Kesadaran ini ada pada budaya kuno di abad pertama, bahkan orang bukan Kristen pun sadar ini. Sayangnya Tuhan mereka salah, misalnya “nafasku ditopang oleh Zeus, nafasku ditopang oleh para Titans” atau “pikiranku ditopang oleh Athena”, itu yang orang Yunani pikir. Tapi orang Kristen akan mengatakan “tidak, jiwaku ditopang oleh Tuhan”. Kesadaran bahwa jiwa ditopang, membuat orang menyembah. Mengapa sekarang banyak orang sulit datang ke gereja? Gereja mesti jadi lembaga iklan yang mengiklankan acara-acara menarik untuk orang datang, “ayo datang ke gereja, tema hari ini menarik, tentang mencegah perceraian di tengah-tengah orang yang mau bercerai”, langsung yang mau bercerai datang semua kebaktian. Minggu depan temanya adalah bagaimana remaja dapat uang jajan tambahan tanpa terasa menuntut? Yang remaja langsung penuh datang. Akhirnya kita datang ke gereja karena mau manfaat, mau dapat sesuatu, mau minta sesuatu. Mengapa kita minta? Karena kita belum sadar bahwa jiwa kita berkait dan ditopang oleh Tuhan. Sebelum kesadaran ini ada, sulit bagi manusia untuk bertobat. Maka meskipun kita sudah ratusan kali mengaku dosa di hadapan Tuhan, mengakui kesalahan kita, mengatakan “Tuhan saya sudah berdosa, ampunilah saya”, ada doa Pengampunan Dosa tetap kita tidak benar-benar memiliki niat untuk bertobat. Karena kita belum tahu, belum sadar bahwa jiwa kita dipegang Tuhan. Kalau jiwa kita dipegang Tuhan, betapa gampangnya bagi dia untuk memutuskan untuk kita mati. Mengapa Tuhan belum membuat hidup stop? Karena Tuhan masih topang dan Tuhan topang dengan segala kelimpahannya. Bagi orang kuno, manusia bisa bergerak karena punya jiwa, soul. Dan jiwa di dalam pengertian Yunani itu memakai kata yang sama dengan kehidupan yang bergerak. Jiwa dalam bahasa Yunani kemudian dilanjutkan dengan latin anima, ini merupakan kata yang menjelaskan tentang vitalitas dan aktivitas. Saya bisa aktif, saya bisa melihat, saya bisa berpikir, saya bisa merasa, ini semua hal yang sangat kompleks. Saat ini pun Saudara tidak sadar bahwa Saudara ada dan hidup, dan hidup Saudara sedang menjalankan banyak aktivitas. Sambil duduk sambil dengar, telinga Saudara sedang berfungsi, pikiran Saudara sedang jalan. Sambil pikiran jalan, pikiran ini tetap mempertahankan kesadaran Saudara. Sehingga meskipun Saudara mau bereaksi terhadap mimbar, Saudara tetap sadar ada ketenangan lingkungan sehingga Saudara menahan diri untuk terlalu ekspresif. Orang dulu mengatakan semua aktivitas jiwa kita itu adalah karena jiwa kita ditopang oleh Tuhan. 

