Paulus melihat panggilan dia bukan cuma untuk menginjili bangsa-bangsa lain, tapi juga mengganti paham yang salah dengan pengertian yang benar. Mengganti penyembahan berhala dengan penyembahan kepada Allah yang sejati. Jadi Paulus bukan cuma penginjil, dia juga teolog. Ini yang Pak Tong sering katakan, apakah Paulus penginjil? Penginjil. Apakah dia teolog? Teolog. Apakah dia pengajar? Pengajar. Apakah dia gembala? Gembala. Dia gembala sekaligus penginjil sekaligus pengajar, Dia melakukan tiga fungsi menjadi hamba Tuhan. Hamba Tuhan harus kerjakan tiga hal ini. Itu sebabnya di dalam gerakan Reformed ditekankan hamba Tuhan punya tugas mengabarkan Injil, hamba Tuhan punya tugas mengajar, hamba Tuhan punya tugas menggembalakan. Pengajaran akan diperkuat dengan pengalaman penggembalaan dan penginjilan. Penginjilan diperkuat dengan hati gembala yang hangat dan pikiran yang tertata dan teratur. Pikiran yang tertata dan teratur akan menjadi sangat aplikatif dengan adanya praktek penginjilan dan penggembalaan. Jadi baik penggembalaan, penginjilan maupun pengajaran, tiga hal yang saling menguatkan, satu tidak ada akan melemahkan yang lain. Itu sebabnya Paulus adalah seorang pekabar Injil, dia mendirikan jemaat-jemaat baru. Tapi dia juga dipercayakan oleh Tuhan untuk menyusun kerangka berpikir Kristen, bagaimana teologi Kristen harus dimengerti, bagaimana kerangka berpikir yang tunduk ke Tuhan harus dimiliki oleh orang-orang di seluruh dunia. Itu sebabnya dia mengatakan “hai Jemaat Roma, biarpun kamu tidak didirikan oleh aku, saya tetap punya PR untuk kamu”, apa PR-nya? “PR-nya adalah saya tetap mengajar kamu, maka saya menulis surat ini kepadamu. Saya gentar, saya tidak merasa lebih pintar dari kamu, saya tidak merasa punya hak kecuali itu diberikan oleh Tuhan untuk menjadi gurumu, tetapi karena saya sudah dipanggil Tuhan untuk melakukan ini”, ini yang ayat 15 katakan, “maka saya mau memberanikan diri menulis kepada kamu. Namun karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sini dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan Injil Allah supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah”. Diterima apanya? Tindakannya, perlakuannya, perbuatannya, komunitasnya. Orang Kristen diterima Tuhan karena perbuatannya. “Bapak mengatakan orang Kristen diterima oleh Tuhan karena anugerah”, betul karena anugerah, “kalau begitu mengapa sekarang bapak mengatakan karena anugerah?”, anugerah selalu menghasilkan perbuatan. Iman kepada Tuhan selalu dilanjutkan dengan buah. Perbuatan tidak boleh tidak ada, tapi perbuatan tidak boleh yang pertama, ini pengertian yang tepat dari Kekristenan. Saudara selamat karena iman, bukan karena perbuatan. Di mana tempat perbuatan? Perbuatan adalah berikutnya. Siapa yang tidak berbuat, harus koreksi pemahaman dia akan Tuhan dan harus mempertanyakan kembali dirinya “benarkah Saya sudah di dalam Tuhan”. Ini yang harus kita mengerti dengan jelas. Kalau Saudara sudah selamat baru berbuat, perbuatan Saudara jadi bermakna. Kalau Saudara berbuat, tapi belum selamat, perbuatan Saudara tidak ada arti. Kita diselamatkan karena iman atau perbuatan? Iman dulu baru perbuatan. Jadi perbuatan tetap penting? Sangat penting. Kalau Kekristenan tidak mengajarkan perbuatan itu penting, Kekristenan itu akan dihukum oleh Tuhan. Yakobus mengajarkan pentingnya perbuatan, Surat Yudas di Perjanjian Baru mengajarkan penting pentingnya perbuatan. Lalu 2 Petrus tulis tentang pentingnya perbuatan, 1 Yohanes menekankan pentingnya perbuatan, Injil Matius menekankan pentingnya perbuatan. Itu sebabnya kalau Kekristenan diajarkan “perbuatanmu tidak masalah, yang penting kamu sudah datang ke Tuhan”, itu tidak benar. Keselamatan memang karena iman. Saudara sudah pasti selamat dulu, baru setelah itu ada perbuatan, ini mesti clear. Maka di dalam konsep Kristen terutama dalam tradisi Reformasi dari Luther, kita percaya ada justification by faith, dibenarkan oleh iman. Tapi setelah itu ada progressive sanctification, pengudusan yang berlangsung terus. Keduanya tidak boleh tidak ada. Itu sebabnya siapa yang sudah kenal Tuhan, dia akan belajar untuk menata ulang hidupnya. Dan ini yang Paulus katakan “saya bertugas untuk memberitakan Injil