Apa yang membuat kita yakin bahwa Tuhan menginginkan kita? Jawabannya adalah Tuhan rela turun, inkarnasi, Allah jadi manusia, inilah bukti bahwa Tuhan mau jadi satu dengan kita. Mengapa ini jadi bukti? Karena pribadi kedua Tritunggal mengambil natur manusia. Saudara jangan pikir Yesus cuma ambil natur manusia sementara saja di bumi, sekali Dia mengambil natur manusia, selamanya Dia mempunyai natur manusia. Kalau Saudara tanya “sekarang di surga Yesus punya natur manusia?”, harus punya. Kalau Saudara menganggap Yesus menanggalkan natur manusiaNya dan Dia naik ke surga sebagai Allah saja, itu ajaran yang salah, bidat. Saudara tidak boleh menganggap natur manusia Kristus sementara, Dia Allah selamanya dan sejak Dia mengambil natur manusia, Dia dwi natur selamanya. Kalau begitu waktu Dia mengambil natur manusia, ini tidak main-main, karena Dia selamanya punya natur manusia, Pribadi kedua dari Tritunggal, bukan pertama dan ketiga, Bapa tidak punya natur manusia, Roh Kudus tidak punya natur manusia, ini mesti jelas. Tapi Sang Anak punya natur manusia. Sang Anak punya natur manusia untuk selamanya, ini menandakan Allah selamanya ingin satu dengan manusia. Dan Kristus selamanya menjadi mediator antara Allah dan manusia. Itulah yang kita kagumi dalam kisah Natal. Itu sebabnya kisah Natal tidak mungkin ada di dalam pikiran dunia. Dunia tidak mengerti Natal, dunia cuma mengerti Sinterklas. Mengapa? Karena Sinterklas adalah the best thing that can happen to man according to their own thing, Sinterklas itu adalah pribadi paling agung yang bisa dipikirkan oleh manusia di bumi. Mengapa? Karena dia suka memberi hadiah, ini konsep teragungnya manusia versi manusia. “Kamu senang dengan seseorang?”, “senang”, “mengapa?”, “karena dia suka memberi hadiah”. Kita cenderung akan menyukai orang yang senang memberi kepada kita. Manusia di bumi tidak punya pengharapan karena kita bahkan tidak tahu apa yang bisa diharapkan dari Tuhan, sebab kita tidak kenal Tuhan. Saudara kalau kenal Tuhan, Saudara akan harap yang Ilahi datang, ini ekspektasi Israel. Mereka mengatakan “karena aku kenal Tuhan, aku harap Tuhan berkemah di tengah kami”, Tuhan mengajar mereka untuk berharap seperti itu. Waktu mereka bertemu Tuhan di Gunung Sinai, mereka sangat kagum, Allah begitu mulia di puncak Gunung Sinai, Allah begitu megah, begitu agung. Dan Tuhan mengatakan “coba tebak, Aku mau berdiam di tengah-tengah kamu”, dan mereka kaget “Tuhan mau berdiam di tengah kami? Kami pasti mati”. Dan Tuhan mengatakan “tidak, karena Aku akan merancangkan Imamat. Para imam akan memastikan kehadiranKu di tengah-tengah kamu tidak membuat engkau mati tapi membuat engkau penuh sejahtera”. Jadi manusia dilatih oleh Tuhan untuk berharap. Berharap pun kita tidak mengerti. Engkau berharap cuma diberi hadiah? Itu kan level tertinggi yang kita bisa harap, Sinterklas. Dan beberapa aliran dari Kekristenan yang populer memang mengharapkan Tuhan menjadi Sinterkals, itu saja cukup. “Tuhan berikan saja hadiah cukup bagi saya, Tuhan berikan saya bisnis yang lancar, beri saya uang yang banyak, itu sudah cukup karena saya tidak mengerti berharap apalagi dari Tuhan”. Tapi kemanusiaan kita kosong karena kita tidak tahu bahwa sebenarnya kita bisa berharap Tuhan satu dengan kita, ini pengharapan yang tidak dimengerti. Apa pengharapan Israel? Mereka ingin ada raja yang bisa berontak. Lalu mereka tunggu di mana raja itu dan Tuhan berikan kepada mereka Raja yang tidak bisa memberontak, bayi. Tapi gembala merubah ekspektasi raja yang berontak dengan menyembah bayi, mereka pergi dan mengatakan “semua yang dikatakan malaikat benar”, “dari mana tahu kalau itu benar? Itu Mesias masih bayi, tahu apa? Bagaimana kamu tahu Dia akan benar-benar menjadi pemimpin yang membebaskan kamu? Jawabannya satu karena ini Allah jadi manusia. Kerelaan Allah menjadi manusia adalah bukti bahwa saya bisa berharap Allah bersama saya selama-lamanya, dan ini yang harusnya kita inginkan. Maka mari belajar berekspektasi. Natal mengkritik ekspektasi yang dangkal dari manusia duniawi dan melatih