Apa bedanya dengan hamba versi dunia? Hamba versi dunia pasif, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia cuma patuh kepada apa yang dikatakan tuan, orang Kristen tidak. Orang Kristen bisa mempunyai banyak inisiatif, tapi rela menjalankan keputusan orang. Ini penting sekali dalam pelayanan di dalam gereja. Kita harus minta supaya di dalam gereja banyak orang yang punya inisiatif, punya kreativitas, tapi rela jalankan keputusan. Ketika kita meeting misalnya, entah itu pengurus atau panitia atau apapun, mungkin kita bisa punya banyak ide. “Saya punya ide begini, saya punya ide begitu”. Kalau ada banyak orang punya ide. bagus. Tapi orang-orang yang punya ide harus rela idenya tidak dijalankan. Orang yang gampang ngambek, orang itu tidak punya mental yang sama dengan yang sedang diajarkan di dalam Roma. Gampang ngambek adalah tanda Saudara belum mengerti bagaimana jadi hamba, masih merasa diri tinggi. “Jangan pikir dirimu tinggi”, Paulus sudah mengatakan ini. Maka siapa gampang ngambek di gereja, bertobatlah kamu, karena kalau kamu gampang ngambek di tempat yang sangat dicintai Tuhan, engkau akan makin jauh dari Tuhan. Siapa yang tidak cocok gampang konflik, gampang bentrok dengan orang, gampang marah, gampang tarik diri, dia sedang menjadi orang yang spiritualitasnya bahaya sekali. Dia sedang menjadi orang yang sulit dibentuk oleh Tuhan. Dia sedang makin terseret jauh dan bahkan mungkin terhilang. Maka hati-hati, jangan sombong, mari rendah hati. Saudara punya inisiatif besar, Saudara punya kerelaan menjalanka,n tapi Saudara juga rela taat. Di dalam gereja ada satu hal yang bagus, misalnya di dalam kepanitiaan, ketua akan berganti-ganti dan orang akan belajar untuk tunduk meskipun dia pernah jadi ketua. Ini yang menjadikan kehidupan bergereja menjadi baik. Kehidupan baik yang dijalankan dengan kerelaan menjalani status sebagai hamba, meskipun dia mempunyai status sebagai umat tebusan yang ditinggikan jadi setara dengan Anak Allah. Itulah yang ditekankan di dalam Roma. Maka hal ini jadi hal pertama yang harus dimiliki, pikir dengan demikian rupa sehingga engkau menguasai diri menurut ajaran yang diberitakan kepadamu, ini dikatakan di dalam ayat 3. Sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.

