Lalu hal ketiga yang membuat Martin Luther keberatan, hal pertama adalah surat indulgensia mengajarkan kepada kita tentang Tuhan yang melakukan persyaratan untuk kamu melakukan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pertobatan. Jika tidak ada pertobatan, gereja akan rusak. Hal kedua, surat indulgensia, surat penebusan dosa membuat orang yang membelinya akan menaati Tuhan dengan pura-pura, tidak ada kasih yang sejati, dan karena itu tidak ada pertobatan yang sejati. Martin Luther bertanya “kalau purgatori adalah syarat yang diperkenan Tuhan, mengapa kamu mau lari?”, ini ada di dalam 95 tesis. Pada saat itu Martin Luther belum menolak konsep pulgatori, belakangan baru dia tidak setuju. Tapi yang membuat dia heran adalah “kalau kamu percaya dengan hal ini Tuhan dipuaskan, mengapa ingin pergi dari pulgatori”. Martin Luther mengatakan “kalau aku mencintai Tuhan, apa yang Tuhan mau akan aku lakukan. Aku akan lakukan apa yang Dia mau karena aku mencintai Dia. Perintahkan ya Tuhan, dan aku akan lakukan”. Seorang penulis Kristen mewawancarai Dwight L. Moody ketika ia masih hidup, dia tanya kepada Moody, “Menurutmu apa yang engkau miliki yang mau engkau berikan kepada Tuhan, di dalam relasimu dengan Tuhan, apa yang kamu dedikasikan kepadaNya?”, lalu Moody mengatakan “semua, kalau hari ini Tuhan memerintahkan saya untuk pergi dan lakukan sesuatu yang mengancam nyawa saya, saya akan melakukannya tanpa ragu-ragu. Jika saya yakin Tuhan menyuruh saya melakukan apa, saya tidak akan pernah pikir apa pun, saya akan lakukan. Dan kamu tahu mengapa saya melakukannya? Karena saya mencintai Dia”. Jadi Martin Luther menyadari bahaya semua sistem dari gereja yang tidak kembali ke Alkitab. Sistem dari gereja ini akan membuat orang kesulitan mencintai Tuhan karena mereka cuma lihat Tuhan hanya sebagai pemberi syarat. Lalu saya berusaha untuk memenuhi syarat itu, saya tidak peduli penerimaan Dia kepada saya dan cinta saya kepada Dia”. Tapi Martin Luther mengingatkan bahwa seruan Tuhan supaya kita bertobat adalah karena Tuhan mau terima kita. Tuhan menerima kita, Tuhan mencintai kita. Dan karena Tuhan mencintai kita, Tuhan menerima kita pada waktu itu. Kesadaran saya diterima Tuhan akan membuat saya pulih, membuat saya mengubah semua yang kacau, dan membuat saya ingin hidup untuk berkenan kepada Tuhan. Saya tidak ingin melakukan yang lain lagi, saya cuma tahu satu, kalau ini menyenangkan Tuhan, saya akan lakukan. Kalau pertobatanku menyenangkan Tuhan, saya akan lakukan. Kalau apa yang saya kerjakan dibenci oleh orang, saya akan lakukan. Dan kalau apa yang saya kerjakan diperkenan oleh Tuhan, saya akan perjuangkan itu mati-matian. Orang kudus akan mempunyai satu pertanyaan, “apa yang menyenangkan hatiMu, Tuhan?”, pertanyaan itu harus murni. Banyak orang ingin tahu kehendak Tuhan, bukan mau senangkan hati Tuhan, mereka cuma takut efek buruk kalau mereka pilih jalan yang salah. Kalau Saudara takut dihukum lalu Saudara melakukan sesuatu karena takut nanti Tuhan hukum, yang Saudara lakukan bukan sesuatu yang tulus. Sangat aneh kalau ada pernikahan yang seperti ini, misalnya ketika sang istri ulang tahun lalu sang suami memberikan hadiah, lalu suaminya mengatakan “selamat ulang tahun