Gereja, Sang Pengantin Kristus

Efesus adalah surat yang sangat indah, di dalamnya nyata berapa besar cinta kasih yang Tuhan berikan kepada kita. Orang percaya tidak bisa dibandingkan dengan orang-orang lain. Kadang-kadang ketika kita memahami doktrin pilihan, kita dengan salah melihat sorotan tentang orang-orang yang tidak dipilih, ini sesuatu yang membuat kita gagal menikmati keindahan doktrin pilihan. Doktrin pilihan bukan mengajarkan tentang bagaimana kita makin mencurigai Tuhan, “mengapa Tuhan cuma pilih sebagian, mengapa tidak pilih lebih banyak orang, mengapa tidak semua dipilih, mengapa ada orang-orang yang diluputkan dari keselamatan, mengapa Tuhan tidak mengizinkan ada orang-orang yang mendapatkan keselamatan dari seluruh dunia? Mengapa ada yang binasa, mengapa ada yang tidak percaya”, ini semua adalah tuduhan-tuduhan yang tidak adil karena kita tidak bisa menimpakan kepada Tuhan kesalahan kita sekalian. Ketika kita sudah cemar, ketika kita hidup di dalam kehendak kita, ketika kita serong, ketika kita abaikan Tuhan, kita tidak berhak menerima berkat Tuhan. Tetapi Tuhan memutuskan untuk memperpanjang hidup manusia bahkan memperpanjang tradisi dan sejarah dari kemanusiaan. Tuhan tidak cut manusia ketika manusia pertama jatuh dalam dosa. Dia mengizinkan adanya keturunan demi keturunan yang akhirnya memenuhi bumi. Dan Tuhan bukan tidak memperhatikan orang-orang ini, Tuhan memberikan mereka tanah, Tuhan memberikan mereka pemeliharaan yang mirip dengan apa yang ditemukan di Taman Eden, tanaman yang menghasilkan buah yang melimpah, dan keindahan dari alam, keindahan dari sungai, keindahan dari batu permata yang ada di dalam dunia ini, di dalam bumi, semua Tuhan berikan di seluruh bumi. Sehingga ketika manusia tinggal di bumi, manusia bisa menikmati kelimpahan tersebut meskipun sebenarnya manusia tidak layak untuk hidup di dalam tempat suci yaitu ciptaan Tuhan ini. Tuhan menciptakan bumi sebagai tempat suciNya. Tetapi ketika manusia melanggar, manusia tidak punya hak untuk tinggal di tempat ini, manusia tidak berhak untuk mendiami tanah yang Tuhan berkati dengan kesuburan. Tetapi manusia tetap menerima kesuburan, tetap menerima berkat, inilah yang disebut dengan anugerah umum yang Tuhan berikan, anugerah yang Tuhan berikan dengan sama. Tetapi jangan lupa karena dunia ini sudah ditinggalkan oleh kehadiran Tuhan. Tuhan tetap topang, Tuhan tetap hadir, tapi Tuhan tidak lagi menyatakan kehadiranNya secara intim. Sehingga di dalam pengertian yang tepat, kita juga harus lihat bahwa dunia ini ditinggalkan oleh Tuhan. Tuhan tidak lagi tinggal di dunia ini seperti Dia mendiami tempat suciNya. Maka di tengah-tengah dunia pun banyak kesulitan, banyak kekacauan, banyak kerusakan, kuasa kegelapan masuk, kuasa dosa meneror dan menghancurkan hidup manusia. Kuasa kematian membuat kita seperti tidak ada pengharapan, dan kuasa gelap, kuasa kacau, kuasa dosa, kuasa jahat, kuasa kematian itu merusak hidup kita. Tanpa topangan Tuhan kuasa-kuasa ini akan dominan dan menghancurkan kita semua. Tapi Tuhan mengatakan “Aku tidak akan membiarkan kuasa kegelapan merajalela. Aku akan tahan kejahatan”, sehingga anugerah umum Tuhan memampukan kita untuk menikmati hidup di dunia ini. Tanpa anugerah umum Tuhan semua manusia akan sangat jahat, akan saling membunuh satu dengan yang lain. Tapi karena anugerah umum Tuhan menahan, Tuhan memberikan pemerintah yang meskipun kejam dan bengis tapi bisa menghakimi rakyat yang berlaku sewenang-wenang. Maka kekacauan di dalam rakyat ditangani dengan adanya pemerintahan, kekacauan di dalam alam ditangani dengan adanya topangan Tuhan dalam alam. Alam yang bisa rusak, yang bisa bertindak dengan cara yang mematikan manusia adalah juga alam yang memberikan hasilnya untuk dinikmati oleh manusia. Jadi Tuhan begitu baik, masih menopang orang-orang yang ada di dalam dunia ini, masih memberikan kepercayaan untuk hidup, masih memberikan pengaturan untuk dijalani, bahkan masih memberikan hikmat dan pengertian dan hati nurani. Hati nurani adalah bagian dari anugerah umum Tuhan. Hati nurani tidak hanya dimiliki oleh orang Kristen tapi oleh semua orang. Dan ini sebabnya kita bisa melihat ada pikiran-pikiran yang brilian tentang etika, tentang sosial, tentang bagaimana manusia harus hidup dari orang-orang yang tidak Kristen sekalipun. Jangan jadi orang yang kerdil, jangan jadi orang yang cuma perhatikan hal-hal kecil untuk kenikmatan hawa nafsu. Jadilah orang yang rela kehilangan kesenangan hawa nafsu demi mendapatkan keadaan yang lebih baik, stabil dan adil bagi orang lain. Ini merupakan berkat-berkat yang Tuhan berikan, menunjukkan Tuhan mencintai manusia dan memberikan cinta kasihNya secara umum. Tapi meskipun manusia dicintai secara umum, tetap orang yang tidak diselamatkan beda jauh dengan orang yang diselamatkan. Perbedaan ini bukan karena kita lebih baik, bukan karena kita lebih saleh, bukan karena kita lebih suci, bukan karena kita lebih pintar, tapi perbedaan ini adalah karena Tuhan sudah mencintai kita, memutuskan untuk menyelamatkan kita sejak sebelum dunia dijadikan. Ini merupakan kalimat yang sangat indah. Dan di dalam pengertian yang tepat kita membaca ini adalah kalimat tentang ekspresi cinta kasih yang besar. Apa yang membuat Tuhan mencintai kita? Bukan karena kita baik, karena waktu Dia memutuskan untuk mencintai kita, karena Allah mengatakan “dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula”, berarti alasan Tuhan memilih kita adalah cinta kasihNya. Cinta kasih Tuhan rela berikan kepada kita. Sebesar apa cinta kasih itu? Gambaran dari Kitab Suci begitu banyak diberikan untuk memberikan penjelasan sebesar apa cinta kasih Tuhan. Tuhan mencintai kita sehingga apapun yang Dia jadikan tidak ada yang melampaui cinta kasih Tuhan kepada kita, tidak ada yang mengambil posisi kita sebagai ciptaan yang paling dicintai. Tuhan menciptakan banyak hal sebelum Dia menjadikan manusia, tapi tidak satupun yang Dia Jadikan mengubah fakta bahwa Dia memilih kita sebelum dunia dijadikan. Kalau ada dua orang mempunyai relasi kasih satu sama lain, lalu ditanya “sebesar apa engkau mencintai aku?”, di dalam tradisi orang Yahudi, kadang-kadang perbandingan adalah cara untuk menunjukkan cinta kasih. “Berapa besar engkau mencintai aku?”, mereka akan mengatakan “saya mencintai engkau dan membenci yang lain”. Membenci bukan karena ada alasan yang membuat orang lain dibenci. Tapi membenci adalah untuk perbandingan, “dibandingkan dengan cinta kasih yang kuberikan kepadamu, maka yang lain perasaan adalah seperti benci”. Apakah orang ini membenci yang lain? Tidak, tetapi dia mempunyai derajat Cinta kasih yang sangat ekstrem beda, sehingga orang yang dicintai, dicintai dengan cinta sedemikian besar, sedangkan yang lain diberikan keadaan relasional yang jauh berbeda, sehingga memakai kata benci. Ini merupakan satu gambaran yang sangat mengagumkan, Tuhan mencintai kita dan perbandingannya adalah dengan orang-orang lain yang tidak dipilih, dengan malaikat jatuh yang tidak dipilih, bahkan dengan malaikat pilihan pun kita tetap memiliki prioritas di dalam hati Tuhan. Tuhan mencintai manusia sekalipun manusia hanya debu saja. Tuhan mencintai manusia, sekalipun manusia adalah sumber sakit hati Tuhan. Tuhan mencintai manusia, sekalipun manusia adalah sumber kekacauan di dalam bumi yang diciptakan oleh Tuhan. Ini yang harus kita renungkan baik-baik, alasan Tuhan mencintai bukan terdapat pada kita, tapi terdapat pada diri Tuhan. Dan Tuhan menyatakan perbandingan yang sangat ekstrem, manusia dicintai bahkan sebelum dunia dijadikan, orang pilihan maksud saya. Siapa yang jadi orang pilihan akan menyadari bahwa Tuhan mencintai orang pilihan sebelum dunia dijadikan. Maka semua yang Tuhan kerjakan di bumi, yang Tuhan kerjakan di alam semesta adalah untuk mewujudkan kaum pilihan. Inilah bahasa yang agung, yang Tuhan nyatakan lewat Surat Efesus. Penulis Surat Efesus yaitu Paulus menyadari berapa besar cinta kasih Tuhan karena dia adalah orang yang mulai merenungkan tentang apa itu cinta kepada Tuhan dan sesama. Paulus adalah seorang yang mengambil kesimpulan sangat ekstrem, ketika ditanya tentang Taurat, Paulus mengatakan “di dalam Taurat Kesimpulannya adalah kasihilah sesamamu”, mengasihi manusia adalah kesimpulan dari seluruh ajaran Taurat. Paulus menyoroti kecintaan satu sama lain, relasi, juga kerelaan memberi diri bagi yang lain, ini bagi Paulus adalah sangat krusial bagi hidup manusia. Maka ketika kita belajar untuk berelasi satu dengan yang lain, kita mulai berinteraksi, kita mulai berhubungan, kita mulai menyadari “bahwa saya bisa menemukan orang yang mempunyai kesenangan kepada saya sama besar dengan saya punya kesenangan kepada dia”.  Saudara mulai belajar punya kelompok dimana di dalamnya Saudara akrab. Waktu bicara tentang hobi, sama, waktu bicara tentang pandangan hidup, juga sama. Waktu bicara tentang cita-cita ke depan, juga sama. Maka Saudara merasa senang ada orang lain yang sehati sepikir dengan Saudara. Maka relasi yang Saudara miliki mulai diperketat bukan hanya dengan kesetiaan, tapi juga dengan cinta kasih yang makin bertumbuh. Kita diciptakan untuk mencintai. Dan Tuhan menempatkan banyak orang di sekeliling kita supaya kita belajar mencintai. Maka ketika kita berkumpul di dalam gereja, kita mulai belajar untuk cinta satu dengan yang lain. Kita mulai belajar untuk menempatkan bagaimana cinta itu harus diberikan. Karena cinta kasih adalah hal kompleks, tapi memerlukan ekspresi yang tepat. Cinta kasih begitu kompleks tapi memiliki ekspresi yang spesifik. Maka waktu kita berelasi, kita mulai belajar apa itu cinta kasih dan bagaimana mengekspresikannya. Di dalam Bahasa Yunani, agave, di dalam bahasa Ibrani ahafa, ini keduanya memiliki arti yang mirip yaitu bagaimana aku mengekspresikan tindakanku kepada yang lain, itulah cinta kasih. Cinta kasih bukan cuma sekedar perasaan di dalam, cinta kasih adalah tindakan yang aku berikan keluar. Itu sebabnya perintah mencintai itu bukan perintah untuk merubah perasaan. Perintah mencintai adalah perintah untuk mengekspresikan dengan tepat apa itu cinta kasih. Maka di dalam Kitab Suci mengekspresikan cinta kasih harus spesifik. “Apakah engkau mencintai istrimu?”, “iya”, ekspresikan cinta kasih kepada istrimu. “Apakah engkau mencintai guru di sekolah?”, “iya”, ekspresikan cinta kasih dengan cara yang berbeda dengan seorang suami mengekspresikan cinta kasih untuk istrinya. Kalau seorang suami mencintai istri, dia akan berhubungan intim dengan pasangannya, dia akan dekat, dan dia akan mempunyai kaitan baik di dalam emosi maupun fisik. Tapi seorang murid mencintai guru tidak boleh diekspresikan dengan hal yang sama. Maka ada penghormatan, ada perasaan hierarkikal, “dia lebih tinggi dari saya dan saya belajar menghormati dia”. Waktu Saudara bertemu teman ekspresinya pun beda, Saudara bisa mengungkapkan perasaan Saudara dengan kata-kata yang mungkin lebih biasa, lebih normal, lebih sehari-hari, bahkan mungkin cenderung agak sedikit kasar, dibandingkan ketika kita berbicara dengan orang-orang yang lebih tinggi dari kita. Maka seumur hidup kita sebenarnya sedang dilatih untuk mengekspresikan kasih. Bagaimana mencintai? “Begini caranya”. Bagaimana mengasihi? “Beginilah caranya”. Kalau saya mengasihi teman, ini cara mengekspresikan. Aku mencintai orang tua, begini cara mengekspresikan. Aku mencintai guru, begini cara mengekspresikan. Aku mencintai Tuhan, untuk yang ini bagaimana mengekspresikan? 

