Setelah ayat 3, baru Paulus masuk ke dalam aplikasinya. Sebab sama seperti pada tubuh mempunyai banyak anggota, tidak semua anggota mempunyai tugas yang sama. Ini hal ketiga yang saya mau bagikan. Ketika Saudara punya jiwa memimpin dan juga punya jiwa hamba, Saudara masuk ke dalam kesadaran untuk terima begitu banyak perbedaan dan menghargai. Ada orang yang pelayanan yang Tuhan percayakan ada di bidang firman. Ada yang di bidang seni, ada yang di bidang diakonia dan banyak hal yang lain yang dikerjakan. Mari lihat semua sebagai bagian yang perlu ada. Ini prinsip tubuh, Saudara kalau lihat tubuh Saudara, Saudara tidak akan berikan ukuran mana penting mana tidak di dalam level yang memisahkan kesatuan. Paulus sedang membicarakan waktu kita melihat tubuh kita secara umum. Saudara menyadari bahwa di dalam kesadaran kita, tubuh itu bagian yang penting. Seorang bernama Merleau Ponty, dia pernah menyelidiki tentang laporan orang yang mengalami amputasi karena perang, karena terluka di dalam perang. Lalu orang itu mengatakan “otak saya seperti tidak sadar kalau tidak punya tangan, selalu akan punya kesadaran, bahkan ada rasa seolah punya tangan. Jadi dia mau ambil tapi tidak bisa mengambil barang, “oh tangannya diamputasi”, ini yang dialami. Maka Merleau Ponty memberikan sebuah fenomenologi, sebuah aliran filsafat yang menekankan kebertubuhan tubuh itu penting. Ternyata otak kita didesain untuk mengatur tubuh, jadi bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Otak kita diset untuk bersatu dengan tubuh kita. Ini yang Paulus katakan, siapa Kristus? Sang Kepala. Apa yang dilakukan Kristus? Mati bagi anggota tubuhNya. Dengan demikian, analogi tubuh yang Paulus pakai sangat tepat. Bagaimana mengetahui beda-bedanya orang di dalam gereja Tuhan? Seperti kita mengetahui perbedaan anggota tubuh kita, semua satu tidak ada yang terpisah, semua bertindak demi keutuhan. Otak tidak bertindak hanya demi otak, badan yang lain tidak bertindak hanya demi badannya, tangan tidak bertindak hanya demi tangan, semua bertindak demi apa yang tubuh mau kerjakan secara utuh. Demikian juga di dalam pelayanan, kita mengerjakan apa yang secara utuh gereja mau kerjakan. Maka Paulus sedang membagikan walaupun satu, kita punya perbedaan, jangan hina orang karena mereka kerjakan hal yang beda. Kadang-kadang orang yang bertindak sangat baik di lapangan, sering menghina orang yang punya konsep pikiran yang baik. Orang yang punya konsep pikiran yang baik, sering menghina orang yang di lapangan sebagai orang yang kurang reflektif, kurang berpikir, kurang mencerna. Dua-dua ini mesti bersatu, yang punya kegiatan baik di lapangan tidak boleh hina dunia intelektual. Yang punya aktivitas dalam dunia intelektual, tidak boleh hina dunia penerapan di lapangan. Dua-dua harus bersatu. Demikian juga semua bidang, harus berpikir kesatuan. Maka setelah memakai analogi satu tubuh, baru Paulus mengatakan “kita ini satu tubuh, dan peran kita adalah pelayan bagi yang lain”. Apa yang dikerjakan otak, dia berpikir demi keutuhan tubuh. Apa yang dikerjakan jantung, dia memompa demi keutuhan tubuh. Apa yang dikerjakan tangan dan kaki, dia bertindak demi keutuhan tubuh, semua bertindak demi kesatuan. Maka setelah hal ini jelas, engkau harus punya jiwa hamba meskipun engkau tinggi, harus belajar memimpin jika engkau dipercayakan, harus mengetahui keutuhan dari masing-masing bagian. Baru Paulus mulai membagikan jenis-jenis karunia di dalam versi Roma. Saudara kalau lihat jenis-jenis karunia yang Paulus bagikan versi Korintus jauh lebih lengkap, tapi kita akan bahas versi Roma, karena kita eksposisi bagian ini.

