Name above All Names

Filipi 2: 9-11 demikian firman Tuhan, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”. Kita sampai pada bagian tentang pemuliaan Kristus dan kita akan mendengarkan pengertian mengenai pemberian nama. Di dalam tradisi Israel ada peristiwa penting tentang nama yaitu peristiwa ketika Tuhan memanggil Israel. Sebelum itu pemberian nama atau makna nama mempunyai pengertian yang tidak sebesar ketika Israel dipanggil keluar. Ada dua kali ketika nama diperkenalkan di dalam Kitab Suci sebelum Israel. Di dalam Kitab Kejadian Tuhan menciptakan manusia meskipun Tuhan tidak memberi pengertian atau tidak ada kalimat langsung Tuhan menamai manusia-manusia, tapi nama manusia sudah dinyatakan. Tuhan mengatakan “marilah kita menciptakan manusia berdasarkan gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa”. Nama manusia berkaitan dengan ke penguasaan dari ciptaan Tuhan yang satu ini. Seluruh manusia yang penuhi bumi Tuhan berikan kemampuan mendominasi ciptaan. Tuhan memberikan kemampuan untuk mengatur dan mengelola seluruh ciptaan. Inilah penaklukan yang harus dilakukan oleh manusia, mengelola, membuat baik, membuat teratur membuat limpah. Penaklukan bukan berarti ada musuh lalu dihancurkan. Penaklukan berarti dampak dari pekerjaan musuh saya kalahkan dengan dampak dari pekerjaan saya, itulah penaklukan. Saudara tidak menghancurkan setan dengan mengusir dia saja, tapi Saudara menghancurkan setan dengan melakukan pekerjaan yang menghancurkan pekerjaan setan. Kekacauan di bumi disingkirkan oleh karena Tuhan memakai manusia untuk menaklukkan dampak dari kekacauan. Kekacauan tidak lagi ada karena sudah ada keteraturan yang dikerjakan oleh manusia. Maka penaklukan bukan berarti “saya mampu kalahkan musuh”, penaklukan berarti “saya mampu kalahkan efek dari pekerjaan musuh”. Saudara bisa jadi orang yang bisa hancurkan orang, bisa pukul orang, bisa mengalahkan lewat perang, tetapi itu bukan penaklukan yang Tuhan mau. Tuhan mau segala jejak pekerjaan setan yang rusak atau segala dampak dari kekacauan dibalikan oleh manusia. Sehingga pekerjaan manusia akan menjadi nyata, yaitu tadinya kacau sekarang teratur, tadinya empty sekarang limpah, tadinya gelap sekarang terang, tadinya penuh dengan keadaan yang rusak sekarang penuh dengan keadaan yang memberikan damai sejahtera, inilah kemenangan. Saudara kalau mengatakan “saya mau kalahkan setan”, bagaimana caranya? Saudara mengalahkan setan dengan menghancurkan efek dari pekerjaan dia. Kalahkan setan dengan hancurkan efeknya di dalam hatimu. Saudara yang terus ada di dalam dosa, bertobat, jangan terus kalah sama setan. Saudara menaklukkan dampak dari efek pekerjaan dia, dampak dari pekerjaan dia. “Saya tadinya egois, saya tadinya kasar, saya tadinya penuh dengan kebencian sekarang berubah. Aku penuh dengan cinta kasih, aku penuh dengan kerinduan untuk menikmati hal-hal baik dari Tuhan. aku penuh dengan kemungkinan menyalurkan sifat-sifat Tuhan, itu namanya kemenangan. Itu sebabnya kalau Saudara melihat kemenangan di dalam bentuk perang versi dunia, Saudara akan mengatakan yang bisa menang adalah yang paling kuat, siapa yang punya senjata lebih kuat, dia menang. Kalau musuh punya senjata kuat, saya punya senjata lebih kuat lagi. Tapi Paulus mengatakan “kami punya persenjataan bukan untuk meruntuhkan, tetapi untuk membangun. Kami membangun bukan meruntuhkan”, itulah kemenangan. Maka tidak ada kemenangan di dalam mengalahkan musuh, yang ada adalah kemenangan di dalam membalikkan pekerjaan musuh. Saya percaya salah satu bentuk kemenangan di dalam sejarah dunia adalah kemenangan Kristen, waktu orang Kristen membalikan kekacauan dari kebudayaan menjadi indah dan bagus, itulah kemenangan. Ketika ada kebudayaan makan orang, lalu ada misionaris datang memberitakan Injil, orang-orang di sana menerima Kristus lalu dididik, “kamu tidak boleh bunuh orang, kamu tidak boleh makan orang, kamu mesti belajar mengampuni, kamu mesti punya kebudayaan yang adil dan tidak keras”, ini akan mengubah. Waktu orang-orang berubah dari yang tadinya keras, kasar, jahat menjadi teratur, menjadi baik, menjadi penuh keadilan, ini namanya kemenangan. Maka tidak ada kebudayaan yang lebih kuat di dalam menyatakan kemenangan selain kebudayaan Kristen. Ketika agama Kristen masuk, kebudayaan berubah, kebudayaan yang tadinya buruk menjadi baik. Banyak orang mengatakan “Kristen tidak boleh merusak kebudayaan, kami mencintai kebudayaan kami. Kebudayaan kami adalah segalanya”, ini sikap yang tidak benar karena setiap kebudayaan mengandung kejaTuhan, setiap kebudayaan ada kekacauan yang mesti diperbaiki. Apakah seluruh kebudayaan manusia hancur? Tentu tidak, ada aspek baik yang Tuhan pertahankan. Namun aspek buruk ini akan dibalikkan oleh Kekristenan, yang tadinya penuh kebencian menjadi penuh cinta kasih, yang tadinya penuh dendam menjadi penuh pengampunan, yang tadinya penuh penghancuran sekarang menjadi sifat membangun, menjadi rindu membangun keadaan yang lebih baik. Itu sebabnya kemenangan sejati adalah pembalikan efek dari si jahat. Manusia diciptakan di dunia untuk menaklukkan, membuat efek kacau balau diganti dengan keteraturan, membuat efek rusak, kosong, gelap diganti dengan efek baik, efek teratur dan juga terang dari Tuhan. Maka manusia adalah gambar Allah, sebab di mana Allah menyatakan diri segala yang kacau sirna. Di mana Allah menyatakan diri, yang kelam hilang. Di mana Allah menyatakan diri, yang kosong menjadi limpah. 