KELAS PRANIKAH

Kelas Pranikah setiap hari Minggu, mulai hari Minggu, 7 Mei 2023, pk. 19.00 (6x pertemuan). Yang ingin melaksanakan pemberkatan pernikahan di GRII (dengan syarat sudah menjadi anggota GRII) wajib mengikuti kelas ini secara onsite. Terbuka untuk umum dan akan disiarkan di Youtube GRII Bandung: griibdg.org/live. Info & pendaftaran:0851-0507-1880 (WA)

7 Mei – “Maksud Tuhan tentang Pernikahan” (Pdt. Jimmy Pardede)
14 Mei – “Karakterisitik Pernikahan Kristen” (Pdt. Jack Kawira)
21 Mei – “Ordonansi dalam Keluarga” (Pdt. Jack Kawira)
4 Juni – “Peranan Iman dan Kerohanian dalam Keluarga” (Pdt. Jimmy Pardede)
11 Juni – “Keunikan dan Tanggung Jawab Suami Istri” (Pdt. Jimmy Pardede)
18 Juni – “Membina Keutuhan dan Kesatuan Suami Istri” (Pdt. Jack Kawira)

PENDALAMAN ALKITAB

Dengan tema “Reformed Evangelical Discipleship: Dikenal sebagai Murid Kristus” oleh Pdt. Jack Kawira pada hari Rabu, 24 April 2024 pk. 19.00 WIB di GRII Bandung, Jl. Moh. Toha no. 229. Info: 0851-0507-1880(WA)

PUBLIC THEOLOGY PODCAST

Membawa iman Kristen ke ranah publik adalah suatu dorongan yang indah dan seyogyanya jadi kesadaran setiap kita.
Podcast ini akan membahas diskusi kehidupan yang mengemban kerinduan menjadi saksi Tuhan di tengah masyarakat di berbagai bidang.

Season #1 berisi 7 episode.
Setiap Kamis, mulai 13 April 2023 pk. 07.00 WIB
http://bit.ly/PublicTheologyPodcast

