Lalu Paulus dengan sangat teliti menggali dari bagian sebelumnya yaitu kisah Abraham. Saudara tentu tahu kisah Abraham, Abraham adalah orang yang Tuhan izinkan menjadi kakek dulu baru kemudian punya anak. Tuhan biarkan dia terus menunggu janji Tuhan, lalu dia tanya “Tuhan, bagaimana bisa berharap? Saya sudah tua, istri sudah tua, Tuhan janjikan anak. Itu tidak bisa, biar hambaku yang menjadi ahli waris”, angkat anak untuk menjadi ahli waris. Dan di dalam tradisi kuno angkat anak itu tidak menjadi masalah. Anak yang diangkat tetap bisa jadi ahli waris, dan kadang-kadang bisa jadi ahli waris lebih dari anak kandung. Sehingga Abraham sedang menawarkan kepada Tuhan hal yang biasa “bolehkah saya mengangkat hambaku untuk menjadi ahli waris?”, Tuhan mengatakan “tidak, karena engkau akan punya anak”. Abraham pikir-pikir “anak dari mana?”. Tapi Abraham percaya. Abraham percaya waktu Tuhan menunjukan bintang. Ini unik, Tuhan tunjukan bintang ke Abraham dan Abraham percaya. Kalau Tuhan tidak jaga, bintang menjadi kacau dan orang akan tersesat semuanya. Maka Abraham melihat bintang dan dia percaya, karena dia tahu kalau Tuhan bisa membuat bintang stabil, mana mungkin Tuhan tidak bisa menjalankan janjiNya untuk dia. Bintang yang begitu besar bisa Tuhan jaga, mana mungkin Abraham yang cuma 1 orang ini gagal mendapatkan janji Tuhan karena Tuhan kurang kuat, tidak mungkin. Maka Abraham tahu dan dikuatkan, Tuhan pasti menjalankan apa yang Dia katakan. Alkitab mengatakan di Kejadian 15, Abraham pun percaya kepada Allah dan Allah memperhitungkan itu sebagai kebenaran. Ini indah sekali. Mengapa Tuhan benarkan Abraham? Karena Abraham yakin Tuhan sanggup kerjakan apa yang Dia janjikan. Ini namanya iman. Iman itu berarti Saudara dengar janji Tuhan dan Saudara mengatakan “Tuhan sanggup jalankan janjiNya”, itu iman. Iman bukan memaksa Tuhan berjanji untuk hal yang Dia tidak pernah janjikan. Dan janji Tuhan itu begitu besar di dalam kasus Abraham, karena Tuhan berjanji hal yang sifatnya global. Ini bukan Abraham punya anak, Tuhan bukan cuma bicara ke Abraham dalam hal konseling pernikahan karena Abraham belum punya anak. Ini bukan hanya masalah rumah tangga, ini masalah seluruh bumi, karena Tuhan berjanji lewat keturunan Abraham, seluruh bumi akan mendapatkan berkat. Abraham sedang tidak menjadi orang yang hanya lihat keluarganya sendiri, lalu dia beriman kepada Tuhan. Dia beriman kepada Tuhan untuk hal yang sifatnya global. Abraham sedang tidak berurusan dengan hal kecil, Abraham sedang berurusan dengan janji Tuhan memulihkan bangsa-bangsa, yang menjadi isu dalam diskusi Tuhan dengan Abraham adalah nasib bangsa-bangsa. Bangsa-bangsa ini mau diapakan? Ada begitu banyak kerajaan di Kanaan, Mesopotamia, di Afrika termasuk Mesir, Tuhan mau apakan bangsa-bangsa ini? Lalu di dalam keadaan sudah melarikan diri ini, Tuhan mau apakan, apakah Tuhan mau binasakan atau tarik mereka kembali? Kalau Tuhan mau tarik mereka kembali, dengan cara apa Tuhan mau tarik? Tuhan sedang urus hal besar waktu bicara dengan Abraham. Mari kita pikirkan iman yang benar-benar melihat Tuhan dan pekerjaanNya, Tuhan dan pekerjaanNya, bukan hanya mempersempit lingkup kerja Tuhan hanya pada diri. Itu sebabnya saya sering mengatakan zaman ini zaman yang