(Bilangan 25: 1-18)
Kita kalau melihat Kitab Bilangan adalah suatu kitab yang indah. Kalau kita tidak mengerti garis besarnya, semua kitab akan menjadi sulit. Sering kali kita terjebak dengan kata “bilangan”, walaupun betul terjemahan dari Bahasa Yunani atau Septuaginta atau Bahasa Latin dari kata numeri atau numbers, kemudian diterjemahkan menjadi Bilangan. Mungkin karena di dalam penerjemahan mereka melihat pasal 1 semuanya tentang angka-angka. Tapi di dalam bahasa aslinya setiap kitab Taurat biasanya dimulai dengan judulnya diambil dari kata yang ada di dalam ayat pertama. Kalau kita lihat Bilangan 1:1 dibilang “Tuhan berfirman kepada Musa di padang gurun Sinai”, jadi judulnya adalah Di Padang Gurun. Ini menggambarkan perjalanan di padang gurun. Kalau kita lihat Bilangan ini seperti kita baca satu peta, bukan kumpulan angka-angka yang rumit, tapi ini adalah satu peta perjalanan. Kemudian Bilangan adalah kitab yang banyak tipologi Kristus. Misalnya di pasal 17 tentang tongkat Harun yang berbunga, yaitu adalah satu-satunya otoritas imam yang dilegalisasi oleh Tuhan yaitu Harun dan akhirnya di Surat Ibrani dikatakan Dia adalah Imam Besar yang dipilih oleh Tuhan, Kristus adalah Imam Besar. Kemudian tentang persembahan, abu yang dibakar sampai habis, mau mengisahkan tentang Kristus yang adalah dengan ketaatan yang sempurna, menaati Tuhan sampai habis di atas kayu salib. Lalu kemudian yang cukup terkenal, yang dikutip sendiri oleh Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes, Bilangan 21 tentang ular tembaga yang ditinggikan di padang gurun. Ini menggambarkan ketika Kristus ditinggikan di atas kayu salib, siapa saja yang melihat kepadaNya akan diselamatkan. Ketika orang Israel kena tulah dan kemudian hampir mati digigit oleh ular di padang gurun, ketika mereka melihat ular tembaga, mereka akan disembuhkan. Tuhan memberikan satu chance penebusan di dalam Kristus. Dan itu baru mentopologikan Kristus di dalam ribuan tahun berikutnya.
Bilangan juga kalau Saudara selidiki penuh dengan pembahasan tentang krisis hidup. Hal ini membuat kita kalau mempelajarinya ini adalah kitab yang sangat relevan. Krisis hidup apa yang dialami? Pertama tentang krisis kesulitan hidup, di sini cerita tentang tidak ada makanan, tidak ada daging, tidak ada air, dan kira-kira hidup kita seperti itu. Memang kita tidak sampai kekurangan, tapi pergumulan kita seperti itu kan. Seputar kesulitan hidup kita bahwa perlu bekerja, perlu uang, perlu makan, perlu air, dan segala macamnya. Ini sudah dibahas di dalam Kitab Bilangan. Lalu krisis tentang iman dan tantangannya. Waktu kita baca tentang kisah 12 pengintai maka kita bisa lihat bahwa iman dan tantangan iman itu menghidupi iman itu tidak mudah. Percaya Tuhan, janji Tuhan dan kenyataan hidup itu mungkin bisa beda mata yang melihat. Mata satu melihat dengan iman, mata satu tidak kelihatan, mata jasmani, orang Kanaan besar-besar. Dan konflik itu selalu terjadi di dalam kehidupan kita. Kalau kita belajar dari bagian itu, kita mendapatkan “betul juga, kita harus beriman kepada Tuhan”. Poin-poin ini sangat relevan dengan hidup kita karena ada faktor “saya” yang ada disitu. “Benar ya, kalau bagian ini saya dapat berkat. Saya dapat pengupasan firman Tuhan sehingga masalah saya terjawab. Saya mendapat anugerah Tuhan sehingga saya begitu jelas bagaimana harus hidup”. Tapi kalau Saudara baca Bilangan 1, Saudara dapat apa? Dapat matematika, belajar menghitung? Saudara dapat apa? Rasanya tidak dapat apa-apa karena kita di dalam membaca Alkitab terus mencari “apa yang saya dapat?”