Di dalam bagian ini Paulus membahas tema yang sangat akrab di dalam Perjanjian Lama yaitu tema tentang perjuangan atau peperangan dari kejahatan dengan kebaikan. Ini merupakan tema klasik yang ada di dalam Perjanjian Lama, bahkan ini merupakan tema yang ada di seluruh budaya di Timur Dekat Kuno pada zaman Perjanjian Lama. Sekarang kita tidak percaya itu lagi karena katanya kita sudah mengerti di dalam semua penemuan scientific yang kita dapatkan. Sehingga kita merasa kita bisa meninggalkan cara pandang yang lama demi sebuah cara pandang yang lebih advance, lebih maju, yaitu cara pandang yang bersifat scientific. Tapi kita tidak pernah mengerti bahwa sebenarnya cara pandang yang kita miliki pun adalah cara pandang yang mungkin masih berubah lagi. Di dalam perjalanan sejarah berkali-kali terjadi revolusi pemikiran, bahkan di dalam dunia ilmu pengetahuan kita mengerti hal ini. Ada kalanya kita menjadi sangat sombong dengan pengetahuan yang kita miliki pada zaman ini. Tapi kesombongan itu terjadi karena kita tidak sadar atau bahkan tidak tahu berapa banyak hal sudah berubah di dalam dunia modern sehingga kita bisa nyaman di dalam keadaan yang kita pahami sekarang. Bahkan orang mengatakan kalau kita menyelidiki segala sesuatu dengan cara yang ngotot lama kita sulit akan mendapatkan pengertian bagi hal-hal yang baru. Ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat para ilmuwan rendah hati atau mungkin ilmuwan akan rendah hati, orang yang mengikuti klaim dari ilmuwan itu yang perlu rendah hati. Karena mereka seharusnya menyadari cara pandang kita melihat dunia bukan cara yang sudah fix sempurna, kita masih mencari, kita masih didalam usaha memahami bagaimana kita mengerti segala sesuatu di sekitar kita. Kita perlu mengerti segala sesuatu di sekitar kita dengan tujuan satu, ini bijaksana yang dari dulu sampai sekarang saya harap tidak berubah, yaitu kita mengetahui segala sesuatu supaya kita semakin mengenal bagaimana harus hidup bersama komunitas kita, bagaimana harus hidup di tengah-tengah manusia lain. Jika pengertian kita tidak menambah kemampuan kita untuk hidup dengan lebih baik maka pengertian itu jadi pengertian yang tidak berguna atau yang akan menjadi sinis, pengetahuan yang membuat kita menjadi sinis. Kita akan melihat hidup dengan cara yang sangat negatif karena ternyata pertambahan pengetahuan yang kita dapat makin meremehkan pandangan kita terhadap manusia. Saya pikir itu adalah jalur yang sangat salah karena Saudara tidak mungkin bisa menikmati hidup sebagai manusia jika Saudara memahami kemanusiaan sebagai sesuatu yang semakin lama semakin rusak dan hancur. Tanpa memahami manusia dengan cara yang indah dan benar sesuai dengan yang Tuhan mau, kita akan kehilangan kemanusiaan kita. Dan kalau kita kehilangan kemanusiaan kita, kita akan kehilangan segala pegangan untuk hidup. Tidak ada gunanya mengerti jika pengertian itu tidak menambah kekaguman kita akan hidup kita. Di dalam zaman teknologi ada satu yang menjadi kebahayaan, ini diselidiki oleh seorang ahli sejara gereja bernama Carl Trueman. Dia gali tulisan-tulisan dari banyak orang, misalnya Karl Marx, kaum feminis, semua yang melawan Kristen. Mereka ahli sekali dalam mendeteksi problem manusia meskipun mereka tidak memberikan solusi. Seluruh penyelidikan Carl Trueman memberikan kesimpulan bahwa teknologi, salah satu dampak yang bahaya adalah membuat manusia tidak merasa tubuh itu relevan. Dulu kalau Saudara mau pergi dari satu tempat ke tempat yang lain, tubuh Saudara sangat relevan, tanpa kemampuan jalan Saudara tidak bisa kemana-mana. Tapi teknologi memungkinkan kita untuk tidak lagi bergantung pada fisik. Saudara bisa berkomunikasi dengan orang tanpa harus mengandalkan tubuh, tubuh menjadi hal yang tidak relevan. Sehingga identitas kita pun pecah dari tubuh. “Tubuh saya laki-laki tapi kalau saya mau jadi perempuan, mengapa tidak? Tubuh tidak relevan.”, ini keadaan final yang kita lihat pada zaman ini. Tapi kita tidak lihat ke belakang bahwa salah satu penyebab ini terjadi adalah karena manusia mengabaikan aspek penting menjadi manusia yaitu tubuh. Dan ketika kebudayaan terbiasa mengabaikan satu aspek dari kemanusiaan, dia harus bayar dengan kehilangan identitas. Ini salah satu tema yang saya harap bisa dibagikan dengan jelas di seminar pemuda nanti, itu tema penting sekali, bagaimana pandangan meremehkan satu aspek, yang dalam hal ini adalah tubuh, telah membawa zaman kita ke dalam zaman yang penuh kekacauan dalam identitas, siapa kamu, mengapa kamu menjadi seperti yang kamu mau, mengapa kamu bisa bebas, mengapa kamu merasa identitasmu tidak terikat oleh apa pun. Lalu aspek kedua dari tubuh yang akhirnya menjadi kompensasi karena kita mengabaikan fakta bahwa kita bertubuh adalah komunitas. Komunitas jadi tidak penting, kehadiran fisik jadi tidak penting. Ketika kita mengabaikan kehadiran secara fisik, kita mengabaikan fakta bahwa kita diikat oleh tubuh dan itulah kebebasan kita.
