Paulus menyatakan doxology di pasal 9: 5 “Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya”. Ini ada kalimat yang sulit ditafsirkan. Banyak penafsir menafsirkan dengan cara yang beda, ada yang mengatakan “ini doxology kagetan”, maksudnya doxology kagetan adalah Paulus tiba-tiba memuji Tuhan meskipun dia tidak sedang berbicarakan sesuatu yang membuat dia memuji Tuhan. Karena tafsirannya begini “mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia yang ada di atas segala sesuatu”, titik, selesai. Lalu Paulus tiba-tiba mengatakan “terpujilah Allah sampai selama-lamanya. Amin”, itu yang ditafsirkan oleh sebagian penafsir. Jadi mereka mengatakan ini adalah doxology yang tiba-tiba muncul, doxology kagetan. Yang Paulus maksudkan Allah yang harus dipuji itu siapa? Mesias. Ini satu-satunya kali di dalam seluruh surat Paulus, dimana Mesias disebut Allah. Dan banyak orang meragukan, karena di tempat lain Paulus jarang mengatakan Kristus itu Allah. Dia setuju Kristus itu Allah, Saudara tidak perlu ragukan itu. Di dalam Korintus, Roma beberapa kali, dan di dalam Efesus yang paling jelas, Yesus setara dengan Allah. Filipi 2 mengatakan Yesus itu dalam morphe, dalam rupa Allah. Jadi kalimat-kalimat Paulus selalu menyejajarkan Yesus dengan Allah, tapi tidak pernah segamblang ini mengatakan Yesus adalah Allah, itu hanya ada di sini. Banyak ahli mengatakan kalau di tempat lain Paulus tidak melakukan itu, bukan berarti Paulus tidak percaya Yesus adalah Allah. Paulus percaya Yesus adalah Allah, tapi dia tidak memakai kalimat ini “Yesus adalah Allah, Mesias adalah Allah”. Kalimat ini mungkin tidak sedang bicarakan itu, maka ini adalah doxology kagetan, kira-kira itu yang dimaksudkan. Tapi beberapa ahli lain tidak setuju, karena kalimatnya sangat sulit dibilang doxology kagetan. Pernahkah dalam bagian Alkitab yang mengatakan Yesus adalah Allah? Banyak, tapi apakah segamblang ini? Tidak, jadi seharusnya ini sedang tidak membicarakan Yesus adalah Allah, ini doxology kagetan, Paulus memuji Allah. Dia tidak sedang mengatakan Yesus adalah Allah, dia mengatakan “Kristus adalah yang diturunkan sebagai manusia, terpujilah Allah sampai selama-lamanya”, ini yang dimaksudkan penafsir yang versi doxology kagetan itu. Tapi di bagian lain penafsir mengatakan apakah benar Paulus tiba-tiba mengatakan kalimat itu, kalimat itu sulit dipertahankan, Paulus tidak pernah lakukan doxology kagetan di mana pun. Pernahkah dia melakukan itu? Tidak, selalu doxology dia ada maksudnya, mengapa dia mengatakan “terpujilah Tuhan”, karena ada alasannya. “Kalau manusia tidak menyembah Tuhan yang harus dipuji selama-lamanya”, itu ada kalimat yang mulus. Maka cara untuk membuat kalimat ini menjadi mulus adalah tidak ada titik. Di dalam kata atau di dalam sebelum kata “Ia”, “Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya”, sebelum kata “Ia” ada titik, seharusnya tidak ada titik. Seharusnya Paulus sedang mengatakan “mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia Ia adalah Allah yang ada di atas segala sesuatu dipuji sampai selama-lamanya, amin”, ini lebih nyambung. Pertanyaan berikutnya muncul, kalau Yesus memang adalah Allah dan Paulus mengatakan dengan gamblang seperti ini, mengapa di bagian lain dia tidak mengatakan hal yang sama? Kalimat ini sangat penting untuk Saudara dan saya renungkan. Paulus waktu membicarakan ke-Allah-an Kristus, tidak pernah melakukannya dengan cara yang sama. Waktu Paulus membicarakan tentang ke-Allah-an Yesus, dia tidak pernah melakukannya dengan cara yang sama, tidak pernah ada 2 cara diulangi sama. Jadi kalau Saudara mengatakan “mengapa hanya di sini dia mengatakan Yesus adalah Allah?”, jawabannya adalah karena Paulus tidak pernah memakai argumen yang sama, tidak pernah pakai kata yang sama, tidak pernah pakai istilah yang sama. Di Filipi dia mengatakan Yesus