- Khotbah Tematik
- 18 Dec 2019
Kehadiran Kristus memperkenalkan Sang Bapa
Saya akan membahas di bagian pertama bagaimana kehadiran Kristus memperkenalkan Sang Bapa. Lalu di kebaktian sore, saya akan membahas bagaimaan kehadiran Kristus memperkenalkan Roh Kudus. Di dalam abad ke-20 banyak gerakan teologi yang sangat kritis terhadap liberal, terutama karena pengaruh seorang bernama Schleiermacher. Schleiermacher mengatakan bahwa setiap orang perlu untuk memiliki perasaan bergantung pada Tuhan dan itulah inti beragama. Apa itu agama? Agama berarti ada perasaan total bergantung, total dependance, kepada Tuhan. Bergantung total, berserah total, dan menyerah total kepada yang absolut. Tapi akhirnya agama Kristen di dalam pengaruh dari Schleiermacher menjadi begitu subjektif, menjadi begitu inward, ke dalam, kalau saya melihat diri saya ke dalam lalu saya menemukan perasaan ingin bergantung, saya menemukan bahwa psikologi saya tidak mungkin bisa utuh kecuali saya bergantung kepada Tuhan, maka itu adalah agama yang mengandalkan keagamaan kepada perasaan di dalam. Perasaan subjektif di dalam menjadi inti dari agama. Itu sebabnya banyak tokoh di abad ke-20 yang mengkritik gerakan ini sebagai gerakan mendapat wahyu lewat agama. “Saya beragama lalu saya mendapatkan pencarian ke dalam tentang agama. Saya mencari ke dalam lalu saya menyadari kebutuhan saya untuk bergantung kepada Tuhan”, dan dari situ muncul agama. Sehingga agama ini adalah agama yang muncul lewat perasaan beragama. Saya punya perasaan beragama dan perasaan itu yang membentuk agama. Agama dari mana? Dari perasaan perlu bergantung, perasaan agama. Perasaan agama membuat agama, itu salah. Agama harusnya dibentuk oleh wahyu. Agama dibentuk oleh pernyataan dari Tuhan dan bukan oleh sesuatu dari dalam diri manusia. Saudara dan saya kalau mencari dalam diri hanya akan menemukan kejahatan, egois dan juga segala sifat-sifat yang dibenci oleh Tuhan. Tapi kalau kita terus mengandalkan perasaan di dalam, maka agama yang kita dirikan akan mendorong Tuhan menjauh dari sistem ibadah dan agama. Kalau saya mengandalkan diri untuk mengenal Tuhan, Tuhan akan terdorong semakin jauh, “Tuhan harus mirip dengan apa yang saya cari, kalau Tuhan tidak mirip dengan apa yang saya cari, maka saya akan singkirkan sisi itu dari Tuhan”. Itu sebabnya liberalisme akan mendorong orang untuk mencari Tuhan melalui apa yang saya perlu atau apa yang saya pikir saya perlu. Lalu saya akan tangkap atau saya akan pegang Tuhan berdasarkan ide saya tentang siapa Tuhan. Tapi di abad ke-20, ada seorang bernama Karl Barth mengkritik hal ini. Banyak hal dari Karl Barth yang memang kita tidak setuju, tapi banyak hal yang perlu kita pelajari dengan serius dari tokoh besar ini. Saya terus mengatakan kepada mahasiswa di STT, mahasiswa yang saya ajar bahwa mereka harus belajar tokoh-tokoh penting meskipun ada sisi ngawurnya, “kamu harus punya kedewasaan untuk tahu ngawurnya di mana, tapi juga harus punya kepekaan untuk tahu jeniusnya dimana”. Dari pada Saudara baca orang biasa yang baik. Orang biasa yang baik kurang insightful, lebih baik orang nakal yang pintar, asalkan Saudara tahu nakalnya dimana, Saudara bisa lokalisir nakalnya dan Saudara dapat berkatnya. Lebih baik baca buku yang agak-agak menyerempet sesat tapi pintar, lebih baik baca buku yang pernah memengaruhi dunia meskipun ada sisi sesat, dari pada Saudara membaca buku yang tidak ada pengaruh apa pun meskipun baik. Tapi Saudara perlu bijaksana untuk tangkap hal mana yang baik, hal mana yang perlu dipegang dan hal mana yang Saudara harus buang sama sekali. Itu sebabnya saya ingin kita tahu apa yang Barth kritik dari Schleiermacher.
- Surat Roma
- 18 Dec 2019
Taurat yang korektif dan membimbing
Tuhan ingin mengajarkan satu fakta bahwa Tuhan pilih baru ada realita efektifnya Abraham menjadi umat Tuhan. Tuhan pilih dulu baru karakteristik sebagai umat muncul belakangan. Pemilihan lebih dulu, baru setelah itu bukti bahwa pemilihan itu tepat datang belakangan. Pembenaran oleh sebab pemilihan lebih dulu, baru setelah itu ciri menjadi orang benar muncul belakangan. Harap hal-hal seperti ini dengan jelas kita pahami. Ketika Saudara dan saya ingin memelajari Teologi Reformed, maka hal-hal yang saya bagikan di dalam beberapa minggu terakhir sangat-sangat mendasar. Sulit bagi kita untuk mengerti ajaran Reformed jika kita tidak mengerti pengertian yang kita bahas terus dari pasal yang ketiga dan keempat dari Surat Roma. Pembenaran tidak berarti Saudara benar dan boleh hidup sembarangan. Pembenaran juga tidak berarti Saudara harus beres dulu baru dibenarkan. Kalau kita salah mengerti apa itu pembenaran, kita mungkin jatuh dalam 2 sisi yang salah dari orang Kristen.
Sisi yang pertama adalah sisi yang disebut dengan legalis. Bagaimana kamu bisa menjadi orang Kristen yang baik? “Kalau saya sudah menjalankan ini dan ini, kalau saya sudah berprestasi rohani, kalau saya sudah kerjakan kehidupan yang baik, baru saya boleh dibilang sebagai orang Kristen”. Tapi ada aspek yang lain lagi yaitu aspek yang salah, Saudara tidak menjadi orang Kristen karena telah melakukan sesuatu, tapi aspek yang lain adalah Saudara bisa jatuh dalam aspek antinomian. Satu sisi legalis, sisi lain antinomian. Legalis mengatakan “saya kerjakan dulu sesuai aturan, baru saya disebut Kristen”, antinomian mengatakan “tidak ada aturan, yang penting iman. Kalau kamu sudah dibenarkan oleh Tuhan, kamu tidak perlu kerjakan apa pun karena kamu sudah dibenarkan oleh Tuhan. Maka kalau kamu sudah dibenarkan, tidak masalah hidupmu baik atau buruk, sebab pembenaran tidak berdasarkan perbuatan. Pembenaran tidak berdasarkan perbuatan maka tidak masalah jika engkau punya kehidupan yang baik atau buruk”, itu antinomian. Sedangkan legalis mengatakan “hidupmu harus baik, baru Tuhan terima”. Kita bisa jatuh dalam salah satu dari dua ini. Bagaimana caranya kamu bisa menjadi orang Kristen yang baik? “kalau saya menjalankan kehendak Tuhan”, itu legalis. Bagaimana caranya jadi orang Kristen yang baik? “Tuhan yang pilih, tidak masalah saya hidup seperti apa karena Tuhan yang pilih”, itu namanya kelompok antinomian. Mempelajari Alkitab membuat kita sadar ada begitu banyak excess yang kita alami dan lakukan. Ada begitu banyak hal yang menjadi excess, kita mengerti A lalu menafsirkan dengan ekstrim, akhirnya kita salah. Atau kita mengerti B lalu kita tafsirkan secara ekstrim akhirnya bentur dengan pengertian A. Alkitab penuh dengan pengajaran yang membutuhkan hikmat untuk dipahami. Itu sebabnya di dalam Surat Yakobus mengingatkan orang Kristen untuk doa minta hikmat. Karena hikmat akan membuat kita menangkap apa yang Tuhan mau ajarkan. Banyak orang mendengar ajaran tapi tidak bisa diajar, ini salah satu peringatan Paulus di dalam suratnya. Orang mendengarkan pengajaran tapi tidak bisa diajar, mendengarkan pengertian tapi tidak menangkap pengertian. Maka kita perlu dengan rendah hati dan gentar minta kepada Tuhan, “Tuhan berikan saya hikmat supaya saya mengerti dengan tepat, supaya saya tidak salah di dalam menafsirkan apa yang Tuhan mau sampaikan kepada saya”. Maka pada hari ini kita akan lihat bagaimana iman dan pembenaran membuat orang menjadi umat, tetapi iman dan pembenaran tidak sama dengan izin untuk hidup rusak. Bagaimana saya menjadi milik Tuhan? Oleh karena iman, bukan oleh perbuatan, berarti saya menjadi milik Tuhan dan boleh sembarangan bertindak? Tidak. Kalau begitu saya menjadi milik Tuhan karena hidupnya beres? Juga bukan. Lalu bagaimana mengerti menjadi umat Tuhan? Ini sulit untuk kita mengerti karena seolah-olah dua sisi tadi adalah dua alternatif yang mungkin. Bagaimana menjadi umat? Jalankan dulu perbuatan baik, nanti Tuhan akan berikan upah. Begitu? Bukan. Bagaimana menjadi umat? Yang penting beriman, hidup rusak itu tidak masalah. Bukan seperti itu juga. Lalu pilihan lainnya apa? Kamu harus beriman dan hidup beres. Beriman dan hidup beres bukankah itu mirip yang pertama? Hidup beres nanti akan mendapatkan kebenaran, “tidak, itu legalis”. Lalu bagaimana? Apakah hidup tidak perlu beres? Hidup harus beres. Kalau hidup beres, bukankah itu sama dengan kelompok pertama? Ini jadi pertanyaan yang sulit untuk kita gali dan pahami, kecuali kita gali dan pahami dari Roma 4. Mari kita selidiki bagian yang kita baca dengan teliti sehingga kita bisa menjawab pertanyaan yang tadi.
