- Surat Roma
- 12 Nov 2019
Sunat Hati
Paulus membagikan tema yang sebenarnya sudah sangat lama ada yaitu tema yang sudah ada di Kitab Suci dari Kitab Ulangan. Di dalam Ulangan 10 misalnya, Tuhan mengatakan bahwa Tuhan ingin orang Israel bersunat hati. Supaya apa? Di dalam Ulangan 10 dikatakan supaya engkau tidak tegar tengkuk, supaya engkau tidak keras di dalam kehidupan lamamu. Ini hal pertama yang dinyatakan dalam Kitab Ulangan mengenai sunat hati. Jika engkau bersunat secara fisik namun tidak bersunat hati, Tuhan akan membuang kamu. Tapi jika engkau memunyai hati yang bersunat, maka engkau akan hilangkan tegar tengkukmu, itu Ulangan 10. Lalu di Ulangan 30, Tuhan menyatakan lagi tema ini yaitu sunat hati. Di dalam Ulangan 30 Tuhan mengatakan “Aku akan sunat hatimu, supay aengkau memapu mengasihi Tuhan”. Jadi Ulangan 10 mengatakan jika engkau tidak sunat hati, engkau akan tegar, engkau akan terus-menerus hidup di dalam cara yang lama. Ini ada konteks juga di dalam Kitab Ulangan, Musa sedang menegur kekerasan hati orang Israel yang tidak bisa meninggalkan kebiasaan di Mesir. Mereka terus-menerus ingat Mesir, bahkan berhala Mesir pun menjadi berhala yang mereka bentuk lalu mereka katakan “ini adalah tuhan”. Musa mengerti ketegaran hati orang Israel dan dia mengatakan “satu-satunya cara supaya ketegaran hatimu bisa hilang adalah kalau kamu bersunat hati”. Demikian di dalam Ulangan 30 “jika kamu mendapatkan anugerah Tuhan, Tuhan akan menyunat hatimu dan engkau akan mencintai Tuhan. Engkau akan mengasihi Tuhan dengan segenap dirimu, segenap kekuatanmu, segenap gairahmu, segenap kesenanganmu, segenap dirimu”. Ini yang diulangi oleh Yeremia, di dalam Yeremia 4, Yeremia menyatakan hal yang sama. Yeremia mengatakan “sunat hatimu bukan tubuhmu. Sunat hatimu bukan fisikmu”. Jadi ini bukan tema Kristen. Sunat secara hati adalah hal yang Tuhan mau ada pada Israel. Jadi Paulus tidak sedang mengatakan sesuatu yang baru atau aneh, tapi dia sedang mengatakan yang para Kristen dan juga kelompok penganut agama Yahudi yang sudah ketahui. Sunat bukan sekedar fisik, sunat adalah yang berkait dengan menghilangkan hati yang lama kemudian meletakan hati yang baru. Nanti di Yeremia juga digenapi bagaimana Tuhan menyunat hati yaitu dikatakan bahwa Tuhan akan memberikan perjanjian baru. Yang dimaksud perjanjian baru bukanlah PB, yang Tuhan maksudkan adalah kalau dulu huruf-huruf dari Tuhan tertulis di batu, “termasuk batu hatimu”, itu sindirannya. Maka di perjanjian yang baru ini Tuhan akan membuat kamu mendapatkan pengenalan akan Tuhan melalui firman yang erukir dalam hatimu, loh hati. Sehingga kamu besar atau kecil, tua atau muda, tidak perlu lagi dipaksa untuk kenal Tuhan, diajar dengan cara yang sangat keras. Tapi kamu dengan sukacita mengenal Dia. Jadi Saudara lihat ada perubahan hati dan itu disimbolkan dengan sunat. Banyak dari kita yang mengatakan “kalau sunat hati, saya mengerti. Hati yang lama dibuang, hati yang baru dinyatakan”. Tapi saya masih sangat aneh dengan konsep sunat dari Perjanjian Lama, mengapa mesti ada sunat? Sehingga kita berkata “di Perjanjian Lama kan Tuhan berikan syarat yang sulit supaya orang mensyukuri anugerah di dalam Kristus”. Kalau dulu banyak sekali aturan, sekarang tiba-tiba aturannya hilang, sehingga kita mengatakan “puji Tuhan saya hidup di dalam zaman Kristus, sehingga saya tidak perlu mengikuti hal-hal yang rumit”. Kalau yang lama adanya peraturan menggelikan dan sangat sulit dijelaskan, tapi di Perjanjian Baru hanya ada peraturan kasih”. Tapi kita akan salah mengerti karena di dalam Perjanjian Baru, segala hal yang diajarkan di Perjanjian Lama itulah yang digenapi oleh Kristus. Jadi saya sangat berharap kita bisa melihat keindahan, kaitan antara tema-tema di dalam Taurat dengan Kitab Nabi-nabi dan juga di dalam Kitab Perjanjian Baru.
Perjanjian Baru tidak mengajarkan yang baru dan membuat yang lama itu hilang. Seorang teolog Belanda yang bernama Herman Bavinck pernah mengatakan di dalam hati kita ini bisa jatuh ke dalam dosa dari kelompok Marcion. Marcion adalah bidat yang mengatakan bahwa Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang jahat, Allah yang berkuasa dengan sewenang-wenang. Tapi puji Tuhan ada Allah yang baru yang mengirim Kristus untuk menyatakan bahwa perjanjian baru sudah tiba, Bapa yang penuh kasih sudah menang. Ajaran itu bidat luar biasa. Ajaran itu sudah dikutuk dan ditentang oleh gereja. Tapi Bavinck mengatakan “kita memang mengutuk dan menentang ajaran Marcion, tapi di dalam level yang kecil kita masih anut”. Kita masih melihat superioritas Perjanjian Baru dari Perjanjian Lama. Kita masih lihat Perjanjian Baru kalau dibaca itu relevan sekali dengan hidup, sedangkan Perjanjian Lama isinya begitu banyak hal aneh. Perjanjian Baru adalah perjanjian anugerah, sedangkan Perjanjian Lama adalah perjanjian yang ketat dan keras. Demikian juga tema-tema Perjanjian Baru sebenarnya tema-tema Perjanjian Lama yang disoroti setelah ada penggenapan di dalam Kristus. Sehingga (mungkin ini yang lumayan mengerikan) Saudara dan saya akan sulit menghargai kelimpahan Kristus kalau kita tidak membaca tenang Kristus sebagai penggenapan dari ajaran Perjanjian Lama, termasuk ajaran sunat.
Itu sebabnya kita tidak bisa mengatakan sunat itu miliknya agama seberang, kita tidak ada sunat. Lalu kita mulai menghina “masa ada agama yang main potong-potong? Sudah bagus dicipta, kemudia dipotong, mengerikan sekali”. Kalau Saudara mengerti konteks dari Perjanjian Lama, Saudara akan mengerti mengapa tema sunat itu indah sekali. Dan sulit bagi kita untuk menikmati kelimpahan Injil, kecuali kita memaknai sunat dengan benar.
- Surat Roma
- 12 Nov 2019
Apakah kita sudah berlaku adil pada sesama?
Kita sudah membahas mengenai Taurat dan kefasikan orang-orang yang beragama. Kita sudah membahas bagaimana orang-orang yang mengatakan “jangan mencuri”, sendirinya mencuri, “jangan berzinah” sendirinya berzinah”. Dan kita sudah membahas konteks dari pencurian dan perzinahan ini adalah perampokan rumah berhala. Ada kelompok ekstrismis Yahudi yang bekerja sebagai gerombolan untuk membakar, menghancurkan bait-bait atau kuil-kuil dari agama lain. Mereka hancurkan patung-patung berhala, bahkan mereka mungkin membunuh imam-imam yang menyembah berhala itu dan mereka merampok harta di dalamnya. Lama-lama kelompok itu semakin besar dan akhirnya ditunggangi oleh orang-orang yang memang mau merampok. Mereka mau merampok tapi memakai alasan “kita melakukan pekerjaan kudus, kita mau hancurkan rumah berhala, kita mau bakar penyembah-penyembah berhala”, dan mereka menjadi perampok yang memakai kedok agama. Inilah konteks Paulus untuk menyindir orang Yahudi. Tentu tidak semua orang Yahudi seperti itu, tapi Paulus memunyai kebiasaan paling tidak di pasal 1 dan 2 untuk menyindir orang berdosa dengan memakai dosa paling besar, paling tidak dosa terbesar menurut pandangan umum. Dari zaman sebelum modern, yaitu zaman abad pertengahan atau pun zaman Alkitab, orang sering berargumen dengan memakai argumen yang diterima umum sebagai landasan. Seringkali orang-orang zaman itu, sampai pada zaman reformasi sebenarnya, memakai argumen seperti ini “kita sama-sama tahu bahwa ini adalah benar, maka saya berkata…”. Selalu harus ada pengetahuan yang dipercaya oleh kedua pihak, baru ada argumen lebih lanjut. Di dalam pasal pertama Paulus memakai argumen bahwa orang yang sangat berdosa, dia berdosa karena dia sudah meninggalkan Tuhan, dan karena dia sudah meninggalkan Tuhan maka menjadi orang yang secara seksual begitu rusak, melampiaskan hawa nafsu sehingga terjadi praktek homoseksualitas. Orang Yahudi pada waktu itu sama-sama tahu bahwa ini adalah dosa sangat besar. Terjadi di Kitab Kejadian, di Kota Sodom, juga terjadi di Kitab Hakim-hakim di sebuah kota di tanah Benyamin. Dari dua contoh kasus ini, orang-orang sama tahu bahwa penyimpangan seksual, homoseksualitas adalah dosa yang sangat besar. Maka Paulus memakai contoh ini baru dia berargumen “kamu semua sama berdosanya”, itu cara Paulus. Dia memakai contoh dosa paling besar setelah itu dia mengatakan “kamu pun tidak beda dengan mereka yang melakukan dosa ini”, itu sangat kena. Kalau dia hanya memakai contoh dosa-dosa kecil, agak sulit untuk membuat orang sadar bahwa dirinya berdosa. Seumpama saya mengatakan “anak saya pernah mencuri permen, sama seperti dia kamu pun berdosa”, Saudara tidak akan merasa tergerak “sama seperti anak bapak yang mencuri permen, lalu kenapa? Saya bisa bayar kembali permennya”. Tapi kalau Paulus mengatakan “sama seperti orang-orang ini penyembah berhala”, orang-orang Israel mengatakan “iya penyembah berhala, saya muak dengan mereka”. “Dan mereka begitu gawat hidupnya, sehingga mereka melakukan praktek homoseksual”, orang Yahudi semakin marah dan mengatakan “benar, ini memang dosa yang sangat besar”. Lalu Paulus mengatakan “tapi kamu juga sama, kamu pun pelanggar hukum Taurat”, ini kena. Demikian juga di pasal 2, Paulus mengatakan “kamu yang mengatakan jangan mencuri, kamu sendiri mencuri. Yang mengatakan jangan berzinah, kamu sendiri berzinah. Yang mengatakan jangan menyembah berhala, kamu sendiri merampok rumah berhala”. Ini Paulus katakan untuk mengingatkan kelompok-kelompok liar ini, gerombolan-gerombolan yang suka merampok bait atau kuil dewa lain, dan mereka melakukannya demi uang. Mereka dianggap kelompok penyembah berhala yaitu uang, dan mereka melakukan pencurian, perampokan, dan pembunuhan demi uang tapi pakai kedok agama, jahat sekali. Maka Paulus mengatakan “sama seperti mereka, kamu juga berdosa”, itu argumennya Paulus. Setelah Paulus mengatakan “kamu yang mengatakan jangan mencuri tapi kamu sendiri mencuri, jangan berzinah tapi kamu sendiri berzinah. Kamu yang mengatakan jangan menyembah berhala, kamu sendiri menyembah, merampok rumah berhala”.