Sirnanya Kematian – 1

Kita akan membahas tema Paskah pada hari ini. Mari kita membaca dari Injil Yohanes 20: 11-14, “Tetapi Maria berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke dalam kubur itu, dan tampaklah olehnya dua orang malaikat berpakaian putih, yang seorang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki di tempat mayat Yesus terbaring. Kata malaikat-malaikat itu kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis?” Jawab Maria kepada mereka: “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Sesudah berkata demikian ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ, tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.” Di dalam Yohanes ada kalimat yang unik yang dicatat dalam Injil ini, yaitu ketika Yesus akan mati di dalam pasal yang ke-19: 30 dikatakan “sesudah Yesus meminum anggur asam itu berkatalah Ia sudah selesai lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya”, ini merupakan bagian yang sangat indah karena ketika Saudara menyadari arti sudah selesai, Saudara akan makin kagum terutama dengan Injil ini. Karena Injil ini menggambarkan banyak sekali hal yang berfokus kepada satu tema dan tema yang difokuskan adalah penciptaan kembali, the new creation. Injil Yohanes banyak berbicara tentang ciptaan yang diperbarui, penciptaan ulang. Maka pola-pola penciptaan ini muncul di dalam Injil ini dan kita dapat melihat kelimpahannya. Jadi gambaran dari kisah penciptaan dan penciptaan ulang ini dinyatakan di sini. Itu sebabnya ketika kita melihat di dalam pasal yang ke-19 ada kata “sudah selesai”, hal yang harus kita mengerti adalah Yesus sudah selesai menyatakan penciptaan baru itu. Ini merupakan satu tema yang sangat penting. Jadi ciptaan baru sudah selesai dengan Yesus mati di atas kayu salib. Tentu untuk mengerti ini kita mesti balik ke Kejadian pasal yang pertama, di mana Tuhan melakukan penciptaan di dalam 6 hari dan kita tahu di dalam hari yang keenam Tuhan menyelesaikan pekerjaanNya lalu hari ketujuh Dia ber-Sabat. Demikian di dalam hari Jumat, Yesus mati, ada teori yang mengatakan “Yesus mati tiga hari tiga malam, harusnya matinya hari Rabu atau paling tidak Kamis”, tapi itu akan menyalahi struktur dari Injil Yohanes, karena Injil Yohanes justru menekankan kematian Yesus disusul dengan Sabat, ini poin yang sangat penting. Yesus mati setelah itu Sabat. Mirip dengan kisah Kejadian, Allah selesai mencipta setelah itu Sabat. Inilah yang benar-benar menjadi pola penting untuk kita pahami. Jadi ada penciptaan kemudian ada Sabat. Ada kisah penciptaan lalu Allah beristirahat. Saudara bisa membayangkan betapa agungnya kisah dari Injil Yohanes karena kematian Yesus itu dianggap sebagai SabatNya Dia. Apakah Dia tidak mati? Tentu Dia mati, tetapi justru di sini Injil Yohanes mulai menekankan tema yang sangat penting. Kalau kita lihat setelah Allah mencipta di dalam 6 hari, maka hari yang ketujuh itu adalah Sabat. Kalau hari yang ke-7 adalah Sabat berarti Tuhan sudah selesai mencipta, masuk ke hari yang ketujuh, dan ini pola yang sama yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Dia mati di kayu salib lalu Dia mengatakan “sudah selesai”. Setelah Dia mengatakan “sudah selesai”, masuk ke dalam Sabat. Ini merupakan pola yang sangat indah, ciptaan baru sudah selesai. Apa beda ciptaan baru dengan ciptaan lama? Apakah ciptaan yang lama itu jelek? Apakah ciptaan lama tidak mempunyai kebaikan sama sekali? Tentu ciptaan yang lama itu baik, Tuhan sangat menyukainya, bahkan Tuhan memberikan komentar “sungguh amat baik”. Di dalam komentar “sungguh amat baik”, kita tahu Tuhan bukan cuma mencipta dengan sempurna, tapi juga Tuhan mencipta dengan cara yang memuaskan diriNya. Standar Tuhan terpenuhi oleh keindahan ciptaan, the beauty of creation ini memenuhi fulfills semua kesenangan dalam hati Tuhan. Maka kata yang dipakai pun sangat indah yaitu me’ot tov yang artinya adalah sungguh amat baik. Keadaan yang membuat hati Tuhan bisa masuk ke dalam rest, Tuhan menyukai, Tuhan menyenangi dan Tuhan menikmati seluruh hal yang Dia sudah jadikan. Itu sebabnya penciptaan yang sudah selesai ini merupakan penciptaan yang sempurna. Tapi kemudian dosa masuk dan merusak segalanya, inilah yang harus kita pahami, dosa itu tidak jadi bagian dari rencana penciptaan Tuhan. Dosa bukan bagian dari struktur penciptaan. Struktur penciptaan indah dan Tuhan senang, dosa tidak mungkin Tuhan senangi. Tuhan bukan pencipta dosa, Tuhan bukan penyebab dosa, Tuhan bukan pencipta kekacauan, Tuhan bukan penyebab kekacauan. Di dalam Kitab Suci dikatakan Tuhan berdaulat dalam segala sesuatu dan ini berarti Tuhan mampu merubah yang kacau jadi baik. Tapi Tuhan tidak boleh dianggap bertanggung jawab sebagai sumber dari kekacauan dan dosa karena Tuhan mencipta dan Dia senang. Dia melihat seluruh alam yang Dia ciptakan dan Dia mengatakan “sungguh amat baik”. Kalau seluruh alam dikatakan “sungguh amat baik”, maka tidak ada apapun yang Tuhan benci di dalamnya, manusia tidak Tuhan benci, alam tidak Tuhan benci, tubuh manusia tidak Tuhan benci, binatang tidak Tuhan benci, seluruh keberadaan tidak Tuhan benci, seluruh ciptaan di langit dan di bumi di laut dan juga bahkan di dalam seluruh alam semesta tidak ada yang Tuhan benci, tidak ada yang Tuhan tidak suka. Semuanya Tuhan suka, semuanya Tuhan senang, maka dosa tidak termasuk bagian dari penciptaan. Itu sebabnya Kejadian 3 menggambarkan sebuah peristiwa yang sangat menakutkan yaitu tentang kejatuhan manusia. Manusia jatuh dalam dosa, manusia dihancurkan oleh dosanya. 

Pola Hidup Sejati

Yesaya 50: 4-11, kita akan lihat tiga bagian, bagian pertama akan kita bahas saat ini, bagian kedua di kebaktian 2, dan kebaktian ketiga akan bahas bagian yang ketiga. Ini satu bagian yang sangat penting. Tadi kita sudah membaca sebagai bacaan bertanggapan bagian pertama sampai bagian kedua. Saya minta kita membaca kembali dan saya akan membacakan bagi Saudara Yesaya 50: 4-6, “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. Aku membri punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi”.

