Apa problem dari orang yang hatinya jahat tapi tindakannya baik? Problemnya adalah dalam tahap tertentu dia akan bentur dengan Tuhan. Ini terjadi pada Israel, ketika mereka ada di dalam kondisi sudah balik dari pembuangan, di zamannya Paulus misalnya, mereka membangun kesalehan yang membuat mereka menolak Kristus. Ini penting untuk kita pahami, mereka sudah balik dari pembuangan lalu mereka mengatakan “kami tidak akan lagi melakukan apa yang dulu nenek moyang kami lakukan. Dulu mereka menyembah berhala, kami tidak akan lakukan itu lagi.” Jadi mereka pelihara bangsa mereka mereka pelihara kehidupan mereka dengan kesalehan yang tinggi. Tetapi mengapa Paulus mengatakan kesalehan mereka kesalehan yang salah? Karena mereka mencari Tuhan dengan tindakan sehingga mereka tidak sampai kepada kebenaran. Karena telah terbukti ketika Tuhan mengirim Kristus, justru orang-orang yang saleh ini yang menolak Kristus. Ini yang Paulus permasalahkan. Maka ketika tindakan kita keluar dari hati yang jahat, tapi tindakannya benar, akan ada saat dimana kita bentur dengan Tuhan. Ini satu peringatan yang sangat bahaya, satu peringatan yang sangat penting untuk kita ingat, karena kita pun bisa jatuh di dalam keadaan yang sama. Saudara bisa mempunyai hidup yang bertindak baik tetapi yang motivasinya salah. Apakah motivasi yang salah itu? Tindakan baik tapi motivasi salah, motivasi apa yang salah? Motivasi mau menyatakan identitasku berdasar pada perbuatan yang aku kerjakan. Pengertian tentang identitas ini sangat penting. Beberapa kali kita membahas mengenai menjadi manusia, apa yang manusia bisa pahami tentang identitasnya. Kitab Suci dengan jelas mengatakan bahwa manusia adalah manusia karena mereka dicipta oleh Tuhan untuk menjadi gambar Allah yang mendiami bumi di dalam konteks ibadah. Manusia ada dibumi dan bumi Tuhan desain menjadi tempat kudus. Ini saya pernah bahas di dalam pembahasan Roma 5 atau 6, saya agak lupa yang mana. Waktu Tuhan menciptakan bumi Tuhan menciptakannya sebagai tempat yang seharusnya kudus. Tempat kudus itu dicirikan dengan apa? Tempat kudus di dalam konteks Perjanjian Lama dicirikan dengan adanya ibadah, adanya imam, dan adanya wakil atau adanya simbol dari yang Ilahi. Yang Ilahi tentu adalah Allah sendiri. Lalu apa yang menjadi simbol kehadiran Allah di bumi? Yang menjadi simbol adalah manusia. Tuhan menyatakan kemuliaanNya di dalam seluruh alam, tapi hanya manusia menjadi simbol dari kehadiran Allah, manusia adalah gambarNya Allah. Di dalam pengertian Perjanjian Lama tentu kita mengerti gambar itu bukan lukisan yang ada di media yang rata, di kertas atau kanvas. Gambar adalah patung, ini wajar dipahami oleh orang dulu. Di dalam kuil berhala ada patung berhala. Kalau seluruh bumi ini adalah temple, tempat yang suci, mana patungnya? Ini pengertian yang akan mudah diterima oleh orang zaman dulu. Tuhan menulis untuk orang zaman dulu sehingga mereka bisa menerima dengan gampang. Tuhan menulis untuk orang zaman dulu, kita menerimanya agak beda, kita tidak pernah punya kebiasaan untuk memahami ada kuil, ada berhala. Tapi kalau Saudara belajar sedikit di dalam catatan sejarah di Perjanjian Lama, Saudara akan sadar kebiasaan menyembah, lalu ada objek yang disembah, itu juga kebiasaan kita sekarang. James Smith mengatakan “engkau mungkin orang yang hidup di dalam peradaban modern, yang sangat maju secara teknologi, dan sangat maju secara pengertian scientific. Tapi engkau masih pergi ke kuil, masih punya ikon-ikon dan simbol-simbol yang disembah, meskipun bukan gereja atau bukan kuil berhala, engkau pergi ke mall dan melakukan ibadahmu dengan menyembah ikon dan simbol yang secara umum menunjukkan identitasmu”. Saudara memang tidak pergi ke mall lalu sujud menyembah. Tapi banyak yang mempunyai kebiasaan hidup yang memberikan diri kepada simbol-simbol sukses, misalnya. Kalau saya tidak berkait dengan simbol ini, tidak sukses. Jadi ada simbol sukses, dan James Smith mengatakan “bukankah itu bentuk penyembahan berhala?”. Jadi sebenarnya dunia Perjanjian Lama tidak sebegitu jauh berbeda dengan kita sekarang. Maka kita akan sadar kita juga berada dalam problem yang sama. Kita pergi ke “kuil” dan kita menyembah ikon-ikon atau image-image yang ada di situ. Apa yang disimbolkan oleh merk yang begitu banyak? Mengapa perusahaan-perusahaan besar membayar designer mahal sekali hanya untuk mengubah garis dari simbol mereka? Karena begitu orang lihat simbol, dia akan mengaitkan simbol itu dengan sesuatu. Begitu manusia melihat sesamanya, harusnya, dia akan mengaitkan sesamanya itu dengan Allah, karena manusia adalah patungnya Allah, simbolnya Allah, pernyataan atau ikonnya Allah, itu maksudnya image, gambar. Maka kalau ditanya apa itu gambar Allah? Gambar Allah adalah ketika orang memandang engkau, dia langsung mengaitkan engkau dengan Allah, ini yang seharusnya terjadi. Maka