Mengapa penting untuk kita memahami Yesus adalah Allah yang menjadi manusia? Engkau tidak percaya Yesus menjadi manusia, itu bidat. Engkau tidak percaya Yesus adalah Allah, itu bidat, itu bukan ajaran Kristen. Di dalam tradisi dari Saksi Yehova, mereka berjuang untuk menekankan bahwa Yesus adalah some kind of God, semacam ilah, lesser God, Ilah yang lebih rendah dari Allah yang sejati. Tapi kalau Saudara berbicara di dalam cara Alkitab, Saudara tidak menemukan itu sama sekali, tidak ada lesser God, tidak ada ilah yang lebih rendah yang boleh disembah, yang boleh disembah hanya satu Allah. Dan kalau ada dorongan untuk menyembah Kristus itu berarti dia adalah Allah yang sama dengan Sang Bapa. Ini yang tidak dipahami oleh tradisi dari Saksi Yehova. Itu sebabnya kalau Saudara berdiskusi atau berbicara dengan orang yang menganut Saksi Yehova, Saudara akan menemukan cara berpikir mereka sangat beda dengan Alkitab, asing bagi pembacaan Kitab Suci yang coba lihat budaya lokal sebagai pembaca mula-mula. Saudara akan menemukan teori-teori yang lebih mirip dengan ajaran gnostik atau ajaran-ajaran yang bersifat campuran Persia dan Yunani dari pada ajaran Yahudi dan juga Kristen. Itu sebabnya kita tidak melihat Saksi Yehova sebagai penerus tradisi Kekristenan yang menafsir Alkitab dengan akurat. Maka ketika kita membaca Injil Yohanes, kita diingatkan kembali oleh Yohanes jangan salah mengerti meskipun Matius dan Lukas tidak menulis tentang praeksistensi Yesus sebelum Dia berinkarnasi, tapi Matius dan Lukas percaya itu. Penekanan mereka bahwa Yesus adalah Allah yang jadi manusia, diberikan dengan konteks Yahudi yang kental. Tapi Yohanes membukakannya untuk cakrawala yang dimiliki oleh orang Yahudi dan juga orang Yunani. Itu sebabnya dia membagikan pendahuluan yang sangat dalam. Itu sebabnya Injil Yohanes sedang menyatakan bukan pengertian yang beda dari Injil sinoptik, Matius, Markus dan Lukas, tapi dia sedang membagikan sesuatu yang akan merangkum pendengarnya yang adalah orang Yahudi dan Yunani untuk memahami Kristus Juru selamat mereka adalah Allah yang berinkarnasi.
Mengapa penting memahami Allah yang berinkarnasi? Karena inilah Allah yang sejati. Alkitab sangat menekankan bahwa tidak ada Tuhan yang lain, tidak ada dewa yang boleh disembah, tidak boleh ada apapun yang engkau boleh bentuk imagenya, lalu engkau sujud menyembah. Mengapa tidak boleh? Karena memang tidak ada, tidak ada Allah lain. Allah sendiri mendeklarasikan “selain Aku tidak ada allah yang lain”, tidak terdapat di manapun. Di surga Allah adalah Allah satu-satunya. Di bumi Allah adalah Allah satu-satunya, di tempat orang mati Allah adalah Allah satu-satunya. Allah yang sejati melawan berhala, ini jadi tema di Perjanjian Lama. Bukan berarti Allah melawan berhala yang benar-benar ada, tapi Allah melawan konsep berhala yang dimiliki oleh orang-orang di dalam dunia, karena Allah beda dengan berhala. Tapi di dalam hal apakah Allah berbeda? Injil Yohanes menekankan kalimat-kalimat yang dalamnya bukan main. Dimulai dengan mengatakan “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah”, Pribadi yang beda, “dan firman itu adalah Allah”, substansi yang sama. “Firman itu bersama-sama dengan Allah”, sekali lagi pribadi yang berbeda, “tetapi Firman itu adalah Allah”, substansi yang sama. Berarti Allah punya satu substansi dan beragam pribadi, Bapa, Anak dan Roh Kudus, 3 pribadi yang benar-benar beda. Tapi satu substansi yang benar-benar satu. Kalimat ini sangat indah, saya percaya Tuhan menganugerahkan kepada gereja, karena kalimat ini dari abad yang keempat sampai sekarang tidak bisa diganti dengan kalimat lain yang lebih akurat. Allah itu 1 substansi dan 3 pribadi, tidak ada cara lain menjelaskan sifat ini. Kalau kita mau menjelaskan mengapa orang Kristen percaya Allah itu satu substansi? Karena kita percaya bahwa kalau Allah itu punya lebih dari satu substansi, maka keesaan Allah tidak bermakna. Allah menjadi semacam berhala yang banyak, seperti yang dipercayai oleh banyak agama lain yang percaya banyak