Paulus memulai di dalam ayat 6 dengan karunia melayani dan karunia mengajar. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. Yang pertama nubuat, jika karunia itu adalah untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan analogi iman, ini kata yang lebih tepat, analogi pistis atau dalam istilah latin adalah analogi fide, analogi iman. Ini bukan menurut iman, ini ada sesuatu yang maknanya akan beda. Maka Paulus memulai pelayanan gereja ada apa saja? Paulus memulai dengan nubuat. Di dalam gereja harus ada orang bernubuat. Nubuat itu apa? “Nanti satu Minggu lagi covid akan reda begitu. Dalam waktu satu bulan covid akan disingkirkan”, bukan itu nubuat. Nubuat itu adalah khotbah. Nubuat adalah pengajaran yang disampaikan secara oral. Jadi Saudara kalau baca nubuat, insting pertama Saudara harus khotbah dulu, kalau itu tidak cocok baru konteks yang lain, itu yang penting. Jadi kalau Saudara baca nubuat di dalam Kitab Suci konteks pertama khotbah, kalau tidak cocok, baru konteks melihat masa depan. Di dalam Kitab Nabi-nabi ada yang bernubuat mengatakan “Israel akan dihancurkan”, ini belum terjadi, dia melihat ke depan. Memang ada bagian di mana nubuat artinya adalah melihat ke depan. Tapi arti kata ini lebih umum dipahami sebagai khotbah. Maka dikatakan di sini jika karunia untuk berkotbah, baiklah kita melakukannya sesuai dengan analogi iman. Analogi iman maksudnya apa? Di dalam sejarah gereja, analogi iman itu sebenarnya artinya adalah rule of faith. Apa itu rule of faith? Batas-batas pengajaran atau hal yang disebut Pengakuan Iman? Kamu harus mengajar sesuai Pengakuan Iman. Itu yang dimaksudkan. Jika karunia untuk berkotbah, baiklah kita berkotbah sesuai dengan Pengakuan Iman kita atau dengan rules of faith atau analogi fide. Ini sesuatu yang kita seringkali salah mengerti, karena kita bacanya jika karunia untuk bernubuat baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman. Maksudnya sesuai iman, “kalau kamu percaya bisa 500 orang, ya 500 orang. Kalau khotbahmu levelnya 10 orang, ya 10 orang”, bukan seperti itu. Analogi of faith adalah Pengakuan Iman atau ajaran diakui sebagai benar. Gereja tidak pernah tanpa Pengakuan Iman, termasuk gereja di zaman Paulus. Paulus mengatakan, inilah Pengakuan Iman kita. Paulus mengatakan itu di dalam Timotius. Paulus juga mengatakan itu di 1 Korintus 15, “inilah yang dipercaya sesuai dengan Kitab Suci”, itu Pengakuan Iman. Jadi banyak bagian di dalam Perjanjian Baru sebenarnya sedang bicara tentang Pengakuan Iman. Di dalam Alkitab ada 2 yang kadang-kadang diulang yaitu himne orang Kristen, itu kutipan dari Paulus atau dari penulis Perjanjian Baru. Kalau Saudara baca Perjanjian Baru, kadang-kadang ada kutipan, kutipan dari PL tapi kadang-kadang ada kutipan tidak terdapat di PL. Ini terdapat dimana? Sangat mungkin itu adalah lagu himne atau Pengakuan Iman purba, Pengakuan Iman di abad pertama. Jadi gereja tidak pernah tanpa Pengakuan Iman. Maka Paulus sedang mengatakan jika kamu punya karunia berkotbah, taati Pengakuan Iman. Alkitab mengajarkan kedewasaan iman di mana orang mengenal Tuhan langsung tanpa pengantara, semua kita imam. Kalau kita semua imam maka siapa jadi pemimpin kita, dia jadi pemimpin berdasarkan prinsip kasih, bukan berdasarkan ordo dan otoritas. Maka kalau ada prinsip yang tepat sudah ditemukan, mari kita taat. Kita ada diskusi untuk mengatakan “ini ajaran yang benar”.  Dan diskusi itu tidak boleh tidak melibatkan sejarah, tidak boleh tidak pakai sejarah. Dulu apakah pernah bahas bagian ini? Pernah. Apa yang dikatakan gereja pada zaman dulu? Gereja bilang ini dan ini.  