya Inijl, dia menyatakannya dengan doktrin pembenaran oleh iman. Apakah gereja ingat hal ini? Tidak, meskipun gereja di dalam sejarah terus diingatkan tentang tema ini, tetapi pada zaman Luther, gereja melupakannya. Sehingga Luther mengatakan ketika dia dibangkitkan oleh Tuhan, dia berkhotbah menyatakan Injil untuk menggoncang Eropa, seperti yang belum pernah dilakukan siapapun sebelumnya. Dan menurut Martin Luther ini adalah tahap akhir dari sejarah, karena setelah gereja Tuhan dipulihkan, tinggal tunggu satu lagi yaitu orang Yahudi menerima Injil, maka Tuhan datang kembali. Tapi generasi berikutnya dari Reformasi menekankan tema yang lain, bukan berarti mereka menolak tema Martin Luther. Tapi mereka sadar ada satu hal penting yang Luther belum lakukan, yaitu memerangi penyembahan berhala di gereja. Sehingga tema dari Reformasi generasi berikut, dari Calvin dan rekan-rekan, adalah kita perlu bukan cuma menyatakan Injil yang sudah dilupakan kembali diingat, tetapi kita perlu menekankan pentingnya gereja, cara beribadah yang salah harus dikoreksi. Penyembahan berhala tidak bisa dipertahankan dalam gereja.
Di dalam pengertian sebelum para reformator, orang mempunyai pemikiran bahwa Kristus adalah Allah sejati dan memang Dia adalah Allah sejati. Tetapi akibat tidak memahami atau melupakan bahwa Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, membuat orang merasa perlu ada pengantara untuk datang kepada Dia. Jika Dia adalah Allah yang mulia, layakkah kita datang kepada Dia? Tidak. “Maka saya perlu diantar oleh Maria, saya perlu diantar oleh tokoh-tokoh yang suci, yang jasanya melampaui yang Tuhan tuntut.” Tetapi Reformasi generasi kedua mengingatkan bahwa mengabaikan bahwa Dia sudah datang menjadi Imam Besar kita, membuat kita tidak mengerti Dia satu-satunya Pengantara. Ketika orang menekankan Yohanes membuktikan Yesus adalah Allah, Calvin justru menekankan Inijl Yohanes tentang Yesus sebagai manusia. Apakah John Calvin tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah? Ini tuduhan yang diberikan oleh musuh-musuhnya. Tapi kalau kita membaca commentary itu kita tahu Calvin mengakui Konsili Kalsedon yang percaya Kristus memiliki 2 natur. Tapi Calvin mengingatkan perlunya memahami keseimbangan yang diberitakan di dalam konsili itu. Itu sebabnya Reformasi generasi kedua lebih menekankan person of Christ, pribadi Kristus untuk menyeimbangkan natur Ilahi dan natur manusia. Ini tradisi penting di dalam Reformed, kita mesti tahu hal ini. Jika kita tidak kenal Tuhan, maka kita sulit bertumbuh. Karena tanpa mengasihi Allah, sulit bagi kita untuk bertumbuh ke arah Dia yang adalah Kepala. Di Efesus ditekankan pertumbuhan itu terjadi karena Kristus adalah Kepala dan kita bertumbuh ke arah Dia. Kalau kita bertumbuh ke arah Dia, maka tidak mungkin kita bertumbuh tanpa mengerti betapa besar kasih Allah di dalam Kristus. Itu sebabnya Efesus menekankan dua hal, yaitu cinta Tuhan melampaui pengertian kita. Dan Paulus mengatakan “saya berdoa supaya kamu mengetahui kasih Allah meskipun itu melampaui segala kemungkinan kita mengetahui”. Mengapa penting untuk mengetahui kasih Allah? Supaya engkau belajar mencintai Tuhan dan di dalam cinta kepada Tuhan ada pertumbuhan. Kita punya kecenderungan ingin sama dengan orang yang kita cintai dan kagumi. Jika kecintaan kita kepada Tuhan tidak ada, maka kita tidak mungkin bisa jadi orang Kristen, karena tidak ada yang dapat mengalahkan gairah dan cinta kasih hati Kita. Tapi bagaimana bisa mencintai Tuhan jika kita tidak mengenal Dia? Maka di dalam pemikiran Calvin, hal paling utama adalah harus mengenal Tuhan. Tuhan mencipta manusia supaya bisa mengenal Tuhan karena inilah yang membentuk manusia. Itu sebabnya firman Tuhan penting karena kita diberikan pengenalan akan Dia melalui firman. Kita boleh bertumbuh di dalam Dia karena kita kenal Dia. Pengenalan ini yang menumbuhkan kecintaan kepada Dia, serta kebencian kepada diri yang lama dengan pengharapan bahwa kita diubahkan. Karena kalau kita benci dosa, tapi kita tidak punya pengharapan diri yang baru, kita akan depresi dan merasa tidak ada guna memperjuangkan hidup yang suci. Tapi jika Kita tahu bahwa “diri saya yang lama sangat jelek dan perlu disingkirkan, dan diriku yang baru di dalam Kristus sedang dijadikan Tuhan di dalam diri saya”, itu akan membangkitkan Kita untuk semakin mengasihi Tuhan. Ini harus kita ketahui, tanpa mengenal ini, kita menjadi Kristen palsu.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Kristus adalah Allah
Ketika Paulus berbicara tentang Allah yang harus disembah, dia menyatakan sebuah doxology atau ucapan puji-pujian kepada Tuhan. Roma 1: 25 “mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja menyembah makhluk dengan melupakan penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin”. Pencipta yang harus dipuji selama-lamanya adalah kalimat pujian atau doxology kalau dalam pengertian tradisi Kristen. Roma 11: 36, dia menekankan pengertian Allah adalah Pemilik dan juga Penyebab dan yang harus dimuliakan dalam segala sesuatu. Dan dia kembali menyatakan doxology, “sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia, bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. Dalam ayat yang ke-5 dikatakan “Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin” Ini adalah kalimat pujian yang dipanjatkan karena kesadaran siapa Allah. Kita perlu menyadari dan mengalami kesadaran ini, menikmati bahwa mengenal Allah itu bukan hanya peristiwa kognitif. Tapi lebih dari itu, pengenalan ini adalah pengenalan yang membebaskan kita dari segala limpahan atau sukacita yang palsu, karena di dalam hidup kita mencari kemungkinan untuk menikmati kebenaran Tuhan di dalam keadaan yang penuh. Saudara ingin hidup dengan segala hal yang membuat penuh hidup kita. Kita tidak ingin menjalani hidup yang stabil dan standar, kita ingin terjadi sesuatu besar di penghujung hidup. Ini jadi keinginan setiap orang, Saudara masih hidup jadi Saudara punya harapan. Pengharapan itu tidak mungkin diprediksi dengan kemampuan mengatur hidup. Hans Weder mengatakan kalau kita punya cita-cita atau rencana depan yang baik, itu bukan pengharapan. Karena pengharapan lebih dari sekedar menginginkan keadaan baik. Pengharapan adalah sesuatu yang hanya mungkin terjadi dari atas atau dari Tuhan. Maka kalau Saudara punya cita-cita, itu bukan pengharapan, karena pengharapan adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi dengan kekuatan manusia. Jika Saudara mengharapkan pengharapan sejati, maka yang Saudara harapkan jauh lebih besar dari yang dikerjakan manusia. Banyak orang salah mengerti antara pengharapan dan cita-cita sehingga keduanya dikacaukan. Pengharapan versi Alkitab adalah sesuatu yang tidak bisa terjadi dari manusia, sehebat apa pun manusia bekerja. Dalam Alkitab, pengharapan itu seringkali terjadi di luar nalar, di luar semua prediksi manusia. Itu sebabnya kita hidup, sebagai orang Kristen, dengan penuh kelimpahan karena pengharapan. Jika kita tidak punya pengharapan, maka kita belum menikmati kehidupan Kristen sejati. Ketika kita sadar bahwa Allah satu-satunya yang membawa pengharapan menjadi nyata, maka kita akan memuji Dia, kita berdoxology. Kita memuji Tuhan karena Dia mengerjakan hal yang tidak mungkin dicapai manusia. Inilah alasan memuji Tuhan, inilah alasan doxology. Jadi kalau ditanya “mengapa memuji Tuhan?”, Saudara harusnya memberi jawaban bahwa Allah yang akan mengerjakan apa yang saya harap, tapi harapan ini adalah harapan yang saya pegang dengan segala hal bentuk pesimisme karena saya tidak yakin ini bisa terjadi, jadi saya berharap kepada Tuhan. Jadi ketika manusia tidak punya harapan lagi, lalu dia berharap kepada Tuhan, begitu Tuhan menyatakan diri, pada waktu itu dia akan memuji Tuhan, itulah alasan berdoxology.
