Di dalam Perjanjian Baru, teologi bukan cuma sekedar sistem untuk tahu denominasi saya dari mana. Teologi bukan cuma sekedar kerangka pikir untuk menggolongkan saya masuk aliran mana dalam gereja. Teologi itu untuk hidup, tanpa teologi yang benar hidup tidak bisa benar. Maka teologi itu punya beberapa peran di dalam hidup, yang pertama teologi memberikan dasar pikiran bagi tindakan dimana dasar pikiran itu adalah Tuhan dan FirmanNya. Intinya begini, Saudara bisa kenal Tuhan dan Saudara bisa bertindak benar itu tidak mungkin terjadi kecuali ada teologi yang benar. Teologi adalah bagi hidup. Di dalam salah satu bukunya Kevin Vanhoozer mengingatkan bahwa hamba Tuhan adalah teolog publik, maksudnya hamba Tuhan itu bertugas untuk mengajar jemaat supaya jemaat tahu bagaimana hidup sehari-hari karena posisi dan pengertian teologi yang mereka miliki. Jadi teologi ini tidak bersifat teoretis, teologi bukan tema teori yang cuma dipahami secara pikiran. Teologi adalah untuk hidup. Sebenarnya kalau Saudara pelajari dari sejarahnya, filsafat juga adalah untuk hidup. Tidak ada orang berfilsafat secara teori kecuali di dalam zaman modern ketika universitas mulai mengajarkan filsafat sebagai tema untuk teori di kelas. Tapi awalnya orang berfilsafat untuk tahu bagaimana berelasi dengan orang lain, bagaimana mengatur harta, bagaimana menjalankan hidup sehari-hari, bagaimana berkomunikasi dengan orang. Mereka pikir mereka rumuskan dan mereka ajarkan, itulah filosofi. Lalu satu prinsip penting dari filosofi atau filsafat adalah bahwa siapapun yang belajar, pegang satu prinsip bahwa mereka adalah orang-orang yang mencintai bijaksana, mencintai sofia. Mereka bukan orang bijak, mereka bukan orang yang sudah tahu, filsafat adalah bidang bagi orang bodoh, filsafat adalah bidang bagi orang yang mengatakan “mengapa saya tidak mengerti? Saya mau belajar”, itu namanya orang yang akan belajar filsafat. Murid filosofi adalah orang-orang yang dengan rendah hati mengatakan “saya tidak pintar, saya kurang mengerti. Saya sudah diajar tapi masih bodoh. Saya ingin mendalami lebih lagi”, itu filsafat. Jadi filsafat bukan untuk orang pintar karena di dalam tandingan dari istilah filsafat itu ada istilah sofis, ini pada zaman Socrates. Para sofis adalah orang-orang yang mengatakan bahwa teori dan kebenaran itu hanya sepenting argumen, kalau saya bisa meyakinkan kamu maka teori itu benar. Jadi teori benar atau salah, itu tidak penting, yang penting saya punya kemampuan meyakinkan kamu. Ini yang dilawan oleh Socrates, “kamu tidak bisa mengatakan benar atau salah itu tidak penting, kamu tidak bisa mengatakan baik atau buruk itu tidak penting, yang penting cara meyakinkan orang. Itu tidak tepat”. Maka dengan rendah hati Socrates mengatakan “saya tidak tahu apapun kecuali satu hal yaitu bahwa saya tidak tahu apapun, inilah satu hal yang saya tahu”, inilah asal-usul filosofi. Teologi juga mirip, teologi itu dimulai dengan perasaan takut dan gentar bahwa saya tidak akan kenal diri, tidak akan kenal komunitas, tidak akan mengerti hidup, kecuali saya kaitkan diri, komunitas dan hidup dengan Tuhan. Ini yang dipopulerkan oleh Calvin, di dalam Institute of Christian Religion buku yang pertama, Calvin mengatakan “hampir seluruh hikmat itu terdiri dari kaitan antara