Di dalam kehidupan manusia kita perlu pola, jadi kita perlu ada pattern yang kita ikuti. Dan pola yang diikuti biasanya pola yang tidak kompatibel, tidak nyambung dengan kita. Kalau Pendeta Eko sering mengatakan, contohnya bahwa ada program yang tidak cocok dengan hardware, ada software yang tidak nyambung dengan hardware, ini sesuatu yang Saudara bisa alami di dalam dunia teknologi. Saudara punya handphone yang ternyata tidak bisa memuat aplikasi baru karena kebutuhan hardware yang lebih tinggi. Sehingga apa yang Saudara install tidak berguna. Demikian apa yang Saudara install ke dalam iman Saudara, itu seringkali menjadi satu program yang tidak kompatibel, tidak nyambung dengan kehidupan kita sehari-hari. Dan ini yang kita lihat berkali-kali terjadi, ketika kita pakai pola sukses dari dunia misalnya, itu pola jadi software yang tidak nyambung dengan kehidupan Saudara, tidak bisa kita menghidupi pola sukses. Karena pengertian sukses seringkali terlalu ambigu dan juga muluk. Ambigu karena tidak pernah ada kejelasan apa itu sukses. Dunia ini tidak memberikan kepada kita pengertian yang menyeluruh, tidak seperti di dalam Kitab Suci, ketika Kitab Suci sedang berbicara tentang kebahagiaan, tentang kepenuhan menjadi manusia atau dengan tema etika yang disebut human flourishing. Kelimpahan menjadi manusia itu dinyatakan di dalam Kitab Suci, maka Kitab Suci menyentuh banyak sekali aspek dari manusia, bukan cuma aspek fisik tapi juga aspek rohani. Bukan cuma aspek sekarang, tapi juga aspek identitas dan masa lalu, serta aspek pengharapan dan masa depan. Bukan hanya aspek yang bersifat horizontal tapi juga vertikal dengan surga, bukan cuma aspek ketika baik tapi juga ketika buruk. Maka kita melihat apa yang ditawarkan oleh Tuhan sebenarnya adalah pola yang paling cocok untuk hidup Saudara. Tetapi dunia membombardir kita dengan pengertian bahwa yang paling cocok adalah apa yang aku tawarkan. Tapi bukan itu pola yang kompatibel, bukan itu pola yang cocok dengan hidup kita. Kalau Tuhan yang merancang hardware-nya, Tuhan yang merancang fisikalitas kita, Tuhan yang merancang hidup kita sehari-hari, Tuhan juga yang akan mengisinya dengan program atau software yang tepat. Jadi jangan download software yang salah. Saudara download software yang salah yaitu pengertian pola hidup dari dunia ini, dunia ini tidak mengerti bagaimana manusia harusnya hidup. Maka dunia menawarkan cara hidup instan, cara hidup senang, cara hidup anti susah, cara hidup yang mempunyai nilai utility, memberikan nilai kepada kesenangan, yang memberikan nilai negatif kepada kesulitan, ini semua tidak cocok untuk manusia.  Lalu kita mesti lihat siapa, kita mesti download pola apa, kita mesti dapatkan pengertian dari mana? Kitab Suci mengatakan dari firman dan dari Kristus. Itu sebabnya pola tentang Mesias itu berulang kali dinyatakan di dalam Kitab Suci supaya kita mulai terbiasa dengan pola itu. Ini yang saya sebut dengan pola mesianik, pola mesianik bukan cuma ada di Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Pola mesianik ada dari Kitab Kejadian, pola mesianik sudah ada ketika Tuhan mengatakan “keturunan perempuan akan menghancurkan kepala ular dan waktu dia menghancurkan kepala ular, tumitnya hancur”. Jadi dia akan injak kepala ular dengan keras sampai tumitnya luka, ini pola mesianik, karena ada luka tapi luka itu efektif menghancurkan si jahat. Kalau kita cuma luka tapi si jahat makin kuat itu bukan mesianik, itu namanya kebodohan. Kalau Saudara lihat pola dari Mesias ini mulai berulang, pola ini akan memuncak, memuncak memuncak mendekati hari yang Tuhan janjikan itu. Hari apa? The day that The Lord has made, hari yang Tuhan sudah jadikan yaitu hari dimana Sang Mesias benar-benar datang. Jadi sebenarnya kedatangan Sang Mesias ini harus menjadi puncak dari pola-pola kecil yang Tuhan sudah mulai perkenalkan kepada kita. Di dalam dunia musik ini sangat dikenal, memperkenalkan pola. Beethoven salah satu orang yang sering melakukan ini, dia berikan pola-pola kecil untuk kemudian memberikan pola utuhnya di dalam puncak dari satu bagian musiknya. Maka kita mulai belajar dari Kitab Suci bahwa ada pola-pola Mesias yang dibentukan kepada kita dan kita mulai pikir “ini yang lebih cocok untuk hidup saya”. Saudara mungkin tidak pernah sadar bahwa misalnya kisah sukses dari Warren Buffet, ini kita pikir jadi pola yang cocok untuk kita. Tapi saya beri tahu kepada Saudara, pola Ayub itu lebih manusiawi dari pada pola Warren Buffet. Pola Ayub lebih manusiawi karena pola Ayub lebih realistis dari pada kisah yang dipoles dari kehidupan Warren Buffet. Saudara kalau membaca kisah sukses dari seorang kaya di dunia ini, Saudara tidak akan menemukan apa pun yang dapat membuat kita bertanya tentang kemanusiaan. Saudara akan menemukan di dalam cara untuk menjadi kaya seperti dia. Ini perbedaan antara apa yang ditawarkan dunia dengan apa yang ditawarkan Kitab Suci. Maka pola Mesianik mulai terbentuk dan kita mau tangkap bagaimana mengerti pola ini. Dan salah satu bagian yang paling jelas mengajarkan kita tentang menangkap pola Mesianik adalah Yesaya 50 ini. Ini adalah nubuat sekaligus pengalaman sang nabi. Yesaya mengatakan “sayalah hamba Tuhan itu”, sambil dia mengatakan “saya” sambil dia melukiskan Kristus yang akan datang. Ini seperti Daud, Daud sedang bergumul dalam kesulitannya. Di tengah-tengah pergumulannya, dia mengekspresikan teologinya. Dan tanpa dia sadari, teologinya sangat tepat untuk menggambarkan Mesias yang akan datang nanti. Jadi ini seperti foreshadowing, seperti memberikan gambaran awal tentang tokoh utama yang akan datang. Baik Ayub mempunyai pola ini, Ayub punya kalimat yang sangat bagus yang mengatakan “saya tahu Penebusku hidup dan bahwa di dalam daging, saya akan melihat Allah”, ini kalimat yang indah meskipun ada variasi terjemahan di mana variasi itu membuat makna yang kita dapatkan sepertinya beda. Tapi tetap makna ini bisa kita terima. Ketika Ayub mengatakan “saya tahu Penebusku hidup dan saya tahu di dalam tubuhku saya akan melihat Allah”, ini pola mesianik yang indah tapi baru diberikan di dalam penggalan, belum diberikan di dalam cerita utuhnya.

