Tapi yang saya sarankan untuk kita pelajari dari Roma 12: 2 adalah pertama-tama cari tahu dulu yang baik itu apa. Karena kalau saya tidak tahu apa yang baik, saya tidak mungkin mempunyai kekuatan mengejar karena saya akan salah arah. Itu sebabnya coba pikir baik-baik Saudara mengerti arah atau tidak? Mau melakukan apa di dalam hidup, apa yang kamu mau kejar di dalam hidup? Kalau yang saya kejar itu sesuai dengan pola pikir yang benar, yaitu yang tunduk kepada Tuhan, saya mau tahu kehendak Allah? Saya mau tahu apa yang baik, saya mau tahu apa yang berkenan saya mau kejar itu. Saudara ada di jalur yang tepat. Tapi sayangnya kata-kata ini mengetahui kehendak Allah, apa yang baik, apa yang berkenan kepada Allah. Ini 3 istilah yang sering ditafsir spektakuler kemana-mana dan kita jadi bingung sendiri, “kalau begitu kehendak Allah apa?”. Sekarang kalau kita ditanya “apa kehendak Allah?”, bingung. Apa kehendak Allah bagimu? “saya tidak tahu”, tidak tahu? Kamu mau melakukan kehendak Allah?”, “iya”, “only to do His will? apa kehendak Dia?”, “belum tahu, nanti kalau Dia sudah beri tahu saya jalankan, tapi sekarang belum diberi tahu, makanya saya tersesat lagi”. Jadi banyak orang Kristen tersesat bukan karena dia tidak tahu dia mesti jalankan kehendak Allah, tapi karena dia tidak tahu apa itu kehendak Allah. Sadarkah kamu, kamu harus jalankan kehendak Allah? “Sadar”, “sudah jalankan?”, “belum”, “mengapa belum?”, “karena tidak tahu kehendak Allah apa”. “Mengapa tidak tahu?”, “karena ada banyak teori tentang kehendak Allah, saya tidak mengerti kehendak Allah bagiku apa”. Saudara kalau kita baca dengan sabar ayat-ayat selanjutnya, sebenarnya memberikan konteks kehendak Allah itu apa? Tentu ada hal yang beragam yang kita kerjakan dalam hidup. Tapi ayat-ayat selanjutnya memberikan dengan jelas apa yang harus saya miliki? Ayat 3 misalnya, itu menjelaskan apa yang jadi kehendak Allah, apa kehendak Allah? Kehendak Allah adalah supaya kamu tidak pikir tinggi tentang dirimu, don’t think highly of yourself. Jangan anggap dirimu penting, ini kehendak Allah. “Saya penting mengapa dianggap tidak penting?”, justru itu yang error. Kalau engkau menganggap dirimu penting, kamu tidak akan menyiapkan dirimu supaya cocok di dalam hidup berkomunitas. Manusia sedang dilatih oleh Tuhan untuk cocok masuk di dalam kehidupan komunal. Kita ini lagi di setting sama Tuhan supaya kompatibel dengan kehidupan komunal. Tidak ada glori, tidak ada kemuliaan di dalam kehidupan individual yang tidak peduli orang lain, tidak ada kemuliaan sama sekali. Itu sebabnya di dalam ayat yang ketiga ditekankan kamu mau tahu kehendak Allah? Ubah pikiran, sekarang kamu diperbarui pikirannya. “Oke, saya sudah diperbarui pikirannya”, mau tahu kehendak Allah? “Mau, apa kehendak Allah?”, jangan anggap dirimu tinggi. “Jangan anggap diri tinggi itu kehendak Allah?”, “iya”. Mengapa Tuhan tidak mau saya anggap diri saya tinggi? Karena ketika engkau menganggap dirimu tinggi sulit bagimu untuk punya jiwa pelayanan. Ini yang akan dinyatakan di dalam ayat yang ke-6, 7 dan 8. Lalu kalau engkau sulit punya jiwa pelayanan, engkau akan sulit mengasihi. Saudara ini prinsip penting, apa yang kau kerjakan di dalam hidupmu bagi orang lain itu yang akan jadi pengertian kasih di dalam ayat yang ke-9 dan seterusnya. Jadi Paulus sedang memberikan argumen yang terus nyambung. “Kamu jangan sama dengan dunia”, jangan sama dengan apa? Dengan cara berpikir