- Khotbah
- 12 Nov 2019
Kita pembawa pesan Tuhan
Saya harap setelah mendengar khotbah ini, Saudara bisa membaca dengan teliti Maleakhi hanya 4 pasal, dan Saudara bisa melihat gambaran yang lebih besar. Maleakhi kalau saya gambarkan bisa seperti tukang potret, dari pasal 1-4 dia seperti tukang potret, seorang jurnalis yang memotret kondisi kehidupan umat Tuhan. Yang dipotret ternyata bukan satu jenis orang saja, tapi jenis-jenisnya cukup banyak yaitu range dari imam, pemimpin, sampai kepada orang awam atau rakyat biasa. Dan zaman Maleakhi adalah zaman Israel pulang dari Babel, jadi setelah Israel dibuang ke Babel selama 70 tahun maka mereka pulanga tau dipulangkan oleh Tuhan ke Tanah Perjanjian kembali. Ada beberapa periode kepulangannya yaitu ada pada zaman Zerubabel, ada Ezra, diteruskan dalam zaman Nehemia. Ada beberapa hal besar yang terjadi setelah mereka pulang yaitu membangun kembali Bait Allah, diajar oleh Ezra, seorang yang kompeten mengajar Alkitab dan kemudian ketika zaman Nehemia ditutup dengan pembangunan tembol Yerusalem, sehingga kota mereka terjaga baik kembali. Tapi hal ini ternyata kalau kita membaca Maleakhi, kita akan menemukan potret yang cukup sinis, memotret kehidupan-kehidupan dengan potret-potret yang penuh dengan sindirian. Saudara kalau pernah melihat pameran foto, Saudara akan melihat beberapa jenis foto yang ditampilkan, foto itu berupa deskriptif atau berupa foto yang menggugah sesuatu, atau foto itu sedang menyampaikan kritik sosial. Dan yang kita jumpai dalam Maleakhi ini adalah foto kritik sosial, karena sebenarnya orang-orang yang pulang dari Babel adalah orang-orang yang punya tekad cukup besar untuk mengambil satu komitmen tidak menyembah berhala. Maka kalau Saudara lihat dalam Maleakhi, nanti semua percakapan ini tidak ada satu pun yang Tuhan singgung tentang dosa yang sama yaitu menyembah berhala. Tapi ternyata potret sindiran ini masih bisa ditemui karena ternyata kondisi ini sangat parah, yaitu orang-orang yang kembali ini ternyata tidak seperti yang diharapkan. Mungkin juga mereka menghadapi kondisi yang tidak diharapkan. Jadi waktu mereka pulang ke Yerusalem, mereka berharap ada pemulihan besar-besaran, karena Tuhan sudah menghukum mereka 70 tahun di Babel, maka waktu pulang ekspektasinya paling tidak mereka bisa membangun kembali kerajaan yang besar, mungkin seperti zaman Salomo, karena dijanjikan ada anak Daud yang bertahta selama-lamanya. Tapi faktanya mereka hanya melihat reruntuhan, orang-orang kelas bawah yang ditinggal karena Babel hanya mengambil orang-orang yang bagus, orang sehat, orang pintar, orang yang sudah dipilih, dan yang ditinggal hanya orang-orang sisa. Dan orang-orang sisa ini pasti adalah orang yang pendidikannya tidak bagus, semua tidak bagus, sehingga terjadi kekacauan yang cukup besar. Sehingga mereka menghadapi hidup yang sulit juga ketika pulang dari Babel. Mereka menghadapi tanah-tanah mereka diperebutkan orang, mereka menghadapi situasi politik dan ekonomi yang cukup kacau, mereka menghadapi orang-orang yang “masih saja, meskipun sudah dihukum Tuhan selama 70 tahun, masih campur dengan berhala yang lain”, masih ada juga di situ. Jadi waktu mereka pulang, mereka menghadapi hal-hal seperti ini sehingga mereka kehilangan pesan utama yang Tuhan mau mereka bawa ketika pulang kembali dari pembuangan.
Hagai 1: 6-11, ketika mereka pulang, mereka sebenarnya adalah sekumpulan orang yang seharusnya membawa message dari Tuhan. Ketika mereka pulang, mereka disuruh membangun kembali Bait Allah dan message-nya adalah Tuhan sudah mengampuni umatNya, Tuhan sudah tidak marah lagi, Tuhan sudah memulihkan umatNya sesuai janjiNya. Maka ini adalah message yang sangat penting yang seharusnya menjadi fokus utama dari bagaimana orang Israel yang pulang ke Yerusalem ini menghidupi hidupnya. Jadi waktu mereka melihat Yerusalem kacau balau, hancur-hancuran dan mereka juga mengalami kesulitan, mereka harusnya tidak lupa message ini, karena untuk itulah mereka dipulangkan kembali ke Yerusalem dan untuk mengerjakannya. Tapi ternyata kalau kita tidak mengerti fokus yang jelas, message apa yang ada di dalam hidup kita, kita akan mudah terdistraksi oleh situasi. Mereka melihat Yerusalem kacau, menanam tapi tidak keluar hasilnya, dan sebagainya, mereka melihat kesulitan. Secara real, ekonomi, politik, keamanan dan lain-lain, tapi ketika mereka melihat semua itu lebih besar dari pada message utama mereka dipulangkan ke Yerusalem, maka mereka akan menghidupi sesuai dengan apa yang mereka pikir jalannya sendiri. Oleh karena itu Tuhan mengirimkan Nabi Hagai untuk menegur mereka, mengingatkan kembali “Kamu mau mengikuti agendamu sendiri, kamu tabur, tidak pernah ada yang muncul. Kamu lakukan ini tidak ada hasilnya. Kamu makan, tidak sampai kenyang”, karena bukan untuk itu mereka dipulangkan ke Yerusalem. Mereka dipulangkan ke Yerusalem untuk mereka membangun kembali rumah Allah, untuk mereka menyatakan kembali bahwa Tuhan berkuasa, Allah sudah tidak marah lagi, Allah bisa mengampuni umatNya, Allah bisa memelihara umatNya dan Allah mau menyatakan kemuliaanNya. Di dalam zaman itu bagaimana caranya? Lewat mendirikan kembali rumah Tuhan yang sudah menjadi reruntuhan. Ketika Babel menyerang Yerusalem, rumah Tuhan hancur, maka orang bisa melihat Allah Israel sudah kalah, Allah Israel sudah mati, semua perkakas sudah diangkut dan tidak terjadi apa-apa, orang Babel aman-aman saja. Maka orang-orang bisa menganggap bahwa Allah Yehova sudah mati. Tapi ketika 70 tahun sudah berlalu dan mereka dipulangkan kembali, bukan karena mereka mengadakan pemberontakan lalu mereka terpaksa dipulangkan. Tapi tiba-tiba ada Raja Persia yang mengambil keputusan “kamu boleh pulang, bawa apa saja untuk kembali ke Yerusalem”, dan itulah anugerah Tuhan memulangkan mereka. Maka setiap hidup kita ada message dari Tuhan yang harus kita sampaikan. Hidup kita kalau tidak jelas fokusnya, message apa yang harus disampaikan, kita akan mudah terdistraksi oleh realita hidup. Dan memang itu realita hidup, realita kesusahan keuangan, kesulitan ini dan itu, macam-macam. Tapi kalau kita belajar di dalam Kitab Maleakhi ini kita akan melihat ternyata orang yang tidak punya fokus utama menjalankan message yang Tuhan sampaikan, yang Tuhan percayakan kepada kita sebagai umat atau pun sebagai orang satu per satu maka hidupnya pun akan porak-poranda. Saudara akan berkahir di dalam ekspresi iman yang apatis dan minimalis. Itu semua bisa Saudara baca di dalam Kitab Maleakhi. Tuhan mau mereka membawa satu message dan hidup kita punya satu tujuan, menyatakan message itu kepada dunia ini. Ketika mereka pulang, membangun Bait Allah, apa message-nya? Tuhan bertahta kembali. Ketika mereka membangun Bait Allah seharusnya mereka ingat Kitab Yesaya, Yesaya pernah mengatakan “ini nanti akan dihancurkan, kalau sisa akan dihancurkan lagi sampai tinggal sedikit kaum sisa”, bukankah kaum sisa ini harusnya menjadi kaum sisa yang mereka mengerti yaitu mereka pulang dari Babel, mereka adalah kaum sisa yang akan menantikan Mesias. Yesaya sudah mengatakan “nanti akan ada tunggul Isai, dari situ akan memancar yang baru”, dan bukankah mereka kaum sisa? Tapi ketika mereka sampai ke dalam Yerusalem, mereka lupa bahwa mereka adalah kaum sisa. Mereka lupa mereka ditentukan untuk itu message-nya mereka dipulangkan. Dan kemudian mereka tidak mempersiapkan diri menyambut Mesias. Dan ini yang terjadi di dalam Maleakhi. Maleakhi artinya adalah my messeger . Maleakhi, khi = akhiran i dalam Bahasa Ibrani adalah menyatakan kata ganri kepunyaan my, Maleakhi adalah my messeger. “Nabi yang dikirim adalah utusanKu untuk memberitahukan kepada utusanKu yaitu satu umat, menyatakan pesanKu”. Dan inilah yang ditegur keras oleh Maleakhi. Nanti Saudara bisa baca sendiri, kalimat-kalimatnya sangat mengerikan. Di dalam Maleakhi 2, Tuhan mengatakan “Aku kalau bisa melemparkan kotoran, Aku akan melemparkan kotoran ke mukamu”, karena orang Israel sudah tidak tahu lagi untuk apa mereka hidup dan tidak tahu lagi message apa yang harus mereka sampaikan. Dan ini adalah teguran yang sangat keras.