Kesehatian & Perpecahan Gereja

Mari kita membaca dari Surat Filipi 2:19-24, “Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu. Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya. Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sesudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku; tetapi dalam Tuhan aku percaya, bahwa aku sendiri pun akan segera datang”.

Di bagian berikut kita melihat kasus atau situasi Jemaat Filipi dengan mulai lebih jelas. Ada hal yang mengkhawatirkan Paulus, dia ada di dalam penjara tapi yang dia pikirkan adalah mengenai kesehatian dari Jemaat Filipi. Kesehatian adalah tema yang sangat penting bagi sebuah gereja untuk hidup bagi Tuhan. Di dalam awal dari gereja serangan dari setan sudah langsung masuk. Iblis mengacaukan dengan ajaran yang salah dan iblis juga memasukkan ide dia yang sangat bersifat berpusat ke diri, sehingga gereja menjadi terpecah. Gereja menjadi kacau dan penuh dengan orang-orang yang berpikir untuk diri, ini dari awal sudah ada. Sehingga kalau Saudara baca Kitab Kisah Rasul misalnya, Saudara tidak bisa mengatakan “inilah gereja yang ideal, yang tidak ada cacat, tidak ada salah, kita mesti kembali ke periode gereja itu”, itu tidak terlalu akurat. Tentu gereja di dalam Kitab Kisah Rasul mendapatkan banyak sekali berkat dan mereka bisa menjadi contoh dan guru bagi sepanjang zaman di dalam hal-hal yang baik yang mereka lakukan. Tapi tetap mereka juga menjadi contoh bagi hal-hal buruk yang terjadi. Orang-orang yang mencuri uang kemudian dihukum oleh Tuhan, orang-orang yang tidak jujur karena tindakannya berpusat ke diri, orang-orang yang masih cinta uang tapi menjadi pemimpin gereja, ini adalah hal-hal yang dicerminkan atau yang diajarkan juga di dalam Surat Filipi. Jadi Surat Filipin menggambarkan fakta, realita tentang kondisi gereja yang ada buruknya. Itu sebenarnya ketika kita melihat di dalam Surat Filipi ini, kita juga melihat fakta dari di tengah-tengah mereka ada hal yang buruk dan Paulus khawatir. Dia ada di dalam penjara tapi pikirannya ada pada gereja Tuhan, ini sangat penting. Ini adalah jiwa yang juga dimiliki oleh Yohanes Pembaptis, ketika dia melihat murid-murid datang dan mengatakan “guru, orang yang kau katakan Dialah orang yang akan datang itu, Dia membaptis orang lebih banyak dari engkau”, dan Yohanes mengatakan “memang benar ini harus terjadi, engkau sendiri pernah mendengar berkali-kali aku berkata bahwa aku bukan Mesias, tetapi aku harus menjadi seperti sahabat dari mempelai laki-laki. Dan tugas saya adalah bawa sang mempelai perempuan untuk dipertemukan dengan mempelai laki-laki”. Jadi Yohanes mengatakan “Kristus harus semakin bertambah, saya harus makin berkurang”. Konteks Kristus semakin bertambah dan saya semakin berkurang ini adalah konteks sorotan seperti dalam sebuah pernikahan. Dalam sebuah pernikahan, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan itulah yang utama. Dan di dalam pelayanan dari Yohanes Pembaptis, Kristus dan jemaatNya itulah yang utama. Jemaat Kristus dan Kristus itulah yang akan dijadikan fokus oleh Yohanes Pembaptis. Paulus pun merasakan hal yang sama, dia menganggap bahwa kehidupan dia adalah untuk Kristus. Dan kalau kehidupan itu didedikasikan untuk Kristus berarti Paulus akan diberikan oleh Kristus bagi gerejaNya. Untuk gereja Tuhan, Paulus melayani. Jadi ini kalimat-kalimat indah yang sangat penting. Gereja Tuhan adalah sasaran cinta kasih Tuhan Yesus. Dan Gereja Tuhan adalah sasaran cinta kasih dari setiap orang yang mencintai Tuhan Yesus. Tidak ada orang bisa mengaku dia mencintai Kristus, jika dia tidak mencintai gerejaNya. Tidak ada orang bisa mengatakan dia mencintai Kepala yang sekarang di surga yaitu Tuhan Yesus, jika dia tidak mencintai tubuh Kristus yaitu gereja. Sehingga tidak ada pemisahan antara kepala dan tubuh, tidak ada perlakuan yang berbeda yang kita berikan kepada kepala dan tubuh di dalam hal mengasihi. Gereja harus dicintai dan gereja harus menjadi fokus cinta kasih dari setiap orang Kristen. Orang Kristen tidak bisa mengatakan “saya juga bagian dari gereja, berarti saya harus dicintai”. Tapi Saudara mesti melihat diri Saudara sebagai satu orang pelayan atau hamba Tuhan atau seorang Kristen yang belajar mencintai apa yang Tuhan cintai. Berarti saya pun sebagai orang Kristen mesti belajar mencintai gereja, mesti belajar untuk memberikan fokus, perhatian, cinta kasih dan komitmen saya untuk gereja. Siapa cinta Tuhan tidak cinta gereja, dia mengatakan hal yang bohong waktu dia mengatakan dia cinta Tuhan. Siapa cinta Kristus tapi tidak mencintai gerejaNya, dia tidak pernah mengetahui apa itu mencintai Kristus. Itu sebabnya kehidupan bergereja sangat penting, tidak ada orang yang bisa mengklaim dia Kristen yang sehat, yang beriman, yang sejati jika dia tidak benar-benar bergereja. Banyak orang cuma tahu bergereja untuk dengar khotbah, banyak orang datang ke gereja cuma tahu dipuaskan dan memberikan fokus hanya kepada Tuhan secara abstrak. Dia tidak tahu bagaimana memberikan fokus kepada Tuhan secara real yaitu memberikan fokusnya bagi jemaat Tuhan. Di dalam Taurat banyak aturan-aturan yang bersifat menyembah Tuhan, tapi waktu orang-orang datang menyembah Tuhan, selalu penuh dengan simbol-simbol dari kehidupan sosial terutama dalam keadilan dan belas kasihan. Ketika hari raya panen, hari raya hasil sulung, orang-orang Israel pergi memberikan persembahan sulung kepada Tuhan. Setelah persembahan sulung dilakukan, mereka juga melakukan puasa dan mereka juga memberikan korban dipimpin oleh imam, imam mempersembahkan korban mewakili seluruh Israel. Lalu setelah itu mereka akan khususkan atau kuduskan ladang mereka, semua tanaman paling luar mereka kuduskan atau khususkan untuk orang miskin, inilah namanya menyembah Tuhan. Saudara rajin memberikan perpuluhan, itu bagus karena ini adalah kewajiban kita sebagai orang Kristen. Tapi apakah Saudara juga menyisihkan uang untuk menolong orang miskin? Kita mau jadi orang yang seimbang, kita mau jadi orang yang belajar mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Belajar mengasihi Tuhan dan mengasihi gerejaNya, belajar berfokus kepada Tuhan dengan berfokus kepada gerejaNya. Pelayanan di dalam gereja, kehidupan di dalam gereja, beribadah di dalam gereja, persekutuan di dalam gereja, semua ini hal yang sangat penting. Jika kita mau merusak Kekristenan di dalam sebuah negara, maka kita akan merusak gerejanya. Jika gereja rusak maka Kekristenan di dalam sebuah negara juga akan rusak. Di dalam tradisi Kekristenan di Eropa, Kekristenan mengalami kerusakan yang kacau ketika Firman tidak ada lagi di dalam gereja. Orang tidak lagi mengkhotbahkan Firman karena Alkitab pun menjadi tulisan yang dicurigai oleh banyak hamba Tuhan. Hamba Tuhan membaca Kitab Suci dan mulai curiga dengan segala penyelidikan yang sebenarnya metodenya baik, tapi kesimpulannya terlalu scientific, kesimpulan yang terlalu dipengaruhi oleh science secara alam, bukan science secara penerjemahan penafsiran Alkitab. Science secara alami, natural science terus mempengaruhi budaya di dalam zaman modern. Sehingga membaca Alkitab pun seperti tidak bisa lepas dari kerangka itu, ini yang banyak dikritik di dalam abad 21 bahwa zaman modern terlalu bersifat dangkal, terlalu meremehkan kelimpahan manusia dan hanya tahu aspek natural science, hanya tahu aspek ilmu alam, pengertian-pengertian alam yang berhasil diterapkan dalam teknologi ini juga yang mau diterapkan di dalam memahami Kitab Suci. Padahal Kitab Suci bukan buku tentang ilmu alam. Kitab Suci adalah buku sastra terbaik sepanjang sejarah. Kitab Suci adalah buku yang berisi kisah paling agung sepanjang sejarah. Maka kita tidak bisa pakai metode yang satu cocok untuk alam, pakai untuk kisah Alkitab yang limpah. Sekarang banyak orang sadar penyelidikan sastra yang begitu limpa ternyata jauh lebih berguna daripada kita menggunakan ilmu alam untuk membaca Kitab Suci. Tentu ilmu alam sangat penting tapi bukan untuk membaca Kitab Suci. Tetapi di dalam zaman modern banyak orang dipengaruhi oleh cara pembacaan scientific, lalu mereka membaca Kitab Suci. Mereka mulai mendiskusikan tentang bagaimana interaksi science dengan Alkitab, lalu membuat Alkitab diterima oleh science. “Ilmu pengetahuan mengatakan begini, Alkitab tidak salah. Alkitab mengatakan hal yang sama”, dan ini jadi konsentrasi yang berlebihan dari banyak orang yang berkhotbah di dalam gereja. Mungkin Saudara pernah mendengar ada yang mempertanyakan mengapa kita percaya banjir besar di dalam Kitab Kejadian. Di dalam zaman Nuh ada banjir besar lalu semua binatang mati dan semua binatang akhirnya kembali bertambah banyak, berkembang biak, dimulai dari bahteranya Nuh. Kalau dimulai dari bahtera Nuh, mengapa bisa ada spesies tertentu yang hanya ada di satu tempat tertentu? Mengapa Komodo cuma ada di Pulau Komodo? Mengapa kangguru cuma ada di Australia? Harusnya ada di mana-mana kalau ini dimulai dari Bahtera Nuh, bagaimana menjawabnya? Orang mulai kebingungan, lalu jadikan ini isu, kemudian mereka berpikir bagaimana kaitkan antara Alkitab dengan science. Tapi jawaban simple sebenarnya adalah selidiki dan nikmati kisah banjir besar di dalam Nuh dengan apa yang kisah itu mau beritakan. Banyak simbol, banyak pengertian, banyak hal, banyak teologi, banyak fakta sejarah yang diungkapkan di dalam kisah Nuh dan banjir besar yang tidak ada kaitan dengan apa yang kita mau selidiki di dalam science. Kalau ada yang tanya itu, saya akan jawab saya tidak tahu dan saya tidak terlalu peduli. “Kalau bapak percaya kisah Nuh, mengapa cuma ada di Pulau Komodo binatang bernama Komodo, mengapa cuma ada di Australia binatang namanya kanguru?”, saya tidak tahu dan saya tidak peduli”. Saya belum menemukan caranya, mungkin sebelum zaman sekarang ada jalan yang menyatukan benua-benua lalu kemudian gempa besar membuatnya jadi tenggelam atau apa, mungkin itu jawaban mungkin bukan, tapi saya tidak tahu. Yang saya tahu adalah saya sangat menikmati mempelajari tentang science, saya juga sangat menikmati mempelajari Kitab Suci. Dan dua hal ini tidak harus saling kompatibel satu sama lain untuk diterima. Science tidak harus tunduk kepada setiap prinsip-prinsip yang salah dari orang Kristen, bukan dari Alkitab. Science harus tunduk kepada Alkitab, tapi orang Kristen kadang salah membaca Alkitab lalu menganiaya science. Ini terjadi di dalam zaman masuk ke dalam awal modern. Ketika orang mengatakan “bumi bulat”, hamba-hamba Tuhan mengatakan “terkutuk, celaka, hukum”, “mengapa dihukum?”, “karena mengatakan bumi bulat”, “memang faktanya begitu”, “tidak, Alkitab mengatakan bumi datar”. Memang Alkitab pakai bahasa puisi zaman kuno, tapi bukan berarti Alkitab setuju bahwa science membuktikan bumi itu datar. Bukan begitu cara membacanya. Banyak orang Kristen masih sangat kanak-kanak di dalam menafsir Alkitab, berpikir bahwa Alkitab harus sesuai dengan semua tafsiran kita tentang ilmu, dan tafsiran kita tentang ilmu harus sesuai dengan tafsiran kita akan Alkitab. Tapi Alkitab punya pesan sendiri yang penting untuk disampaikan. 