Memuji Tuhan adalah hal terindah bagi manusia. James K.A. Smith mengatakan manusia adalah makhluk yang mencintai dan manusia adalah makhluk yang memuja. Jika kita tidak memuji, kita tidak menyembah, kita bukan manusia. Manusia bukan manusia karena punya rasio, manusia bisa punya rasio tapi tetap tidak jalankan hidup sebagai manusia. Manusia bisa punya kehendak, tapi tetap tidak menjalankan hidup sebagai manusia, ini perkataan dari John Duns Scotus. Dia mengatakan manusia punya kehendak dan itulah hal paling penting yang kita miliki dan jalankan. Jika kehendak Saudara baik, maka hidup Saudara pun baik. Jika kehendak Saudara buruk, maka banyak pengalaman pahit yang Saudara akan alami ke depan, karena Saudara akan didorong oleh keinginan yang buruk itu. Tapi lebih dari itu, James Smith mengatakan manusia adalah makhluk yang menyembah. Kita akan kosong jika kita tidak menyembah, kita perlu menyembah. Siapa yang disembah? Tentu Tuhan. Tapi manusia tidak didesain untuk menyembah Allah yang abstrak. Menyembah Allah yang astrak berarti Saudara menyembah Allah tapi tidak digerakkan oleh pengertian yang tepat. Pengertian yang tepat tentang Allah sangat diperlukan, kalau kita tidak tahu siapa Dia dan kita tidak kenal Dia, kita akan sulit memuji Tuhan. Lalu bagaimana kita mengenal Tuhan? Biasanya orang Kristen akan mengatakan sesuai Kitab Suci, mengenal Allah berdasarkan firman, mengenal Allah berdasarkan teologi yang benar. Itu pun kalimat yang belum dijelaskan dengan lebih detail. Ini kalimat-kalimat slogan yang perlu penjelasan lebih. Kita sering mendengar orang mengatakan “jangan dengar khotbah tentang Allah yang salah, nanti pengenalanmu akan Allah jadi salah, harus dengarkan Dia berdasakan pengenalan yang benar”. Pengenalan yang benar itu apa? Ini perlu penjelasan dan kita tidak membiasakan diri untuk mendapatkan penjelasan. Kita tidak mau dianggap tidak tahu, sehingga kita sulit bertanya, karena pertanyaan akan menunjukan kalau kita tidak tahu. Tapi kalau Saudara memang tidak tahu, apa salahnya dikenal sebagai orang yang tidak tahu? Kalau Saudara mengambil langkah bertanya, mungkin Saudara akan menjadi pahlawan karena semua orang ingin menanyakan itu, cuma semua orang takut ditertawakan, tapi Saudara mengambil kerelaan ditertawakan dan tidak ada yang menertawakan karena semua juga tidak mengerti. Mengenal Allah yang benar berarti Saudara mendapatkan kaitan yang erat antara hidup di sini dengan siapakah Tuhan. Kita selalu ingin menjawab pertanyaan siapakah Tuhan, tapi Saudara tidak bisa menjawab pertanyaan itu tanpa Saudara mengaitkan siapa Tuhan dengan kehidupan kita di sini. Ketika Calvin menulis Institute of Christian Religion buku 1, dia mengaitkan pengenalan Allah dan pengenalan diri sebagai dua hal yang utuh. Saudara tidak bisa mempunyai pengenalan Allah yang abstrak, tahu informasi tentang Dia tapi Saudara tidak tahu apa kaitannya dengan pergumulan hidup. Tetapi Kitab Suci selalu mengaitkan siapa Allah dengan apa yang terjadi di dunia. Ketika Allah menyatakan diri sebagai Allah perjanjian, itu terjadi karena Dia mengikat perjanjian dengan orang Israel. Waktu Allah menyatakan diri sebagai Allah yang setia, itu terjadi karena orang Israel perlu Pencipta yang mendampingi mereka, menebus mereka, dan membawa mereka ke dalam tanah perjanjian, mereka perlu Allah seperti itu, dan Allah adalah Allah yang seperti itu. Jadi tidak ada tema apa pun tentang Tuhan yang tidak berkait dalam hidup. Maka ada dua hal, pertama adalah tentang Allah, kedua adalah tentang hidup. Dua ini berkait, kita tidak bisa kenal Allah kecuali kita kaitkan Dia dengan hidup. Kita tidak bisa tahu apa yang harus dijalankan dalam hidup, kecuali kita menjalankan hidup sebagai sesuatu yang dijalankan demi Tuhan dan bukan diri kita sendiri. Jadi siapa Allah? Pertama Saudara kaitkan pengenalan akan Allah dengan apa yang dialami di dalam hidup. Baru kita sadar bahwa banyak orang salah mengenal Allah, karena mereka salah merumuskan tentang apa yang harus dipahami dalam hidup. Mengapa sulit bagi kita untuk mengenal Tuhan? Karena kita tidak tahu apa yang harusnya kita temui dan jalankan dalam hidup. Ketika ditanya tentang hidup, kita pun bingung jawaban ini. Ini membuktikan kita sulit mengenal Allah jika kita sulit mengenal makna hidup. Tapi bagaimana tahu apa itu hidup kalau kita kaitkan dengan Allah? Mengaitkan Allah dengan hidup adalah hal yang harus terjadi supaya Saudara tidak mengenal Allah secara abstrak. Kalau Saudara tidak punya paralelnya di dalam hidup untuk mengerti konsep ini, Saudara akan mengenal Allah dengan salah. Termasuk kalau meletakkan itu di dalam konteks yang salah, “Allah itu setia karena kemarin saya mencuri dan Tuhan melindungi saya, tidak ditangkap polisi”, itu mengaitkan kesetiaan Allah dengan konteks hidup yang salah. Ini akan membuat Saudara salah mengenal Tuhan dan Saudara akan mengatakan “puji Tuhan untuk alasan yang salah”. Maka hal pertama yang kita perlukaan