Ada ketekunan dalam kesengsaraan. Ketekunan mengharapkan kemuliaan. Ini ketekunan yang tidak mungkin batal. Ketekunan itu berarti Saudara punya kegigihan kejar apa yang Saudara mau kejar, itu tekun. Tekun tidak pernah tanpa cita-cita, tekun berarti “saya mau mati-matian kejar ini”, itu tekun. Di bagian awal pasal 5 dikatakan “kita beroleh pengharapan menikmati kemuliaan Tuhan”, ini yang kita cari dengan tekun. Kemuliaan Tuhan dinikmatinya bagaimana? Nanti. Sekarang tidak bisa menikmati? Sekarang bisa, tapi di dalam cicipannya. Apa cicipan kemuliaan Tuhan? Cicipan kemuliaan Tuhan adalah ketika Saudara menjalani hidup yang mirip Tuhan. Cicipannya ada di dalam hidupmu sendiri. Ini keunikan Kristen yang indah, hidupmu memancarkan kemuliaan Tuhan, sehingga orang menikmati hidupmu, itulah bahagiamu yang paling besar. Kita senang karena apa? Karena kita bisa pancarkan kemuliaan Tuhan. Coba pikir betapa menakjubkannya hidup ketika Saudara menjalankan yang benar, menjalankan yang adil, menjalankan hidup yang penuh belas kasihan, menjalankan hidup yang memedulikan orang lain, pada waktu itu Saudara menjadi berkat. Dan tidak ada orang yang menjadi saluran berkat, yang hidupnya kering. Pak Stephen Tong pernah memberikan contoh, kalau Saudara mau menjadi berkat harus seperti gelas yang diisi penuh dengan air sampai tumpah keluar. Jadi menikmati kemuliaan Tuhan berarti Saudara sendiri membuat orang menikmati sedikit dari Tuhan lewat kehidupan Saudara, dan itulah bahagia paling besar. Bahagia ini dijalankan dalam keadaan apa? Paulus mengatakan bahagia ini paling kuat dijalankan waktu keadaan sengsara. Jadi waktu tidak sengsara tidak bisa? Bisa, tapi lebih kuat waktu keadaan sengsara. Maka kemuliaan Tuhan tidak dinikmati dengan cara Saudara menuntut sekeliling untuk menjalankan apa yang perlu untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Kemuliaan Tuhan terjadi ketika Saudara sendiri penuh dengan pengharapan ini lalu Saudara mempraktekan hal ini. Coba praktekan, coba pikirkan “saya mau menjadi berkat untuk orang lain”. Para suami coba pikirkan “saya mau menjadi berkat untuk istri saya”, para istri “saya mau menjadi berkat untuk suami saya”, para anak “saya mau menjadi berkat untuk orang tua saya”, para orang tua “saya mau menjadi berkat untuk anak saya”, untuk membuat mereka semakin mengagumi Tuhan. Ketika Saudara jalankan itu, Saudara sadar saat sulit adalah saat paling mungkin untuk membuat orang membaca betapa mulianya Tuhan lewat kehidupan kita, dan ini yang membuat kita bertekun. Alkitab mengatakan, di pasal 5:3 “dalam sengsara ada ketekunan”. Tekun berarti tahu yang kita harapkan adalah kemuliaan Tuhan, itu yang kita kejar. Saudara banyak uang, Saudara tetap kejar kemuliaan Tuhan. Saudara tidak ada uang, Saudara tetap kejar kemuliaan Tuhan. Saudara sehat tetap kejar kemuliaan Tuhan, Saudara sakit tetap kejar kemuliaan Tuhan. Saudara dalam keadaan apa pun, tetapi mau kejar kemuliaan Tuhan. Saya sangat bersyukur boleh belajar dari mama saya, ketika dia kena cancer, dia mengatakan “saya hanya berharap nanti di ujung nafas yang terakhir, saya akan melihat kemuliaan Tuhan. Setelah hidup saya berakhir, saya akan bertemu Tuhan, itu yang saya inginkan”. Kalimat seperti ini menunjukan kalimat ketekunan yang besar untuk mencari kemuliaan Tuhan. Bayangkan di dalam keadaan seperti mama saya, mana ada orang punya ambisi aneh-aneh. Dan kadang-kadang manusia baru belajar bijaksana ketika dia sudah terbaring tanpa daya, terlambat. Tapi kalau sudah tahu dari awal, waktu saya sehat saya mau kejar apa pun yang menunjukan bahwa Allah adalah Allah yang