. Saya dapat, saya bertumbuh, saya beriman, saya mencintai Tuhan, saya melayani Tuhan, saya berbakti kepada Tuhan, saya hidup kudus, saya menjaga hidup, saya mengaplikasikan firman. Selalu saya. Ada satu sense yang kurang, Saudara dan saya kurang memperhatikan bahwa Alkitab tidak selalu tentang “saya”, tapi tentang umat. Bilangan 25, Saudara dan saya tidak dapat apa-apa kalau kita tidak punya sense tentang umat. Jadi Saudara setelah baca ini, Saudara bingung “apakah saya harus seperti Pinehas? Bunuh orang lain supaya tulah Tuhan berhenti?”. Setelah ini Saudara jadi jihad, karena hanya pikir “saya”. Satu sense yang kita sangat kurang adalah kita tidak punya sense sebagai umat. Kita adalah bukan kumpulan umat Allah, kumpulan orang nonton bioskop rohani, cuma tidak ada tiket, jam tayang adalah jam 7 atau jam 10, kotbahnya hari ini tentang Bilangan, minggu depan tentang Lukas, filmnya ganti-ganti, aktornya ganti-ganti. Semua tentang “saya”. Saudara tidak merasa satu dengan yang lain sebagai umat. Kita hanya kumpulan orang yang nonton bioskop rohani karena sense yang terbesar adalah “saya”. Karena umat bukan kumpulan saya-saya-saya. Umat adalah ada saya, ada kamu, ada dia, ada kita, itu baru namanya umat. Sehingga kalau Saudara perhatikan, banyak bagian di dalam Alkitab apa yang saya lakukan itu dampaknya besar terhadap umat. Saudara jangan pikir “yang penting saya hidup suci”, itu betul, harus. Tapi ini yang eror cuma sedikit, tapi yang kena tulah adalah seluruh umat. Dan kita sekarang jarang memperhatikan itu. Pikiran kita kalau kita berdosa, kita berdosa sendiri, uang saya sendiri, bertobat sendiri, susah sendiri, terserah saya, saya tidak pernah ganggu orang lain. Itu salah, karena kita tidak pernah berpikir tentang umat. Kita pikirannya segala sesuatu adalah masalah saya. Hari ini hal yang saya mau tekankan untuk kita sama-sama pikirkan adalah pernahkan kita berpikir tentang umat? Umat itu banyak, umat itu bukan hanya kita, bukan Saudara di sini, bukan hanya saya, tapi umat Tuhan. Karena di dalam Alkitab, Tuhan berjanji adalah Allah dan umatNya, Yesus menebus umatNya. UmatNya, umatNya, terus ditekankan. Tapi kita dengan mudah mem-switch yang namanya umat itu ditafsirkan sama dengan saya. Jadi kalau kita baca Akitab, umat kita geser semua lalu kita ganti “saya”. Sehingga apa pun yang dikatakan Alkitab, kita selalu cari apa hubungannya yang bisa saya dapat. Kita tidak peduli orang lain mau dapat atau tidak, secara besar dapat atau tidak, terserah. Maka kita tidak relevan membaca Alkitab karena itu sejarahnya orang Israel, tidak ada hubungannya cerita-cerita seperti ini. Karena kita tidak pernah sadar kita adalah umat. Hal yang terpenting setelah itu adalah Saudara mesti tahu kalau kita adalah umat, bagaimana caranya kita masuk menjadi umat? Yesus Kristus mati di atas kayu salib, dan kita pun serap itu dengan egois “Yesus mati untuk saya”, selesai. Kita tidak pernah berpikir Yesus mati untuk umat dan bukankah itu nama yang Matius 1:21 katakan “beri Dia nama Yesus karena Dia adalah orang yang akan menebus umatNya dari dosa mereka”, Dia adalah Juruselamat yang akan menebus umatNya. Berarti umat besar, banyak, bukan hanya terus pergumulan saya saja.