adalah mengenal siapa Allah dan mengenal apa yang terjadi dalam hidup, apa yang Dia lakukan di dunia ini, apa yang Dia mau terjadi di bumi, apa yang Dia mau terjadi, apa yang Dia atur supaya terjadi di dalam kehidupan manusia. Sehingga pertanyaan tentang siapa Allah harus dijawab setelah kita merenungkan tentang apa yang harusnya terjadi di dalam hidup manusia. Jadi keadaan manusia yang baik menjadi satu pikiran yang harus jelas dulu, baru kita bisa mengagumi siapa Tuhan. Karena kita tidak akan bisa mengenal Dia lebih dari apa yang Dia kerjakan dalam hidup kita. Calvin juga yang mengatakan ini, kita tidak mengasihi Tuhan kecuali kita mengenal Dia sebagai Allah yang melakukan segala kebaikan yang benar-benar baik, bukan kebaikan lewat versi kita yang sempit, itu yang membuat kita mengenal dan bersyukur kepada Dia. Kita berdoxology, kita akan mengatakan “terpujilah nama Tuhan karena hal ini”. Jadi kita perlu bereskan dulu tentang pengharapan manusia.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Terkutuk Demi Israel
Kita sampai ke dalam pasal 9, berbicara tentang sejarah keselamatan, bagaimana Tuhan menggenapi rencana menyelamatkan bangsa-bangsa lain dengan membiarkan Israel tertolak. Ini satu rencana bagi Paulus yang sulit dipahami, apalagi dia orang Israel yang punya zeal yang besar untuk Israel. Ada beberapa tema yang bisa kita pelajari yang sulit diterima tapi fakta. Kalau kita mau menerima tema ini, kita hanya mungkin bisa menjadi tenang jika kita tahu apa tujuan final Tuhan mengerjakan segala hal yang Dia kerjakan. Apa yang terjadi di dalam sejarah keselamatan, apa yang Tuhan mau buat, itu hanya mungkin berarti jika kita lihat apa tujuan final Allah mengerjakan segala sesuatu. John Duns Scotus mengatakan bahwa ketika Allah menjadikan segala sesuatu, maka tujuan final dia menjadikan segala sesuatu itu adalah supaya Kristus menjadi segalanya. Kristus menjadi segalanya baik di surga maupun di bumi. Ini pikiran yang sangat penting di dalam sejarah Kekristenan. Scotus pernah mengkritik tradisi Dominikan, ada dua tradisi yaitu Dominikan dan Fransiskan. Dominikan adalah tradisi berdebat, ini tradisi biara yang didirikan untuk berdebat dengan orang Muslim. Tradisi ini berdiri tidak beda lama waktunya dengan berdirinya tradisi Fransiskan yang didirikan oleh Franscis dari Asisi dengan menjalani kehidupan yang sangat sederhana dan menjadi pengaruh besar. Jadi Fransiskan dan Dominikan memengaruhi banyak tempat di Eropa, keduanya sebagai tradisi yang sama-sama kuat, mereka bersaing. Yang satu menekankan keindahan, seni dan juga kerohanian, satu lagi menekankan bagaimana berapologetik, berdebat, dan mengekspresikan kebenaran Kristen dengan cara yang meyakinkan. Salah satu yang dijadikan keberatan dari tradisi Fransiskan adalah ketika orang Dominikan berusaha untuk menjelaskan kedaulatan Allah dengan argumen-argumen yang bagi mereka tidak kena. Argumen-argumennya ada banyak, tapi orang seperti Scotus, seorang Fransiskan, menyerang tradisi Dominikan dengan mengatakan “kamu tidak mengerti yang paling penting dari Tuhan. Yang paling penting dari diri Tuhan itu bukan rasionya Tuhan, tapi kehendakNya Tuhan”. Maka kalau orang Dominikan mengatakan Allah itu Mahakuasa, Dia bisa mengerjakan segalanya, apa pun yang Dia mau kerjakan akan Dia kerjakan. Dia akan mengerjakan hal yang suci dan baik karena diriNya suci dan baik. Tentu semuanya akan setuju dan tradisi Fransiskan juga akan setuju, tapi pertanyaannya adalah apakah kebaikan Tuhan sesuatu norma yang melampaui Tuhan atau ada di dalam Tuhan? Apakah Tuhan tunduk kepada prinsip baik? Menurut Fransiskan, orang-orang Dominikan, termasuk Thomas Aquinas, terlalu banyak menekankan argumen yang membuat seolah-olah Tuhan harus tunduk kepada aturan di luar Dia. Tuhan sendiri seperti harus tunduk dengan keharusan menjaga keadilan, Tuhan seperti harus tunduk pada konsep kasih. Maka Scotus mengkritik argumen seperti itu dengan mengatakan yang paling utama dalam menjelaskan Tuhan adalah kehendak. Tuhan mempunyai keinginan dan kesukaan. Apa yang Dia sukai itu yang Dia kerjakan. Jadi Saudara mengatakan Tuhan itu Mahakuasa karena Dia hanya melakukan apa yang Dia suka. Dia tidak akan melakukan apa yang tidak Dia suka. Kalau Saudara mengatakan “apakah Allah Mahakuasa, bisakah Allah menciptakan Allah yang lain, Allah yang setara dengan Dia? Kalau tidak bisa, Dia tidak Mahakuasa”. John Duns Scotus akan menjawab “mengapa begitu tanda Mahakuasa?”, tanda Mahakuasa adalah Dia akan kerjakan apa yang Dia suka. Tanda Dia Mahakuasa adalah Dia tidak terkurung untuk melakukan apa yang Dia tidak mau. Saudara tidak bisa meminta Dia melakukan apa yang Dia tidak mau, Tuhan hanya melakukan apa yang Dia sukai, yang Dia inginkan. Ini mirip kalau Saudara punya kedaulatan, Saudara akan memilih melakukan apa yang Saudara suka, itu menunjukan Saudara berdaulat. Demikian juga menurut Scotus, Tuhan melakukan apa yang Dia mau, yang Dia sukai.