Darah Dicurahkan

Kita melanjutkan pembahasan dari Surat Filipi, mari kita membaca Filipi pasal yang kedua. Kita sudah membahas dan kita akan sekali lagi membahas bagian ayat 12-18, tetapi kali ini kita memberikan fokus ke ayat yang ke-17 dan 18. Saya bacakan dari ayat 12, tetapi pembahasan akan difokuskan ke ayat 17 dan 18, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku”. Saudara, di dalam agama di dunia selalu harus ada fokus atau center, di mana center itu akan berkait dengan hidup. Itu akan berkait dengan bagaimana kita menjalani hidup kita di dunia ini. Di dalam masa lalu, terutama di dalam zaman ketika modern belum ada dan Kekristenan belum ada, maka penyembahan berhala ini jadi pola umum di dalam agama. Saudara bisa menyelidiki sejarah kuno dan Saudara akan sadar bahwa agama-agama itu memang banyak dan beda-beda, tapi mempunyai pola yang mirip. Ada kemiripan yang bisa dibaca dari semua agama pada zaman kuno dan juga ada kemiripan dengan gaya hidup manusia sekarang, di mana kita menjadi lebih sekuler dan tidak lagi mempercayai kuasa supranatural. Jadi manusia itu sebenarnya diikat oleh tipu daya yang cukup mirip secara global. Agama adalah fenomena global dan kemiripan satu agama dengan agama lain juga menjadi fenomena global yang bisa didapatkan di dalam agama di bangsa manapun. Misalnya mereka sama-sama mempunyai berhala yang mereka harap bisa memberikan kesuburan tanah, mereka sama-sama mempunyai berhala yang bisa memimpin mereka berperang. Tapi yang lebih membuat kesamaan itu nyata adalah bahwa semua agama kuno yang menyembah berhala, sama-sama menganggap bahwa berhala mereka tidak secara rela, tidak secara otomatis menginginkan kebaikan di dalam dunia. Beberapa di dalam tradisi dari Agama Yunani dan juga Agama Romawi mungkin mempunyai perbedaan, karena di dalam ajaran agama-agama ini ada dewa-dewa yang bersifat bijak, yang bersifat baik, yang bersifat ingin menolong dan ingin menyatakan keadilan. Tetapi kita tahu bahwa sense ini muncul sejak ada orang-orang yang mulai berpikir tentang hidup, mulai menggali tentang apa itu etika dan mulai menggali tentang apa itu kebajikan. Jadi agama dipengaruhi oleh filosofi apa yang sedang berkembang di sekeliling. Ketika para pemikir mulai berpikir tentang bagaimana manusia harus diperlakukan, bagaimana raja harusnya mempunyai kekuasaan, bagaimana harusnya raja memperlakukan rakyat, ini menjadi tema yang juga masuk ke dalam agama. Sehingga mulai muncul Ilah yang menindak manusia demi keadilan, demi belas kasihan. Ada dewa-dewa yang bertindak karena menyukai orang-orang benar. Ada dewa-dewa yang bertindak untuk menolong orang yang tertindas. Tetapi kebanyakan orang-orang yang beribadah tidak beribadah kepada dewa-dewa sedemikian. Mereka beribadah kepada dewa-dewa yang bukan membuat manusia jadi lebih bijak, membuat manusia menjadi lebih baik, tapi mereka beribadah kepada dewa-dewa yang akan membuat mereka makin terjamin hari depannya lewat harta, lewat hasil panen, atau lewat semua barang yang bisa disimpan untuk memberikan nilai dan penghidupan di masa yang akan datang. Berarti dari dulu manusia sudah terpisah dua jenis, meskipun sama-sama tidak kenal Tuhan. Ada manusia yang tidak kenal Tuhan, yang pikirannya adalah kemanusiaan, berpikir bagaimana manusia harus adil, bagaimana kebajikan harus dipraktekkan, ini saya bicara tentang manusia secara umum, bukan orang Kristen. Tapi ada sebagian manusia yang cuma tahu khawatir dan hanya bisa diredakan dengan banyaknya harta. Sehingga ada di pikirannya cuma uang, yang ada di pikirannya cuma masa depan bagaimana bisa terjamin, yang ada di pikirannya cuma “bagaimana kesenangan bisa didapatkan kalau saya bisa membelanjakan uang banyak-banyak”. Dua kelompok ini entah itu mereka percaya Tuhan atau tidak, ini real. Sifat seperti ini ada di dalam manusia, entah manusia itu beragama sejati kepada Tuhan atau tidak. Orang yang beriman kepada Tuhan pun terbagi dua kelompok ini, ada sebagian yang lebih memperhatikan karakter, lebih memperhatikan belas kasihan, lebih memperhatikan keadilan. Ada sebagian meskipun sudah Kristen tetapi tidak mengerti hal-hal penting ini, cuma tahu bagaimana bisa menikmati hidup dengan banyak harta dan bagaimana masa depan bisa terjamin dengan banyak harta. Saya percaya kedua kelompok orang ini menunjukkan perbedaan secara karakter, yang satu disebut orang yang kerdil, satu lagi disebut orang yang agung. Orang menjadi kerdil karena dia tidak peduli kebaikan dari banyak orang. Orang disebut agung karena dia memikirkan bagaimana banyak orang seharusnya menjadi baik dan mendapatkan kesejahteraan. Ini membedakan orang agung dan orang kerdil. Di dalam pembahasan tentang filsafat Asia, Pendeta Stephen Tong pernah membagikan dua tema ini, ada orang agung dan orang kerdil. Jangan menjadi orang kerdil, jadilah orang agung. Orang yang berjiwa besar selalu akan jadi orang berpengaruh. Orang berjiwa kerdil selalu tidak berguna, dia boleh ada, boleh tidak. Kalau dia hidup, tidak ada yang terlalu senang. Kalau dia mati, juga tidak ada yang terlalu sedih. Dia boleh ada dan orang tidak mendapatkan apa-apa. Dia boleh hilang dan orang tidak rugi apa-apa. Tapi orang agung selalu diinginkan, kalau dia ada, semua senang. Kalau dia tidak ada, semua menangis. Orang-orang seperti Friedrich Schleiermacher dari Jerman, ketika dia mati, yang mengantar peti mati dari gereja ke tempat kuburan itu puluhan ribu orang. Mereka berbaris di jalan sambil menangis, sambil pegang bunga, begitu peti lewat mereka lempar bunga menandakan penghormatan “kami merindukan orang agung seperti engkau, kami tidak lagi punya sumber inspirasi”. Schleiermacher menulis begitu banyak buku yang memajukan kebudayaan, sehingga mereka sedih berpisah dengan orang seperti ini. Tapi orang-orang kerdil, tidak ada yang terlalu peduli. Mereka mungkin cuma menangis karena nama mereka tidak masuk dalam harta warisan dari orang yang sudah mati itu. Selain kekayaannya, orang kerdil tidak dipedulikan. Orang kerdil cuma dipedulikan kalau dia punya harta dan kalau dia punya harta, orang yang dekat ke dia pun cuma mau hartanya dia. Saudara kalau engkau adalah orang kaya, hati-hati memilih teman, siapa yang dekat kepadamu hanya karena harta, jangan senang. Jika engkau punya karakter kerdil, seberapa pun besar uang hanya dapat menarik orang-orang oportunis yang cuma mau mencuri uangmu, yang cuma memanfaatkan keuangan yang kamu punya. Jadilah orang agung bukan orang kaya, sebab orang kaya tidak pernah dicintai, ini sesuatu yang menyedihkan, jika engkau punya harta pas atau bahkan miskin, tetapi engkau punya bijaksana dan keagungan, orang yang dekat kepadamu benar-benar menghargai engkau sebagai manusia. Tapi kalau kau tidak punya karakter apapun, hanya punya mobil mewah, hanya punya rumah mewah, hanya punya harta yang banyak, maka engkau sebenarnya orang yang tidak dihargai. Tidak ada yang peduli engkau, tidak ada yang menghargai engkau. Semua cuma hargai hartamu, hartamu lebih penting dari dirimu, ini kasihan sekali. Saya tidak mengatakan orang harus miskin, tetapi saya mengatakan orang harus punya karakater yang agung. Kalau tidak, tidak ada yang menghargai engkau sebagai manusia. Apakah kita dihargai sebagai manusia? Maka ini jadi sesuatu yang akan membuat kita merenung, orang yang tidak kenal Tuhan pun ada dua kelompok ini. Maka kalau kita mengaku percaya Tuhan, tapi yang kita pikir cuma harta, maka kita dipermalukan oleh orang-orang yang meskipun tidak percaya Tuhan, tetapi mempunyai kebesaran jiwa untuk memperhatikan banyak orang. Saya memang tidak bicara soal keselamatan. Saudara tidak mengatakan orang yang jiwanya agung tapi tidak percaya Tuhan bisa selamat? Tentu tidak. Tapi saya ingin memberikan peringatan, jika engkau terus berjiwa kerdil mungkin engkau bukan bagian dari kelompok yang diselamatkan, ini penting untuk kita waspadai. Sebab jika Tuhan tidak pernah menjadikan keagungan jiwa sebuah kesempatan masuk surga, karena surga terlalu mulia, apalagi orang yang mengaku percaya Tuhan dan berjiwa kerdil. Ini sesuatu yang mesti kita pikirkan “jika saya tidak pernah berguna bagi sesama manusia, saya tidak pernah memberi sumbangsih apapun dengan karakter yang baik, maka saya hanya orang kerdil”. Orang kerdil akan menyembah berhala secara kerdil, “oh dewa-dewa berkatilah panenku, oh dewa-dewa berikanlah aku uang, oh dewa-dewa berikanlah aku kesejahteraan”. Tapi orang agung akan minta ke dewa “berikan negaraku sejahtera, berikan negaraku keadilan, berikan negaraku harta yang didistribusikan secara seimbang”, orang yang doa kepada Athena misalnya di Yunani, meskipun kita tahu Athena adalah dewa kafir, ajaran yang tidak benar. Tetapi orang yang berdoa kepada Athena mengatakan “berkati kota kami, berkati kesejahteraannya, berkati orang-orang yang ditindas. Munculkan mereka, hancurkan para penindas”, ini doa yang baik meskipun tidak diberikan kepada Tuhan yang benar. Tapi orang-orang yang menyembah dewa untuk mendapatkan kesuburan panen, mendapatkan kesejahteraan jiwa, ini orang-orang kerdil. Dan orang kebanyakan menyembah dewa-dewa dengan menganggap bahwa “kesejahteraanku bukan concern-nya dewa. Dewa tidak peduli saya sejahtera atau tidak, maka saya harus memohon supaya mereka peduli. Saya harus barter dengan mereka supaya mereka peduli. Saya berikan persembahan, sesajen, saya berikan harta, saya berikan persembahan supaya bisa ada transaksi. Saya sudah memberi kepadamu oh dewa, sekarang tolong berikan tanahku kesuburan, tolong berikan hasil panen yang baik”, manusia itu kasihan sekali. Karena konsep agama dan penyembahan seperti ini, maka konsep sosial akan dipengaruhi oleh konsep agama.