Bearti kita bisa diskusikan bagaimana menafsir bagian ini, dari situ mulai ada rule of faith, aturan atau Pengakuan Iman. Pengakuan Iman ada di dalam sejarah gereja, dibincangkan, didiskusikan meskipun tidak menjadi aturan yang tidak bisa salah. Ingat tradisi gereja tidak infallible, tidak tidak bisa salah, masih mungkin salah. Tetapi tidak berarti pasti salah. Kita perlu belajar baik-baik dari tradisi gereja, lalu belajar melihat Kitab Suci di dalam otoritasnya. Kitab Suci menafsirkan Kitab Suci, kita memahami Kitab Suci sebagai otoritas tertinggi dan terus belajar dari tradisi gereja. Ini yang Calvin tawarkan, mari punya aturan iman. Mari punya kepercayaan yang sama. Jangan sombong, jangan temukan semua doktrin sendiri. Belajar dari sejarah, belajar dari tradisi gereja, tapi belajar untuk kembali ke Alkitab, bukan untuk menggantikan Alkitab. Maka pakai kekuatan tradisi untuk memahami Kitab Suci, inilah tugas nubuat. Jadi Paulus mengatakan gereja harus saling melayani dan pelayanan pertama yang dia singgung, ini Paulus akan singgung pelayanan dan keharusan untuk melakukan apa adalah nubuat, khotbah. Kamu di dalam gereja ada yang ditugaskan berkotbah. Apa yang harus dilakukan waktu kotbah? Khotbahlah sesuai dengan Pengakuan Iman, jangan tidak belajar. Saudara kalau ditanya “apa yang jadi syarat utama seorang boleh kotbah”, Pengakuan Imanmu sudah beres atau belum? Pemahamanmu terhadap doktrin sudah beres atau belum? Kalau belum mengapa berani khotbah? Apa yang kamu khotbahkan hanya karena fasih, hanya karena berani bicara di depan umum, hanya karena terbiasa presentasi. Lalu engkau mau belajar khotbah, mau terjun kotbah, tidak tentu boleh. Apakah engkau sudah punya ukuran iman yang benar? Apakah Pengakuan Iman yang benar mengikat tafsiranmu? Sehingga meskipun Alkitab dengan limpah mengajarkan banyak hal, tapi engkau tidak melanggar analogia iman. Kevin Vanhoozer mengatakan bahwa doktrin dan Pengakuan Iman itu seperti rambu. Saudara tidak mengajarkan rambu, tapi Saudara menggunakan rambu supaya pengajaran Saudara ada di jalur yang tepat. Tentu Saudara tidak hanya mengajar Pengakuan Iman. Saudara akan mengajar bagaimana orang harus jadi suami, bagaimana orang jadi istri, bagaimana sikap kepada pemerintah, bagaimana harus bersikap di dalam kondisi sulit. Semua ajaran praktis adalah pengembangan dari doktrin. Kalau kita tidak punya ini, kita harusnya tidak jadi pengkhotbah. Doktrinnya apa, pengembangannya apa, ini yang harus dipikir. Kalau ada orang tanya “pak, anak remaja saya kok kerjaannya mendengarkan musik pop terus,  bagaimana yauntuk bisa menanganinya?”. Saudara bagaimana jawab itu dengan mengembangkan dari doktrin? Banyak orang tidak pernah pikir ini. Banyak orang cuma pikir “berikan nasehat”, “nasehatnya apa?”, “kalau dia cuma senang dengar musik yang tidak beres, kamu harus larang, ambil HPnya. Ambil akses ke Spotify atau Youtube atau apapun itu lah”, pokoknya lakukan ini lakukan itu. Tapi kalau ditanya balik, itu prinsip berdasarkan apa, ajaran itu berdasarkan prinsip apa? Tidak ada berdasarkan prinsip, berdasarkan akal sehat. Akal sehat maksudnya apa? Kadang-kadang orang tidak mengerti aspek ini lalu jadi pengajar. Kalau ditanya apa yang kamu khotbahkan? “Tidak, saya cuma khotbahkan aplikasi-aplikasi, yang praktikal-praktikal. Saya tidak doktrin, saya praktikal”, ini melanggar yang Paulus katakan karena semua pengajaran harusnya doktrinal. Dia mengatakan yang bernubuat hendaklah melakukan sesuai dengan analogia iman, sesuai dengan doktrin, sesuai dengan Pengakuan Iman. Kamu, gerejamu mengakui apa? Pengakuanmu atau kepercayaan doktrinalmu apa? Dari situ dikembangkan. Saya ambil contoh, salah satu ajaran di dalam tradisi Reformasi yang sangat dipegang adalah justification by faith, pembenaran oleh iman. Saudara tahu tidak dari sini aplikasinya banyak sekali. Ketika Saudara menasehati anak remaja yang mengatakan “saya mau diakui sama teman- teman saya, saya mau dianggap penting sama mereka. Tapi saya tidak akan dianggap penting kecuali saya punya HP mahal”, misalnya. Saudara akan mengatakan, ini memang problem semua orang, kita ingin diterima. Tapi bagaimana kamu ingin diterima? Lalu kamu berjuang atau kamu bisa berjuang karena sudah diterima, mana yang benar? Hidup yang tenang, kamu