penuh dengan sifat narsis adalah zaman yang sangat memuakan. Benar-benar muak lihat orang yang cuma lihat diri, terus diri-diri, kamu sempit jika kamu hanya lihat dirimu, kamu sangat sempit jika hanya pedulikan dirimu, kamu sangat sempit jika terus kagumi dirimu. Berhenti kagumi diri, berhenti terlalu melihat diri. Belajar melihat Tuhan dan engkau akan melihat betapa besarnya hidup. Pikir pulihkan satu bangsa, ini satu anak pun belum ada”. Mungkin kalau orang bicara dengan Abraham, “Abraham, Tuhanmu bagaimana? Ada firman?”, “ada, Tuhan janji akan memulihkan bangsa-bangsa lewat keturunanku”, “oh, pulihkan bangsa-bangsa lewat keturunanmu, tapi mana keturunanmu?”, “itu problemnya, belum ada”, “belum ada? Ketika Abraham bicara tentang hal-hal besar, tapi orang mungkin akan mencibir “apaan kamu, satu anak saja belum ada, lalu mau mengatakan bangsa-bangsa diberkati lewat keturunanmu, mana?”. Tapi setelah Abraham tahu Tuhan telah menjanjikannya, Abraham tidak pernah goyah lagi. Tidak goyahnya Abraham bahkan dia buktikan ketika Tuhan memerintahkan dia untuk mempersembahkan Ishak. Waktu mau persembahkan Ishak, Abraham bawa dengan sangat berani. Abraham bukan orang yang tidak pernah bergumul, dia pernah menyatakan doanya kepada Tuhan, “andaikan hambaku boleh menjadi ahli waris, andaikan Tuhan izinkan anakku. Ah, Tuhan andaikan ini yang menjadi ahli waris”, Abraham bukan orang yang tidak mengeluh, dia sering mengeluh. Tapi waktu disuruh membawa Ishak, dia sama sekali tidak mengeluh, dia tidak mengatakan “ah, Tuhan, sudah dikasi kok diambil”. Dan Abraham menunjuk bahwa memunyai anak tidak berarti mendewakan anak, ini penting sekali. Orang yang sudah punya anak harus ingat Abraham. Saya tidak minta Saudara untuk sembelih anak, maksud saya adalah Abraham adalah contoh yang baik, dimana dia sangat mendambakan anak, anaknya bukan hanya anak yang dia kasihi tapi yang menjadi inti dari janji Tuhan dan dia tidak ragu membawanya untuk dipersembahkan kepada Tuhan, “anakku adalah untuk Tuhan”. Banyak bagian di dalam Kitab Suci mengenai mempersembahkan anak, ini kontra dengan persembahan anak-nya kafir. Ketika Manasye melakukan korban pembakaran anak, Tuhan marah sekali. Abraham mempersembahkan anaknya dan Tuhan menyatakan bukti bagi kita bahwa Abraham beriman. Tuhan tidak perlu bukti, Tuhan tahu Abraham beriman, Tuhan sudah benarkan dia dari pasal-pasal sebelumnya. Tapi ketika Abraham mempersembahkan anaknya, Saudara dan saya tahu ini namanya orang beriman. Iman yang sudah Tuhan berikan kepada Abraham sebelumnya sekarang terbukti dengan tindakan yang begitu menakjubkan. Maka Abraham mempersembahkan anaknya dan dia tahu di dalam Surat Ibrani “kalau pun saya mempersembahkan anak saya, Tuhan sanggup bangkitkan dia”, ini kalimat yang penuh dengan iman karena berkait dengan tema mati dan bangkit tadi. Israel dibuang sama dengan mati, Tuhan janji pulihkan yang sama dengan bangkit. Abraham punya anak di saat tua, itu seperti mati kata Paulus, karena Abraham si kakek dan Sara si nenek, masa masih bisa melahirkan anak. Maka tema tadi muncul, mati kemudian bangkit. Tuhan sedang menyatakan sesuatu di sini, mati kemudian bangkit. Dan Paulus mengatakan di Roma 4, Abraham percaya tema ini, mati lalu bangkit, ini iman Abraham.