itu ada di dalam rupa Allah, di Kolose dia mengatakan Kristus itu memiliki semua kepenuhan Allah, di dalam Roma dia mengatakan Dia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya, tidak ada yang sama, semuanya beda. Tapi mengapa kalimat yang gamblang seperti ini “Yesus adalah Allah”, cuma kali ini dipakai, bahkan oleh penulis-penulis Perjanjian Baru lainnya, jawabannya adalah karena kalimat ini potensi untuk membuat kita berpikir sabelian. Sabelianisme atau modalisme itu adalah ajaran bidat sejarah gereja dari awal abad ke-3 atau ke-4, sabelian percaya kalau Allah itu cuma 1 pribadi. Satu ini yang kadang-kadang jadi Bapa, Dia juga yang jadi Anak, jadi Bapa dan Anak pribadi yang sama, itu bukan ajaran Alkitab, itu bidat, Bapa dan Anak adalah pribadi yang beda, bukan pribadi yang sama. Bapa menjadi Anak, Bapa juga menjadi Roh Kudus, sekarang di dalam gereja ada yang disebut dengan Kristomonisme, bahwa semuanya Yesus, Bapa itu Yesus, Yesus itu Yesus, Roh Kudus itu Yesus, ini ajaran bidat, ini bukan dari Alkitab. Untuk mencegah itu, Paulus tidak menggunakan bahasa ini dengan pengulangan, bahasa ini bisa berpotensi disalah-mengerti jadi sabelian. Kalau Paulus mengatakan Yesus adalah Allah, maka orang akan sulit membedakan Yesus dengan Bapa. “Berarti Yesus dan Bapa itu satu pribadi, saya mengerti. Jadi Yesus dan Bapa itu satu pribadi”, tidak. Itu sebabnya Paulus lebih sering memisahkan pengertian IlahiNya Kristus dengan Bapa, misalnya di Filipi, Dia satu morphe, Dia ada di dalam kepenuhan Allah, itu Kolose. Mengapa pakai kata kepenuhan Allah, mengapa pakai kata rupa Allah, mengapa tidak langsung mengatakan Yesus adalah Allah? Karena mengatakan Yesus adalah Allah sangat berpotensi disalah-mengerti menjadi sabelian. Jadi Saudara harus mengerti di dalam tradisi Kristen ada banyak ajaran bidat, Saudara bisa aman dari satu bidat tapi nanti cenderung ke bidat yang lain. Tapi Saudara harus tahu apa yang salah, supaya tidak mengulangi kesalahan itu. Banyak hamba Tuhan tidak belajar ajaran bidat seperti ini sehingga tanpa sadar dia mengulangi istilah-istilah dan kalimat-kalimat yang mirip dengan ajaran bidat, sayang sekali. Paulus dengan hati-hati membedakan Kristus dengan Bapa, tapi menyatakan kesetaraan. Kalau orang mengatakan “kalau Allah turun menjadi manusia, berarti di surga kosong”, mengapa kosong? “kan Allah menjadi manusia”. Sekarang saya tanya, Allah menjadi manusia, yang dimaksudkan dengan kalimat itu natur Allah atau substansi Allah menjadi manusia atau Pribadi ke-2 menjadi manusia? Jawabannya Pribadi ke-2 yang menjadi manusia, bukan Allah seluruhnya menjadi manusia. Pribadi ke-2 memang Allah, tapi Dia Pribadi ke-2. Jadi yang menjadi manusia adalah Pribadi ke-2, Pribadi pertama tidak, Pribadi ketiga tidak. Untuk mencegah sabelianisme, Alkitab dengan hati-hati membicarakan Kristus sebagai Allah tapi dengan cara beda dengan membicarakan Bapa sebagai Allah. Apakah ke-Allah-an Kristus lebih rendah dari pada Bapa? Tidak, mengapa dibicarakan dengan cara yang beda? Supaya tidak jatuh ke dalam kesalahan seperti yang dilakukan oleh sabelianisme. Ketika Paulus mengatakan “Dia diturunkan dalam keadaan manusia”, baru dia mengatakan “Dia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya”, jadi ada cara berbicara yang hati-hati dari Alkitab tentang ke-Allah-an Yesus supaya kita tahu bahwa Yesus adalah Allah yang sejati. Tapi juga tahu Dia bukan Bapa, Dia berbeda dengan Bapa. Waktu Yohanes mengatakan “Aku dan Bapa adalah satu”, itu bahasa kasih, relasi, karena Yesus juga mengatakan “kamu dan Aku juga satu”, ini bukan berarti kita adalah Yesus. Paulus mengatakan “mereka (yaitu orang Israel) menurunkan Yesus sebagai manusia, dan Dia (yaitu Yesus) adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya”. Jadi Yesus adalah Allah yang harus dipuji selama-lamanya.