tidak boleh sama. “Oke, cara berpikir tidak boleh sama dengan dunia. Saya tidak mau cara berpikir dunia. Tapi by the way cara berpikir dunia apa?”, cara berpikir dunia berpusat ke diri. Lalu cara berpikir Tuhan apa? Berpusat kehendak Tuhan. Apa kehendak Tuhan bagi ku? Supaya kamu hidup dalam komunitas. Supaya engkau hidup di dalam persekutuan. Ingat di dalam prinsip dari Westminster Confession of Faith, saya pernah bagikan bahwa setiap orang yang diselamatkan mempunyai keyakinan akan keselamatan, sukacita diselamatkan, pergumulan dan kekuatan bergumul setelah diselamatkan, hanya di dalam gereja, only in Christ body, hanya di dalam tubuh Kristus, only in Christ body. Ketika Saudara ada di dalam tubuh Kristus, in His body, Saudara baru bisa mendalami, mengerti, menikmati dan dapat kekuatan dari janji Tuhan, karena Kristus tidak pernah dinyatakan tanpa tubuhNya. Ada yang mengatakan menafsirkan dari Yohanes pasal 14 dan 16, Kristus tidak pernah ingin orang lihat ke surga dan mengatakan “aku mau merenungkan tentang Tuhan di sana”, tanpa juga lihat ke bumi dan merenungkan tentang Tuhan di sini. Tuhan ada di sana dan di sini. Di surga ada Kristus yang adalah Kepala dari gereja sedang bertahta di situ. Di bumi ada gereja yang adalah tubuh Kristus yang sedang bergumul di dunia. Dua-duarus satu, orang mengaku cinta Kristus tapi tidak mengakui the body of christ, dia tidak mungkin dianggap orang Kristen sejati. Orang cinta tubuh Kristus, sesama orang Kristen, tapi tidak pernah mau cinta Tuhan, dia tidak mungkin punya cinta yang tulus dan dia tidak mungkin punya arah yang benar di dalam Kekristenan. Orang Kristen harus mencintai Christ as the head, Kristus sebagai kepala, and Christ body, tubuh Kristus yang ada di dunia ini. Maka inilah yang sedang ditekankan di dalam Roma pasal yang ketiga, jangan anggap dirimu tinggi. Momen kamu anggap dirimu tinggi, sulit hidup di dalam komunitas. Banyak orang anggap dirinya tinggi, sehingga kalau ada orang berani sakiti, dia akan dendam sampai 70×7 tahun. Sampai masa hidupnya berakhir, di kubur pun dia masih dendam, kalau bisa dihantuin orangnya. “Mengapa hidup saya begini?”, karena anggap diri tinggi, “apa salah kalau saya disakiti, saya marah?”, tidak salah, engkau disakit engkau marah, wajar. Tapi kalau di sakiti engkau mengampuni, itu lebih bagus. Wajar, tapi ada opsi yang lebih baik. Kita ini kadang-kadang cuma tahu satu opsi lalu dwell di situ, pokoknya di situ. Kalau cuma tahu satu, satu itu terus yang dinikmati, akhirnya tidak melakukan apa-apa yang lain. Itu sebabnya kalau ada orang tanya sama saya bagaimana supaya anak tidak kecanduan ini atau tidak kecanduan itu, yang membuat mereka habiskan waktu di situ. Jawabannya adalah tawarkan opsi lain, ada better options. Demikian juga dengan Kekristenan kita. Kita tahu ada banyak hal yang Tuhan tawarkan. Mari coba eksplorasi semua itu bagaimana supaya aku jadi manusia utuh, yang limpah. “Tuhan apa yang Tuhan mau? Saya ingin kejar itu, saya tidak mau jadi manusia yang mandek di sini, mungkin saya tidak mandeg di dalam prestasi finansial, tapi saya mandeg di dalam kemanusiaan saya. I want to improve myself. Saya mau berkembang, saya mau bertumbuh, saya tidak mau sama, saya mau jadi orang yang lebih baik. Saya mau menikmati hidup lebih nikmat lagi. Bagaimana caranya?”. Adakah Tuhan punya kehendak seperti itu? Tuhan berkehendak supaya kita menikmati sukacita dan bahagia sejati yang diaturkan.