Pertanyaan berikutnya, “kalau Dia melakukan apa yang Dia sukai, apakah kita bisa pastikan semua yang terjadi di dalam sejarah, apakah semua Tuhan sukai? Kalau semua Tuhan sukai, bagaimana dengan dosa, kekejaman, kecemaran, kejahatan?”. Scotus akan menjawab “Tuhan mempunyai kehendak dan kehendak itu harus kita anggap sebagai yang utama dulu”, jadi Saudara harus tahu apa yang menjadi utama, baru yang lain kita gumulkan sebagai cara untuk mencapai yang utama itu. Maka Scotus memberikan argumen seperti ini bahwa kita melaksanakan hidup sebelumnya kita merancang dalam pikiran kita. Apa yang kita rancang, yang pertama kita pikirkan adalah tujuan rancangan kita. Kalau Saudara ingin pergi ke Surabaya, maka Saudara akan menjadikan ke Surabaya sebagai tujuan final. Lalu Saudara akan memikirkan bagaimana cara ke Surabaya, apakah dengan beli tiket pesawat, mengemudi sendiri atau naik kereta. Cara ini Saudara pilih karena Saudara sudah menetapkan tujuan dulu. Jadi tujuan itu selalu ditetapkan di awal rencana, cara itu belakangan. Tapi waktu Saudara jalankan akan terbalik, cara itu duluan baru tujuan belakangan. Scotus mengatakan cara itu selalu dipikirkan belakangan tapi dilaksanakan terlebih dulu, ini berkait dengan Tuhan. Demikian juga Allah, di dalam merancang segala sesuatu, Tuhan menetapkan tujuan yang paling Dia sukai lebih dulu. Apa yang paling Dia inginkan dalam mencipta? Mengapa Dia mencipta, tujuannya apa? John mengatakan tujuannya adalah kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Mengapa Tuhan menciptakan segala sesuatu? Untuk meninggikan Kristus. Kristus dimuliakan di surga dan di bumi adalah tujuan. Kalau Tuhan merancang tujuan, berarti tujuan itu akan belakangan di dalam penciptaan, ini yang tadi kita lihat dengan rancangan dan tujuan. Tuhan merancang bagaimana caranya meninggikan Kristus di surga dan di bumi? Ada rencana, ada keselamatan, ada penciptaan. Tujuan Tuhan mencipta, menebus manusia, mengizinkan sejarah keselamatan, Israel dipilih, lalu Israel dibuang, Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, semua menuju kepada kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Jadi kemuliaan Dia final tapi itu dalam rancangan Tuhan pertama. Sehingga kalau ada orang tanya “John kamu tahu dari mana kalau tujuan Tuhan yang final itu adalah meninggikan Kristus di surga dan di bumi?”, John akan menjawab “karena itu yang final, yang belakangan di dalam Alkitab, itu yang terjadi terakhir”. Apa yang terjadi terakhir berarti adalah tujuan yang di dalam rancangan Tuhan itu pertama. Kalau John menggambarkan Tuhan berpikir, tentu kita tidak tahu bagaimana Tuhan berpikir di dlaam keterbatasan kita”, tapi John akan mengatakan “Tuhan, seolah-olah mengatakan Aku ingin meninggikan Sang Anak, meninggikan Kristus di surga dan di bumi maka Aku mencipta surga dan bumi, Aku merancang keselamatan, Aku membuat segala hal yang disiapkan untuk meninggikan Kristus di surga dan di bumi”, ini yang Allah siapkan. Maka menurut John, Saudara dan saya tidak bisa menggumulkan apa yang terjadi di dalam dunia kalau kita tidak tahu mengapa Tuhan menciptakannya, finalnya apa. Kalau kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan utama maka Saudara tidak akan punya kesadaran tentang mengapa sesuatu terjadi. Maka dalam pasal 9-11 dia memberikan pengertian mengapa Tuhan beralih dari Israel ke bangsa-bangsa lain. Hal-hal seperti ini perlu kita tahu, kadang-kadang kita berharap bisa mendengat khotbah dan mengharapkan khotbah itu bersifat praktis. Maka hal penting sebelum kita mengerti bagaimana harus hidup, kita harus tahu dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam Kitab Suci, Tuhan melakukan apa saja di dalam sejarah. Karena zaman di dalam Kitab Suci, mulai dari Kejadian sampai Wahyu, memberikan kepada kita pengertian siapa Tuhan di dalam sejarah. Saudara tidak akan menemukan sumber lain yang mengajarkan siapa Tuhan di dalam sejarah, selain Kitab Suci. Maka untuk tahu bagaimana hidup, Saudara harus tahu lebih dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam sejarah, bagaimana Dia bertindak, apa yang Dia katakan kepada manusia, bagaimana Dia menyingkirkan manusia berdosa, ini semua dicatat di Kitab Suci. Kecuali kita mengerti bagaimana Tuhan bertindak dalam sejarah, maka kita tidak mungkin bagaimana Tuhan bertindak sekarang. Jadi caranya bukan “saya menilai hidup saya dulu, saya sudah mengerti bagaimana hidup cuma ada sedikit lubang, itu yang saya harapkan didapat dari khotbah”, tapi khotbah bukan seperti itu. Khotbah akan mengatakan pemahaman kita terhadap hidup itu pun harus kembali ke Alkitab. Firman Tuhan bukan untuk mengisi yang kurang, tetapi mengganti seluruh pemahaman yang salah tentang hidup supaya kita bisa memahami yang benar dengan melihat bagaimana Tuhan menyatakan berkatNya atau murkaNya atau pemeliharaanNya atau hikmatNya di dalam Kitab Suci. Jadi Saudara perlu tahu apa yang terjadi dari Kitab Suci, apa yang terjadi pada Israel di dalam Kitab Suci.