Allah supaya bangsa-bangsa lain diterima oleh Tuhan”. Diterima apanya? Diterima perbuatannya. Kalau Saudara tanya “pak, dari mana kata perbuatan? Karena di ayat yang ke-16 tidak ada”, memang tidak ada, tapi ada kalimat seperti ini “supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan”. Saudara ingat istilah ini di dalam pasal 12 “serahkan tubuhmu sebagai persembahan yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itulah ibadahmu”. Lalu lanjutnya Paulus mengatakan “ubah caramu berpikir dan ubah caramu bertindak”. Jadi persembahan identik dengan tindakan. Paulus mengatakan “biarlah hidupku dan pelayananku dipanjatkan sebagai korban yang harum di hadapan Tuhan”, jadi korban identik dengan perbuatan baik. Itu sebabnya ketika Paulus mengatakan “tugas saya adalah membuat bangsa-bangsa lain diterima oleh Tuhan sebagai persembahan yang diperkenan Tuhan”. Berarti dia mengatakan “saya bertugas untuk membuat bangsa-bangsa lain punya kehidupan yang diterima oleh Tuhan”. Bagaimana bisa punya kehidupan yang diterima oleh Tuhan? Hanya kalau teologinya jalan, hanya kalau pengenalan akan Tuhan itu menjadi dorongan untuk hidup. Kita ini didorong oleh banyak hal dalam hidup, meskipun kita sudah Kristen. Banyak hal yang masih salah dalam pikiran kita dan itu perlu dikoreksi. Itu sebabnya Paulus mengatakan “saya ditugaskan untuk menulis kepada kamu, mengajar kepada kamu sebagai orang yang dipercayakan Injil bagi bangsa-bangsa lain”. Jadi Paulus sedang mempunyai satu tema pengajaran penting yaitu bagaimana Tuhannya orang Israel juga menjadi Tuhan bangsa-bangsa lain tanpa menjadikan bangsa lain Israel. Bangsa lain tetap bangsa lain. Orang Mesir tetap orang Mesir, orang Yunani tetap orang Yunani, orang Romawi tetap orang Romawi, orang Indonesia tetap orang Indonesia, kita tidak perlu menjadi orang Israel. Tetapi di dalam status kita sebagai orang Indonesia, kita juga adalah milik Tuhan.

Bagaimana menerapkan semua pemikiran firman untuk Israel bagi bangsa-bangsa lain? Ini menjadi tugasnya Paulus. Paulus bertugas untuk membuat seluruh Perjanjian Lama menjadi Kitab Suci bangsa-bangsa lain juga. Waktu Saudara membaca “mana Perjanjian Lama jadi Kitab Suci bangsa-bangsa lain? Ini Israel semua, ceritanya Israel melulu. Kalau begitu kalau ceritanya cuma Israel, bagaimana mungkin cerita ini jadi milik kita?”, sulit. Ini ada tema namanya tema hermeneutika. Hermeneutika itu adalah cara menafsir, Saudara perlu menafsir karena kalau Saudara tidak menafsir, Saudara akan salah mengerti. Jadi metode hermeneutika itu diperlukan. Saudara mendengar orang bicara perlu metode penafsiran yang benar. Termasuk mendengar khotbah, kalau Saudara mendengar khotbah dari awal saudara sangat suka pengkhotbahnya, kadang-kadang Saudara tidak bisa menangkap kesalahan khotbahnya. Metode hermeneutika tidak boleh berdasarkan perasaan. Lalu metode hermeneutika tidak boleh berdasarkan kecurigaan. Orang kalau tidak terbiasa memberikan argumen waktu berbicara, memberikan argumen dengan baik, ia sulit berkomunikasi. Coba perhatikan, salah satu kesulitan komunikasi adalah kita kurang mengekspresikan dengan akurat dan kita kurang mendengar dengan akurat. Terlalu banyak muatan waktu kita dengar dan bicara. Kalau orang bicara terlalu banyak muatannya, kalau orang yang kita suka selalu muatannya positif, kalau orang kita tidak suka selalu matanya negatif, apapun yang dikatakan harus salah, ini namanya argumen tidak benar. Dan kita tidak bisa hidup dengan cara menghancurkan komunikasi dengan orang. Saudara tidak mungkin hidup kalau bicara Saudara dan bicara orang tidak kena. Kita seringkali menganggap hermeneutika itu ajaran atau teknik tinggi dari dunia filsafat dan teologi, padahal itu adalah barang sehari-hari. Bagaimana percaya orang, bagaimana dengar kalimat dia dengan tepat, itu perlu dilatih. Melatih mendengar apa yang orang katakan, lalu menggunakan apa yang orang katakan itu untuk kenal dia, untuk memahami posisi dia, itu baik sekali. Demikian juga ketika Saudara mendengarkan perkataan dari Tuhan, Saudara tidak mungkin bisa mendengar perkataan dari Tuhan kecuali Saudara mendengarnya dengan teliti, dengan tepat dan dengan cara yang Tuhan mau. Maka kita perlu menafsir.

« 3 of 5 »