Itu sebabnya ketika Tuhan mengatakan “kamu mau belajar, mau tahu bagaimana caranya? Dengar hambaKu”, siapa hambanya? Paulus. Paulus mengatakan, “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku”. Ini berarti Paulus sedang bersiap mengatakan ajaran penting. Kadang-kadang kita membagi Roma, bagian sebelumnya doktrin, ini cuma aplikasi. Tidak ada cuma aplikasi di Alkitab, semuanya itu doktrin. Maka bagian ini pun bagian penting. Paulus menekankan “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku. Berdasarkan anugerah, saya boleh mengajar kamu”. Dia tidak merasa diri lebih baik, dia tidak merasa diri lebih tinggi. Ini poin penting, dia mau mengajarkan kepada jemaat, “jangan anggap dirimu lebih spesial”. Lalu jemaat tanya balik “Paulus, apakah kamu spesial? Kalau kamu tidak spesial, mengapa kita mendengarkan kamu?”. Paulus mengatakan “saya tidak spesial, tapi Tuhan anugerahkan saya tempat untuk bisa menasehati kamu”. Ini yang Paulus mau tekankan karena dia mau menekankan kesetaraan. Dia memulainya dengan kalimat yang hati-hati sekali “berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku. Aku tidak lebih baik dari kamu. Saya tidak pikir diriku lebih tinggi dari kamu, tapi Tuhan beranugerah untuk memberikan kepada saya nasehat kepada kamu”. Maka Paulus nasihatkan jemaat “aku berkata kepada setiap orang di antara kamu” ini penekanannya jelas, kalau dalam bahasa Yunani ada kata yang diulang dari esensi manusia dan setiap kamu, diulang 2 kali. “Saya mengatakan hal ini kepada kamu setiap kamu” kira-kira begitu kalau mau di-Indonesia-kan. “Aku berkata kepada kamu, setiap kamu”, penekanannya 2 kali. Kamu, setiap kamu, “dengar ini baik baik. Janganlah kamu pikir dirimu tinggi. Jangan pikir dirimu tinggi. Jangan pikir dirimu adalah center dari komunitas. Jangan pikir dirimu adalah pusat, jangan mau itu, jangan kejar itu dan jangan anggap itu”. Ini saya pikir jadi satu perenungan yang penting, karena kata yang dipakai adalah kata yang berkait, bukan dengan intelektual sebenarnya, tapi perenungan. Perenungan yang bersifat kontemplatif dan juga perenungan yang bersifat hikmat. Jadi ini bukan tentang IQ, maka salah kalau dikatakan “ayo jangan banyak doktrin, jangan mikir”. mengapa? Karena Paulus mengatakan “jangan mikir”. Mana Paulus mengatakan jangan mikir?  Roma 13: 3 “janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi”. Ini problem dari terjemahan kita, ada hal-hal. Tidak perlu pakai hal-hal di sini, yang jadi isu di sini bukan hal-hal yang dipikirkan, tapi saya yang berpikir. Jangan kamu berpikir lebih tinggi dari yang seharusnya. Maka kalau Saudara bisa ada menguasai lebih dari satu bahasa, coba baca Alkitab versi bahasa lain juga. Versi bahasa Inggris itu jelas, kalau Saudara terbiasa baca bahasa Inggris, Saudara tidak akan salah mengerti kalimat ini. Jangan kamu memikirkan dirimu tinggi, lebih daripada kepatutan. Paulus tidak mengatakan “anggap dirimu sampah, yang lain lebih utama, kamu cuma pembantunya yang lain”, bukan juga. Tapi kalau kamu memperhamba diri, kamu melakukannya dengan kesadaran bahwa kamu sedang melayani Saudara, setara. Jangan memikirkan diri lebih tinggi dari yang patut. Jangan memikirkan diri lebih tinggi dari yang lain, kira-kira begitu. Tapi hendaklah kamu berpikir dengan cara sehingga kamu mempunyai penguasaan diri. Penguasaan diri yang tidak membuat diri menjadi pusat. Banyak ketersinggungan akan hilang kalau Saudara tidak jadikan diri terlalu tinggi. Bayangkan orang bisa pindah gereja karena tersinggung. Zaman dulu tidak ada seperti ini, di satu tempat cuma satu gereja, suka tidak suka ini gerejamu. Paling tidak orang zaman dulu diajarkan untuk konsisten, this is your church, hidup mati di situ, berjuang di situ. Tapi sekarang kita punya banyak opsi, ada