mulia. Waktu saya sakit, saya tetap melakukan hal yang sama di dalam kemampuan yang masih saya miliki. Pdt. Amin Tjung ketika treatment cancer, dia susah mengeluarkan air liur sehingga mulutnya sering kering, dia berdoa kepada Tuhan “kalau saya tidak terlalu sakit, saya ingin injili orang”, itu yang dikejar. Kemuliaan Tuhan adalah bagian yang tidak mungkin lepas dari kita. Maka kesengsaraan justru menimbulkan ketekunan, cara kita menginginkan kemuliaan itu akan ditunjukan waktu sengsara, kita tetap fokus. Tuhan menjanjikan kehadiranNya, itu yang diharapkan. “Tuhan, hadirlah di tengah-tengah kehidupan kami, hadir untuk memulihkan segala sesuatu”. Waktu mata kita memandang ke situ, kita tidak mau berhenti, kita mau bangkit lagi selama kita mampu untuk kejar itu. Saudara jangan gunakan semangat bangkit ini untuk hal-hal fana, “saya bisa bangkit”, “kejar apa?”, “prestasi, uang”. Akan ada saatnya dimana Saudara akan menangisi mengejar uang “untuk apa saya habiskan hidup untuk kejar uang, sekarang sudah mau mati, tidak ada gunanya”, coba kejar kemuliaan Tuhan. Bangkit dan katakan “kejar kemuliaan Tuhan”, karena Kristus sudah masuk ke tempat mulia itu. Dan Kristus masuk ke tempat mulia lewat sengsara. Saudara akan menikmati kemuliaan Tuhan, bahkan ketika harus melewati sengsara. Mari jadikan ini mental orang Kristen yang sejati. Jangan jadi orang Kristen yang terlalu gampang goyah, “saya kesulitan, sudahlah saya kecewa”, itu mental seperti apa. Saudara bangkit lagi dan mengatakan tekun untuk mencari kemuliaan Tuhan justru terlihat di tengah-tengah kesengsaraan. Apakah kita harus mencari sengsara? Tentu tidak, tapi waktu sengsara datang, ini adalah saat yang paling kuat untuk menunjukan ketekunan.
Lalu di ayat 4 dikatakan ketekunan menimbulkan tahan uji. Tahan uji berarti Saudara tidak lagi berpaling kepada yang lain, Saudara sudah diuji dan Saudara tetap mengarahkan pandangan kepada yang satu. Pasangan perlu mental tahan uji, hanya memandang kepada pasangan, hanya suami atau istri, sama sekali tidak memandang yang lain. Dan orang yang tahan uji adalah orang yang terbukti tidak alihkan pandangan, hanya setia kepada pasangan. Demikian juga dalam hal ini, hanya setia kepada pengharapan akan menerima kemuliaan Tuhan, bukan yang lain. “Mengapa kamu hidup?”, “mengharapkan kemuliaan Tuhan”. “Sudah banyak gangguan, masih ke situ arahnya?”, “masih”, ini namanya adalah tahan uji. Lalu dikatakan tahan uji itulah yang akan menguatkan kita lewat pengharapan. Pengharapan tidak akan mengecewakan karena Allah menjanjikan kemuliaan itu melalui Roh Kudus yang menyatukan kita dengan Kristus. Mengapa di ayat 5 Paulus memakai kata Roh Kudus? Karena Roh Kudus adalah Roh yang mengikat cinta kasih Bapa dan Anak. Allah Bapa, Pribadi pertama dari Tritunggal dan Allah Anak, Pribadi kedua dari Tritunggal, diikat relasi kasihNya oleh Pribadi ketiga yaitu Allah Roh Kudus. Jadi waktu Allah Roh Kudus ada pada kita berarti Allah Roh Kudus mengundang kita di dalam ikatan kasih dengan Bapa dan Anak. Cinta Bapa dan Anak diberikan kepada kita. Sama seperti Bapa mencintai Sang Anak, demikian Bapa mencintai kita dan itu adalah kepastian yang membuat kita penuh dengan pengharapan. Maka mari berharap akan kemuliaan Tuhan, mari lihat apa yang Kristus dapatkan lewat kerelaan menderita bahkan mati di atas kayu salib. Kiranya Tuhan menguatkan kita menjadi orang-orang Kristen yang melihat kesulitan dan kalau menghadapi kesulitan memunyai ketekunan untuk mengharapkan hidup untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita. – Hl
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)