Maka Saudara mulai pikir “kalau begitu Perjanjian Lama gawat”, “tidak gawat”, memang bangsa lain rendah, bangsa lain membuat patung dan menyembahnya. Saya tidak heran kalau Perjanjian Lama bicara tentang bangsa lain dengan sangat negatif karena mereka memang sangat negatif. Saudara jangan menjadi orang yang terlalu menekankan kesetaraan lalu membaca Perjanjian Lama dan mengatakan “mengapa Tuhan membenci bangsa-bangsa lain?”, memang mereka layak dibenci, tindakannya beigtu rusak. Tapi uniknya dari Perjanjian Lama, Tuhan sudah memberikan hint bahwa Dia berniat mengampuni bangsa-bangsa itu. Ini yang membuat kita kaget “Tuhan mau mengampuni? Mereka terlalu jahat, mereka beyond forgiveness.” Tapi dalam belas kasihan Tuhan, Tuhan menyatakan “Aku berniat mengampuni mereka”. Maka Tuhan mulai menyatakan dalam janji kepada Abraham, Tuhan akan bangkitkan keturunan Abraham dan lewat dia bangsa-bangsa lain akan mendapatkan berkat, ini janji Tuhan di dalam Kitab Kejadian. Di dalam kitab nabi-nabi Tuhan menyatakan bahwa bangsa-bangsa lain akan berbagian dalam janji raja yang Tuhan berikan kepada Israel. Sehingga orang Israel mulai diberikan pengertian oleh Kitab Suci, yang mereka tidak mau terima bahwa Tuhan berniat mengampuni bangsa lain. Dan ternyata di dalam zaman gereja, zaman abad pertama, Paulus menemukan alasan orang Yahudi dibuang oleh Tuhan, bukan cuma karena mereka memberontak kepada Tuhan, ada sesuatu yang lebih mengertikan yang Paulus temukan. Dia menemukan alasan orang Yahudi dibuang oleh Tuhan karena mereka menolak bangsa lain masuk ke dalam Injil. Mereka tetap ngotot mempertahankan pintu Israel itu unik dan bangsa lain tidak bisa berbagian. Bayangkan Paulus hampir dibunuh berkali-kali oleh orang-orang Kristen Yahudi. Jadi bangsa-bangsa kafir membenci Injil yang Paulus beritakan, tapi hanya orang Yahudi yang ingin membunuh dia. Kalau dia membaca, melihat orang Yahudi dengan cara kita melihat, dia pasti sudah sakit hati dari dulu. Kita begitu mudah sakit hati, kita sangat main perasaan, kita mendewakan perasaan, sehingga kita kalau sudah punya perasaan, perasaan itu akan mendominasi cara kita melihat orang. Bayangkan kalau Paulus seperti kita, dia sudah dendam setengah mati kepada orang Yahudi, dia sudah sakit hati, mungkin sampai muntah darah. Apakah Paulus melihat itu? Tidak, Paulus belajar untuk melihat cara Tuhan melihat orang Yahudi. Jika mereka berada di dalam Tuhan, betapa luar biasanya mereka menjadi. Jika saja mereka percaya Kristus, bayangkan apa yang Tuhan kerjakan lewat mereka, ini yang Paulus belajar lihat. Sehingga Paulus tidak melihat orang Yahudi yang menyakiti dia, Paulus melihat orang Yahudi yang akan menjadi umat yang agung andaikata mereka menerima Kristus. Di ayat 4 dikatakan “mereka adalah orang Israel, mereka diangkat menjadi anak, mereka menerima kemuliaan, mereka menerima perjanjian, mereka menerima Taurat, mereka menerima ibadah, mereka mendapat janji pemulihan Tuhan, mereka adalah keturunan bapa leluhur, mereka yang dipakai Tuhan untuk menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia yang adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya”. Argumen yang Paulus berikan adalah Israel tentu sangat mulia andai mereka setia kepada Tuhan. Paulus tidak melihat Israel yang mau membunuh dia, Paulus melihat Israel yang mulia andai mereka mau kembali ke Tuhan. Saya pikir ini cara memandang yang perlu kita pelajari. Waktu kita memandang orang lain, kita tidak boleh jadikan perasaan kita cara untuk membaca orang lain, “kalau kamu jahat sama saya, saya akan selamanya dendam sama kamu. Kamu sakiti hatiku, saya tidak akan pernah mengampuni kamu”, itu cara pikir yang sangat bertentangan dengan iman kepada Kristus. Iman kepada Kristus membuat kita belajar untuk melihat jika Tuhan mengampuni saya, saya akan belajar pengampunan, saya akan mulai belajar kelimpahan manusia jika saja mereka kembali ke Tuhan. Saya pikir ini adalah cara gereja bisa bermisi. Lesslie Newbigin mengatakan bahwa misi itu bukan satu departemen gereja, misi adalah bagian besar yang menangungi panggilan gereja. Gereja dipanggil bermisi, gereja seluruhnya adalah misi, bukan cuma satu bagiannya. Bagaimana cara gereja bermisi? Dengan menjadi misionaris di daerah dimana gereja itu ada. Ini kalimat yang sangat menggugah, Newbigin mengingatkan gereja untuk memberitakan Injil sebagai misionaris. Kita seringkali melihat misionaris sebagai orang-orang agung yang dipakai Tuhan, bahkan rela mati demi Injil. Ini benar, tidak ada orang bisa memberitakan Injil meskipun dia fasih