better options. Jadi ketika satu gereja mengecewakan dan bukan karena hal yang penting, pindah gereja, mengapa pindah gereja? “Saya tersinggung”, “apa yang membuat kamu tersinggung?”, “karena saya tidak diperhatikan”. Kamu begitu tingginya kah? Sehingga kamu harus diperhatikan, sebegitu hebatnya kamu sehingga gereja mesti fokus ke kamu, sehingga kalau ada salah perlakuan, kamu berhak marah kepada gereja. Who are you, siapakah kamu? Kamu bukan siapa-siapa jika kamu anggap dirimu penting, Paulus mengatakan hati-hati kamu sedang bentur dengan target yang Tuhan sedang siapkan untuk kamu nikmati. Dengan kata lain, Paulus mengatakan, kamu tidak akan menikmati hidup kalau kamu anggap dirimu terlalu penting, ini merugikan dirimu. Paulus tidak sedang mengatakan untuk kepentingan gereja, tapi untuk kepentingan individu, kamu akan bahagia kalau kamu tidak anggap dirimu penting. Di dalam istilah Inggris ada perkataan bahwa kita ini harus belajar untuk tidak menganggap diri terlalu serius, not to take our self to seriously. Saudara menyenangkan ego, kemanusiaanmu mati. Kamu menyenangkan kemanusiaanmu, egomu mati tidak bisa pilih dua-duanya. Antara egomu dan kemanusiaan tidak bisa jalan bareng, jika kamu pilih untuk elevate your ego mengangkat egomu, kemanusiaanmu mati. Jika kamu ingin menyempurnakan kemanusiaanmu, egomu mesti mati. Kalau ego mati bagaimana caranya? Bagaimana mematikan diri, bagaimana mematikan perasaan egois? Paulus mengatakan yang pertama jangan ditipu pikiranmu. Pikiranmu akan terus mengatakan “kamu spesial, kamu lebih penting dari orang lain. Setiap kali kita menemukan alasan untuk menjadi bangga, “saya lebih hebat dari lain”, itu perasaan mesti tiada. Maka Paulus mengatakan berdasarkan kasih karunia, bukan karena saya lebih baik aku berkata kepada setiap individu di dalam komunitas, jangan kamu menganggap atau berpikir dirimu tinggi lebih dari sepatutnya”. Adakah kepatutan? Ada, Saudara juga tidak diajar untuk menjadi tidak peduli sama diri. Saya baca artikel yang mengaitkan antara perasaan depresi dan kesombongan, ini 2 penyakit yang mirip sebenarnya, cuma ekspresinya beda. Yang sombong adalah ketika dia punya pengharapan dan dia bisa penuhi. Yang depresi adalah dia punya pengharapan dan dia tidak bisa penuhi. Dua-duanya problemnya sama, dua-duanya perlu penanganan yang mirip sebenarnya, yaitu jangan think highly of yourself. Jadi jangan menjauhi komunitas, jangan menjauhi pergaulan, jangan menjauhi persekutuan”, mengapa jangan? Karena kalau kamu ingin jadi manusia yang disempurnakan oleh Tuhan, kamu perlu komunitas. Kita didesain untuk kompatibel, untuk masuk di dalam sebuah komunitas. Ini yang Paulus katakan jangan pikirkan lebih tinggi, tapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa. Hendaklah pikiranmu di set berpikir begitu rupa berarti ada penguasaan diri. Di sini ada pengertian dari tradisi Kristen bahwa pikiran itu bukan yang utama. Pikiran itu bisa dikendalikan. Ini beda dengan zaman modern di dalam tulisan Immanuel Kant, dia tulis Metafisis of Morals, dia mengatakan tujuan kita mengekang diri adalah supaya nanti rasio jadi segalanya. Sehingga Saudara punya kemampuan rasional untuk mengekang diri, diri dikekang, emosimu dikekang oleh rasio. Tapi Paulus punya pemikiran yang lain disini, dia mengatakan kekang pikiranmu supaya emosimu tertahan. Kekang pikiranmu supaya egomu ditahan. Jadi yang dikekang pikiran. Kita tahu di dalam dunia kuno, pikiran dan perasaan itu berasal dari fakultas yang sama. Mereka tidak bedakan itu, zaman modern yang bedakan itu. Jadi ada keluwesan bagi Paulus untuk mengatakan kalimat-kalimat seperti ini, kekang pikiranmu, bagaimana cara kekang? Bukankah pikiran yang dipakai untuk mengekang yang lain? Bukankah saya harus merasionalisasikan dulu