dewa. Kalau Kekristenan percaya banyak Allah, maka kita sama dengan orang yang percaya banyak dewa. Tetapi Alkitab tidak memberikan kemungkinan kita tafsir itu. Allah tidak banyak, Allah itu satu, namun hal yang lain yang menjadi sulit, kalau Allah itu satu bagaimana kita menjelaskan Allah yang kudus dan Allah yang kasih adanya? Ini 2 aspek Allah adalah Allah yang kudus dan Allah itu kasih adanya. Allah yang kudus tekanannya pada Perjanjian Lama, jelas sekali. Allah yang adalah kasih, tekanannya ada di dalam Perjanjian Baru. Jadi Allah itu Kudus dan Allah itu kasih. Kudus dan kasih membutuhkan adanya pribadi yang lain, mengapa begitu? Karena Kudus artinya “aku mendedikasikan diri untuk…”, itu artinya kudus. Kudus itu bukan cuma tidak melakukan dosa, Kudus artinya “aku memberikan diriku bagiku yang lain”. Kalau Tuhan mengatakan lewat surat Paulus, “hei suami, kuduskan dirimu dalam pernikahan, hai istri kuduskan dirimu dalam pernikahan, pernikahan yang kudus. Apa itu penikahan yang kudus? Pernikahan kudus berarti suami mendedikasikan diri kepada istri, dan istri mendedikasikan diri kepada suami, inilah kudus. Kalau Allah itu dikatakan Kudus, Allah mendedikasikan diri kepada siapa? Kepada manusia? Di sini kita menemukan kesulitan. Karena apa yang kita kenal dari Allah, hanya apa yang Allah lakukan. Di dalam doktrin Allah, ini berarti kita mengenal Allah secara eksternal. Kalau di dalam bahasa Latin ini namanya adalah sesuatu yang diluar dia, ekstra. Apa yang kita kenal dari Tuhan adalah tindakanNya, Dia mencintai kita, Dia mendedikasikan diri untuk kita, dia memelihara kita, itu namanya ad-extra. Tapi kita tanya lagi kalau Tuhan belum menciptakan manusia, apakah Allah seperti itu? Atau Allah baru menjadi seperti itu setelah Dia mencipta? Sebelum ada manusia, Dia kudus atau tidak? Allah mencintai manusia, itu setelah ada manusia. Sebelum ada manusia, Dia mencintai atau tidak? Sebelum ada manusia itu namanya ad-intra, ini dalam teologi, ad-extra dan ad-intra. Siapakah Allah? Ad-extra, “Allah adalah yang pelihara saya, yang mencintai saya, yang mengasih saya”. Tapi pertanyaan berikutnya, bisakah kita tahu Dia ad-intra? Bisakah aku kenal Dia di dalam diriNya sendiri, bukan dari apa yang Dia lakukan keluar? Jawabannya adalah bisa. Mengapa bisa? John Calvin di dalam doktrin Allah yang kita bisa gali dari Institut buku pertama, mengatakan Allah orang Kristen adalah Allah yang satu dalam arti tidak ada beda antara apa yang diekspresikan keluar dengan Dia di dalam diriNya. Allah tidak mungkin beda ad-intra dan ad-extra. Tapi kita tidak bisa memahami Dia ad-intra di dalam diriNya, kita cuma bisa pahami Dia ad-extra. Tapi yang ad-extra, yang keluar itu tidak mungkin bentur dengan Dia di dalam diriNya. Ini lain dengan kita, kita bisa menampilkan apa yang tidak ada dalam hati kita. Kita bisa pura-pura mengasihi seseorang, padahal kita ingin memanipulasi dia, ini cinta yang palsu. Saudara bisa melihat orang yang menjilat orang lain, misalnya menjilat atasan, dia tidak benar-benar suka atasannya. Ketika atasannya tidak ada, dia akan hina atasannya. Tapi begitu atasannya ada, dia menjadi sopan, penuh hormat dan memuji-muji, dia akan bilang “bos itu orang terbaik, the best bos ever”. Tapi kalau bosnya tidak ada, dia bilang “itu bukan bos, itu gembos”. Maka jangan menjadi orang yang terlalu senang kalau dipuji orang yang kita belum kenal. Kalau Saudara mengenal orang yang mengasihi Saudara, kadang-kadang tanpa pujian pun engkau disukakan oleh kehadirannya. Kita tidak perlu menjadi orang yang terlalu ingin ditinggikan oleh apa yang orang lain katakan tentang kita, “kamu sangat hebat, kamu menyenangkan, kamu baik”, baru kita jadi senang, tidak ada gunanya. Tetapi Allah tidak seperti bawahan yang pura-pura itu. Allah tidak seperti manusia yang beda antara apa yang ditampilkan dengan apa yang ada di dalam hati. Sebenarnya manusia pun tidak boleh begitu seharusnya, tapi kita lihat fakta manusia bisa tampilkan yang beda di luar, ad-extra kalau mau dibilang, dengan apa yang di dalam