Ketetapan Tuhan & Kehendak Melayani

Filipi 2: 12 “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku. Kita sudah membahas mengenai ketaatan dan sekarang kita melihat apa yang Paulus tekankan di dalam mengerjakan keselamatan. Ini merupakan hal yang sangat penting karena ayat yang ke-13 mengatakan “Allah lah yang mengerjakan di dalam kamu, baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”. Ini Paulus katakan setelah sebelumnya Paulus mengatakan “kerjakanlah keselamatanmu dengan takut dan gentar”. Jadi Paulus memerintahkan orang Filipi untuk punya keinginan untuk taat, keinginan untuk hidup benar, tapi Paulus mengatakan “alasan engkau harus hidup benar adalah karena Roh Kudus yang menggerakkan”. Ada prinsip yang orang-orang pada abad pertama Kekristenan sangat mengerti, tetapi kita yang di dalam zaman modern kurang bisa mengerti. Ada hal yang luput karena cara berpikir yang beda. Di dalam pengertian dari orang-orang di abad pertama, kedaulatan Tuhan dan kerelaan kita, pengaturan Tuhan dan kebebasan kita, ketetapan Tuhan dan tanggung jawab kita, itu tidak pernah dilihat sebagai dua hal tapi selalu dilihat sebagai satu kesatuan. Ini tidak lagi terjadi ketika kita masuk ke dalam zaman modern, karena orang modern punya cara berpikir yang sekarang kita warisi yang beda dengan cara berpikir dari orang-orang di abad pertama. Jadi kadang-kadang kita mesti pahami dulu hal apa yang jadi cara berpikir orang dulu dan hal apa yang sekarang kita sudah tidak lagi anut dan tanpa sadar membuat kita sulit memahami Kitab Suci. Di dalam zaman modern ditekankan bahwa otonomi manusia atau kebebasan manusia berarti kemampuan manusia untuk lepas dari determinisme atau dari penentuan apapun. Binatang tidak bebas, karena binatang sangat ditentukan oleh alam. Tetapi manusia bebas karena manusia bisa memanipulasi alam. Binatang tidak bebas karena binatang tergantung lingkungan. Manusia bebas karena manusia bisa mengatur ulang lingkungan. Manusia masuk hutan lalu mengatakan “saya tidak cocok di sini”, dia akan tebang hutan, dia akan membuat pondok, dia bersihkan dari segala yang kotor, baru dia mengatakan “ini baru saya nyaman di dalamnya”. Manusia bisa melakukan itu dengan sangat ekstrim sehingga muncul kota, bukan lagi hutan. Muncul peradaban dan bukan lagi rimba. Ini sesuatu yang membedakan manusia dari binatang menurut orang modern. Kita lepas dari penentuan di luar kita, itu tandanya kita bebas, itu tandanya kita manusia, itu tandanya kita maju. Apakah kamu masih diatur oleh kuasa-kuasa alam? Tidak, berarti kamu orang modern. Orang zaman dulu masih primitif, dia tidak bisa lepas dari apapun yang alam diktekan kepada dia. Kalau alam sudah diktekan, dia tidak bisa lakukan apapun yang lain. Tapi manusia modern bisa mendikte alam. Jadi tidak ada kekuatan di luar manusia yang akan intervensi kepada manusia, ini pengertian modern. Tanpa sadar pengertian ini membuat orang sulit menempatkan Tuhan karena Tuhan dianggap sebagai pihak luar yang intervensi kepada saya. “Berarti kalau saya masih primitif, saya diintervensi Tuhan pun tidak akan masalah. Saya orang kuno, saya orang yang belum maju, saya orang modern, saya belum mengalami modernisme, maka kalau Tuhan intervensi, saya tidak masalah. Kalau Tuhan mengatur hidup saya, saya tidak merasa ada masalah. Kalau Tuhan yang membuat saya melakukan apapun, saya taat”, ini pengertian kuno. Tapi kita orang modern tidak mau itu lagi. Maka orang modern tidak mau langsung menolak Tuhan, tapi mereka interpretasi ulang Tuhan. Mereka menekankan, “Tuhan itu tidak akan mengganggu kita, Tuhan tidak akan ambil kebebasan kita, Tuhan tidak akan membuat kita menjadi makhluk primitif lagi, karena kita orang bebas”. Maka orang modern tidak suka tema predestinasi, orang modern tidak suka tema kedaulatan Allah, karena mereka merasa ini adalah bentuk intervensi terhadap kebebasannya “masa Tuhan pilih saya? Saya yang pilih Tuhan, karena saya bebas. Masa Tuhan menentukan siapa selamat siapa tidak? Manusia yang menentukan dengan pilihan bebas dia. Kalau dia mau selamat, berjuanglah percaya Tuhan. Kalau dia tidak mau selamat, silakan jangan percaya Tuhan, ini tergantung manusia”. Jadi orang modern sulit mengatakan tergantung Tuhan, lebih suka mengatakan tergantung manusia dan Tuhan ikut saja program manusia. Jadi ketika ditanya kepada orang modern “seperti apa Allahnya orang Kristen?”, mereka interpretasi ulang doktrin dengan mengatakan “Allah kita adalah Allah yang memberikan niat di hati, tapi yang tidak mencampuri apapun yang menjadi keputusan kita. Silahkan putuskan sendiri, Dia di luar, Dia tidak intervensi, karena kita orang modern”. Tetapi cara berpikir seperti ini bukan cara berpikirnya Paulus, bukan cara berpikir pembaca mula-mula dari Surat Filipi dan bukan cara berpikir semua manusia di abad yang pertama. 

Bagaimana cara mereka berpikir dulu? Mereka menganggap bahwa kesatuan antara kehendak Tuhan dan pilihanku itu hal yang normal dipahami. Dan Saudara akan sadar lebih rumit memahami apa yang orang dulu pahami dibandingkan kita. Sulit menjelaskan bagaimana engkau menerima Allah berdaulat, tapi engkau tetap bebas. Maka kadang-kadang saya merasa teori yang terlalu di-simple-kan membuat pikiran kita jadi terlalu simple juga. Kita orang modern mempunyai kemampuan berpikir rumit di dalam hal teknologi, tapi punya kemampuan berpikir yang payah di dalam filosofi dan pengertian hidup. Kita diberikan teori, pengertian, filosofi atau teologi, pikiran kita sulit mengolahnya, karena kita sebenarnya tanpa sadar sudah lebih bodoh dari orang dulu, kecuali dalam hal teknologi. Orang dulu mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi, mengambil dan membangun cara berpikir atau wawasan kalau tadi dikatakan oleh liturgis, membangun cara berpikir yang rumit, yang tidak mudah untuk dijelaskan. Bagaimana engkau percaya Allah mengatur segala sesuatu tapi engkau tetap merasa bebas? “Kalau engkau menolong orang, ini kamu atau Tuhan?”, “Tuhan”. “Kalau begitu kamu tidak ada niat?”, “ada”. “Jadi ini dari kamu atau dari Tuhan?”, “dari Tuhan dan dari saya”, “bagaimana menyatukan ini?”, “itu memang satu kan”, dan mereka bingung. Jadi mereka akan bicara begitu, dan kita heran “tidak ini tidak satu, ini dua hal. Kalau Tuhan yang tentu tentukan berarti kamu tidak punya bagian. Kalau kamu yang tentukan berarti Tuhan tidak punya bagian”. Hatimu ambil keputusan itu dari Tuhan atau dari dirimu? Orang pembaca Filipi akan mengatakan “dua-duanya, dari Tuhan dan dari diri, mana bisa cuma salah satu?”, ini yang orang dulu akan pikir. Tapi orang modern akan heran dengan jawaban itu “mana bisa dua-duanya”, tapi orang Perjanjian Baru akan mengatakan “mana bisa cuma salah satu”. Akhirnya kita berdebat di situ. “Siapa yang mengatur hatimu, Tuhan atau kamu?”, “dua-duanya, mengapa kamu aneh?” kita orang modern mengatakan “kamu yang aneh, masa bisa dua-duanya, harus pilih salah satu”. Maka orang kuno akan mengatakan “ini bukan multiple choice, ini pilih semua, ini semua jawaban benar”, itu bedanya kita dengan mereka. Maka kita sulit mengerti doktrin-doktrin seperti kedaulatan Allah, “kalau Allah berdaulat, di mana kebebasanku?”, ini pertanyaan khas modern. “Kalau Tuhan memilih untuk saya diselamatkan, di mana tanggung jawab iman saya?”, orang kuno akan mengatakan “di situ, di kamu”, “katanya Tuhan yang melakukan”, “memang Tuhan”, “kalau begitu Tuhan, bukan saya”, “ya kamu juga”, “maksud kamu bagaimana?”, mereka balik tanya, “kamu yang bagaimana?”. Ini susah, untung kita tidak punya mesin waktu, kalau tidak perdebatan tidak habis-habis dengan orang abad pertama. Kita main ke tempat mereka dan debat hal ini sampai kita pusing dan mereka juga pusing. Kita heran sama mereka “mengapa kamu berpikir begini?”, dan mereka heran sama kita “kok kamu berpikir begini?”. Kita yang terlalu lalai mempelajari sejarah akhirnya lupa bahwa cara berpikir manusia di dalam sejarah itu beda. Kita sudah terlalu nyaman dengan cara berpikir kita di zaman ini sehingga kita mengasumsikan semua orang sepanjang zaman dari Adam sampai Adam Smith dan Adam West, semua bicara, berpikir dan punya konsep yang sama dengan saya, tidak. Kita punya konsep di zaman kita dan zaman lampau tidak tentu memiliki konsep yang sama dengan zaman kita sekarang. Itu sebabnya ada kesulitan memahami ayat yang ke-12 dan ke-13, “Hai saudara-saudaraku yang kekasih”, kata Paulus di ayat 12 “kamu senantiasa taat karena itu tetaplah Kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar”, Paulus memerintahkan ini kepada orang Filipi. “Mengapa saya mesti kerjakan keselamatanMu dengan takut dan gentar?”, ayat 13 Paulus menjawab “karena Allahlah yang mengerjakan”. “Jadi siapa yang mengerjakan, Allah atau saya?”. Paulus mengatakan “kamu kerjakan”, “mengapa?”, “karena Allah mengerjakan”, “jadi siapa yang kerjakan?”. Kita bingung, tapi orang Filipi tidak bingung. Di sini kita mesti mengakui, kita mesti bertobat dan menjadi mirip dengan mereka dalam cara berpikir. Jadi siapa yang kerjakan keselamatan? Tuhan, maka saya mesti bergiat. Kamu harus hidup suci karena Tuhan yang kerjakan, “Tuhan yang kerjakan berarti saya harus hidup suci”. Mengapa konsep ini ada pada mereka? Karena mereka melihat ada kesatuan antara Tuhan dan jiwa manusia. Ini sesuatu yang orang modern sudah tidak punya. Kesatuan antara Tuhan dan jiwa manusia. Tuhanlah pencipta jiwa dan Tuhanlah penopang jiwa manusia. 

