Lalu pengertian yang negatif dari kata “takjub”. Takjub itu meliputi variasi emosi perasaan. Misalnya begini, takjub itu keren, “khotbahnya berapi-api, saya rasanya terbakar”, seperti habis retret, bagaikan hidup suci satu dua hari, setelah itu biasa lagi, balik lagi, yang penting jangan lebih jahat dari sebelum ikut retret itu kegagalan besar. Tapi biasanya setelah kita datang, berapi-api, terpengaruh, yang bertahan beberapa saja. Atau variasi pengertian kata “takjub” lainnya, “Wah khotbahnya bagus, keren, kreatif” atau “Bapak ini lucu sekali, kita ngakak terus.” Tetapi kata takjub ini kehilangan satu esensi yang penting yaitu berbicara mengenai komitmen untuk melakukan suatu hal dalam ketaatan dan kesetiaan. Sekali lagi, orang bisa terpukau, orang bisa mengatakan “khotbahnya keren”, bisa tepuk tangan. Seperti nonton stand-up comedy juga sama, tapi nonton komedi itu mempengaruhi hidup tidak? Lumayan, hari pertama ketawa-ketawa, bahagia. Tapi mempengaruhi hidup secara esensi tidak? Tidak. Ada yang bertobat setelah mendengar komedi? Tidak ada orang yang bertobat setelah mendengar komedi. Ada yang jadi lebih kudus hidupnya setelah menonton komedi? “Saya harus hidup kudus” “Kamu habis nonton apa?” “Komedi”, tidak ada. Tidak pernah terjadi orang ambil keputusan penting dalam hidup setelah nonton komedi. “Saya tidak boleh lagi korupsi, tidak boleh kompromi.” Setelah nonton komedi? Tidak bisa. Habis bergosip bisa mengambil keputusan? Juga tidak. Cuma satu yang bisa membuat keadaan itu terjadi yaitu kalau mendengar firman yang punya otoritas, itu mempengaruhi hidup. Selain itu tidak ada yang bisa mempengaruhi hidup kita, tidak ada pertobatan, tidak ada penyesalan, tidak ada komitmen. Sekali lagi orang-orang ini dianggap multitude, jadi banyak orang yang ikut Tuhan Yesus itu tepuk tangan seakan-akan mau menyatakan, “Ini sungguh luar biasa, ini pengajar hebat, lebih dari Ahli Taurat kami”, muncul pujian seperti ini dan segala macam lainnya. Tetapi yang paling menyedihkan, bagian firman Tuhan berikutnya menyatakan bahwa mereka tidak ada komitmen untuk ikut Kristus, ini menyedihkan. Coba bayangkan bahkan Kristus sendiri yang luar biasa pengajaran-Nya, tidak banyak murid-Nya, tidak ada yang ikut. Sekarang apa yang kita pikirkan? Jangan bahagia kalau banyak orang ramai kumpul. Bersukacitalah karena ada yang bertobat itu poinnya. Kalau kumpul ramai-ramai, tapi kalau tidak ada pertobatan, tidak ada hidup suci, Tuhan tidak berkenan dengan perkumpulan itu. Tuhan mau lihat hati yang hancur dan remuk, Tuhan mau lihat pertobatan, Tuhan mau lihat komitmen hidup, inilah yang Tuhan tidak pandang hina, yang lain tidak perlu ada. Sekali lagi ini sesuatu hal yang kita gumulkan. Mengapa kita bisa ambil kesimpulan pada akhirnya sedikit sekali yang ikut Kristus, bahkan di dalam beberapa perikop ini. Sekarang kita lihat pasal 5-7 itu discourse unit yang berbicara mengenai Khotbah di Bukit dan kemudian pasal 8-9 itu adalah menyatakan otoritas Kristus sebagai Mesias. Dan oleh sebab itu, tidak heran di dalam bagian ini dipenuhi dengan banyak sekali mujizat. Karena mujizat itu mengikuti apa yang Kristus sudah nyatakan dalam pengajaran yang berotoritas. Sekarang mujizat yang terjadi di dalam pasal 8-9 itu mengkonfirmasi bahwa Dialah Sang Mesias. Mujizat itu terjadi menyatakan bahwa Yesus Kristus ini adalah penggenapan dari seluruh nubuatan Perjanjian Lama. Jangan sembarangan kita klaim mujizat, mujizat itu selalu ada konteksnya. Kalau di luar konteks itu jadi liar, orang melakukan KKR penyembuhan, kita ini bukan membuat bakti sosial, yang sakit semua datang. Kita ini bukan dalam konteks rumah sakit. Mujizat itu adalah menyatakan kuasa Kristus, jadi itu bukan jualan. Saudara sudah baca pasal 8-9, ini natur nubuatan digenapkan di dalam otoritas Kristus. Sekarang kita lihat, pasal 8:1, “Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia.” Waktu selesai khotbah masih banyak yang ikut Yesus, mereka masih tertarik dengan apa yang dilakukan Yesus. Ternyata Yesus menyembuhkan sakit kusta, luar biasa. Bukan hanya berotoritas tapi juga mujizat luar biasa. Lalu ayat 5, “Yesus masuk ke Kapernaum dan kemudian menyembuhkan hamba seorang Perwira”, orang-orang yang sama ikut dan masih takjub luar biasa. Ayat 14 juga sama, Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus. Nanti kalau kita lihat ayat 23, angin ribut diredakan, orang kerasukan disembuhkan, orang lumpuh sembuh, anak kepala rumah ibadat sembuh, orang buta sembuh, orang bisu sembuh, dan seterusnya di pasal 9.

« 5 of 6 »