Maka Saudara lihat argumennya berlanjut, “hendaklah kamu menguasai diri menurut ukuran iman. Bagaimana caranya? Ayat 4 “sebab sama seperti pada satu tubuh kita punya banyak anggota, tapi tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama. Demikian juga kita, walaupun banyak adalah satu tubuh”. Jadi Paulus sedang mengatakan tubuh Kristus mengubahmu dan tubuh Kristus itu yang harus membuat kamu berubah. Kamu berubah demi mereka, kamu berubah demi persekutuan. Dan persekutuan itu mengubah kamu. Saya pernah baca artikel yang mengatakan ada 3 hal yang manusia itu sering lupa bahwa ini sifatnya komunal, jadi 3 hal yang sebenarnya sifatnya komunal, ini artikel Kristen. Yang pertama itu bernyanyi, nyanyi itu komunal. Saudara tidak bisa menyanyi sendiri. Kalaupun menyanyi sendiri, tidak seru. Nyanyi-nyanyi sendiri paling lagi mandi, tapi jauh lebih menarik kalau Saudara nyanyi di tengah-tengah komunitas yang lain. Lalu yang kedua dia mengatakan ketawa itu juga komunal, Saudara kalau ketawa sendirian, nanti dianggap ketawa orang gila kan. Sekarang Saudara ketawa, yang lain ikut ketawa itu normal. Yang ketiga, adalah bahagia itu komunal. Bahagia itu tidak pernah individual. Seringkali orang berpikir “aku mau bahagia, aku berhak bahagia”. “Tidak bisa, kamu cuma bisa berbahagia bareng tidak bisa sendirian”, bahagia itu bukan pengalaman individual. Bahagia adalah pengalaman komunal “engkau berbahagia dengan komunitas”. Maka tidak ada orang yang mau cari bahagia dengan cara menipu komunitas itu, kontradiksi dengan natur dari bahagia itu sendiri. Kalau orang korupsi, dia menghancurkan orang lain, “mengapa korupsi?”, “demi bahagiain”, kamu tidak akan pernah bahagia karena bahagia itu adalah bagian dari kamu hanya mungkin alami di dalam komunitas. Sama seperti ketawa atau menyanyi, ini kita nikmati karena ada interaksi dengan orang lain. Demikian juga bahagia. maka kalau orang mengatakan “I want to be happy”, saya mau bahagia, kalau mau bahagia ubahlah komitmen imanmu supaya pikiranmu berubah? Bagaimana cara ubah pikiran? Pakai komitmen iman. Bagaimana komitmen iman berubah? Berada di dalam sekelompok umat yang punya komitmen iman yang sama. Makanya iman itu tidak pernah bisa dilepaskan dari pengakuan iman. Kalau ditanya apakah kamu orang beriman? “iya”, iman apa yang kamu percaya? Mesti ada kredo, mesti ada pengakuan iman, makanya gereja punya kredo di dalam bahasa Yunani, jadi simbolum. Simbolum itu medali yang dibelah 2 sampai pecah, lalu satu dipegang satu orang, satu di pegang yang lain. Waktu Saudara ketemu orang, Saudara tanya “agamamu apa?”, orang itu mengatakan “Kristen”, “mana pengakuan imanmu?”, lalu dia mengatakan pengakuan iman dan Saudara mengatakan “saya sama dengan kamu”, inilah komunitas iman. Jadi Saudara tidak bisa punya komunitas iman tanpa punya doktrin, tanpa punya teologi, tanpa punya pengakuan iman. Kalau doktrinnya beda, tidak bisa satu, doktrinnya lain tidak bisa disebut komunitas yang satu. Ada kredo, pengakuan iman yang sama. “Saya mau jadi bagian dari tubuh Kristus”. Mengapa? Karena di situ saya akan bahagia, mengapa bisa bahagia? Karena bahagia adalah urusan komunal. “Aku berbahagia di dalam komunitas, aku berubah pikirannya karena komunitas. Ini sesuatu yang pernah disharingkan oleh satu orang, dia mengatakan “sejak saya punya anak, baru saya tahu apa artinya jadi bertanggung jawab. Tadinya saya tidak pernah didorong untuk bertanggung jawab sebesar ini. Tapi kehadiran anak membuat saya punya sense tanggung jawab lebih besar”. Ini bukan karena dinasehati secara pikiran, tapi karena interaksi dengan pribadi lain. Maka jangan remehkan interaksi dengan pribadi lain. Saudara perlu itu sekuat Saudara perlu firman, Saudara perlu firman dan Saudara perlu komunitas. Maka biarlah kita mengerti apa yang dikatakan Paulus, jangan anggap dirimu tinggi, mengapa? Karena itu mematikan kamu mematikan kemanusiaanmu. Terus bagaimana? Pikirkan dirimu dengan cara sedemikian rupa sehingga kamu kompatibel dengan komunitas? Kadang-kadang kita lupa kekuatan dari komunitas untuk mengubah kita. Ada orang yang tadinya sangat tidak sabaran, begitu ketemu dengan orang-orang lain, belajar sabar, ada orang yang tadinya gampang marah, belajar sabar. Saya sendiri lihat bagaimana Tuhan mengubah orang di dalam komunitas gereja di sini, termasuk saya sendiri juga berubah. Ini terjadi karena interaksi dengan yang lain. Ini hanya mungkin terjadi ketika Saudara sadar saya perlu komunitas karena saya belum menjadi sempurna. Jangan anggap dirimu tinggi. Kalau begitu anggap diri tinggi itu apa? Yang pertama anggap