Kalau Yesus adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya, hal apa dari Dia yang harus kita puji? Mengapa di sini Paulus mengatakan “terpujilah Kristus”? Mengapa dia mengatakan “terpujilah Allah (yaitu Yesus) sampai selama-lamanya, amin”, mengapa ada doxology di sini? Karena kesempurnaan dari rencana sejarah menjadi sebuah segel pasti di dalam Kristus. Tadi kita mengatakan sejarah digerakkan oleh Tuhan. Tuhan hadir, tapi kehadiran Tuhan itu tidak pernah ada di dalam keadaan yang kekal. Kehadiran Tuhan selalu adalah kehadiran sementara. Tuhan hadir di dalam BaitNya, itu dikatakan di dalam Kitab Mazmur, Tuhan hadir di dalam BaitNya. Tapi Salomo pernah mengatakan “mana mungkin Tuhan berdiam seterusnya di dalam rumah yang dibuat oleh tangan manusia?”, Tuhan tidak berdiam di dalam buatan tangan manusia. Kalau begitu kita menantikan kehadiran Tuhan yang pasti, yang seterusnya dan selamanya, tapi itu belum terjadi. Kapan itu terjadi? “Tuhan, kapan Engkau mau berdiam bersama dengan kami?”. Dan Paulus menyadari itu terjadi ketika Kristus datang. Maka ketika Kristus menjadi manusia, Paulus mengucapkan doxology “terpujilah Allah sampai selama-lamanya, amin”. Orang bertanya “mengapa engkau berdoxology?”, jawabannya bukan “kagetan, pokoknya mendadak saya mau”, tidak bisa seperti itu. Tapi Paulus mengatakan karena Dia yaitu Kristus yang datang sebagai manusia, adalah yang akan menyempurnakan sejarah Tuhan. Sejarah Tuhan sempurna di dalam Kristus. Ini ada aplikasi yang indah dalam kehidupan kita. Tuhan menyertai kita selamanya dan ini yang membuat kita menjadi sadar bahwa Tuhan sedang membawa kita ke kesempurnaan menjadi manusia oleh karena Dia hadir. Tadi kita sudah mengatakan kehidupan kita banyak kacaunya, rusaknya, lalu bagaimana memperbaikinya? Kalau Tuhan mengatakan “hai manusia, hai umatKu, hidupmu sudah banyak salah, ayo perbaiki”, Tuhan memerintahkan kita untuk perbaiki, kita tidak mungkin bisa perbaiki. Saudara disuruh untuk memutar kembali waktu, dari memori awal Saudara tentang hidup Saudara dan Saudara sadar setiap kesalahan, kebobrokan, setiap hal yang mendukakan hati Tuhan yang Saudara kerjarakan, Saudara tidak akan sanggup. Kalau begitu bagaimana cara menjadi manusia yang limpah, bagaimana dosa disingkirkan? Tidak ada cara lain, Tuhan harus hadir. Jadi kalau Saudara ditanya orang “bagaimana cara memperbaiki hidup?”, jawabannya cuma satu “hanya kalau Tuhan hadir”. “Tuhan maukah Engkau hadir?”, tapi kehadiran yang seperti apa? Kehadiran Kristus menjadi manusia itu memberikan satu pengertian yang indah kepada kita bahwa Dia ingin menjadi satu dengan kita, dimulai dengan kesatuanNya dengan umat Israel yang mau percaya kepada Dia. Kesatuan Kristus dengan para rasul, kesatuan Dia dengan para murid adalah kesatuan yang akan kita nikmati juga. Jadi jawaban dari pertanyaan “apakah yang paling menyukakan hatimu?”, adalah ini “yang paling menyukakan hatiku adalah hidupku dibereskan. Kalau hidupku dipulihkan, kalau hidupku menjadi lebih baik?”