Manusia yang Ditinggikan

Kita membaca Filipi 2: 8-11, kita membaca bagian terakhir dari tema tentang inkarnasi Kristus, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”. Bagian ini adalah bagian tentang peninggian Kristus karena Dia rela direndahkan maka Allah meninggikan Dia. Saudara jangan tafsirkan ini sebagai setiap orang yang rela rendah pasti akan ditinggikan. Tapi yang jadi tekanan di dalam bagian ini adalah setiap orang yang rela dipakai Tuhan meskipun berarti dia harus jadi rendah, orang ini akan ditinggikan. Kristus adalah orang yang rela dipakai sampai titik paling rendah, maka Tuhan mengaruniakan Dia nama di atas segala nama. Seringkali kita menafsirkan bagian ini sebagai kemuliaan Kristus yang memang dari awal sudah Dia miliki, Dia kan Allah sebagai Allah tentu Dia lebih tinggi dari siapapun, sebagai Allah tentu segala lidah harus mengaku Dia, sebagai Allah tentu segala lutut harus ditekukkan untuk menyembah Dia. Sebagai Allah bukankah memang Dia berkuasa atas segala yang ada di langit yang ada di bumi yang ada di bawah bumi yang ada di laut. Tapi bagian ini adalah bagian gema dari Kejadian 1. Di dalam kejadian 1 dikatakan Tuhan menciptakan manusia berdasarkan gambar dan rupa Allah, dan Tuhan memerintahkan manusia untuk beranak cucu, bertambah banyak, dan penuhi bumi dan taklukkanlah itu. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, atas burung-burung di udara, atas binatang di darat, ini yang Tuhan genapkan di dalam Kristus. Jadi di sini yang mau ditekankan oleh Filipi adalah Kristus menurut natur manusiaNya. Karena kalau kita tidak mengerti ini, kita akan terus mengadakan pembedaan antara Kristus dan kita karena memang Dia punya natur Ilahi, bukan? Yesus adalah Allah, tapi jangan lupa di sisi lain Dia juga adalah manusia, 2 natur dalam satu pribadi. Di dalam zaman yang abad ke-1 dan abad ke-2 pada ajaran bidat yang beda dan yang sering terjadi di zaman kita sekarang. Pada zaman kita yang paling banyak menentang Kristus, menentang Dia dan menentang keilahianNya “apakah benar Yesus Allah? Jangan percaya Dia Allah, Dia hanya manusia, Dia manusia yang lebih hebat dari kita, Dia nabi tapi Dia bukan Allah”. Islam tidak percaya Yesus adalah Allah, Saksi Yehova tidak percaya Yesus itu satu substansi dengan Bapa. Jadi ajaran bidat dari Saksi Yehova mengatakan Yesus bukan Allah. Ajaran Islam yang tidak mengerti Kekristenan, yang mengacaukan iman Kristen, yang salah paham dari awal, adalah agama yang menolak Yesus adalah Allah. Tapi di abad ke-1 dan ke-2 bidat yang muncul adalah bidat yang menolak Yesus itu manusia. Yesus adalah Allah dan Allah tidak mungkin ada tubuh, maka tubuh Yesus lain dengan tubuh kita. “Yesus adalah Allah, maka waktu Dia menjadi manusia tidak mungkin Dia manusia yang sama dengan kita, karena Dia adalah Allah. Jadi Dia adalah manusia yang lebih tinggi dari kita”, ini adalah bidat. Karena kalau kita tidak percaya Dia menjadi manusia maka kita tidak percaya iman Kristen yang sejati. Di dalam Surat Yohanes yang pertama, di 1 Yohanes, Yohanes menekankan bahwa dia memberitakan tentang Yesus yang dia lihat, yang dia raba dengan tangannya, tentang firman hidup yang jadi manusia. Maka siapa tidak percaya Dia adalah manusia, itu bidat. Jadi di dalam Perjanjian Baru bidat yang dilawan adalah yang mengatakan Yesus bukan manusia. Sekarang kita berhadapan dengan orang yang mengatakan Yesus bukan Allah. Akhirnya kita punya kecenderungan menekankan Dia adalah Allah. Tapi tanpa sadar kita mungkin jatuh ke dalam bidat yang lain. Ini kesulitan menjadi orang Kristen yang tidak mengerti Pengakuan Iman dan yang juga tidak tahu bidat apa yang sedang dilawan. Sehingga waktu kita menekankan satu aspek, kita menekankan terlalu besar, sehingga kita menjadi bidat yang lain. Di dalam Konsili Kalsedon dikatakan Yesus mempunyai dua natur dan orang-orang seperti Nestorius dan seperti Eutikes tahu hal ini. Nestorius mengatakan Yesus memang punya dua natur, maka jangan samakan kemanusiaanNya dan ke-Allah-anNya. Akhirnya Nestorius seperti pecahkan Yesus ada 2 pribadi. Eutikes melawan ini, dia tidak setuju dengan Nestorius, dia justru menekankan percampuran natur. Jadi ini dari bidat yang satu lari ke bidat yang lain, ekstrem 1 dilawan dengan ekstrem lain. Manusia selalu punya kecenderungan ini. Kadang-kadang kita juga lakukan inni, ekstrem satu dilawan dengan ekstrem lain yang mengatakan “jangan terlalu sibuk pelayanan. Ayo, perhatikan keluarga, karena kamu terlalu sibuk pelayanan, kamu tidak perhatikan keluarga”. Akhirnya menjadi ekstrem, “sudah jangan pelayanan, perhatikan keluarga dulu. Nanti kalau seluruh keluarga sudah jadi malaikat, baru pelayanan”, kapan keluarga jadi malaikat? Ekstrem lain, jangan cuma pikirkan dirimu, pelayanan, “keluarga kalau berantakan bagaimana?”, nanti Tuhan yang atur, itu bukan urusanmu, ini ekstrem ke ekstrem. Jangan lari dari satu ekstrem lalu pergi ke ekstrem lain. Harap kita petakan dengan jelas di pikiran kita, ekstrem apa saja yang ada, dan saya waspadai tidak jatuh ke situ. Kita lawan orang-orang yang mengatakan Yesus bukan Allah, tapi kita lupa bahwa mengatakan Yesus bukan manusia itu juga bidat. Kalau kita mengatakan “Yesus ditinggikan”, memang karena Dia Allah. Dia bukan ditinggikan sebagai Allah, sebagai Allah dia tidak perlu ditinggikan, Dia sudah tinggi. Tapi di sini mau menekankan fakta bahwa manusia yang gagal, dari Adam sampai kita, diperbaiki oleh manusia yang berhasil yaitu Yesus Kristus. Itu sebabnya di dalam ayat 8 dikatakan “dalam keadaan sebagai manusia Ia merendahkan diri”, ayat 9 “itu sebabnya Allah sangat meninggikan Dia”. Mengapa Allah meninggikan Dia? Karena Dia dulu rela direndahkan, berarti Dia rela direndahkan di dalam manusiaNya. Dia adalah Pribadi Juruselamat, tapi Dia direndahkan menurut natur manusianya. Maka waktu Dia ditinggikan, yang ditinggikan adalah Pribadi Kristus, juga menurut natur manusiaNya. Peninggian diri Kristus menunjukkan ada manusia yang berhasil dan karena Dia berhasil, Dia berhak menjadi kepala kita. Sama seperti Dia berhasil, kita semua akan berhasil. Berhasil kerjakan tugas yang Tuhan percayakan kepada manusia dari awal. 