akan kita akan nasehati begitu. Hidup yang tenang adalah berjuang setelah diterima, ini yang benar. Kamu berjuang supaya bisa punya pacar, setelah dapat pacar tidak lagi menunjukkan kasih, itu salah. Berjuang sampai dapat seorang suami atau istri, “saya mau memenangkan hatinya sampai dia jadi istri saya”, sudah jadi istri diabaikan, “kan sudah menang”, ini salah. Jadi penerimaan dulu, baru berjuang kemudian. Caranya begitu, kamu diterima dulu baru bisa berjuang. Kamu diterima dulu dalam relasi suami istri, baru kamu bisa mengekspresikan kasih dengan lebih limpah. Relasi seksual misalnya, tidak ditujukan untuk membuktikan kasih. “Kamu mencintai saya. Ayo dong kita ada hubungan seks”, tapi tidak. Justru karena sudah pasti diterima, maka ada relasi seksual. Jadi mana duluan, berjuang atau diterima? Diterima dulu baru bisa berjuang, ini dari mana dasarnya? Dari doktrin pembenaran oleh iman. Saya diterima Tuhan dulu, baru bisa berjuang. Maka Saudara nasihati anak remaja Saudara “kamu harusnya ada di dalam komunitas yang terima kamu, baru kamu berjuang untuk sevisi dengan mereka”. Jangan berjuang untuk diterima komunitas, itu salah. Mana duluan berjuang dulu atau diterima dulu? Diterima dulu baru berjuang. Jadi kalau kamu berjuang untuk fit in, membuktikan diri untuk masuk dalam komunitas yang eksklusif, itu salah, itu akan bentur dengan jiwamu.”Papa mama tahu dari mana? Memangnya papa mama ahli psikologi?”, “bukan, kami belajar itu dari Luther”, justification by faith, ini namanya analogia iman. Itu sebabnya Paulus mengatakan jika karunia itu untuk bernubuat, mari sesuai Pengakuan Iman. Mari sesuai kepercayaan gereja yang benar. Mari sesuai ajaran yang benar. Saudara ini hal pertama yang harus dimiliki gereja. Kita belum bahas bagian lain karena waktu, kita akan lanjutkan bagaimana Paulus menasihati apa yang harus dilakukan oleh orang berkarunia tersebut. Karunia ini datang dari Tuhan, bukan dari diri. Tuhan yang memberikan kepada saya,  maka saya punya kewajiban. Kalau karunia berkhotbah Tuhan berikan, saya punya kewajiban belajar doktrin. Kalau karunia berkhotbah Tuhan berikan saya punya kewajiban rendah hati jadi hamba. Rendah hati itu apa? Rendah hati berarti saya tidak kreatifkan pikiran saya sedemikian, sehingga saya tidak lagi ikut rules of faith. Salah satu orang dengan pikiran paling kreatif itu John Calvin. Waktu awal karier dia sebagai akademisi, dia tulis komentar terhadap karya Seneca, masih muda. Dia masih berumur 23 atau 24 tahun waktu dia memulai draft dari tulisan ini. Masih muda, tapi ambisinya besar sekali, dia ingin menyamai Erasmus. Calvin punya cita-cita menyamai Erasmus di dalam clasical learning. Tapi Saudara tahu tidak, setelah dia jadi teolog, dia melampaui Erasmus. Tapi ini setelah dia jadi teolog, sebelumnya dia punya ide, “saya mau setara Erasmus, Erasmus itu orang hebat, saya mau mirip dia”, maka dia tulis commentary terhadap deklemensia. Ini deklemensia bukunya Seneca, declementia Seneca.  Dia tulis commentary salah satu yang sebenarnya sangat dalam. Orang yang pelajari akan sadar ini anak umur 24 tahun, anak muda umur 24 tahun bisa tulis karya bagus seperti begini. Calvin sadar siapa dia, dia kreatif sekali, dia punya pikiran untuk tulis commentary. Mengapa tulis commentary itu penting? Karena tulis commentary itu merupakan bukti Saudara adalah orang akademik yang hebat. Tulisan paling sulit adalah commentary. Mengapa sulit? Karena Saudara tidak boleh membangun pikiran sendiri. Saudara komentari pikiran orang. Tapi Saudara tidak boleh tidak kreatif, kreatif  tapi di dalam batasan, itu sulit. Ada batasan tapi harus kreatif, kalau cuma disuruh kreatif bisa nyeleneh. Dia bisa tulis “saya punya ide bahwa dunia ini adalah semut besar”. Apa ini? Memang aneh, tapi kreatif.  