Kalau ditopang oleh Tuhan berarti kita cuma sekadar boneka? Ini salahnya pengertian orang modern. Karena kita punya relasi yang sangat miskin untuk mengerti Allah sehingga kita cuma punya relasi antara manusia dan tools, manusia dan benda, ini yang kita ketahui. Karena zaman modern sudah sangat menyingkirkan Tuhan, sehingga Tuhan tidak lagi masuk di dalam keseharian. Dan karena Tuhan tidak lagi terlibat di dalam keseharian, relasi kita adalah relasi dengan antara aku dan benda. Kalau saya lihat benda ini, saya tahu bahwa benda ini akan berfungsi kalau saya operasikan. Jadi benda ini bisa beroperasi kalau saya operasikan, kalau tidak dia diam-diam saja. Kalau dia gerak sendiri, saya mulai bertanya “ada roh apa yang menggerakkan kamu?”. Saya harus gerakkan dan dia akan bergerak, dia berfungsi karena saya menggerakkan dia. Tapi antara saya dan benda ini tidak ada kaitan apapun selain kaitan memanfaatkan, selain kaitan menggunakan antara pemilik dan benda. Ini yang kita pikir kaitan kita dengan Tuhan.  Orang modern pintar, tapi begitu ditanya tidak bisa jawab tentang kepintarannya dan tentang teori yang dianut sendiri. Orang zaman kuno mengatakan “jiwaku bisa beraktivitas, jiwaku bisa menikmati hidup, jiwaku bisa punya kesadaran diri karena Tuhan menopang”. Maka kalau Tuhan menopang jiwaku aktif. Makin Tuhan bekerja makin aku aktif, makin Tuhan memenuhi makin aku inisiatif, ini pengertian yang beda dengan kita. Makin saya aktif makin tanda benda ini pasif, makin dia melawan berarti dia ada aktifnya, kalau saya pencet dia beraktivitas. Tapi kalau sama anak saya tidak bisa begitu, pencet langsung dia taat. Kalau dia lagi marah-marah, “saya lagi ngambek”, saya pencet telinga, langsung diam “aku tidak ngambek lagi”. Kalau anak Saudara ribut, nangis, Saudara pencet langsung tenang, “ini mode tenang, sedang ibadah” kan tidak bisa. Anak punya kemauannya sendiri, anak punya tuntutannya sendiri, anak punya kesadarannya sendiri, anak punya kehendaknya sendiri. “Berarti saya tidak bisa menggunakan anak seperti alat, karena dia bebas, dia punya kehendaknya sendiri. Ini relasi yang kita pikir sama dengan aku dan Tuhan, “Tuhan tidak bisa sembarangan memerintah saya. Saya punya kehendak sendiri. Maka Tuhan tidak mungkin mengatur segala sesuatu di dalam diriku”, ini cara berpikir yang salah. Tuhan mengatur hidup kita, Tuhan membangkitkan niat kita dan Tuhan juga, ini yang sulit, saya harap kita pikirkan ini baik-baik, Tuhan jugalah yang meredupkan semangat jiwa kita jika Dia mau. Tuhan juga yang bisa putuskan untuk membuat Saudara tidak lagi cinta Dia dengan cara tarik anugerahNya. Dan Saudara mulai merasa dingin, tidak cinta Tuhan, Saudara mulai merasa egois, Saudara mulai merasa diri paling penting, Saudara mulai abaikan Tuhan dan abaikan cintaNya. Hati-hati, jika Tuhan memilih untuk membuat hatimu dingin, hatimu akan dingin, ini mengerikan sekali. Tuhan lihat Firaun dan Tuhan mengatakan “Aku akan keraskan hatimu”, dan Firaun jadi keras hati. Kalau begitu keras hati Firaun bukan salah Tuhan? Ini cara berpikir orang modern lagi. Keras hati Firaun adalah salah Firaun, bukankah Tuhan yang membuatnya demikian? Betul, tapi relasi antara Tuhan menggerakkan hati dan diriku memiliki hati, ini selalu adalah relasi yang