Berkaitan dengan ini, saya akan mengajak kita untuk memikirkan setting umat. Kalau kita mendekati Bilangan 25 tanpa setting umat, kita tidak akan mendapatkan apa-apa, karena kita pikir “jadi saya mesti melakukan apa sekarang?”, belum tentu kita bisa praktekan secara langsung. Tapi harap Saudara menangkap ada 3 ironi yang besar dalam Bilangan 25 ini, kalau kita lihat sebagai umat. Umat berarti kumpulan besar dan termasuk Saudara yang personal termasuk di dalam pergumulan itu. Kalau kita lihat setting-nya Bilangan 25, di Sitim yang adalah tempat Yosua mengutus 12 pengintai, lalu sebenarnya ketika mereka berada di Sitim, ini sebenarnya adalah suatu tempat yang begitu dekat dengan Tanah Perjanjian. Tapi Saudara mesti perhatikan di pasal 25 sebelumnya terjadi apa dan setelahnya terjadi apa. Di Sitim ketika Yosua mengirim 12 pengintai, apa yang orang Kanaan beri tahu? Mereka sebenarnya sudah gemetar terhadap orang Israel yang berkemah. Kita lihat di Yosus 2:10 “Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas”, jadi waktu mereka di Sikim sudah mengalami banyak hal. Empat puluh tahun yang lalu mereka dikeluarkan Tuhan dari Mesir, lalu mengeringkan Laut Teberau di hadapan mereka, dan baru saja, mungkin hitungan sebulan yang lalu, dua bulan yang lalu, mereka baru saja mengalahkan 2 raja yang besar sekali Sihon dan Og. Sehingga Yerikho yang begitu besar menjadi sangat khawatir. Alkitab mengatakan bahwa tawarlah hati mereka karena 2 raja besar dihabisi oleh Israel. Jadi mereka baru saja mengalami ini lalu kemudian pasal 22-24, mereka baru saja dilepaskan Tuhan dari musuh yang tidak terlihat. Musuh yang terlihat adalah Sihon dan Og, kelihatan raja-raja besar dihabisi semuanya. Lalu mereka baru saja diselamatkan dari musuh yang tidak kelihatan yang namanya kasus Bileam dan Balak. Balak mengimport satu dukun internasional untuk mengutuki orang Israel. Saudara bisa bayangkan ini seperti kita memasuki scene film, jadi waktu kita memasuki pasal 25, Saudara seperti melihat satu padang gurun yang besar sekali, di tengahnya ada perkemahan orang Israel, di tengah perkemahan ada kemah perjanjian, keluar asapnya, habis membakar korban bakaran, lalu di empat penjuru ada kemah-kemah orang Israel yang mungkin mereka baru mau memasang kemah-kemahnya. Dari situ scene-nya pindah ke gunung yang lain, yang dekat situ, di sana ada Balak dan Bileam yang sedang berusaha mengutuki Israel.Mereka mengusahakannya berkali-kali dan tidak ada ucapan kutuk yang bisa mempan kepada umat Tuhan karena Allah melindungi umatNya. Tetapi begitu kita turunkan scene-nya ke bawah, ternyata Saudara tertipu, bayangan umat Allah sedang beribadah, ternyata asap yang keluar itu bukan peribadatan mereka, kalau Saudara lihat lebih dalam lagi ke tenda mereka, mereka sedang berzinah. Mereka bukan beribadah kepada Allah, mereka sedang berzinah dari Tuhan. Itu bisa dibayangkan kalau ikatan antara Allah dan umatNya, Saudara harus membayangkan bagaimana perasaan Tuhan yang sebelumnya Dia sudah membela umatNya mati-matian, begitu pulang scene itu, mereka sedang berzinah. Maka ini adalah suatu ironi yang besar. Mengapa mereka bisa jatuh seperti ini? Mari hari ini kita pelajari tiga kejatuhan ironi dari umat Tuhan. Sekali lagi umat secara besar dan Saudara bisa memasukan diri Saudara sebagai salah satu dari umat maupun kita secara komunal juga bisa jatuh bersama-sama. Ironi pertama, mereka tidak sadar mereka in a journey, orang Israel itu masih di dalam perjalanan, belum sampai, karena mereka baru sampai Sitim, belum menyeberang ke Tanah Kanaan. Dan Tanah Kanaan bukan dibilang masuk begitu saja, tapi mereka harus menumpas semua suku di sana, dan itu belum dikerjakan. Maka ini satu