kenal Tuhan dan kenal diri kami”, diri orang Kristen, diri masyarakat. Jadi saya siapa, masyarakat siapa, bagaimana hidup berinteraksi dengan masyarakat, itu tidak mungkin diketahui kecuali dikaitkan dengan pengenalan akan Tuhan. Jadi kita tidak bisa hidup kecuali kita pikirkan dan jalankan pengenalan akan Tuhan bagi hidup. Ini yang ditekankan di dalam teologi. Kalau Saudara mengatakan “ini hal baru, saya baru mengerti sekarang”, tapi sebenarnya meskipun kita baru mengerti, ini sebenarnya adalah tema yang lama dari dulu. Dari dulu teologi adalah bidang yang juga diselidiki oleh orang Yunani. Orang Yunani sudah berteologi tapi bukan kepada Tuhan yang sejati, melainkan kepada dewa-dewa mereka. Aristotle mengatakan “saya adalah pengajar teologi”, tentu bukan teologi Kristen. Jadi teologi itu apa? Teologi berarti mengenal dewa-dewa dan mengetahui bagaimana harus hidup dengan pengenalan itu, mirip. Lalu apa bedanya dengan Kekristenan? Bedanya adalah Kristen mengajarkan Tuhan yang sejati, sedangkan semua budaya dari Yunani, Romawi dan Mesir dan semua budaya penyembahan berhala tidak kenal Allah yang benar. Berarti teologi Kristen adalah teologi yang mengajarkan Allah yang benar dan karena itu teologi Kristen mengingatkan kepada kita tidak seorangpun yang tidak berteologi, cuma orang tidak sadar bahwa dia sedang berteologi, hanya teologi mereka salah. Orang Yunani ada teologi, mereka percaya kalau mau pergi perang mereka mesti memberikan korban untuk Ares. Mereka percaya kalau mau punya hikmat mesti menyembah Artemis. Mereka percaya semua pelayan-pelayan perempuan di kuil Artemis itu mesti dijunjung tinggi karena mereka akan memberikan hikmat dan pengetahuan untuk berburu. Ini pengertian-pengertian yang ada di dalam dunia Yunani, kenali dewamu atau kenali dewa khusus dibidang itu, maka kamu akan punya hikmat untuk jalankan bidang itu. Ini sebenarnya teologi, tapi ini teologi yang kacau, yang ngawur. Bangsa-bangsa di seluruh dunia adalah penyembah berhala, tidak satupun yang tidak menyembah berhala, bahkan Israel juga termasuk. Bukankah Israel mengenal Allah yang sejati? Iya, tetapi mereka dibuang oleh Tuhan karena mereka jatuh ke dalam penyembahan berhala. Jadi seluruh dunia menyembah berhala. Lalu dari menyembah berhala mereka mempraktekkan itu ke dalam kehidupan sehari-hari. Jadi mengaitkan antara berhala dengan kehidupan sehari-hari, itulah yang dilakukan oleh orang-orang kafir penyembah berhala, dan itulah teologi mereka. Lalu bagaimana dengan orang Yahudi? Orang Yahudi dibuang karena menyembah berhala. Tapi di pembuangan mereka bertobat, mereka sadar “kami sudah menyembah berhala, kami sudah jahat hidupnya, kami sudah berkhianat kepada Tuhan, kami mau bertobat. Kami mau kembali kepada Tuhan, kami ingin hidup yang baru, yang takut akan Tuhan”. Maka setelah mereka kembali dari pembuangan, mereka ada di tanah perjanjian lagi dan mereka berkomitmen “tidak pernah kami akan menyembah berhala, kami akan buang ilah-ilah palsu. Kami akan setia hanya kepada Tuhan”. Maka berkembanglah teologi di dalam abad yang ke-2 sebelum Masehi, yaitu teologi dari Bait Suci periode kedua atau dalam istilah Inggris second temple Judaism. Ini teologi yang menekankan kamu cuma punya satu Tuhan, “jangan sembah yang lain. Kamu dulu pernah dibuang