rumit, yang tidak saling meniadakan. Maka kalau Tuhan kerjakan apa, engkau bertanggung jawab kerjakan. Bukan karena Tuhan tidak kerjakan, tapi karena engkau juga adalah jiwa yang ditopang oleh Tuhan, jiwa yang mempunyai keunikan dan kelimpahan yang digerakkan oleh Tuhan, dan yang mempunyai keunikan di dalam dirinya sendiri. Maka itu saya katakan orang kuno lebih gampang memahami hal-hal sulit karena mereka terbiasa memahami paradoks seperti ini. Mereka tidak either or, mereka tidak mengatakan “kalau A saya pegang, B saya buang. Kalau B saya pegang, A saya buang. Kalau Tuhan yang gerakan jiwa saya, saya bebas dari tanggung jawab. Kalau Tuhan yang tidak gerakan, saya bertanggung jawab kepada Tuhan”. Kalau begitu bagaimana mengerti relasi ini? Ini relasi hanya bisa dipahami di dalam pengertian dari penciptaan. Di dalam penciptaan manusia hidup karena Tuhan tiupkan nafas. Dan manusia mati karena Tuhan tarik nafas hidup dari dirinya. Manusia bisa aktif karena Tuhan menggerakkan dia, manusia menjadi pasif karena Tuhan tarik anugerahNya. Maka anugerah diberi, Saudara hidup. Anugerah ditarik, Saudara mati. Kalau anugerah diberi, Saudara hidup, anugerah ditarik, Saudara mati. Anugerah diberi, Saudara mempunyai livelihood, kelimpahan dalam kehidupan. Anugerah ditarik, Saudara mulai mengalami kekelaman dan kelesuan di dalam kehidupan. Mulai turun semangat, mulai turun kegairahan mencintai, mulai turun semangat hidup, mulai merasa hidup tidak penting dan ini membuat Saudara sadar “ada yang salah dalam hidup saya”, dan itu terjadi karena Tuhan beraktivitas menarik anugerahNya. Tuhanlah yang bekerja membuat kita menjadi begitu kosong. Dan Tuhan bekerja bukan tanpa alasan. Maka kalau Tuhan masih beranugerah, begitu kita merasa kosong, sambil Tuhan sedikit tarik anugerah sambil Dia berikan anugerah teguran. Ini cara Tuhan yang unik, tarik, tegur, itu berarti Tuhan masih mengasihi. Kalau Dia tarik tanpa tegur, maka Dia sudah membiarkan Saudara. Firaun masih ditegur, sampai pada peringatan terakhir dari Musa. Musa mengatakan ketika dia menubuatkan tentang tulah yang terakhir, dia mengatakan “tepat seperti yang kamu katakan kepadaku Firaun, aku tidak akan lihat wajahmu lagi. Ini terakhir kali aku menasehati kamu, setelah itu tenang, diam, Tuhan tidak lagi berbicara kepada kamu, Tuhan tidak lagi memberikan peringatan kepada kamu”. Itulah sebabnya peringatan Tuhan sangat penting. Tuhan marah kepada nabi yang tidak memberikan peringatan, karena kalau nabi tidak memberikan peringatan berarti peringatan itu tidak kena kepada orang yang masih Tuhan beri anugerah. Dan Tuhan tuntut itu dari para nabiNya. Maka nabi Tuhan tidak boleh tahan firman Tuhan, tidak boleh tahan teguran Tuhan. Jika harus menegur, tegurlah. Kalau Saudara tanya saya “mengapa bapak suka menegur jemaat?”, karena saya mempunyai perasaan Tuhan masih mencintai engkau, Tuhan masih menanti pertobatanmu, Tuhan menginginkan kelimpahan bagi hidupmu, Tuhan ingin engkau menikmati Dia dengan kepenuhanNya. Tetapi engkau masih belum mau, maka saya mesti harus tegur. Tapi ada tiba saatnya di mana Saudara bahkan tidak mau lagi dengar khotbah, tidak mau lagi pergi ke gereja dan mengatakan “sudah, ini terakhir kali, saya tidak mau lihat Engkau lagi”. Dan Tuhan akan mengatakan