Di dalam ayat 13 Paulus mengatakan “sebab bukan karena Hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia. Tapi karena kebenaran berdasarkan iman”. Apakah Abraham akan memiliki dunia? Iya. Tapi bukan Abraham, melainkan keturunanya. Karena Tuhan menjanjikan kepada Abraham “engkau akan menjadi bapa dari banyak bangsa”. Banyak bangsa akan keluar dari Abraham. Banyak bangsa akan penuhi bumi dan bangsa-bangsa ini adalah keturunan Abraham. Janji seperti ini janji yang besar sekali bagi orang di dalam zaman Abraham. Saudara akan menjadi kepala dari bangsa yang besar, itu jauh lebih terhormat dari pada Saudara menjadi raja di dalam hidup Saudara. Abraham mendapatkan janji yang paling besar. Pada zaman itu kalau Tuhan berkata “Abraham, kamu akan menjadi raja besar”, itu kalah dengan kalau Tuhan mengatakan “Abraham, keturunanmu akan memenuhi bumi dan semua itu adalah keturunan engkau. Keturunanmu akan menjadi bangsa-bangsa yang memenuhi bumi”. Ini janji yang begitu besar. Maka Paulus menyadari betapa besar janji Tuhan kepada Abraham ketika Tuhan mengatakan “keturunanmu akan memberkati bumi, akan memberkati bangsa-bangsa. Engkau akan menjadi bapa dari banyak bangsa”. Kalau Saudara jadi Abraham, Saudara tidak akan merasa gentar bertemu siapa pun. Kalau orang bertanya “Abraham, uangmu ada berapa?”, Abraham menjawab “tidak seberapa”, “kamu pernah menjadi raja?”, “belum”, “Kalau begitu kamu tidak terlalu hebat”. Tapi Abraham akan mengatakan “kamu pernah dengar Yahudi? Itu anak saya. Apakah pernah dengar Edom? Itu juga anakku. Arab juga anakku”, lebih parah lagi kalau kita lihat sekarang “Kristen juga anakku”. Tapi Abraham di sorga memunyai kemuliaan besar karena anak-anaknya memenuhi bumi. Ini bukan janji main-mian. Maka Paulus bertanya “kapan Abraham mendapat janji ini?”, di dalam Kejadian 12 dan 15. Apakah saat itu Abraham sudah bersunat? Belum. Berarti dia tidak sama dengan orang Israel pada zaman Paulus. Maka Abraham adalam contoh orang yang mendapatkan janji bukan karena Taurat, karena pada waktu itu Taurat belum diberikan. Taurat baru diberikan 400 tahun setelah Tuhan memberikan janji kepada Abraham. Jadi Taurat baru datang belakangan, mengapa pembenaran sudah ada lebih dulu? Ini yang Paulus mau pertanyakan kepada orang-orang Israel yang percaya bahwa mereka adalah kelompok pilihan dan yang lain bukan. Maka ayat 13 mengatakan “bukan karena Hukum Taurat telah diberikan kepada Abraham dan keturunannya bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran berdasarkan iman”. Tuhan mengatakan kepada Abraham “demikian banyaknya bangsa-bangsa akan menjadi keturunanmu, lihatlah bintang di langit”, lalu Abraham melihat bintang di langit banyaknya bukan main dan dia langsung percaya kepada Tuhan. Mudah tidak percaya pada kalimat itu? “Demikian banyaknya keturunanmu, coba lihat langit, sebanyak bintang di langit demikian banyaknya keturunanmu”, dan Abraham pun percaya. Dia percaya kepada Tuhan meskipun faktanya dia sudah tua, istrinya tidak bisa melahirkan, dan sampai sekarang dia belum punya anak. Abraham percaya bukan karena apa yang sudah dia dapatkan, tapi Abraham percaya karena Tuhan berkata. Ini jadi contoh iman bagi semua orang. Abraham percaya bukan karena apa yang dia lihat, tapi Abraham percaya berdasarkan apa yang Tuhan katakan. Ini yang harusnya orang Reformed miliki sebagai pengertian iman. Apa itu iman? Percaya karena Allah sudah bilang. Ini berbeda dengan gereja-gereja lain yang mengklaim bahwa mereka beriman, menyatakan bahwa “karena saya beriman maka itu akan jadi”, ini pengertian yang salah. Saudara tidak bisa memaksa Tuhan menjalankan apa yang Saudara imani. Karena kalau Tuhan menjalankan yang Saudara imani, berarti iman Saudara bukan pada Tuhan. Saudara beriman kepada yang lain dan Tuhan Saudara paksa untuk menjalankan yang Saudara imani. Tapi kalau saya mau belajar beriman kepada Tuhan, saya mesti mengerti firman dulu. Ketika saya sudah mengerti yang Tuhan firmankan, baru saya bisa dengan yakin mengamini apa yang Dia katakan dan itulah iman. Jadi iman dan ketaatan tidak bisa pisah. Ketika