- Surat Roma
- 8 Aug 2021
Kebutuhan untuk Dikasihi
Dikatakan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan kita dari cinta kasih Allah. Sebenarnya ini bagian dari pengharapan orang Israel, karena ketika orang Israel mendapatkan keadaan dibuang oleh Tuhan, mereka menginginkan untuk dipulihkan dan pulih di dalam pemikiran mereka itu mengandung banyak sekali aspek. Paling tidak ada 5 aspek penting yang mereka kejar, yang pertama mereka rindu Tuhan memulihkan mereka di tanah yang Tuhan janjikan. Kedua, mereka rindu Tuhan memulihkan mereka dengan memberikan raja yang akan memberikan keadilan di tengah-tengah mereka. Mereka juga merindukan supaya Tuhan memberikan kembali damai sejahtera dari penyertaan Tuhan yang tidak kunjung hilang, yang sempurna diberikan. Kemudian mereka juga menginginkan supaya Tuhan menyatakan kasih dan perkenanan Tuhan selama-lamanya. Mereka rindu Tuhan berkata kepada mereka bahwa Tuhan mencintai mereka. Lalu yang terakhir, mereka merindukan Tuhan mengubahkan hati mereka. Ini semua adalah aspek-aspek dari pengharapan Israel di dalam Kitab Yeremia, Yesaya dan Yehezkiel. Apa yang diinginkan Israel? Supaya mereka dipulihkan, semua keadaan yang Tuhan pernah janjikan menjadi sempurna di dalam kehidupan mereka. Tapi di dalam Perjanjian Lama apa yang dijanjikan ini tidak mencapai kesempurnaannya, belum tercapai dengan tuntas. Itu sebabnya setelah penulisan Perjanjian Lama selesai, harus ada seruan dari Yohanes Pembaptis yang menyatakan janji Tuhan sekarang sudah tiba. Perjanjian Lama menyatakan apa yang Tuhan mau berikan, Perjanjian Baru menyatakan bagaimana yang Tuhan janjikan ini sudah terjadi. Apa yang Tuhan mau berikan dan yang Tuhan janjikan, menjadi sempurna di dalam kehidupan gereja Tuhan. Kita melihat bahwa Paulus mengerti pengharapan ini, Paulus mengerti apa yang dia selidiki sendiri dari Perjanjian Lama. Paulus tahu ini yang diperlukan oleh Israel. Sekarang Tuhan tidak hanya menjanjikan bagi Israel, tapi bagi seluruh bangsa yang mau beriman kepada Kristus. Ini kesempurnaan janji yang Tuhan berikan. Itu sebabnya ketika Paulus berbicara tentang Injil, dia berbicara di dalam konteks, dia tidak berbicara dalam tema baru. Paulus bukan pemikir original yang menyampaikan teori baru. Paulus menyampaikan apa yang dia tahu dari Taurat, apa yang dia tahu dari Mazmur, apa yang dia tahu dari Kitab Nabi-nabi, dan dia menyatakan “sekarang saatnya sudah tiba, inilah kegenapan waktu. Apa yang kamu nanti-nantikan sekarang sudah diberikan”. Maka, ketika Paulus memberitakan Injil, dia akan memberitakan pengharapan Israel kepada bangsa lain. Ini sesuatu yang berbeda dengan praktek penginjilan yang kita tahu, kalau kita memberitakan Injil kita menekankan keperluan akan Juruselamat, tetapi tidak membagikannya dengan cara yang diajarkan Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama yang Tuhan ajarkan adalah kebutuhan akan dicintai Tuhan. Semua bangsa memerlukan adanya Allah yang membawa mereka ke dalam relasi yang indah dengan Dia. Ini adalah pernyataan di dalam Kitab Suci, dan fakta yang Paulus temukan waktu dia memberitakan Injil. Ketika dia pergi ke Athena, dia tidak memberitakan tentang Israel secara eksplisit, Perjanjian Lama secara pengutipan ayat. Tetapi dia menyatakan bahwa sama seperti orang Israel punya Tuhan bukan buatan tangan, demikian orang Athena perlu Allah yang bukan buatan tangan. Paulus mengatakan perbedaannya adalah dewa-dewa buatan tangan manusia perlu dipelihara, sedangkan Allah yang bukan buatan tangan manusia yaitu Allah yang sejati adalah yang memelihara manusia. Allah memelihara manusia dan Allah yang mencintai kamu seperti ini yang kamu perlu. Tuhan adalah Tuhan yang menjaga, memelihara, melindungi, menyertai, mendampingi, dan memimpin umatNya. Siapa bangsa yang merasa tidak perlu Ilah seperti ini? Jadi waktu Paulus memberitakan tentang Tuhan, dia memberitakan tentang Allah sejati yang sangat diperlukan oleh semua orang. Kalau kita kupas dan bongkar kebudayaan di zaman kita, di balik kulit yang bagus, ada kekosongan di mana Tuhan yang sejati absen. Kalau melihat kebudayaan modern atau postmodern, kita lihat kecanggihan teknologi, tapi tidak menemukan Tuhan makin dikenal, dicintai, dikagumi, karena manusia seperti punya juruselamat baru, “Kami sudah tahu bahwa buruknya zaman dulu karena orang belum mengerti teori ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan segala hal yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik. Karena kamu belum tahu maka kamu cari Tuhan. Kami sudah tahu, kami tidak cari Tuhan lagi”. Maka ketika Saudara membaca karya dari para teolog zaman kuno, Saudara akan sadar kita kehilangan banyak hal yang indah, karena kita merasa tidak perlu Tuhan. John Calvin dari buku Institio, mengatakan jika engkau tidak merasa bahwa kebaikan Tuhan adalah sesuatu yang engkau tidak bisa hidup tanpanya, kalau Tuhan tidak baik dan tidak mencurahkan kebaikan kepadamu, kamu tidak mungkin hidup. Kalau engkau tidak mengenal Tuhan sampai segitu, engkau tidak akan mencintai Dia. Manusia tidak mungkin mencintai Tuhan, kecuali dia tahu dia memerlukan Tuhan. Kita bisa lihat bagaimana zaman modern meruntuhkan iman orang dengan mengatakan “kita tidak perlu Tuhan, kita perlu teknologi.”, ini yang meruntuhkan iman manusia. Kalau Saudara mengatakan “saya bukan seperti itu, pak. Saya adalah orang yang tetap beriman kepada Tuhan meskipun teknologi yang baik saya miliki.” Meskipun di satu sisi itu benar, tapi di sisi lain kerinduan untuk mendapatkan Tuhan yang melampaui apa pun mungkin sudah hilang dari kita. Karena mungkin kita tidak siap menukar apa yang menjadi jaminan hidup kita demi mengenal Tuhan, misalnya.