ironis yang besar, terjadi kesalahan yang fatal ini karena mereka tidak sadar bahwa mereka dalam perjalanan. Saudara dan saya sebagai gereja Tuhan juga ada dalam perjalanan. Dan di dalam perjalanan, kita seringkali rasa “sudah dekat kok, sudah kelihatan Tanah Kanaannya, tinggal menyeberang satu sungai saja. Kita sudah sampai”. Perasaan sudah sampai itu sangat berbahaya dankita bisa terjemahkan perasaan established. Ini bukan kejatuhan yang sederhana, ini mendatangkan tulah yang menyebabkan 24.000 orang mati dan untuk menghentikan tulah itu ada seorang yang bernama Pinehas harus membunuh dua orang dengan satu tombak, selesai, baru tulah berhenti. Jadi ini bukan hal yang sederhana. Kalau kita hanya 15 tahun jadi Kristen, 25 tahun jadi Kristen, itu perjuangan kita belum sampai. Kita semua sudah 5 tahun di GRII, 10 tahun di GRII, jangan pernah merasa kita semua sudah sampai, kita semua sedikit lagi. Karena banyak orang fail di dalam hal sedikit lagi. Kita harus sadar kita dalam perjalanan dan perjalanan itu adalah di padang gurun. Ini belum masuk Tanah Perjanjian. Di padang gurun masih banyak kesulitan yang harus kita handle bersama. Dan sebagai umat, sebagai gereja Tuhan, kita mesti sadar bahwa kita ini sedang dalam perjalanan, belum selesai. Tapi dalam sisi perjalanan, kita akan jatuh begitu dalam ketika kita sampai pada kemapanan dan selesai sampai di situ. Tujuan kita kemapanan itu akan membuat kita jatuh.
Hal kedua, hal tidak sadar bahwa ada musuh, musuhnya belum selesai. Musuh yang kelihatan sudah, Sihon dan Og sudah selesai. Tapi ada musuh yang tidak kelihatan yang terus ada sampai kita selesai perjalanannya. Bahaya yang terbesar adalah kita ada dalam bahaya dan kita tidak sadar bahwa itu adalah bahaya. Kita secara personal maupun umat banyak sekali mengabaikan musuh yang tidak kelihatan Musuhnya ada dimana? Musuhnya di gadget Saudara, yang setiap hari ada. Kita tidak perlu lagi menjaga rumah, mengunci rumah supaya musuh tidak masuk. Tidak, sekarang musuhnya sudah ada sendiri, tinggal kita klik. Lalu musuh yang tidak kelihatan apa? Prinsip di dalam dunia ini. Saudara mencari pragmatisme? itu musuh yang tidak kelihatan. Dan kita sekarang setiap hari dilatih menjadi sangat seperti itu. Tidak perlu susah-susah, kotbah tidak perlu lama, tidak perlu belajar ini itu. Kita tidak dilatih untuk memiliki satu pemikiran yang bertanggung jawab, kita tidak dilatih menjadi manusia, kita direndahkan tidak menjadi manusia pun kita oke dengan distraction. Kita sering di-distract dan sedihnya, kita menikmati distraction itu. Berapa banyak waktu yang Saudara habiskan untuk menonton video di WA? Kalau 1 video 2 menit saja, 10 video sudah 20 menit, tapi kita kalau baca Alkitab tidak sampai 20 menit. Satu pasal selesai, amin, karena tidak ada hubungannya apa-apa sama saya. Karena tidak pernah memikirkan umat. Kita di-dehumanisasikan oleh banyak hal dan kita tidak sadar sebagai gereja. Sebagai gereja kita merasa “kotbah tidak perlu yang susah-susah, yang mudah saja yang bisa langsung dikerjakan”. Dan ini secara komunal, secara umat tidak sadar. Karena musuh itu sudah invade begitu dalam dan kita tidak sadar. Pragmatisme, hedonisme, semua ada. Kalau kita melihat video dan ini benar-benar menyedihkan, kemarin saya diperlihatkan satu klip hamba Tuhan yang modalnya hanya borgol dan menakut-nakuti orang tentang neraka, dan dia KKR Anak di banyak tempat dan anak yang datang banyak sekali. Secara umat, Saudara punya sense Pinehas tidak? “tidak, untuk apa menyusahkan diri sendiri, itu gerejanya dia sendiri, urusan gerejanya sendiri. Yang penting gereja kita aman, pikiran ini salah. Israel bisa jatuh karena musuh yang tidak kelihatan sudah masuk.
