Seperti yang sudah kita bahas, Surat Roma sangat menekankan hidup benar. Jadi kalau kita melihat apa yang dikatakan oleh Luther di dalam reformasi, kita pasti akan menekankan pentingnya status. Karena pembenaran oleh iman itu merupakan pembenaran yang sifatnya status. Martin Luther menekankan ini di dalam pergumulan teologinya, apa yang diperlukan orang Kristen? Luther menekankan yang diperlukan oleh orang Kristen adalah mengetahui dengan pasti bahwa Allah sudah menerima dia. Kalau ini tidak ada, Saudara tidak mungkin menjadi orang Kristen. Orang Kristen adalah orang yang sudah tahu dengan pasti bahwa Allah sudah menerima dia. Dan apa yang dikatakan oleh Luther dikatakannya untuk mengkritik praktek indulgensia. Praktek yang menekankan bahwa penerimaan Tuhan itu berdasarkan apa yang kamu berikan. Pembenaran diberikan terlebih dahulu, bukan sesuatu yang menyusul belakangan. Penekanan ini sangat penting dalam tradisi gereja, dan banyak bagian dari Surat Roma menekankan hal ini, “kamu diterima oleh Tuhan, maka kamu menjadi Kristen. Kamu tidak menjadi Kristen untuk diterima oleh Tuhan, kamu menjadi Kristen karena diterima oleh Tuhan”. Ini pengertian yang sangat indah, sehingga ketika Martin Luther membela posisi ini di tahun 1518, ketika dia mengadakan pembelaan di Heidelberg. Martin Luther mengatakan bahwa yang dia sampaikan adalah ajaran Augustinus, bukan ajaran dia sendiri. Ketika para pengikut Augustinus berkumpul dan mendengarkan dia, mereka tanya “ajaran Augustinus mana yang kamu maksudkan? Mengapa engkau menganggap bahwa reformasi yang dicetuskan ini adalah kembalinya gereja pada ajaran Augustinus, yang mana yang kamu sedang tekankan?”. Maka Martin Luther membagikan pengertian Augustinus tentang kasih. Augustinus memunyai pembahasan tentang kasih begitu banyak, sehingga kita tidak bisa tidak merasa sangat hangat, sangat penuh dengan sentuhan dari teologi karena Augustinus. Teologi bukan satu bidang kering yang membuat kita memunyai banyak pengetahuan. Teologi adalah satu pernyataan yang menyimpulkan dari Kitab Suci sehingga kita mengenal Tuhan. Teologi adalah cara membahasakan Alkitab dengan cara yang bisa membuat kita mengenal Tuhan. Dan Augustinus melakukannya dengan sangat baik, karena dia memberikan pengertian tentang kasih. Kasih begitu indah, kasih begitu agung, “kasih memenangkan saya, karena Tuhan mencintai saya maka saya bisa meresponi Dia dengan cinta kepada Tuhan”. Augustinus menekankan tidak ada orang Kristen bisa datang kepada Tuhan jika Tuhan tidak terlebih dahulu memanggilnya. Dan jika kita tidak terlebih dahulu mengenal Alalh sebagai Allah yang adalah kasih, kita tidak mungkin datang kepada Dia. Maka apa yang Martin Luther dan Augustinus tekankan itu sama. Gereja menekankan “kamu bukan siapa-siapa, kamu berprestasi dulu baru diperkenan oleh Tuhan. Kamu kejar dulu penerimaan, baru kamu mendapat penerimaan dari Tuhan. Kalau kamu tidak melakukan apa-apa, jangan harap diterima Tuhan, kamu terlalu hina untuk diterima Tuhan”. Tapi Luther membela dengan mengatakan “tidak, kamu tidak mungkin diterima oleh Tuhan dengan pencapaianmu. Kalau Tuhan tidak menerimamu terlebih dahulu, itu tidak ada gunanya”. Maka penerimaan Tuhan diberikan lebih dulu, baru engkau bisa mengerti bagaimana hidup untuk Tuhan. Jadi Tuhan terima saya dulu, saya si pendosa. “Tapi saya masih banyak dosa”, kalau kamu harus bereskan dosa dulu baru diterima oleh Tuhan, bukankah itu berarti kamu menjadi orang yang berprestasi dulu baru diterima. Luther tidak setuju dengan ide ini, dan dia mengatakan Augustinus pun tidak setuju.