Dalam buku Proslogion Anselm, dia mengatakan bahwa kebutuhan manusia paling utama adalah kenal Tuhan. Orang yang sadar akan kebutuhan ini akan tinggalkan apa pun kalau perlu demi bisa mengenal Tuhan. Ini aspek yang hilang dari kehidupan kita karena tidak pernah mengetahui apa artinya menukarkan keadaan hidup yang lama dengan Tuhan. Kita tidak pernah ada dalam keadaan dimana kita harus memilih mau hidup baik atau Tuhan. Seolah-olah hidup baik dan Tuhan sekarang dengan akrab bisa disatukan, “saya tetap bisa jadi Kristen, saya tetap bisa menikmati mengikuti Tuhan tanpa kehilangan apa pun yang dunia modern tawarkan kepada saya. Sehingga mungkin kita menjadi orang yang luput menikmati hal yang dulu orang Kristen sangat nikmati. Orang Kristen zaman dulu kalau ditanya “mana yang kamu pilih, tetap beriman kepada Tuhan dan hidupmu rusak, hancur, usaha tidak mungkin jalan, uang tidak mungkin kamu terima, kami akan kejar kamu, bahkan mungkin siksa kamu. Masih mau percaya Tuhan Yesus? Kalau kamu menolak Dia, maka kamu akan hidup tenang. Kalau kamu menerima dan mengakui Dia, mungkin kamu akan dianiaya”. Orang Kristen zaman dulu akan mengatakan “kami tidak akan pernah memalingkan wajah dari Kristus. Kami sudah melihat yang paling indah dan tidak akan tergerak untuk keindahan apa pun yang ditawarkan kepada kami. Tidak ada apa pun di dalam hidup kami selain Tuhan. Sehingga jika engkau menyuruh kami untuk meninggalkan Tuhan, engkau suruh kami untuk mati, kami tidak bisa hidup tanpa Dia dan kami harus beriman kepada Dia. Apa pun resiko yang harus kami bayar, kami akan lalui karena kami tidak bisa kehilangan Tuhan”, aspek seperti ini jauh dari kehidupan kita sekarang. Sehingga kita dengan sangat tenang bisa beriman kepada Tuhan dan bisa dengan tenang menjalankan kehidupan yang stabil dan aman. Itu sebabnya Kekristenan menjadi agama yang pelan-pelan kehilangan makna, pengisi waktu lowong, penghibur jiwa jika yang lain sudah gagal. Berapa banyak orang berpaling kepada Tuhan ketika hidup seperti tidak menawarkan apa pun lagi? Waktu mereka berpaling kepada Tuhan, baru mereka sadar selama ini mereka salah memilih hidup karena sebenarnya sukacita sejati, tenang sejati, dan damai sejati hanya mungkin ada di dalam Tuhan. Itu sebabnya, Anselm menulis kalimat indah, jika kamu ingin belajar kenal Tuhan maka sebenarnya kamu sedang belajar mengenal tujuan manusia dicipta. Mengapa Tuhan menciptakan manusia? Supaya bisa kenal Tuhan. Mengapa kenal Tuhan? Jika kamu berusaha cari keindahan, kenyamanan, kesenangan, keagungan yang paling besar di dalam dunia, kamu akan sadar bahwa pencarian kesenangan, keindahan, kebaikan, kemuliaan di dalam dunia sangat remeh dibandingkan dengan kemuliaan Sang Pencipta. Kebenaran di dalam dunia ciptaan adalah sesuatu yang lebih rendah dibandingkan Sang Kebenaran itu sendiri yaitu Allah. Kesenangan di dalam dunia ciptaan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sumber kesenangan sejati yaitu Allah. Maka bagi Anselm semakin kita mencari Tuhan dan kenal Dia dengan benar, semakin kita ingin untuk menjadi orang yang menikmati Dia. Tuhan jauh lebihindah dari apa pun yang dunia ini tawarkan. Itu sebabnya ketika orang Israel ada dalam pembuangan, yang mereka rindukan adalah Tuhan kembali berkenan untuk mencintai mereka. “Maukah Tuhan berkenan kembali mencintai kami? ini menjadi pengharapan mereka yang paling besar, dan ini yang Paulus bawa kemana-mana. “Kamu perlu Tuhan karena jika engkau tidak dikasihi oleh Dia, sebenarnya kehidupanmu akan menjadi kosong makna”. Tanpa cinta dari Tuhan, manusia tidak bisa hidup. Kita didesain untuk dicintai oleh Tuhan dan karena itu kita tidak bisa hidup jika kita tidak dicintai oleh Tuhan. Seorang teolog Kanada bernama James Smith mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang mencintai dan dicintai. Manusia terutama bukanlah makhluk pemikir, ini kesalahan dari Aristotle ketika mengatakan manusia adalah binatang yang berpikir atau binatang rasional. Manusia itu manusia karena manusia perlu cinta kasih. Kalau Saudara mengatakan binatang pun memerlukan itu, tapi tidak sekompleks manusia. Manusia adalah makhluk yang utamanya adalah desire to love, keinginan untuk mencintai. Sehingga pertanyaan paling penting bagi manusia bukan “apakah itu kebenaran?”, ini pertanyaan abstrak di zaman modern. Tapi sekarang, orang mencari “dimana saya bisa tenang karena saya dicintai? Anselm mengingatkan karena kita sudah jatuh dalam dosa, kita tidak sadar akan kebutuhan ini, kita tidak mencari cinta Tuhan. Tapi ketika orang Israel ada di dalam pembuangan, orang saleh seperti Yeremia, Daniel, Yesaya, meratap kepada Tuhan dengan mengatakan “Tuhan, kami rindu dicintai kembali oleh Tuhan”. Ini kerinduan besar yang diharapkan oleh orang Israel. Tapi kalau kita mengatakan “aku ingin Tuhan mencintai kami lagi?”, mengapa kita ingin Tuhan mencintai kita lagi? mengapa kita ingin Tuhan menyatakan kasihNya kepada kita? Karena kalau Tuhan tidak mencintai kita, maka kita akan menjadi orang yang kehilangan 4 hal penting dalam hidup. Kita akan kehilangan agama, karena agama menjadi kosong dan tidak berarti kalau tidak cinta Tuhan. Yang kedua, kita akan kehilangan kehidupan sosial, karena tanpa cinta Tuhan, Saudara tidak akan mungkin mengerti bagaimana hidup berkomunitas dengan manusia yang tidak pernah menjadi standar cinta kasih. Saudara kalau tidak punya Tuhan, bagaimana mengerti mencintai? Karena Saudara akan belajar cinta dari manusia yang tidak pernah mengerti apa itu cinta kasih. Yang ketiga, tanpa dicintai oleh Tuhan, Saudara akan sangat kosong makna di dalam hal keindahan. Apa itu keindahan sejati? Di dalam Institutio, Calvin mengatakan segala hal yang baik, indah, menyenangkan, dan mulia dari ciptaan adalah cermin untuk kita melihat Allah yang tidak terlihat dengan cara yang lain. Saudara tidak bisa melihat Tuhan, tapi dengan keindahan yang ditawarkan alam, Saudara bisa mengerti keindahan dari Tuhan yang memelihara. Maka tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan mempunyai konsep keindahan. Saudara akan kehilangan agama, sosial, estetika, dan pada akhirnya kehilangan sisi etika. Tanpa dicintai oleh Tuhan, manusia hanya akan menjadi makhluk oportunis yang mencari kemungkinan untuk untung, kemungkinan untuk kehendaknya jadi, sehingga menjadi makhluk yang secara moral penuh dengan manipulasi, penuh dengan penipuan demi keuntungan diri sendiri. Siapa tidak dicintai Tuhan, tidak akan punya kehidupan beragama, sosial, tidak akan punya pengertian tentang indah, apa itu moral yang sejati. Empat hal ini sebenarnya adalah pilar utama adanya budaya dan peradaban yang baik. Charles Taylor mengingatkan bahwa ekspresi agama sebenarnya berubah wujud tapi tidak pernah hilang dari masyarakat. Bangsa paling sekuler yang mengatakan “kami tidak percaya Tuhan lagi”, tetap memercayai ide yang mereka pegang sekuat orang beragama memegang agamanya. Agama itu bukan cuma sekedar mengakui ada Tuhan lalu saya sembah Dia, agama adalah sistem kepercayaan yang dipegang dengan sangat kuat. Apa pun itu yang dipegang dengan sangat kuat, itu sebenarnya adalah religius value atau nilai agama yang dipegang oleh sebuah kebudayaan. Dia menyelidiki bagaimana ekspresi seseorang didalam menyatakan dirinya menjadi agama baru di masyarakat. Kalau Saudara bertanya sekarang agama yang paling populer di dunia barat itu apa? Sekarang agama paling populer adalah Saudara bersikap dengan cara yang sangat tidak esensial dalam mengerti identitas. Sekarang orang akan menyatakan identitas dia bukan di dalam hal yang paling utama, tapi hal yang paling remeh sekali. Bahkan identitas manusia dikaitkan dengan seksualitas, “saya adalah orang yang orientasi seksualitasnya ke arah ini atau arah itu.” Itu sebabnya manusia yang sudah kehilangan arah untuk dicintai oleh Tuhan, akan menjadikan agama sebagai sesuatu yang dipegang secara ketat tapi isi dari apa yang dipegang itu tidak akan membantu kemanusiaan untuk bertumbuh menjadi baik.