Karena kita diikat oleh keterbatasan, kita menjadi manusia bebas. Waktu kita merasa bebas dari ikatan, kita justru terbelenggu. Kita merasa kita bisa memahami segala sesuatu, kita sudah tahu apa itu menjadi manusia, tapi kita tidak sadar budaya kita selalu mendistorsi pengertian sejati tentang menjadi manusia. Pemahaman kita tentang menjadi manusia selalu diselewengkan oleh budaya. Sayang sekali teologi Kristen yang sebenarnya menjawab tantangan, menjawab distorsi yang dilakukan oleh zaman kita, sayang sekali jika jawaban dari teologi itu tidak dikenal oleh banyak orang. Banyak orang berpikir bahwa Alkitab itu hanya memberitakan 2 hal, yang pertama adalah keselamatan dan yang kedua etika. Keselamatan, “apakah sudah selamat?”, “sudah”, “bagus”. Sekarang etika, “sudah selamat dan berbuat baik, selesai”, bukan hanya dua itu. Identitas menjadi manusia yang dikacaukan oleh zaman kita, itu yang Alkitab terus pegang atau beritakan. Berita Alkitab membuat kita tahu siapa kita. Kitab Suci menjelaskan tentang siapa kita. Calvin membahas dengan sangat akurat ketika dia mengatakan di dalam seluruh bijaksana kita ada dua hal yang utama, ini yang dia sebut summa sapientia, gabungan atau kesimpulan dari seluruh bijaksana. Hampir semua bijaksana cuma ada dalam 2 hal yaitu mengenal Allah dan mengenal diri kami, komunitas. Hidup di dalam komunitas dan hidup mengenal Allah itu dua yang akan menjadi fondasi dari seluruh bijaksana. Dan Alkitab memberitakan tentang apa natur dari relasi antara Allah dan manusia, apa yang bisa kita pahami dari relasi antar manusia di dalam komunitas. Apa yang bisa dipahami dari relasi antara komunitas itu dengan Allah. Di dalam dua hal ini mengenal diri kita dan mengenal Allah terkandung seluruh bijaksana hidup. Kalimat yang sangat berani, kalau Saudara membaca Calvin, dia mengatakan seluruh bijaksana ada di dalam dua hal, mengenal diri sendiri dan mengenal Allah, dan keduanya berkaitan. Bagaimana mengenal Allah dan bagaimana mengenal diri dalam komunitas. Itu sangat penting untuk kita pahami. Jadi apa yang Calvin tekankan sangat penting, bijaksana sejati adalah kenal siapa diri kita, kenal dari mana? Dari komunitas Kristen yang berelasi dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan mengenal diri kita, komunitas. Komunitas yang berelasi dengan Tuhan itulah kunci untuk memahami siapa sebenarnya manusia. Jadi kalau kita lepas dari situ, kita akan salah memahami siapa manusia dan kita akan lari dari tema Alkitab dan dipengaruhi oleh begitu banyak tema budaya sekitar tentang siapa manusia. Siapa manusia? Manusia adalah makhluk yang makin bisa menangani segala sesuatu sendiri itu semakin baik, semakin punya pengetahuan untuk hidup mandiri itu semakin baik, itu salah. Saudara kalau tidak memunyai komunitas, Saudara akan kekurangan dalam banyak hal. Kekurangan dalam topangan menjadi kuat dan kekurangan dalam menjadi kuat dengan menopang orang lain, itu tidak akan ada. Itu sebabnya persekutuan atau komunitas gereja adalah hal yang fondasional, sangat penting.