Ironi ketiga, mereka rasa ini sudah selesai. Ada time gap. Mereka sampai Sitim, lalu perlu waktu, Yosua mesti mengirim pengintai dan banyak hal yang mesti dilakukan. Jadi mereka tidak langsung datang dan mengatakan “besok kita perang”. Mereka ada time gap sebentar. Dan justru di dalam time gap ini mereka jatuh. Berapa banyak Saudara jatuh di dalam time gap? Ketika nganggur, ketika tidak ada kerjaan, ketika sedang menunggu, di situlah Saudara jatuh dalam dosa. Kalau kita sedang fokus, biasanya tidak ada gangguan. Tapi kalau sedang tidak ada kerjaan, biasanya kita buka ini itu, akhirnya kita jatuh dalam dosa. Dan Israel dalam pasal 25 jatuh dalam time gap. Time gap yang Tuhan beri mereka di Sitim adalah supaya mereka siap. Dua orang mengintai yang lain siap-siap perang. Tapi mereka tidak lakukan, mereka pikir ini adalah saatnya “akhirnya”. Kalau terus di dalam “akhirnya” kita akan jatuh dalam dosa. Karena akhirnya harus jadi awalnya. Dan itulah time gap yang terjadi, mereka jatuh, dan kita tidak bisa melihat Bilangan 25 tanpa kita melihat settingnya sebagai umat. Pinehas adalah satu diantara sekian ratus ribu atau juta umat yang mengambil satu pekerjaan yang akhirnya meredakan kemarahan Tuhan. Saya mau kita sama-sama memikirkan ini dalam rangka kita bergereja, karena ini sedang membahas umat. Saya harap ketika Saudara bergereja di GRII, bukan karena Saudara merasa ini paling dekat rumah, bukan karena Saudara merasa ini paling cepat kebaktian, atau Saudara pikir ini yang paling bagus kotbahnya. Salah, itu kursus. Tapi ini gereja, umat dalam satu perjalanan dan Saudara mesti benar-benar mengerti ini karena ini umat Tuhan yang sedang berjalan, ada satu tujuan yang Tuhan tetapkan. Kita mengharapkan bahwa kita ini bukan gereja yang paling hebat di seluruh dunia, bukan. Saya melihat GRII hanya satu gereja diantara sekian banyak gereja di Bandung. Tapi kita mau bertanggung jawab sebagai umat. Inilah yang perlu kita pikirkan, kita sebagai umat, satu diantara begitu banyak umat Tuhan, apakah kita sudah melakukan apa yang menjadi tanggung jawab kita. Apa yang dilakukan Pinehas sebenarnya secara sederhana mudah, prinsipnya begini mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan. Kalau kita mengerti prinsip ini dengan tepat, kita akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Apakah Saudara sedih kalau ada umat yang disesatkan oleh ajaran yang tidak benar? Kalau tidak sedih berarti Saudara tidak pikir tentang umat. Harap di hari-hari ke depan Saudara mengerti apa yang diperjuangkan karena ini adalah masalah umat.