sayangku, ini hadiah ulang tahun dari saya”, “oh, kamu ingat ulang tahunku”, “iyalah, kalau tidak kita akan bertengkar panjang lagi, saya kan tidak mau direpotkan dengan cerewetmu”, perasaan istrinya akan berubah, dan sekali lagi bertengkar setelah itu. Itu yang terjadi ketika kita mengatakan “Tuhan, saya tidak mau melawan Engkau karena saya tidak mau ribut dengan Engkau”. Saya ingin menyenangkan hati Tuhan atau saya ingin nyaman dengan Tuhan, apakah saya ingin cari hidup yang aman? Kalau Saudara punya gambaran Tuhan sebagai pengacau hidup yang potensi mengacaukan hidup, kecuali Saudara menjinakan dia, Saudara sedang menyembah berhala. Percayalah, engkau menyembah berhala, engkau bukan menyembah Allah Alkitab. Allah Alkitab tidak disembah dengan cara seperti itu. Orang yang diperkenan oleh Tuhan adalah orang yang sadar Tuhan mencintai dia maka dia perlu bertobat. “Mengapa saya presentasikan hidup busuk untuk Tuhan? Saya mencintai Dia. Mengapa saya memberikan persembahan yang begitu jelek, mengapa saya begitu tidak peduli Dia, mengapa saya tidak ingin menyenangkan hatiNya, saya tidak boleh begitu lagi. Saya harus berubah, saya harus bertobat”, dan itu yang Tuhan Yesus maksudkan ketika Dia berseru “bertobatlah”, bukan lakukan segala macam upacara yang aneh-aneh. Bertobatlah, sudahkah kamu bertobat? “iya”, “mengapa kamu bertobat?”, “karena saya mencintai Tuhan”, “bagus, berarti kamu mengenal Injil”. Dan hal ketiga yang Martin Luther sangat keberatan lewat penjualan surat indulgensia, yang juga dia tekankan di dalam 95 tesis adalah ketiadaan kerelaan untuk bertekun bagi Tuhan sebagai tanda pertobatan. Tidak perlu ada ketekunan, gereja akan selalu menyediakan meditasi untuk engkau. Kamu lakukan apa, lalu salah, tidak apa-apa, datanglah ke gereja dan gereja akan selalu memberikan kesempatan kedua, “ada kesempatan lain, lakukanlah ini”. “Saya sudah salah”, bayar kesalahan dan nanti akan baik lagi. Ada sesuatu yang gereja akan mediasikan supaya kesalahanmu itu bisa dibayar. Dan Martin Luther mengkhawatirkan tanpa kesadaran akan pertobatan dan tanpa cinta kepada Tuhan maka orang berdosa yang tidak mau kembali kepada Tuhan akan memanfaatkan gereja. Memanfaatkannya untuk tindakan yang sewenang-wenang, sembarangan, penuh dosa. “Kamu sudah berdosa”, “tidak apa-apa, nanti beli surat penebusan dosa”, “hidupmu ngawur”, “tidak apa-apa, saya tinggal lakukan ini sedikit, itu sedikit, jalankan ini sedikit, sebutkan doa ini, nanti pulih lagi sama Tuhan. Saya dengan mudah menyatakan pengakuan dosa dan setelah itu selesai, saya akan ikut perjamuan dan setelah itu selesai. Saya mendengarkan khotbah, saya melayani, saya memberitakan Injil dan hutang saya beres. Saya beli surat indulgensia sehingga hutang saya beres. Sehingga mengapa saya harus takut untuk menjalankan kehidupan yang rusak. Kehidupan itu nothing, harga bayarnya murah”. Tetapi Martin Luther mengingatkan kalau gereja tidak mengerti apa itu sangkal diri, pikul salib, ikut Tuhan, apa itu jalan di dalam kesulitan dan setia selamanya mengikuti Tuhan, maka gereja yang tidak mengajarkan hal itu akan menjadi lembaga yang memanipulasi jemaat dan dimanipulasi oleh jemaat. Itu sebabnya Martin Luther mengingatkan di dalam 95 tesisnya bahwa