seluruh bumi adalah tempat suci dan manusia adalah gambar atau ikon yang ketika orang lihat, langsung membuat orang mengenal Tuhan. Maka persekutuan manusia itu sangat indah, karena masing-masing akan melihat yang lain dan melihat Allah di dalam diri yang lain. Indah sekali. Sekarang kita melihat sesama kita dan kita lihat ada yang belum bayar utang. Kita melihat orang lain dan kita tidak melihat Tuhan, ini problem. Problemnya tentu dua arah, yaitu problem icon itu sendiri yaitu orang lain yang kita lihat, dan problem kita sendiri. Kita tidak melihat Tuhan meskipun Tuhan dengan jelas digambarkan, Roma 1 mengatakan “Tuhan menyatakan apa yang tidak terlihat dari Dia di dalam alam ciptaan, tapi tidak ada orang yang liat itu dan yang menyadari Tuhan itu ada. Sama dengan kita sekarang, kita melihat orang lain dan kita tidak lihat Tuhan dibalik orang itu. Yang kita lihat adalah sesama kita yang kita bisa manfaatkan, manipulasi kalau kita orang jahat, atau kalau kita bermental victim kita lihat orang lain dan kita melihat orang yang mendzolimi kita terus. Ini terjadi karena apa? Pertama karena kita salah, kita kurang peka terhadap kehadiran Tuhan, kita begitu keras hatinya, sehingga Tuhan menyatakan diri dan kita tetap tidak dengar. Jadi orang mengatakan “mengapa saya tidak bisa melihat Tuhan?” problemnya mungkin di kamu, ini satu sisi. Tapi di sisi lain, manusia sudah gagal menjadi image Allah. Mengapa gagal? Karena identitas, karena problem identitas membuat kita gagal menjadi ikonNya Allah. Memangnya kita siapa? Kita adalah orang-orang yang diciptakan sebagai gambar Allah, tapi yang lebih suka untuk menjadi yang disembah. Sesuatu yang Calvin katakan di dalam Institute buku yang pertama. Di Institute buku yang pertama, Calvin mengatakan setiap manusia mempunyai kesombongan luar biasa tinggi, sehingga apapun yang mereka sembah harus mencerminkan mereka sendiri. Ini keunikan yang kita lihat di dalam dunia kuno. Di dalam dunia kuno setiap bangsa punya berhalanya sendiri. Dan mereka menolak menyembah berhala orang lain karena berhala orang lain adalah representasi dari bangsa lain, “sedangkan berhalaku adalah wakil aku”, ini kan terbalik. Berhala menjadi ikonnya manusia. Sebenarnya ini pembalikan yang Paulus sedang ajarkan di Kisah Para Rasul. Paulus mengatakan berhala itu buatan manusia, jadi manusia bikin ikon, tetapi ikon atau patung itu bukan perwujudan dari ilah yang tidak ada, tidak ada dewa-dewa. Tapi ini adalah perwujudan dari desire-nya manusia. Manusia ingin subur maka dia menciptakan dewa kesuburan atau dewi kesuburan. Ketika Saudara melihat ibadah dari bangsa-bangsa asing, Saudara melihat mereka bukan menjadi gambar Allah, mereka berusaha untuk membuat Allh menjadi gambar diri. Secara unik, filsuf Jerman namanya Feuerbach sudah nyatakan. Dia mengatakan atheisme adalah bentuk terakhir dari agama. Jadi agama itu baik, tapi agama itu cuma perjalanan manusia menuju atheisme. Karena agama bagaimanapun, ini menurut Feuerbach, biar bagaimanapun agama itu cuma semacam kerinduan manusia akan yang sempurna, dia tidak sempurna maka dia mencoba gambarkan yang sempurna. Jadi Tuhan itu adalah ikonnya manusia, apa yang kita inginkan itu yang disimbolkan. Ini yang sama dengan brand-brand yang terkenal itu. Semua brand ini mempresentasikan desire-nya manusia, “kamu ingin apa, inilah yang kami berikan kepadamu”. Orang yang mendengar langsung merasa “sepertinya saya seperti itu, pantas saja saya aneh, pantas saja saya kurang cocok dengan orang lain”, ini cara identitas kan? Ini identitas yang kena sekali, orang akan merasa “mungkin saya seperti itu, mungkin saya adalah orang-orang yang disalah-mengerti. Tapi saya jenius besar yang belum disadari”. Tetapi, orang yang benar-benar terfokus kepada apa yang dia mau kejar, tidak sempat pikir “diriku ada di mana”. Lalu apa yang menunjukkan itu identitas apa? Tidak ada, cuma di bagian akhir dikatakan “kami adalah perusahaan yang menghargai orang-orang sedemikian”, cuma itu saja. Karena kita sibuk dengan identitas kita, kita lupa kalau kita ini adalah gambar Allah. Dan karena kita lupa kita gambar Allah, kita membentuk diri dengan pengertian yang total beda dari apa yang Tuhan mau. Sehingga kita tidak rasa lagi ada kepentingan untuk kenal Tuhan, misalnya. Kenal Tuhan itu untuk apa? Biasanya kita kan akan perlakukan mengenal Tuhan itu seperti kita mengetahui informasi yang lain. Tapi Alkitab mengajarkan hal yang berbeda, hidupmu harus beres supaya engkau makin kenal Tuhan, keluargamu harus baik supaya engkau makin kenal Tuhan. Mengenal Tuhan itu tujuan. Itu sebabnya Yohanes 17 mengatakan bahwa hidup kekal itu, ini Tuhan Yesus yang mengatakan, hidup kekal itu adalah mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus. Maka kita melihat di dalam Kitab Suci bahwa mengenal Tuhan itu adalah tema utama hidup manusia.

« 2 of 4 »