- Warta
- 15 May 2021
E-BOOK MENGENAL DIRI
Bandung, 13 Mei 2021
Salam sejahtera bagi Bpk/Ibu, Sdr/I yang terkasih di dalam Kristus,
Free e-book ini dipersembahkan dalam rangka Ulang Tahun GRII Bandung yang ke-15, dan dirilis bertepatan dengan hari Kenaikan Tuhan Yesus. E-book ini dibuat dalam dua buah format, yaitu ukuran kertas A5, dan ukuran untuk layar Smartphone/HP.
Pada akhir setiap bab, terdapat tuntunan pertanyaan refleksi untuk menajamkan pergumulan pembaca, sehingga e-book ini tidak hanya cocok untuk digunakan sebagai sarana pertumbuhan pribadi/perorangan, namun juga dapat digunakan dalam kelompok semacam KTB ataupun cell group, dan juga disarankan untuk digunakan dalam PA Keluarga.
Silakan info ini dibagikan kpd yg lain.
Tuhan memberkati kita semua 🙏
- Surat Roma
- 27 Apr 2021
Terkutuk demi Israel
Kita sampai ke dalam pasal 9, berbicara tentang sejarah keselamatan, bagaimana Tuhan menggenapi rencana menyelamatkan bangsa-bangsa lain dengan membiarkan Israel tertolak. Ini satu rencana bagi Paulus yang sulit dipahami, apalagi dia orang Israel yang punya zeal yang besar untuk Israel. Ada beberapa tema yang bisa kita pelajari yang sulit diterima tapi fakta. Kalau kita mau menerima tema ini, kita hanya mungkin bisa menjadi tenang jika kita tahu apa tujuan final Tuhan mengerjakan segala hal yang Dia kerjakan. Apa yang terjadi di dalam sejarah keselamatan, apa yang Tuhan mau buat, itu hanya mungkin berarti jika kita lihat apa tujuan final Allah mengerjakan segala sesuatu. John Duns Scotus mengatakan bahwa ketika Allah menjadikan segala sesuatu, maka tujuan final dia menjadikan segala sesuatu itu adalah supaya Kristus menjadi segalanya. Kristus menjadi segalanya baik di surga maupun di bumi. Ini pikiran yang sangat penting di dalam sejarah Kekristenan. Scotus pernah mengkritik tradisi Dominikan, ada dua tradisi yaitu Dominikan dan Fransiskan. Dominikan adalah tradisi berdebat, ini tradisi biara yang didirikan untuk berdebat dengan orang Muslim. Tradisi ini berdiri tidak beda lama waktunya dengan berdirinya tradisi Fransiskan yang didirikan oleh Franscis dari Asisi dengan menjalani kehidupan yang sangat sederhana dan menjadi pengaruh besar. Jadi Fransiskan dan Dominikan memengaruhi banyak tempat di Eropa, keduanya sebagai tradisi yang sama-sama kuat, mereka bersaing. Yang satu menekankan keindahan, seni dan juga kerohanian, satu lagi menekankan bagaimana berapologetik, berdebat, dan mengekspresikan kebenaran Kristen dengan cara yang meyakinkan. Salah satu yang dijadikan keberatan dari tradisi Fransiskan adalah ketika orang Dominikan berusaha untuk menjelaskan kedaulatan Allah dengan argumen-argumen yang bagi mereka tidak kena. Argumen-argumennya ada banyak, tapi orang seperti Scotus, seorang Fransiskan, menyerang tradisi Dominikan dengan mengatakan “kamu tidak mengerti yang paling penting dari Tuhan. Yang paling penting dari diri Tuhan itu bukan rasionya Tuhan, tapi kehendakNya Tuhan”. Maka kalau orang Dominikan mengatakan Allah itu Mahakuasa, Dia bisa mengerjakan segalanya, apa pun yang Dia mau kerjakan akan Dia kerjakan. Dia akan mengerjakan hal yang suci dan baik karena diriNya suci dan baik. Tentu semuanya akan setuju dan tradisi Fransiskan juga akan setuju, tapi pertanyaannya adalah apakah kebaikan Tuhan sesuatu norma yang melampaui Tuhan atau ada di dalam Tuhan? Apakah Tuhan tunduk kepada prinsip baik? Menurut Fransiskan, orang-orang Dominikan, termasuk Thomas Aquinas, terlalu banyak menekankan argumen yang membuat seolah-olah Tuhan harus tunduk kepada aturan di luar Dia. Tuhan sendiri seperti harus tunduk dengan keharusan menjaga keadilan, Tuhan seperti harus tunduk pada konsep kasih. Maka Scotus mengkritik argumen seperti itu dengan mengatakan yang paling utama dalam menjelaskan Tuhan adalah kehendak. Tuhan mempunyai keinginan dan kesukaan. Apa yang Dia sukai itu yang Dia kerjakan. Jadi Saudara mengatakan Tuhan itu Mahakuasa karena Dia hanya melakukan apa yang Dia suka. Dia tidak akan melakukan apa yang tidak Dia suka. Kalau Saudara mengatakan “apakah Allah Mahakuasa, bisakah Allah menciptakan Allah yang lain, Allah yang setara dengan Dia? Kalau tidak bisa, Dia tidak Mahakuasa”. John Duns Scotus akan menjawab “mengapa begitu tanda Mahakuasa?”, tanda Mahakuasa adalah Dia akan kerjakan apa yang Dia suka. Tanda Dia Mahakuasa adalah Dia tidak terkurung untuk melakukan apa yang Dia tidak mau. Saudara tidak bisa meminta Dia melakukan apa yang Dia tidak mau, Tuhan hanya melakukan apa yang Dia sukai, yang Dia inginkan. Ini mirip kalau Saudara punya kedaulatan, Saudara akan memilih melakukan apa yang Saudara suka, itu menunjukan Saudara berdaulat. Demikian juga menurut Scotus, Tuhan melakukan apa yang Dia mau, yang Dia sukai.