- Surat Roma
- 24 Oct 2019
Hati-hati pada Pembenaran Diri
Di dalam ayat-ayat yang sudah kita baca, Paulus memberikan hantaman kepada orang-orang Yahudi terutama di dalam kasus perampokan rumah berhala. Jadi dalam ayat ini Paulus menekankan tentang peran orang-orang Yahudi di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia. Baik orang Yahudi maupun bangsa-bangsa di dunia sudah mempunyai hati nurani yang seharusnya peka akan Tuhan. Namun orang Yahudi memunyai kelebihan karena Taurat itu mengajar dengan detail bagaimana manusia harus hidup. Hati nurani memberikan kepada kita peringatan, arahan, dorongan, tetapi tidak pernah ada statement detail dari hati nurani mengenai bagaimana kita harus beribadah kepada Tuhan atau bagaimana kita harus berlaku terhadap kasus ini atau itu, sehingga tidak mungkin ada sebuah bangsa yang didirikan hanya berdasarkan hati nurani. Sebuah bangsa harus didirikan berdasarkan hukum. Dan di dalam ayat yang kita sudah baca, Paulus menegaskan kembali pentingnya Taurat di dalam kehidupan bangsa Israel. Bangsa Israel perlu Taurat supaya mereka boleh menjadi pengajar bagi bangsa-bangsa lain juga. Sehingga mereka menjadi bangsa yang menunjukan bagaimana hidup bermoral karena ada hukum yang baik itu seharusnya dijalankan. Apakah sebuah bangsa bisa disebut bermoral kalau penuh dengan koruptor? Tentu tidak. Apakah sebuah bangsa bisa disebut bermoral kalau pemimpinnya adalah pemimpin yang otoriter dan memakai semua sumber daya yang ada di bangsa itu untuk dirinya sendiri? Tentu tidak. Di dalam Taurat diberikan pembatasan untuk kuasa raja. Tentu kita bisa selidiki selain Taurat ada juga aturan-aturan lain yang pernah melakukan pembatasan terhadap kuasa raja, tapi pembatasan di dalam tradisi raja-raja sebelumnya, bukan pembatasan aturan kepada seorang raja. Di dalam tradisi Persia, bahkan Asyria Kuno misalnya, seorang raja tidak boleh bertindak melawan tradisi raja-raja sebelum dia. Tapi Taurat memberikan hal yang beda, Taurat mengajarkan bahwa seorang raja tidak boleh terlalu menginginkan uang, tidak boleh terlalu menginginkan koleksi kuda yang banyak, tidak boleh menekankan kekuatan yang ada di dalam istananya pribadi, tidak boleh menginginkan banyak istri, tidak boleh menginginkan harta untuk foya-foya. Itu aturan yang Tuhan nyatakan di dalam Taurat. Selain itu Taurat juga mengajarkan bagaimana orang harus diatur dalam level yang sangat sehari-hari. Bagaimana orang harus berlaku ketika berdagang, bagaimana mereka harus memunyai bijaksana ketika mereka hidup di tengah-tengah kelompok yang asing atau di tengah-tengah orang yang bukan Israel. Bagaimana mereka harus memperlakukan orang-orang miskin, dan lain-lain. Demikian juga Taurat mengatur pembebasan budak, segera setelah Tuhan menyatakan aturan di dalam ibadah. Ini benar-benar sesuatu yang menerobos, sampai abad ke-18 belum pernah ada tulisan yang seperti ini. Di dalam Taurat dikatakan setelah mengatur bagaimana beribadah, apa itu Sabat, segera sesudah itu langsung mengatakan “inilah pembebasan budak. Kalau budakmu sudah bekerja selama 6 tahun, pada tahun ke-7 dia boleh bebas”. Saudara pernah menemukan dokumen yang menyatakan hal seperti ini? Sulit, tidak ada. Apalagi di dalam zaman yang sama dengan Perjanjian Lama. Maka di dalam Kitab Suci diajarkan bagaimana orang seharusnya orang memperlakukan orang lain, dan itulah inti dari Taurat. Inti dari Taurat bukan sekedar aturan-aturan tak berguna yang banyak diberikan membingungkan orang, sehingga orang merasa perlu Kristus. Ini tradisi dari Reformasi yang saya pikir perlu dikritik, terutama dari Martin Luther. Apa itu Taurat? Taurat adalah aturan-aturan yang baik, tapi gunanya cuma membuat kita sadar tanpa Kristus kita tidak akan sanggup. Kita tidak perlu benturkan Kristus dengan Taurat, Paulus tidak melakukan itu di sini. Taurat sangat penting, karena Taurat harus dibaca secara simbolik dan juga sebagai aturan. Ini dua hal yang harus kita tahu. Taurat melukiskan kepada kita bagaimana kekudusan itu dipahami. Dan kedua, Taurat juga menunjukan kepada kita perintah yang langsung. Perintah langsung dan lukisan. Kita perlu punya jiwa seni sedikit karena saya pikir kita juga sangat bersifat penjelasan. Kita berpikir kalau ada penjelasan maka kita akan semakin mendapatkan keindahan, itu tidak tentu benar. Penjelasan akan membantu, tapi penjelasan tidak bisa menggantikan keindahan. Demikian juga Taurat tidak hanya memberikan penjelasan-penjelasan, tapi juga memberikan peraturan-peraturan yang sifatnya simbolik.
- Surat Roma
- 24 Oct 2019
Hati nurani yang menegur diri
Umat yang menjalankan Taurat dengan Tuhan yang memberikan Taurat. Hukum dan pemberi hukum yaitu Allah harus satu. Ini tidak dimiliki oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang berusaha untuk mengatur bangsanya dengan peraturan, tapi siapa berhak menentukan peraturan itu sangat tidak jelas. Ini yang menjadi pergumulan dari para pemikir yang kritis di dalam zaman Yunani, misalnya Protagoras. Protagoras terus mengkritik “dari mana peraturan?”, “peraturan dibikin oleh para orang bijak yang mengatur sebuah kota”. Orang bijak ini mendapat peraturan dari mana? Karena mereka lebih bijak dari yang lain. Tapi jangan-jangan peraturan ini adalah peraturan untuk memanipulasi orang lain, sehingga keuntungan diperoleh oleh mereka. Mereka membuat peraturan yang menguntungkan diri mereka sendiri, menguntungkan kelompok mereka sendiri. Ini kritik dari Protagoras yang selalu muncul di dalam sejarah setelah itu. Sehingga orang terus berpikir siapa yang boleh menentukan hukum, boleh membuat peraturan? Protagoras sampai pada kritik yang sangat tegas sekali, karena orang mengatakan “kami membuat peraturan berdasarkan suara dewa. Kami dapat firman dari dewa, kami mendapatkan pernyataan dewa. Sehingga aturan ini bukan aturan manusia, tapi aturan para dewa”. Protagoras mengatakan para dewa itu tidak perduli manusia, dan kalau pun mereka benar-benar ada, mereka punya dunianya sendiri. Protagoras meragukan kalau dewa-dewa itu ada dan cerita tentang dewa-dewa terlalu mencerminkan pergumulan dari manusia di dunia ini. Jadi mengapa mengatakan peraturan datang dari dewa kalau ternyata tingkah laku dewa mirip dengan tingkah laku kita?
Kalau begitu siapa yang boleh memberikan aturan? Paulus melihat kemungkinan yang sangat besar untuk memperkenalkan Injil. “Kamu tahu apa yang dipikirkan oleh orang Yahudi? Orang Yahudi memikirkan Taurat yang berasal dari hatiNya Tuhan”. Dan Tuhan beda dengan dewa-dewa yang lain, Tuhan tidak korup seperti dewa-dewa lain. Tuhan tidak jahat seperti manusia, Tuhan tidak curang seperti manusia, Tuhan tidak melanggar perjanjian seperti manusia, Tuhan tidak bercacat di dalam menjalankan apa yang Dia katakan, tidak seperti manusia. Jadi Tuhan beda dengan manusia, dan apa yang Tuhan atur untuk dimiliki oleh manusia, itu datang dari hatiNya. Dan di dalam teologi Perjanjian Lama, di dalam teologi orang Yahudi, mereka percaya bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dengan perhatian yang sangat besar. Di dalam 6 hari penciptaan, tiap hari Tuhan pakai perhatian yang sangat besar, Tuhan melibatkan ciptaan, Tuhan anggap ciptaan itu serius. Kalau Saudara baca Kejadian 1, Saudara akan melihat cerita yang jauh berbeda dengan kisah penciptaan dari negara mana pun, dari budaya mana pun, dari mitologi mana pun. Orang Yunani percaya dewa-dewa menciptakan dunia ini setelah merebutnya dari kelompok titans, lalu membangkitkan manusia untuk menjadi pembantu. Tapi tidak ada cerita seperti itu di Kitab Suci, Tuhan datang untuk membebaskan umatNya bukan untuk menjadikan mereka pembantu. Maka Alkitab menggambarkan tentang Tuhan yang sangat peduli ciptaan, yang punya tujuan di dalam menciptakan dan tujuan itu adalah kebaikan manusia. Itu sebabnya tema human flourishing, kebaikan manusia, manusia yang hidup dengan sempurna, meskipun didengung-dengungkan orang Yunani, tapi tidak pernah ada hasil di dalam pemikiran Yunani. Tidak pernah ada kejelasan bagaimana manusia bisa hidup sempurna. Tapi ini yang diberikan oleh Perjanjian Lama, Tuhan begitu peduli dengan manusia, sehingga peraturanNya adalah peraturan yang membuat manusia bertumbuh. John Calvin terus mengatakan bahwa manusia itu dianggap anak oleh Sang Bapa, yaitu Allah. Allah melihat manusia dan menganggapnya seperti anak yang kekasih. Tentu tidak ada orang tua yang membuat peraturan untuk membuat anaknya rusak atau orang tua yang membuat aturan supaya ada peraturan dan orang tua merasa nyaman karena sudah banyak peraturan, tapi tidak ada guna. Apakah Tuhan membuat peraturan supaya ada peraturan? Tidak, Tuhan membuat peraturan supaya manusia menjadi sempurna. Paulus mengatakan “kalau kamu memikirkan aturan yang sejati, aturan itu tidak datang dari konstitusi Kekaisaran Roma, aturan itu tidak datang dari para dewa baik Yunani maupun Romawi. Aturan itu ada di hati nurani manusia yang diberikan oleh Tuhan”. Tuhanlah pemberi aturan sejati.
