Cinta menyebabkan relasi yang ingin bersatu, tidak ada cinta yang memecahkan, memisahkan, membuat kebencian, membuat jarak. Cinta kasih menghabiskan jarak dan menyatukan dua atau lebih pribadi. Di dalam pembahasan tentang cinta kasih, seseorang bernama Soren Kierkegaard membahas bahwa ketika kasih dinyatakan, kasih itu langsung mendeteksi hal-hal yang membuat kita sulit bersatu dan menjadikan dirinya lawan dari hal-hal yang membuat manusia sulit bersatu. Kasih akan mendeteksi bahwa manusia sulit bersatu karena ada hierarki maka cinta kasih mengabaikan hierarki. Cinta kasih mendeteksi bahwa manusia sulit bersatu karena ada kebencian, maka cinta kasih mengampuni dan bukan membenci. Cinta kasih mendeteksi bahwa ketika manusia sulit bersatu alasannya adalah karena adanya kesombongan yang berpusat ke diri. Maka cinta kasih melatih seseorang untuk tidak berpusat ke diri. Cinta kasih adalah sesuatu yang anti-tesis, berlawanan dengan apapun yang membuat manusia pecah. Maka perpecahan bukan bagian dari kasih. Kesatuan adalah buah dari cinta kasih. Kalau begitu Allah dan manusia tidak mungkin bersatu karena ada perbedaan kualitatif, “saya bukan bukan Allah, Allah bukan seperti saya”, ini jadi sesuatu yang membingungkan. Dan para teolog sepanjang sejarah berusaha menggalinya demi menjadi berkat bagi jemaat. Alkitab adalah buku yang mengajarkan doktrin-doktrin dasar dengan sangat mudah. Orang tak terdidik baca Alkitab langsung bisa mengerti ajaran utama Alkitab. Tapi ajaran utama itu kalau mau dikembangkan, orang paling pintar pun belum tentu bisa. Itulah Alkitab yang sangat paradoks, di satu sisi menyentuh pengertian dari orang yang paling sederhana sekalipun, di sisi lain orang terdidik sudah sampai level profesor sekalipun tetap menemukan kesulitan memahami Alkitab secara tuntas. Maka Alkitab tidak habis-habis digali, dipelajari, diselidiki dan Alkitab dengan sangat mudah dipahami. Saudara baca Yohanes  3, Saudara tidak punya background pendidikan apa pun langsung tahu “karena begitu besar kasih Allah maka Dia mengaruniakan AnakNya yang Tunggal”, bukan hal yang sulit dipahami. Tapi kalau kita menggali lebih dalam apa artinya kita menemukan bahwa filsafat paling dalam pun masih belum cukup untuk menggali kedalaman dari Yohanes pasal yang ke-3. Agama di dalam pengertian manusia cenderung akan membuat kekal perbedaan antara Allah dan manusia. Sang Ilah dan manusia pasti beda, tidak ada samannya sama sekali. Tidak ada agama yang berusaha menjembatani perbedaan ini, tidak ada agama yang tidak menekankan perbedaan kualitas antara Allah dan manusia. Alkitab mengatakan meskipun Allah dan manusia beda, tapi karena Allah adalah kasih, Allah angkat manusia untuk menjadi satu dengan Dia, ini tidak ada di dalam tradisi agama manapun. Saudara bisa pelajari dan tidak ada yang memberikan dorongan untuk adanya kesatuan dengan Tuhan. Kesatuan yang benar-benar membuat Allah dan manusia melebur di dalam persekutuan yang penuh kasih,tidak ada agama mengajarkan demikian. Kalau Saudara tanya “bagaimana bisa bapak tahu tidak ada?”, saya akan jawab karena tidak ada agama punya dua doktrin ini, yang pertama Tritunggal, yang kedua inkarnasi Kristus. Kalau engkau tidak punya agama yang mengajarkan Allah berinkarnasi, tidak mungkin engkau menjembatani antara Allah dan manusia. Jika engkau tidak percaya akan Allah Tritunggal, tidak mungkin engkau percaya tentang relasi sebagai hal yang penting. Relasi kasih, relasi adil, relasi yang suci, ini relasi yang sangat penting di dalam Kekristenan. Dan Allah menjadi manusia adalah tema penting berikutnya yang hanya ada di dalam Kekristenan. Saudara bisa lihat banyak orang meninggalkan Kekristenan, tapi Kekristenan yang mereka tinggalkan itu Kekristenan versi manusia jerami. Mereka membuat manusia lain sebagai boneka lalu mengatakan “ini Kristen, saya anti Kekristenan, karena Kekristenan agama yang keras”. Keras