kita untuk punya ekspektasi lebih besar dari itu. Apa ekspektasi saya? “Saya ingin Tuhan berdiam bersama dengan saya”. Bayangkan betapa agungnya Tuhan. John Calvin di Institut buku pertama mengatakan hal paling megah dari seluruh ciptaan cuma mencerminkan kemuliaan Tuhan yang masih terselubung. Hal paling indah, paling agung, paling besar yang kita temukan di dalam ciptaan hanya menyatakan cinta yang masih terselubung, belum yang sejati. Kalau begitu Tuhan sebesar apa, seagung apakah Dia? Kehadiran Tuhan memperbarui segala sesuatu dan kehadiranNya menyatakan kemuliaan yang sempurna yang kita perlukan sebagai manusia. Itu sebabnya Natal mengkritik ekspektasi yang rendah dan memberikan Allah yang rela menjadi manusia. Di palungan ada seorang bayi yang adalah Allah menjadi manusia. Maka Yohanes pasal yang pertama mengatakan terang itu datang ke dalam dunia dan tugas manusia adalah menyaksikan, manusia tidak bisa menggantikan terang itu. Apa tugasmu? Engkau tidak dipanggil menjadi the next Christ, engkau dipanggil untuk menyaksikan Kristus itu. Dia datang menerangi setiap orang. Dia datang ke dalam dunia tapi milik kepunyaanNya menolak Dia. Mengapa menolak? Karena mereka tidak mau dibentuk ekspektasinya, mereka tidak mau dilatih untuk berharap dengan harapan yang lebih tinggi, harapannya rendah terus. Tapi orang yang punya pengharapan sejati di dalam iman diberi kuasa menjadi anak-anak Allah yaitu mereka yang percaya akan namaNya. Orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, tapi heran nanti 14 dikatakan Firman itu menjadi daging. “Diperanakkan bukan dari darah, bukan dari daging, bukan secara jasmani oleh keinginan laki-laki, melainkan dari Allah”. Saudara dijadikan anak Allah karena kuasa Allah. Bagaimana kuasa Allah dinyatakan? Dengan Sang Firman menjadi manusia, Dia berdiam di tengah-tengah kita selama-lamanya. Tuhan mengatakan “selama-lamanya Aku akan menghabiskan hidupku dengan engkau”. Dietrich Bonhoeffer menulis renungan harian, renungan itu diberi judul “Tuhan aku mau menghabiskan hidupku selamanya bersama dengan Engkau”, itu kalimat yang indah sekali. Dan ketika ditanya mengapa diberi judul ini, mengapa kamu katakan “Tuhan, aku mau menghabiskan sisa hidupku bahkan selamanya bersama dengan Engkau, mengapa tulis itu? Jawaban dia adalah “karena Tuhan yang lebih dulu mengatakan kalimat itu kepada saya”. Saudara kalau ada pernikahan, kalau Saudara lihat nanti biasanya pengantin laki-laki yang duluan mengatakan “aku mengambil engkau sebagai istriku satu-satunya yang sah dan akan tinggal bersama dengan engkau sampai kematian memisahkan”, lalu yang perempuan harus mengatakan hal yang sama. Kalau yang perempuan cuma terharu “saya terharu, terima kasih sudah mengatakan hal itu, mari kita lanjutkan ibadahnya”, tidak bisa seperti itu. Dia harus mengatakan hal yang sama, kalau dia tidak mengatakan yang sama berarti pernikahannya batal. Itu sebabnya ketika Bonhoeffer mengatakan “saya mau menghabiskan hidupku bersama dengan Engkau”, lalu ditanya “mengapa?”, “karena Tuhan lebih dulu mengatakan itu ke saya”. Bayangkan indahnya kalimat Allah Pencipta langit, surga dan bumi, Pencipta malaikat dan seluruh makhluk yang ada mengatakan kepada Saudara “Aku mau hidup bersama dengan engkau selama-lamanya”. Dan Saudara mengatakan “itu sepertinya to good to be true, saya perlu bukti. Saya bukan meragukan kalimatMu, tapi itu terlalu besar”, gap antara Allah dan manusia terlalu besar. Bagaimana gap itu dijembatani? Dan Tuhan mengatakan di Hari Natal Allah lahir, Dia menjadi bayi. Dia dibaringkan di palungan dan itulah bukti Tuhan mau selamanya menyertai kita. Harap ekspektasi Natal kita tidak rendah, harap ekspektasi Natal kita adalah setinggi yang Alkitab nyatakan menjadi janji Tuhan. Tuhan bersama dengan manusia. Kiranya Tuhan menyertai, Yohanes 1: 14 mengatakan “Firman itu menjadi manusia dan berkemah di antara kita”, ini mengingatkan kita akan Kitab Keluaran, Tuhan menyertai Israel selamanya. Tuhan menyertai gerejaNya selama-lamanya.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)