orang-orang yang tidak mengerti pengertian pertobatan akan memanfaatkan gereja untuk kepentingan mereka sendiri. “Keadaan saya bisa pulih, karena gereja sudah sediakan sistemnya dan sistemnya bisa dijalankan dengan cara yang mudah”. Tapi Tuhan mengatakan bahwa pertobatan adalah serangkaian kehidupan yang menyangkal diri, serangkaian kehidupan yang memikul salib, serangkaian kehidupan yang mengasihi, serangkaian kehidupan yang senantiasa mematikan diri yang lama. Dan ini yang Tuhan mau, pertobatan yang terus-menerus terjadi. Saudara tidak bisa berada dalam titik aman dalam pengudusan, nanti ini yang dijelaskan oleh Calvin, meskipun kita percaya Tuhan mengasihi, menerima kita dan kita aman di dalam kasihNya, tapi mengenai pengudusan tidak ada titik dimana kita bisa mengatakan “sudah”. Saudara akan senantiasa terus berjuang untuk memperbaiki kehidupanmu, berjuang untuk hidup lebih baik di hadapan Tuhan. Maka surat penebusan dosa membatalkan usaha yang diperjuangkan Luther dalam hal ini. Itu sebabnya dia menulis 95 tesis ini.

Saya sangat ingin kita sama-sama mengingat kembali bahwa periode Reformasi bukan hanya sekedar “kamu dibenarkan oleh iman bukan perbuatan baikmu, perbuatan baik itu hina bagi Tuhan”, itu salah. Tuhan ingin perbuatan baik kita ditempatkan di dalam konteks yang tepat yaitu konteks pertobatan. Sudahkah saya bertobat? Jangan nyaman dengan kehidupan yang terus-menerus statis dan tidak diubah. Banyak orang bergumul bagaimana kita berubah, mengapa saya sulit berubah? Martin Luther mengingatkan mau sulit mau tidak, harus berubah, tidak bisa statis. Saudara tidak bisa aman dan mengabaikan segala keharusan bertobat yang mendesak hidup Saudara. Saudara tidak bisa mengatakan “sudahlah yang penting saya sudah kenal Tuhan”, lalu Saudara lari dalam mencari penerimaan dalam begitu banyak hal lain. Penerimaan-penerimaan palsu yang membuat Saudara merasa aman dan tidak perlu bertobat. Itu sebabnya relevansi dari peristiwa 95 tesis dengan kehidupan sekarang ini sangat besar, sangat erat kaitannya, sangat relevan sekali. Kalau tadi saya mengatakan gereja perlu mengajarkan pertobatan dan apa pun yang diajarkan yang membuat pertobatan tidak perlu, itu pasti salah. Ini yang pasti terjadi kalau Saudara mendengarkan ajaran yang menekankan anugerah Tuhan yang besar, Tuhan tidak peduli siapa engkau, ini menekankan anugerah secara berlebihan, Saudara sudah tahu ini kerusakan yang sama yang terjadi. Engkau tidak mensyaratkan perlunya bertobat. Gereja yang tidak mengharuskan jemaat bertobat adalah gereja yang perlu pertobatan. Dan jika dia tidak bertobat sendirinya, Tuhan akan buang. Dan Martin Luther mengingatkan ini dalam 95 tesis. Ini masih berbicara untuk kita sekarang. Apakah Saudara diingatkan untuk kembali bertobat? Apakah Saudara memunyai serangkaian hidup yang dipersembahkan ke Tuhan yang Saudara sadari bahwa Saudara masih perlu perbaiki ini itu di dalam kehidupan, apakah Saudara perlu bertobat atau Saudara dinyamankan dengan disumpel surat penebusan dosa? “ini ada surat penebusan dosa, masukan ke dalam mulutmu, sekarang kamu aman, sudah tidak perlu takut lagi, kamu sudah bayar, bebas”. Penerimaan palsu dari sebuah surat sekarang dicerminkan dalam hal lain.

« 3 of 4 »