Lalu apa yang menjadi kemampuan manusia untuk menciptakan tempat yang baik bagi sesama? Ini yang disebut dengan bakat kalau dalam bahasa kita, kemampuan yang sulit didapat oleh orang lain dengan mudah. Ini satu fakta, ada yang bertanya “Sebenarnya bakat itu dibentuk atau sudah ada?”, banyak yang percaya bakat itu dibentuk, harus dilatih. Saya setuju bakat harus dilatih, tapi saya percaya orang dengan bakat dengan orang tidak berbakat, latihan sama keras, hasilnya jauh beda. Orang dengan bakat musik, orang dengan bakat teknik, orang dengan bakat mengatur orang, itu adalah orang dengan pemberian dari Roh Kudus. Memang ini bukan pemberian di dalam gereja seperti yang dikatakan di dalam Efesus atau di dalam 1 Korintus 12 dan 14, tetapi ini adalah karya Roh Kudus lewat manusia untuk membuat ada lingkungan di mana manusia bisa menikmati hidup dengan baik. Salah satu skill atau kemampuan yang sangat dihargai di dalam Perjanjian Lama adalah yang disebut dengan kata arum. Arum ini yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kecerdikan atau cerdik. Orang Kristen yang menyoroti kebaikan moral terlalu besar sehingga gagal menyoroti bakat, kemampuan dan juga kecerdikan, dia akan tidak imbang di dalam hidup Kristen. Banyak orang yang tidak imbang di dalam dunia pendidikan menekankan prestasi “Kalau kamu ranking satu, hebat. Moral agak kurang penting”. Tapi kadang-kadang gereja mengambil sisi sebaliknya, “Kamu tidak punya bakat yang penting punya niat, masih oke. Kalau kamu punya hati melayani, maka melayanilah. Kalau kamu punya hati untuk menyanyi, maka menyanyilah”, “Tapi dia tidak pintar menyanyi”, “Tapi dia ada hati”, lalu menyanyi dan membuat semua orang muak, untuk apa? “Saya mau ikut koor”, “Bisa bedakan do dan sol?”, “Tidak. Tapi aku ada hati”, tidak bisa, hati tidak cukup. Kecuali Saudara pelayanan kolektan, itu mungkin skillnya tidak terlalu besar, menyodorkan kantong sepertinya tidak memerlukan bakat yang mesti bagaimana kan. Pelayanan yang perlu skill, tidak bisa sembarangan. Perhatikan ini, “Saya mau jadi hamba Tuhan”, hati tidak cukup, kamu punya bakat, kamu baca buku, kamu punya pengetahuan, kamu punya intelektual yang cukup. Satu kali ada satu orang mengatakan “Mengapa di Reformed itu sangat menekankan intelektual?”, lalu kita tanya balik “Maksudmu apa?”, “Mengapa untuk jadi pengkhotbah awam mesti belajar banyak doktrin?” “Kalau kamu mau jadi pengkhotbah, mesti pintar. Tidak bisa, pengkhotbah perlu hati bukan cuma kepintaran.” Betul, saya tidak mengatakan kepintaran dalam sisi akademik, tapi kepintaran untuk atur waktu, kepintaran untuk khotbah, kepintaran untuk komunikasi mesti ada. Kalau kamu tidak tahu bagaimana berkomunikasi, jangan jadi pengkhotbah. Ini pengertian yang gereja kadang-kadang lupa, pokoknya ada hati, terima, ada hati, pelayanan, pada hati, libatkan. Ada hati tapi tidak ada skill, jangan libatkan. Ada skill tidak ada hati, jangan libatkan. Kalau mesti mencari orang yang ada skill dan ada hati, pasti susah. Kalau Saudara mengatakan “Saya punya hati”, tidak ada skill, belum cukup. “Saya punya skill”, tidak ada hati, tidak akan dipakai Tuhan. Harus ada dua-duanya. Mencari orang yang ada dua-duanya itu susah, tapi kita minta Tuhan berkati, Tuhan berikan penyertaan, Tuhan cukupkan, Tuhan bangkitkan orang. Bagaimana kalau orang belum dibangkitkan? Doa lagi sama Tuhan, bimbing, latih sampai orang-orang punya bakat muncul, orang-orang punya bakat belajar punya hati, orang-orang yang punya hati belajar asah bakatnya. Maka Tuhan mengatakan “Hendaklah kamu cerdik seperti ular tapi tulus seperti merpati”, punya hati yang tidak main-main, yang tidak manipulasi orang, yang tidak