Hal yang kedua, seorang pengajar adalah seorang yang mempunyai kejelasan menyampaikan. Dia punya kejelasan waktu berbicara. Seorang pengajar mempunyai kejelasan menjelaskan. Ini hal yang juga penting, di dalam karunia mengajar ada kemampuan untuk membagikan. Kadang-kadang membagikan itu sulit karena kita sangat terkuasai oleh pergumulan kita sendiri. Seorang pengajar itu adalah orang yang mampu keluar dari pergumulan dia, lalu mampu memahami kondisi pergumulan orang lain. Kadang-kadang kita punya kesukaan apa, itu terus yang keluar. Saya ingat nasehat Pak Tong, untuk menjadi pengkhotbah anak-anak kamu mesti jadi anak-anak jiwanya. Mesti mengerti anak-anak itu mikirnya apa. Salah satu yang Pak Tong mampu lakukan, ini saya pikir jadi sesuatu yang baik buat kita juga pelajari, adalah dimana dia sedang berposisi, dia sedang belajar untuk jadi orang di posisi itu. Kita mesti tahu orang lain punya masalah apa, dia punya cara berpikir dikacaukan oleh apa. Kita jadi orang bijak. Terus bagaimana bisa punya kepekaan itu? Lihat berita Alkitab. Alkitab tekankan apa mari belajar tekankan itu dalam hidupmu. Saudara jangan tekankan apa yang cuma kamu sukai. Ini pengajar. Pengajar itu peka untuk kaitkan dengan tema teologi. Pengajar itu peka untuk melihat tema mana yang paling utama. Dan dia belajar dari Alkitab, bukan dari dirinya. Karena diri kita ini cuma mampu tampung berapa tema? “Aku pernah disakiti, maka aku belajar tema pengampunan”, apapun pengampunan. Ada orang tanya “Bagaimana kira-kira kaitan antara science dan Kekristenan?”, pengampunan, “Ampunilah science, ampunilah agama”, untuk apa nasehat seperti itu. Maka siapa mau jadi pengajar, coba pikirkan dulu hal ini. Saudara mesti tangani orang yang sangat sederhana, dengan pikiran-pikiran sederhana, dengan masalah sederhana, dengan orang kompleks yang pikiran kompleks, kira-kira mau nasehati apa, kira-kira pengajaran apa yang diberikan. Ini hal yang mau ditekankan di dalam pengertian mengajar. Karunia untuk mengajar baiklah kita mengajar. Yang ketiga dari pengertian mengajar adalah seorang mempunyai doktrin yang benar, yang kedua seorang mempunyai penjelasan, artikulasi dan penjelasan. Yang ketiga, seorang mempunyai keluasan tema dan mengerti apa yang ditekankan oleh Kitab Suci.
Lalu di ayat yang ke-8 “Jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati”. Saudara tahu kata menasehati juga bisa dipahami sebagai pendampingan. Mendampingi berarti ada bersama. Ada orang punya karunia seperti itu. Waktu dia mendampingi orang, orang akan terasa didampingi dan mendapat berkat. Apakah semua begitu? Tidak, ada orang memang gayanya menyebalkan. Bukan karena dia yang menyebalkan, ada orang ngomong pun seperti mau membuat ribut. Orang dengan karunia menasihati, kalau dia mendampingi, dia mendengar. Mendengarnya pun bagus. Orang yang punya karunia mendampingi orang lain punya kerelaan, ketulusan yang yang asli. Lalu karunia menasehati berarti dia punya keseimbangan untuk mendorong atau menyemangati dan menegur. Keduanya harus ada dan seimbang antara menegur dan membangkitkan semangat. Ada bijaksana di sini. Saya pernah dengan seorang hamba Tuhan mengunjungi orang yang sedang sakit. Orang yang sakit itu mengatakan “saya kecewa, mengapa Tuhan lakukan ini kepada saya?”. Saya sudah mau jawab “jangan kecewa, Tuhan mencintai engkau, Tuhan mengasihi engkau”. Tapi pendeta ini langsung bicara dengan nada yang ketus, pendek dan tegas, dia mengatakan, “tolong koreksi kalau saya salah, menurut saya yang lebih tepat adalah Tuhan kecewa sama kamu daripada kamu kecewa sama Tuhan.Itu menurut saya”, saya kaget. Waktu itu saya masih mahasiswa, dan dia pendeta jadi dia pasti benar. Jadi saya ikut ikutan galak, karena dia mengatakan itu. Saya tidak tahu apakah kami akan diusir, tapi pasien itu melihat, kemudian pikir-pikir “iya ya, Tuhan kecewa sama saya”, dia menangis. “Mungkin saya sakit karena Tuhan kecewa sama saya”, lalu pendeta ini bilang “tidak, tidak tentu, cuma jangan kecewa kepada Tuhan. Karena kamu tidak ada hak kecewa kepada Tuhan. Mana bisa kamu kecewa sama Tuhan”. Tapi pendeta ini bukan pendeta yang galak. Dia lebih sering mendengar, kemudian berempati dan memberi nasehat yang baik. Tapi ada kalanya tajam memberi nasehat, ini sesuatu yang saya pelajari, ini nasehat yang baik. Tapi intinya adalah dia seringkali sabar, tapi kali itu dia jawab ketus dan ternyata berhasil jawabannya. Apakah berarti tiap kali ketemu orang harus ketus begitu? Saudara marah-marah terus juga tidak tepat. Jadi siapa mendampingi, harap Saudara punya hati yang tulus mendampingi, sabar dalam mendampingi, dan yang berikutnya adalah Saudara tahu kapan menasehati dan kapan menegur”. Ini perlu anugerah Tuhan. Saudara minta karunia dari Tuhan. Kadang-kadang kita berada dalam situasi di mana kita mesti menjadi pembimbing. Bukan kita yang mau, tapi Saudara minta bijaksana. Ini yang kita perlukan untuk dapat melayani Tuhan. Jika karunia untuk mendampingi atau melayani, baiklah kita melayani. Jika karunia untuk mengajar baiklah kita mengajar. Jika karunia untuk menasihati, baiklah kita menasihati, karunia menasehati. Lalu selesai dengan mengatakan karunia menasehati, Paulus melanjutkan dengan 3 hal yang ini bukan karunia, semua orang harus punya. Siapa membagi-bagikan sesuatu harus rela. Saudara akan ada saat dimana Saudara berbagi, mesti rela. Yang paling sulit dalam berbagi adalah perasaan” aduh, kalau ini dipakai untuk yang lain lebih bagus”, tapi Saudara mesti rela. Siapa memberi pimpinan, mesti tekun. Siapa memberi kemurahan, hendaklah melakukan dengan sukacita. Ini 3 hal yang harus ada pada setiap orang. Hari ini kita membahas tentang karunia baik di dalam melayani, baik di dalam mengajar, maupun menasehati. Kiranya Tuhan pakai kita.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)