Dalam Ibrani 12 dikatakan “kamu harus tahu perbedaan antara ibadah di Perjanjian Lama dengan ibadah di Perjanjian Baru”. Menurut Surat Ibrani, ibadah di Perjanjian Lama begitu menggentarkan sehingga orang yang datang ibadah menjadi begitu takut. Bagaimana dengan ibadah Perjanjian Baru? Saudara perhatikan tema paradoks yang diajarkan dalam Surat Ibrani, Perjanjian Baru tidak ada api, di dalam Perjanjian Baru tidak ada gunung yang menyala-nyala yang menakutkan. Di dalam Perjanjian Baru ada ibadah kepada Allah di dalam suasana Yerusalem yang baru, penuh perayaan, penuh sukacita. Perjanjian Lama menakutkan, Perjanjian Baru penuh sukacita. Tapi Saudara perhatikan nasihatnya, maka engkau harus benar-benar beribadah kepada Tuhan dengan takut, gentar dan hormat. Ini kalimat yang sepertinya sulit dipahami, Saudara dan saya harus lebih gentar beribadah kepada Allah dibandingkan Musa dan Israel. Padahal Musa dan Israel beribadah kepada Allah yang merupakan api yang menghanguskan. Mana yang membuat Saudara lebih takut, kalau tidak ibadah akan hangus atau ibadah yang menikmati keindahan persekutuan dengan Tuhan di Yerusalem yang baru? Tentu Saudara akan mengatakan jauh lebih baik yang kedua, yang pertama membuat kita beribadah dengan sangat takut, saya mau sujud kepada Tuhan, tapi saya takut dan gentar. Tapi di Perjanjian Baru saya akan menemukan Tuhan yang memberi sukacita begitu besar. Mana yang lebih menakutkan? Tentu yang pertama. Tapi Surat Ibrani mengatakan yang kedua akan lebih membawa kita memunyai kegenapan baik di dalam sukacita maupun kegentaran. Ini sesuatu yang sangat unik, di dalam ibadah Saudara akan mendapatkan sukacita yang melampaui sukacita Perjanjian Lama, ibadah di dalam Perjanjian Baru. Dan Saudara juga akan mengalami perasaan gentar dan takut yang lebih besar dari pada perasaan gentar dan takut di Perjanjian Lama. Mengapa semakin takut? Karena Tuhan baik. Ini semua penting untuk kita pahami, yang membuat kita gentar dan takut adalah kasih Tuhan. Kita dibuat gentar dan takut lebih besar oleh kasih Tuhan dari pada oleh ancaman murka Tuhan. Dan ini yang membuat ibadah di Perjanjian Baru begitu menakjubkan menurut Surat Ibrani. Maka di dalam Surat Ibrani dikatakan “kamu tidak datang kepada gunung yang dapat disentuh dan api yang menyala-nyala, kepada kekelaman, kegelapan dan angin badai. Bukan di Gunung Sinai yang terlihat dan mengerikan, kepada suara yang mengerikan sehingga orang Israel pun sangat tidak tahan ketika ada perintah. Bahkan ketika binatang pun menyentuh gunung, ia harus dilempari dengan batu”. Semua ketakutan, bahkan Musa pun ketakutan dan gemetar “aku sangat ketakutan dan sangat gemetar”, karena datang kepada api yang menyala-nyala dan gunung yang dikuduskan itu. Tapi ayat 22 mengatakan kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke Kota Allah yang hidup, ke Yerusalem sorgawi. Saudara dan saya beribadah bukan di Gunung Sinai, bukan di Yerusalem di bumi, bukan di mana-mana, tapi menghadap ke sorga. Mengapa menghadap ke sorga? Karena Surat Ibrani menjelaskan oleh sebab Kristus yang merupakan Imam Besar kita sekarang ada di sorga. Jadi Kristus yang adalah Imam Besar kita sekarang ada di sorga. Dia ada di sorga dan kita yang di bumi beribadah mengarah ke sorga. Hal yang sangat penting dari eskatologi kita, dan saya sangat bersyukur ini dirumuskan jelas sekali di dalam Pengakuan Iman Reformed Injili yang baru. Dikatakan bahwa pengharapan akhir kita bukan sorga, sorga tempat tunggu, pengharapan akhir kita adalah langit dan bumi yang baru. Kita tidak pergi ke atas ke sorga, sorga yang turun ke kita. Pengharapanmu bukan sorga, sorga bukan final, sorga adalah tempat menunggu. Finalnya di bumi yang baru, Tuhan akan datang kembali. “Kan Tuhan akan datang kembali untuk membawa kita ke tempatNya?”, iya, untuk nanti