- Surat Roma
- 18 Dec 2019
Diterima oleh Tuhan
Di dalam pasal 4 ini Paulus dengan sangat tepat menjadikan Abraham contoh. Apa contoh orang benar, siapa yang layak dijadikan contoh untuk pembenaran yang diberikan Tuhan kepada manusia? Abraham. Di dalam tradisi Israel, Abraham adalah orang yang sangat besar. Orang Israel percaya bahwa pada waktu Tuhan datang kembali, maka meja VIP, meja paling utama dimana mereka akan makan bersama Tuhan adalah meja yang dikepalai oleh Abraham. Siapa boleh makan satu meja dengan Abraham, Ishak dan Yakub? Hanya orang-orang saleh dari Israel, ini kepercayaan mereka. Tidak boleh orang Israel biasa yang datang ke situ, apalagi orang non-Israel. Orang kafir tidak boleh duduk satu meja dengan Abraham, Abraham terlalu agung. Meskipun Musa kerjakan banyak mujizat, lalu nabi-nabi begitu hebat memberikan tanda-tanda, tapi Abraham tetap menjadi tokoh paling utama dalam tradisi Israel. Karena mereka tahu mereka akan mendapat berkat oleh karena Tuhan berjanji kepada Abraham. Jadi semua orang Israel tahu tokoh paling besar adalah Abraham. Mengapa Israel bisa diberkati? Karena Tuhan sudah berjanji kepada Abraham. Mengapa Daud diberkati? Karena Tuhan sudah berjanji kepada Abraham. Abraham adalah orang yang besar sekali. Maka di dalam Roma 4 ketika Paulus memberikan Abraham sebagai contoh atau teladan iman, pasti tidak ada orang yang akan protes.
Tapi kalau Saudara dengan teliti membaca Surat Roma, ternyata Paulus mendeteksi kekurangan-kekurangan dari Abraham yang sangat fatal. Dan ini yang membuat takjub, ternyata Tuhan memberkati Abraham bukan karena Abraham punya kebenaran dalam dirinya. Maka kita sudah bahas minggu lalu bahwa Abraham ini adalah bapa dari banyak bangsa, namun waktu dia dipanggil oleh Tuhan, dia belum punya anak. Bagaimana mungkin tugas yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk beranak-cucu dan penuhi bumi sekarang diberikan kepada orang tua yang bahkan tidak punya anak. Seorang yang berusia 75 tahun bersama istrinya yang mandul dipanggil Tuhan dari negaranya untuk datang ke Kanaan, lalu Tuhan memerintahkan kepadanya “pindahlah, tinggalah di Tanah Kanaan dan Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar”. Dengan cara berpikir yang standarpun kita akan tahu bahwa itu tidak mungkin, Tuhan salah pilih orang. Tuhan memilih orang yang tidak punya dan sudah tua, lalu menjanjikan lewat mereka umat Tuhan akan menyebar di seluruh bumi dan menjadi banyak. Abraham pun heran terhadap pilihan Tuhan ini. Abraham tanya “Tuhan mengapa pilih orang bernama Abraham?”, tapi Tuhan mengatakan “percayalah kepadaKu”, “mau sih percaya, tapi agak sulit, tidak bisa nyambung antara percaya dan fakta, realita dan kenyataan terlalu jauh dengan apa yang Tuhan janjikan. Jadi saya sulit percaya kepada Tuhan”. Tapi Tuhan mengatakan “Aku sudah berjanji”. Dan di dalam Kitab Suci, Abraham dibenarkan oleh Tuhan karena dia percaya janji Tuhan, bukan karena Abraham yang bertindak, tapi karena Tuhan yang bertindak. Jadi iman adalah mempercayai bahwa Tuhan akan melakukan apa yang Dia katakan. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan melakukan ini” dan Saudara percaya, itu iman. Iman berarti mempercayakan apa yang Tuhan mau kerjakan kepada kuasaNya Tuhan. “Tuhan yang akan kerjakan dan saya percaya”, itulah iman. Jadi iman itu bukan ngotot, iman adalah mengenal firman dan mengamininya. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan memperbarui bumi”, dan Saudara percaya itu, berarti Saudara beriman. Kalau Tuhan mengatakan “Aku akan membangkitkan engkau sama seperti Aku membangkitkan Kristus”, dan Saudara percaya, itu iman. Tapi kalau Saudara mengatakan “saya percaya kalau saya yakin dan berdoa, besok saya akan mendapat Ferrari”, itu bukan iman. Karena Tuhan tidak pernah mengatakan di dalam Mazmur, Pengkhotbah, Kidung Agung, bahkan dari Kejadian sampai Wahyu bahwa engkau yang berdoa sungguh-sungguh akan mendapat Ferrari. Iman itu bukan sesuatu yang liar, iman itu bukan sesuatu yang mengatakan “kalau saya yakin pasti jadi”. Karena iman seperti itu mengasumsikan Tuhan yang pasif, lalu Tuhan yang tunggu, Tuhan yang tidak punya pengetahuan akan kerjakan apa, lalu Dia akan tunggu apa yang dikatakan manusia. Benar lawannya adalah tidak benar. Kalau benar berarti diperkenan oleh Tuhan, maka tidak benar, ini pakai kata lain, tidak benar di dalam Surat Roma memakai kata yang berarti sangat kafir secara status dan penyembahan, dan juga sangat liar secara hidup. Ini yang disebut asebeia, liar hidupnya, kafir dalam hal mengenal Tuhan, itu namanya tidak benar. Jadi kalau orang tidak kenal Tuhan dan tidak dibenarkan oleh Tuhan, dia akan jadi orang kafir, asebeia. Dia tidak akan punya hidup yang beres, dia tidak mungkin punya ibadah yang beres. Ibadahnya ngawur, kehidupannya ngawur dan juga cara menjalankan hidup sangat liar. Tetapi kalau orang dimiliki dan dibenarkan oleh Tuhan, dia akan menjadi orang yang menyembah Tuhan dan hidupnya penuh dengan keteraturan. Orang akan lihat hidupnya dan mengatakan “sungguh, kamu ini orang benar”. Maka benar berarti menjalankan yang Tuhan mau, dan salah-satunya adalah penuhi bumi dan taklukanlah itu. Abraham tidak jalankan itu karena Abraham tidak punya anak.
