Waktu pesan itu tidak disampaikan, lalu orang terus memberikan konsentrasi bagaimana Alkitab bisa diterima oleh science, akhirnya Alkitab menjadi buku pembelaan diri seperti orang-orang yang sudah merasa terpojok mau bela dirinya, orang-orang yang sudah terdesak membela diri. Alkitab tidak ada dalam posisi terdesak, Alkitab tidak perlu membela diri seolah-olah dia mesti membuktikan kebenarannya. Alkitab berbicara dan orang-orang yang memiliki iman kepada Tuhan mendengar. Dan waktu orang-orang beriman Ini mendengar mereka mendapatkan Kitab Suci adalah buku paling limpah sepanjang sejarah, buku paling limpah yang pernah dibaca. Maka hamba-hamba Tuhan yang baik akan berkhotbah dan mengatakan “Kitab Suci begitu berlimpah, begitu bagus, begitu indah, mari dengar pesannya” dan gereja bertumbuh. Tapi di Eropa tidak demikian, orang mulai mengabaikan apapun yang diberitakan Kitab Suci. Sehingga mereka lebih suka menyentuh, kalau tidak ada polemik dengan ilmu pengetahuan, “lebih baik kita menyentuh hal-hal biasa yang semua orang sudah tahu”. Bicarakan tentang jangan mencuri, bicarakan tentang hidup baik, bicarakan tentang tidak melakukan hal-hal yang buruk, bicarakan tentang dorongan untuk melakukan hal baik. Hal-hal simpel yang membuat orang tahu bagaimana bertindak, tapi tidak kenal Tuhan sama sekali. Tahu bertindak tapi tidak kenal Tuhan, apa gunanya? Kita bertindak baik tapi kita tidak diinspirasi oleh kekaguman kepada Tuhan, kita tidak didorong dan digerakkan untuk mengagumi Tuhan, apa gunanya? Maka kalau Eropa dikacaukan dengan firman yang dikosongkan, yang didangkalkan, yang hanya seputar hal-hal yang semua orang sudah tahu, maka banyak gereja di dalam zaman kita dikacaukan oleh ibadah yang kacau, dikacaukan oleh musik yang kacau. Saya pernah mendengar satu kalimat yang sangat bagus dari seorang pemusik modern, bukan pemusik klasik, dia mengajarkan anak-anaknya untuk menyukai memasang musik di piringan hitam. Anak-anaknya mengatakan “tidak praktis, kemudian tidak seindah kalau saya download file yang besar, yang berisi musik dengan semua kualitas tertinggi ada di dalam file itu. Piringan hitam jauh kalah, jadi lebih bagus ini”. Tapi papanya mengatakan “justru lebih menyenangkan bisa ada semacam liturgi, taruh piringan hitam, kemudian mainkan. Lalu coba lihat cover dari piringan hitam itu, ada desain, ada lukisan, ada gambar yang sangat nyambung dengan musiknya”. Anak-anaknya mulai connect “iya ya”, maka mereka mulai coba membeli piringan hitam. Mereka lihat covernya, mereka dengar musiknya, baru mereka sadar, ada satu kalimat baik yang saya pikir jadi penting di dalam ilmu musik yaitu musik selalu harus ada konteks yang kelihatan. Musik tidak terlihat, musik itu terdengar, tapi musik tidak bisa tanpa konteks, Saudara tidak bisa jadikan musik hanya latar belakang untuk apapun yang Saudara lakukan. Musik perlu konteks. Di dalam zaman kuno, di dalam zaman klasik Yunani, musik bahkan perlu temple, perlu ada kuil untuk dia dihormati, tentu kita tidak menyembah musik. Tapi penghargaan kepada keindahan di dalam cara yang semestinya, itu sangat diperlukan. Sekarang banyak orang langsung pakai earphone atau headphones, kemudian memberikan latar belakang sembarangan untuk musik. “Saya lagi di jalan, saya dengar musik. Saya lagi di toilet, saya dengar musik. Saya lagi di mana, saya dengar musik”. Akhirnya orang tidak sadar bahwa dia tidak bisa menikmati musik secara limpah jika latar belakangnya tidak nyambung dengan musik. Maka musik perlu satu tampilan, musik perlu wajah yang terlihat. Ada satu artikel bagus ditulis oleh seorang ahli musik, dia bukan orang Kristen, tapi dia mengatakan “berikan wajah kepada musik”. Saudara dengar musik, Saudara ingin lihat apa yang diwujudkan oleh musik itu secara kelihatan. Waktu kita lihat musik-musik yang ada di seluruh dunia pada zaman modern, konteks dan wajahnya itu bukan worship, bukan ibadah. Wajahnya adalah panggung untuk konser, panggung tampil, panggung narsisnya orang-orang yang tampil, “lihat saya, suara saya paling bagus, kamu datang untuk dengar saya”, itulah konser musik. Itulah musik pop, itulah musik rock, ekspresi diri supaya dikagumi, ekspresi diri supaya jadi dewa. Sekarang bukan hal yang aneh kalau musisi disebut dewa, diva atau apapun itu namanya. “Inilah yang aku sembah”, jadi ada tampilan di mana sang pemusik dan dirinya dan musiknya akan