Tapi tulis commentary tidak bisa begitu. “Seneca mengatakan ini maksudnya adalah begini”, dia tafsirkan. Jadi menafsirkan di dalam tradisi klasik itu tulisan paling sulit dan Calvin berhasil secara level akademik, tapi karyanya kurang populer. Dia tulis surat ke semua temannya, “ promosikan buku saya. Buat kelas pembinaan pakai buku saya. tolong bahas buku saya”, dia sangat percaya diri. Dia tulis surat-surat kepada senior-seniornya, “tolong promosikan buku saya. Bahkan ketika papanya mati, dia tidak beri tahu kabar papanya mati kepada orang, karena dia terlalu ter-occupied dengan bukunya. Jadi papanya mati dia tidak sedih-sedih amat, dia sibuk sama bukunya, “buku saya harus laku. Saya mesti jadi orang akademik tertinggi. Saya mesti diakui”. Akhirnya dia makin terlibat Reformasi, 2 tahun setelah dia tulis deklemensia ini, dia terusir karena jadi pelarian, dikejar-kejar sama Katolik di Perancis. Maka dia lari ke perpustakaan di seorang namanya du Tillet. Dia menjadi seorang librarian di situ sambil sembunyi, dia tulis Institute of Christian Religion. Waktu Saudara lihat Institute of Christian Religion, Saudara tahu ini adalah pencapaian teologi yang sangat tinggi. Tapi Calvin sudah berubah, dia tidak lagi promosikan dirinya. Dia hanya mengatakan “oh, Raja Prancis saya tulis ini untuk engkau, untuk membuktikan Reformasi bukan Anabaptis, Reformasi bukan gerakan liar. Kami setuju banyak pikiran dari bapa-bapa gereja, jadi jangan tolak kami”. Ini karya apologetik yang halus tapi sangat tajam, yang brilian. Tapi Calvin tidak mau tunjukkan namanya, karena dia sudah berubah. Dia tidak lagi tonjolkan diri. Dia mau tunjukkan diri sebagai seorang pelayan yang cuma melayani Tuhan. Maka sejak itu karier literatur dia justru naik. Dia mengalami popularitas yang belum pernah terjadi. Dulu dia ingin populer, tapi justru dia populer dengan tulisan teologi. Tapi dia sudah mematikan keinginan untuk sombong. Maka dia mengatakan “tiap hari Tuhan mengajar saya untuk rendah hati”. Dia selalu merasa orang lain lebih bodoh dari dia, mungkin memang fakta. Tapi dia selalu ditegur Tuhan tiap kali dia merasa orang lain lebih bodoh dari dia. Dia ditegur dengan keras oleh Tuhan, sehingga dia kembali rendah hati. Maka di dalam ajaran Calvin, dia menekankan mari setia kepada Kitab Suci. Calvin punya tafsiran commentary tidak banyak ngelantur, tidak banyak lanturan kemana-mana. Dia langsung bahas apa yang kita mau bahas. Pikiran dia sangat kreatif, apa tidak bisa kemukakan teologi yang lebih kreatif? Saudara kalau baca tulisan Calvin tidak terlalu banyak hal yang sepertinya loncat, berani tafsir melampaui yang lain. Tapi kalau Saudara baca lebih teliti, Calvin sangat kreatif, tapi hanya dengan pembacaan teliti. Kalau pembacaan begitu saja, Saudara lihat Calvin seperti agak membosankan, cuma ngomong apa yang Alkitab katakan, tanpa terlalu banyak menjelajah. Mengapa dia begitu, padahal dia kreatif sekali, karena dia mengatakan “saya tidak mau kreatifitasku menjadi alasan aku berkotbah. Saya mau firman Tuhan menjadi alasan aku berkotbah, pesan Tuhan bukan kreatifitas saya, pesan Tuhan bukan intelektual saya”. Itu sebabnya, dia sebenarnya menjelaskan apa yang Roma 12: 6 katakan jika untuk bernubuat mari lakukan sesuai dengan ajaran iman. Harap ini bisa menjadi doa Saudara. Kalau Saudara bukan pengkhotbah, Saudara mungkin pikir “kan saya bukan pengkhotbah, untuk apa dengar ini?”, engkau memang bukan pengkhotbah, tapi engkau pasti berurusan sama pengkhotbah, paling tidak tiap Minggu. Itu sebabnya doakan supaya gereja Tuhan dipenuhi dengan orang-orang berkarunia bernubuat yang bertanggung jawab untuk batasi pikirannya sesuai dengan apa yang Kitab Suci mau ajarkan, berdasarkan Pengakuan Iman yang benar. Kiranya Tuhan memberkati gereja dengan pengajaran-pengajaran yang tunduk kepada firman Tuhan.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 3 of 3