- Surat Roma
- 16 Nov 2019
Menyaksikan TUHAN bekerja
Sekarang kita membahas mengenai cara Paulus membahas tentang pembenaran dan dia memakai contoh yang sangat kuat yaitu Abraham. Abraham adalah seorang yang dijadikan benar oleh Tuhan. Tuhan menyatakan Abraham sebagai orang benar. Ketika Abraham percaya kepada Tuhan, Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Di dalam tema Reformasi seperti yang kita sudah ketahui, ada motif yang berulang yaitu mengenai tema pembenaran. Manusia dibenarkan bukan karena dia berbuat, tapi manusia dibenarkan karena dia beriman kepada Tuhan. Siapa orang pertama yang beriman kepada Tuhan dan dianggap sebagai orang benar? Salah satu yang dicatat adalah Abraham, di awal-awal, di Kitab Kejadian. Tentu selain Abraham ada lagi orang-orang yang dinyatakan benar oleh Tuhan. Namun kalimat mendeklarasikan benar ini ada di dalam Kejadian 15 ketika Tuhan berkata kepada Abraham. Dan ini yang sangat menarik hati para tokoh reformator karena Tuhan mendeklarasikan seorang menjadi benar. Dan ini bukan tema yang dipikirkan baru di zaman Reformasi, ini adalah tema yang sudah dibahas sejak sebelum Martin Luther.
Demikian juga dengan tema pembenaran, mengapa seseorang disebut benar? Tapi sebelum kita jawab itu, kita harus jawab dulu apa yang disebut dengan benar? Apa maksudnya ketika Tuhan membenarkan seseorang, apa maksudnya ketika seseorang disebut sebagai orang benar? Kalau kita membaca di dalam Kitab Kejadian, menjadi benar itu sebenarnya mempunyai pengertian yang simple. Menjadi benar berarti dia dimiliki oleh Allah. Allah yang memisahkan Set untuk menjadi keturunan yang melanjutkan Adam, Allah yang memisahkan garis keturunan yang takut akan Tuhan, memisahkan mereka dari dunia ini, itulah orang benar. Maka Abraham disebut orang benar karena dipanggil Tuhan menjadi milik Tuhan. Demikian sebelum Abaraham ada banyak orang yang Tuhan jadikan benar, Lot adalah orang benar, kemudian Habel adalah orang benar, Set adalah orang benar. Orang-orang ini adalah yang Tuhan pisahkan menjadi milik Dia di tengah-tengah dunia yang sudah memberontak kepada Dia. Maka sebenarnya dari awal pengertian pembenaran tidak berkait dengan apa yang dimiliki oleh seseorang, tapi lebih berkait pada keputusan Tuhan untuk menjadikan orang ini umatNya. Jadi siapa dijadikan umat, dia adalah orang yang dibenarkan oleh Tuhan. Tapi ketika seseorang dijadikan umat, dia tidak boleh hanya menjadi umat secara status, dia harus beda dengan dunia ini. Kalau dia tidak sama dengan dunia ini, maka ada kemungkinan dia menjadi umat. Tetapi ketika orang-orang seperti Lot, Set dan lain-lain disebut orang benar, mereka jadi milik Tuhan dan mereka harus beda dengan dunia ini. Mengapa beda? Karena di dalam pengertian orang Yahudi, umat Tuhan beda dengan bangsa lain yang memunyai kebiasaan mirip meskipun dewa-dewanya beda. Ini unik sekali, berhala boleh banyak tapi kita tetap satu dalam tingkah laku yang mirip. Bagi orang Yahudi, orang-orang kafir itu, para penyembah berhala tindakannya mirip-mirip meskipun dewanya lain-lain, dan namanya rumit dan banyak. Sehingga orang Yahudi menyadari kalau mereka hidup mirip bangsa-bangsa kafir itu, merkea tidak bisa menyebut diri milik Tuhan, karena cuma ada Tuhan, satu, berhadapan dengan para berhala. Dan para pengikut berhala ini ternyata semuanya mirip, kehidupan mereka begitu kacau dan begitu kotor dalam pandangan orang Yahudi. Maka bagi orang Yahudi, pengikut Tuhan adalah kelompok yang dibenarkan. Dibenarkan adalah dijadikan milik Tuhan, dijadikan umat, dianggap mewakili Tuhan, sehingga secara hidup mereka harus beda dengan para penyembah berhala. Bolehkah orang Israel membuat patung mirip orang-orang kafir itu? Tidak. Bolehkah mereka berdoa kepada yang lain selain kepada Tuhan? Tidak boleh. Bolehkah mereka memunyai perasaan kagum dan takut kepada kuasa apa pun di luar Tuhan? Tidak boleh. Mereka punya komitmen hanya pada satu Allah, ini yang tidak dimiliki oleh penyembah berhala dan tradisi penyembahan berhala di mana pun, tidak ada kesetiaan, tidak ada penyerahan diri kepada yang satu, tidak ada fokus untuk menyembah yang satu. Dan yang paling penting tidak ada pengertian bahwa seluruh realita bergantung pada satu pribadi ini, satu Allah. Ini yang dipahami oleh orang Yahudi. Maka orang benar adalah orang-orang yang memunyai Tuhan dan yang bukan memunyai berhala, yang beribadah kepada Tuhan dan bukan beribadah kepada berhala. Mengapa Abraham disebut benar? Karena dia beribadah kepada Tuhan. Lalu bagaimana awal dia bisa beribadah kepada Tuhan? Karena Tuhan yang panggil. Ini yang unik, Tuhan memanggil orang untuk menjadi milik Dia, bukan membuat pendaftaran untuk orang-orang menjadi milik Tuhan. Dan Saudara bisa melihat mulai dari pemanggilan itu, di Kejadian 12 sampai seterusnya, Abraham tidak menunjukan hati yang beribadah kepada ilah manapun, hanya kepada Tuhan. Dia datang dari daerah yang menyembah berhala, seperti yang dikatakan Kitab Yosua, tapi Abraham tidak pernah menyembah yang lain selain Tuhan. Jadi penyembahan kepada Tuhan, hanya kepada Tuhan itulah yang membuat orang disebut benar. Hanya kepada Allah menjadikan orang itu benar. Kalau dia menyembah Allah tapi juga menyembah yang lain, dia bukan orang benar. Di dalam Perjanjian Lama ada nabi-nabi yang bukan dari Israel tapi yang hidupnya ngawur. Ada orang yang seperti Bileam, yang mengaku dapat firman dari Tuhan, tapi dia juga menyembah yang lain, terutama uang. Maka dia bukan orang benar. Siapa orang benar? Orang benar adalah yang hatinya hanya diarahkan kepada Tuhan, hatinya hanya menyembah Tuhan. Dan karena hatinya menyembah Tuhan, maka hidupnya pun akan menjadi hidup yang dipakai oleh Tuhan yang satu ini. Bagi orang Yahudi, Tuhan adalah Tuhan yang bekerja di bumi sekarang, bukan Tuhan yang abru nanti kerja setelah kiamat, atau Tuhan yang meninggalkan bumi ini dan menunggu dengan pasif di sorga, tidak. Dia adalah yang bekerja aktif di bumi. Dan Tuhan bekerja di bumi melalui orang benar, melalui umatNya. Itu sebabnya orang-orang yang dibenarkan adalah orang-orang yang akan dipakai Tuhan untuk menjalankan apa yang Tuhan mau.
