Sekarang kita coba paralelkan Kejadian 17 dengan Kejadian 15. Kejadian 15 adalah cut a covenant antara Tuhan dengan Abraham, ada carat berit. Yang dipotong adalah binatang, Abraham potong binatang lalu belah dua, lalu Abraham dibuat tidur oleh Tuhan dan Tuhan menjalani dua bagian binatang yang sudah dipotong itu. Tanda perjanjian yaitu binatang yang dipotong itu tidak pernah menjadi kebanggaan, binatang terpotong itu selalu menjadi peringatan. Jadi tidak pernah ada saat dimana Abraham membanggakan binatang terpotong, Abraham tidak pernah mengatakan “saya adalah kaum sapi yang terpotong, kamu adalah kafir, saya tidak”. “Apa yang membuat kamu tidak kafir?”, “saya adalah sapi yang terpotong, ketika Tuhan mengikat perjanjian dengan saya, sapinya dipotong. Jadi saya adalah kaum sapi yang dipotong, betapa agungnya saya”, itu aneh. Karena sapi yang dipotong itu adalah tanda kalau saya akan setia dengan perjanjian. Demikian juga dengan sunat, di dalam Kejadian 17 bahwa Tuhan menjanjikan dari Abraham akan banyak keturunan, maka ada tanda perjanjian yaitu sunat. Dan sunat berarti ada pemotongan bagian tubuh yang menjadi simbol bahwa kalau kamu tidak setia dengan perjanjian ini, maka kamu akan dipotong dari keseluruhan. Kamu tidak akan berbagian di dalam umat Tuhan, kamu akan dipotong. Mengapa sunat menjadi tanda seperti ini? “Karena saya mengikat perjanjian dengan Tuhan, kecuali saya setia kepadaMu, silahkan potong saya dari kebangsaan Israel, potong saya dari umatMu. Dan untuk menyatakan janji ini, saya sudah diserahkan dari waktu saya masih bayi untuk menjadi umat perjanjian Tuhan. Dan saya sudah masuk dalam perjanjian ini”. Maka perjanjian itu adalah perjanjian yang indah, perjanjian yang penuh dengan berkat Tuhan, perjanjian yang penuh dengan pimpinan Tuhan, namun juga perjanjian yang menuntut kesetiaan. Ketidak-setiaan tidak mendapat tempat di dalam perjanjian. Misalnya perjanjian nikah, orang yang menikah akan menikmati perjanjian tapi mereka tidak boleh tidak setia, mereka tidak boleh melanggar perjanjian. Perjanjian adalah cara manusia bisa hidup dengan limpah, namun perjanjian juga akan memberikan satu pernyataan keras “jika kamu melanggar, kamu akan dipotong keluar”. Maka dipotong keluar sebagai peringatan adalah yang menjadi esensi dari sunat. Itu yang Paulus tekankan. Jika hatimu tidak bersunat, apa gunanya kamu bersunat? Jika kamu tidak menikmati hati yang baru di dalam Tuhan, apa gunanya kamu menjalani kehidupan yang lama tapi mengaku orang yang bersunat. Itu sebabnya Paulus mengatakan di ayat 25 “sunat memang ada gunanya”, mengapa sunat berguna? Karena engkau menaati Hukum Taurat, kamu akan mengingat kesetiaanmu melalui identitasmu sebagai orang bersunat. Menaati Hukum Taurat akan membuat kebenaran Tuhan dinyatakan di dunia ini, ada kehidupan yang adil, yang benar, yang righteouss, yang suci itu yang akan terjadi jika orang menaat Taurat. Tuhan menginginkan ada kehidupan yang limpah, yang benar, kehidupan yang suci, ada kehidupan yang menaati Tuhan, yang adil, yang memanusiakan manusia yang lain. Ada kehidupan yang memberikan berkat, ada kehidupan yang membuat seluruh komunitas umat Tuhan bertumbuh di dalam dalami sejahtera dan juga kelimpahan. Hidup seperti ini adalah hidup yang