- Uncategorized
- 20 Sep 2019
Hati nurani yang menegur diri
Umat yang menjalankan Taurat dengan Tuhan yang memberikan Taurat. Hukum dan pemberi hukum yaitu Allah harus satu. Ini tidak dimiliki oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang berusaha untuk mengatur bangsanya dengan peraturan, tapi siapa berhak menentukan peraturan itu sangat tidak jelas. Ini yang menjadi pergumulan dari para pemikir yang kritis di dalam zaman Yunani, misalnya Protagoras. Protagoras terus mengkritik “dari mana peraturan?”, “peraturan dibikin oleh para orang bijak yang mengatur sebuah kota”. Orang bijak ini mendapat peraturan dari mana? Karena mereka lebih bijak dari yang lain. Tapi jangan-jangan peraturan ini adalah peraturan untuk memanipulasi orang lain, sehingga keuntungan diperoleh oleh mereka. Mereka membuat peraturan yang menguntungkan diri mereka sendiri, menguntungkan kelompok mereka sendiri. Ini kritik dari Protagoras yang selalu muncul di dalam sejarah setelah itu. Sehingga orang terus berpikir siapa yang boleh menentukan hukum, boleh membuat peraturan? Protagoras sampai pada kritik yang sangat tegas sekali, karena orang mengatakan “kami membuat peraturan berdasarkan suara dewa. Kami dapat firman dari dewa, kami mendapatkan pernyataan dewa. Sehingga aturan ini bukan aturan manusia, tapi aturan para dewa”. Protagoras mengatakan para dewa itu tidak perduli manusia, dan kalau pun mereka benar-benar ada, mereka punya dunianya sendiri. Protagoras meragukan kalau dewa-dewa itu ada dan cerita tentang dewa-dewa terlalu mencerminkan pergumulan dari manusia di dunia ini. Jadi mengapa mengatakan peraturan datang dari dewa kalau ternyata tingkah laku dewa mirip dengan tingkah laku kita?
Kalau begitu siapa yang boleh memberikan aturan? Paulus melihat kemungkinan yang sangat besar untuk memperkenalkan Injil. “Kamu tahu apa yang dipikirkan oleh orang Yahudi? Orang Yahudi memikirkan Taurat yang berasal dari hatiNya Tuhan”. Dan Tuhan beda dengan dewa-dewa yang lain, Tuhan tidak korup seperti dewa-dewa lain. Tuhan tidak jahat seperti manusia, Tuhan tidak curang seperti manusia, Tuhan tidak melanggar perjanjian seperti manusia, Tuhan tidak bercacat di dalam menjalankan apa yang Dia katakan, tidak seperti manusia. Jadi Tuhan beda dengan manusia, dan apa yang Tuhan atur untuk dimiliki oleh manusia, itu datang dari hatiNya. Dan di dalam teologi Perjanjian Lama, di dalam teologi orang Yahudi, mereka percaya bahwa Tuhan menciptakan dunia ini dengan perhatian yang sangat besar. Di dalam 6 hari penciptaan, tiap hari Tuhan pakai perhatian yang sangat besar, Tuhan melibatkan ciptaan, Tuhan anggap ciptaan itu serius. Kalau Saudara baca Kejadian 1, Saudara akan melihat cerita yang jauh berbeda dengan kisah penciptaan dari negara mana pun, dari budaya mana pun, dari mitologi mana pun. Orang Yunani percaya dewa-dewa menciptakan dunia ini setelah merebutnya dari kelompok titans, lalu membangkitkan manusia untuk menjadi pembantu. Tapi tidak ada cerita seperti itu di Kitab Suci, Tuhan datang untuk membebaskan umatNya bukan untuk menjadikan mereka pembantu. Maka Alkitab menggambarkan tentang Tuhan yang sangat peduli ciptaan, yang punya tujuan di dalam menciptakan dan tujuan itu adalah kebaikan manusia. Itu sebabnya tema human flourishing, kebaikan manusia, manusia yang hidup dengan sempurna, meskipun didengung-dengungkan orang Yunani, tapi tidak pernah ada hasil di dalam pemikiran Yunani. Tidak pernah ada kejelasan bagaimana manusia bisa hidup sempurna. Tapi ini yang diberikan oleh Perjanjian Lama, Tuhan begitu peduli dengan manusia, sehingga peraturanNya adalah peraturan yang membuat manusia bertumbuh. John Calvin terus mengatakan bahwa manusia itu dianggap anak oleh Sang Bapa, yaitu Allah. Allah melihat manusia dan menganggapnya seperti anak yang kekasih. Tentu tidak ada orang tua yang membuat peraturan untuk membuat anaknya rusak atau orang tua yang membuat aturan supaya ada peraturan dan orang tua merasa nyaman karena sudah banyak peraturan, tapi tidak ada guna. Apakah Tuhan membuat peraturan supaya ada peraturan? Tidak, Tuhan membuat peraturan supaya manusia menjadi sempurna. Paulus mengatakan “kalau kamu memikirkan aturan yang sejati, aturan itu tidak datang dari konstitusi Kekaisaran Roma, aturan itu tidak datang dari para dewa baik Yunani maupun Romawi. Aturan itu ada di hati nurani manusia yang diberikan oleh Tuhan”. Tuhanlah pemberi aturan sejati.
- Surat Roma
- 20 Sep 2019
Sang Pengatur Hidup Manusia
Dalam Roma 1 ditekankan bahwa Tuhan menyatakan diri melalui ciptaan, ciptaan ini menyatakan diri Tuhan kepada pikiran manusia. Hati manusia harus kembali kepada Tuhan karena Tuhan menyatakan diri. Tuhan bukanlah allah asing yang tidak terlihat dan tidak bisa dijangkau karena Dia menyatakan kemuliaanNya dengan cara yang terlihat. Itu sebabnya dalam teologi Kristen kita membagi antara diri Allah dan apa yang Allah nyatakan. Allah dalam diriNya sendiri, tidak ada yang bisa tahu. Saudara tidak bisa mengetahui Tuhan lewat cara kita berpikir yang dikondisikan untuk mengenal ciptaan. Kita hanya bisa mengenal ciptaan yang Tuhan nyatakan dengan pikiran kita yang terbatas ini. Tapi kita tidak mungkin mengenal Tuhan dengan sempurna. Namun demikian Tuhan juga mengizinkan kita boleh kenal Dia, bukan mengenal Dia dalam keseluruhan diriNya, tapi mengenal Dia melalui apa yang Dia nyatakan kepada kita. Dalam tradisi Yahudi, anak-anak sampai remaja sudah dibiasakan untuk mengenal ajaran-ajaran inti dari ajaran Yahudi tentang Tuhan. Mereka harus mengenal Tuhan, mereka harus mewarisi tradisi yang mereka miliki dari leluhur mereka. Demikian juga Kekristenan mula-mula, anak-anak diajarkan katekismus, apa yang gereja gumulkan dalam sejarah itu yang diwariskan dan itu yang harus dipelajari orang Kristen, baik orang tua maupun anak kecil. Maka pengertian yang dalam dari sejarah untuk mengenal Tuhan itu harus diwariskan sehingga generasi yang muda mengetahui apa yang sudah digumulkan di generasi sebelumnya. Tapi sayang kalau kita melihat zaman sekarang yang sangat sekuler. Itu adalah problem karena orang menyingkirkan Tuhan, berusaha menemukan ilmu, berusaha untuk menemukan cara mengenal alam tanpa Tuhan. Pengertian ini merusak pemikiran yang Tuhan mau ada pada diri kita. Pada abad ke-20, Amerika menawarkan pragmatisme, orang seperti John Dewey, William James dan lain-lain mengatakan bahwa kalau kamu ingin tahu yang benar, hanya berguna kalau bisa dipraktekan sekarang dan orang banyak langsung setuju. Popularitas, massa, dan juga aplikasi langsung itu menjadi pengukur mana benar yang baik dan yang tidak berguna. Sehingga penyelidikan yang dalam, tema-tema penting dari Kekristenan semua dibuang karena tidak bisa langsung dipraktekkan. Itu sebabnya kegagalan mempraktekan iman Kristen ada pada orang yang mendengar ajaran Kristen lalu tidak mengerti bagaimana mengubah cara pandang akan dunia ini lewat Firman. Di dalam struktur dari revolusi science yang dikeluarkan oleh Thomas Kuhn dikatakan bahwa yang membuat revolusi ilmu terjadi itu karena ada cara pandang yang beda. Alkitab mengajarkan untuk meruntuhkan cara pikir yang lama, berpusat kepada dunia dan diri. Lalu membangun cara pikir yang baru dimana Tuhan bertahta di atas semua bidang.
- Surat Roma
- 20 Sep 2019
Mencari Tuhan dan tahu bagaimana menghargai sesama
Apa bedanya mengerti apa doktrin dari Surat Roma dengan apa pesan dari Surat Roma? Saudara kalau bisa menangkap doktrin Kristen yang benar dari Surat Roma, Saudara baik, itu benar. Tapi Surat Roma bukan pengajaran doktrinal. Surat Roma bukan traktat doktrinnya Paulus, Surat Roma bukan sistematik teologinya Paulus. Surat Roma adalah surat supaya orang Kristen di Roma hidup baik. Dan hidup baik bukan cuma perlu formulasi doktrin, hidup baik perlu dorongan di dalam bidang etika, di dalam bidang hidup, dan teologi di bidang mengenal Tuhan. Jadi Surat Roma sangat limpah. Sayang sekali kalau kita baca Surat Roma dan kita cuma tahu “ada doktrin ini”, tanpa mengerti concern atau beban Paulus untuk jemaat di Roma mesti lakukan apa.
Paulus mendeteksi kesalahan yang terjadi di Roma. Kalau Saudara baca pasal 1, Paulus mengatakan setelah manusia jatuh dalam dosa, mereka saling perang satu dengan yang lain. Mereka sering melakukan kebencian sehingga terjadi perang, akhirnya ada orang miskin, orang tertindas, terjadi ketidak-adilan sosial, itu tidak disebut di Roma 1. Karena Paulus tahu kalau dia sebutkan terjadi perang yang dahsyat, orang Roma akan mengatakan “justru di kekaisaran ini lumayan damai. Kaisar membuat kami hidup dengan baik”. Maka Paulus mengatakan “keadaanmu baik, tapi moralmu tidak”, keadaan moral yang tidak baik tidak menunjukan keadaan yang baik dari sebuah negara. Maka Paulus mengatakan di Roma 1 ada banyak kekacauan yang terjadi, hal seks yang rusak terjadi di tengah-tengah kamu, istri dengan istri, suami dengan suami, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, ini menunjukan kamu tinggal di sebuah masyarakat yang sedang menuju kehancuran. Ada orang 100 tahun sebelum Paulus ada, namanya Salus, dia pernah mengatakan Kekaisaran Roma tidak bisa bertahan karena moralnya terlalu jelek dan Salus ini bukan orang yang beribadah kepada Tuhan, dia penyembah berhala. Dia seorang pemikir dari Kekaisaran Roma. Jadi Salus mengatakan Roma moralnya terlalu jelek, tidak bisa bertahan. Kekacauan dari dalam, bukan kekacauan dari tindakan atau kemajuan di luar, orang bisa sangat kaya, kekaisaran bisa sangat maju, tapi dirinya di dalam bisa sangat bobrok. Jadi masayarakat sangat bobrok, seks dipermainkan, kemesuman dan hidup yang sembarangan, itu dilakukan sehari-hari. Ini sebabnya Paulus mengatakan “orang Kristen tidak boleh seperti itu, kamu ditebus oleh Kristus, kamu dulu melakukan hal yang sama, tapi kamu tidak boleh masuk dalam keadaan yang sama lagi”. Maka Paulus mau mengangkat pemikiran yang sehat, bahkan dari tengah-tengah orang kafir sekalipun, yaitu pemikiran dari orang-orang yang sadar hidup yang rusak membuat manusia jadi rusak. Hidup rusak membuat manusia mirip binatang. Uang boleh banyak, tapi kalau hidup rusak, dia mirip binatang. Pemikir-pemikir seperti ini cukup banyak di Kekaisaran Roma, dan Saudara akan sangat bersyukur karena ternyata wahyu umum Tuhan diresponi dengan luar biasa oleh banyak orang. Saudara bisa baca pemikir-pemikir dari Tiongkok, Roma, Yunani, yang masih punya pemikiran yang baik, masih punya tuntutan untuk adnya kehidupan damai di tengah-tengah masyarakat. Dan mereka punya ide bagaimana seharusnya bisa damai, kritik terhadap masyarakat banyak dikemukakan oleh para pemikir model seperti ini. Di dalam Surat Roma, Paulus mau mengatakan kritik paling kuat bukan berasal dari orang-orang kafir ini, meskipun kritik mereka valid dan baik, tapi kritik yang paling benar seharusnya dari orang Kristen.