- Surat Roma
- 16 Nov 2019
Bersatu di dalam Kristus
Di dalam ayat-ayat ini seperti ada benturan antara Taurat dan Kristus, tapi kalau kita sudah mengikuti pembahasan yang lalu kita tahu bahwa Taurat yang diserang di sini, yang dikritik oleh Paulus bukan Taurat yang ada di dalam Perjanjian Lama, bukan perkataan dalam Alkitab yang ada di dalam Perjanjian Lama. Taurat yang dikritik adalah Taurat yang digunakan sebagai cara untuk menjadi sombong, Taurat yang digunakan orang untuk menunjukan kebaikannya. Jadi Paulus tidak mengatakan bahwa Taurat itu jelek, nanti kita akan lihat di bagian selanjutnya dan sudah kita lihat juga di bagian sebelumnya, bahwa Taurat tidak pernah dianggap jelek oleh Paulus. Taurat itu sangat baik, mulia, indah, sangat bagus, tapi manusia berdosa menggunakan Taurat sebagai cara untuk membesarkan diri. “Saya sudah menjalankan Taurat dan karena itu saya berhak diselamatkan”, maka kesimpulan saya berhak selamat karena sudah menjalankan Taurat, itu yang dikritik oleh Paulus. Tidak ada orang bisa dibenarkan oleh Tuhan karena usaha dia. Dan Taurat tidak pernah diberikan oleh Tuhan untuk menjadi syarat sehingga manusia bisa berusaha dan setelah itu mendapat upah keselamatan. Paulus menggerakan kita untuk melihat argumen-argumen dia di dalam pasal 3&4, ada argumen yang sangat ketat sekali dan sangat akurat. Paulus mengatakan bahwa Abraham pun dibenarkan bukan karena menjalankan sesuatu, Abraham dibenarkan karena iman. Maka dibenarkan karena iman dengan dibenarkan karena menjalankan Taurat itu dua hal yang sangat beda. Apa yang membedakan? Paulus di dalam Surat Korintus sangat menekankan tenang Kristologi, bagaimana engkau berada di dalam Kristus. Di dalam Surat Roma, Paulus sangat menekankan mengenai pembenaran, bagaimana engkau menjadi benar. Dan Paulus tidak pernah memisahkan kebenaran dengan Kristus. Jadi apa yang membuat Taurat begitu jelek di dalam ajaran Paulus? Bukan karena Taurat di dalam dirinya jelek, tapi karena Taurat digunakan untuk membuat orang dipisah dari Kristus. Kalau saya bisa menjalankan sesuatu untuk mejadi baik, maka saya akan jalankan itu, dan ketika saya berhasil saya akan mendapatkan pembenaran. Dan ini bukan berarti misalnya orang-orang tidak makan babi, tidak makan kepiting, tidak makan belut, hari Sabtu beribadah bukan hari Minggu, bukan seperti itu. Kalau Saudara mengatakan “saya tidak pernah membenturkan Kristus dan Taurat, buktinya saya tidak pernah menjalankan Taurat”, itu jawaban yang ngawur karena Saudara sedang membenturkan Taurat dengan Kristus. Paulus tidak membenturkan Taurat dengan Kristus, Paulus sedang benturkan tanggapan orang tentang Taurat yang membuat Kristus tidak signifikan untuk dia. Mengapa Kristus tidak signifikan? Karena dia bisa mencapai apa yang dia inginkan di dalam keadaannya di hadapan Tuhan lewat cara yang bukan Kristus. “Bagaimana kamu diterima oleh Tuhan?”, “dengan menjalankan Taurat”, itu perkataan orang Farisi. Tapi kalau ditanya kepada kita, “bagaimana kamu diterima oleh Tuhan?”, mungkin kita akan menjawab “dengan pelayanan”, ini tidak menegasi yang tadi. Lalu Saudara pamerkan pendaftaran Saudara dan nomor-nomornya waktu berdoa, “Tuhan, saya sudah lakukan ini”. Itu yang sedang Paulus kritik. Jadi Paulus tidak kritik Tauratnya, Paulus kritik apapun yang dipakai untuk membuat orang menganggap dirinya saleh. Apa yang membuat kamu merasa lebih saleh dari orang lain? Apa yang membuat kamu merasa lebih baik dari pada orang lain? “Saya sudah menjadi orang yang melayani Tuhan, saya sudah mengerjakan ini dan itu, saya sudah melakukan ini dan itu”, itu yang Paulus kritik. Maka Paulus sedang memberikan pengertian bahwa Taurat tidak boleh digunakan sebagai cara untuk membesarkan diri, sebaliknya Taurat harus dipakai untuk membuat kita mengoreksi diri.
- Surat Roma
- 16 Nov 2019
Mengapa tidak mencari Tuhan?
Seperti yang sudah kita bahas, Surat Roma sangat menekankan hidup benar. Jadi kalau kita melihat apa yang dikatakan oleh Luther di dalam reformasi, kita pasti akan menekankan pentingnya status. Karena pembenaran oleh iman itu merupakan pembenaran yang sifatnya status. Martin Luther menekankan ini di dalam pergumulan teologinya, apa yang diperlukan orang Kristen? Luther menekankan yang diperlukan oleh orang Kristen adalah mengetahui dengan pasti bahwa Allah sudah menerima dia. Kalau ini tidak ada, Saudara tidak mungkin menjadi orang Kristen. Orang Kristen adalah orang yang sudah tahu dengan pasti bahwa Allah sudah menerima dia. Dan apa yang dikatakan oleh Luther dikatakannya untuk mengkritik praktek indulgensia. Praktek yang menekankan bahwa penerimaan Tuhan itu berdasarkan apa yang kamu berikan. Pembenaran diberikan terlebih dahulu, bukan sesuatu yang menyusul belakangan. Penekanan ini sangat penting dalam tradisi gereja, dan banyak bagian dari Surat Roma menekankan hal ini, “kamu diterima oleh Tuhan, maka kamu menjadi Kristen. Kamu tidak menjadi Kristen untuk diterima oleh Tuhan, kamu menjadi Kristen karena diterima oleh Tuhan”. Ini pengertian yang sangat indah, sehingga ketika Martin Luther membela posisi ini di tahun 1518, ketika dia mengadakan pembelaan di Heidelberg. Martin Luther mengatakan bahwa yang dia sampaikan adalah ajaran Augustinus, bukan ajaran dia sendiri. Ketika para pengikut Augustinus berkumpul dan mendengarkan dia, mereka tanya “ajaran Augustinus mana yang kamu maksudkan? Mengapa engkau menganggap bahwa reformasi yang dicetuskan ini adalah kembalinya gereja pada ajaran Augustinus, yang mana yang kamu sedang tekankan?”. Maka Martin Luther membagikan pengertian Augustinus tentang kasih. Augustinus memunyai pembahasan tentang kasih begitu banyak, sehingga kita tidak bisa tidak merasa sangat hangat, sangat penuh dengan sentuhan dari teologi karena Augustinus. Teologi bukan satu bidang kering yang membuat kita memunyai banyak pengetahuan. Teologi adalah satu pernyataan yang menyimpulkan dari Kitab Suci sehingga kita mengenal Tuhan. Teologi adalah cara membahasakan Alkitab dengan cara yang bisa membuat kita mengenal Tuhan. Dan Augustinus melakukannya dengan sangat baik, karena dia memberikan pengertian tentang kasih. Kasih begitu indah, kasih begitu agung, “kasih memenangkan saya, karena Tuhan mencintai saya maka saya bisa meresponi Dia dengan cinta kepada Tuhan”. Augustinus menekankan tidak ada orang Kristen bisa datang kepada Tuhan jika Tuhan tidak terlebih dahulu memanggilnya. Dan jika kita tidak terlebih dahulu mengenal Alalh sebagai Allah yang adalah kasih, kita tidak mungkin datang kepada Dia. Maka apa yang Martin Luther dan Augustinus tekankan itu sama. Gereja menekankan “kamu bukan siapa-siapa, kamu berprestasi dulu baru diperkenan oleh Tuhan. Kamu kejar dulu penerimaan, baru kamu mendapat penerimaan dari Tuhan. Kalau kamu tidak melakukan apa-apa, jangan harap diterima Tuhan, kamu terlalu hina untuk diterima Tuhan”. Tapi Luther membela dengan mengatakan “tidak, kamu tidak mungkin diterima oleh Tuhan dengan pencapaianmu. Kalau Tuhan tidak menerimamu terlebih dahulu, itu tidak ada gunanya”. Maka penerimaan Tuhan diberikan lebih dulu, baru engkau bisa mengerti bagaimana hidup untuk Tuhan. Jadi Tuhan terima saya dulu, saya si pendosa. “Tapi saya masih banyak dosa”, kalau kamu harus bereskan dosa dulu baru diterima oleh Tuhan, bukankah itu berarti kamu menjadi orang yang berprestasi dulu baru diterima. Luther tidak setuju dengan ide ini, dan dia mengatakan Augustinus pun tidak setuju.