Salib dan Tritunggal

Mari kita melanjutkan membaca dari surat Filipi, kita membaca Filipi 2: 6-11 “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”. Saudara sekalian ketika kita mengerti tentang perendahan diri Kristus, maka umumnya kita memahaminya sebagai perendahan diri Kristus saja, Pribadi Kedua yang rela datang menjadi manusia dan menderita. Tetapi kalau Saudara melihat penjelasan Kitab Suci tentang Kristus, Dia adalah yang benar-benar, yang secara sempurna menyatakan Allah. Jadi sebenarnya apa yang ada di dalam Kristus itu ada di dalam Bapa. Sifat yang sama yang ada pada Kristus ini adalah sifat yang sama ada pada Bapa. Biasanya orang akan tanya pertanyaan yang sangat tidak mengerti teologi sebenarnya atau tidak mengerti firman Tuhan. Ketika mengatakan “mengapa Yesus Kristus yang datang? Mengapa Anak yang datang? Mengapa tidak Bapa sendiri yang datang? Kalau begitu besar kasih Bapa kepada dunia, mengapa Dia tidak sendiri jalankan itu? Tapi kita tidak bisa menafsirkan Tuhan semau kita, kita bukan hakim. Kita adalah murid yang sedang belajar, bahkan hamba yang sedang mengenal tuannya. Hamba mengenal Tuhan bukan dengan memberi masukan kepada tuan, tapi hamba mengenal tuan dengan mengagumi setiap pengertian baru yang dibukakan kepada kita. Saudara punya kehidupan yang sebenarnya limpah kalau Saudara mengalami pernyataan Tuhan yang mencerahkan Saudara. Sehingga Saudara bukan bertanya “mengapa tidak begini? Mengapa begitu?”, tapi sudah malah menjadi sebaliknya, Saudara menjadi kagum ketika Tuhan menyatakan diri. Saudara mengatakan “ini ternyata Allah kami, seperti ini Dia menyatakan diri”, ini yang membawa kita kepada kekaguman kepada Allah. Itu sebabnya setiap zaman akan menghasilkan dua jenis manusia, manusia pertama adalah manusia yang tidak pernah mengerti keagungan dari Tuhan. Tidak pernah tersentuh hatinya, tidak pernah digairahkan untuk kenal Tuhan, tidak pernah ada kerinduan untuk makin mengerti supaya makin menikmati Tuhan. Bagi orang model begini, menikmati Tuhan itu adalah hal asing, dia terlalu banyak disibukkan oleh kesenangan yang palsu, terlalu banyak dikacaukan oleh hal-hal yang bohong dari dunia ini. Sehingga dia tidak menemukan tempat untuk menikmati Tuhan. Seorang teolog bernama Agustinus menjadi tokoh sangat penting karena dia terus mengingatkan bahwa satu-satunya kemungkinan manusia bisa menikmati kemanusiaannya adalah ketika dia menikmati mengenal Tuhan. Ketika dia mengagumi Tuhannya, inilah yang kemudian mempengaruhi Reformasi. Beberapa ahli sejarah gereja mengatakan bahwa Martin Luther bukan cuma memberikan kebangunan mengenal Injil, tapi Martin Luther juga memberikan sumbangsih, memberikan kebangunan teologi Agustinus. Banyak hal dari Agustinus yang dilupakan, yang digali dan diangkat kembali oleh Luther. Maka Reformasi bukan pemberontakan terhadap masa lalu, Reformasi adalah bangunan untuk mengenang masa lalu yang baik. Di dalam sejarah gereja begitu banyak hal baik. Dan Reformasi mengangkatnya kembali. Salah satu tema yang sangat penting adalah tentang menikmati Tuhan. Mengapa engkau menikmati dosa? Karena engkau tidak tahu bahwa menikmati Tuhan lebih limpah daripada menikmati dosa. Mengapa kita terkurung di dalam keserakahan? Karena kita tidak tahu bahwa kelegaan mengenal Allah sebagai Pemelihara adalah obat bagi segala bentuk keserakahan. Mengapa kita diikat oleh hawa nafsu? Karena kita tidak tahu bahwa gairah akan kekudusan Tuhan sebenarnya adalah yang membuat kesenangan paling utama bagi kita. Intinya adalah mengapa kita berdosa? Karena kita tidak tahu betapa menyenangkannya Tuhan. Di abad 21 seorang pemikir Kanada, seorang teolog bernama James Smith mengingatkan kita akan Agustinus dan tema ini. Dia mengatakan terlalu sering kita menjadikan Kekristenan itu kewajiban yang tidak disertai dengan gairah dan keinginan. Kita tidak terlalu ingin jadi Kristen, tapi kita tidak punya pilihan. Kalau tidak Kristen jadi apa? Sehingga kita menjadi orang Kristen karena alternatif lain terlalu buruk. Kalau jadi Islam lebih parah, kalau atheis tidak ada harapan, kalau menjadi agama Hindu atau Budhis lebih parah dalam ajaran, sehingga kita memilih Kristen. Mungkin karena pengaruh dari orang tua atau karena kita tidak punya pilihan lain. Maka kita menjadi Kristen tapi kita tidak tahu mengapa kita harus ngotot menjadi Kristen. Apa yang ditekankan oleh Agustinus ini diangkat kembali oleh Luther di dalam Reformasi dan diangkat kembali oleh James Smith di abad 21. Mari belajar menikmati Tuhan, mari belajar dipuaskan oleh Tuhan, mari belajar menikmati kemuliaan Tuhan, mari belajar puas dengan kekudusan Tuhan. Ini tema-tema yang banyak kali dilupakan, bahkan ketika diingatkan kembali pun di dalam waktu yang singkat kembali dilupakan. Siapa mau jadi Kristen, dia jadi Kristen karena dia tahu disinilah kesempurnaan menikmati hidup sebagai manusia. Saya pernah ingatkan Saudara bahwa orang Kristen itu bukan orang yang senang menderita, tapi orang Kristen itu tahu bahwa menderita lebih menyenangkan daripada kehilangan Kristus. Menderita tidak menyenangkan, tapi jauh lebih tidak menyenangkan kehilangan Kristus. Menderita begitu menyusahkan, tapi jauh lebih menyusahkan tidak mengenal Tuhan. Pak Tong pernah mengatakan ada orang mengatakan “repot ya jadi orang Kristen, mesti ini mesti itu, mesti lakukan ini melakukan itu”. Tapi Pak Tong mengatakan “jauh lebih repat jadi orang atheis, jauh lebih repot tidak punya Tuhan”, perspektif ini yang perlu kita miliki. Kadang-kadang kita tidak sadar bahwa ketika firman Tuhan diberikan, firman Tuhan itu mengubah perspektif, bukan menambah informasi. Sayangnya kita sibuk menerima informasi baru, tambah informasi, tambah informasi, tambah informasi, tapi informasinya ditaruh di atas kerangka berpikir yang lama, dan ini yang membuat tidak nyambung. Demikian cara berpikir lama dicopot dan cara berpikir baru ditaruh di tempat cara berpikir kita yang tadinya begitu rusak dan salah. Itu sebabnya siapa Kenal Tuhan, dia harus tahu bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kenikmatan. Kadang-kadang kita kita begitu gampang di pesonakan oleh lagu populer yang simple, yang tidak memperdalam kemanusiaan kita. Tapi kalau Saudara menyanyikan lagu kedua, As a Deer in Want of water, Saudara tahu kata-kata dari Mazmur 42 adalah kata-kata ratapan dan kata-kata cinta kasih paling indah sepanjang sejarah manusia. Tidak ada kata-kata cinta, kata-kata kerinduan yang bisa lebih dalam dari ini. Kita terlalu banyak diisi oleh kisah romantis picisan, kisah romantis antara laki-laki dan perempuan yang dangkal. Tapi kisah kerinduan manusia akan Tuhan tidak bisa dikalahkan oleh kerinduan satu manusia kepada manusia lain. Maka kalau kita membaca kalimat dari Mazmur 42 atau kita menyanyikan gubahan yang sudah berumur 500 tahun ini, kita tahu bahwa ada orang-orang yang mengerti bagaimana menikmati kemanusiaan didalam Tuhan. Dan mereka tahu kalau ini tidak ada, mereka kehilangan aspek paling utama dan kemanusiaan mereka. Mereka tidak menangis karena hilang uang, mereka tidak menangis karena hilang jabatan, mereka menangis karena merasa ditinggalkan Tuhan. Dan ini yang kita warisi sebagai pergumulan, “saya tidak mau kehilangan Tuhan, saya tidak mau tidak ada Tuhan, saya tidak mau tidak disertai Tuhan”, kalau Saudara ditanya “apakah kau yakin Tuhan menyertaimu, memimpin, memenuhi dirimu dengan RohNya?”, banyak orang Kristen mengatakan “tidak tahu”, dan dia bisa lakukan itu dengan straight face, dengan wajah yang tenang seperti tidak ada masalah. “Apakah kamu disertai Tuhan?”, “tidak tahu, yang disertai Tuhan kan biasanya pendeta dan hamba Tuhan”. Tetapi kalau Saudara tidak disertai Tuhan, lalu mengapa hidup, untuk apa hidup tanpa Tuhan? Untuk apa hidup tidak ada Tuhan di dalam hidup, untuk apa melangkah jika tidak ada Tuhan yang memimpin di masa depan. Tapi kita terlalu mengabaikan fakta bahwa kita tidak disertai Tuhan. Apakah saya disertai Tuhan? Tidak tahu. Kalau tidak tahu mengapa tidak mati-matian cari tahu bagaimana caranya disertai Tuhan. Banyak orang cuma berpikir tentang keselamatan, satu kali dapat, selamanya dipegang. Tapi ini adalah cara mengerti dan menikmati tuan paling bodoh. Karena Saudara seperti mendapatkan kepastian, satu momen percaya selamanya boleh melupakan Tuhan. Di Mazmur itu dikatakan “saya seperti rusa yang mau mati kalau tidak ada Tuhan”. Tapi sekali lagi, kita terlalu mengabaikan hal terpenting dalam hidup manusia, yaitu kehadiran Tuhan. Jika kehadiran Tuhan begitu penting, mengapa tidak mengejarnya, mengapa tidak mau, mengapa kita tidak mati-matian cari tahu, mengapa kita tidak perjuangkan, mengapa kita terlalu mengizinkan hal paling utama dalam hidup kita hilang? Saya mau tanya mana lebih penting, disertai Tuhan atau 4 miliar? Semua kita mengatakan dengan mulut yang suci “Tuhan menyertai lebih penting”, tapi hati kita yang paling dalam mengatakan “dimana 4 miliar? Saya mau kejar itu”. Satu hal penting yang diajarkan waktu saya bergabung di gerakan ini adalah hal paling bahagia bukan dapat uang, tapi keluarkan uang untuk pekerjaan Tuhan. Dan saya membuktikan bahwa ketika orang rela mengeluarkan apa untuk pekerjaan Tuhan dengan rela hati, Tuhan tidak akan tinggalkan. Maka waktu orang mengatakan “saya mau disertai Tuhan”, bagaimana caranya, saya mau tahu. Mungkin saya salah berpikir tentang Tuhan, perbaiki kerangka berpikir saya. Mengapa aku kurang menikmati Dia, mengapa aku tidak memikirkan tentang kehadiranNya? Mengapa aku tidak pedulikan Dia? Ini yang harus kita cari. Dan sebelum kita dapat, kita mati-matian mengatakan “saya ingin mendapatkan”. Agustinus mengatakan kalimat indah mengutip dari Musa, “aku harus lihat wajahMu”, tapi lihat wajah Tuhan bisa mati, “mati pun tidak apa-apa, aku harus lihat wajahMu”. Itulah sebabnya kalimat-kalimat paling agung di sepanjang sejarah manusia datang dari Kitab Suci, bukan dari surat romantis, bukan dari biografi manusia yang hina dan tidak berbijaksana, bukan dari kisah cinta artis, itu kisah paling remeh yang harusnya masuk tempat sampah. Saya paling benci dengan orang-orang yang mengagumi artis-artis yang hidupnya kacau, mereka tidak mengerti apa itu manusia yang agung. Mereka cuma mengerti populer, mereka cuma pamerkan tampang yang bagus. Tapi mereka sampah, terlalu banyak orang mengagumi sampah, dan terlalu banyak orang menyampahkan keagungan. Dan ini membuat saya berpikir sepertinya manusia tidak ada harapan, generasi baru makin bodoh, anak-anak muda makin bodoh. Anak-anak muda punya hidup makin bodoh. Dan seperti tidak ada cara untuk masuk ke dalam hati. Tapi kalau kita minta “Tuhan, celikkan saya. Tuhan berikan saya pengertian. Tuhan buat saya melihat bahwa saya perlu Engkau”, baru kita bisa menjalani kemanusiaan kita dengan baik. Itu sebabnya siapa jadi orang Kristen dia harus jawab pertanyaan ini, apa saya jadi Kristen karena terpaksa? Apa saya jadi Kristen karena tidak ada opsi lain? Atau saya jadi Kristen karena inilah harta paling indah untuk hidup saya? Seandainya ada ancaman bagi saya “jika engkau Kristen, saya siksa kamu, jika kamu Kristen, saya bunuh kamu”, apakah kita masih mengatakan “saya tetap akan Kristen”, karena ini kesenangan paling tinggi, ini kesempurnaan menjadi manusia, inilah yang membuat saya menikmati kehidupanku sebagai manusia. Itu sebabnya mari belajar pikiran kita diubah, mari belajar menikmati kenal Tuhan dengan cara yang menggugah. Dengan cara yang membuat Saudara mau mengatakan “saya mau tinggalkan hidup yang lama demi dapat hidup yang baru ini”. Ketika Paulus memperkenalkan tentang Kristus, dia tidak pernah perkenalkan Kristus dengan cara yang hanya bersifat teknis, “ini doktrinnya, ini yang kita percaya, ini doktrin benar, ini doktrin salah”, tidak. Dia menyampaikan tentang Kristus dengan menantang cara memandang hidup yang dimiliki oleh pendengar atau pembacanya. Engkau mau kenal Kristus, yakin? Karena jika engkau mau kenal, pengenalan akan Kristus akan meresikokan cara pikirmu yang lama. Mengenal Kristus akan mengganti cara berpikirmu yang sebelumnya. Kesenanganmu yang paling tinggi, kekagumanmu yang paling besar diubah oleh Kristus. Itu sebabnya Kitab Suci mengingatkan satu-satunya cara mengenal isi hati paling dalam dari Allah adalah lewat Kristus. 

Sickness Unto Death

Filipi 2: 5-11, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!.”

Kita sudah membahas mengenai kerelaan Kristus untuk kehilangan kemuliaan yang dipancarkan setara dengan Allah. Dia mengambil pernyataan pancaran dari seorang hamba. Dan di dalam pengertian dari Kitab Suci, terutama di dalam surat Paulus, ternyata ini adalah cara menyatakan diri yang sangat agung dari Tuhan. Martin luther menyadari ini di dalam Heidelberg Disputation, dia mempunyai tema teologi yang sangat penting bahwa mulianya Allah adalah mulia yang tidak diantisipasi oleh manusia. Tidak ada yang sangka bahwa ternyata kemulian Allah dinyatakan lewat kerendahan. Allah mulia? Iya, tahu dari mana Dia mulia? Karena Dia rela rendahkan diri. Waktu Dia rela kosongkan diri, Dia bahkan rela mati di kayu salib, ini adalah kemuliaan tentang Tuhan yang tidak pernah ada dalam pikiran manusia. Ini kita sudah dengarkan di pertemuan yang lalu, ketika manusia memikirkan tentang Tuhan, maka manusia punya satu insting bahwa Tuhan itu adalah yang paling tinggi. Maka beberapa pemikir sudah menyatakan ini misalnya Blaise Pascal mengatakan di dalam diri manusia ada kerinduan akan yang tidak terbatas dan agung. Juga di dalam pengertian dari Anselm di abad pertengahan, dia mengatakan bahwa Allah adalah yang paling tinggi yang pikiran manusia bisa pikirkan. Demikian juga dikatakan oleh seorang yang meskipun seorang atheis, tapi tetap mengikuti jalur pikiran yang sama, yaitu Ludwig Feuerbach yang mengatakan bahwa Tuhan adalah proyeksi kesempurnaan yang memang manusia miliki. Jadi manusia memikirkan tentang Tuhan yang tinggi dan besar dan agung.