atau ad-intra kalau dikatakan. Lalu bagaimana dengan Tuhan? Apa yang Dia tampilkan keluar tidak mungkin beda dengan diriNya di dalam. Maka kalau dia menguduskan diri, Dia mengunduskan diri untuk manusia, Dia mengasihi manusia. Apakah itu berarti sebelum ada manusia Allah juga Kudus, Allah juga kasih adanya? Iya. Tapi bagaimana mungkin, sebab ciptaan mempunyai permulaan, tapi Allah tidak punya permulaan. Allah tidak pernah tidak ada, Allah tidak mungkin tidak ada, berarti Allah adalah yang selalu ada dan Dia selalu ada dengan cara seperti itu. Allah tidak berubah, setelah Dia mencipta baru berubah perasaanNya di dalam, tidak seperti itu. Berarti sebelum Dia mencipta Dia Kudus, sebelum Dia mencipta, Dia kasih adanya. Kalau Dia kudus dan Dia kasih adanya, Dia menguduskan diriNya untuk siapa kalau Dia cuma satu pribadi? Dia mengasihi siapa kalau Dia cuma satu pribadi? Maka Allah harus lebih dari satu pribadi supaya konsisten antara ad-intra dan ad-extra. Dia di dalam diriNya dan Dia bertindak keluar pasti sama, pasti konsisten. Dan karena itu tindakan Dia di luar mencerminkan siapa Dia di dalam. Maka pertanyaannya mungkinkah Allah itu tidak Tritunggal? Jawabannya tidak mungkin. Kalau Saudara ditanya orang “mengapa orang Kristen percaya Tritunggal, itu kan doktrin yang aneh”. Saudara balas dia dengan mengatakan “justru kalau Allah tidak Tritunggal itu aneh. Allah mana bisa tidak konsisten, Allah mana mungkin antara ad-intra dan ad-extra beda. Kalau Allah adalah kasih karena Dia mengasihi manusia, sebelum manusia ada Dia mengasihi siapa? Malaikat, malaikat juga ciptaan. Sebelum malaikat ada, Allah mencintai siapa? Kalau Allah tidak 3 pribadi, tapi Allah itu 3 pribadi. “Kalau begitu orang Kristen percaya dewa-dewa yang banyak? Tidak, Allah itu 1 substansi, ini sesuatu yang membuat konsistensi pengajaran tentang Allah dari Alkitab bisa dipertanggungjawabkan. Maka Saudara jangan bilang doktrin Tritunggal itu doktrin yang paling sulit untuk meyakinkan orang lain, orang sudah mau percaya Tuhan akhirnya tidak percaya karena doktrin Tritunggal, itu salah. Kalau kita mau pikir lebih dalam, sayangnya banyak orang tidak mau pikir lebih dalam, kalau kita mau pikir lebih dalam sangat sulit untuk percaya konsistensi Allah yang cuma satu pribadi. Di dalam Kitab Injil Yohanes langsung ditekankan yang kamu sembah sebagai Juruselamat itu sudah ada sebelum kamu lahir. Dia adalah Sang Firman yang bersama dengan Allah, Pribadi yang kedua, dan Dia adalah Allah, satu substansi. Dan Dia yang adalah Sang Firman yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah, pada mulanya mencipta segala sesuatu. Bagaimana tidak tahu Dia mencipta? Karena di dalam Kitab Kejadian dikatakan Allah mencipta dengan berfirman. Dan Yohanes mengatakan Sang Firman itulah Pribadi kedua, Dia mencipta dengan Sang Firman. Maka Yohanes 1: 3 mengatakan “segala sesuatu dijadikan oleh Dia”, Saudara langsung melihat pemisahan yang ada dalam pikiran manusia antara Allah dan manusia. Siapa Allah? Allah adalah Pencipta. Siapa manusia? Manusia dicipta. Ada perbedaan yang tak terjembatani antara Allah Pencipta dan kita yang dicipta. Kalau Allah adalah Pencipta, Dia tidak mungkin bagian dari ciptaan. Kalau Allah itu yang mencipta kita, maka kita tidak mungkin menjadi Allah. Ada pemisahan yang di dalam tradisi dari Calvinis dikatakan pemisahan yang kualitatif, ada perbedaan kualitas antara Allah dan manusia. Allah itu bukan versi manusia yang lebih canggih, Allah itu beda dengan manusia. Manusia itu beda dengan Allah. Ada perbedaan yang menyebabkan adanya ketegangan, ada tension antara Allah dan manusia. Tetapi Kitab Suci membahas dengan cara yang sangat paradoks, di satu sisi menekankan Allah dan manusia terpisah, beda kualitas, ada qualitative different. Tetapi Alkitab yang sama juga mengatakan Allah dan manusia harus bersatu. Manusia dicipta untuk satu dengan Tuhan. Ini sulit kita pahami, kalau Allah beda dengan kita mengapa harus menjadi satu? Jawaban yang kita temukan dari Alkitab adalah karena cintanya Tuhan.