Lalu apa beda Luther dan Augustinus? Luther memakai bahasa penerimaan sedangkan Augustinus memakai bahasa kasih. Maka Luther menjelaskan dalam Heidelberg disputation, bahwa ketika dia menekankan penerimaan yang dia maksud adalah kasih. Itu sebabnya dalam diputasi ini dia mengutip Augustinus yang mengatakan “kita mencintai apa yang sudah layak dicintai. Kalau ada sesuatu yang layak dicintai, baru saya bisa mencintai. Tapi Augustinus mengatakan (dan ini dikutip oleh Luther) kalau Tuhan memakai cara itu, tidak ada satu pun dari kita yang bisa diterima oleh Tuhan. Ketika Tuhan mengatakan “Aku akan mencintai yang layak dicintai”, tidak ada satu pun yang layak dicintai. Kalau begitu bagaimana mungkin Tuhan mencintai manusia? Augustinus mengatakan Tuhan tetap mencintai manusia, karena Tuhan memunyai cinta yang creative, bukan created love. Tuhan memunyai kasih yang mencipta. Tuhan memunyai kasih bukan kasih yang pasif, “karena sudah ada hal yang baik maka saya mencintai”. Kalau Tuhan mencintai dulu baru ada hal baik yang bisa muncul. Itu sebabnya argumen Tritunggal Augustinus berbicara tentang kasih juga, kalau Saudara tahu argumen ini. Luther mengutip Augustinus, cinta Tuhan lain, cinta Tuhan adalah cinta yang memunculkan keadaan. Karena ada cinta maka keadaan muncul. Ini cara berpikir yang sangat jenius dari Augustinus dan sangat biblikal. Yang membuat seorang teolog jenius adalah dia mampu mengekspresikan Alkitab sehingga kita menyadari berapa dalamnya Alkitab itu. Mengapa Augustinus jenius? Dia bukan jenius karena punya pikiran jenius, dia jenius karena dia menangkap jeniusnya Alkitab. Jadi tidak ada ide baru dari Augustinus, semua itu ada dalam Kitab Suci. Seorang pemikir dari Jerman bernama Theodor Adorno, dia mengatakan bahwa dunia zaman modern kita adalah dunia industri. Dan industri memakai kebudayaan untuk membuat kita sibuk. Kita ada dalam budaya sibuk sehingga kita tidak ada waktu untuk duduk dan merenung. Kita tidak sempat berpikir, akhirnya kita terus sibuk tanpa pikir. Tapi kalau kita sibuk tanpa pikir, kita akan sulit mengetahui siapa diri kita. Maka Adorno mengatakan dunia kita adalah dunia yang gampang mencari keuntungan dari orang yang tidak berpikir. Orang yang tidak berpikir, gampang ditipu. Misalnya ketika ada iklan yang mengatakan “jika kamu lebih cantik, kamu akan lebih laku dan bahagia”, maka produk kecantikan pasti laku. Tapi orang tidak duduk dan berpikir lalu mulai merenung apa itu cantik, “apakah cantik harus model seperti ini?”, ini perenungan yang berbahaya bagi dunia industri, “sudahlah, kamu jangan pikir, belanja saja. Kalau kamu sudah belanja kamu akan bahagia”. “I shop therefore I am”, ini sindiran James Smith terhadap manusia, “saya manusia karena saya belanja, saya manusia karena saya tahu ada kekurangan dan pasar menyediakan isi bagi kekurangan saya ini. Hidup saya penuh dengan hole inside, kehampaan dan tidak ada yang mampu mengisi kekosongan jiwaku kecuali apa yang ditawarkan oleh pihak industri”.
- Surat Roma
- 12 Nov 2019
Dibebaskan oleh Injil untuk menyenangkan Allah
Identitas dan kehidupan adalah satu kesatuan. Di dalam bagian selanjutnya tema ini dibahas lebih dalam oleh Paulus. Dan Paulus membahas tema ini dengan sangat unik yaitu dia berdiskusi dengan dirinya sendiri, dia memikirkan pertanyaan dan memikirkan kemungkinan jawaban dari pertanyaan ini. Dikatakan “kalau begitu apa kelebihan orang Yahudi, apa gunanya sunat?”, maksudnya adalah jika orang yang bersunat tidak dianggap dia menjalankan kehidupan yang baik, maka apa gunanya sunat? Apa gunanya menjadi orang Yahudi kalau ternyata orang bangsa lain pun bisa menjadi orang benar. Jadi kalau bangsa lain yang bukan Yahudi menjalankan kehidupan yang baik, diperkenan oleh Tuhan, orang Yahudi menjalankan perbuatan baik dan diperkenan oleh Tuhan, lalu apa beda Yahudi dan bukan Yahudi? Jika kelompok tidak bersunat menjalankan perintah Tuhan dan kelompok bersunat tidak menjalankan, Tuhan berkenan kepada yang tidak bersunat itu. Kalau begitu apa uniknya menjadi bangsa pilihan? Ini menjadi pertanyaan yang sangat serius untuk dipikirkan, karena seolah-olah tradisi Perjanjian Lama, pemanggilan Israel sebagai bangsa dan janji Tuhan kepada mereka sebagai bangsa, seperti tidak ada artinya. Karena bangsa lain pun bisa berbagian. Jadi apa uniknya Israel? Paulus mengatakan satu hal di dalam ayat 2, “sebab kepada mereka dipercayakan firman Allah”. Keunikan Israel akan Paulus bahas lebih banyak lagi di pasal 9. Jadi kita akan menunggu waktu cukup lama untuk mengerti lebih banyak dari apa yang Paulus katakan karena baru akan kita bahas di pasal 9. Tapi pasal 3 ini sudah memberitahukan kepada kita tema yang sangat inti yaitu bahwa Tuhan mempercayakan firman kepada Israel. Kalau Tuhan mempercayakan firman berarti di dalamnya Tuhan juga mempercayakan aturan dan janji. Nanti ini akan kita kaitkan dengan ayat 3 bahwa ketika Tuhan menyatakan firman, di dalam firman ada aturan yaitu bagaimana harus hidup, dan ada janji yaitu apa yang Tuhan akan kerjakan untuk Israel. Jadi di dalam firman Tuhan, Tuhan menyatakan tuntutan supaya Israel taat kepada Dia, dan ini yang berkait dengan pasal 2 tadi, “jika kamu mengerti tuntutan Tuhan dan tidak menjalankan maka kamu jauh lebih buruk dari pada orang yang tidak mengerti langsung (tidak diberikan firman seperti Israel) tapi menjalankan apa yang menjadi tuntutan Tuhan”. Menjalankan hidup sesuai yang Tuhan mau, itu yang menjadi inti sebenarnya. Jadi Tuhan menyatakan firman berarti Tuhan menyatakan apa yang Dia tuntut dari umatNya. Tuhan menghendaki umatNya untuk hidup dengan cara yang benar, ini menjadi sorotan Surat Roma. Tentu ada banyak hal yang Tuhan nyatakan tentang apa yang harus dijalankan umat, namun Surat Roma sangat menekankan kebajikan dan kebenaran, righteousness. Yang Tuhan tuntut dari umatNya adalah supaya umatNya menjadi umat yang benar. Umat yang benar berarti mampu hidup benar, mampu memperlakukan orang lain dengan benar dan mampu menciptakan