Kitab Perjanjian Baru memberitakan tentang Tuhan yang rendah, yang hina, yang rela kosongkan diri. Bagi Paulus ini adalah sesuatu yang melampaui kemampuan manusia berpikir, ini paradoks. Waktu kita berpikir, Tuhan lebih tinggi dari yang mampu kita pikirkan, ternyata arah pikiran kita tentang mulia pun salah. Apa itu mulia? Paling tinggi itu mulia. Tapi Yesus mengatakan bukan, paling tinggi itu bukan mulia, paling tinggi itu kalau sudah mulia rela merendah itu baru tinggi. Sudah tinggi rela turun, itu baru tinggi. Sudah agung rela hina, itu baru tinggi. Dan ini tidak mampu dipikir oleh manusia. Itu sebabnya Paulus dan Luther memiliki konsep berpikir yang tidak ada pada manusia lain. Tuhan tidak bisa kita pahami dengan sepenuhnya, karena kita terus berpikir yang mulia itu pasti tinggi, kalau kedudukanku tambah tinggi, aku tambah mulia. Kalau aku tambah hebat, aku tambah mulia. Kalau aku tambah diakui, aku tambah mulia. Kalau karierku makin naik, aku makin mulia. Tetapi ada perkenalan tentang kemuliaan Tuhan, yaitu kemuliaan yang rela turun, kemuliaan yang rela kehilangan kemuliaan, kemuliaan yang rela kehilangan ketinggian posisi sebagai Allah dan mengambil posisi sebagai budak. Kita mempunyai konsep tentang budak yang kadang-kadang dikacaukan dengan kata hamba, karena hamba jadi seperti perkataan mulia. “Siapa engkau?” “hamba Allah,” “Wah, hamba mulia,” tidak ada konsep hamba mulia di dalam Alkitab. Alkitab pakai kata doulos, servant, atau bahkan slave. Jadi, di sini Tuhan yang mulia mengambil posisi manusia paling rendah.

Filipi adalah kelompok manusia yang sangat menyukai tradisi Romawi, mereka bangga diakui sebagai kota yang penting bagi Roma. Dan mereka bangga bahwa mereka mengadopsi begitu banyak budaya Roma. Meskipun kota Filipi didirikan oleh seorang raja Makedonia dan ada di dalam wilayah Yunani, tetapi mereka sangat bangga mempunyai kedudukan yang diakui oleh Romawi. Sehingga semua gaya pikir Romawi, kebudayaan Romawi, semua cara berpikir tentang masyarakat sosial dari Romawi itu sangat dianut oleh orang Filipi. Dan mereka tahu lapisan-lapisan dari masyarakat, ada kelompok warga Roma, ini kelompok paling tinggi. Orang dapat anugerah dianugerahkan kewargaan Roma ini merupakan kewargaan penting yang hanya mungkin didapatkan oleh kelahiran, kalau memang ada di kota Roma. Atau mendapatkannya lewat keturunan karena ayahnya adalah seorang warga negara Roma. Ini level kewarganegaraan nomor satu. Kalau Saudara bukan orang Roma, dianugerahkan warga Roma berarti Saudara punya jasa besar sekali bagi kekaisaran Roma. Di level kedua adalah warga umum dari Peninsula Italia. Level ketiga adalah warga federati, ini adalah warga yang dianggap orang Roma karena menjadi tentara bayaran. Level 4 adalah warga luar yang kebetulan hidup di dalam wilayah yang dikuasai oleh Roma. Level bawah yang bahkan tidak masuk di dalam jajaran 4 tadi adalah budak, budak tidak perlu disebut. Hamba tidak perlu dimasukkan dalam level masyarakat karena statusnya sebagai manusia pun dianggap tidak penting, tidak dianggap manusia seutuhnya, ini manusia level paling rendah. Baik di dalam budaya Roma ataupun di dalam budaya Yunani, maupun di dalam budaya Israel budak adalah posisi rendah yang tidak dihargai sama sekali. Namun Kitab Suci memberikan posisi yang unik pada budak yaitu di dalam Kitab Yesaya, Sang Mesias yang adalah Raja seluruh kitab di dalam Perjanjian Lama menggambarkan Mesias sebagai Raja. Sang Mesias, Sang raja digambarkan sebagai budak di dalam Kitab Yesaya. 

Yesaya adalah kitab yang mendahului cara berpikir Paulus, tentu Paulus banyak dipengaruhi oleh Yesaya. Maka Yesaya menggambarkan tentang Sang Mesias yang digambarkan sebagai hamba, “Hamba-Ku yang setia.” Inilah Mesias. Allah mengatakan, “Hamba-Ku akan berhasil, Dia akan ditinggikan karena Dia pernah jadi rendah.” Dia pernah mengalami keadaan yang manusia tidak mau ambil keadaan itu. Dia pernah berada dalam keadaan buruk sehingga kita mengatakan, “Saya tidak mau nasibku seperti Dia.” Dia tidak mempunyai figur yang bagus karena penuh dengan derita. Dia tidak mempunyai tubuh yang baik karena penuh dengan luka dan Dia tidak punya keadaan yang baik karena Dia sedang direndahkan dan mau dimatikan. Tetapi, Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia dihancurkan oleh karena kesalahan kita, bilur-bilur yang Dia terima membuat kita sembuh. Ini adalah Sang Hamba yang menderita, tema yang sangat agung dari Yesaya. Hamba menderita, memang wajar hamba menderita. Semua hamba di bumi menderita. Mana ada hamba yang sukses hidupnya. Lalu ketika ditanya, “Kamu hidupnya sukses?” “Iya, saya sangat sukses.” “Apa yang kamu lakukan?” “Saya jadi hamba,” tidak ada. Maka kedudukan hamba memang selayaknya disejajarkan dengan penderitaan. Tetapi ternyata Yesaya berbicara tentang figur yang sangat agung. Dia berbicara tentang Sang Mesias. Mengapa Mesias jadi hamba, mengapa Mesias mau disiksa, mengapa ini digambarkan oleh Yesaya? Tidak ada penjelasan lebih detail dari Yesaya. Yesaya hanya menjelaskan bahwa oleh di bilur-bilur Dia kita sembuh, oleh kondisi hina Dia kita sembuh. Tetapi, Paulus menangkap tema ini dan Paulus mengatakan bahwa setiap orang Kristen mesti belajar dari Kristus yang rela mengosongkan diri dan menjadi hamba. Ini bukan hina, ini kemuliaan, yang rela jadi hamba itu orang paling mulia.

Mengambil Rupa Hamba

Filipi 2: 5-11 demikian firman Tuhan, Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama. Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada dilangit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.

Kita akan membahas tentang perendahan diri Kristus bagian yang kedua. Tema ini menjadi 4 bagian dan kita sampai kepada bagian kedua yang perlu beberapa kali untuk diekspose karena ini adalah tema penting mengenai pengosongan diri Kristus. Di dalam sejarah teologi pun pembagian pembahasan tentang Kristus yang merendahkan diri adalah pembahasan yang sangat penting untuk kita pahami. Salah satu yang paling penting adalah dari pikiran Martin Luther yang dianggap memberikan cara baru untuk mengenal Tuhan. Cara yang sebenarnya sudah ada di Alkitab tetapi dijelaskan kembali oleh Martin Luther. Banyak yang mengatakan bahwa Luther itu adalah seorang yang membuat penemuan kembali Injil, dia melakukan re-discovery of the Gospel. Injil seperti dipopulerkan kembali. Hal apa yang ditekankan oleh Luther di dalam pengertian Injil? Salah satunya adalah salib. Martin Luther membahas posisinya di dalam Heidelberg Disputation di tahun 1518. Dia memberikan pengertian yang kita kenal sebagai teologia salib. Di dalam disputasi ini dia memberikan pembelaan bahwa apa yang dibahas di dalam 95 tesis. Sebenarnya,  bukan cuma 95 tesis ada dua tulisan lain yang juga dia buat. Di dalam penjelasan tentang 95 tesis dan juga di dalam disputasi dengan skolastisisme dengan teologi skolastik. Ini karya-karya yang ditulis di tahun 1517 yang sangat penting, yang terkenal 95 tesis. Orang-orang mulai mempertanyakan teologi Luther, “Apakah kamu sudah menyimpang dari ajaran yang sejati? Apakah kamu sudah lari dari pengertian yang benar dan menjadi sesat?”

Di Heidelberg ini Luther memberikan penjelasan tentang posisi dia. Luther tidak lari dari tradisi dan yang pasti dia tidak lari dari pengajaran Paulus. Apa yang Paulus ajarkan sudah disalah mengerti oleh banyak pemikir atau banyak pemimpin gereja pada waktu itu. Tuhan tidak sedang pamerkan kemampuan untuk menjadi besar, tapi Tuhan justru pamerkan kemampuan Dia untuk mengosongkan diri, inilah cara yang Luther jelaskan. Kalau kita di dunia cuma tahu Allah yang meninggikan diri, maka Injil menjelaskan tentang Allah yang merendahkan diri. Kalau dunia cuma mengenal Allah sebagai Allah yang mulia, maka Injil memberitakan tentang Allah yang rela menjadi hina. Kalau dunia mengerti Allah sebagai yang paling kuat, maka Injil memberitakan Allah yang rela menjadi lemah. Ini semua tidak mungkin ada dalam pikiran manusia. Manusia tidak mampu berpikir tentang Tuhan dengan cara seperti ini. Itu sebabnya ketika Luther menjelaskan posisinya, dia mengatakan bahwa teolog sejati akan mengerti hal ini karena Alkitab mengatakannya. Pola pikir yang terdapat juga dalam Agustinus, maka ini bukan hal baru, ini bukan teori yang ditemukan oleh Luther.

