Hari ini kita akan merenungkan firman Tuhan, kita akan berbicara sekali lagi kelanjutan dari Khotbah di Bukit. Mari kita membaca dari Matius 8:1-4, “Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata, ‘Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.’ Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata, ‘Aku mau, jadilah engkau tahir.’ Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya, ‘Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Ini adalah bagian awal di dalam Injil Matius. Kita sudah melihat satu perikop panjang dari Matius 5 dan Matius 7. Kita melihat bahwa Matius 5-7 ini adalah penggambaran otoritas Kristus bukan saja lebih besar dari Musa, tetapi bahkan menyatakan otoritas Allah sendiri, itu penting sekali. Karena kita tahu bahwa Musa naik dan menerima 10 Hukum di Sinai. Sekarang Kristus naik dan menyatakan sepuluh ucapan bahagia. Kita sudah merenungkan bagian ini dan saya akan menyoroti hal yang penting lagi. Sebagaimana orang Israel punya hukum Taurat untuk hidup di Tanah Perjanjian yang menyatakan mereka adalah umat Tuhan yang sejati, demikian juga Khotbah di Bukit dan seluruh pengajaran rangkuman pengajaran ini. Inilah intisari yang menyatakan bagaimana orang seharusnya hidup di dalam Kristus, lalu ditutup dengan kesan pendengar atau respons, ini kita sudah bahas juga.

Matius 7:28-29, ayat 29, “Sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka.” Jadi ini menyatakan kuasa yang berbeda. Tiba-tiba Kristus muncul dan tentu saja ini menggetarkan, menggemparkan seantero Israel pada hari itu. Siapa yang bisa menafsirkan dan bahkan di dalam bagian sebelumnya kalau Saudara baca pasal 5-7, Dia mengatakan, “Ada tertulis demikian, tetapi aku mengatakan demikian demikian kepada kamu.” Itu tidak lazim formulanya. Biasanya rabi ini mengatakan begini, rabi itu mengatakan begini, tapi Kristus menyatakan otoritas yang berbeda, karena Dia mengetahui apa yang benar karena Dia sendiri adalah kebenaran. Oleh sebab itu, Firman Tuhan berkuasa karena mengacu kepada diri-Nya sendiri, itu Firman Tuhan. Kalau kita mau tahu bagaimana mungkin saya sebagai manusia memiliki kuasa dalam hidup? Jawabannya adalah kalau kita menghidupi Kristus, karena waktu menghidupi Kristus itu kita menghidupi kebenaran dan Kristus itulah pernyataan kuasa-Nya. Jadi sekali lagi, waktu kita mengatakan apa yang benar, kita tidak kompromi, di situ ada kuasa. Karena itu menyatakan Kristus sendiri sebagai Sang Benar. Benar itu bukan konsep abstrak. Di dalam kekristenan kita tahu kebenaran itu personal, siapa itu? Kristus. Kalau kita mengajarkan kebenaran kepada anak, nanti di dalam pertumbuhan dan perkembangan itu akhirnya kita mengenalkan Sang Benar itu siapa. Sekali lagi, kita mengantarkan anak kita sekolah, dia belajar segala macam, sebetulnya paling puncak itu adalah mengenal siapa yang benar, siapa kebenaran itu. Sama nanti kita bicara mengenai suci, suci itu bukan abstraksi, suci itu personal. Kristus yang suci, Allah itu adalah Allah yang kudus. Nanti kita bicara cinta, love, itu semua bicara mengenai personal. Jadi jangan membuat hal-hal ini seperti abstrak dan tidak ada model. Love itu ada modelnya, cinta itu ada modelnya. Dan itu berbicara mengenai Allah sendiri, Allah adalah kasih dan seterusnya. Jadi kalau kita bicara, ini adalah satu pernyataan di dalam rangkaian Khotbah di Bukit itu menyatakan bahwa Dia memiliki otoritas, seakan-akan mengatakan, “Kamu baca ini dan Aku mengatakannya kepadamu.” Ada kuasa di sini karena berbicara kebenaran.

Di dalam bagian ini kita melihat pada akhirnya dibandingkan dengan seluruh pengajar-pengajar Israel. Semuanya berbeda, karena orang Israel, ahli-ahli Taurat atau orang Farisi, mereka itu menafsirkan firman Tuhan tidak sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Dan ini adalah peringatan bagi kita, di satu sisi harus hati-hati dalam mengutip ayat. Kadang kita kalau ngobrol-ngobrol sama orang tertentu, sepertinya menguasai sekali, tiba-tiba comot ayat di sini, nanti kutip ayat sana. Salah satunya adalah Saksi Yehova. Saudara kalau mengobrol dengan mereka, bisa tiba-tiba banyak kutip ayat. Tetapi coba kalau kita telusuri satu per satu, perikop demi perikop, mereka akan loncat ke tempat lain. Mereka tidak akan tahan membahas satu perikop yang sama. Ambil contoh di dalam Kejadian 1:2, “Dan Roh Allah melayang-layang,” mereka mengatakan ini tenaga aktif Allah. Tetapi kalau kita bahas satu per satu, mereka tidak akan tahan, karena mereka tidak mempelajari apa yang benar. Seperti dalam Kejadian 1:2 ada “tenaga aktif Allah”, siapa yang terjemahkan begitu? Di dalam sejarah penafsiran Alkitab tidak pernah ditulis tenaga aktif Allah, tidak ada kata tenaga, tidak ada kata aktif di dalam bahasa asli, adanya Roh Allah. Jadi kalau kita lihat pengajar-pengajar Israel juga seperti itu, mereka menafsirkan bagian Alkitab secara sembarangan dan memberikan banyak law sehingga kelihatannya merekalah orang yang menguasai Alkitab. Jadi gambaran seperti ini, kalau kamu mau hidup sebagai orang Yahudi sejati dengarkanlah kami. Sehingga orang atau umat Israel tidak memiliki akses kepada firman Tuhan. Ini adalah sesuatu hal yang ironis kalau ini sekali lagi terjadi di dalam zaman kita.

1 of 7 »