lewat hambaNya “tepat seperti kalimatmu, Aku tidak akan lihat kamu lagi”, bukan Saudara yang usir Tuhan, bukan Saudara yang usir hamba Tuhan, Tuhan yang sedang usir engkau. Itu sebabnya siapa yang mulai ditarik, hatinya mulai dingin, tapi dia sudah tidak lagi mendengar firman, tidak lagi mendengar teguran, tidak lagi hadir di gereja, tidak lagi peduli Firman, dia berada dalam keadaan bahaya yang dia sendiri tidak tahu. Ini cara Tuhan menghukum dan juga mendisiplin manusia. Tuhan berhak menghukum. Jika Dia melihat tindakan kita sudah begitu keras dan kasar, Dia mulai tarik anugerahNya. Dan kita mulai merasakan hal yang dingin, mulai merasakan kekosongan hidup, mulai merasakan tidak ada sukacita, tidak ada kelimpahan di dalam jiwaku. Tuhan tarik dan kita merasa kosong. Tapi jika Tuhan berbelas-kasihan, Tuhan memberikan kebangunan, Tuhan beri lagi anugerahNya. Begitu Tuhan menopang kembali jiwa kita, jiwa kita akan penuh dengan hidup, penuh dengan kelimpahan. Kapan Tuhan berikan anugerah menopang jiwa kita kembali? Ketika kita berniat membangkitkan jiwa kita kembali, ini unik. Saudara bukan orang pasif. Saudara mau dapat kebangunan, mari belajar bangunkan jiwamu ada lagu ya Oh Tuhan bangkitkan jiwaku salah kunci Oh Tuhan bangkitkan jiwamu. Ada lagu “oh Tuhan bangkitkan jiwaku, oh Tuhan bangkitkan jiwaku. Datanglah Roh Kudus, kuasai daku dan bangkitkan jiwaku yang lesu”. Mengapa Roh Kudus bisa kuasai? Karena saya minta. Mengapa bisa minta? Karena Roh Kudus mulai bekerja. Ini hal yang kita sangat tidak bisa mengerti, tapi orang dulu sangat bisa mengerti. Apa tanda Roh Kudus mulai bekerja? “Saya mau bertobat”. “Berarti kamu tidak pasif?”, “sama sekali tidak pasif”. Itu sebabnya jika Saudara mengatakan “saya mau bertobat tapi Tuhan belum karuniakan”, “memang, karena kamu belum mau”, “jadi tergantung saya atau Tuhan?”, “Tuhan dan kamu”, “membingungkan”, “tidak membingungkan, itulah cara mengertinya”. Orang dulu akan mengatakan “ini gampang”, kita mengatakan “ini sulit”. Tapi tidak sulit di dalam praktek, prakteknya tidak sulit. Apa prakteknya? Prakteknya adalah kalau Saudara mau suci, kuasai hidupmu, berjuang untuk hidup suci. Dan Saudara akan sadar yang bangkitkan niat Saudara untuk berjuang hidup suci, itu juga Tuhan. Tapi kesadaran ini baru nanti Saudara sadari. Itu sebabnya Kekristenan tidak mungkin tanpa aktifnya jiwa kita. Kalau Saudara pasif, ini tandanya Tuhan belum mau bekerja. “Kalau begitu saya tunggu Tuhan bekerja”, tidak, mulai aktif sekarang itu tandanya Tuhan mulai bekerja. “Jadi tergantung saya?”, tergantung Tuhan dan tergantung kamu. “Jadi Tuhan atau saya?”, “dua-duanya”, ini jadi kunci jawaban untuk hari ini. Kunci jawabannya adalah dua-duanya. Siapa yang pilih saya? Tuhan atau diri saya sendiri? Dua-duanya, Tuhan pilih saya dan saya pilih Tuhan. Yang membuat saya selamat itu Tuhan memilih saya atau saya percaya Tuhan? Dua-duanya, di satu bagian dikatakan “kamu selamat karena Tuhan memberi anugerah”, di bagian lain dikatakan “kamu selamat karena iman”. Jadi Tuhan menggerakkan dan saya berespons. Ini kejadian yang erat bersatu. Maka Paulus mengatakan “kamu hidupnya sudah baik, mari berjuang lebih ketat lagi karena Tuhan sedang berjuang kerja lebih ketat lagi di dalam diri kamu”. 

« 2 of 4 »