Dia menjelaskan tentang Tuhan yang mengosongkan diri. Ini yang disebut dengan teologia salib. Sedangkan kalau gereja salah mengerti tentang Tuhan, gereja akan menekankan tentang peninggian diri Tuhan. Mengapa yang ditekankan peninggian diri? Karena gereja juga mau jadi mulia mirip Tuhan, “Tuhan tinggi, kami juga tinggi, Tuhan hebat kami juga mau hebat, Tuhan berkuasa kami juga mau berkuasa, Tuhan bisa kerjakan mujizat kami juga mau kerjakan mujizat.” Tetapi, Luther mengatakan, “Bagaimana dengan Kristus yang tersalib, maukah kamu jadi sama seperti Dia? Maukah kamu melakukan seperti Kristus melakukan apa yang Kristus lakukan? Mengosongkan diri, merendahkan diri. Jika kamu mau mengikuti Kristus dan ikut teladan Dia dengan baik, maka kamu tidak mungkin abaikan salib. Tidak bisa abaikan salib, tidak boleh abaikan salib.” Maka teologi salib adalah salah satu yang paling penting dalam pikiran Luther pada zaman itu.

Orang Kristen ditekankan supaya kembali melihat Kitab Suci dan sadar betapa pentingnya memahami Tuhan dari Alkitab. Kita punya kecenderungan untuk salah mengenal Tuhan. Agama-agama memberikan teori tentang siapa Tuhan, memberikan penjelasan tentang bagaimana Allah itu berada, siapa Dia, apa yang Dia kerjakan dan semua adalah fantasi dari manusia. Manusia ingin jadi besar, maka dia memproyeksikan keinginan itu kepada tokoh bernama ilah atau bernama dewa atau bernama allah atau siapapun. Manusia menciptakan sendiri keilahian, manusia menciptakan sendiri ketuhanan. Apa yang ada pada diri diproyeksikan lalu di magnify (perbesar diri sendiri) dan inilah ketuhanan. Ini merupakan pengertian tentang agama dari seorang bernama Ludwig Feuerbach. Dia menyelidiki esensi psychologist dari agama. Jadi, di dalam pikiran Feuerbach dikatakan bahwa kalau manusia itu punya kerinduan akan yang besar, punya kerinduan akan greatness. Banyak pemikir di dalam sejarah sudah menyadari hal ini salah satunya adalah Blaise Pascal. Pascal mengatakan manusia itu terbatas, tapi manusia mempunyai kapasitas untuk merenungkan yang tidak terbatas. Manusia itu mampu merenungkan yang melampaui batasan yang dialami di dalam dunia. Berarti ada sesuatu yang melampaui dunia yang manusia bisa akses lewat perenungannya. Apakah ini hanya level perenungan saja atau benar-benar ada yang tidak terbatas? Apakah ketika manusia merenungkan tentang kekekalan, tentang ketidakterbatasan, tentang kemahakuasaan, ini semua real atau hanya ada dalam pikiran manusia? Apakah kapasitas manusia untuk merenungkan yang infinite, yang tidak terbatas menandakan bahwa yang tidak terbatas itu nyata? Pascal mengatakan iya. Kemampuan manusia untuk merenungkan yang tidak terbatas sebenarnya adalah tanda bahwa yang tidak terbatas itu benar-benar ada. Dan manusia perlu mempunyai kontak dengan yang tak terbatas itu.

Persekutuan Roh

Filipi 2: 1-11, “Jadi karena dalam Kristus ada nasehat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan. Karena itu sempurnakanlah sukacita-Ku dengan ini hendaklah kamu sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri tetapi kepentingan orang lain juga. Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama. Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit, yang ada di atas, bumi dan yang ada di bawah bumi. Dan segala lidah mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa.”

Filipi 2 adalah bagian yang sangat penting karena memperkenalkan tentang mengapa Yesus menjadi manusia di dalam penegrtian yang sangat indah. Bagian ini ada paling tidak ada empat hal yang sangat penting yaitu makna kemuliaan,  bagaimana menjadi teladan, apa yang harus diteladani, dan apa itu pengharapan. Keempat hal ini akan membawa kita ke dalam empat bagian pembahasan dari Filipi 2. Kita ingin mengerti apa itu inkarnasi, apa itu kemuliaan Tuhan, apa itu meneladani dan apa itu menjadi berpengharapan. Di dalam bagian awal dari pasal 2, Paulus mengatakan alasan kita mengenal Kristus adalah karena kita akan berbagian di dalam gereja. Ini kesimpulan yang kita bisa dapat karena Paulus mengatakan, “Di dalam Kristus ada nasehat.” Apa itu di dalam Kristus? Di dalam tubuhnya, di dalam persekutuan di gereja. Persekutuan gereja begitu penting karena jika kita tidak praktikkan penerimaan Kristus melalui menerima satu sama lain di dalam gereja, maka kita tidak mengerti apa artinya bertumbuh di dalam Tuhan.

Gereja sangat penting bukan karena gereja melayani saya tetapi gereja sangat penting karena saya boleh melayani gereja. Mengapa saya mesti melayani gereja, mengapa saya mesti melayani sesama orang Kristen? Karena kita lebih dulu sudah dicintai oleh Tuhan sehingga saya dapat berbagian di dalam tubuh Kristus. Tidak ada orang bisa hidup tanpa komunitas. Ketika komunitas itu terambil dari kita, kita mencari komunitas-komunitas yang dangkal. Kita mencari pseudo-community, persekutuan yang bukan persekutuan. Hanya mirip persekutuan, tapi tidak punya unsur yang penting, yaitu saling memberi diri, saling hidup bagi yang lain. Ini adalah ciri persekutuan yang sejati. Ketika kita kehilangan persekutuan yang sejati, kita mencari kelompok atau komunitas yang sama sekali tidak mencerminkan Kristus. Kita senang dengan kelompok yang orang-orangnya hobinya sama dengan kita. Kita senang berkumpul dengan orang-orang yang punya pikiran dan selera yang sama. Tapi komunitas ini bukan tentang agama, bukan tentang iman, bukan pula tentang komitmen menyembah. Itu menyebabkan persekutuan itu tidak bisa diparalelkan dengan gereja. Saya tidak mengatakan Saudara tidak boleh punya kumpulan apapun di luar gereja, tetapi kita tidak bisa menggantikan gereja dengan yang lain. Kita tidak bisa gantikan gereja dengan keluarga, maka keluarga tidak harus mengadopsi gereja. Saudara tidak perlu mengadakan kebaktian di keluarga mirip dengan urutan liturgi gereja. Karena gereja tidak sama dengan keluarga. Keluarga itu penting tetapi keluarga harus menjadi bagian dari gereja Tuhan. Gereja tidak bisa diganti oleh perkumpulan dari hobi atau perkumpulan di dalam nasionalisme atau perkumpulan partai politik atau apapun itu. Gereja adalah satu-satunya tempat Saudara dapat menikmati Kristus.

Paulus sedang mengingatkan, “Jika engkau ingin meneladani Kristus, harap engkau juga punya tujuan mengapa engkau ingin meneladani Dia.” Mengapa ingin meneladani Kristus? “Karena saya ingin menikmati hidup seperti Dia di dalam gereja.” Kristus mati untuk mendirikan gereja. Kristus rela mati bagi orang-orang pilihan. Ini saja sudah membuat kita sadar betapa pentingnya gereja. Saudara mungkin bisa menghina orang-orang di dalam gereja dengan mengatakan, “Orang di dalam gereja kurang rohani, tidak seperti saya. Kurang mengerti teologi, kurang paham Firman, kurang bertumbuh dan lain-lain.” Tapi harap kita mengerti bahwa Kristus rela mati demi orang-orang ini. Jika Saudara melihat persekutuan di sekitar Saudara, Saudara langsung dapat kesan inilah orang-orang yang Yesus sangat cintai dan itu adalah alasan sangat kuat untuk saya belajar mencintai mereka. Mengapa aku harus mencintai sesama orang Kristen? Karena Tuhan lebih dulu mencintai mereka sebelum saya belajar mencintai mereka. Kita melihat orang yang penuh kelemahan, tapi Tuhan melihat orang yang Dia kasihi. Maka kita mesti ubah paradigma, “Saya bukan lagi melihat sesama orang Kristen sebagai manusia-manusia yang banyak cacat dan belum sempurna, tapi saya melihat orang Kristen sebagai orang yang Tuhan rela cintai.” Makin banyak cacat makin saya kagum, bagaimana Tuhan bisa mencintai mereka? Berarti Tuhan juga mencintai saya yang sama cacatnya dengan mereka. Kesadaran ini adalah kesadaran yang akan mempertumbuhkan iman seseorang.

Good Citizenship & The Gospel

Filipi 1:27-30 “Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil, dengan tiada digentarkan sedikit pun oleh lawanmu. Bagi mereka semuanya itu adalah tanda kebinasaan, tetapi bagi kamu tanda keselamatan, dan itu datangnya dari Allah. Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia, dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku”.

Saudara sekalian di ayat-ayat ini kita melihat keindahan dari berita mengenai Injil dan penderitaan. Ini tema yang tentunya banyak sekali kita dengar terutama di dalam khotbah-khotbah dari tradisi gereja di zaman lampau. Ada orang-orang yang sangat menekankan keadaan menderita bagi Tuhan sebagai kebajikan, yaitu sebagai virtue yang sangat indah. Di dalam abad-abad awal misalnya, beberapa tulisan dari bapa-bapa gereja mendorong orang untuk menjadi martir. Jangan salah mengerti, ini bukan berarti bapa-bapa gereja melatih orang untuk membenci hidup. Bukan itu tentunya, tetapi serangan dari orang-orang bukan Kristen membuat orang Kristen sangat sulit untuk menyatakan iman. Kalau orang Kristen mengatakan, “kami orang Kristen,” mereka mungkin akan ditangkap dan dianiaya.