masyarakat atau komunitas yang adil. Keadilan menjadi tema penting, bagaimana Israel menjadi umat yang adil, memperlakukan sesamanya dengan tepat, menghargai kebajikan dan kekudusan dan membenci keberdosaan, ini harus terjadi di tengah-tengah Israel. Itu yang Tuhan inginkan. Jadi Tuhan punya tuntutan terhadap umatNya, ini aspek yang seringkali kita abaikan. Tuntutan Tuhan terlalu dianggap remeh ketika kita sudah terbiasa menjadi umat yang tidak melihat langsung tindakan Tuhan kepada umatNya. Ada hal yang unik dalam reformasi, dalam pikiran Luther dan Calvin. Ada hal unik yang dibahas oleh para reformator yaitu mengenai Allah yang tidak kelihatan. Bagaimana sebenarnya gereja harus bersikap atau orang percaya harus bertindak di dalam hidup menghadapi Allah yang tidak kelihatan, Allah yang sepertinya tersembunyi. Allah yang tidak kita lihat hukumanNya, Saudara kalau bisa melihat langsung hukuman Tuhan, kita tidak mungkin hidup sembarangan. Kalau ada di antara kita yang main-main lalu api turun dari langit, kita tidak mungkin hidup dengan cara main-main. Tapi kita tidak melihat Tuhan bertindak, Tuhan tidak jelas karena kita tidak mengalami Dia. Tuhan tidak terlihat dan Tuhan tindakanNya seperti tersembunyi dari kita. Bagaimana kita memahami tema ini? Luther menawarkan memahami Tuhan lewat cara salib. Jadi bagaimana mengenal Tuhan yang tersembunyi? Renungkan tentang salib. Kekristenan bukan cara mudah karena kita harus meruntuhkan cara pikir kita yang sudah dibiasakan, yang dibentuk oleh budaya ini, oleh orang tua, oleh keluarga, yang ternyata tidak selaras dengan yang Tuhan mau. Kita perlu bereskan ini. Ada problem besar dalam hidup kita yang tidak Kristen, meskipun kita agama Kristen, maka kita perlu mengerti firman. Lagipula Saudara dan saya mengerti firman bukan hanya untuk mengerti perintah lalu jalankan, kita pun mendapatkan firman sebagai bagian dari kebutuhan kita akan keindahan. Saudara perlu mengalami keindahan Tuhan. Dan keindahan itu tidak bisa dipahami tanpa firman. Tapi ketika Saudara sudah punya kerangka firman yang benar dalam diri kita, kita akan mudah melihat kemuliaan Tuhan dimana-mana.
- Surat Roma
- 12 Nov 2019
Sunat Hati
Paulus membagikan tema yang sebenarnya sudah sangat lama ada yaitu tema yang sudah ada di Kitab Suci dari Kitab Ulangan. Di dalam Ulangan 10 misalnya, Tuhan mengatakan bahwa Tuhan ingin orang Israel bersunat hati. Supaya apa? Di dalam Ulangan 10 dikatakan supaya engkau tidak tegar tengkuk, supaya engkau tidak keras di dalam kehidupan lamamu. Ini hal pertama yang dinyatakan dalam Kitab Ulangan mengenai sunat hati. Jika engkau bersunat secara fisik namun tidak bersunat hati, Tuhan akan membuang kamu. Tapi jika engkau memunyai hati yang bersunat, maka engkau akan hilangkan tegar tengkukmu, itu Ulangan 10. Lalu di Ulangan 30, Tuhan menyatakan lagi tema ini yaitu sunat hati. Di dalam Ulangan 30 Tuhan mengatakan “Aku akan sunat hatimu, supay aengkau memapu mengasihi Tuhan”. Jadi Ulangan 10 mengatakan jika engkau tidak sunat hati, engkau akan tegar, engkau akan terus-menerus hidup di dalam cara yang lama. Ini ada konteks juga di dalam Kitab Ulangan, Musa sedang menegur kekerasan hati orang Israel yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan di Mesir. Mereka terus-menerus ingat Mesir, bahkan berhala Mesir pun menjadi berhala yang mereka bentuk lalu mereka katakan “ini adalah tuhan”. Musa mengerti ketegaran hati orang Israel dan dia mengatakan “satu-satunya cara supaya ketegaran hatimu bisa hilang adalah kalau kamu bersunat hati”. Demikian di dalam Ulangan 30 “jika kamu mendapatkan anugerah Tuhan, Tuhan akan menyunat hatimu dan engkau akan mencintai Tuhan. Engkau akan mengasihi Tuhan dengan segenap dirimu, segenap kekuatanmu, segenap gairahmu, segenap kesenanganmu, segenap dirimu”. Ini yang diulangi oleh Yeremia, di dalam Yeremia 4, Yeremia menyatakan hal yang sama. Yeremia mengatakan “sunat hatimu bukan tubuhmu. Sunat hatimu bukan fisikmu”. Jadi ini bukan tema Kristen. Sunat secara hati adalah hal yang Tuhan mau ada pada Israel. Jadi Paulus tidak sedang mengatakan sesuatu yang baru atau aneh, tapi dia sedang mengatakan yang para Kristen dan juga kelompok penganut agama Yahudi yang sudah ketahui. Sunat bukan sekedar fisik, sunat adalah yang berkait dengan menghilangkan hati yang lama kemudian meletakan hati yang baru. Nanti di Yeremia juga digenapi bagaimana Tuhan menyunat hati yaitu dikatakan bahwa Tuhan akan memberikan perjanjian baru. Yang dimaksud perjanjian baru bukanlah PB, yang Tuhan maksudkan adalah kalau dulu huruf-huruf dari Tuhan tertulis di batu, “termasuk batu hatimu”, itu sindirannya. Maka di perjanjian yang baru ini Tuhan akan membuat kamu mendapatkan pengenalan akan Tuhan melalui firman yang erukir dalam hatimu, loh hati. Sehingga kamu besar atau kecil, tua atau muda, tidak perlu lagi dipaksa untuk kenal Tuhan, diajar dengan cara yang sangat keras. Tapi kamu dengan sukacita mengenal Dia. Jadi Saudara lihat ada perubahan hati dan itu disimbolkan dengan sunat. Banyak dari kita yang mengatakan “kalau sunat hati, saya mengerti. Hati yang lama dibuang, hati yang baru dinyatakan”. Tapi saya masih sangat aneh dengan konsep sunat dari Perjanjian Lama, mengapa mesti ada sunat? Sehingga kita berkata “di Perjanjian Lama kan Tuhan berikan syarat yang sulit supaya orang mensyukuri anugerah di dalam Kristus”. Kalau dulu banyak sekali aturan, sekarang tiba-tiba aturannya hilang, sehingga kita mengatakan “puji Tuhan saya hidup di dalam zaman Kristus, sehingga saya tidak perlu mengikuti hal-hal yang rumit”. Kalau yang lama adanya peraturan menggelikan dan sangat sulit dijelaskan, tapi di Perjanjian Baru hanya ada peraturan kasih”. Tapi kita akan salah mengerti karena di dalam Perjanjian Baru, segala hal yang diajarkan di Perjanjian Lama itulah yang digenapi oleh Kristus. Jadi saya sangat berharap kita bisa melihat keindahan, kaitan antara tema-tema di dalam Taurat dengan Kitab Nabi-nabi dan juga di dalam Kitab Perjanjian Baru.