Maka Surat Roma sebenarnya cara Paulus untuk mendorong orang Kristen menjadi contoh hidup maupun menjadi suara mengkritik keadaan sekitarnya. Sayang sekali kalau kita tidak lagi melakukan itu. Suara kritis untuk pemerintah datang dari mana? Kalau Saudara jalan-jalan ke Toko Buku Gramedia, lalu Saudara lihat tulisan-tulisan dari orang Islam lokal yang berusaha untuk menuliskan bagaimana masyarakat harusnya dibangun, sangat banyak. Tapi orang Kristen agak malas menulis. Mungkin kita perlu memikirkan metode ini, perlu memikirkan sumbangsih kita untuk bangsa ini, “bagaimana saya berbagian untuk menjadi suara di tengah-tengah bangsa ini”. Pak Tong mendirikan RCRS, Reformed Center for Religion and Society, dengan satu tujuan supaya ada suara untuk masuk ke masyarakat. Bagaimana kita harus berseru kepada masyarakat di tengah-tengah kita. Ini sebenarnya Kekristenan yang perlu ada, dan ini sangat dikaitkan oleh Paulus dnegan keselamatan. Kamu diselamatkan karena apa? Karena Tuhan membenarkan kamu. Kamu dibenarkan untuk kamu menjadi orang Kristen di tengah-tengah kota Roma, center kebudayaan kekaisaran Roma, dengan kehidupan yang menjadi alternatif. Tapi kehidupan alternatif yang lebih baik, bukan yang lebih buruk. Kalau orang sudah muak dengan cara kebiasaan hidup di Roma, maka mereka boleh berpaling kepada Kekristenan. Bagaimana dengan kita, apakah kita sudah cukup kuat menjadikan konteks hidup kita cukup menarik untuk orang beres mau datang atau tidak. Saudara bisa giat memberitakan Injil, tapi mungkin Saudara bingung mengapa pemberitaan Injil yang sangat gencar dilakukan tidak menghasilkan pertobatan yang terlalu signifikan, karena kita tidak punya konteks, manusia itu perlu konteks. Saudara pancing ikan untuk dipelihara, tapi Saudara tidak menyiapkan aquarium, ikan itu mati. Maka Saudara akan mengerti bahwa ikan perlu konteks, kita perlu membuatkannya kolam. Kalau Saudara baca di Kejadian 1, sebelum Tuhan menciptakan manusia dengan berfirman, meniupkan nafas hidup kepada dia, Tuhan sudah terlebih dahulu berfirman untuk menciptakan konteks yaitu bumi ini. Bayangkan kalau Tuhan menciptakan manusia, tapi Dia lupa menciptakan bumi. Tuhan membentuk Adam dari debu angkasa, setelah itu Tuhan meniupkan nafas Tuhan, tapi Tuhan lupa tempatnya dimana sehingga Adam melayang-layang di angkasa dan bingung “siapakah aku, Tuhan?”, “engkau adalah gambar dan rupaKu, berkuasalah atas tanah yang akan Aku buat, berkuasalah atas ikan-ikan yang akan Aku buat”, Tuhan tidak begitu. Tuhan menciptakan konteks lalu menempatkan manusia di situ. Kalau Saudara baca surat Paulus dalam beberapa bagian, atau Yohanes, pertobatan, kelahiran kembali, keselamatan, itu dibagikan paralel dengan penciptaan pertama. Penciptaan manusia pertama diparalelkan, meskipun lebih baik, di dalam penciptaan kembali. Lahir baru paralel dengan penciptaan pertama. Maka lahir baru juga perlu konteks. Kalau Saudara menginjili orang tapi Saudara tidak mengajaknya ke gereja, penginjilan Saudara tidak ada gunanya. Tapi setelah mengajak ke gereja dan gereja tidak menciptakan konteks, maka sulit bagi orang untuk bertumbuh dalam Kekristenan yang benar. Jadi ini beban besar untuk kita bagikan, penginjilan tidak boleh lepas dari aktivitas yang lain, dari gereja. Dan aktivitas lain akan diarahkan oleh penginjilan sebagai ujung tombak. Setelah orang dengar Injil, mereka diselamatkan oleh Tuhan, mereka perlu tempat hidup dan tempat hidup ini adalah tempat hidup di dalam gereja untuk disebarkan keluar. Gereja perlu menjadi contoh mengenai bagaimana orang seharusnya hidup. Itu sebabnya Paulus menjelaskan di tengah masyarakat ada orang yang hatinya jahat sekali, juga ada orang yang hatinya masih baik. Tapi ada level ketiga, ada orang jahat dan ada orang baik, dan ketiga adalah ada orang yang mencari Tuhan. Orang jahat, orang baik dan orang yang mencari Tuhan. Bukankah dikatakan di Surat Roma juga, Paulus kutip dari Perjanjian Lama, bahwa tidak seorang pun mencari Tuhan, tapi mengapa dikatakan ada orang mencari Tuhan di dalam pasal 2? Di pasal 2 mengatakan orang yang mencari Tuhan adalah orang yang akan Tuhan selamatkan. Karena anugerah Tuhan, mereka mencari Tuhan. Maka Paulus mengatakan dalam ayat 4 “kamu orang jahat, tapi Tuhan belum hukum, supaya kamu cari Tuhan”.
- Surat Roma
- 8 Aug 2019
Semua orang punya titik awal yang sama dalam dosa
Kita perlu melihat bagian awal apa yang dimaksud dengan menghakimi dan mengapa kalimat ini muncul. Seringkali orang-orang memakai ayat-ayat dari Alkitab lalu memasukan ke dalam konteks yang tidak sesuai. Misalnya Saudara melihat satu orang melakukan hal yang salah, lalu Saudara tegur, kemudian orang itu mengutip Roma 2 “hai kamu manusia, jangan menghakimi” atau pakai kalimat-kalimat lain yang mengatakan jangan menghakimi. Bagian ini harus diselidiki berdasarkan argumen atau kalimat Paulus yang sebelumnya. Apa yang membuat orang menghakimi? Tentu dosa-dosa yang dibukakan di pasal 1. Dosa apa yang paling parah di pasal 1? Dosa yang paling parah di pasal 1 adalah homoseksualitas. Bukan hanya orang Kristen yang menganggap homoseksualitas itu dosa, orang Yahudi sangat membenci praktek ini. Dua dosa yang mengakibatkan kesalahan atau kehancuran besar dalam Perjanjian Lama adalah karena adanya praktek homoseksualitas. Orang-orang di Sodom dan Gomora menjalankan praktek ini sehingga Tuhan menghancurkan seluruh kota. Lalu di dalam Kitab Hakim-hakim ada sebuah kota di daerah Benyamin yang melakukan praktek seperti ini, sehingga Tuhan memutuskan untuk membuat kacau segala keadaan. Akhirnya ada perang besar dengan Suku Benyamin yang melindungi kota ini, dan akhirnya Suku Benyamin hampir dipunahkan dari Israel. Dari dua narasi itu kita bisa tahu bahwa orang Israel mempunyai tradisi yang membenci praktek homoseksualitas. Siapa yang melakukan tidur dengan laki-laki seperti laki-laki dengan perempuan, wajib dihukum mati. Ini sesuatu yang sangat jelas sekali di Kitab Suci. Maka sangat tidak masuk akal menafsirkan Roma 1 dengan trend LGBT zaman ini. Jadi kita tidak bisa menafsirkan segala sesuatu di Kitab Suci berdasarkan apa yang kita suka atau berdasarkan preferensi budaya kita. Kita harus belajar untuk tidak menjadikan budaya kita super lalu memahami bahwa bagi pembaca Surat Roma kebudayaan merekalah yang berlaku. Sehingga kalau Saudara mau setia membaca Surat Roma, Saudara harus membacanya dengan pengertian tadi yaitu bahwa homoseksualitas adalah dosa yang sangat besar bahkan memuncakan murka Tuhan di dalam Perjanjian Lama. Tuhan murka kepada Benyamin karena melindungi sebuah kota yang melakukan praktek ini. Maka suka atau tidak suka kita harus belajar untuk cari makna yang sesuai, yang setia dengan apa yang dinyatakan, lalu belajar untuk menggumulkan bagaimana kita menaatinya. Setiap kali kita membaca Kitab Suci, akan selalu ada bagian dari diri kita yang lama dimatikan, dan bagian diri kita yang baru di dalam Kristus diteguhkan, dimunculkan dan disempurnakan. Jadi tidak ada orang membaca Alkitab lalu tidak mengalami apa pun. Semua yang membaca Alkitab akan mengalami murka atau teguran Tuhan yang besar akan kena pada dirinya. Orang yang mempunyai kecenderungan homoseks akan tertegur keras sekali dengan kasus-kasus yang tadi saya sebutkan. Tapi untuk orang-orang yang tidak melakukan praktek homoseks atau tidak punya kecenderungan itu, tidak berarti dia aman waktu membaca Alkitab, karena begitu banyak hal yang dia kerjakan, yang akan juga ditegur oleh Kitab Suci. Kitab Suci meng-counter diri kita yang lama dan itu demi kebaikan kita. Kitab Suci mengkonfirmasikan Kristus di dalam diri kita, dan oleh karena itu diri kita yang lama harus keluar.