Di dalam sejarah dari gereja di abad-abad awal ada beberapa kali penganiayaan besar yang terjadi. Dan selalu penganiayaan besar ini terjadi karena hal-hal yang tidak masuk akal. Bukan sesuatu yang adil, bukan sesuatu yang menunjukkan kebaikan dari pemerintahan. Orang Kristen ditangkap kemudian dihukum mati hanya karena mereka Kristen. Bahkan dalam beberapa contoh misalnya, penangkapan orang-orang Kristen, kemudian penjatuhan hukuman mati bagi mereka. Hal itu didasarkan pada satu fakta bahwa orang-orang Kristen yanng misalnya, tidak mau menyembah dewa Yupiter atau tidak mau menyembah dewa-dewa utama dari Kekaisaran Roma. Atau pun penganiayaan di zaman Domitian, pada waktu daerah Asia Minor mengadakan pemberontakan. Orang-orang Yahudi di sana memberontak mengatakan, “kami tidak mau menyembah image Kaisar”. Patung Kaisar ditaruh di beberapa tempat yang sakral, lalu diminta untuk disembah. Ini ditolak oleh orang-orang Yahudi. Tetapi, karena orang Yahudi mempunyai pengaruh yang besar, pemerintah Romawi tidak mau terlalu banyak ribut dengan mereka, dan mereka diizinkan untuk tidak menyembah image Kaisar.

Tapi, ada kelompok lain yang lebih kecil yaitu orang-orang Kristen yang juga tidak mau menyembah image Kaisar. Mereka ini dianiaya dengan sangat berat sehingga Tuhan perlu menurunkan Kitab Wahyu. Kitab Wahyu bukan saja berfungsi sebagai penutup dari kanon Alkitab, yaitu akhir dari kisah keselamatan dan kisah penciptaan kembali yang Tuhan berikan. Kitab ini juga mempunyai fungsi pastoral. Kitab Wahyu adalah kitab untuk menghibur jemaat di dalam kesulitan yang sangat besar. Itu sebabnya kalau kita baca Wahyu, sebenarnya kita akan sangat terkait dan terkoneksi dengannya jika kita sedang mengalami hal yang sama yaitu penganiayaan dan penderitaan. Kitab Wahyu memberikan penghiburan, meskipun umat Tuhan seperti begitu kecil dan tidak punya daya untuk melawan pemerintah yang jahat atau orang-orang yang menindas, tetapi Tuhan tetap menyatakan kekuatan dari kerajaanNya di surga. Setiap kali orang percaya lihat ke surga, mereka tahu mereka bukan minoritas, tetapi mereka adalah yang mayoritas. Mereka bukan kelompok kecil yang tidak berdaya, melainkan mereka adalah kelompok yang memilih untuk mengasihi bukan karena tidak ada opsi yang lain. Tuhan mereka yaitu Yesus Kristus, punya kekuatan untuk menghancurkan seluruh musuh. Tetapi Tuhan mereka yaitu Kristus, memberikan waktu bagi bangsa-bangsa untuk bertobat. Itu sebabnya Kitab Wahyu penuh dengan penghiburan. Kitab Wahyu bukan kitab teka-teki atau kitab misteri yang dipermainkan sedemikian rupa oleh orang-orang yang tidak mengerti Alkitab. Kitab Wahyu adalah kitab untuk memberikan penghiburan bagi orang-orang Kristen yang berada di dalam penganiayaan. Penganiayaan demi penganiayaan dialami sehingga orang-orang Romawi dengan pikiran yang jernih tahu bahwa orang Kristen diperlakukan dengan sangat tidak adil.

Beberapa contoh dari surat-menyurat dari seorang kaisar yang bernama Trajan dengan seorang politikus dan juga seorang penyair yang ahli dalam bidang filsafat yaitu bernama Pliny The Younger yang ditugaskan oleh Kaisar Trajan untuk menyelidiki keadaan di sekitar pertikaian atau penganiayaan orang Kristen. “Mengapa mereka dianiaya, saya dengar banyak sekali berita yang menakutkan tentang mereka. Katanya, mereka menyembah ilmu hitam, mereka minum darah, mereka membunuh bayi, coba selidiki apakah itu benar.” Setelah Pliny menyelidiki, dia sendiri ikut beberapa kebaktian dari orang Kristen. Dia mengambil kesimpulan bahwa orang Kristen adalah orang-orang yang baik, orang-orang yang sangat saleh, orang-orang yang taat aturan, bukan orang-orang yang tidak rapi dan tidak baik hidupnya. Mereka bukan orang-orang penentang hukum. Mereka setia kepada aturan. Mereka orang-orang yang taat kepada segala aturan etis yang baik. Tetapi mereka memang percaya ada orang mati yang bangkit yaitu Yesus. Maka, surat ini membuat Trajan akhirnya memutuskan bahwa orang Kristen kalau mau dihukum mati harus diperkarakan dengan perkara yang tepat, tidak boleh lagi ada penangkapan hanya karena mereka Kristen saja. Harus ada pengaduan dan harus ada pengadilan. Harus ada pembelaan bagi mereka. Maka, hak hidup di tengah-tengah Kekaisaran Roma bagi orang Kristen mulai diberikan atau dinyatakan oleh Kaisar Trajan.

Bekerja Memberi Buah

Filipi 1: 21-26 “karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak, aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu dan dalam keyakinan ini tahulah aku, aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman. Sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu”.

Di dalam ayat yang ke-22 dikatakan “tetapi jika aku harus hidup di dunia ini itu berarti bagiku bekerja memberi buah, jadi mana yang harus kupilih aku tidak tahu”, ada pengertian yang saya ingin tekankan dulu sebelum kita memahami seluruh ayat yang kita sudah baca hari ini, yaitu pengertian memberi buah. Apa yang dimaksud dengan memberi buah ini mesti kita pahami dengan tepat.

Di dalam pengertian Paulus, memberi buah ini selalu berkait dengan keadaan hidup baru yang terlihat keluar. Jadi memberi buah bukan cuma berkait dengan jumlah banyak dari hasil pelayanan, bukan. Tetapi lebih kepada mode hidup di dalam cara hidup yang baru.

Saudara, kita mesti tahu bahwa di dalam pandangan Paulus kehidupan manusia yang sudah percaya itu terdiri dari dua tahap, yaitu saat sebelum dia percaya dan saat sesudah. Paulus memberikan banyak contoh untuk ini, banyak gambaran juga, “sebelum” kadang-kadang dikaitkan dengan kedagingan, “sesudah” dikaitkan dengan keadaan spirit di dalam roh atau kerohanian. Sekali lagi, daging dan rohani ini tidak ada kaitan dengan fisik dan non fisik. Paulus tidak sedang bicara tentang aspek tubuh yang material, yang fisik, dengan aspek tubuh di dalam yang rohani, tidak ada pembagian itu bagi Paulus. Di dalam pengertian Paulus pembagian umumnya dikaitkan dengan waktu, misalnya ketika dia membagi zaman, dia membagi zaman di dalam keadaan sebelum, yaitu zaman yang jahat dimana bangsa-bangsa dikuasai oleh si jahat di dalam kegelapan. Tapi setelah Sang Mesias datang, maka Sang Mesias itu membawa seluruh zaman ke dalam keadaan yang baru, keadaan dimana zaman akhir di bawah kepemimpinan Mesias sudah terjadi. Dan itu sebabnya ketika kita memahami dengan tepat 2 pembagian ini, ini menjadi dasar untuk kita memahami seluruh pembagian yang lain di dalam teologi Paulus. Itu sebabnya pembagian duniawi dan rohani tidak ada kaitan dengan fisik dan non-fisik, ini bukan berarti Paulus mengatakan “jangan terlalu pikirkan fisikmu tapi lebih pikirkan rohanimu”, karena pengertian seperti itu tidak bisa diaplikasikan. Saudara tidak bisa mengetahui bagaimana mempraktekkan hidup yang tidak pentingkan fisik tapi pentingkan rohani, rohani itu tidak mungkin diekspresikan tanpa fisik. Kalau kita mengatakan “saya mencintai Tuhan”, Saudara tidak mungkin mengekspresikan cinta kepada Tuhan dari batin, harus lewat fisik. Demikian ketika Saudara mengekspresikan kasih kepada sesama, ini bukan hanya perasaan di dalam yang kita miliki, tetapi ini adalah tindakan keluar melalui tubuh. Jadi fisik sangat penting, entah itu Paulus sedang berbicara tentang aspek duniawi, fisik berkait di situ, fisik yang melakukan dosa dan kecemaran, atau ketika Paulus berbicara tentang keadaan rohani, fisik yang ada di dalam kondisi suci. Jadi sekali lagi jangan berpikir dengan cara yang salah, ini cara pikir dualis gaya Yunani atau Gnostik, itu bukan Kristen bahkan cenderung bidat. Memisahkan yang fisik dan non-fisik cenderung tidak sesuai dengan Kitab Suci dan cenderung tidak setia kepada pengajaran Kitab Suci. Maka jangan bedakan materi dan non-materi, fisik dan non-fisik. Rohani bukan sesuatu yang tidak berfisik, kerohanianmu akan terlihat lewat tubuh fisikmu mengekspresikan cinta kasih dan tindakan adil. Ketika Paulus bicara memberi buah, dia sedang menekankan gambaran yang sama. Ada pohon yang buruk, ada pohon yang baik, dari mana kita tahu pohon itu buruk atau baik? Dari buahnya, dari buahnya kita tahu ini pohon yang buruk. Pohon anggur atau ladang anggur yang penuh dengan batang anggur yang buruk menghasilkan buah anggur yang buruk. Tapi ladang anggur yang penuh batang anggur yang baik menghasilkan buah anggur yang baik. Hasil diketahui dari buah. Maka pengertian Paulus dalam teologi dia, buah adalah pernyataan kehidupan yang baru di dalam Tuhan. Paulus di sini sedang mengatakan “saya mesti hidup di dalam dunia untuk memberi buah”, apa artinya memberi buah? Memberi buah berarti dia punya kehadiran menyatakan kondisi baru dari manusia. Itu sebabnya kita mesti tahu dulu kondisi lama dan kondisi baru dari manusia adalah sesuatu yang penting untuk dipahami di dalam pengertian Paulus. Kondisi lama, kondisi baru, lama seperti apa, baru seperti apa?