Tuhan mengatakan “Aku akan memakai engkau menjadi bangsa yang besar”, maka Abraham percaya karena Tuhan sudah bicarakan itu. Jadi apa yang Tuhan bicarakan menjadi fondasi iman. Iman bukan sesuatu yang tidak berdasar, iman selalu berdasar pada janji Tuhan, pada perkataan Tuhan. Maka waktu Tuhan mengatakan bahwa Abraham akan punya banyak anak dan seluruh bumi akan ditaklukan kepada anak-anak Abraham ini, Abraham pun percaya. Dan Tuhan nyatakan bahwa Abraham benar. Abraham benar waktu dia beriman. Sesudah dia mendengar apakah dia sudah jalankan? Belum. Dia sudah dibenarkan? Sudah. Jadi pembenaran datang lebih dulu, pembenaran Tuhan berikan kepada Abraham waktu Abraham mengatakan “iya, saya percaya apa yang Tuhan katakan”, langsung benar. Apakah Abraham sudah langsung mengerti dan jalankan? Belum, Abraham memunyai anak dari Hagar, ini salah mengerti. “Tuhan, ini ada anak namanya Ismail”, Tuhan bilang “bukan”, “tapi saya ini sudah punya anak, tolong berkati”, Tuhan bilang “usir”, “usir? Tapi ini anakku, sudah disunat”, “iya, tetap usir”, Abraham bingung. Lalu Tuhan menjelaskan, “yang dari Sara akan disebut anakmu”. Mengapa harus dari Sara? Karena waktu Tuhan janji kepada Abraham, istrinya Abraham adalah Sara. Hagar bukan istri Sara. Berarti waktu Tuhan berjanji kepada Abraham, Tuhan berjanji satu paket, kepada Abraham dan Sara. Tapi Sara mandul, sudah tua, Abraham juga sudah tua. Tapi Abraham percaya, namun dia kurang mengerti. Dia masih salah menangkap, tapi Tuhan sudah benarkan meskipun ke depannya dia masih akan salah tangkap, masih akan salah mengerti. Saudara mengatakan “kalau begitu dari dua opsi yang bapak katakan tadi, yang kedua yang benar. Kita dibenarkan meskipun kita ngawur. Puji Tuhan, kalau begitu mari kita hidup ngawur, karena Tuhan akan membenarkan kita meskipun kita ngawur. Abraham masih ngawur dan tetap dibenarkan. Pasal 15 Abraham dibenarkan, pasal 17 dia ngawur, pasal 15 tidak batal”, setelah Abraham ngawur, Tuhan tidak datang dan mengatakan “Abraham, kamu ngawur, perjanjian kita batal, Aku cari orang lain”. Maka Tuhan tidak jadi memakai Abraham, Tuhan cari orang lain untuk menjadi orang yang akan membentuk umat bagi Tuhan. Tidak seperti itu, Tuhan tetap memakai Abraham. Bukankah ini membuat kita berpikir “enak juga menjadi umat Tuhan, percaya, beriman, dibenarkan dan ngawur”, ada alasan untuk ngawur. “Bolehkah saya hidup ngawur?”, seolah Tuhan mengatakan “yang penting sudah dibenarkan”. Apakah begitu?
Lalu bagaimana? Kalau dikatakan Abraham dibenarkan bukan berdasarkan ketaatan dan pengertian menjalankan kehendak Tuhan, sekarang bapak mengatakan kalau kita tidak menjalankan kehendak Tuhan berarti kita tidak bisa disebut benar, bagaimana mengerti ini? Untuk mengerti ini, saya akan bagi ada 2 pengertian yang Paulus mau bagikan yaitu pembenaran lewat Taurat, itu yang pertama, yang salah. Lalu yang kedua adalah pembenaran lewat iman, ini yang benar. Dan Paulus mengatakan jika pembenaran lewat Taurat itu diberlakukan maka Abraham tidak bisa dibenarkan. Israel juga tidak bisa dibenarkan dan orang Kristen juga tidak bisa dibenarkan. Namun kalau pembenaran itu lewat iman, Abraham dibenarkan, Israel bisa dibenarkan, dan kita bisa dibenarkan. Apa bedanya pembenaran lewat Taurat dengan pembenaran lewat iman? Saya mau bahas dulu mengapa pembenaran lewat Taurat tidak mungkin membuat kita dibenarkan? Karena pembenaran lewat Taurat memunyai sistem kerjakan penilaian dan selesai. Kerjakan dulu, kemudian penghakiman, lalu selesai, itu via Taurat. Apakah Tuhan memaksudkan memberikan Taurat untuk dipergunakan seperti ini? Tidak. Tuhan tidak memberikan Taurat di dalam Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan untuk menjadi bahan menilai tindakan Israel benar atau tidak. Taurat berfungsi sebagai pengajar, bukan berfungsi sebagai penghakim akhir. Taurat tidak mungkin membenarkan kalau Taurat difungsikan sebagai penghakiman. Kalau kita mau menghakimi, kita harus menghakimi dengan benar, ini yang Paulus katakan dalam Roma 2 “hei kamu yang menghakimi bangsa lain, kamu sendiri tidak lepas dari