sesuatu untuk saya jalankan? Paulus mengatakan “tidak, justru kamu harus mengekang pikiranmu”. Pakai apa mengekangnya? Di dalam abad ke-19 ada seorang namanya Friedrich Schleiermacher, dia menyadari bahwa fakultas rasio, pikiran ini sesuatu yang belakangan. Ada hal yang sebelum rasio, ini namanya pre-rational faculty ada bagian dari diri kita yang sebelum kita berpikir sudah kita miliki. Jadi sebenarnya ini satu pemikiran yang sangat bagus sekali di dalam Kekristenan juga sangat di percaya oleh orang-orang dalam tradisi Reformed. Jadi sebelum kita berpikir sudah ada kondisi, sehingga kita hanya bisa berpikir dengan satu cara. Ada kondisi untuk rasio kita, ini yang di dalam tradisi Kuyper itu disebut presuposisi atau komitmen dasar. Ini akan menguasai Saudara berpikir, cara Saudara berpikir akan dikuasai oleh komitmen ini. Makanya penginjilan itu sulit. Bukan sulit karena Saudara tidak bisa menang argumen, Saudara bisa menang argumen tapi tetap orang tidak anggap itu masuk akal. Apa yang bagi Saudara masuk akal, konsisten, teliti bagi orang tidak tentu teliti, tidak tentu konsisten, karena cara berpikirnya lain. Maka ada sesuatu yang mengkondisikan kita berpikir. Dan di dalam surat Roma, Paulus mengaitkan ini dengan iman, “hendaklah kamu berpikir begitu rupa sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing”. Ukuran iman itu maksudnya apa? Pertumbuhan iman, pertumbuhan iman itu dari mana? Bagaimana saya bisa tahu level iman saya? Lalu bagaimana saya bisa memahami, bagaimana harus memikirkan tentang diri? Paulus tidak mengajarkan cara menguasai pikiran dengan cara lain selain berada di dalam komunitas. Jadi kalau ditanya “pikiranku ini diset oleh apa ya?”, oleh pra pikiran, conditions. Kondisi pra pikiran, pikiranmu sedang dikuasai oleh hal-hal yang bersifat bukan pikiran. Lalu bagaimana menguasai hal-hal yang bukan pikiran ini? Kalau Saudara berpikir untuk kuasai, itu tidak nyambung, karena pikiran itu belakangan. Seumpama Saudara sedang masak air supaya mendidik atau Saudara memasak air, Saudara harap air itu mencapai suhu tertentu, jangan sampai terlalu panas. Ketika Saudara nyalakan api, lalu air itu menuju keadaan mendidih, Saudara ingin hentikan, caranya yang paling bagus bagaimana? Matikan apinya. Saudara tidak bisa aduk-aduk airnya supaya dia agak lebih dingin, tidak mungkin. Problem utamanya ada di api, di bawah. Kalau api di bawah masih ada, air itu akan terus menuju kepada titik didih. Jadi problemnya adalah yang matikan apinya, bukan utak-atik airnya. Sekarang pertanyaan saya, kalau pikiran kita dikondisikan oleh sesuatu, bagaimana mengubah sesuatu ini? Pasti bukan pakai pikiran karena pikiran itu yang dikondisikan. Terus bagaimana ubah ini? Bisakah kita think our way through it? Ini yang James Smith kritik, kita berusaha ubah fondasi kita, presuposisi kita dengan cara pakai teori. Tidak bisa, teori itu dikuasai oleh presuposisi dan pemahaman kita akan teori itu dikuasai juga oleh presuposisi. Terus bagaimana ubah presuposisi? Paulus di sini tawarkan komunitas, presuposisi pelan-pelan berubah oleh komunitas. Mengapa komunitas? Karena komunitas menawarkan banyak hal yang akan Tuhan pakai untuk mengubah Saudara. Bukan cuma khotbah, khotbah sangat penting, tapi setelah khotbah, Saudara akan ketemu orang-orang lain, mulai berinteraksi dengan orang lain, mulai tahu menyenangkannya orang lain juga mulai tahu menyebalkannya orang lain, dan ini bagian yang membuat Saudara mulai ubah setting di dalam pikiran. Apa yang Saudara dengar, apa yang Saudara dapat dari interaksi dengan orang lain, pelan-pelan mengubah presuposisi Saudara. Tentu ini pekerjaan Roh Kudus Tapi Roh Kudus tidak pernah bekerja tanpa komunitas. Roh Kudus pakai orang sekeliling kita untuk membuat kita bertumbuh.

« 3 of 4 »