- Surat Roma
- 8 Aug 2019
Kristus yang bangkit dan hati nurani
Banyak yang berpikir bahwa Kekristenan adalah tentang hati yang mencintai, tapi bukan tentang pengetahuan. “Kalau kamu cuma tahu tapi tidak punya tingkah laku, percuma. Kalau kamu cuma tahu tapi tidak ada perubahan, percuma. Lebih baik orang yang ada perubahan meskipun tidak ada pengetahuan, itu lebih baik”, itu tidak benar. Baik tingkah laku maupun pengenalan akan Tuhan sama pentingnya bagi Tuhan, tidak ada gunanya kita bertingkah laku baik kalau kita tidak kenal Tuhan, tidak ada gunanya mengaku kenal Tuhan kalau kita tidak bertingkah laku baik. Itu sebabnya semua orang Kristen harus kenal pokok-pokok iman dari Kekristenan. Banyak orang mengatakan “saya sudah sibuk kuliah, saya sudah sibuk pakai otak dan pikiran saya untuk kerja, saya sudah sibuk pikir hal-hal yang rumit waktu studi atau di kantor. Maka waktu saya ke gereja, saya ingin lepas dari itu, saya ingin santai, saya ingin tenang”, tapi saya akan beri tahu satu hal bahwa studi yang dalam bermula dari gereja. Kalau Saudara pelajari sejarah, universitas dimulai dari apa yang disebut sebagai sekolah di dalam gereja. Mengapa ada sekolah-sekolah di dalam gereja di abad ke-7, 8, 9 kemudian abad pertengahan? Karena orang-orang di gereja sadar pentingnya menggali firman dan menggali firman tidak bisa lakukan tanpa bisa baca dan tulis. Orang zaman dulu tidak banyak yang bisa baca dan tulis, sangat sedikit yang bisa. Maka gereja mempelopori belajar membaca dan menulis, “supaya kamu bisa mengerti Alkitab, kamu mesti tahu bagaimana membaca”. Lalu mereka juga yang mengajarkan bagaimana mengerti apa yang dibaca. Ada begitu banyak ilmu yang perlu dibagikan, ada begitu banyak pengertian yang tadinya hanya dimiliki oleh orang-orang ahli filsafat, sekarang dibagikan oleh gereja kepada orang-orang yang belajar menjadi pelayan Tuhan. Pelajaran yang menuntut orang untuk berpikir dimulai dari gereja. Sehingga kalau kita tidak mendedikasikan pikiran kita untuk mengerti Alkitab, kita akan menjadi orang Kristen yang timpang sekali. Jangan pikir kita sanggup menghadapi dunia, jangan pikir kita sanggup mengenal Tuhan kalau kita tidak konsentrasi untuk mengetahui apa yang Alkitab mau sampaikan.
Maka waktu Paulus mengatakan “inilah berita Injil”, dia mengaitkan bahwa Kristus yang adalah yang dipercaya oleh orang Kristen, Kristus ini adalah Penggenap dari seluruh Perjanjian Lama. Kalau Kristus ini menggenapi Perjanjian Lama, bukankah Perjanjian Lama itu untuk orang Israel? Bagaimana tema untuk Israel sekarang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain juga? Apa gunanya bagi saya yang bukan Israel? Pelajari sejarah Israel. Maka kita masuk dalam 2 kesimpulan, pertama sejarah Israel tidak penting, yang penting adalah Kristus. Apa yang terjadi di Perjanjian Lama itu tidak penting, yang penting Kristus. Atau yang kedua, bahwa saya memahami Kristus sesuai Perjanjian Lama, lalu saya mesti menjadi Israel supaya saya nyambung dengan Perjanjian Lama. Kedua-duanya ditolak oleh Paulus. Maka kalau kita mau kenal Kristus, kenal dulu argumen Perjanjian Lama dalam dirinya sendiri, baru nanti kita bisa belajar apa yang mau disampaikan Perjanjian Baru tentang Kristus.
Paulus mengatakan dalam Surat Roma, “Kristus adalah yang saya beritakan”, Injil ini tentang Yesus Kristus. Siapa Yesus Kristus? Menurut daging Dia keturunan Daud, Anak Daud. Menurut roh kekudusan, Dia adalah Anak Allah yang berkuasa, seperti yang dinyatakan lewat kebangkitanNya. Jadi Paulus mengatakan Kristus adalah Anak Daud dan Anak Allah. Anak Daud dapat dari Kitab 2 Samuel 7, Tuhan menjanjikan kepada Daud akan punya dinasti yang memimpin Israel dan Anak Daud akan memerintah selama-lamanya. Anak Allah didapat dari Mazmur 2, Tuhan berkata bahwa Dia akan menundukan semua musuh-musuh ke bawah kaki dari Sang Anak, “AnakKu Engkau, Engkau telah Kuperanakan pada hari ini, mintalah kepadaKu dan Aku akan memberikan semua bangsa menjadi milikMu”, ini Mazmur 2. Dua ini digabungkan oleh Paulus. Yang dimaksud dengan Anak Daud adalah Kerajaan Israel akan Tuhan pulihkan di dalam Kristus, spesifik Kerajaan Israel. Kalau Saudara memperhatikan alur ini dan bertanya “pak, tadi kita baca ayat apa ya, kenapa ke sini?”, saya akan mengatakan “kalau kita langsung ke sini, poin utama Paulus akan hilang”, karena Saudara bisa menafsirkan ayat 28,29,30 secara etika saja dan itu bisa kelihatannya bagus. Banyak orang merasa khotbah itu bagus karena menyentuh hidup. Tapi saya akan memberi tahu khotbah itu bagus kalau membuat Saudara semakin mengerti Alkitab, bukan mengerti hidup. Semakin mengerti Alkitab dulu baru mengerti hidup. Kalau mengerti hidup dulu baru mengerti Alkitab, itu namanya salah mengerti hidup. Maka banyak khotbah yang tidak menyentuh Alkitab sebenarnya sedang mengajarkan tentang salah mengerti hidup. Ini semua perlu proses, semua orang mengalami proses ini termasuk hamba Tuhan. Saya pun sedang belajar bagaimana memahami Alkitab, lalu memahami bagaimana harus bertingkah dalam hidup. Bagaimana menjalankan panggilan, bagaimana menghadapi situasi seperti ini? Semua berada dalam kerangka pikir Alkitabiah. Maka Paulus sedang mengatakan bahwa Kristus adalah Anak Daud, Dia adalah Penggenap Kerajaan Israel, Kristus adalah penggenap Mazmur 2, Anak Allah, :AnakKu Engkau, Engkau telah Kuperanakan pada hari ini”. Orang-orang dari zaman Augustinus sampai Luther mengatakan hari ini adalah di dalam kekekalan. “Engkau Kuperanakan pada hari ini”, hari ini sama dengan kekal, jadi Kristus adalah Anak Allah yang kekal. Calvin beda sendiri, kalau Saudara membaca tafsiran Calvin, Saudara akan merasa tafsirannya dangat modern dan maju. Tapi Saudara harus tahu tafsiran Calvin bukan modern dan maju, tapi juga kontroversial pada zamannya. Calvin mengatakan Mazmur 2 bukan bicara tentang kekekalan, Anak Allah dinyatakan sebagai Anak Allah ketika Dia sudah bangkit, ini keunikan teologi Calvin. Jadi kapan Mazmur 2 menjadi genap? Pada waktu Yesus bangkit. Pada waktu Yesus bangkit, Allah mengatakan “naiklah ke sini, duduk di sebelah kananKu”, baru Tuhan mengatakan “di sini Kamu tunggu sampai musuh Kutaklukan kepadaMu”. Lalu Tuhan minta bangsa-bangsa. Jadi bangsa-bangsa mulai diberikan kepada Kristus pada waktu Dia sudah bangkit. Jadi ini bukan di dalam kekekalan, tapi ini bicara kebangkitan dan kenaikan Yesus, di sebelah kanan Allah. Ini menarik sekali. Apa yang ditafsirkan Calvin cocok dengan apa yang Paulus katakan. Anak Daud, menurut 2 Samuel 7, Anak Allah menurut Mazmur 2. Anak Daud berkait dengan Israel, Anak Allah berkait dengan bangsa-bangsa lain, dan ini temanya Roma. “Kamu orang Kristen?”, “iya”, “Kristen Yahudi atau non-Yahudi?”, “non”, “non-Yahudi? Kamu dari mana?”, “saya dari Roma” atau “saya dari Turki” atau “saya dari Mesir”. “Apakah saya tidak boleh jadi Kristen?”, “boleh”, “tapi Kristen percaya kepada Yesus, Mesias orang Yahudi, Anak Daud, apakah saya harus menjadi Yahudi dulu atau boleh langsung jadi Kristen tanpa jadi Yahudi?”, Paulus mengatakan “boleh langsung”, kalau boleh langsung berarti Perjanjian Lama tidak penting? Ini yang Paulus tekankan bagaimana orang Kristen mengerti bahwa dia boleh menjadi Kristen tanpa harus jadi Yahudi, tapi tetap mengambil Perjanjian Lama sebagai bagian penting dalam hidupnya, inilah inti dari Surat Roma. Jadi kalau Saudara baca Surat Roma ada berita tentang Injil dan Taurat, Injil itu yang menyelamatkan, bukan Taurat. Ini cara Paulus untuk menyatakan kamu bisa bypass, tidak harus jadi orang Yahudi, bisa langsung jadi Kristen. Karena itu waktu KKR langsung ditantang “siapa yang mau Kristen?”, bukan “siapa yang mau jadi Yahudi dulu baru jadi Kristen?”. “Kalau boleh langsung, bukankah seluruh Perjanjian Lama bicara tentang Tuhan membentuk Israel? Bagianku dimana di situ, aku tidak berbagian di dalam pembentukan Tuhan di Perjanjian Lama, kalau begitu aku mengharapkan ada yang baru dinyatakan untuk membentukku”, Paulus mengatakan “tidak, pembentukanmu yang Perjanjian Lama”, “saya siapa?”, “kamu orang Kristen”, “saya tidak ada kaitan dengan Yahudi, berarti Perjanjian Lama bukan untuk saya”, “tidak, itu untuk kamu”. Ini yang Paulus katakan, Yesus adalah yang menghubungkan keduanya, Dia adalah Anak Daud, Kerajaan Israel dipulihkan, dan Dia adalah Anak Allah, seluruh bangsa diberikan kepada Dia. Termasuk kita, yang dari bangsa-bangsa lain diberikan kepada Dia. Berarti Dia Raja atas Israel dan Raja atas bangsa-bangsa lain.
