Waktu orang Israel melihat orang Kristen memberitakan Injil ke bangsa lain, mereka marah. Paulus ditangkap di Yerusalem karena orang memprovokasi orang-orang Yahudi, mengatakan “orang ini membawa orang kafir ke Bait Allah, orang ini membawa orang kafir menjadi umat Tuhan, orang ini sangat menghina orang Yahudi”. Jadi orang yahudi sangat merendahkan orang kafir. Kalau ditelusuri “mengapa kamu rendahkan orang kafir?”, “karena mereka menyembah berhala”. Coba baca Kitab Raja-raja berapa kali kamu menyembah berhala, nenek moyangmu juga penyembah berhala. Lalu mereka mengatakan “orang kafir itu etikanya kacau”. Saudara suruh orang Israel membaca di dalam Kitab Keluaran ketika Musa ada di atas gunung menerima firman Tuhan, orang Israel di bawah mempraktekkan seks yang benar-benar mengagetkan bangsa-bangsa lain, hidup mereka begitu rusak. Jadi apa yang kamu banggakan? “Kami ini umat Tuhan”, tapi kamu tidak bersikap sebagai umat. “Kami ini kesayangannya Tuhan”, tapi kamu tidak sayang Tuhan. “Kami ini spesial di mata Tuhan”, tapi Tuhan tidak spesial di matamu. Kita terlalu sering mengatakan “kita spesial bagi Tuhan”, tapi Tuhan tidak spesial bagi kita. Abraham tidak spektakuler, tapi bagi Abraham Tuhan itu spektakuler. Abraham tidak hebat, tapi bagi Abraham Tuhan itu hebat. Ini yang membuat dia jadi orang beriman. Orang beriman bukan orang yang terlalu cinta diri, terlalu kagum diri, terlalu merasa diri penting. Orang beriman adalah orang yang terlalu terpukau dengan Tuhan, Tuhan begitu hebat, Tuhan begitu baik, Tuhan begitu Agung dan ini maksudnya beriman. Sehingga siapa adonan utama, siapa roti sulung? Maksud Paulus adalah Abraham. Siapa pohon zaitun itu? Abraham atau lebih tepat lagi perjanjian Allah dengan Abraham. “Kamu hai Israel berbagian di situ. Dan kamu hai bangsa-bangsa lain berbagian di situ”. Maka ketika Israel mengatakan “bangsa-bangsa lain tidak layak”, Paulus mengingatkan “yang melayakkan kita adalah janji Tuhan kepada Abraham. Abraham kalau melihat Tuhan, dia kagum kepada Tuhan. Bayangkan kalau kita mau belajar dari tokoh-tokoh penting di Alkitab, salah satu yang harus kita pelajari adalah perasaan mereka kepada Tuhan. Saya pikir itu yang seringkali luput kita pelajari. Kita pelajari spektakulernya iman mereka. Coba kalau kita lihat, misalnya apa hebatnya Daud? Daud itu hebat, bertarung dengan singa, karena iman dia membunuh singa, karena iman dia membunuh Goliat. Terinspirasi oleh Dauda, badan kurus mau melawan pegulat. Karena kami Daud, pegulat itu Goliat, apalagi pegulat dan goliat agak mirip, “jadi kami akan bertarung dengan iman”, bukan itu yang harus diteladani, mungkin lebih baik kalau kita renungkan mengapa Daud bisa begitu mengagumi Tuhan? Hal apa yang membuat hidup dia spektakuler? Hal yang membuat hidup dia spektakuler adalah dia melihat spektakulernya Tuhan. Tuhan begitu agung dan begitu baik, dan Tuhan tidak perlu membuktikan diri kepada Daud. Waktu Daud belum membunuh Goliat, dia menagtakan “Allahku akan memberikan engkau ke tanahKu”, bagaimana kamu bisa tahu? Karena dia tidak perlu membuktikan diri lagi. Dia adalah kekuatanku saya disertai dia dan dia akan memberikan kemenanga. Bagaiaman kalau Allah tidak memberikan kemenangan?, dalam kasus Daud itu tidak mungkin karena Tuhan berjanji akan memenangkan Israel. Maka waktu Daud mengalahkan Goliat, Daud tidak mengambil kemudian buat dia. Karena dia tahu ini kemenangan Israel, bukan kemenangan Daud vs Goliat. Ini kemenangan Israel vs Filistin. Ini tidak ada kaitan dengan Goliat orang kafir yang kegedean badan itu yang terlalu banyak mengambil doping. Dia bukan tokoh utama dan Daud merasa dirinya juga bukan tokoh utama. Ini perang Tuhan dengan Filistin, Israel dan filistin. Itu sebabnya dia terhindar dari kejatuhan Saul. Dia tidak melihat dirinya, dia melihat seluruh Israel. Kemenangan Israel pada hari ini adalah kemenangan Tuhan. Maka dia mengatakan “Tuhan akan memberikan engkau kepadaku dan aku akan memenggal kepalamu. Aku akan memberikan dagingmu untuk jadi makanan burung-burung. Tuhan akan melakukan itu”. Daud tidak merasa Tuhan perlu membuktikan diriNya. Dan itu terbukti ketika dia sukses, dia tidak merasa suksesnya dia. Ketika dia dibuang sepertinya oleh Saul, dia harus pergi ke padang gurun. Dia tidak punya rumah, tinggal dari satu goa ke goa yang lain, tinggal di padang gurun, tidak tahu akan hidup atau mati, tidak tahu besok ada makan atau tidak. Kita tidak tahu kehidupan pelarian itu benar benar sengsara. Daud terpaksa merampok desa-desa Filistin untuk makan. Saudara bisa bayangkan keadaan ini, dia punya banyak orang yang mengikuti dia, ada 600 orang tentara dan dia sebenarnya sanggup untuk melakukan gerilya memberontak melawan Saul, tapi dia tidak melakukan itu. Dia terpaksa menjarah, mengapa menjarah? “Kalau tidak, kami mati”. Tapi yang dijarah adalah musuh Tuhan, ini sesuatu yang perlu pemahaman yang tepat. Daud tidak merasa Tuhan perlu buktikan diriNya, dia tidak mengatakan “Tuhan, Engkau benar ada atau tidak?”