Di dalam teologi Paulus kondisi lama dan baru itu ada bagian yang akan interaksi atau yang saling berpotongan. Kondisi lama tidak langsung hilang masuk ke kondisi yang baru, yang lama dan baru akan terjadi dengan sempurna, dari yang lama ke yang baru. Saudara yang lama, yang masih jahat, yang masih cemar, yang masih penuh dosa akan hilang, lalu dirimu yang baru di dalam Kristus akan sempurna. Tapi dari kondisi lama ke kondisi sempurna baru, ini tidak langsung pindah berubah, selalu akan ada sesuatu yang berkait, selalu akan ada masa transisi. Ini yang disebut dengan pergumulan untuk hidup suci. Paulus mengatakan misalnya di dalam Surat Roma pasal yang ketujuh, “saya ingin kerjakan yang baik, tetapi dalam diri saya sesuatu yang buruk terus ada. Saya punya dosa yang belum hilang, saya adalah orang paling berdosa”, kata Paulus. Dan dia mengatakan paling berdosa bukan memori masa lalu, dia mengatakan “saat ini pun saya merasa saya orang yang paling berdosa”. Keberdosaan adalah sesuatu yang terus ada di dalam diri kita meskipun kita sudah baru. Pohon yang baru menghasilkan buah yang baru, tetapi yang lama kadang muncul dan mengganggu pertumbuhan iman dan juga ekspresi iman kita dalam bentuk buah tadi. Paulus mengatakan bahwa di dalam diri orang percaya pun seperti ada kondisi lama yang dominan, sehingga kita menjadi orang yang memalukan Tuhan. Tuhan marah kepada orang-orang Korintus misalnya, karena mereka melakukan dosa yang bahkan orang dunia tidak lakukan. Mengapa begitu? Bukankah mereka sudah dikuduskan, mereka sudah jadi milik Tuhan, mengapa masih ada kondisi lama? Ini terjadi karena kita belum mendapatkan keadaan sempurna nanti. Itu sebabnya pengertian buah di dalam pengertian Paulus mengandung tiga hal, yang pertama buah berkait dengan etika dari Kerajaan Allah yang baru nanti. Ketika Kerajaan Allah yang baru itu dinyatakan di dalam dunia, maka gaya hidup yang sesuai dengan kerajaan itu akan menjadi cocok. Sekarang kita jalankan kerohanian, kita jalankan iman Kristen kita, kita jalankan tindakan sebagai orang Kristen mungkin tidak cocok dengan dunia ini. Ada hal-hal yang tidak masuk, ada hal-hal yang kita kerjakan seperti berlawanan dengan dunia ini. Saudara berusaha menjalankan hal yang adil, ternyata Saudara dihimpit dari kiri kanan, seperti tidak ada kemungkinan Saudara menjalankan itu. Ini kesulitan yang besar terjadi pada orang percaya. Tetapi pada waktu Kerajaan Tuhan dipulihkan di dunia ini, Saudara akan menemukan kelegaan, karena apa yang Saudara jalankan dengan tulus di hadapan Tuhan mendapat tempat yang cocok di kerajaan itu. Sebaliknya, orang yang hidup sesuai cara dunia mungkin sekarang mengalami kecocokan, gampang, diterima baik oleh dunia, tapi begitu kerajaan yang baru itu datang Saudara seperti harus dikeluarkan karena tidak masuk, tidak cocok tempatnya, tidak memiliki keadaan yang sesuai dengan kondisi yang baru. Inilah hal yang harus kita perhatikan di dalam kehidupan kita. Apakah kehidupan saya merupakan kehidupan yang sangat cocok dengan kondisi sekarang dan karena itu ketika Kerajaan Allah datang saya tidak dapat tempat di situ? Atau hidup saya adalah hidup yang akan mendapat kesenangan di dalam kerajaan yang baru dan sekarang kadang-kadang tidak mendapat tempat. Tidak ada tempat bagi orang yang jalankan kekudusan sekarang, tetapi pada waktu Kerajaan Allah dipulihkan di dalam dunia ini, pada waktu itu kesempurnaan dari tindakan etika kita dan kondisi langsung klop. Kita ini adalah orang-orang yang disiapkan untuk kondisi bumi yang baru, kondisi tanah yang baru, kondisi lingkungan sosial yang baru, kondisi kerajaan yang baru. Mungkin ada aspek dari kerajaan sekarang, dari pemerintahan sekarang yang sangat cocok dengan kita, tetapi di dalam kondisi yang baru semua keadaan akan cocok. Sekarang ada hal yang seperti tidak masuk, seperti tidak bisa kena, saya berusaha jalankan saya justru terbentur dengan dunia ini. Tetapi di dalam kondisi yang baru, segala kondisi baik yang kita jalankan akan mendapatkan tempatnya. Itu sebabnya dalam pengertian Paulus, buah bersifat etis tetapi etikanya adalah etika nanti. Sekarang kita perjuangkan hal yang baru akan terbukti nanti ketika Tuhan datang. Itu sebabnya menjalankan etika Kristen, menjalankan kehidupan yang sesuai dengan Tuhan itu adalah satu hal yang sulit dijalankan. Karena Saudara belum mendapatkan konfirmasi dari kondisi sekeliling. Konfirmasi bagi kondisi baik belum diberikan, konfirmasi bahwa Saudara akan nyambung dengan dunia belum diberikan. Kita hidup di dalam kondisi dunia yang bentur dengan kita. Maka kalau Saudara perjuangkan, Saudara akan capek, Saudara seperti kehilangan kenikmatan menghasilkan buah. Jalankan hidup di dalam Kristus melelahkan. Itu sebabnya Tuhan memberikan banyak pengharapan dan kekuatan lewat janji, lewat kehadiran Roh Kudus dan lewat pimpinan firman. Ini semua akan membuat orang tetap bertahan di dalam kondisi di dalam Kristus. Saya jalankan kesetiaan di dalam Tuhan meskipun seperti tidak nyambung dengan dunia, tidak cocok, tidak berada dalam kondisi konfirmasi, hidup saya tidak dikonfirmasi oleh kondisi dunia. Tapi nanti dunia akan klop dengan saya, atau lebih tepatnya saya akan klop dengan kondisi baru di dalam Kerajaan Allah. Maka etika Kristen adalah etika yang mengharapkan kondisi baik terjadi nanti, belum sekarang. Itu hal pertama.

Hidup adalah Kristus, Mati adalah Keuntungan

Mari kita membaca Surat Filipi 1: 15-21. “Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakan-Nya dengan maksud baik. Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan diri sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus. Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikian pun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”.

Kita tentu sangat akrab dengan ayat 21 ini karena di dalam ayat ini ada kalimat pendek yang sangat indah “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan”. Ini merupakan kalimat yang sangat penting bagi kita untuk kita pahami, tetapi tentu kita tidak bisa lepaskan ini dari ayat sebelumnya, terutama ayat 20. Di dalam ayat 20 dikatakan bahwa Paulus rindu dalam segala hal Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhnya baik oleh hidup maupun mati, ini kalimat yang sangat penting. Bagaimana Kristus dinyatakan di dalam tubuh, itulah yang membuat Paulus mengatakan “kalau saya hidup, saya hidup bagi Kristus”, di dalam tubuh maksudnya. “Dan kalau saya mati, maka itu adalah keuntungan”, ini juga di dalam tubuh. Ini yang saya mau bahas pada hari ini, pengertian yang sangat gampang dimengerti oleh pembaca mula-mula dari Surat Filipi, tetapi mungkin yang sedikit perlu usaha bagi kita untuk pahami. Karena apa yang kita pahami bisa jadi sedikit berbeda dengan apa yang Paulus dan juga jemaat mula-mula yang membaca Surat Filipi, biasa pahami.

Cara berbicara manusia, istilah yang dipakai tentu akan mengalami peralihan. Dan yang unik dari Kitab Suci adalah peralihannya itu memberikan kelimpahan. Kalau Saudara membaca ragam tafsiran di dalam sejarah gereja tentang bagian dari Kitab Suci, Saudara tidak harus membenturkan 1 tafsiran dengan tafsiran lain. Tapi Saudara bisa melihatnya sebagai kelimpahan jika tafsiran-tafsiran itu tidak bentur dengan apa yang jadi arti mula-mula tentunya. Memang ada tafsiran yang salah, tetapi tafsiran yang benar bukan cuma satu, ada beragam, itu yang indah dari Kitab Suci. Maka Saudara cari tahu arti dari Alkitab, lalu Saudara baca tafsiran orang yang Tuhan pakai menjadi guru dan pengajar hamba Tuhan besar di dalam sejarah gereja. Saudara akan menemukan kelimpahan. Ini yang saya ingin kita sama-sama pahami, jadi jangan dengar satu tafsiran atau baca, lalu langsung benturkan dengan tafsiran lain, tentu ada hal yang satu tafsiran benar, tafsiran lain salah. Tetapi di dalam anugerah Tuhan, tafsiran yang baik ada banyak dan kita dapat mengalami kelimpahan melaluinya. Tetapi saya punya kerinduan untuk membagikan arti mula-mula yang mungkin akan sangat menolong kita yang sudah dapat banyak pengertian dari tradisi gereja. Jadi kita tidak benturkan arti mula-mula dari Alkitab dengan penafsiran dari sejarah gereja misalnya dari Agustinus atau Calvin atau dari bangunan teologi yang sudah dibangun oleh orang-orang ini. Karena kadang-kadang bisa ada perbedaan, tapi sekali lagi perbedaan itu perbedaan yang menunjukkan kelimpahan, bukan sesuatu yang harus Saudara khawatirkan dan akhirnya membuat iman goyah. Kita tidak bisa kaku di dalam melihat Kitab Suci dan menafsirkan kebenarannya, karena kita terlalu sempit pandangannya. Dan Alkitab ingin kita memperluas pandangan kita, dan itulah yang harus kita lakukan waktu kita membaca Kitab Suci, yaitu kita ingin pandangan kita diperluas. Kita mau belajar untuk melihat kelimpahan dari Kitab Suci.