cari keuntungan pribadi, tapi punya kecerdikan untuk tahu cara hidup, cara liciknya orang, cara bertindak di dunia, tetapi tidak ambil jalan licik. Ini yang penting untuk kita melihat bagaimana manusia di dalam dunia diberikan anugerah, penyertaan dan juga pimpinan dari Roh Kudus. Roh Kudus membuat hati menjadi cinta Tuhan, Roh Kudus membuat kita menjadi mampu cinta satu sama lain, Roh Kudus membuat kita mampu untuk mempunyai ketaatan kepada Tuhan. Tapi jangan lupa, Roh Kudus jugalah sumber dari segala teknik, kemampuan, bakat, skill, dan keahlian yang dimiliki manusia. Di dalam Alkitab, kata arum ini penting karena arum sering dikaitkan dengan kecerdikan memimpin. Jadi kita cerdik, baik, taip orang yang cerdik cari jalan, orang yang cerdik untuk mengerti sistem belum tentu orang yang cerdik untuk mengatur orang. Pemimpin yang memimpin di dunia, semua adalah orang-orang punya arum. Tidak ada orang yang tidak punya skill seperti ini yang bisa bertahan. Di dalam dunia kuno atau di dalam zaman Perjanjian Baru misalnya, Saudara melihat kerajaan besar yaitu Kekaisaran Romawi adalah kerajaan yang sangat rentan untuk terjadi pergantian kekuasan. Raja satu diserang oleh raja lain atau calon raja lain. Raja satu diserang oleh jenderalnya sendiri, raja satu diserag oleh salah satu anggota senat, dibunuh lalu diganti kepemimpinannya, ini sering terjadi. Tapi siapa yang cerdik, sulit dijatuhkan. Kaisar yang cerdik akan tahu atur tentara, akan tahu bagaimana membuat tentara setia kepada dia. Ini skill yang sangat unik dan tidak semua orang miliki. Ada orang yang sulit, jangankan memimpin jaga relasi pun sulit dengan orang-orang dekat. Saudara sulit jaga relasi mana bisa jadi pemimpin, pemimpin harus pintar tahu bagaimana caranya membuat orang belajar tunduk dengan kerelaan termasuk di dunia kuno. Di dunia kuno kita pikir raja itu kuat, perintahkan apapun pasti jadi, betul, tapi jangan lupa ada orang-orang yang menjadi saingan yang akan hancurkan dia. Jika dia tidak memenangkan kesetiaan bawahan, tidak memenangkan hati mereka untuk mencintai dia, maka dia sulit menjadi raja yang akan mempunyai pengaruh kepada tentara. Raja Daud pun tidak mudah perlakukan Yoab dengan sembarangan. Yoab itu bawahannya, Yoab melakukan hal yang sangat sadis, dia bunuh Abner disaat tidak perang. Daud langsung mengutuk Yoab, “biarlah dari Yoab dan keturunannya tidak putus-putus kutuk Tuhan”. Tetapi dia tidak bertindak hukum, dia tidak menangkap Yoab, dia tidak melakukan apapun kepada Yoab, selain mengutuk. Mengapa begitu? Karena yang setia sama Yoab, di tentara dia sangat banyak. Dia tahu bahaya mengancaukan kerajaan jika dia salah bertindak kepada Yoab. Lalu kapan Yoab dihukum? Waktu Daud akan mati, Daud mengatakan kepada Salomo “Kamu orang bijak, kamu tahu kapan mengeksekusi”, ini penting untuk kita baca baik-baik. Salomo mengeksekusi Yoab ketika dia udah punya Benaya, seorang jenderal baru yang punya pengaruh sangat besar, yang mengambil alih pengaruh Yoab. Daud juga pemimpin politik yang lihai berpolitik. Salomo pemimpin politik yang lihai berpolitik, arum. Ada Benaya, tentara berpihak pada dia. Yang berpihak pada Yoab adalah sekelompok kecil orang yang masih percaya bahwa senioritas kesulungan itu unggul. Kakaknya Salomo mengangkat dirinya sendiri menjadi raja, lalu mereka ikut. Salomo mengatakan “Tidak bisa, aku yang diangkat menjadi raja”. Lalu orang-orang yang sudah terlanjur mendeklarasikan kakaknya Salomo menadi raja, mereka semua ketakutan, “Akankah kami semua dibunuh oleh Salomo?”, Salomo tidak bunuh. Salomo mengatakan “Saya berikan kesempatan lagi, jangan membuat hal yang mencurigakan, supaya kamu tidak dimatikan”. Lalu