Dorongan untuk Taat

Filipi 2: 12-18 “Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah. Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu sekalian. Dan kamu juga harus bersukacita demikian dan bersukacitalah dengan aku”.

Kita akan bagi perikop ini dalam beberapa bagian. Bagian ini kita akan bahas di ayat yang ke-12-15. Paulus mengatakan “hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat”, waktu Paulus ada di tengah-tengah mereka, mereka dengar firman dan taat. Seringkali kita berpikir ketaatan adalah aspek yang berkait dengan tingkah laku dan tabiat saja. Taat bukan hanya berkait dengan tingkah laku dan tabiat, taat tidak hanya berkait dengan hal-hal sepele yang kita bisa lihat di permukaan hidup kita. Ketaatan bukan seperti itu. Kadang-kadang kita menafsirkan ketaatan sebagai kebertundukkan mutlak dalam segala hal, tapi Alkitab memberikan porsi ketaatan memberikan porsi untuk adanya pergumulan, untuk adanya kerelaan hati. Sebelum rela hati, mungkin orang tidak akan taat, sebelum rela hati mungkin orang sulit untuk ikut apa yang Tuhan mau. Tetapi Paulus mengatakan “kamu senantiasa taat”, mengapa Paulus bisa mengatakan orang Filipi taat? Karena dia sudah kerja. Paulus mengatakan “untuk membuat kamu taat, saya seperti orang yang mengorbankan diri”, ini bisa kita lihat di dalam ayat yang ke-16 “agar aku dapat bermegah di hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma bersusah-susah”. Ayat 17 “bahkan sekalipun darahku dicurah pada korban dan ibadah imanmu, aku bersukacita, dan aku bersukacita dengan kamu sekalian”. Paulus di mana-mana dia melayani, dia memberikan diri sebagai orang yang siap dikorbankan. Kristus adalah Imam yang mengorbankan diriNya dan Paulus mengambil jejak langkah itu, “saya pun mirip Kristus, saya imam yang mengorbankan diri. Saya mencurahkan darah untuk pelayanan yang saya kerjakan”. Yang Paulus kerjakan bukan hal yang main-main, dia rela tukar nyawanya demi ketaatan jemaat. Mengapa taat penting? Karena taat berkait dengan kerelaan hati. Maka harap kita mengerti firman Tuhan dengan dalam, dengan tepat, taat bukan hanya perilaku yang dibuat. Kadang kita mengatakan taat itu kalau anak bisa duduk tenang dan tidak bergerak. Anak yang duduk diam dan tidak bergerak, itu belum tentu taat. Orang yang duduk berdiam dan tidak bergerak, belum tentu taat. Di dalam Kitab Suci, gesture ketaatan tidak sepenting perlakuan manusia kepada sesama. Saudara lihat seberapa besar Tuhan marah karena orang Israel gagal menjalankan keadilan, gagal punya belas kasihan kepada sesama, gagal mempraktekkan keadilan waktu mereka punya seorang raja. Raja-raja pun gagal karena tidak membuat orang Israel menyembah kepada Tuhan yang sejati, tetapi justru membuat mereka tunduk kepada raja dengan otoritas yang keras, mereka paksa orang. Orang-orang seperti Ahab ambil tanah orang lain, singkirkan dengan manipulasi dan bahkan membunuh untuk mendapatkan tanahnya, ini yang paling Tuhan benci. Tuhan benci ketidak-adilan, tapi tidak banyak orang Kristen mengurus hal ini. Kita tidak bergumul dan berjuang untuk memperbaiki yang tidak adil. Kita lebih berjuang untuk memperbaiki gesture yang sopan, keadaan yang sepertinya ramah. Kadang-kadang ini merusak, di Sekolah Minggu guru mengatakan “anak yang baik, anak yang takut Tuhan adalah anak yang paling menurut dengan gurunya”. Kalau gurunya tidak baik, untuk apa taat sama guru? Mohon maaf, saya dari kecil sulit taat dengan otoritas yang tidak beres. Orang tidak punya hak, suruh saya untuk taat, apa gunanya? Mengapa mesti taat dia? Yang jadi guru Sekolah MInggu, hati-hati kalau muridmu baik-baik, manis-manis, tidak suka melawan. Tidak melawan baik-baik, nanti di masyarakat tidak dipakai Tuhan. Mohon maaf, banyak orang terlalu baik waktu kecil, disukai guru, disukai pemimpinnya, disukai pemimpin KTB “ini orang hebat, ini orang baik”, karena dia saleh, tidak pernah mau memberontak. Akhirnya tidak dipakai Tuhan. Apa-apa hanya tahu menurut, pemerintah salah pun menurut saja, sistemnya seperti ini pun nurut. “Pokoknya apa yang terjadi, aku ditugaskan untuk taat”. Saudara tidak ditugaskan untuk taat, Saudara ditugaskan untuk taat kepada Tuhan. Kalau Tuhan tidak menyatakan lewat otoritas yang benar, Saudara tidak berkewajiban untuk taat. Di dalam Kitab Suci, ketika rasul-rasul mau dianiaya, yang menangkap mereka mengatakan “kamu jangan menyebarkan ini lagi, kamu akan dihukum”. Mereka mengatakan “memang benar kami harus taat kepada pemerintah, tapi jauh lebih penting untuk taat kepada Tuhan. Kami harus lebih taat kepada Tuhan dari pada kepada manusia”, ini prinsip yang kadang dimanipulasi oleh pemimpin-pemimpin di dalam gereja. Kadang orang mengatakan “gereja harus mengajarkan taat kepada orang-orang di bawah”, itu benar, tapi gereja juga mengajarkan rendah hati kepada para pemimpin. Ada penyakit tidak taat di dalam manusia karena manusia sudah jatuh dalam dosa, itu benar, manusia cenderung tidak taat karena berdosa. Dan manusia juga cenderung suka otoritas karena sudah jatuh dalam dosa. Ada orang tidak mau taat karena dosa, ada orang mau ditaati karena dosa. Mau jadi raja, mau apa yang dia katakan semua mesti menurut, ini juga problem. Maka Saudara jangan cuma lihat satu sisi di dalam kesalehan dan iman Kristen. Karena kalau kita cuma lihat satu sisi, kita lupa lihat sisi yang lain. Ada satu orang mengatakan kepada saya “pak, pastikan jemaat taat, karena taat adalah tanda kekudusan”, saya tanya balik “mengapa terlalu ingin ditaati? Mengapa tidak mau dengan orang yang beda pendapat? Mengapa tidak suka ada perdebatan sehat?”, karena kamu mau jadi Allah. Yang tidak mau taat karena dia mau jadi Allah, yang jadi pemimpin mau ditaati juga karena dia mau jadi Allah. Maka Saudara hati-hati, saya dengan gentar mau menyiapkan pemimpin-pemimpin kelompok di dalam persekutuan wilayah, tapi saya sangat khawatir kalau pemimpin-pemimpin menjadi Allah di kelompok itu. “Pokoknya saya pemimpinmu selama-lamanya, seumur hidup kamu murid saya”, itu bukan ajaran Alkitab. Kita murid seumur hidup dari Kristus, Kristus Guru Agung kita, “saya bukan gurumu selama-lamanya”. Suatu saat Saudara akan dibimbing orang lain yang bukan saya, suatu saat Saudara akan lebih rohani dari saya, mungkin Saudara yang akan membimbing saya. Tidak ada guru kekal, tidak ada pemimpin kekal. Itu sebabnya siapa nanti jadi pemimpin di persekutuan wilayah, ingat baik-baik, engkau bukan Tuhan, engkau bukan otoritas mutlak. Dengar dan jadi hamba bagi kelompokmu. Jangan jadi tuan atas mereka, mengintimidasi “mesti taat, mesti menurut, mesti setia, mesti mati-matian kerjakan yang saya mau”. Menangkan hati orang, baru perintahkan. Saudara belum memenangkan hati orang, percuma koar-koar memerintahkan. Maka ada semacam pemimpin yang pengikutnya orang-orang baik, yang tidak pernah tahu apa itu kebenaran, tidak pernah tahu memegang pendapat, orang-orang galau yang tidak tahu harus ambil posisi mana. Dapat pemimpin keras, dia ikut-ikut saja. Tapi orang yang sulit diatur karena dia punya prinsip, siapa yang bisa atur? Saudara kalau lihat Pdt. Stephen Tong, bawahnya itu orang-orang keras, orang-orang yang kalau punya pendapat susah dilawan. Tapi mengapa mau menurut dan belajar menurut? Karena Pdt. Stephen Tong memenangkan hati mereka, bukan perintahkan mereka lebih dulu. Jangan pikir ketaatan itu hanya gesture yang ramah, yang tidak suka konflik, pokoknya dengar apa menurut, dengar apa dan taat. Itu sebabnya harap kita pikir baik-baik apa maksud ketaatan di dalam Kitab Suci.