karena menyembah berhala, jangan lakukan lagi”. Sehingga mereka mulai mengembangkan teologi dengan cara yang lain. “Bangsa-bangsa lain menyembah berhala, kami menyembah Tuhan”, kamu menyembah Tuhan? “Iya”, “apa yang bisa kamu tarik dari menyembah Tuhan ke dalam praktek?”, ini yang dikaitkan oleh orang Yahudi. Dari kitab Perjanjian Lama, dari Taurat sampai Kitab Nabi-nabi selalu ditekankan bahwa mengenal Tuhan dan mempraktekkan hidup sehari-hari di dalam Tuhan itulah inti dari menjadi umat Tuhan. Di dalam Alkitab misalnya dikatakan “kasihilah Tuhan Allahmu”, itu Ulangan pasal 6. “Kasihilah sesamamu”, itu Imamat yang ke-19. Dari 2 perintah inilah seluruh Taurat dan Kitab Nabi-nabi disusun. jadi seluruh Taurat dan Kitab Nabi-nabi adalah untuk mengajak kita cinta Tuhan dan cinta sesama. “Saya kenal Tuhan dan saya mau mencintai sesama. Saya kenal dan menyembah Allah, dari penyembahan saya akan belajar mencintai sesama”, itu sebabnya di dalam Kitab Nabi-nabi beberapa kali disinggung “kamu orang Israel membawa korban tapi kamu tidak perhatikan hak janda-janda. Kamu mempersembahkan korban kepadaKu namun kamu mengabaikan anak yatim, kamu mengabaikan orang miskin. Mana yang lebih Aku suka, memberi persembahan atau menolong orang miskin?”, ini pertanyaan Tuhan. Dan jawabannya adalah memberi persembahan dan menolong orang miskin tidak bisa dipisah. “Aku kenal Tuhan maka aku digerakkan untuk menolong orang. Jadi praktek hidup dan iman kepada Tuhan itu tidak bisa dipisah. Ini tugas teologi, bagaimana mengenal Tuhan itu bisa dipraktekkan di dalam hidup. Kategori apa yang perlu dibahas, hal apa yang perlu dipahami? Waktu saya mengatakan “aku kenal Tuhan”, bagaimana mungkin itu menggerakkan saya untuk hidup dengan cara tertentu. Ini yang menjadi tugas teologi untuk diajarkan atau untuk mengajar jemaat sehingga pola pikirnya selalu mengaitkan antara Tuhan dan sesama, antara surga dan dunia, antara Tuhan dan kegiatan hidup sehari-hari. Kalau kita sudah mengerti aspek ini, baru kita semakin sadar pentingnya teologi di dalam hidup. Jangan lihat teologi sebagai teori. Tapi lihat teologi sebagai pengganti teori lama Saudara yang saudara sudah praktekkan selama ini. Kita banyak sekali hal-hal yang salah di dalam pikiran kita dan itu yang kita praktekkan di dalam hidup. Kalau ditanya “mengapa di dalam hidupmu banyak kacaunya, mengapa banyak rusaknya, mengapa banyak konflik, mengapa banyak kejahatan, mengapa banyak hawa nafsu yang tidak bisa dikekang, mengapa begitu banyak kekacauan? Jawabannya adalah karena pola pikir lama masih berkutat di dalam diri kita. Pola pikir lama dan pembentukan lama itu sulit dilepaskan, itu sebabnya teologi sangat penting karena teologi adalah yang akan menyingkirkan cara berpikir lama itu dan menggantinya dengan pengenalan akan Tuhan. Pembentukan kita berdasarkan teologi yang benar adalah proses seumur hidup. Tidak ada orang bisa dengan puas mengatakan “saya sudah sempurna jadi Kristen, saya sudah mengerti bagaimana hidup, saya sudah tidak perlu dinasehati”, tidak bisa. Kita tetap harus tunduk dengan rendah hati kepada Tuhan dan mengatakan “Tuhan, tolong kami, berkati kami, perbaiki cara berpikir kami, tuntun kami karena masih banyak hal salah yang terjadi dalam pikiran dan hidup kami”, itu pentingnya teologi.