diri terlalu penting, center dari komunitas, jangan. Center dari komunitas kita adalah Kristus dan Dia rela paling rendah. Lalu yang kedua apa itu menganggap diri terlalu tinggi? Anggap diri terlalu tinggi berarti apa pun yang Saudara pikir pasti benar, ini tidak benar juga.Yang Saudara pikir pasti banyak benarnya atau pasti ada benarnya. Dan Saudara perlu punya kemampuan mengekspresikan nya. Jangan tidak ngotot juga, Saudara punya pengertian ini benar, ekspresikan. Jangan terlalu pendiam, harus ngomong “bagi saya ini yang benar”, tapi sambil ngomong, sambil buka telinga, sambil ngomong dengan ketat, sambil minta dikoreksi. Ini yang dipelajari kalau Saudara dengar seminar Pak Billy, ini yang dipelajari dari Diet of Worms, ketika Martin Luther mengekspresikan mengapa dia tulis 95 tesis, lalu dia tulis surat terbuka ke Kardinal Albrecht, lalu dia juga tulis mengenai keterangan mengapa indulgensia ditolak, itu ada 3 tulisan. Dari 3 tulisan, satu tulisan mengapa indulgensia ditolak, itu paling penting. Yang kedua penting adalah surat terbuka kepada Kardinal Albrecht. Yang kurang penting itu 95 tesis bagi Luther. Tapi yang paling populer, yang dianggap kurang penting. Jadi dia tulis 3 tulisan ini, lalu dia ingin bela mengapa dia lakukan ini? Dia ditangkap lalu ada petinggi dari Holy Roman Empire minta pertanggungjawaban. Kemudian dia mengatakan dengan ketakutan, dia doa sama Tuhan minta kekuatan dan dia mengatakan “saya punya hati nurani terikat Kitab Suci. Kalau kamu yakinkan saya berdasarkan Kitab Suci yang saya pikir salah, saya ubah. Saya tidak ngotot. Tapi saya juga boleh ekspresikan pendapat saya dan ini menurut saya benar dan saya tidak akan ubah kecuali ada keyakinan, kecuali kamu beri tahu saya salahnya dimana”. Jadi Martin Luther mengekspresikan dengan tegas “ini posisi saya, tapi silahkan kamu kritik.Silahkan ubah karena saya bukan yang paling benar”. Ini saya pikir mentalitas yang bagus, itu yang kedua. Saudara punya pendapat, tapi Saudara juga harus tahu kamu bukan yang paling benar, tapi jangan tidak mengekspresikan apa yang kamu pikir. Ini Interaksi yang akan terjadi di dalam komunitas. Lalu yang ketiga, saya tidak pernah tidak memberi ruang bagi kesempatan untuk menjadi makin bertumbuh mirip Kristus. Beri ruang untuk pengampunan, beri ruang untuk mematikan kepahitan. Banyak orang terus simpan kondisi lama yang buruk. Siapa yang tidak punya kondisi buruk? Semua ada kondisi buruk, tidak perlu dwell di situ. Ada orang mengatakan “keluargaku kurang bagus, makanya saya sekarang jadi begini”, di mana ada keluarga ideal? Bahkan boleh tanya keluarga ideal itu seperti apa? Keluarga ideal tidak ada, yang ada adalah keluarga yang bertumbuh di dalam Tuhan. “Jadi saya sangat sakit, sangat sedih karena saya diperlakukan salah dari dulu”. ya memang tapi belajar mempunyai pengampunan, belajar untuk menjadi mirip Tuhan, ini yang ketiga.

Lalu yang terakhir di dalam ayat-ayat ini kita bisa tafsirkan bahwa keinginan melayani orang lain adalah bentuk tidak menganggap diri paling utama. Saudara bukan utama ketika Saudara terpaksa atau melakukan hal yang terpaksa Saudara jalankan demi orang lain. Kadang-kadang saya pikir mengapa di tengah-tengah kita, di gereja ini ada yang rela sekali kerja bagi gereja, bagi komunitas. Ada yang sangat egois cuma pikir mendapatkan berkat saja, beda jauh. Yang satu bisa korbankan waktu, bahkan seperti sudah tidak punya waktu untuk diri demi lakukan apa yang diperlukan oleh gereja ini. Ketika tim yang urus izin, saya sangat mengerti kesulitan mereka. Mereka seperti tidak punya waktu untuk diri, di telepon sana sini, harus relasi dengan sini situ. Seperti sudah tidak punya hak untuk menikmati hidup. Tapi mengapa mereka lakukan? Karena rela. Satu orang sharing kepada saya, dia mengatakan, “saya sih tidak mau hiburan apa pun, saya kerja ini mati-matian cuma mau satu”, “apa yang bapak mau?”, dia mengatakan “saya cuma mau satu saja, waktu nanti gerejanya jadi, lalu jemaat kebaktian, saya ingin Tuhan dipermuliakan, cuma itu”, ini jawaban membuat saya mau nangis dengarnya. Ini mengapa kita tidak belajar punya kerinduan seperti ini? Ingin melayani yang lain bukan ingin menjadi bos bagi yang lain, ingin jadi berkat bagi yang lain. Jadi ada kerinduan untuk jadi berkat, itu hal yang terakhir yang saya mau bagikan untuk mengetahui bahwa saya tidak menganggap diri terlalu tinggi. Kiranya Tuhan menolong kita untuk tidak menganggap diri terlalu tinggi, justru supaya kita menikmati menjadi manusia yang ditinggikan oleh anugerah Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 4 of 4