salah, karena waktu kamu memakai kriteria Taurat untuk menghakimi orang lain, maka kamu akan menilai kesalahan dari kehidupan orang lain, tapi kamu lupa menilai kesalahan kamu sendiri”. Hidup manusia itu banyak aspek, kita tidak cuma hidupi satu aspek. Saudara tidak bisa perbaiki aspek hidup kalau Saudara meletakan Taurat sebagai hakim. Karena kalau Taurat sebagai hakim, dia akan langsung ambil keputusan tentang hidup Saudara dan Saudara tidak punya jalan keluar. Maka meletakan Taurat sebagai hakim, di sisi yang kanan tadi, tidak mungkin membenarkan manusia. Mengapa tidak? Karena meletakan Taurat sebagai hakim itu seperti Saudara masuk ke ujian final. Ini yang saya mau tekankan sebagai pembedaan di sudut yang sini, pembenaran karena iman dengan pembenaran lewat Taurat. Pembenaran lewat Taurat berarti Saudara menggunakan Taurat sebagai hakim final. Dan kalau dia hakim final, Saudara tidak punya kesempatan untuk berubah. Contohnya, kalau Saudara adalah seorang papa, lalu anak Saudara datang dan memberikan PR-nya, “pa, ini PR saya tolong dilihat”, lalu Saudara lihat, ngawur semua “2+2=5, 3+3=7, 4+4= 8 yang dicoret dan diganti dengan 9”, lalu Saudara panggil anak Saudara, “nak, lihat ini 2+2 berapa?”, “5”, “tidak, 2+2 bukan 5, hitung baik-baik”, lalu anak mulai hitung “satu, dua, tiga, empat…empat pa”, “empat kan, bukan lima…ayo ubah”. “3+3 berapa?”, “7”, “bukan, 3+3 bukan 7, coba hitung baik-baik”, “satu, dua, tiga, empat, lima, enam…oh, enam pa”, “enam kan…ayo ubah”, itu PR kalau Saudara yang periksa. Tapi kalau anak Saudara masuk ke ujian final, apakah bisa seperti itu? “Bu guru, ini ujian saya. Bu, 2+2=6 kan?”, gurunya mengatakan “rahasia”, “ayolah bu, kasi tahu saya”, “tidak bisa, ini ujian”, jadi tugasmu kamu serahkan dan itu final. Tugasmu engkau serahkan kepada guru, guru ambil dan that’s it, nanti tinggal pengumuman saja, digantung atau selamat. “Tapi saya masih mau dikoreksi”, “tidak ada koreksi karena ini ujian final. pokoknya kasi tugasmu, nanti guru ambil, setelah itu tunggu hasil”. Kalau Taurat digunakan sebagai penguji hidup, Saudara dan saya tidak mungkin selamat. Kita tinggal berikan hidup kita, lalu Tuhan tinggal lihat hidup, cocokan dengan Taurat, langsung eror semua. Tapi Taurat bukan untuk itu. Taurat itu seperti bapak pakai standar untuk beresin PR anaknya. Tuhan pakai Taurat untuk tanya Israel “Israel, sudah benar belum?”, “tidak tahu, sepertinya sudah”, “coba lihat, hukum pertama: jangan ada Allah lain, apakah ini sudah dilakukan?”, “belum”, dikoreksi, koreksinya bagaimana? Dicambuk. Lalu “hukum kedua sudah beres?”, “belum Tuhan”, cambuk lagi, koreksi. Itu Taurat, Taurat masih memberikan kesempatan. Tapi kalau orang Israel di zaman Paulus mengatakan “Taurat itu adalah nilai final”, habis, tidak ada orang bisa benar, tidak ada orang bisa diselamatkan. Maka Paulus mengatakan, jika Taurat diberikan sebagai penghakiman final maka Taurat itu hanya akan menyatakan murka. Ini yang dikatakan dalam ayat ke-15 “karena Hukum Taurat membangkitkan murka, tapi dimana tidak ada Hukum Taurat, disitu juga tidak ada pelanggaran”. Yang Paulus maksudkan adalah kalau kamu taruh Taurat sebagai penghakim final, maka sia-sialah segala kebaikan sebab Taurat membangkitkan murka. Taurat membangkitkan murka, tapi kalau murka itu belum final, maka murka yang dibangkitkan Taurat adalah murka yang korektif. Marah Saudara kepada anak yang salah bikin PR itu marah korektif. Sedangkan nilai yang diberikan guru di ujian final itu nilai final bukan nilai korektif lagi. Ini bedanya, Taurat bukan untuk penghakim final, Taurat adalah untuk Tuhan pakai di dalam murkanya untuk mengoreksi Israel. Itu sebabnya Paulus mengatakan yang membuat benar itu bukan Taurat sebagai penghakim final, yang membuat benar adalah iman sebagai penghakim awal. Iman itu Tuhan pakai untuk menilai siapa kita. Apakah engkau setia dengan perkataan Tuhan atau tidak, dan itu penilaian awal. Kalau ini penilaian awal, maka Saudara pelan-pelan dibentuk oleh Tuhan berdasarkan penilaian awal itu. Ini yang Paulus sedang katakan di ayat-ayat yang kita baca tadi.