Pertanyaan berikutnya, “kalau Dia melakukan apa yang Dia sukai, apakah kita bisa pastikan semua yang terjadi di dalam sejarah, apakah semua Tuhan sukai? Kalau semua Tuhan sukai, bagaimana dengan dosa, kekejaman, kecemaran, kejahatan?”. Scotus akan menjawab “Tuhan mempunyai kehendak dan kehendak itu harus kita anggap sebagai yang utama dulu”, jadi Saudara harus tahu apa yang menjadi utama, baru yang lain kita gumulkan sebagai cara untuk mencapai yang utama itu. Maka Scotus memberikan argumen seperti ini bahwa kita melaksanakan hidup sebelumnya kita merancang dalam pikiran kita. Apa yang kita rancang, yang pertama kita pikirkan adalah tujuan rancangan kita. Kalau Saudara ingin pergi ke Surabaya, maka Saudara akan menjadikan ke Surabaya sebagai tujuan final. Lalu Saudara akan memikirkan bagaimana cara ke Surabaya, apakah dengan beli tiket pesawat, mengemudi sendiri atau naik kereta. Cara ini Saudara pilih karena Saudara sudah menetapkan tujuan dulu. Jadi tujuan itu selalu ditetapkan di awal rencana, cara itu belakangan. Tapi waktu Saudara jalankan akan terbalik, cara itu duluan baru tujuan belakangan. Scotus mengatakan cara itu selalu dipikirkan belakangan tapi dilaksanakan terlebih dulu, ini berkait dengan Tuhan. Demikian juga Allah, di dalam merancang segala sesuatu, Tuhan menetapkan tujuan yang paling Dia sukai lebih dulu. Apa yang paling Dia inginkan dalam mencipta? Mengapa Dia mencipta, tujuannya apa? John mengatakan tujuannya adalah kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Mengapa Tuhan menciptakan segala sesuatu? Untuk meninggikan Kristus. Kristus dimuliakan di surga dan di bumi adalah tujuan. Kalau Tuhan merancang tujuan, berarti tujuan itu akan belakangan di dalam penciptaan, ini yang tadi kita lihat dengan rancangan dan tujuan. Tuhan merancang bagaimana caranya meninggikan Kristus di surga dan di bumi? Ada rencana, ada keselamatan, ada penciptaan. Tujuan Tuhan mencipta, menebus manusia, mengizinkan sejarah keselamatan, Israel dipilih, lalu Israel dibuang, Tuhan memanggil bangsa-bangsa lain, semua menuju kepada kemuliaan Kristus di surga dan di bumi. Jadi kemuliaan Dia final tapi itu dalam rancangan Tuhan pertama. Sehingga kalau ada orang tanya “John kamu tahu dari mana kalau tujuan Tuhan yang final itu adalah meninggikan Kristus di surga dan di bumi?”, John akan menjawab “karena itu yang final, yang belakangan di dalam Alkitab, itu yang terjadi terakhir”. Apa yang terjadi terakhir berarti adalah tujuan yang di dalam rancangan Tuhan itu pertama. Kalau John menggambarkan Tuhan berpikir, tentu kita tidak tahu bagaimana Tuhan berpikir di dlaam keterbatasan kita”, tapi John akan mengatakan “Tuhan, seolah-olah mengatakan Aku ingin meninggikan Sang Anak, meninggikan Kristus di surga dan di bumi maka Aku mencipta surga dan bumi, Aku merancang keselamatan, Aku membuat segala hal yang disiapkan untuk meninggikan Kristus di surga dan di bumi”, ini yang Allah siapkan. Maka menurut John, Saudara dan saya tidak bisa menggumulkan apa yang terjadi di dalam dunia kalau kita tidak tahu mengapa Tuhan menciptakannya, finalnya apa. Kalau kita tidak tahu apa yang menjadi tujuan utama maka Saudara tidak akan punya kesadaran tentang mengapa sesuatu terjadi. Maka dalam pasal 9-11 dia memberikan pengertian mengapa Tuhan beralih dari Israel ke bangsa-bangsa lain. Hal-hal seperti ini perlu kita tahu, kadang-kadang kita berharap bisa mendengat khotbah dan mengharapkan khotbah itu bersifat praktis. Maka hal penting sebelum kita mengerti bagaimana harus hidup, kita harus tahu dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam Kitab Suci, Tuhan melakukan apa saja di dalam sejarah. Karena zaman di dalam Kitab Suci, mulai dari Kejadian sampai Wahyu, memberikan kepada kita pengertian siapa Tuhan di dalam sejarah. Saudara tidak akan menemukan sumber lain yang mengajarkan siapa Tuhan di dalam sejarah, selain Kitab Suci. Maka untuk tahu bagaimana hidup, Saudara harus tahu lebih dulu apa yang Tuhan kerjakan di dalam sejarah, bagaimana Dia bertindak, apa yang Dia katakan kepada manusia, bagaimana Dia menyingkirkan manusia berdosa, ini semua dicatat di Kitab Suci. Kecuali kita mengerti bagaimana Tuhan bertindak dalam sejarah, maka kita tidak mungkin bagaimana Tuhan bertindak sekarang. Jadi caranya bukan “saya menilai hidup saya dulu, saya sudah mengerti bagaimana hidup cuma ada sedikit lubang, itu yang saya harapkan didapat dari khotbah”, tapi khotbah bukan seperti itu. Khotbah akan mengatakan pemahaman kita terhadap hidup itu pun harus kembali ke Alkitab. Firman Tuhan bukan untuk mengisi yang kurang, tetapi mengganti seluruh pemahaman yang salah tentang hidup supaya kita bisa memahami yang benar dengan melihat bagaimana Tuhan menyatakan berkatNya atau murkaNya atau pemeliharaanNya atau hikmatNya di dalam Kitab Suci. Jadi Saudara perlu tahu apa yang terjadi dari Kitab Suci, apa yang terjadi pada Israel di dalam Kitab Suci.