Perjanjian Baru tidak mengajarkan yang baru dan membuat yang lama itu hilang. Seorang teolog Belanda yang bernama Herman Bavinck pernah mengatakan di dalam hati kita ini bisa jatuh ke dalam dosa dari kelompok Marcion. Marcion adalah bidat yang mengatakan bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang jahat, Allah yang berkuasa dengan sewenang-wenang. Tapi puji Tuhan ada Allah yang baru yang mengirim Kristus untuk menyatakan bahwa perjanjian baru sudah tiba, Bapa yang penuh kasih sudah menang. Ajaran itu bidat luar biasa. Ajaran itu sudah dikutuk dan ditentang oleh gereja. Tapi Bavinck mengatakan “kita memang mengutuk dan menentang ajaran Marcion, tapi di dalam level yang kecil kita masih anut”. Kita masih melihat superioritas Perjanjian Baru dari Perjanjian Lama. Kita masih lihat Perjanjian Baru kalau dibaca itu relevan sekali dengan hidup, sedangkan Perjanjian Lama isinya begitu banyak hal aneh. Perjanjian Baru adalah perjanjian anugerah, sedangkan Perjanjian Lama adalah perjanjian yang ketat dan keras. Demikian juga tema-tema Perjanjian Baru sebenarnya tema-tema Perjanjian Lama yang disoroti setelah ada penggenapan di dalam Kristus. Sehingga (mungkin ini yang lumayan mengerikan) Saudara dan saya akan sulit menghargai kelimpahan Kristus kalau kita tidak membaca tenang Kristus sebagai penggenapan dari ajaran Perjanjian Lama, termasuk ajaran sunat.
Itu sebabnya kita tidak bisa mengatakan sunat itu miliknya agama seberang, kita tidak ada sunat. Lalu kita mulai menghina “masa ada agama yang main potong-potong? Sudah bagus dicipta, kemudia dipotong, mengerikan sekali”. Kalau Saudara mengerti konteks dari Perjanjian Lama, Saudara akan mengerti mengapa tema sunat itu indah sekali. Dan sulit bagi kita untuk menikmati kelimpahan Injil, kecuali kita memaknai sunat dengan benar.
- Surat Roma
- 12 Nov 2019
Apakah kita sudah berlaku adil pada sesama?
Kita sudah membahas mengenai Taurat dan kefasikan orang-orang yang beragama. Kita sudah membahas bagaimana orang-orang yang mengatakan “jangan mencuri”, sendirinya mencuri, “jangan berzinah” sendirinya berzinah”. Dan kita sudah membahas konteks dari pencurian dan perzinahan ini adalah perampokan rumah berhala. Ada kelompok ekstrismis Yahudi yang bekerja sebagai gerombolan untuk membakar, menghancurkan bait-bait atau kuil-kuil dari agama lain. Mereka hancurkan patung-patung berhala, bahkan mereka mungkin membunuh imam-imam yang menyembah berhala itu dan mereka merampok harta di dalamnya. Lama-lama kelompok itu semakin besar dan akhirnya ditunggangi oleh orang-orang yang memang mau merampok. Mereka mau merampok tapi memakai alasan “kita melakukan pekerjaan kudus, kita mau hancurkan rumah berhala, kita mau bakar penyembah-penyembah berhala”, dan mereka menjadi perampok yang memakai kedok agama. Inilah konteks Paulus untuk menyindir orang Yahudi. Tentu tidak semua orang Yahudi seperti itu, tapi Paulus memunyai kebiasaan paling tidak di pasal 1 dan 2 untuk menyindir orang berdosa dengan memakai dosa paling besar, paling tidak dosa terbesar menurut pandangan umum. Dari zaman sebelum modern, yaitu zaman abad pertengahan atau pun zaman Alkitab, orang sering berargumen dengan memakai argumen yang diterima umum sebagai landasan. Seringkali orang-orang zaman itu, sampai pada zaman reformasi sebenarnya, memakai argumen seperti ini “kita sama-sama tahu bahwa ini adalah benar, maka saya berkata…”. Selalu harus ada pengetahuan yang dipercaya oleh kedua pihak, baru ada argumen lebih lanjut. Di dalam pasal pertama Paulus memakai argumen bahwa orang yang sangat berdosa, dia berdosa karena dia sudah meninggalkan Tuhan, dan karena dia sudah meninggalkan Tuhan maka menjadi orang yang secara seksual begitu rusak, melampiaskan hawa nafsu sehingga terjadi praktek homoseksualitas. Orang Yahudi pada waktu itu sama-sama tahu bahwa ini adalah dosa sangat besar. Terjadi di Kitab Kejadian, di Kota Sodom, juga terjadi di Kitab Hakim-hakim di sebuah kota di tanah Benyamin. Dari dua contoh kasus ini, orang-orang sama tahu bahwa penyimpangan seksual, homoseksualitas adalah dosa yang sangat besar. Maka Paulus memakai contoh ini baru dia berargumen “kamu semua sama berdosanya”, itu cara Paulus. Dia memakai contoh dosa paling besar setelah itu dia mengatakan “kamu pun tidak beda dengan mereka yang melakukan dosa ini”, itu sangat kena. Kalau dia hanya memakai contoh dosa-dosa kecil, agak sulit untuk membuat orang sadar bahwa dirinya berdosa. Seumpama saya mengatakan “anak saya pernah mencuri permen, sama seperti dia kamu pun berdosa”, Saudara tidak akan merasa tergerak “sama seperti anak bapak yang mencuri permen, lalu kenapa? Saya bisa bayar kembali permennya”. Tapi kalau Paulus mengatakan “sama seperti orang-orang ini penyembah berhala”, orang-orang Israel mengatakan “iya penyembah berhala, saya muak dengan mereka”. “Dan mereka begitu gawat hidupnya, sehingga mereka melakukan praktek homoseksual”, orang Yahudi semakin marah dan mengatakan “benar, ini memang dosa yang sangat besar”. Lalu Paulus mengatakan “tapi kamu juga sama, kamu pun pelanggar hukum Taurat”, ini kena. Demikian juga di pasal 2, Paulus mengatakan “kamu yang mengatakan jangan mencuri, kamu sendiri mencuri. Yang mengatakan jangan berzinah, kamu sendiri berzinah. Yang mengatakan jangan menyembah berhala, kamu sendiri merampok rumah berhala”. Ini Paulus katakan untuk mengingatkan kelompok-kelompok liar ini, gerombolan-gerombolan yang suka merampok bait atau kuil dewa lain, dan mereka melakukannya demi uang. Mereka dianggap kelompok penyembah berhala yaitu uang, dan mereka melakukan pencurian, perampokan, dan pembunuhan demi uang tapi pakai kedok agama, jahat sekali. Maka Paulus mengatakan “sama seperti mereka, kamu juga berdosa”, itu argumennya Paulus. Setelah Paulus mengatakan “kamu yang mengatakan jangan mencuri tapi kamu sendiri mencuri, jangan berzinah tapi kamu sendiri berzinah. Kamu yang mengatakan jangan menyembah berhala, kamu sendiri menyembah, merampok rumah berhala”.