Yoab harus dihukum mati, maka dia mengirim Benaya untuk menghukum mati Yoab, ini yang terjadi di dalam Kerajaan Daud. Ada yang menafsirkan waktu Tuhan mengatakan kepada Daud “kamu tidak boleh membangun Bait”, “Mengapa tidak boleh, Tuhan”, “Tanganmu penuh darah”. Apakah tangan penuh darah berarti dia membunuh orang? Bisa jadi, tapi ada tafsiran lain yang mengatakan penuh darah itu sama dengan hutang darah. Hutang darah adalah keadilan yang belum terbalaskan. Di dalam zaman Daud banyak keadilan belum terbalaskan, Yoab bersalah belum dibalaskan. Kemudian ada orang Simei yang mengutuk Daud, belum dibalaskan. Daud tidak mau segera membalas. Daud punya hati yang lembut sekali, tetapi salah membunuh semua orang yang sudah bersalah dan harus dihukum mati di zaman Daud setelah Salomo selesai mengeksekusi mereka, baru Tuhan mengatakan “Dirikanlah Bait Suci”, jadi saya lebih cenderung kepada tafsiran kedua yang mengatakan darah di tanganmu itu identik dengan hutang darah, hutang darah membuat Daud tidak bisa membangun Bait, kamu tidak eksekusi mati orang yang harusnya dieksekusi mati”. Daud tangannya berperang, bunuh orang”, itu perang disuruh Tuhan. Kalau dia tidak lakukan, dia melawan Tuhan, masa dengan mentaati Tuhan, Tuhan mengatakan “kalau begitu kamu jangan bangun Bait”, itu hal yang saya pikir kurang imbang. Kita gampang sekali kritik pemerintah, kita dipercayakan satu kelompok kecil orang dipimpin pun hancur. Pemerintah memimpin seluruh negara dengan banyak cacat. kita gampang kritik. Saudara kalau kritik pemimpin harus karena ada sense keadilan, “Ini pemimpin jahat”. Bukan karena “Pemimpin ini kurang pintar mengatur”, kurang pintar bagaimana? Tidak ada orang cukup pintar untuk atur semua mesti baik. Kita yang mengkritik, kita mesti belajar untuk punya empati sedikit. Saya tidak mengatakan pemerintah tidak boleh dikritik, pemerintah wajib dikritik, itu salah satu pekerjaan mereka terima kritik. Rakyat mesti punya sense keadilan yang baik. Tapi tolong jangan cuma sembarangan lempar tanpa perasaan empati, kalau kamu tanggung apa yang harus ditanggung oleh orang-orang ini, mungkin kamu akan lebih mudah matinya. Pak Tong pernah mengutip dari orang, di Amerika itu presiden tinggal di White House. Mengapa di White House? Karena waktu pertama masuk rambutnya hitam, waktu keluar rambutnya putih, ini adalah rumah pemutih rambut. Mengapa bisa putih rambutnya? Mengatur Amerika itu susahnya seperti apa, mereka itu yang selalu merasa mereka adalah 50an negara merdeka yang kebetulan gabung sama-sama. “Kalau yang atur pemerintah pusat, mengapa? Saya punya pemerintahan lokal sendiri, saya negara bagian sendiri”, susahnya bukan main. Lalu Saudara tidak merasa bahwa pekerjaan pemimpin itu pekerjaan yang ada Roh Kudusnya? Saya tidak mengatakan keselamatan, saya tidak mengatakan pemimpin diselamatkan. Kalau bukan karena Roh Kudus, tidak ada orang bisa punya skill arum seperti itu. Tidak ada orang mampu atur sebuah negara dengan tentara yang bisa saling serang satu sama lain dan menjaga keamanannya. Di negara manapun pemimpin negara harus juga pemimpin militer, karena kalau dua ini tidak, maka akan ada keributan antara orang yang administrasi pemerintah dengan orang yang memimpin kekuatan senjata. Kekuatan senjata mesti satu kepemimpinannya dengan kekuatan administrasi. Itu sebabnya pemimpin negara umumnya juga adalah pemimpin tertinggi dari militer. Pemimpin tertinggi tentara di Indonesia bukan Panglima TNI, tetapi Presiden. Pekerjaan seperti ini mana bisa, skillnya seperti apa? Ini skill tingkat dewa. Kalau pinjam bahasa sekarang “Mana bisa orang lakukan ini?”, “bisa, karena Tuhan berikan arum.

« 2 of 5 »