Lalu mengapa 2 hal ini digabungkan? Apakah kita harus menjadi Israel? Tidak, tapi Saudara harus tahu Tuhan bentuk Israel lewat Perjanjian Lama, lewat Taurat, lewat firman di dalam seluruh Perjanjian Lama. “Bagaimana saya dibentuk?”, lewat Taurat dan seluruh Perjanjian Lama. “Bagaimana saya yang bukan Israel dibentuk lewat Perjanjian Lama?” dengan membaca Perjanjian Lama lewat penafsiran Kristus. Maksudnya penafsiran Kristus bukan penafsiran di Matius, Markus, Lukas, Yohanes, tapi penafsiran yang disoroti dari kacamata penggenapan yaitu Yesus sudah datang. Ini mungkin agak sulit, tapi Saudara harus paham. Bagaimana mengerti Perjanjian Lama? Dengan menjalankan lewat Kristus yang sudah genapi. Bagaimana melihat Perjanjian Lama lewat Kristus yang sudah menggenapi? Itu yang Paulus coba ajarkan. Maka dari pasal 1-11 Paulus berusaha menjelaskan “kamu yang dari Israel, Yesus itu Mesiasmu, Dia Anak Daud. Kamu yang dari bangsa-bangsa lain, Yesus itu Rajamu, Dia Anak Allah”. Tanda Dia Anak Allah adalah Dia sudah dibangkitkan. Dan Paulus banyak membahas tentang daging dan roh. Daging dan roh itu bukan fisik dan rohani, daging dan roh itu yang lama dan yang baru, ini konsepnya Paulus. Kalau dia bilang daging dan roh, selalu adalah yang lama dan baru, yang lama tidak tentu jelek, yang baru tidak tentu lebih bagus, di dalam pengertian Roma 1. Yesus menurut daging adalah Anak Daud. Yesus menurut roh adalah Anak Allah. Artinya Yesus menurut daging, keadaan yang lama, adalah penggenap Perjanjian Lama. Yesus menurut roh, yang dibangkitkan dari antara orang mati, artinya adalah Dia pemilik seluruh bangsa. Jadi antara Israel yang dipimpin Tuhan dan bangsa-bangsa lain yang dipanggil Tuhan harus disatukan. Dan apa yang Tuhan mau terjadi pada Israel akan dimiliki bangsa-bangsa lain di dalam Kristus. Apa yang Tuhan mau dari Israel? Yang Tuhan mau dari Israel adalah hidup yang benar. Ini tekanan Surat Roma. Bagi Paulus, orang Israel dikonfirmasi hati nurani lewat Taurat. Jadi Israel dibimbing oleh Taurat, yang adalah (seharusnya) cetusan hatinya Israel. Ini menarik, Tuhan yang memberikan Taurat kepada Musa, tapi menurut Paulus, Taurat adalah ekspresi hatinya orang Israel. Maka ketika Israel gagal menjalankan Taurat berarti ada perbedaan antara apa yang harusnya menjadi ekspresi hati dengan hati yang sesungguhnya. Taurat adalah ekspresi hati Israel, tapi apa yang ditulis di Taurat dilanggar oleh orang Israel. Maka problemnya di hati, tidak sesuai dengan ekspresinya. Itu sebabnya di Yeremia dikatakan “aku akan ganti hatinya orang Israel”, diganti karena yang lama gagal. Sebab ekspresi hati mereka beda dengan yang tertulis di dua loh batu. “Maka Aku mau hati yang sinkron dengan dua loh batu itu, Aku akan memberikan kepada mereka hati yang baru”. Di hati itu, hati daging itu tertulis persis apa yang tertulis di dua loh batu, itu yang Tuhan katakan di dalam Yeremia. Jadi Taurat adalah ekspresi hati Israel yang seharusnya terjadi, berarti Tuhan menekankan pentingnya hati nurani untuk dipimpin oleh firman.
Apakah hati nurani saja sudah cukup? Tidak, Saudara bisa membaca pembahasan tentang hati nurani yang terpolusi dari Pak Stephen Tong. Salah satu teologi Pak Tong yang penting adalah pembahasan hati nurani. Hati nurani gampang terpolusi, hati nurani gampang disingkirkan oleh kejahatan tapi hati nurani punya peran penting sekali. Dan ini yang Paulus katakan di dalam Roma 2, ini nanti kita akan bahas, dan juga Roma 1 bagian akhir, bahwa yang menyebabkan hati nurani manusia menjadi rusak adalah karena hati itu dihancurkan oleh keinginan lari dari Tuhan. Manusia tidak bisa berbuat baik bukan karena tidak punya hati nurani, tapi karena hati nuraninya sudah didesak oleh dosa yang menginginkan jauh dari Tuhan. Kita tidak ingin dekat Tuhan, kita ingin jauh dari Dia. Kita ingin hidup sendiri, kita ingin bebas dari Dia. Dan karena kita ingin menghindar dari Dia, maka hati nurani kita dihancurkan dari keinginan kita menghindari Tuhan, dia menjadi rusak. Hati nurani rusak karena kita menolak Tuhan. Tapi apakah hati nurani total rusak? Tidak, karena Tuhan tetap membangkitkan orang-orang yang akan mengingatkan kerusakan yang terjadi itu sebagai sesuatu yang harus disingkirkan dari kehidupan berbangsa. Israel rusak, tapi ada nabi-nabi yang berseru, “tidak boleh begini, bertobatlah”. Tapi Paulus akan mengatakan demikian juga di bangsa-bangsa lain, di bangsa-bangsa lain pun akan ada orang yang tidak setuju dengan praktek yang terjadi, karena praktek yang terjadi itu tidak pantas. Maka Paulus mengatakan di ayat ke-32, ”sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri tapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya”, hati nurani berada di dalam konflik. Orang yang tidak kenal Tuhan, hati nuraninya konflik, tahu mana yang baik tapi bisa setuju dengan komunitas, tahu ini salah tapi tidak berdaya untuk jalankan hal yang beda. Ini problem dari setiap orang yang sudah jatuh dalam dosa. Orang berdosa ada dalam komunitas yang berdosa dan komunitas berdosa itu perlu hati nurani di tengah-tengahnya. Tidak ada hati nurani di tengah masyarakat akan membuat masyarakat semakin hancur dan rusak. Paulus sedang membahas efek yang terjadi pada komunitas, seluruh manusia entah itu kota atau bangsa menjadi semakin rusak. Dan dia mengatakan di sini orang-orang berdosa itu mengganti persetubuhan yang wajar dengan yang tidak wajar. Masyarakat yang mengganti persetubuhan yang wajar dengan tidak wajar itu adalah suatu yang pernah terjadi di Perjanjian Lama. Di Sodom dan Gomora, dan satu lagi di sebuah kota di Benyamin pada zaman Kitab Hakim-hakim. Dan kasus yang dibagikan baik di Sodom dan Gomora maupun di dalam Kitab Hakim-hakim sama-sama menyebutkan seluruh kota sudah rusak. Alkitab memberikan peringatan berapa bahayanya penyimpangan seksual itu. Penyimpangan seksual, kehidupan seks yang rusak adalah sesuatu yang cepat sekali mewarnai masyarakat dan mengubahnya. Setiap kali orang mengatakan “kami punya kecenderungan seks yang lain, harus didengar, harus punya tempat di masyarakat”, penyebarannya cepat sekali. Perlu ada hati nurani yang mengatakan “tidak, itu salah”. Penyebaran yang cepat mampu untuk membuat masyarakat hidup di dalam keadaan rusak, maka Paulus memberikan contoh. Mereka mencemarkan tubuh mereka, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan peremuan. Mengapa memakai contoh ini? Karena di dalam Perjanjian Lama diberikan contoh bahwa tindakan ini adalah tindakan yang dengan cepat mewarnai seluruh masyarakat. Dan Paulus mengatakan “dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran- pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan”, waktu Saudara baca ayat 29-32, Saudara akan mengetahui bahwa ini melanggar Taurat. Taurat melarang orang untuk melakukan apa yang dikatakan di ayat 29 “lalim, jahat, dengki, membunuh, menipu, fasik, bicara sembarangan, fitnah, sombong, tidak berakal, tidak setia, tidak penyanyang”, itu semua dilarang Taurat. Tapi yang Paulus bagikan ini juga dilarang oleh hati nurani bangsa-bangsa lain. Saya ingin membagikan ini supaya kita semua mengerti, waktu Paulus mengatakan kalimat-kalimat di ayat 29 dan seterusnya, orang Romawi pun sebagian akan ada yang mengamini. Mereka akan mengatakan “ini benar, kita tidak seharusnya hidup seperti ini”. Dan Saudara bisa lihat seruan-seruan ini ada pada pujangga dari Kerajaan Romawi sendiri. Banyak orang di tradisi filsafat Romawi sangat benci dengan keadaan Kota Roma. Mereka mengatakan kalau Roma begini terus, mustahil akan bisa bertahan. Pemikir-pemikir seperti Seneca, pemikir-pemikir di zaman yang lebih kuno, pemikir-pemikir yang keluar dari tradisi Kerajaan Roma sama-sama mengutuk kebiasaan-kebiasaan orang Roma. Mereka bukan Kristen, mereka tidak mengerti Paulus, banyak dari mereka yang hidup sebelum Paulus. Tapi beberapa dari mereka menulis kalimat-kalimat seperti ini “Roma tidak akan bertahan lama, kalau Roma seperti ini terus, tidak lama lagi mereka akan hancur”. Mengapa kita bisa tahu ada pujangga Roma yang tulis ini? Salah satunya adalah karena Augustinus mengutip mereka. Di dalam Buku City of God, Augustinus memberikan pembelaan bahwa hancurnya Roma bukan karena Kristen, hancurnya Roma sudah diprediksi oleh banyak orang, pemikir-pemikir penting di zaman yang dulu. Maka Augustinus mengutip “ini ada orangmu sendiri, ada pujanggamu sendiri yang mengatakan Roma sudah terlalu rusak, brutal, jahat, penuh hawa nafsu”. Jadi banyak orang meskipun bukan Kristen memunyai panggilan di dalam anugerah Tuhan menjadi hati nurani untuk masyarakatnya. Bisakah ini terjadi di Indonesia? Bisa, Tuhan bisa memakai pujangga Islam, misalnya, untuk mengkritik keadaan rusak yang terjadi di Indonesia. Tuhan bisa memakai pujangga yang bukan Kristen untuk memikirkan keadaan yang terjadi, ketidak-adilan, kerusakan, lalu mulai adakan kritik sosial. Kritik sosial sangat penting, suara untuk mengkritik kebiasaan yang tidak beres itu sangat penting. Dan banyak orang memanfaatkan panggung seni untuk melakukan itu. Indonesia akan ada berada terus dalam keadaan korup, dimana orang akan minta uang untuk sesuatu, Saudara sudah memenuhi syarat-syarat tapi tetap harus ada uang. Dan itu yang akan terjadi terus, kecuali ada hati nurani yang berani muncul meskipun akan dibungkam.