apanya? Tuhan menghukum. Tuhan menghukum di satu sisi tapi di sisi lain juga ada Tuhan mengampuni. “Saya tidak mau agama Kristen karena kurang intelektual”, bagaimana mungkin kurang intelektual? Apakah kamu tidak tahu filsafat barat dimulai dari orang-orang gereja, dimulai dari orang-orang yang membaca Kitab Suci. Tidak tahukah kamu bahwa stoisisme di dalam abad yang pertama dihambat kemajuannya karena intelektual Kristen mulai menyebar dari pengajaran para rasul dan para penginjil Kristen mula-mula. Tidak tahukah kamu bahwa begitu banyak ide dari manusia akhirnya dikembangkan oleh orang-orang di dalam tradisi pemikiran Kristen. Banyak orang tidak mengerti kedalaman dari Kekristenan di dalam sejarah lalu dengan remeh mengatakan “Kristen itu seperti ini, saya akan tinggalkan”, kasihan sekali. Ada satu kalimat yang dikatakan Walterstroff di salah satu bukunya, dia mengatakan begini sebelum orang menghina moralitas Kristen, harap dia tahu betapa kaya dan besarnya usaha yang harus diberikan untuk menggali kekayaan literatur tentang moralitas Kristen. Maksudnya adalah sebelum kamu habiskan waktu menggali begitu banyak literatur yang luar biasa itu, kamu belum bisa menerima apa-apa sebenarnya. Saudara mungkin mengatakan ini kan keahlian argumen, kesalahan logika karena kamu mestinya ahli dulu baru mengerti. Ini bukan kesalahan logika menjadi ahli dulu baru mengerti. Ini semacam dorongan untuk menjadi adil di dalam menghakimi. Kalau kamu belum tahu siapa yang kamu hakimi, belajar dulu. Demikian juga dengan Kekristenan di dalam pengertian inkarnasi, jika kita belum tahu pentingnya inkarnasi kita akan gampang menolak Kekristenan “masakan Allah jadi manusia? Mana mungkin”, mengapa kamu bilang “mana mungkin”? Karena tidak mungkin. Apakah ada yang mustahil bagi Allah? “Tidak juga”, kalau begitu mengapa bilang mana mungkin? Karena tidak mungkin Allah itu Allah, manusia itu manusia. Allah dan manusia itu beda, jangan disamakan. Itu benar, tapi di sisi lain Allah juga mau menyatukan manusia dengan diriNya. Dia Allah yang penuh kasih, Dia ingin mengambil kita menjadi bagian dari Dia. Ini wajar, kita bisa menikmati ini juga di dalam relasi kasih yang kita alami. Jika Saudara mencintai seseorang, apakah Saudara menemukan antara perasaan cinta dan keinginan untuk mendekat dan bersatu itu bias? Tidak.

Lalu kalau kita renungkan apakah Allah itu kasih adanya? Iya, Dia adalah kasih, Dia mengasihi. Kalau Dia mengasihi, apakah Dia mau dekat dengan manusia? Mau, Dia mau menjadi satu dengan manusia. Dan Itulah sebabnya inkarnasi sangat penting, Natal adalah bukti cinta Tuhan, karena Dia rela datang untuk kita. Seringkali kita mengatakan “Yesus datang untuk menyelamatkan saya”, itu betul tapi kita sering lupa kita diselamatkan untuk apa, save from what itu yang kita seringkali ketahui. Tapi save for what, itu sering kita tidak jawab. Saya diselamatkan dari apa? Gampang jawabnya, dari murka Allah. “Saya diselamatkan dari apa?”, “dari neraka”, gampang. Tapi kalau ditanya “saya diselamatkan untuk apa?”, what is the goal of your salvation? Apakah thelos, apakah tujuan dari keselamatanmu? Kita tidak mengerti. Tapi Alkitab memberitahu tujuan keselamatan kita adalah satu dengan Tuhan. Dicintai Tuhan selamanya, mencintai Tuhan selamanya, dekat dan tak berjarak dengan Dia. Itu sebabnya seorang teolog Amerika namanya Walter Brueggemann, Saudara mungkin pikir namanya Bruegemann tapi orang Amerika. Iya, dia orang Amerika meskipun berdarah Jerman. Dia mempelajari Perjanjian Lama dan dia menemukan bahwa Alkitab memperkenalkan Allah yang emansipatoris sifatnya. Allah yang mengangkat yang rendah untuk menjadi sama dengan Dia. Ini berita yang mengagumkan sekali, bagaimana kita tahu Allah mau angkat kita? Satu-satunya bukti yang menyatakan bahwa Allah mau mengangkat kita adalah Dia rela turun. Ini sesuatu yang Injil dan kisah Natal beritakan kepada kita.

« 3 of 4 »