- Khotbah
- 12 Nov 2019
Kita pembawa pesan Tuhan
Saya harap setelah mendengar khotbah ini, Saudara bisa membaca dengan teliti Maleakhi hanya 4 pasal, dan Saudara bisa melihat gambaran yang lebih besar. Maleakhi kalau saya gambarkan bisa seperti tukang potret, dari pasal 1-4 dia seperti tukang potret, seorang jurnalis yang memotret kondisi kehidupan umat Tuhan. Yang dipotret ternyata bukan satu jenis orang saja, tapi jenis-jenisnya cukup banyak yaitu range dari imam, pemimpin, sampai kepada orang awam atau rakyat biasa. Dan zaman Maleakhi adalah zaman Israel pulang dari Babel, jadi setelah Israel dibuang ke Babel selama 70 tahun maka mereka pulanga tau dipulangkan oleh Tuhan ke Tanah Perjanjian kembali. Ada beberapa periode kepulangannya yaitu ada pada zaman Zerubabel, ada Ezra, diteruskan dalam zaman Nehemia. Ada beberapa hal besar yang terjadi setelah mereka pulang yaitu membangun kembali Bait Allah, diajar oleh Ezra, seorang yang kompeten mengajar Alkitab dan kemudian ketika zaman Nehemia ditutup dengan pembangunan tembol Yerusalem, sehingga kota mereka terjaga baik kembali. Tapi hal ini ternyata kalau kita membaca Maleakhi, kita akan menemukan potret yang cukup sinis, memotret kehidupan-kehidupan dengan potret-potret yang penuh dengan sindirian. Saudara kalau pernah melihat pameran foto, Saudara akan melihat beberapa jenis foto yang ditampilkan, foto itu berupa deskriptif atau berupa foto yang menggugah sesuatu, atau foto itu sedang menyampaikan kritik sosial. Dan yang kita jumpai dalam Maleakhi ini adalah foto kritik sosial, karena sebenarnya orang-orang yang pulang dari Babel adalah orang-orang yang punya tekad cukup besar untuk mengambil satu komitmen tidak menyembah berhala. Maka kalau Saudara lihat dalam Maleakhi, nanti semua percakapan ini tidak ada satu pun yang Tuhan singgung tentang dosa yang sama yaitu menyembah berhala. Tapi ternyata potret sindiran ini masih bisa ditemui karena ternyata kondisi ini sangat parah, yaitu orang-orang yang kembali ini ternyata tidak seperti yang diharapkan. Mungkin juga mereka menghadapi kondisi yang tidak diharapkan. Jadi waktu mereka pulang ke Yerusalem, mereka berharap ada pemulihan besar-besaran, karena Tuhan sudah menghukum mereka 70 tahun di Babel, maka waktu pulang ekspektasinya paling tidak mereka bisa membangun kembali kerajaan yang besar, mungkin seperti zaman Salomo, karena dijanjikan ada anak Daud yang bertahta selama-lamanya. Tapi faktanya mereka hanya melihat reruntuhan, orang-orang kelas bawah yang ditinggal karena Babel hanya mengambil orang-orang yang bagus, orang sehat, orang pintar, orang yang sudah dipilih, dan yang ditinggal hanya orang-orang sisa. Dan orang-orang sisa ini pasti adalah orang yang pendidikannya tidak bagus, semua tidak bagus, sehingga terjadi kekacauan yang cukup besar. Sehingga mereka menghadapi hidup yang sulit juga ketika pulang dari Babel. Mereka menghadapi tanah-tanah mereka diperebutkan orang, mereka menghadapi situasi politik dan ekonomi yang cukup kacau, mereka menghadapi orang-orang yang “masih saja, meskipun sudah dihukum Tuhan selama 70 tahun, masih campur dengan berhala yang lain”, masih ada juga di situ. Jadi waktu mereka pulang, mereka menghadapi hal-hal seperti ini sehingga mereka kehilangan pesan utama yang Tuhan mau mereka bawa ketika pulang kembali dari pembuangan.
Hagai 1: 6-11, ketika mereka pulang, mereka sebenarnya adalah sekumpulan orang yang seharusnya membawa message dari Tuhan. Ketika mereka pulang, mereka disuruh membangun kembali Bait Allah dan message-nya adalah Tuhan sudah mengampuni umatNya, Tuhan sudah tidak marah lagi, Tuhan sudah memulihkan umatNya sesuai janjiNya. Maka ini adalah message yang sangat penting yang seharusnya menjadi fokus utama dari bagaimana orang Israel yang pulang ke Yerusalem ini menghidupi hidupnya. Jadi waktu mereka melihat Yerusalem kacau balau, hancur-hancuran dan mereka juga mengalami kesulitan, mereka harusnya tidak lupa message ini, karena untuk itulah mereka dipulangkan kembali ke Yerusalem dan untuk mengerjakannya. Tapi ternyata kalau kita tidak mengerti fokus yang jelas, message apa yang ada di dalam hidup kita, kita akan mudah terdistraksi oleh situasi. Mereka melihat Yerusalem kacau, menanam tapi tidak keluar hasilnya, dan sebagainya, mereka melihat kesulitan. Secara real, ekonomi, politik, keamanan dan lain-lain, tapi ketika mereka melihat semua itu lebih besar dari pada message utama mereka dipulangkan ke Yerusalem, maka mereka akan menghidupi sesuai dengan apa yang mereka pikir jalannya sendiri. Oleh karena itu Tuhan mengirimkan Nabi Hagai untuk menegur mereka, mengingatkan kembali “Kamu mau mengikuti agendamu sendiri, kamu tabur, tidak pernah ada yang muncul. Kamu lakukan ini tidak ada hasilnya. Kamu makan, tidak sampai kenyang”, karena bukan untuk itu mereka dipulangkan ke Yerusalem. Mereka dipulangkan ke Yerusalem untuk mereka membangun kembali rumah Allah, untuk mereka menyatakan kembali bahwa Tuhan berkuasa, Allah sudah tidak marah lagi, Allah bisa mengampuni umatNya, Allah bisa memelihara umatNya dan Allah mau menyatakan kemuliaanNya. Di dalam zaman itu bagaimana caranya? Lewat mendirikan kembali rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan. Ketika Babel menyerang Yerusalem, rumah Tuhan hancur, maka orang bisa melihat Allah Israel sudah kalah, Allah Israel sudah mati, semua perkakas sudah diangkut dan tidak terjadi apa-apa, orang Babel aman-aman saja. Maka orang-orang bisa menganggap bahwa Allah Yehova sudah mati. Tapi ketika 70 tahun sudah berlalu dan mereka dipulangkan kembali, bukan karena mereka mengadakan pemberontakan lalu mereka terpaksa dipulangkan. Tapi tiba-tiba ada Raja Persia yang mengambil keputusan “kamu boleh pulang, bawa apa saja untuk kembali ke Yerusalem”, dan itulah anugerah Tuhan memulangkan mereka. Maka setiap hidup kita ada message dari Tuhan yang harus kita sampaikan. Hidup kita kalau tidak jelas fokusnya, message apa yang harus disampaikan, kita akan mudah terdistraksi oleh realita hidup. Dan memang itu realita hidup, realita kesusahan keuangan, kesulitan ini dan itu, macam-macam. Tapi kalau kita belajar di dalam Kitab Maleakhi ini kita akan melihat ternyata orang yang tidak punya fokus utama menjalankan message yang Tuhan sampaikan, yang Tuhan percayakan kepada kita sebagai umat atau pun sebagai orang satu per satu maka hidupnya pun akan porak-poranda. Saudara akan berkahir di dalam ekspresi iman yang apatis dan minimalis. Itu semua bisa Saudara baca di dalam Kitab Maleakhi. Tuhan mau mereka membawa satu message dan hidup kita punya satu tujuan, menyatakan message itu kepada dunia ini. Ketika mereka pulang, membangun Bait Allah, apa message-nya? Tuhan bertahta kembali. Ketika mereka membangun Bait Allah seharusnya mereka ingat Kitab Yesaya, Yesaya pernah mengatakan “ini nanti akan dihancurkan, kalau sisa akan dihancurkan lagi sampai tinggal sedikit kaum sisa”, bukankah kaum sisa ini harusnya menjadi kaum sisa yang mereka mengerti yaitu mereka pulang dari Babel, mereka adalah kaum sisa yang akan menantikan Mesias. Yesaya sudah mengatakan “nanti akan ada tunggul Isai, dari situ akan memancar yang baru”, dan bukankah mereka kaum sisa? Tapi ketika mereka sampai ke dalam Yerusalem, mereka lupa bahwa mereka adalah kaum sisa. Mereka lupa mereka ditentukan untuk itu message-nya mereka dipulangkan. Dan kemudian mereka tidak mempersiapkan diri menyambut Mesias. Dan ini yang terjadi di dalam Maleakhi. Maleakhi artinya adalah my messeger . Maleakhi, khi = akhiran i dalam Bahasa Ibrani adalah menyatakan kata ganri kepunyaan my, Maleakhi adalah my messeger. “Nabi yang dikirim adalah utusanKu untuk memberitahukan kepada utusanKu yaitu satu umat, menyatakan pesanKu”. Dan inilah yang ditegur keras oleh Maleakhi. Nanti Saudara bisa baca sendiri, kalimat-kalimatnya sangat mengerikan. Di dalam Maleakhi 2, Tuhan mengatakan “Aku kalau bisa melemparkan kotoran, Aku akan melemparkan kotoran ke mukamu”, karena orang Israel sudah tidak tahu lagi untuk apa mereka hidup dan tidak tahu lagi message apa yang harus mereka sampaikan. Dan ini adalah teguran yang sangat keras.