Kita sekarang akan coba bahas dari perspektif dari Surat Filipi, paling tidak ditafsirkan dari teologia biblika, teologi Perjanjian Baru. Di dalam ayat 15 Paulus mengatakan ada orang memberitakan Kristus karena dengki, ada yang memberitakanNya karena kasih dengan maksud baik. Apa yang dimaksud Paulus tentu berkaitan dengan pemenjaraannya. Kita sudah membahas di pertemuan yang lalu, bahwa pemenjaraan Paulus ini ditafsirkan sebagai bentuk penganiayaan yang akan disusul dengan kemajuan Injil, ini tafsiran umum. Di zaman Yusuf, Yusuf dimasukkan ke penjara, begitu dia dilepas, pengaruh dari hikmat Tuhan justru menyebar ke seluruh Mesir. Jadi Yusuf jadi berkat karena dia pernah dipenjara. Setelah dipenjara ada kebangunan. Demikian juga kita lihat Daniel, setelah Daniel dimasukkan ke dalam goa singa lalu dikeluarkan lagi, dia menjadi orang penting yang memberi pengaruh begitu besar. Lalu dia menyingkirkan musuh-musuhnya yang memfitnah dia. Musuh-musuhnya bukan disingkirkan oleh Daniel dengan memakai pedang untuk bunuh mereka. Tetapi Tuhan yang membalikkan keadaan sehingga musuh-musuhnya yang dimasukkan ke goa singa dan mati. Sedangkan Daniel menjadi pemimpin yang hikmatnya mengatur seluruh Persia pada waktu itu. Itu sebabnya kita mesti melihat pola ini dan pola ini merupakan pola yang sangat menghibur di dalam zaman gereja mula-mula. Banyak orang Kristen pada zaman itu dimasukkan ke dalam penjara, banyak dari mereka ditutup, dikunci di dalam penjara, bahkan dibiarkan mati. Tapi mereka ingat dulu Yusuf pernah dipenjara dan terjadi kebangunan, seluruh Mesir dapat hikmat Tuhan. Lalu ada Daniel. Kemudian yang baru-baru adalah Yohanes Pembaptis, dan yang paling jelas adalah Kristus. Kristus bahkan tidak dilepas, Dia mati di kayu salib, tetapi akibat kematianNya di kayu salib, umat pilihan dari berbagai bangsa terbentuk oleh karenanya. Demikian juga para Kristen mula-mula menyaksikan saudara-saudara mereka dimasukkan kedalam penjara, orang-orang ini tidak surut di dalam memegang iman Kristen, penganiayaan tidak membuat mereka mundur. Itu sebabnya kita mesti benar-benar perhatikan bagaimana cara kita hidup jika contoh yang kita lihat adalah contoh hidup senang dan contoh hidup sukses. Sulit bagi kita untuk mengimani Kekristenan dengan tepat. Tapi kalau contoh yang disaksikan oleh jemaat mula-mula adalah saudara mereka dipenjara padahal tidak salah, orang-orang yang dianiaya oleh karena mereka memberitakan Injil, maka orang-orang lain mendapatkan kekuatan untuk mengharapkan bahwa setelah penganiayaan akan timbul kebangunan besar. Dan ini benar-benar terjadi, karena setelah lebih dari 200 tahun orang Kristen dianiaya, pada abad yang keempat Tuhan mengizinkan penganiayaan mulai surut dan pengaruh yang sudah masuk ke tempat paling tinggi, tidak bisa disangkal. Banyak orang menafsirkan waktu tahun 312 ketika Konstantine menandatangani perjanjian di Milan, ini perjanjian yang membuat semua orang yang menganiaya orang Kristen tanpa ada tuduhan resmi dari pengadilan, itu akan dijatuhi hukuman. Dulu tidak, sebelumnya siapa pun yang mengadukan orang Kristen sebagai penyembah Kristus, orang Kristen yang menyembah Kristus itu dapat ditangkap, dapat diproses, bahkan dapat dibunuh. Tetapi setelah perjanjian dari Milan yang ditandatangani oleh Konstantine dan rekan, dulu ada dua Agustus, Agustus ini di atas kaisar yang memimpin Romawi Barat dan Romawi Timur. Konstantine adalah salah satunya, sebelum akhirnya dia menjadi satu-satunya setelah saingannya mati. Dia menandatangani perjanjian ini dan orang Kristen tidak lagi boleh dianiaya. Orang mengatakan ini karena Konstantine sudah terpengaruh Kekristenan. Tetapi beberapa ahli sejarah mengatakan “tidak, Konstantine menandatangani karena terpaksa”. Mengapa terpaksa? Karena Kekristenan sudah menyebar sampai tempat yang tinggi. Jika Kekristenan dianiaya terus, orang-orang Kristen yang duduk di tempat tinggi mungkin akan memberontak, dan ini akan membuat kerajaan tidak stabil. Jadi yang dikhawatirkan Konstantine bukan orang Kristennya, tetapi kestabilan Kekaisaran Roma yang megah itu. Dia harus jaga kesatuan dan kalau orang Kristen semua cuma budak murahan atau budak rendah, orang-orang golongan rendah, tidak ada kemungkinan mereka memberontak. Tapi Kekristenan sudah berpengaruh sampai tempat tinggi, sehingga dikhawatirkan kalau terus dianiaya, orang-orang yang sudah Kristen dan menjabat kedudukan penting, mungkin bisa memecahkan kerajaan ini. Ini tidak berarti orang Kristen punya niat memberontak, tapi Konstantine mengkhawatirkan hal itu. Maka dia membuat aturan jangan lagi menganiaya orang Kristen. Dan sejak itu orang Kristen makin berpengaruh di mana-mana sehingga kekaisaran itu dari kekaisaran kafir, menyembah dewa-dewa Yunani atau versi romawi dari dewa-dewa tersebut, sekarang berubah menjadi penyembah Allah Tritunggal. Berubah dengan cara proses yang panjang sampai akhirnya Kaisar Theodosius menjadikan Doktrin Tritunggal doktrin resmi seluruh kekaisaran. Ini perubahan yang luar biasa.

Penjara & Kebangunan Injil

Filipi 1: 12-14 “Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus. Dan kebanyakan saudara dalam Tuhan telah beroleh kepercayaan karena pemenjaraanku untuk bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut”.

Kita melihat di dalam 3 ayat ini ada berita dari Paulus yang mengatakan jangan khawatir meskipun dia dipenjara, pemenjaraannya adalah pemenjaraan karena Injil. Dan justru karena dia dipenjara maka Injil diberitakan dengan lebih berani. Kalimat ini sepertinya sederhana dan kita bisa pahami artinya, tapi kalau kita mau pinjam cara berpikir dari pembaca mula-mula atau cara berpikir Paulus, maka sebenarnya ada banyak pesan yang indah dari 3 ayat ini. Tiga ayat ini tidak hanya bicara “karena Paulus dipenjara maka orang jadi giat memberitakan Injil”, seperti tidak ada kaitan. Apa kaitan antara pemenjaraan Paulus dengan kegigihan memberitakan Injil. Mengapa orang dipenjara membuat orang makin giat memberitakan Injil? Apa yang salah, apa yang berkait atau apa yang tepat? Adakah yang salah dari pengertian ini? Kalau tidak salah, mengapa sulit kita pahami kaitannya? Kalau kita pikir baik-baik, Paulus dipenjara, orang makin giat memberitakan Injil. Kenapa ya? Apa yang bisa dicari, diselidiki dan dipahami?

Kalau kita gali lebih dalam, ternyata 3 ayat ini membagikan kepada kita hal yang sangat luar biasa karena ternyata tema pemenjaraan ini tema yang berulang di dalam Alkitab. Ini yang sangat menyegarkan ketika Saudara membaca Alkitab yaitu Saudara melihat ada tema yang diulang dan biasanya tema yang diulang bisa kita kaitkan. Ada para penafsir seperti Conzelmann, kemudian Fray yang menyadari bahwa ketika Alkitab berbicara tentang sebuah tema yang diulangi di dalam tema lain atau yang sudah ada di tema sebelumnya, itu adalah sesuatu yang sangat mungkin untuk dikaitkan. Maka kalau kita lihat kaitan antara pemenjaraan Paulus lalu kita coba telusuri tema pemenjaraan di bagian sebelumnya dari Kitab Suci, kita mendapatkan satu pengertian yang ternyata sangat menakjubkan.

Apa kaitan antara pemenjaraan dengan Injil? Di dalam Kitab Yesaya 61 ada kaitan antara Injil dan pemenjaraan. Ini membuat kita kaget, ternyata Paulus memberikan pengertian kepada pembacanya bahwa dia adalah yang dimaksud oleh Nabi Yesaya. Ada satu artikel ditulis oleh seorang ahli Perjanjian Baru dari Amerika, artikel yang membahas tentang frekuensi Paulus atau para rasul lain, mengaitkan dirinya sebagai penggenapan dari apa yang diajarkan nabi. Nabi mengajarkan apa, penggenapannya tentu Kristus. Tapi Paulus melihat para rasul pun sudah dinubatkan oleh para nabi. Misalnya ketika para nabi mengatakan “ada suara berseru-seru”, ini digenapi oleh para rasul. Ketika diberitakan “seruan yang diberitakan adalah seruan yang tidak dibelenggu oleh pemenjaraan”, ini juga menurut Paulus digenapi di dalam diri para rasul. Itu sebabnya ketika kita membaca pemenjaraan, lalu kita melihat Yesaya 61, baru kita mengerti ada kaitan antara Injil dan pemenjaraan. Saya rindu membacakan kepada Saudara Yesaya 61, membuat bagian yang kita baca ini menjadi lebih jelas. Yesaya 61:1-3 “Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung, untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu, minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka ”pohon tarbantin kebenaran”, ”tanaman Tuhan” untuk memperlihatkan keagungan-Nya”, ini bagian yang Paulus lihat, digenapi dalam pelayanan para rasul. Itu sebabnya ketika kita mempelajari Perjanjian Lama, lalu menemukan tema pemenjaraan, ternyata ada satu perkembangan pengajaran doktrin dari Perjanjian Lama yang mengaitkan pemenjaraan dengan Injil atau kabar baik.

Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, saya ingin kita tahu dulu bahwa Injil mempunyai banyak perspektif yang tidak boleh diabaikan. Orang liberal mengembangkan Injil Sosial atau Social Gospel, adalah Injil tapi yang mengabaikan banyak aspek dari Injil sebelumnya karena ada kesalahan mengerti setelah melihat gereja Tuhan.