Di mana hati nurani itu? Paulus mengatakan di setiap bangsa seharusnya punya hati nurani. Karena orang-orang akan setuju dengan poin-poin ini, hidup beres, hidup baik, hidup mengekang diri, itu ada dalam beberapa pemikir Romawi, di dalam beberapa pemikir Yunani, di dalam beberapa pemikir Tiongkok. Saudara baca ajaran dari Konghucu, dari Mencius, Saudara akan temukan ada banyak seruan hati nutani untuk sebuah budaya. Mencius pernah mengatakan rakyat lebih penting dari pada tanah, lebih penting dari raja juga. Raja tidak penting, rakyat yang penting, ini seruan di Tiongkok. Ini namanya bahkan hati nurani ada di budaya yang tidak kenal Tuhan. Maka Paulus mengatakan “yang saya nyatakan ini Tuhan sudah berikan ke semua bangsa. Semua bangsa harus hidup beres”. Tapi bisakah hidup beres? Tidak, karena hati nuraninya sudah dimatikan terus. Kalau hati nurani dimatikan terus, tidak akan ada harapan. Setiap kali hati nurani muncul kemudian dimatikan, muncul kemudian dimatikan. Maka Paulus mengatakan Israel tidak punya harapan karena begitu orang taat Taurat lalu menyebarkan berita untuk taat Taurat, dia mulai dibenci. Nabi-nabi mulai dibenci, orang-orang berkhotbah menyerang yang salah mulai dibenci, orang yang bicara jujur dan menyatakan kebenaran mulai dibenci. Benci akhirnya meningkat menjadi ingin membunuh. Ingin membunuh yang didukung oleh kemampuan, akhirnya benar-benar akan membunuh. Nabi-nabi dibunuh dan Israel semakin lama semakin hancur. Ketika hati nurani dibungkam, tidak diizinkan bicara, akhirnya bangsa semakin jahat. Tuhan mengatakan kepada nabi-nabiNya “akan ada kelaparan di Israel”, yaitu kelaparan firman karena Tuhan akan membuat firman tidak ada lagi, Tuhan akan mengurangi orang yang berseru, karena Tuhan sudah muak dengan Israel. Maka ketika firman tidak ada lagi, Israel pun dibuang. Yeremia menjadi hati nurani, tapi malah disuruh masuk sumur. Dibungkam, dipenjara, disuruh diam, diancam dengan kematian. Yeremia sudah bicara, lalu perkataannya dicatat. Ketika catatan itu sampai ke tangan raja, raja buang catatan itu ke perapian. Orang tidak mau mendengar firman, tidak mau mendengar hati nurani, tidak mau mendengar seruan bertobat, akhirnya seluruh bangsa dibuang. Seluruh bangsa dibuang karena suara Tuhan tidak pernah didengar. Mereka tidak mendengar karena nabi yang berbicara dimatikan. Jadi apa harapan bagi Israel? Tidak ada, karena hati nurani sudah dimatikan. Benar tidak ada harapan.
Tapi Paulus mengatakan “sebenarnya masih”, “mana harapannya?”, kalau ada suara hati nurani dimatikan, dibungkam, tapi setelah hari ketiga dia bangkit, itu baru ada harapan. Siapa harapan bagi Israel? Ketika sang hati nurani yang dimatikan kemudian bangkit, itu harapan. Lalu bagaimana dengan bangsa-bangsa lain? Sama, ketika hati nurani dimatikan tapi hari ketiga dia bangkit, baru ada harapan. Ternyata suara hati nurani yang paling jelas dan paling clear itu dibawa oleh Anak Daud dan Anak Allah. Mengapa Anak Daud dan Anak Allah bisa bawa suara ini? Karena meskipun Dia sudah mati, tapi Dia tetap bangkit. Dan suara hati nurani dari yang pernah mati kemudian bangkit, itulah yang akan memberikan pengharapan. Sebelum Paulus memberitakan tentang Krsitus, dia beritakan dulu bahwa seluruh bangsa mencari hati nurani yang anti dimatikan karena sekalipun dia mati, dia akan bangkit. Semua kerajaan perlu Yesus. Tanpa sadar bangsa-bangsa merindukan Dia, pulau-pulau mengharapkan ajaranNya meskipun tidak sadar, semua bangsa perlu hidup baik. Saudara kalau soroti Injil dengan cara ini, tiba-tiba Injil menjadi relevan untuk pergumulan kita. Maka Injil ada untuk mengubah hidup orang. Bisakah Israel menaati Taurat? Tidak bisa, tidak ada driving force-nya. Tapi Kristus yang bangkit menjadi driving force bagi Israel untuk menjalankan Taurat. Bagaimana dengan orang Kristen yang bukan Israel? Sama, Kristus yang bangkit menjadi driving force untuk orang menjalani hati nuraninya dengan setia kepada apa yang Taurat sudah bagikan. Apa yang dibagikan Taurat sebenarnya sudah selaras dengan hati nurani bangsa manapun. Jadi Paulus mengatakan Taurat itu ada di hati semua orang. Kita tidak sadar bahwa kita punya itu di dalam hati. Kita tindas, kita tidak peduli dan kita mau kerjakan apa yang kita mau. Ketika Tuhan memulihkan dengan kekuatan Dia yang sudah bangkit, Saudara akan mampu taati hati nurani lagi yang sekarang dibentuk kembali oleh firman. Firman yang ada di dalam Perjanjian Lama. Bagaimana mengertinya? Nanti Paulus akan coba rangkum di dalam pasal 12 dan seterusnya, indah sekali.
Jadi Paulus mencoba menegaskan dulu “ini identitasmu sebagai umat Kristus, baru nanti kamu akan tahu bagaimana melawan segala kebobrokan ini. Tapi tanpa Kristus, kamu tidak akan berdaya melawan segala kebobrokan ini”. Maka hari ini kita memelajari satu tema penting dari Paulus yaitu bahwa Tuhan ingin adanya bangsa-bangsa yang hidup dengan sejahtera. Tapi tidak sejahtera karena semua melakukan kelaliman, kejahatan, keserakahan, kebusukan, dan dengki. Bagaimana melawan ini? melawan ini bukan hanya dengan sekedar beriman kepada Kristus, tapi dengan iman kepada Kristus kita membentuk kehidupan yang penuh hati nurani. Saudara harus menjadi hati nurani di tengah masyarakat. Saudara harus berseru dengan mengatakan “ini tidak benar, kita mesti melawan ini”. Dan Saudara dengan sabar menyatakannya di dalam kehidupan Saudara. Ini mungkin berat, tapi saya akan kasi tahu satu hal, tanpa hati nurani, masyarakat kita akan mati.
Tapi kalau hati nurani itu tidak di back-up atau tidak diperbarui dan tidak dihidupkan oleh Kristus yang bangkit, hati nurani itu tidak akan sanggup bertahan. Pelan-pelan Saudara akan mati dan menjadi sama dengan orang-orang lain. Ini perjuangan besar dari kita semua. Saudara akan terjun ke dalam masyarakat atau sudah tentunya, Saudara akan menjadi hati nurani di situ. Kiranya Saudara mampu dipimpin Tuhan untuk membuat orang jahat tidak nyaman karena berada dekat dengan Saudara, dan membuat orang merasa tidak boleh mngerjakan apa-apa yang jahat karena ada Saudara yang dia tahu akan menegur. Tapi teguran diberikan dengan cara yang kadang-kadang tidak lansung ditanggapi dengan baik. Asalkan yang Saudara tegur benar-benar pantas ditegur. Jangan tegur berdasarkan selera, tapi tegur berdasarkan hati nurani. Martin Luther ketika disuruh mengingkari ajarannya di Worms, dia mengatakan “saya tidak akan melawan hati nurani saya, karena saya tahu yang saya nyatakan sesuai dengan Alkitab. Hati nurani saya sudah diikat oleh Kitab Suci dan tidak aman untuk melawan hati nurani saya. Maka saya tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan dan kiranya Tuhan menolong saya”, itu yang ditekankan Martin Luther. Saudara jangan tegur orang hanya gara-gara selera pribadi “saya tegur dia karena sisirannya tidak cocok dengan saya. Sisirannya ke kiri, padahal saya ingin sisirannya ke kanan”, itu selera, Saudara tidak perlu tegur soal selera. Tapi Saudara perlu tegur yang tidak sesuai dengan hati nurani. Ada orang menindas orang lain, membully orang lain, memanfaatkan orang lain lalu mengambil keuntungan, ada orang tidak menjalankan keadilan, Saudara tahu itu semua tidak benar dan itu yang harus dipelihara. Saudara harus peka melihat di luar dan ke dalam, diri Saudara pun potensi melakukan apa yang busuk dan bobrok. Biarlah kita melihat Tuhan bekerja di masyarakat kita menggunakan orang Kristen sebagai hati nuraninya karena itu yang Paulus tekankan sebagai fungsi dari umat Tuhan. Apa guna umat Tuhan? Menjadi hati nurani.
Bagaimana kalau hati nurani kita sendiri hancur? Kamu tidak mungkin hancur hati nuraninya karena sudah ada Kristus yang bangkit, Kristus yang sudah bangkit harus menjadi Tuhanmu dan melalui Dia kamu mendapat kekuatan untuk menjadi hati nurani di tengah-tengah masyarakat. Maka yang Paulus katakan di sini, semua kejahatan, pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan, semua sebenarnya disadari oleh semua orang. Tapi mereka tidak berdaya untuk melakukan yang lain, mereka cuma tahu mengerjakan apa yang jahat ini. Mereka tidak berdaya untuk mengubah kebiasaan dari masyarakat. Kalau begitu bagaimana bisa ada pengharapan? Di dalam Roma 3 Paulus mengatakan bahwa kasih karunia sudah diberikan, Tuhan menyatakan anugerahNya, Kristus Yesus ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian. Semua orang telah berbuat dosa, Roma 3: 23, dan telah kehilangan kemuliaan Allah, 24, dan oleh karena kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kita biasanya kaitkan Roma 3: 22-24 hanya berdasarkan kerangka teologi kita yang kurang melihat Roma 1 dan 2. Tapi kalau Saudara membaca surat ini secara keseluruhan, Saudara akan tahu bahwa Roma 3: 22-24 adalah kesimpulan dari pergumulan di Roma 1. Semua manusia sudah jahat, bagaimana bisa berubah? Di dalam Kristus, itu yang ditekankan oleh Roma 3: 22-24. Maka sebenarnya Paulus tidak pernah kontra perbuatan baik. Sebaliknya dia mengatakan “kamulah menjadi hati nurani masyarakat”. Tujuan kita diselamatkan bukan untuk masuk sorga, masuk sorga itu adalah bonus, buah yang otomatis kita dapatkan. Tapi tujuan Saudara diselamatkan adalah supaya Saudara menjadi hati nurani di tengah-tengah masyarakat ini, masyarakat yang bobrok dan jahat.
(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)