kita datang lagi. Ketika Tuhan datang dengan orang-orang kudusNya dan bumi akan penuh dengan kemuliaan sorga, itu yang kita pahami. Maka turunnya Yerusalem baru itu penting untuk kita pahami. Sekarang kita menghadap ke sorga karena Yerusalem baru masih di situ. Tapi Kitab Wahyu mengatakan Yerusalem yang baru itu akan turun, maka kalau kita tidak mengarah ke atas untuk menyembah Tuhan yang di sorga, Saudara tidak akan menikmati zaman yang baru ketika Yerusalem yang baru turun. Jadi kalau sekarang kita menyembah ke arah Yerusalem yang baru, waktu Yerusalem yang baru itu turun, Saudara akan menikmatinya karena dari sekarang sudah menyembah ke arah sana. Maka Saudara tidak perlu menyembah ke arah Yerusalem yang di bumi. Di dalam Kitab Ibrani dikatakan “kamu tidak datang kepada gunung yang kelihatan”, jadi gunung tidak kelilhatan adalah arah dimana kita menyembah, bukan Yerusalem, Allah tidak ada di Yerusalem di bumi, Allah sekarang ada di sorga. Bagaimana dengan Kristus? Kristus pun di sorga. Tuhan Yesus pernah bilang bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita secara kehadiran, Tuhan tidak pernah tidak hadir secara fisik, Tuhan menjanjikan kehadiran. Benar, tapi sebelum Dia datang kembali, Dia sudah memberikan Roh KudusNya sehingga kita dan Dia tetap tidak terpisahkan oleh karena ada Roh Kudus. Maka kita perlu beribadah kepada Tuhan, karena kalau kita tidak beribadah kepada Tuhan berarti kita akan membuat kesatuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus seperti terputus dalam praktek hidup kita. Hidup seperti terputus dari Kristus, namun kenyataannya kita sudah disatukan oleh Roh Kudus ke dalam tubuh Kristus. Surat Ibrani mengatakan “engkau datang menghadap sorga, bukan menghadap ke kota di bumi. Engkau tidak melihat tempat ibadahmu menjadi Yerusalem yang baru itu. Engkau tidak melihat hamba Tuhan sebagai Yerusalem yang baru”. Tapi melalui tempat ibadah, melalui tempat persekutuan orang percaya, melalui hamba Tuhan, melalui sesama orang percaya, Saudara menikmati sorga saat ini. Tidak ada cara untuk menikmati sorga lebih besar dari pada ketika Saudara datang beribadah. Waktu Saudara beribadah, Saudara menyembah Allah Tritunggal, Saudara datang kepada Dia dan dari situ Saudara memahami yang Saudara sembah adalah Allah yang hidup, ini dikatakan di ayat 22, dan Saudara menyembah di dalam kumpulan yang meriah bersama dengan ribuan malaikat. Saya sangat tergerak sekali ketika mempelajari para malaikat, dikatakan bahwa malaikat adalah ciptaan Tuhan yang begitu penuh dengan makna ketika mereka hadir. Salah satu yang dikerjakan oleh para malaikat adalah menyatakan kemuliaan Tuhan tapi dengan cara yang reduktif. Tuhan begitu mulia, malaikat menunjukan kemuliaan Tuhan dalam level yang lebih rendah, sehingga ketika Saudara menghadap malaikat, Saudara mendapat cicipan kemuliaan Tuhan. Tapi Surat Ibrani mengatakan engkau tidak perlu melihat malaikat untuk menikmati cicipan itu, engkau sekarang sudah menghadap Allah yang hidup melalui ibadahmu. Dan ayat ke-23 mengatakan “kepada jemaat anak-anak sulung yang namanya terdaftar di sorga dan kepada Allah yang menghakimi semua orang”. Ayat 24 “dan kepada darah percikan yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”. Saudara bisa melihat di sini ada gambaran tentang Allah Tritunggal, “engkau beribadah kepada Allah yang di sorga dan beribadah kepada Yesus Kristus. Engkau datang ke Bukit Sion”. Siapa yang bisa membawa kita datang? Roh Kudus. Saudara dan saya dibawa oleh Roh Kudus beribadah menghadap Allah Tritunggal. Dan waktu Saudara beribadah menghadap Allah Tritunggal, Saudara menyadari bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang bisa membuat kita satu dalam komunitas, satu dalam persekutuan, dan satu dalam relasi. Ini keindahan yang luar biasa besar.

1 of 4 »