menjadi objek sembahan dari setiap orang yang hadir. Maka panggung dan tempat konser menjadi seperti identik dengan tampilan musik pop dan juga musik rock. Ketika orang mengatakan “ayo kita bawa musik model ini ke dalam gereja”, Saudara lihat bukan cuma musik yang dibawa, tampilan pun berubah, musik perlu wajah. Bisakah Saudara tampilkan musik yang agung di dalam konteks yang sifatnya konser seperti konser pop atau rock? Tidak bisa, Saudara mesti punya tampilan seperti di dalam Aula Simfonia misalnya, baru Saudara merasa ini nyambung. Aula Simfonia memberikan gambaran wajah yang bagus dengan musik yang bagus juga. Tapi coba Saudara lakukan konser dangdut di Aula Simfonia, maaf bagi penggemar dangdut, tapi saya harus mengatakan. Misalnya ada yang mengatakan “ato kita sewa Aula Simfonia lalu kita tampilkan konser dangdut di sana”, kira-kira cocok tidak dengan tampilannya? Apakah wajah dangdut seperti ASJ? Apakah tampilan ASJ sama dengan dangdut? Tidak, lalu musik apa yang mesti masuk di sana? Ini penting untuk kita pikir. Maka waktu gereja mengatakan “ayo bawa drum, ayo bawa gitar listrik, ayo bawa bass, ayo bawa musik-musik seperti yang saya dengar di pop, seperti yang saya dengar di rock”, maka seluruh gereja berubah. Sekarang desain gereja seperti gedung pertemuan, sekarang desain gereja seperti tempat orang nikah atau tempat tampil, tempat show, ini yang terjadi. Wajah gereja dirusak karena musik. Musik yang kacau dimasukkan akhirnya seluruh wajah berubah. Sekarang gereja bukan lagi tempat ibadah, tapi tempat konser. Yang jadi mimbar bukan lagi mimbar yang menunjukkan “di sinilah Firman diberitakan”, tapi simply tempat untuk topang partitur. Atau bahkan tidak ada sama sekali karena pengkhotbahnya jalan-jalan, seperti orang-orang yang bicara di TikTok. “Ini namanya trend, ini namanya gaya, ini namanya mengikuti perkembangan zaman”, engkau mengikuti perkembangan zaman sambil menghancurkan tradisi Kristen, sayang banyak gereja tidak tahu ini. Tapi gereja dihancurkan terus oleh setan, dihancurkan dengan mimbar yang tidak beritakan Firman yang dalam. Maka pengkhotbah harus menaruh tugas di pundaknya, “kalau saya tidak bisa memberikan kelimpahan bagi jemaat, mungkin saya harus berhenti. Mengapa terus paksa jemaat datang untuk mendengarkan saya padahal saya tidak punya kualitas yang cukup untuk membimbing kerohanian orang?”. Mengapa banyak gereja tutup? Karena banyak orang tidak berkualitas jadi pemimpin di sana. Orang-orang yang tidak mengerti musik memutuskan tentang musik, orang-orang yang tidak mengerti ibadah memutuskan soal ibadah, orang-orang yang tidak mengerti Firman mendikte jemaat untuk mendengar firman, ini merusak Eropa, ini merusak Amerika, ini merusak banyak gereja. Itu sebabnya waktu dikatakan “kamu harus diberikan peringatan, ada standar, kejar standar ini”. Banyak orang yang protes tidak mau terima “mengapa hamba Tuhan mesti ada standar, mengapa ada ancaman pecat, mengapa hamba Tuhan boleh diberhentikan?”, hamba Tuhan tidak boleh diberhentikan kah? Karena standar gereja terlalu rendah? Gereja begitu dikesampingkan. Semua perusahaan, semua lembaga yang baik, pelihara kualitas orang-orang di dalamnya, tapi Tuhan seperti tidak berhak melakukan itu. Tuhan harus terima apapun yang kita lempar kepada Dia, ini tidak benar. Gereja terus digoncang dengan mimbar yang tidak kuat, dengan musik yang tidak karu-karuan, dengan pemimpin-pemimpin yang tidak tahu bagaimana jadi teladan. Jika gereja tidak lagi punya teladan untuk dunia, maka gereja boleh berhenti ada dalam dunia. Tapi gereja tidak mungkin berhenti ada karena Kristus yang jaga. Maka Kristus yang akan bangkitkan gereja yang berapi, yang penuh dengan kecintaan kepada Tuhan, dan Tuhan akan tinggalkan gereja yang sudah mulai abaikan Tuhan. Saya harap Saudara jangan jadi orang yang mengabaikan Tuhan. Karena kalau jemaat mulai mengabaikan Tuhan, Tuhan akan tinggalkan gereja ini dan Tuhan bangkitkan gereja yang lain. Jika Tuhan sudah tidak diutamakan, jika Tuhan tidak lagi dipentingkan, Tuhan akan tinggalkan sebuah gereja dan akan bangkitkan gereja yang lain. Itu sebabnya mari kita dengan gentar berdoa dan mengatakan “Tuhan kasihan kami, jangan tinggalkan kami, tolong kami bertobat, berikan kami peringatan, berikan kami hati yang mau kembali kepada Tuhan, sehingga kami tidak lagi main-main dengan kehidupan Kristen kami”. 

« 2 of 3 »