. Bagi dia Tuhan tidak perlu lagi dipertanyakan tentang kebaikanNya. “Kalau Dia adalah sumber segala berkatku, maka Dia akan berikan pada waktunya”. Tuhan menjanjikan dia menjadi raja dan dia tidak tanya, “katanya saya raja, mengapa begini? Di padang gurun mau makan apa? Mau berburu? Tidak ada binatang yang cukup besar untuk dibagi dengan 600 orang. Mereka kebingungan mencari makan. Saudara kalau menjadi pemimpin lalu membawa 600 orang di padang gurun, baru tahu sulitnya menjadi Daud. Kalau mereka mencari air yang sangat baik, Saul sudah duga mereka akan ke situ. Kalau mereka pilih tempat yg Saul sudah duga, mereka bunuh diri. Mereka tidak bisa datang ke sumber air karena Saul sudah akan mencegah mereka, sudah antisipasi Daud akan kesitu. Jadi Daud harus lari ke tempat yang Saul tidak sangka Daud akan ke situ. Tapi kalau Daud pergi ke situ, mungkin dia akan bawa orang-orangnya mati kehausan. Lalu bagaimana? Tuhan tetap pimpin sampai dia akhirnya menjadi raja. Maka yang mengagumkan dari Daud bukan Daudnya tapi Tuhannya. Kemampuan dia untuk mengagumi Tuhan, itu yang harus kita lihat. Maka dari semua perkataan, dari semua kontribusi Daud dalam sejarah keselamatan yang paling kita kenang itu Mazmurnya. Saudara mungkin lebih suka Daud mengalahkan Goliat, tapi lebih banyak orang dapat berkat dari membaca Mazmur Daud. Demikian juga Abraham, apa yang hebat dari Abraham? Tidak ada. Yang hebat dari Abraham adalah hebatnya Tuhan. Dia begitu mengagumi Tuhan, itulah sebabnya dia menjadi bapa orang beriman. Ini sebabnya ketika Israel menghina bangsa lain, “bangsa kafir tidak seperti kami”, mereka tidak mengerti berkat Abraham. Abraham tidak mengatakan “saya hebat tidak seperti bangsa lain”. Abraham mengatakan “Tuhanku hebat, mengagumkan”, dan ini yang menjadi imannya Abraham.

Sekarang bangsa lain mulai menghina Israel. Dari Injil yang diberitakan yang percaya kepada Injil dari Israel, sedikit sekali. “Bangsa tegar tengkuk, bangsa buangan, Tuhan sudah buang kamu ke Babel, sekarang Tuhan buang kamu karena kamu menolak Mesias”. Tapi Paulus ingatkan Tuhan buang mereka karena kekerasan hati mereka, tapi kamu juga keras hati dan Tuhan panggil. Apa tidak mungkin Tuhan panggil balik mereka yang keras hati ini? Karena panggilan Tuhan bukan berdasarkan lembut hatinya orang, tapi berdasarkan pilihanNya. Mungkinkah Tuhan merancangkan pertobatan besar-besaran bagi Israel pada waktunya? Sangat mungkin. Sehingga ketika kita melihat orang lalu mengatakan “kamu tidak layak jadi umat” kita langsung ingat itu bukan perkataan orang yang beriman, karena orang yang beriman akan mengatakan “aku mengagumi Tuhanku. Segala hal yang baik di dalam hidup saya adalah dari Tuhan”, dan itu yang akan membuat terang dari umat Tuhan menyebar. Karena dia akan mampu memamerkan baiknya Tuhan, karena itulah yang meng-occupied dia, membuat dia sibuk, membuat dia fokus ke situ. Lalu yang kedua dia akan pamerkan sabarNya Tuhan kepada dirinya. Dan yang ketiga dia akan pamerkan “karena Tuhan baik dan karena Tuhan sabar saya berubah, saya diubahkan oleh kasih”, transform by love. Bukan diubah oleh ancaman, bukan diubah oleh tawaran. Saudara mungkin tahu cerita tentang keledai yang di taruh wortel di depannya, dia maju karena mau gigit wortel. Saudara orang Kristen bukan begitu, bukan maju rohaninya karena dijanjikan “nanti kamu masuk surga, dapat kelimpahan”, bukan. Saya sudah mengerti indahnya Tuhan sekarang, maka saya berubah. Ini 3 hal yang harus ada sebagai umat. Mari kita belajar dari orang Israel yang sejati dan bukan dari orang Israel yang jatuh dalam dosa kesombongan. Demikian kita belajar untuk tidak jatuh dalam dosa kesombongan itu. Kita belajar melihat bagaimana berkat Tuhan, baiknya Tuhan, sabarnya Tuhan dan perubahan saya karena Tuhan baik itu menjadi terang bagi orang-orang yang belum percaya. Kiranya Tuhan memberkati kita.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

« 3 of 3