Ukuran iman itu apa? Kita sering salah memahami iman sebagai sesuatu yang sifatnya percaya saja. Iman sama dengan percaya saja, tapi di dalam Kitab Suci iman itu bisa menjelaskan banyak hal. Pertama iman bisa berarti punya keyakinan yang teguh terhadap perkataan Tuhan. Kalau Tuhan sudah ngomong pasti jadi, itu pertama ,itu utama. Yang kedua, iman juga punya unsur setia. Iman setia, pistis, dalam bahasa latin menjadi fide. Dan di dalam bahasa Inggris, Saudara pasti pernah dengar penjelasan Pak Tong, kata fidelity itu diambil kesetiaan terhadap yang asli. Setia, iman juga setia. Tapi yang ketiga, yang jarang kita ingat, iman juga berarti pengajaran. Paulus mengatakan, beberapa dari Saudara kita sudah menyimpang dari iman. Menyimpang dari iman? Menyimpang dari ajaran asli. Iman juga berkait dengan ajaran, maka Paulus di sini mengatakan “kuasai diri” di Roma 12: 3, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing. Kita pikir ukuran iman itu kalau kamu nekat, jalankan. Kalau tidak nekat, jangan. Mengapa ada orang bisa jadi pendeta? Dia nekat. Itu ukuran iman dia, “dia beriman banget, makanya dia jadi pendeta”. Jadi karena dia beriman, dia jadi pendeta. Saya jadi pelayan awam saja”. Mengapa jadi pelayan awam? Karena kurang beriman. “Saya kurang percaya dengan pemeliharaan Tuhan kepada keluarga”, misalnya “saya imannya masih kecil”, bukan itu yang dimaksud. Lalu yang dimaksud apa menguasai diri menurut ukuran iman? Maksudnya adalah ada standar pengajaran. Kalau kamu mau menjalankan kehidupan Kristen ketahui standar pengajarannya. Standar pengajaran apa? Tentang kemuliaan dan kehinaan. Kontras mulia dan hina sebagai 2 titik yang sama-sama ada pada kamu. Kamu sekaligus mulia, sekaligus hina. Kamu sekaligus tinggi, sekaligus hamba. Itu sebabnya mari miliki mentalitas seperti ini. “Saya anak Tuhan, saya tebusan Kristus. Saya punya wibawa, saya punya dignitas untuk mempertahankan kebenaran Kristus atau untuk menyatakan kebenaran Dia”. Maka hidup kita tidak akan dijalankan dengan sembarangan. Saudara tidak akan biarkan hidupmu dihina oleh orang karena bertindak sembarangan, karena tidak setia, karena malas dan lain lain. Ada wibawa ada dignitas menjadi anak-anak Allah. Tapi dengan dignitas yang sama, Saudara juga rela jadi hamba. Dengan level dignity yang Saudara tahu ada pada Saudara, Saudara tetap rela jadi hamba, Saudara tetap penuh dengan kesabaran, Saudara tetap tidak gampang marah, tidak gampang meledak kalau diri disinggung, tidak gampang bentrok dengan orang karena mempertahankan pendapat, ini perlu ada. Dari pada mempertahankan pendapat di dalam hal yang masih mirip-mirip sama-sama dikerjakan oleh orang Kristen. Saya lebih suka mengalah dan berdoa supaya kalau pendapat orang lain yang jalan, kiranya pendapat itu diberkati oleh Tuhan. Ini sikap yang sangat perlu ada di dalam gereja. Kalau tidak, gereja akan terus penuh konflik, karena semua merasa berjuang bagi Tuhan. Lalu pecah sini pecah sana. Paulus mengatakan usahakan kesatuan demi Tuhan, usahakan kekompakan demi Tuhan. Calvin di dalam buku yang keempat mengatakan kalau gereja menjalankan sakramen dan mengajarkan ajaran iman yang sejati, sejati ada ukurannya berdasarkan apa yang gereja pahami sepanjang sejarah misalnya. Kalau gereja mengajarkan taat sama gereja, kalau gereja melupakan, dia bukan gereja. Jadi Calvin menekankan ada standar bagi gereja itu disebut gereja yang sejati. Dan kalau dia adalah gereja yang sejati, belajar taat, belajar tunduk, belajar rendah hati dan belajar memimpin. Ada orang belajar rendah hati, tidak masalah, belajar taat tidak masalah, suruh memimpin, sulit. Mengapa sulit? Karena tidak berani ambil tanggung jawab, tidak berani mengatakan “jalankan ini, saya tanggung jawab”. Saudara tidak bisa seperti itu. Adakalanya Saudara terpaksa harus memimpin dan saat itu Saudara harus berani mengatakan “kita jalankan ini dan kalau terjadi yang salah saya berani tanggung jawab. Ini semua skill atau gaya hidup atau ukuran iman yang mesti kita pelajari. Itu sebabnya Paulus mengatakan, kuasai diri, berarti ada pembentukan, menurut ukuran iman yang Tuhan anugerahkan untuk kita pahami.

Ini hal yg ke-2. Hal pertama mempunyai jiwa hamba, yang kedua mempunyai kerelaan untuk menjadi pemimpin. Ketika Saudara sadar Saudara berani ambil tanggung jawab untuk jalankan dengan penuh kesetiaan, Saudara berani mengatakan “saya mau maju, saya mau memimpin dan saya akan pikul tanggung jawab. Tapi kalau saya disuruh taat kepada keputusan orang lain, saya juga rela”, kedua hal ini harus ada. Maka mari kita belajar, ada yang hobinya terus mengatur, belajar taat dulu sama orang lain. Ada yang hobinya terus taat, tidak berani ambil keputusan, tidak berani melangkah, tidak berani menjadi pemimpin, mari belajar jadi pemimpin. Ini yang harus dipelajari, berani jadi pemimpin, rela jadi hamba. Berani terima keputusan orang lain dan jalankan dengan setia. Berani untuk menjadi hamba yang jalankan, berani untuk menjadi pemimpin yang mengambil tanggung jawab. Dengan demikian kita akan mempunyai keseimbangan di dalam melihat keseluruhan pelayanan, ini prinsip penting.

« 2 of 3 »