. Apa yang bisa menjadi lebih baik, apa yang bisa membuat hidupmu baik? Hanya kalau Tuhan hadir. Ada satu kalimat dari perempuan Samaria yang sangat mengharukan, ketika Yesus berbicara dengan dia, Dia mengatakan “keselamatan dari Bangsa Yahudi, tapi akan ada waktunya dan sudah tiba sekarang, keselamatan itu tidak ada di Yerusalem dan juga tidak ada di gunung ini, tapi dari Allah yang mau hadir. Perempuan itu mengatakan “Mesias kalau datang, Dia akan menerangkan semuanya kepada kami”. Dengan kata lain perempuan ini mengatakan “segala hal yang salah, segala hal yang kami kerjakan, hidup kami yang sudah kami susun dan jalani dengan sembarangan, itu cuma bisa beres kalau Tuhan hadir. Maka kita kembali ke pertanyaan pertama, “bagaimana kita mengetahui Allah, bagaimana kita mengenal Allah? Kenali diri dulu. Apa yang harus kita kenal dari diri? Salah satu cara untuk mengenal diri dengan baik adalah mengenal penyimpangan dan kesalah yang sudah kita lakukan. Mari kenali kesalahanmu, apa yang sudah kamu lakukan? Kita ini sulit mengenal Tuhan karena kita mengabaikan dan meremehkan kesalahan yang kita buat. Kita anggap diri kita orang baik yang menjadi korban masyarakat. Tapi Alkitab mengajarkan kita untuk mulai melihat diri kita sebagai seorang yang salah hidup. Kita ini sudah salah menata hidup, salah melangkah, salah berbuat, salah bertindak. Kalimat kita kalau ditelusuri dan dihakimi, persentase salahnya jauh lebih besar dari benarnya. Apa yang kita katakan dari suami kepada istri, kepada anak, kepada orang tua, kepada sekeliling kita, lebih banyak kacuanya dari pada benarnya. Lalu kalau kita sadar betapa salahnya kita, baru kita sadar tidak ada yang bisa memperbaiki kita. Calvin mengingatkan untuk membuat engkau sadar betapa bobroknya hidupmu, coba bandingkan dengan Tuhan. Jika engkau membandingkan dirimu dengan Allah, baru engkau tahu betapa bobroknya engkau. Saudara akan sampai pada kesadaran “kalau Tuhan tidak perbaiki saya tidak punya pengharapan”. Ini keselamatan yang Tuhan mau ajarkan, doktrin keselamatan dalam pengertian Surat Roma adalah bagaimana cara memperbaiki hidup. Kita sering salah mengerti dengan mengatakan “baik Tuhan, saya mengerti, saya mesti memperbaiki hidup, mulai sekarang saya akan belajar memperbaiki hidup”, tidak bisa. Silahkan coba kalau mau, tidak akan bisa. Engkau tidak bisa perbaiki hidupmu. “Lalu bagaimana cara memperbaiki hidup? Karena hidupku harus beres. Saya tidak bisa hidup dengan cara seperti ini”. Cuma satu jalan yaitu kalau Tuhan hadir, kalau Tuhan rela hadir dalam hidupmu.

« 4 of 5 »