Lalu apa beda Luther dan Augustinus? Luther memakai bahasa penerimaan sedangkan Augustinus memakai bahasa kasih. Maka Luther menjelaskan dalam Heidelberg disputation, bahwa ketika dia menekankan penerimaan yang dia maksud adalah kasih. Itu sebabnya dalam diputasi ini dia mengutip Augustinus yang mengatakan “kita mencintai apa yang sudah layak dicintai. Kalau ada sesuatu yang layak dicintai, baru saya bisa mencintai. Tapi Augustinus mengatakan (dan ini dikutip oleh Luther) kalau Tuhan memakai cara itu, tidak ada satu pun dari kita yang bisa diterima oleh Tuhan. Ketika Tuhan mengatakan “Aku akan mencintai yang layak dicintai”, tidak ada satu pun yang layak dicintai. Kalau begitu bagaimana mungkin Tuhan mencintai manusia? Augustinus mengatakan Tuhan tetap mencintai manusia, karena Tuhan memunyai cinta yang creative, bukan created love. Tuhan memunyai kasih yang mencipta. Tuhan memunyai kasih bukan kasih yang pasif, “karena sudah ada hal yang baik maka saya mencintai”. Kalau Tuhan mencintai dulu baru ada hal baik yang bisa muncul. Itu sebabnya argumen Tritunggal Augustinus berbicara tentang kasih juga, kalau Saudara tahu argumen ini. Luther mengutip Augustinus, cinta Tuhan lain, cinta Tuhan adalah cinta yang memunculkan keadaan. Karena ada cinta maka keadaan muncul. Ini cara berpikir yang sangat jenius dari Augustinus dan sangat biblikal. Yang membuat seorang teolog jenius adalah dia mampu mengekspresikan Alkitab sehingga kita menyadari berapa dalamnya Alkitab itu. Mengapa Augustinus jenius? Dia bukan jenius karena punya pikiran jenius, dia jenius karena dia menangkap jeniusnya Alkitab. Jadi tidak ada ide baru dari Augustinus, semua itu ada dalam Kitab Suci. Seorang pemikir dari Jerman bernama Theodor Adorno, dia mengatakan bahwa dunia zaman modern kita adalah dunia industri. Dan industri memakai kebudayaan untuk membuat kita sibuk. Kita ada dalam budaya sibuk sehingga kita tidak ada waktu untuk duduk dan merenung. Kita tidak sempat berpikir, akhirnya kita terus sibuk tanpa pikir. Tapi kalau kita sibuk tanpa pikir, kita akan sulit mengetahui siapa diri kita. Maka Adorno mengatakan dunia kita adalah dunia yang gampang mencari keuntungan dari orang yang tidak berpikir. Orang yang tidak berpikir, gampang ditipu. Misalnya ketika ada iklan yang mengatakan “jika kamu lebih cantik, kamu akan lebih laku dan bahagia”, maka produk kecantikan pasti laku. Tapi orang tidak duduk dan berpikir lalu mulai merenung apa itu cantik, “apakah cantik harus model seperti ini?”, ini perenungan yang berbahaya bagi dunia industri, “sudahlah, kamu jangan pikir, belanja saja. Kalau kamu sudah belanja kamu akan bahagia”. “I shop therefore I am”, ini sindiran James Smith terhadap manusia, “saya manusia karena saya belanja, saya manusia karena saya tahu ada kekurangan dan pasar menyediakan isi bagi kekurangan saya ini. Hidup saya penuh dengan hole inside, kehampaan dan tidak ada yang mampu mengisi kekosongan jiwaku kecuali apa yang ditawarkan oleh pihak industri”.