bicara, meskipun dia punya argumen yang bagus, tapi jika dia tidak mencintai orang lain, jika dia tidak melihat pengharapan dimiliki oleh manusia di dalam Kristus, jika dia tidak melihat apa yang akan terjadi pada orang ini andaikan dia milik Kristus. Jika kita tidak punya visi ke depan tentang manusia, kita tidak mungkin menjadi penginjil, tidak mungkin menjadi seorang yang membagikan Injil, tidak mungkin bermisi. Saya ingat kalimat bagus yang dikatakan oleh seorang teolog yang mempelajari Johan Bavinck, dia mengatakan begitu sering kita memuji orang-orang yang mati karena Injil tapi sebenarnya kita kurang memberikan penghargaan kepada orang-orang yang hidup bagi Injil. Dia mengatakan kita akan sangat mengenang Jim Elliot, kita sangat kenal nama ini Jim Elliot seorang yang memberitakan Injil kepada orang Indian di Ekuador. Dia pergi ke sana, ketika terjun pertama kali langsung ditombak sampai mati, belum sempat bicara apa pun kepada mereka. Dia dan beberapa rekannya menjadi misionaris yang pertama kali menginjakan kaki di hutan tempat suku ini berada, langsung dibunuh. Kita ingat mereka, tapi lupa yang melanjutkan perjuangan misi mereka adalah para istri mereka. Para istri masuk ke hutan yang sama, memberitakan Injil ke orang yang membunuh suami mereka. Dan mereka terus berjuang sampai banyak orang di situ menjadi Kristen. Orang yang menikam Jim Elliot justru menjadi orang pertama yang jadi Kristen, kemudian menyaksikan kalau Tuhan beranugerah kepada dia, “tanganku adalah tangan yang membunuh hambaNya tapi Dia tidak membalas dengan membunuhku, Dia membalas dengan menyatakan kasihNya kepadaku”. Yang berfungsi baik, yang dipakai Tuhan untuk penginjilan adalah para nyonya ini. Dan saya tidak habis pikir kekuatan dari mana yang mereka miliki untuk pergi mengasihi orang yang membunuh suami mereka. Tapi itu terjadi, ini fakta sejarah, ini bukan cerita dongeng. Tidak ada agama mengajarkan keagungan mengorbankan diri, semua agama merasa pengorbanan diri adalah keadaan minimalis yang harus kita tempuh kalau sudah tidak ada jalan lain. Tapi Allah justru menjadikan ini opsi utama. Tuhan mengatakan “Aku mengirimkan Kristus menjadi korban karena inilah kemuliaan terbesar yang Aku mau ajarkan kepada manusia”. Ini bukan opsi terakhir, ini opsi pertamanya Tuhan, sebenarnya Tuhan tidak punya opsi, Tuhan punya kedaulatan memilih sesuatu dan itu jadi. Maka ketika kita melihat orang-orang perempuan yang punya sifat tubuh lebih lemah dari laki-laki, yang punya perasaan hancur karena suaminya sudah mati, sekarang pergi memberitakan Injil ke orang-orang yang tangannya sudah membunuh suami mereka. Ini jiwa misi yang tidak dikurung oleh perasaan pribadi yang sangat picik. Sedangkan gereja Tuhan tidak bermisi karena terlalu dikuasai oleh perasaan yang tidak penting. Berapa banyak kita mengatakan “saya tidak mau ke gereja karena sakit hati.” Kadang-kadang kita sakit hati kepada orang lain karena beda pendapat, saudara mendewakan hatimu, perasaanmu, Saudara sulit menjadi orang Kristen yang baik. Jika kita mendewakan perasaan, Saudara sulit memahami indahnya Injil dan sulit untuk menjadi orang yang bermisi. Tapi Paulus mengatakan “kalau Kristus menjadi Juruselamat bagi saya dan orang percaya”, dia siap menjadi penebus bagi Israel, tapi ini tidak mungkin. Aku tidak mengajarkan kepadamu penolakan Tuhan atas Israel karena aku membenci mereka. Sebaliknya, aku sangat mencintai bangsaku ini”. Maka di dalam pasal 9 Paulus membuka argumennya tentang peralihan dari Israel ke bangsa lain dengan menyatakan kalimat yang agung “saya mencintai bangsaku”, “mereka mencoba membunuhmu”, “tapi aku mencintai mereka, aku ingin mereka diampuni, aku ingin mereka kembali ke Tuhan”. Inilah keindahan dari berita Injil, merubah Paulus, dia melihat Tuhan menyatakan diri kepada dia, dan setelah itu dia tidak pernah sama lagi. Setelah Tuhan menyatakan diri kepada kita, sudahkah kita berubah? Jangan cari alasan, kegagalan untuk berubah tidak boleh ditoleransi. Mari belajar berubah, tidak bisa tinggal di dalam keadaan yang lama. Mari minta Tuhan mengubah hati kita dan mengatakan “Tuhan, jika Tuhan mengubah Paulus yang begitu kejam menjadi orang yang begitu giat dan orang yang penuh cinta kasih kepada bangsa lain, dan sekarang penuh cinta kasih kepada Israel yang berusaha membunuh dia, mohon jadikan hatiku baru, supaya aku menikmati pembaruan yang Tuhan berikan, sehingga saya belajar mengerti bagaimana melihat orang lain di dalam cara Tuhan”. Kiranya Tuhan menolong kita.
(Ringkasan ini belum diperiksa pengkhotbah)