harus dikerjakan oleh orang-orang bersunat dan mereka berjanji “kalau saya tidak jalankan ini, cut me out, potong saya keluar”, ini yang Paulus tekankan. Maka Paulus bertanya “kalau ada orang bukan kelompok bersunat bukan orang Israel, tapi hati dan perbuatannya mengerjakan persis yang Tuhan tuntut dari kamu. Kira-kira dia akan dianggap orang kafir atau orang bersunat?”, ini pertanyaan yang sulit. Kalau Saudara orang Yahudi dan ditanya seperti ini, jawabnya pasti sulit. Secara fisik dia tidak ada tanda, tapi secara hati ada. Yang mana lebih baik, orang yang secara fisik bersunat tapi hatinya tidak bersunat atau orang yang fisiknya tidak bersunat tapi hatinya bersunat? Paulus akan mengatakan yang lebih baik orang yang hatinya bersunat meskipun fisiknya tidak bersunat. Tapi orang akan mengatakan “dia bukan umat perjanjian”, kalau dia bukan umat perjanjian, maka dia tidak bisa dianggap orang bersunat. “Hatinya baik, terserah, tapi dia bukan kelompok bersunat”, ini yang menjadi isu di dalam awal pelayanan Paulus. Sebelum Paulus sampai ke daerah Asia minor, yang menjadi isu dulu adalah sunat supaya mirip orang Yahudi, dan itu terus menjadi gangguna dari pelayanan Paulus. Ada kelompok-kelompok yang pergi ke tempat-tempat yang Paulus sudah mendirikan gereja di sana, kemudian mereka mengatakan “orang yang bukan Yahudi tapi sudah percaya Yesus, silahkan sunat”, lalu mereka bingung ‘ada ya namanya sunat?”, “ada, ini adalah perjanjian. Tuhan mengikat perjanjian ini dengan Abraham dan keturunannya, kamu harus disunat”. Maka sunat itu dipaksakan kepada orang-orang non-Yahudi yang sudah menjadi Kristen, tapi Paulus keras melawan. Ini jadi benturan antara teologinya Paulus dengan teologi yang masih belum diputuskan oleh orang-orang Kristen pada waktu itu, dengan teologi yang dipegang oleh orang–orang yang mengikuti Paulus untuk membuat orang-orang lain menjadi Yahudi. Kelompok Judaiser namanya. Setelah ada pembentukan seperti ini, Paulus dan Barnabas terus melawan dan yang lainnya juga ngotot mesti disunat, akhirnya mereka mengatakan “kalian berdua bukan pemimpi, tertinggi, mari bawa ini ke rasul-rasul di Yerusalem”, Paulus menyetujuinya. Maka mereka datang ke Yerusalem dan mengadakan pertemuan, “haruskah orang-orang bukan Yahudi bersunat dan mengikuti seluruh tata cara yang secara tradisi orang Yahudi lakukan atau tidak?”, lalu mereka berdebat, kemudian Petrus berdiri dan mengatakan “saya sudah melihat berkat sulung roh”. Berkat sulung roh adalah, Roh Kudus di dalam Perjanjian Lama memenuhi para pemimpin, tapi Tuhan berjanji di Kitab Yoel suatu saat nanti bukan hanya pemimpin, semua orang akan dipenuhi dengan roh karena ada satu orang yang akan membagi roh ini dengan tidak terbatas yaitu Mesias. Maka Petrus mengatakan “saya sudah melihat Kornelius sudah dipenuhi roh, kalau begitu apakah harus kita suruh dia bersunat juga? Kalau berkat sulung sudah ada pada dia, kita tidak berhak memerintahkan dia apa pun”. Maka pertemuan di Yerusalem itu memutuskan orang-orang yang bukan Yahudi, yang tidak bersunat, untuk tidak mengikuti aturan sunat. Dan ini menjadi kontroversi, meskipun sudah diputuskan tapi banyak orang yang tidak setuju, “kalau mereka tidak disunat, mereka bukan umat perjanjian secara fisik”.